Top Banner
Kepada yang terhormat :bpk. Dr. Fajar Assalamu’alaikum wr. wb Dengan ini saya kirim proposal tesis untuk mendapatkan bimbingan dari bapak, sebelum dan sesudahnya saya ucapkan banyak terima kasih. Wassalamu’alaikum wr .wb. Muntamah PROPOSAL TESIS POLA KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA AGAMA DI SMKN 2 SINGOSARI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Kontek Penelitian Konflik berkepanjangan dan kekerasan yang merajalela seolah menjadi cara hidup satu-satunya dalam masyarakat plural, satu pilihan yang mutlak harus dijalani. Padahal hal ini sama sekali jauh dari konsep agama- agama yang ada di muka bumi ini. Di sisi lain, di negara kita krisis moral tidak hanya melanda masyarakat lapisan bawah (grass root), tetapi juga meracuni atmosfir birokrasi negara mulai dari level paling atas sampai paling bawah. Munculnya fenomena white collar crimes (kejahatan kerah putih atau keja¬hatan yang dilakukan oleh kaum berdasi, seperti para eksekutif, birokrat, guru, politisi atau yang setingkat dengan mereka), serta isu KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang dilakukan oleh para elit, merupakan indikasi kongkrit bangsa Indonesia sedang mengalami krisis multidimensional. Ditambah pula dengan masalah moralitas muda mudi yang sudah membahana dan merupakan persoalan yang belum ada jawabannya secara tuntas. Mahasiswa dan pelajar sekarang mudah terpengaruh oleh budaya asing, mudah terprovokasi,cepat marah, pergaulan bebas dengan lawan jenis yang ditunjukkan dengan
49

Proposal Tesis

Oct 26, 2015

Download

Documents

tesis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal Tesis

Kepada yang terhormat :bpk. Dr. Fajar

Assalamu’alaikum wr. wbDengan ini saya kirim proposal tesis untuk mendapatkan bimbingan dari bapak, sebelum dan sesudahnya saya ucapkan banyak terima kasih. Wassalamu’alaikum wr .wb.

Muntamah

                                                  PROPOSAL TESIS

POLA KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF DALAM

MENGEMBANGKAN BUDAYA AGAMA DI SMKN 2 SINGOSARI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Kontek Penelitian

Konflik berkepanjangan dan kekerasan yang merajalela seolah menjadi cara hidup satu-satunya dalam masyarakat plural, satu pilihan yang mutlak harus dijalani. Padahal hal ini sama sekali jauh dari konsep agama-agama yang ada di muka bumi ini. Di sisi lain, di negara kita krisis moral tidak hanya melanda masyarakat lapisan bawah (grass root), tetapi juga meracuni atmosfir birokrasi negara mulai dari level paling atas sampai paling bawah. Munculnya fenomena white collar crimes (kejahatan kerah putih atau keja¬hatan yang dilakukan oleh kaum berdasi, seperti para eksekutif, birokrat, guru, politisi atau yang setingkat dengan mereka), serta isu KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang dilakukan oleh para elit, merupakan indikasi kongkrit bangsa Indonesia sedang mengalami krisis multidimensional. Ditambah pula dengan masalah moralitas muda mudi yang sudah membahana dan merupakan persoalan yang belum ada jawabannya secara tuntas. Mahasiswa dan pelajar sekarang mudah terpengaruh oleh budaya asing, mudah terprovokasi,cepat marah, pergaulan bebas dengan lawan jenis yang ditunjukkan dengan maraknya seks bebas yang banyak melibatkan mahasiswa dan pelajar, banyak dari mereka menaruh hormat terhadap guru-gurunya, bahkan tidak hormat terhadap kedua orang tuanya. Hal ini merupakan gambaran anak bangsa yang mulai terancam keutuhan pribadinya.( Muhammad Alim,2006:1)

Melihat kenyataan di atas, maka sangatlah beralasan apabila kemudian ada kritik dari masyarakat bahwa selama ini sekolah hanya menghasilkan lulusan yang hanya memiliki pengetahuan dan keahlian tertentu, sementara mereka tidak memiliki integritas kepribadian sebagai anggota keluarga, masyarakat dan warga Negara yang beragama. Kondisi demikian mengharuskan adanya penanaman nilai-nilai agama yang diwujudkan dalam pengembangan budaya agama di sekolah.

Pendidikan Agama khususnya Islam, sebenarnya memiliki kawasan yang begitu luas, dengan target obsesi agar melalui pendidikan ini para siswa mampu memahami, menghayati dan menerapkan ajaran-ajaran Islam yang termuat dalam kitab suci Al-qur’an dan Sunnah Rosul. Kedua sumber ajaran ini sebagaimana kita ketahui meliputi segala aspek kehidupan, baik aspek ritual, intelektual, social

Page 2: Proposal Tesis

maupun lainnya. Sasaran yang ingin dicapai dan dikembangkan meliputi aspek hati nurani agar memiliki kehalusan budi(Akhlakul karimah), daya nalar dan pikir agar anak cerdas dan memiliki ketrampilan yang tinggi.( imam Suprayoga,1999 :25)

Dalam UU No. 20 /2003 tentang sisdiknas pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk me diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Selanjutnya pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 berakar pada nilai-nilai Agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman.Pendidikan Agama Islam (PAI) pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah antara lain bertujuan untuk mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil , etis, berdisiplin, bertoleransi ( tasamuh ) menjaga keharmonisan, secara personal dan social serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah (Permen Diknas, No.22 /2006 tentang Stadar Isi dalam standar kompetensi dan Kompetesi dasar mata pelajaran PAI).Dengan demikian upaya pengembangan Pendidikan Agama sebagai budaya sekolah telah memperoleh legalitas yang kuat. Dengan demikian, lembaga pendidikan memiliki posisi yang sangat strategis, dalam mengembangkan budaya agama yang dalam hal ini Kepala sekolah merupakan elemen penting di dalamnya dengan segala pola kepemimpinannya.

Saat ini, usaha pengembangan nilai-nilai agama dalam rangka mewujudkan budaya agama di sekolah dihadapkan pada berbagai tantangan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, pendidikan dihadapkan pada keberagaman siswa, baik dari sisi keyakinan beragama maupun keyakinan dalam satu agama. Lebih dari itu, setiap siswa memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda-beda.

