BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKokas adalah bahan karbon padat yang berasal
dari distilasi batubara rendah abu dan rendah sulfur, batubara
bitumen. Kokas batubara berwarna abu-abu, keras, dan berongga.Kokas
sebenarnya dapat terbentuk secara alami, namun bentuk yang umum
digunakan adalah buatan manusia.Indonesia memiliki cadangan
batubara yang besar melebihi cadangan minyak bumi. Kegiatan
penambangan batubara di Indonesia juga semakin meningkat dari tahun
ke tahun dimana batubara diharapkan sebagai sumber alternatif,
selain untuk ekspor juga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi
dalam negeri. Oleh karena itu perlu digalakkan program
pemasyarakatan dan pembudayaan batubara. Salah satu caranya adalah
dengan penanganan lebih lanjut proses pengembangan pembuatan kokas,
karena merupakan komoditi penting yang banyak dibutuhkan pada
industri berskala kecil sampai skala besar. Industri yang
membutuhkan kokas antara lain industri pengecoran logam, industri
gula, industri elektrode dan industri logam lainnya. Pemenuhan
kebutuhan kokas di Indonesia sebagian besar berasal dari luar
negeri (impor) Jepang, RRC, dan Taiwan.Mengingat kokas merupakan
komoditi yang cukup penting, terutama pada industri logam dan baja,
maka usaha pengembangan dan pemenuhan kebutuhan kokas dari dalam
negeri menjadi sangat perlu. Kokas selain digunakan untuk
meningkatkan kandungan karbon dalam besi, juga berfungsi sebagai
bahan bakar, bahan pereduksi maupun penyangga beban. Jadi jelas
bahwa batubara bisa diharapkan sebagai sumber energi alternatif
untuk mengurangi ketergantungan pada impor, yang tentunya dapat
menghemat devisa.
1.2 Tujuan Mengetahui alur proses produksi kokas batubara
(coke)
Mengetahui manfaat yang dimiliki oleh kokas batubara (coke)
BAB IIDASAR TEORI
2.1 Pengertian KokasKokas adalah bahan karbon padat yang berasal
dari distilasi batubara rendah abu dan rendah sulfur, batubara
bitumen. Kokas batubara berwarna abu-abu, keras, dan berongga.
Kokas sebenarnya dapat terbentuk secara alami, namun bentuk yang
umum digunakan adalah buatan manusia.
gambar 1. kokas
2.2 Sejarah KokasKokas digunakan orang-orang China pertama kali
untuk pemanasan dan memasak sekurang-kurangnya pada abad
kesembilan. Pada dekade pertama abad kesebelas, pandai besi China
di lembah Sungai Kuning mulai menggunakan kokas untuk bahan bakar
di tungku mereka, sebagai pemecahan masalah bahan bakar untuk
wilayah yang jarang terdapat pepohonan di sana.Pada tahun 1603,
Hugh Plat menyatakan bahwa batubara dapat dibakar dengan cara yang
analog dengan cara pembakaran arang yang diproduksi dari kayu.
Proses ini tidak dipraktekkan sampai tahun 1642, ketika kokas
digunakan untuk memanggang ragi di Derbyshire.Pada tahun 1709,
Abraham Darby I membangun tanur pembakaran kokas untuk menghasilkan
besi cor. Kekuatan kokas yang besar membuatblast furnacedibangun
lebih tinggi dan lebih besar. Selanjutnya, ketersediaan besi murah
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya Revolusi
Industri.Di Inggris pada tahun-tahun pertama lokomotif kereta api
uap, kokas merupakan bahan bakar yang umum digunakan. Hal ini
terutama karena didorong oleh peraturan perundang-undangan mengenai
lingkungan. Setiap lokomotif diharuskan "mengkonsumsi asapnya
sendiri" yang secara teknis tidak mungkin untuk dilakukan sampai
mulai digunakannyafirebox arch, namun membakar kokasrendahemisi
asap dianggap memenuhi persyaratan. Namun, aturan ini diam-diam
mulai diabaikan dan batubara yang lebih murah menjadi bahan bakar
umum, seiring dengan kereta api yang mulai diterma di kalangan
masyarakat umum.Pada akhir abad 19, para penambang di bagian barat
Pennsylvania, USA menyediakan batubara yang menjadi bahan baku
untuk kokas. Pada tahun 1885, Rochester and Pittsburgh Coal and
Iron Company mem bangun string oven kokas terpanjang di dunia di
Walston, Pennsylvania, dengan 475 oven dan panjangnya 2 km (1,25
mil). Output mereka mencapai 22.000 ton per bulan. The Minersville
Coke Oven di Huntingdon County, Pennsylvania itu dicatatkan dalam
Daftar Tempat Bersejarah Nasional USA pada tahun 1991.