Dalam bidang kepemimpinan , ketidakmampuan paradigma kepemimpinan dalam merespon perkembangan peradaban umat manusia merupakan hal yang nyata terutama bagi para ahli dan praktisi organisasi pendidikan.Dalam perjalanan sejarah perdaban dunia faktor kepemimpinan telah terbukti menjadi faktor dominan dalam membuat perubahan baik itu perubahan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Hal ini bisa dilihat dari Muhammad bin Abdullah sebagai pemimpin yang berhasil dalam merevolusi kebudayaan Arab dan menjadi lebih baik, Adolf Hitler (tanpa menyamakan dengan keraifan pemimpin lainnya karena kekejamannya) telah mampu membuat benua Eropa menjadi tahan banting dalam berperang, atau mampu pencapai peradabannya saat ini dengan visi kepemimpinan yang berkesadaran ilmu pengetahuan dari para pemimpin Eropa lainnya.

Page 3: Proposal Tesis

Dalam memimpin suatu organisasi sekolah, kepala sekolah dapat menekankan salah satu bentuk atau model kepemimpinan yang ada. Model atau pola kepemimpinan mana yang paling sesuai masih menjadi pertanyaan.

Keberadaan sekolah sebagai organisasi pendidikan akan berpengaruh terhadap keefektifan pola kepemimpinan kepala sekolah yang diterapkan. Karena sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedangkan bersifat unik menunjukkan bahwa sekolah  sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. Oleh karena itu, sekolah yang sifatnya kompleks dan unik itulah, maka sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi, sehingga keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah

Selanjutnya kepemimpinan yang baik adalah kepala sekolah yang mampu dan dapat mengelola semua sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran dan sumber daya manusia, hendaknya mampu menciptakan iklim organisasi yang baik agar kompetensi sekolah dapat memerankan diri secara bersama untuk mencapai tujuan organisasi. Itulah sebagai alternatif kepemimpinan yang disebut kepemimpinan transformatif.

Kepemimpinan transformatif menggiring SDM yang dipimmpin kearah tum-buhnya sensitivitas pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangan visi secara bersama, pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan pengembangan kultur organisasi sekolah yang menjadi keharusan dalam skema restrukturisasi sekolah.( Rasmianto, :22)

SMKN 2 Singosari Malang terletak di desa Tunjungtirto yang letaknya cukup strategis ditepi jalan raya yang lingkungannya didukung suasana damai dengan jumlah siswa yang tergolong besar.

Pentingnya kepemimpinan yang transformatif berlaku di semua sekolah tak terkecuali di SMKN 2 Singosari Malang. Kepala sekolah dalam perannya sebagai pemimpin tertinggi di sekolah selalu berusaha untuk menimbulkan kesadaran dalam diri seluruh personil di sekolah, bahwa maju mundurnya sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didasarkan kepada peran kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga, akan tetapi perubahan tersebut terjadi apabila seluruh personil sekolah berperan secara aktif dalam pelaksanaan proses pendidikan di sekolah, untuk mencapai tujuan.

Page 4: Proposal Tesis

Pentingnya pengembangan budaya agama berlaku di semua sekolah tak tekecuali di SMKN 2 Singosari Malang. Kepemimpinan kepala sekolah sebagai agen perubahan dalam meningkatkan kualitas keagamaan sangat penting juga diperhatikan, karena dengan dasar agama siswa mampu menjalankan aktifitas belajar dan bergaul di lingkungan masyarakat dengan didasari oleh nilai-nilai agama. Untuk itu penting hal tersebut ditanamkan di sekolah melalui pengembangan budaya agama.

Kepala sekolah yang ada dengan pola kepemimpinannya telah berusaha menciptakan perubahan-perubahan konstruktif dalam mengembangkan budaya agama di sekolah

Berkaitan dengan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul tesis, “POLA KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF DALAM MENGEMBANGKAN BUDAYA AGAMA DI SMKN 2 SINGOSARI MALANG”

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka main research question penelitian ini dapat difokuskan sebagai berikut: Bagaimana pola kepemimpinan transformatif yang dilakukan Kepala Sekolah dalam mengembangkan budaya agama di SMKN 2 Singosari Malang selama ini. Untuk membantu menjelaskan focus penelitian tersebut, maka sub research question bisa diuraikan sebagai berikut:

1.2.1. Bagaimana figur kepala sekolah kepala SMKN 2 Singosari Malang dan profil SMKN 2 Singosari

1.2.2. Bagaimana pola kepemimpinan transformatif yang dilakukan Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Singosari Malang.

1.2.3  Budaya agama yang terdapat pada SMKN2 Singosari Malang

1.2.4.  Pola kepemimpinan transformatif dalam mengembangkan budaya agama di SMKN 2 Singosari

1.2.5. Tanggapan guru dan staf terhadap pola kepemimpinan transformatif Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang..

1.2.6.  Kendala pelaksanaan pola kepemimpinan transformatif Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang.

Page 5: Proposal Tesis

1.2.7. Tindak lanjut pola kepemimpinan transformatif Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang

3.Tujuan Penelitian

Berangkat dari fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan bagaimana pola kepemimpinan transformatif yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam mengembangkan budaya religius di SMKN 2 Singosari Malang, dengan uraian :

3.1. Mendiskripsikan pola kepemimpinan transformatif yang dilakukan Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang.

3.2. Mendiskripsikan pola kepemimpinan transformatif dalam mengembangkan budaya agama yang dilakukan Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang.

3.3. Mendiskripsikan Tanggapan guru dan staff terhadap pola kepemimpinan transformatif Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang.

3.4. Mendiskripsikan Kendala pelaksanaan pola kepemimpinan transformatif

Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Singosari Malang

3.5. Mendiskripsikan Tindak lanjut pola kepemimpinan transformatif Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Singosari Malang.

4.    Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai supervisi Kepala Sekolah di SMK Negeri 2 Singosari Malang ini diharapkan memberi manfaat:

4.1. Memperkaya khasanah kajian pola kepemimpinan Transformatif khususnya dalam mengembangkan budaya agama.

4.2. Menjadi sumbangan bagi dunia pendidikan umumnya, khususnya bagi SMK Negeri 2 Singosari Malang dalam penerapan pola kepemimpinan transformatif di waktu yang akan datang.

5. Definisi Istilah

Page 6: Proposal Tesis

Agar terdapat kesamaan dan pemahaman dalam penelitian “Kepemimpinan Transformatif Dalam Mengembangkan Budaya Religius di SMKN2 Singosari Malang” ini, maka perlu diberikan batasan konsep sebagai berikut :

Pola Kepemimpinan adalah macam-macam perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas- aktivitas suatu kelompok kearah satu tujuan yang ingin dicapai.( T. Hani, Handoko, 2003: 28).

Transformatif menurut bahasa adalah  bersifat berubah-ubah bentuk (rupa, macam, sifat, keadaan, dsb)

Yang dimaksudkan dengan pola kepemimpinan transformatif adalah pola kepemimpinan transformatf kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang , dalam menjalankan fungsi dan tugasnya pada organisasi sekolah dengan keberhasilan-keberhasilan yang telah dilakukan melalui program-program yang dibuat serta inovasi yang dilakukan  khususnya tentang pola kepemimpinan transformatif yang dilakukan Kepala Sekolah dalam mengembangkan budaya agama pada lembaga yang sedang dipimpin.

Kata “dalam “ di kamus besar bahasa Indonesia (2007 : 232) adalah kata depan untuk menandai sesuatu yang dianggap mengandung isi atau kiasan.

Mengembangkan adalah membuka lebar-lebar, membentangkan, menjadikan besar (luas, merata, dsb), menjadadikan maju (baik, sempurna, dsb)

Budaya agama adalah terwujudnya nilai-nilai ajaran agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya. Dengan menjadikan agama sebagai tradisi dalam sekolah maka secara sadar maupun tidak ketika warga sekolah mengikuti tradisi yang telah tertanam tersebut sebenarnya warga sekolah sudah melakukan ajaran agama.

.SMK Negeri 2 Singosari Malang yang dimaksud adalah

5.1. lembaga pendidikan Kejuruan yang berada dalam naungan pemerintah  

5.2. Lembaga pendidikan yang bertanggung jawab kepada orang tua murid, masyarakat, yayasan, dan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan

5.3. Sekolah berstandart nasional yang berupaya mengembangkan budaya agama

BAB II

LANDASAN TEORI

Page 7: Proposal Tesis

2.1. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Marno (2008:11) kepemimpinan diambil dari kata pemimpin yang dalam bahasa inggris disebut leader dari akar kata to lead yang terkandung arti yang saling erat berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan di depan, mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, mempelopori, mengarahkan pikiran-pendapat-tindakan orang lain, membimbing, menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya.Istilah kepemimpinan merupakan terjemahan resmi dari leadership yang sebenarnya merupakan suatu istilah yang belum terlampau lama digunakan dalam bahasa Inggeris. Mar’at mengatakan, “The Oxford English Dictionary (1933) mencatat bahwa kata pemimpin dalam bahasa Inggeris muncul pada tahun 1300. Bagaimanapun, kata ‘kepemimpinan’ belum muncul sebelum tahun 1800.”(Mar’at,1984: 8) .Sejauh ini belum ada penelitian khusus tentang kapan kata “pemimpin” dan “kepemimpinan” mulai digunakan dalam bahasa Indonesia.

Untuk memahami apa arti istilah kepemimpinan (leadership) itu maka ada baiknya dikemukakan beberapa definisi yang dibuat oleh para ahli . Sebenarnya ada banyak definisi yang telah dibuat oleh para ahli, bahkan dapat dikatakan bahwa hampir setiap ahli membuat definisinya sendiri, di bawah ini ada beberapa definisi yang akan dikemukakan yang diharapkan dapat membantu kita untuk memahami apa sebenarnya kepemimpinan itu.George A. Terry mengatakan bahwa “leadership is the relationship in which one person, or the leader, influences others to work together willingly on related tasks to attain that which the leader desires.”( George R. Terry, 1972 :458).Jadi bagi Terry, kepemimpinan ialah upaya untuk mempengaruhi orang lain agar secara sukarela orang-orang itu bekerja sama untuk mencapai apa yang dikehendaki oleh si pemimpin.Harold Koontz dan Heinz Weihrich mengatakan bahwa kepemimpinan itu adalah “the art or process of influencing people so that they will strive willingly and enthusiastically toward the achievement of group goals.” (Harold Koontz and Heinz Weihrich, 1988 :437) .Senada dengan Terry, Koontz dan Weihrich juga berpendapat bahwa kepemimpinan itu adalah keahlian atau proses untuk mempengaruhi orang-orang agar supaya orang-orang itu bersedia dengan penuh semangat bekerja keras demi tercapainya tujuan kelompok.James A.F. Stoner dan Charles Wankel mengatakan bahwa kepemimpinan adalah “the process of directing and influencing the task-related activities of group members.” (James A.F.Stoner and Charles Wankel1987 : 445).

Page 8: Proposal Tesis

Menurut Ametemburn (1975:1-2) Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing sesuatu kelompok sedemikian rupa, sehingga tercapailah tujuan dari kelompok itu. Soemanto (198:6) mengutip beberapa definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:

D.E. McFarland mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. J.M.Pfiffner mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oteng Sutisna mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat begitu membangkitkan kerja sama ke arah tercapainya tujuan.

Sardiman (1996:6) sendiri mendefinisikan kepemimpinan adalah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Definisi kepemimpinan secara luas menurut Rivai adalah meliputi proses mempengaruhi dan menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan dan mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. (Veithzal Rivai,2003:2)

Jadi bagi mereka, kepemimpinan itu merupakan proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan hubungan kerja anggota kelompok yang terkait.Dari beberapa definisi tersebut di atas terlihat beberapa unsur penting dalam kepemimpinan, yaitu: pemimpin, proses mengarahkan dan proses mempengaruhi, orang lain (yang dipimpin), dalam kegiatan untuk mencapai tujuan. Berdasarkan unsur-unsur penting itu, kita dapat menyusun suatu definisi kepemimpinan dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, sebagai berikut: Kepemimpinan adalah suatu proses dari kegiatan para pemimpin untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain agar supaya mereka bersedia bekerjasama demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kepemimpinan merupakan faktor manusiawi yang paling menentukan sukses tidaknya suatu organisasi, lembaga pendidikan maupun lembaga kenegaraan. Sebab ia merupakan motor penggerak dan bertanggung jawab atas segala aktifitas dan fasilitas. Dia dituntut mampu mengantisipsi tindakan-tindakan yang berdasarkan pada perkiraan-perkiraan untuk menampung apa yang terjadi mengenai kelemahan-kelemahan serta mencapai suatu tujuan dan sasaran dalam waktu yang telah ditentukan. Kepemmpinan merupakan motor penggerak bagi

Page 9: Proposal Tesis

sumber-sumber dan alat-alat manusia dan alat lainnya dalam organisasi. Demikian pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu organisai sehingga dapat dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang dialami sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin organisasi itu. (Sondang P.Siagian, 1982:36)

Pemimpin harus mempunyai tiga bentuk perilaku. Demikian yang dicanangkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu : Ing ngarso asung Tulada, ing madya mangun karsa, Tutwuri Handayani yand diterjemahkan dalam bahasa Indonesia : di muka memberi tauladan, di tengah membangun semangat dan di belakang memberi pengaruh. (Soerjono Soekanto,1990 :323)

Dari konsep kepemimpinan secara umum, maka selanjutnya penulis akan mengemukakan beberapa definisi mengenai kepemimpinan pendidikan. Menurut Fachrudi, sebagaimana yang dikutip Marno dan Supriyatno (2008:32), kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan dalam proses mempengaruhi, mengkoordinir orang-orang yang ada hubungannya dengan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat berlangsung lebih efisien dan efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.