2.3 Produksi KokasKandunagan volatil dari batubara -termasuk
air, gas batubara, dan batu bara-tar- didorong keluar karena
dipanggang dalam tungku atau oven pengap pada suhu setinggi 2.000 C
(3.600 F) meskipun biasanya sekitar 1.000-1.100 C ( 1832-2012
F).Fasilitas paling modernoven kokastetap menghasilkan "produk
sampingan". Saat ini, hidrokarbon volatil juga dimanfaatkan,
setelah pemurnian, dalam proses pembakaran yang terpisah untuk
menghasilkan energi. Tungku kokas (oven) membakar gas hidrokarbon
yang dihasilkan oleh proses pembuatan kokas mengakibatkan
terjadinya proses karbonisasi.Batubara yang sebagai umpan dalam
proses karbonisasi dimasukan ke tungku (pada tahap v), di mana
batubara melewati zona karbonisasi suhu rendah, pada suhu
sekitar375 sampai 475 derajat celcius, batubara mengalami
dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika
suhu mencapai 475 sampai 600 derajatcelcius, terlihat kemunculan
cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan
pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas, dan kemudian batubara
dipanaskan dalam carbonisasi suhu tinggi sampai 1000o C (pada tahap
vii) untuk menjalani karbonisasi. Batubara bitumen harus memenuhi
seperangkat kriteria untuk digunakan sebagai kokas batubara,
ditentukan oleh teknik uji batubara tertentu. Termasuk diantaranya
kadar air, kadar abu, sulfur, kandungan volatil, tar, dan
plastisitas. Pengujian ini ditargetkan untuk menghasilkan kokas
dengan kekuatan yang sesuai (umumnya diukur olehcoke strength after
reaction(CSR). Pengujian lainnya juga dipertimbangkan, termasuk
untuk memastikan coke tidak menggelembung terlalu banyak selama
produksi dan menghancurkan oven melalui tekanan dinding yang
berlebihan.Semakin besar zat terbang (volatil) dalam batubara,
semakin banyak byproduk diproduksi. Umumnya tingkat 26-29% zat
terbang dalam campuran batubara dianggap baik untuk tujuan
mendapatkan kokas. Jadi jenis batubara lain bisa dicampur secara
proporsional untuk mencapai tingkat volatil yang dapat diterima
sebelum proses produksi kokas dimulai.Kokas alami terbentuk ketika
lapisan batubara dipotong oleh intrusi vulkanik. Gangguan ini
memanaskan batubara di sekitarnya dalam suasanaanoxicsehingga
terbentuklah zona kokas (biasanya beberapa meter) di sepanjang
gangguan itu. Namun, kokas alami sangat bervariasi dalam hal
kekuatan dan kadar abunya, dan umumnya dianggap tidak dapat dijual
kecuali dalam beberapa kasus sebagai produk termal.
2.4 Penggunaan Kokas Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan
sebagai agen pereduksi dalam peleburan bijih besi dalamblast
furnace. Kokas ini digunakan untuk mengurangi oksida besi (hematit)
untuk mengumpulkan besi. Karena konstituen penghasil asap dibuang
selama proses pembuatan kokas, kokas menjadi bahan bakar yang baik
untuk kompor dan tungku yang tidak cocok untuk pembakaran batubara
bitumen asli. Kokas dapat dibakar dengan sedikit atau tidak berasap
saat pembakaran, sedangkan batubara bitumen akan menghasilkan
banyak asap.Ditemukan secara tidak sengaja, kokas memilik sifat
perisai panas yang unggul bila dikombinasikan dengan bahan lain.