Soemanto dan Soetopo (1982:18) juga menyatakan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah tindakan atau tingkah laku diantara individu-individu dan kelompok-kelompok yang menyebabkan mereka bergerak ke arah tercapainya tujuan-tujuan pendidikan yang menambahkan penerimaan bersama bagi mereka. Sementara itu, Nawawi, sebagaimana dikutip Marno dan Supriyatno (2008:33), mengatakan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah proses menggerakkan, mempengaruhi, memberikan motivasi, dan mengarahkan orang-orang di dalam organisasi atau lembaga pendidikan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi, mengkoordinir, menggerakkan, memberikan motivasi, dan mengarahkan orang-orang dalam lembaga pendidikan agar pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dapat lebih efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran. Salah satu bagian dari konsep kepemimpinan pendidikan yaitu kepemimpinan kepala madrasah atau kepala sekolah.

Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi yang di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedangkan sifat

Page 10: Proposal Tesis

uniknya adalah menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. Ciri- ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. (Wahjosumidjo, 1999:81)

Salah satu kekuatan yang efektif dalam pengelolaan sekolah yang berperan dan bertanggung jawab menghadapi perkembangan dan perubahan adalah kepemimpinan kepala sekolah, yaitu seorang kepala sekolah yang mampu memprakarsai pemikiran baru di dalam proses interaksi di komunitas sekolah dengan melakukan perubahan atau penyesuaian tujuan, sasaran, konfigurasi, prosedur, input, proses ataupu output dari suatu sekolah sesuai dengan tuntutan perkembangan . Kualitas kepemimpinan kepala sekolah sangat signifikan sebagai kunci keberhasilan dan kemjuan sekolah. Kepemimpinan sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan organisasi (sekolah). Dengan demikian, menurut interprestasi penulis, keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.

Seorang kepala sekolah adalah orang yang benar-benar seorang pemimpin dan sekaligus seorang innovator.

Seorang kepala sekolah selaku pemimpin di sebuah lembaga pendidikan yang bersifat kompleks, memerlukan: Kemampuan memimpin, kompetensi administrative dan pengawasan, pemahaman terhadap tugas dan fungsi kepala sekolah, pemahaman terhadap peran sekolah yang bersifat multi function serta tugas pokok dalam rangka pembinaan program pengajaran, SDM, kesiswaan, dana, sarana prasaran serta hubungan kerja sekolah dengan masyarakat. (Wahjosumidjo,1999:3). Demikian juga dengan perannya sebagai seoran pemimpin harus mampu untuk meningkatkan peran strategis dan teknis dalam meningkatkan kualitas lembaga yang dipimpinnya.

Menurut Kyte sebagai kepala sekolah memiliki lima fungsi dan peran utama, pertama bertanggung jawab atas keselamatan, kesejahteraan dan perkembangan murid –murid di lingkungan sekolah. Kedua, tanggung jawab atas kesejahteraan dan keberhasilan professional guru. Ketiga,berkewajiban memberikan layanan sepenuhnya yang berharga bagi murid-murid dan guru-guru yang memungkinkan dilakukan melalui pengawasan resmi, bertanggung jawab mendapatkan bantuan maksimal dari semua institusi pembantu. Ke lima, bertanggung jawab un mempromosikan murid-murid terbaik melalui berbagai cara. (( Kyte,G.C,1972:2)2.2. Kepemimpinan Transformatif (Transformational Leadership)

Page 11: Proposal Tesis

Salah satu kepemimpinan kontemporer yang sangat populer sekarang ini ialah kepemimpinan transformatif (transformative leadership) atau kepemimpinan transformasional (transformational leadership). (Anna Marsiana, N Barry Priyanto, NovembriChoeldahono, 2002 : 67).

Istilah transformative berinduk dari kata to transform, yang bermakna mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda. Istilah transforming leadership digunakan pertama kali oleh James MacGregor Burns dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1978, berjudul “Leadership” yang memenangkan hadiah Pulitzer. (Eko Maulana Ali Suroso, 2004 :62). Konsep awal tentang kepemimpinan transformatif ini dikemukakan oleh Burn yang menjelaskan bahwa, kepemimpinan transformatif adalah sebuah proses dimana pimpinan dan para bawahannya untuk mencapai tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin transformatif mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menentukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan bukan didasarkan atas emosi kemanusiaan, keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Para pemimpin transformatif mengedepankan nilai-nilai moral para pengikut untuk meningkatkan keyakinan mereka tentang berbagai isu etika dan memobilisasi daya dan sumber daya mereka untuk mereformasi sesuatu.

Tingkat sejauh mana seorang pemimpin disebut transformatif terutama diukur dalam hubungannya dengan efek pemimpin tersebut terhadap para pengikut.Para pengikut seorang pemimpin transformatif merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat kepada pemimpin tersebut dan mereka termotifasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan terhadap mereka.

Dalam buku yang berjudul “ Improving Organizational Effectivenes Through Transformational Leadership “Bass dan Avolio mengemukakan bahwa kepemimpinan transformative mempunyai empat dimensi.

2.2.1. Individualized Consideration. Perilaku kepemimpinan yang senantiasa memberi perhatian secara individual, termasuk memberi dukungan, membangun semangat dan memberikan bimbingan. Perilaku kepemimpinan yang selalu memberi semangat dan memberi motivasi secara inspirasional kepada pengikutnya.Dalam dimensi ini, pemimpin transformative digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan pengembangan karir.(Bas.B.M and Avolio,B.J.,1994)

2.2.2 Inspirational motivation.Dalam dimensi ini pemimpin transformatif digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang

Page 12: Proposal Tesis

jelas terhadap pretasi bawahan, mendemonstrikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi dan mampu menggugah sprit tim dalam organisasi melalui penumbuhan antusiasme dan optimism.

2.2.3. Intelectual Stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformatif digambarkan sebagai pemimpin yang mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru.

2.2.4. Idealized Influence, perilaku pimpinan yang menggunakan cita-cita untuk mempengaruhi orang lain. Perilaku ini mampu menumbuhkan emosi yang amat kuat bagi pengikut. Dapat digambarkan sebagai perilaku pemimpn yang dapat membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya.]]Perilaku kepemimpinan transformatif berdasarkan istilah  al-Hijrah dan al-Jihad dan pemahaman terhadap ayat-ayat yang menceritakan nabi/rasul revolusioner. Kepemimpinan transformasional menemukan pijakan epistemologisnya pada ayat yang menceritakan para nabi dan rasulullah yang revolusioner semisal cerita Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad SAW dan beberapa ayat yang tertera lafadz al-Hijrah, dan al-Jihadu.Kata al adalah lawan kata dari kata al-Washol (sampai sambung), hajarahu mempunyai arti memutuskankanya. Secara umum para ulama’ mengemukakan makna hijrah secara istilah dengan berbagai defrinisi. Hal itu disebabkan karena banyaknya makna yang terkandung dalam kata hijrah itu sendiri. Oleh karena itu pandangan mereka terhadap hijrah pun berbeda-beda. Dengan menyimpulkan dari beberapa pandangan tokoh ahli filsafat, agama, tasawuf Ahzami Samiun mengatakan bahwa pendapat tentang hijrah dapat dipolakan menjadi empat kelompok: Pendapat pertama, hijrah adalah perpindahan dari negeri kaum kafir atau kondisi peperangan (Daruul Kufri wal Harbi) ke negeri muslim (Darul Islam), dalam hal ini adalah Ibnu A’rabi, Ibnu Hajar, al-Asqalani dan Ibnu Taimiyah). Pendapat kedua: hijrah adalah perpindahan dari negeri orang dhalim, (Darul Dzulmi) ke negeri orang-orang adil (Darul Adli) dengan maksud menyelematkan agama. Pendapat ketiga: hijrah adalah meninggalkan negeri yang diperangi, ahli bidah, penuh dengan sesuatu yang haram, demi keselamatan jiwa, harta, menghindari penyakit dan sebagainya yang membahayakan. Pendapat keempat: hjrah adalah pergi untuk mendekatkan diri dengan kebiasaan-kebiasaan baik lebih memahami suatu masalah, meninggalkan dosa dan kesalahan, meninggalkan hal-hal yang menjauhkan diri dari kebenaran (Ahzami Samiun Jazuli 2006 : 17-20 )

Beberapa definisi tentang hijrah diatas meskipun berbeda ada beberapa hal yang sama. Pertama: adanya perpindahan itu sama-sama bertujuan untuk

Page 13: Proposal Tesis

menciptakan hal yang lebih baik. Kedua: terwujudnya hal yang lebih baik sama-sama akan dilalui dengan cara mengubah dan memindahkan segala sesuatunya agar terjadi perbaikan dan perubahan (transformation and change). Adapun hal yang paling substansial adalah adanya transformasi kehidupan yang harus dilakukan oleh para muhajirin. Berikut ini beberapa pandangan ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang hijrah:

Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. dan berkatalah Ibrahim: "Sesungguhnya Aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); Sesungguhnya dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. 29:26)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. 02:218)

Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (Q.S. 9: 19-20)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindung. dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang Telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. 08:72)

Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia. (Q.S. 08:74)

Pada beberapa ayat diatas akan terlihat adanya transformasi diri yang begitu kuat terjadi. Transformasi diri merupakan perilaku paling mendasar dan awal jika

Page 14: Proposal Tesis

seseorang ingin menjadi pemimpin transformasional. Setelah ia mampu menciptakan transformasi diri ia juga harus mampu membuat orang lain mentransformasikan dirinya kepada kebaikan yang lebih tinggi, sehingga kehidupan bersama pun mengarah kepada kesejahteraan bersama.

Secara harfiah hijrah berarti berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, secara tidak langsung hijrah berarti mengorbankan atau meninggalkan rumah dan kampung halaman seseorang, keluarga, tanah dan bangsanya serta seluruh harta benda dan benda-benda bergerak lainnya yang didambakan manusia demi tujuan tertentu.

Pada taraf ini, hijrah menuntun dan menuntut terciptanya transformasi diri, perubahan dan perbaikan (tranaformation and change) dengan memindahkan, membuang jauh segala hal yang mengahalangi perubahan dan perbaikan dan segala sesuatu yang tidak baik, tidak benar agar perubahan besar dapat terwujud dan ujungnya adalah kesejahteraan bersama bukan kelompok tertentu saja. Dalam bukunya “Wahyu dan revolusi” Ziaul Haque mengatakan:

Hijrah adalah suatu transformasi untuk mencapai tujuan yang luhur, titik kulminasi, atau puncak jihad ketika orang-orang yang berjuang untuk mencapai sebuah tatanan baru yang berdasarkan kebenaran dan kesetaraan antara manusia menolak tatanan lama yang berdasarkan pada diskriminasi dan korupsi guna mempercepat tercapainya tujuan perjuangan mereka melawan kekuatan-kekuatan kejahatan tatanan yang sudan usang tersebut .( Ziaul Haque, terj. E. Setiawati al-Khattab,  2000 : 6 )

Dalam kontek organisasi titik hijrah berada diluar batas-batas dan garis-garis tatanan lama yang tidak baik, kemudian berusaha mewujudkan tatanan yang baru lebih baik, hijrah tidak hanya berada pada tataran hardwareorganisasi berupa gedung dan fasilitas fisik lainnya melainkan juga dalam tataran-tataransoftware organisasi berupa hubungan antarapemimpin dengan karyawan, pemimpin dan karyawan dengan organisasi dan seterusnya. Transformasi itu mendambakan kebaikan hubungan sosial, ekonomi, psikologis, kultural, intelektual, perhatian individu, saling motivasi, saling inspirasi dan sebagainya, hal ini memaklumatkan matinya dunia yang statusquo, stagnan, diskriminatif dan intimidatif satu dengan lainnya, terpecah-pecah, kurang motivasi, korup, dan memproklamirkan lahirnya sebuah dunia baru yang penuh semangat perubahan dan perbaikan.

Dengan demikian, jelas terlihat bahwa esensi dari kepemimpinan transformatif ialah kepemimpinan yang mengubahkan. Kepemimpinan yang mengubahkan itu adalah juga kepemimpinan partisipatif, yang selalu memberi tempat bagi orang lain

Page 15: Proposal Tesis

untuk ikut berperan. Dan kepemimpinan yang mengubahkan itu adalah juga kepemimpinan yang memberdayakan.Kepemimpinan yang mengubahkan adalah kepemimpinan yang menyebabkan terjadinya perubahan. Pimpinan dalam kepemimpinan yang mengubahkan itu adalah agen perubahan. Perubahan itu terjadi mulai dari diri si pemimpin itu sendiri, bukan hanya cara berpikir dan cara bekerjanya saja, tetapi juga perubahan secara eksistensial seorang pemimpin(band. Bob Wall, kk. t.t. : 203 ) .