Kokas merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai perisai
panas pada program kendaraan luar angkasa NASA, Apollo. Dalam
bentuk akhirnya, bahan ini disebut AVCOAT 5026-39. Bahan ini telah
digunakan baru-baru ini sebagai perisai panas pada kendaraan
Pathfinder Mars. Meskipun tidak digunakan untuk pesawat ulang-alik
modern, NASA telah merencanakan untuk memanfaatkan kokas dan bahan
lainnya untuk perisai panas pesawat ruang angkasa generasi
berikutnya, bernama Orion, sebelum proyek itu dibatalkan.Kokas
secara luas digunakan sebagai pengganti batubara untuk pemanas
domestik menyusul diberlakukannya zona tanpa asap di Inggris.
BAB IIIPEMBAHASAN
3.1 The Formed- Coke Making Process ( Proses Pembuatan/Produksi
Kokas)3.1.1 Tahap Pembentukan(forming Stage) Noncaking Coal adalah
bahan baku utama (60-80%). Batubara dikeringkan hingga kandungan
air 2-3% (pada tahap i ). Batubara kering digerus (pada tahap ii ).
Pengikat ditambahkan ke bubuk batu bara, bahan ini kemudian
dicampur (pada tahap iii ), dan dicetak (pada tahap iv), sehingga
memperoleh batubara umpan.3.1.2 Tahap Karbonisasi (carbonizing
stage)Karbonisasi batubara adalah proses distilasi kering di mana
sirkulasi udara dikontrol seminimal mungkin. Melalui dinding baja,
panas disalurkan ke dalam tanur bakar yang memuat batubara. Proses
karbonisasi merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada
temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara umum hal
ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi,
perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Batubara yang sebagai umpan
dalam proses karbonisasi dimasukan ke tungku (pada tahap v), di
mana batubara melewati zona karbonisasi suhu rendah, pada suhu
sekitar375 sampai 475 derajat celcius, batubara mengalami
dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar dinding. Ketika
suhu mencapai 475 sampai 600 derajatcelcius, terlihat kemunculan
cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan
pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas, dan kemudian batubara
dipanaskan dalam carbonisasi suhu tinggi sampai 1000o C (pada tahap
vii) untuk menjalani karbonisasi. Tingkat panas yang tinggi harus
dikendalikan sehingga batubara tidak pecah dan hancur akibat
batubara mengalami pertambahan atau penyusutan volume. Batubara
yang telah terkarbonisasi (coke), didinginkan hingga mencapai suhu
100o C atau lebih rendah. Suhu di pendinginan (pada tahap viii)
oleh gas yang bersuhu normal dimasukkan dari bawah tungku sebelum
kokas dikeluarkan dari tungku.3.1.3 Gas yang dihasilkan ( generated
Gas)Gas hasil pemanasan kokas (300-350o C) meninggalkan bagian atas
tungku yang didinginkan oleh recooler ( pada tahap ix ) dan
pendingin utama ( pada tahap x ). Setelah menghilangkan asap tar (
pada tahap xi ), sebagian besar gas dikembalikan ke tungku. Porsi
gas yang berlebihan dikeluarkan dari sistem, yang kemudian
mengalami rectification dan desulfurisasi untuk menjadi bahan bakar
bersih yang memiliki nilai kalori tinggi, (3800kcal/Nm3).3.1.4
Produk sampingan( byproducts) Cairan dalam gas dibawa ke decanter (
pada tahap xii ) yang memisahkan ammonia dan tar dengan dekantasi
dan pengendapan . Masing-masing produk sampingan tersebut digunakan
untuk tanaman yang ada untuk perawatan lebih lanjut. Setelah
dinormalisasi, tar digunakan kembali sebagai pengikat untuk
pembentukan kokas.3.1.5 Sirkulasi Gas (Gas recycle )Gas hasil
pemisahkan kabut tar di electric precipitator dipanaskan sampai
sekitar 1000o C pada suhu tungku pemanas gas yang tinggi ( pada
tahap xiii ), dan kemudian dimasukan ke zona karbonisasi bersuhu
tinggi ( pada tahap vii ). Gas yang dipanaskan sampai 450o C pada
suhu tungku pemanas gas rendah ( pada tahap xiv ) kendalikan
ejektor ( pada tahap xv ). Ejektor ( xv ) menghisap gas bersuhu
tinggi yang digunakan untuk mendinginkan kokas untuk memberi umpan
ke zona karbonisasi bersuhu rendah (vi) pada suhu gas sekitar 600o
C.