Pemimpin transformatif haruslah seorang yang memiliki “komitmen penuh dan tentu saja keberanian untuk menerima dampak positif dan negatif” (A.B. Susanto, 1997: 69 ).dalam mengelola perubahan. Selain itu, pemimpin yang mengubahkan itu “dalam melaksanakan suatu perubahan” hendaknya “dapat senantiasa menghidupkan ‘faith’ dan ‘hope’.” (A.B. Susanto, 1997: 69 ). Itu berarti bahwa pemimpin yang mengubahkan itu harus memiliki iman dan pengharapan yang teguh.Selanjutnya, A.B. Susanto mengatakan bahwa seorang pemimpin transformatif adalah seorang pemimpin yang “harus dapat bersikap sebagai teman yang dapat dipercaya, terutama dalam kondisi-kondisi krisis.” (A.B. Susanto, 1997: 72). 

Pemimpin sebagai agen perubahan haruslah memiliki kerendahan hati, kewaspadaan dan keberanian. Ia harus memiliki kerendahan hati agar tidak terlena oleh kesuksesan dan tidak jatuh dalam kecongkakan yang dapat berbalik dan menghantam diri sendiri. Pemimpin sebagai agen perubahan itu harus senantiasa waspada dan siap siaga terhadap berbagai perubahan situasi dan perkembangan (A.B. Susanto, 1997: 72)yang terjadi. Pemimpin transformatif haruslah juga “berani mendobrak” (A.B. Susanto, 1997: 72). kondisi yang tidak menguntungkan.Perubahan memerlukan dukungan. Oleh karena itu, pemimpin yang mengubahkan itu memerlukan dukungan dari orang lain. Ia harus “dapat menghimpun kekuatan dari seluruh jajaran anggotanya. Dengan kata lain, perubahan membutuhkan dukungan penuh”  dari orang lain. (A.B. Susanto, 1997: 73). 

Menurut teori ini, kepemimpinan memiliki empat fungsi utama yang bisa di ringkas dalam uraian berikut :-. Menentukan visi (gambaran tentang tujuan ke depan )-. Sosialisasi visi kepada para pengikut (mampu menyampaikan visi dan dapat menggambarkannya dengan jelas kepada para pengikut)-. Realisasi visi (tidak hanya menjelaskan visi saja, tapi visi itu harus mewarnai segala aktivitas hidupnya).-. Meningkatkan Komitmen pengikut terhadap visi (perlu menggunakan berbagai cara dan sarana untuk menanamkdhian komitmen itu)

Page 16: Proposal Tesis

2.3. Budaya Agama di Sekolah

Budaya berasal dari bahasa sansekerta “budhayah, bentuk jamak dari kata “budhi yang berarti budi atau akal. Ada juga yang mengatakan bahwa kata budhaya itu sebagai perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti kemampuan dari budi atau akal ( koentjoroningrat, 1976)indu dan budha

Sedangkan agama berasal dari bahasa sansekerta, masuk dalam perbendaharaan bahasa melayu dibawa oleh agama hindu dan budha.. Mengenai pengertian dasarnya terdapat perbedaan pendapat, ada yang menyatakan bahwa agama berasal dari kata ‘a” yang berarti tidak,dan gama yang berarti kacau balau sehingga agama berarti teratur.

Dengan pengertian dasar demikian maka istilah agama merupakan suatu kepercayaan yang mendatangkan kehidupan yang teratur, tidak kacau balau, serta mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan bagi hidup manusia. ( Muhaimin,2007:33 )

Menurut Nurkholis Majid, agama bukanlah sekedar tindakan-tindakan ritual seperti sholat dan membaca Al-qur’an serta membaca do’a. Agama lebih dari itu, yaitu keseluruhan tingkah laku manusia yang terpuji dan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, yang dilakukan demi memperoleh ridlo Alloh. Dengan demikian maka agama adalah meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, dengan tingkah laku itu membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (ahlakul karimah) atas dasar percaya atau iman kepada Alloh dan tanggung jawab di hari kemudian. (Nurcholis Majid, 1997:91)

Dengan demikian dapat kita pahami bahwa agama akhirnya menuju pada penyempurnaan berbagai keluhuran budi pekerti. Budaya agama adalah cara berffikir dan cara bertindak yang didasarkan atas nilai-nilai agama.

Jika kita teliti budaya Indonesia, maka tidak dapat tidak budaya itu  terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen (Andito, ed,1998:77-79)

Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau  lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan. Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan dengan para leluhur menyebabkan terdapat solidaritas keluarga yang sangat tinggi. Oleh karena itu maka ritus mereka berkaitan dengan tari-tarian dan seni ukiran, Maka dari agama pribumi  bangsa Indonesia mewarisi kesenian dan estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.

Page 17: Proposal Tesis

Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan yang menekankan pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh. Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam Asi, aku adalah engkau.

Lapisan ketiga adalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.

Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima waktu,kepekaan terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang jahat (amar makruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah hal-hal yang disumbangkan Islam dalam pembentukan budaya bangsa.

Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntutbalasan yaitu kasih tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi sebagai tindakan konkrit yaitu memperlakukan sesama seperti diri sendiri. Atas dasar kasih maka gereja-gereja telah mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan terhadap orang miskin.

Dipandang dari segi budaya, semua kelompok agama di Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan agama, suku dan ras.

Disamping pengembangan budaya immaterial tersebut agama-agama juga telah berhasil mengembangkan budaya material seperti candi-candi dan bihara-bihara di Jawa tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu dan Buddha. Budaya Kristen telah mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang budaya Islam antara lain telah mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah Wangi Jawa Tengah. Masjid ini beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda dengan masjid Arab umumnya yang beratap landai. Atap tiga susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid ini tanpa kubah, benar-benar has Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan alam.Masjid Al-Aqsa Menara Kudus di Banten berar dalam bentuk perpaduan antara Islam  dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu Sangkar merupakan perpaduan berbagai corak kesenian dengan hiasan-hiasan mendekati gaya India sedang atapnya dibuat dengan motif rumah Minangkabau (Philipus Tule 1994:159).

Page 18: Proposal Tesis

Kenyataan adanya legacy tersebut membuktikan bahwa agama-agama di Indonesia telah membuat manusia makin berbudaya sedang budaya adalah usaha manusia untuk menjadi manusia.

Namun demikian, sejak pemikiran manusia memasuki tahap positif dan fungsional sekitar abad ke 18, pendidikan mulai digugat eksistensinya. Suasana kehidupan modern dengan kebudayaan massif serta terpenuhinya berbagai mobolitas kehidupan secara teknologis-mekanis,pada satu sisi telah melahirkan krisis etika dan moral. Meminjam bahasanya Zainuddin, manusia di penjuru dunia ini cenderung mengabaikan aturan-aturan yang diberikan oleh Tuhan dan memisahkan fungsi pengaturan kehidupan dari campur tangan agama (sekuler).(Zainuddin,2000:2)

Fenomena tersebut tidaklah terlepas dari adanya pemahaman yang kurang benar tentang agama dan keberagamaan. Agama seringkali dimaknai secara dangkal, tekstual dan cenderung eksklusif. Nilai-nilai agama hanya dihafal sehingga hanya berhenti pada wilayah kognisi tidak sampai menyentuh aspek afeksi. Keberagamaan tidak selalu identik dengan agama. Agama lebih menunjuk kepada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan,dalam aspek yang resmi,yuridis,peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya. Sedangkan keberagamaan lebih melihat pada aspek yang ada dalam hati manusia.oleh karenanya keberagamaan lebih mendalam dar agama yang tampak formal( Muhaimin,2004:288).

2.4. Pengembangan Budaya Agama di Sekolah

Agama dalam kehidupan beragama merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan system budaya umat beragama..

Menurut Glock & Stark (1966) dalam Muhaimin, ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu:a. Dimensi keyakinan yang berisi pengharapan-pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui keberadaan doktrin tersebut.b. Dimensi praktik agama yang mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.c. Dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu.d.Dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi.e. Dimensi pengamalan atau konsekwesnsi. Dimensi ini mengacu pada identifikasi

Page 19: Proposal Tesis

akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan Tradisi dan perwujudan ajaran agama memiliki keterkaitan yang erat, karena itu tradisi tidak dapat dipisahkan begitu saja dari masyarakat/lembaga di mana ia dipertahankan, sedangkan masyarakat juga mempunyai hubungan timbak balik, bahkan saling mempengaruhi dengan agama. Untuk itu, menurut Mukti Ali, agama mempengaruhi jalannya masyarakat dan pertumbuhan masyarakat mempengaruhi pemikiran terhadap agama. Dalam kaitan ini, dapat dinyatakan bahwa keberagamaan manusia, pada saat yang bersamaan selalu disertai dengan identitas budayanya masing-masing yang berbeda-beda.dan pertumbuhan masyarakat mempengaruhi pemikiran terhadap agama. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa keberagamaan manusia, pada saat yang bersamaan selalu disertai dengan identitas budayanya masing-masing yang berbeda-beda.Oleh karena itu, untuk membudayakan nilai-nilai agama dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui: kebijakan pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan ektrakurikuler di luar kelas serta tradisi dan perilaku warga sekolah secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta religious culture tersebut dalam lingkungan sekolah.Muhaimin dalam bukunya Rekonstruksi Pendidikan Islam menjelaskan bahwa strategi pengembangan budaya agama disekolah meminjam teori Koentjoroningrat (1974) tentang wujud kebudayaan, meniscayakan adanya upaya pengembangan dalam tiga tataran, yaitu tataran nilai yang dianut, tataran praktek keseharian dan simbo-simbol budaya.Dalam tataran nilai yang dianut,perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah,untuk selanjutnya dibangun komitmen dan loyalitas bersama diantara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang disepakati. Seperti hubungan manusia atau warga sekolah dengan Alloh( vertikal) dan yang horizontal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan sesamanya dan hubungannya dengan lingkungan alam sekitarnya.

Dalam tataran praktek keseharian, nilai-nilai keagamaan yang disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan prilaku keseharian warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan dengan tiga cara: pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan prilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah. Kedua, penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua warga sekolah dalam melaksanakan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut. Ketiga, Pemberian penghargaan terhadap prestasi warga sekolah seperti guru, tenaga kependidikan dan peserta didik usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung sikap dan prilaku komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati.

Page 20: Proposal Tesis

Dalam tataran symbol-simbol budaya, Pengembanganyang perlu dilakukan adalah mengganti symbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran budaya yang agamis. Perobahan symbol dapat dilakukan dengan mengubah model berpakaian dengan prinsip menutup aurat, pemasangan hasil karya peserta didik, foto-foto dan moto yang mengandung pesan-pesan nilai nilai keagamaan dan lain-lain.( Muhaimin, :326)

Untuk membudayakan nilai-nilai agama dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain melalui: kebijakan pimpinan sekolah, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan ektrakurikuler di luar kelas serta tradisi dan perilaku warga sekolah secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta religious culture tersebut dalam lingkungan sekolah.

Proses pengembangan budaya agama dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:

Pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah.

Kedua, penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut.

Ketiga, pemberian penghargaan terhadap prestasi warga sekolah, seperti guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik sebagai usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung sikap dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati. Penghargaan tidak selalu berarti materi, tetapi juga dalam arti sosial, kultural, psikologis, ataupun lainnya.

Page 21: Proposal Tesis

Bab III

METODE PENELITIAN

3. 1     Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong dalam kelompok penelitian deskriptif kualitatif, yakni pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dengan tujuan untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat  mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988:63).

Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara fenomena yang diuji.      

 Maka dalam konteks penelitian ini, fakta yang dimaksud adalah mengenai pola kepemimpinan transformative dalam mengembangkan budaya religius yang dilakukan Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Singosari Malang.

3. 2.     Subyek Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian sini adalah peneliti sendiri dengan observasi pada pola kepemimpinan transformatif yang telah dan sedang dilakukan Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Singosari, berbagai dokumen yang berkaitan dengan pola kepemimpinan transformatif SMK Negeri 2 Singosari Malang . serta tentang budaya agama yang ada di SMK Negeri 2 Singosari

3.3.      Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini adalah:

3.3.1.      figur kepala sekolah kepala SMKN 2 Singosari Malang dan profil SMKN 2 Singosari

3.3.2. Pola kepemimpinan transformatif yang dilakukan Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang

3. 3.3.     Budaya agama di SMKN2 Singosari

3.3.4.      Pola kepemimpinan transformasi yang dilakukan Kepala SMKN 2 Singosari Malang dalam mengembangkan budaya agama

3.3.5.      Tanggapan guru dan staff terhadap pola kepemimpinan transformatifKepala SMK Negeri 2 Singosari Malang

3.3.6.      Kendala pelaksanaan

Page 22: Proposal Tesis

3.3.7. Tindak lanjut pola kepemimpinan transformatif Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Singosari Malang.

Dengan demikian sumber data adalah berupa kabar atau informasi yang benar adanya, berupa keterangan, bahan yang dapat dijadikan dasar kajian serta dapat dianalisis untuk diambil kesimpulan.