Gambar 2. Alur proses produksi kokas batubara
3.2 Pemanfaatan Kokas BatubaraKokas digunakan sebagai bahan
bakar dan sebagai agen pereduksi dalam peleburan bijih besi
dalamblast furnace. Kokas ini digunakan untuk mengurangi oksida
besi (hematit) untuk mengumpulkan besi.Karena konstituen penghasil
asap dibuang selama proses pembuatan kokas, kokas menjadi bahan
bakar yang baik untuk kompor dan tungku yang tidak cocok untuk
pembakaran batubara bitumen asli. Kokas dapat dibakar dengan
sedikit atau tidak berasap saat pembakaran, sedangkan batubara
bitumen akan menghasilkan banyak asap.Ditemukan secara tidak
sengaja, kokas memilik sifat perisai panas yang unggul bila
dikombinasikan dengan bahan lain. Kokas merupakan salah satu bahan
yang digunakan sebagai perisai panas pada program kendaraan luar
angkasa NASA, Apollo. Dalam bentuk akhirnya, bahan ini disebut
AVCOAT 5026-39. Bahan ini telah digunakan baru-baru ini sebagai
perisai panas pada kendaraan Pathfinder Mars. Meskipun tidak
digunakan untuk pesawat ulang-alik modern, NASA telah merencanakan
untuk memanfaatkan kokas dan bahan lainnya untuk perisai panas
pesawat ruang angkasa generasi berikutnya, bernama Orion, sebelum
proyek itu dibatalkan. Kokas secara luas digunakan sebagai
pengganti batubara untuk pemanas domestik menyusul diberlakukannya
zona tanpa asap di Inggris.
BAB IVPENUTUP4. 1 Kesimpulan Secara umum kokas batubara
terbentuk dari proses pemanasan batubara sebagai umpan yang
dimasukkan ke dalam tungku pembakaran. Lalu dipanaskan pada suhu
rendah dari 375-475 derajat Celsius sehingga terbentuk lapisan
plastis di sekitar dinding. Ketika suhu mencapai 475 sampai 600
derajatcelcius, terlihat kemunculan cairan tar dan senyawa
hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis
menjadi semi-kokas, dan kemudian batubara dipanaskan dalam
carbonisasi suhu tinggi sampai 1000o C (pada tahap vii) untuk
menjalani karbonisasi. Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan
sebagai agen pereduksi dalam peleburan bijih besi dalamblast
furnace. Kokas ini digunakan untuk mengurangi oksida besi (hematit)
untuk mengumpulkan besi. Selain itu, kokas memiliki sifat perisai
panas yang unggul bila dikombinasikan dengan bahan lain. Kokas
merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai perisai panas
pada program kendaraan luar angkasa NASA, Apollo.4. 2 SaranMelihat
hasil riset para ilmuan saat ini yang banyak menemukan manfaat dan
kegunaan dari kokas batu bara semakin beragam. Namun, hal ini
kurang didukung oleh jumlah industry yang memproduksi kokas itu
sendiri. Oleh karena itu, dirasa perlu adanya perkembangan dalam
industry kokas itu sendiri segi dari kuantitas maupun kualitas.
Sehingga kegunaan kokas tersebut bias dimanfaatkan secara
optimal.
DAFTAR
PUSTAKAhttp://bangngabua.blogspot.com/2011/06/kokas-batubara.htmlhttp://www.jualbatubara.com/2012/10/sejarah-produksi-dan-penggunaan-kokas.html
Center for Coal Utilization, Japan; and Japan Iron and Steel
Federation Period: 1978 1986
5