Sumber data dari penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Staf, penjamin mutu pendidikan dan . konsultan pendidikan yang disewa jika ada. Penelitian ini juga mengambil informasi dari dokumen-dokumen, yang tersimpan di sekolah.

3.4.      Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif terdapat tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, dokumentasi, observasi. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data primer menggunakan metode wawancara tidak terstruktur, yang dilakukan dengan cara membuat pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar  pertanyaan yang akan diajukan kepada orang-orang yang berkompeten dengan pola kepemimpinan transformatif, antara lain; Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, guru, staf, penjamin mutu, dan konsultan pendidikan.

3.4. 1.   Wawancara

Secara definitif wawancara adalah tanya jawab antara pewawancara dan yang diwawancarai untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai suatu hal.

http://id.shvoong.com/humanties/theory-critism/2035973-pengertian-wawancara-dan-teknik-wawancara

Wawancara sering juga disebut dengan kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari wawancara. Wawancara digunakan oleh seorang peneliti untuk menilai keadaan seseorang. Secara fisik teknik wawancara dapat dibedakan atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur (Arikunto, 2006 : 155).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak berstruktur.

Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sitematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar   permasalahan yang akan ditanyakan. (Sugiyono 2010 : 140)

Page 23: Proposal Tesis

Teknik ini mempunyai kelebihan yakni penanya bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara detail (Masykuri, 2011:56).Wawancara tidak berstruktur ini digunakan untuk menggali informasi secara mendalam dari pola kepemimpinan transformatif dalam mengembangkan budaya agama yang dilakukan oleh peneliti kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf, konsultan pendidikan apabila ada, serta penjamin mutu pendidikan tentang :

3.4. 1.1. Pola kepemimpinan transformatif yang dilakukan Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang.

3.4. 1.2  Budaya agama yang terdapat di SMK Negeri 2 Singosari Malang

3.4. 1.3.  Pola kepemimpinan transformatife dalam mengembangkan budaya agama di SMK Negeri 2 Singosari Malang

3.4. 14. Tanggapan guru dan staff terhadap pola kepemimpinan transformative Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang

3.4. 1.5.      Kendala pelaksanaan pola kepemimpinan transformatif Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang

3.4. 1.6.      Tindak lanjut pola kepeimpinan transformative kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang

3.4.2’

    Metode dokumentasi

Dokumentasi berasal dari dokumen yang berarti barang-barang tertulis. Didalam menggunakan metode dokumentasi ini , peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. (Arikunto 2002 : 144)

Lincol dan Guba (dalam Hodder : 544) membedakan antara dokumen dan salinan. Apakah teksnya dibuat membuktikan beberapa kegiatan/transaksi resmi (formal transaction) atau tidak. Dengan demikian, di satu sisi, salinan (record) bisa surat nikah ( marriage certificates), surat ijin mengemudi (driving license), kontrak bangunan (building contrack) dan laporan bank (bank statement). Disisi lain dokumen lebih bersifat personal, mencakup buku harian (diares), memo (memos), surat (letters), catatan lapangan (field notes), dan sebagainya. 

Sedangkan pendokumentasian yang dilakukan peneliti adalah berupa catatan-catatan, notulen rapat, foto-foto, dokumen hasil kepemimpinan transformative kepala sekolah dan data dokumen lain yang berkaitan.

Page 24: Proposal Tesis

3.4.2.      Observasi

Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.

Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.

3.4.2.1.      Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius.

3.4.2.2.      Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.

3.4.2.3.      Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian.

3.4.2.4.      Pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai keabsahannya. (Bungin, 2010 : 115)

Beberapa informasi yangdiperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

Bungin (2007: 115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.

Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.

Page 25: Proposal Tesis

 Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.

Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam observasi adalah topografi, jumlah dan durasi, intensitas atau kekuatan respon, stimulus kontrol (kondisi dimana perilaku muncul), dan kualitas perilaku.

Obeservasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati seluruh kegiatan yang dilakukan kepala sekolah dalam menerapkan pola kepemimpinan transformatif

3.5.     Analisa Data

3.5.5.1.      Analisa deskriptif kualitatif

Untuk mengarahkan analisa yang tepat sasaran yang sesuai dengan fokus penelitian dengan deskritif analisis kualitatif, maka penulis menggunakan jenis analisis deskriptif kualitatif.

Strategi analisis data deskriptif kualitatif pada dasarnya memiliki kesamaan dengan desain deskriptif kuantitatif. Desain deskriptif kualitatif biasa disebut pula dengan kuasi kualitatif atau desain kualitatif semu. Karena itu, desain strategi ini belum benar-benar kualitatif karena konstruksinya masih dipengaruhi oleh tradisi kuantitatif, terutama dalam menempatkan teori pada data yang diperolehnya. (Bungin 2010 : 146)

 Kesimpulan

Kategori

Dalil

Hukum

Teori

Klasifikasi

 Data

Data

Data

Data

Data

Gambar 0.1 Model Strategi Analisis Data Deskriptif Kualitatif

Page 26: Proposal Tesis

Deskriptif analisis kualitatif digunakan untuk membangun konstruksi fokus penelitian menjadi tepat sasaran tentang: 1) Pola kepemimpinan transformatif yang dilakukn Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang 2) Budaya agama yang ada di SMK Negeri 2 Singosari Malang 3) Pola kepemimpinan transformatif yang dilakukan dilakukan Kepala SMK Negeri Singosari Malang dalam mengembangkan budaya agama 4) Tanggapan guru dan staff terhadap pola kepemimpinan transformatif Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang 5) Kendala pelaksanaan pola kepemimpinan transformatif Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang; dan 6) Tindak lanjut pelaksanaan pola kepemimpinan transformatif Kepala SMK Negeri 2 Singosari Malang.

3.5.2.      Langkah-Langkah

Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh sugiyono.

Sugiyono (2006: 271) Penelitian ini menggunakan teknik analisa data model Miles dan Hubermas, di mana aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data sudah jenuh. Aktifitas yang dilalui dalam analisis data adalah data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

Sugiyono (2006: 277–283) Data reduction (reduksi data) dilakukan karena banyaknya data yang diperoleh dari lapangan sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Pencatatan tersebut dilakukan dengan merangkum hal-hal pokok, penting, kemudian dicari tema dan polanya sehingga data yang direduksi memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti mengumpulkan data selanjutnya. Data display (penyajian data) adalah tahapan lanjutan yang dilakukan setelah data reduction. Penyajian data berupa uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dan tahap terakhir adalah Conclusion drawing/verification yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat berikutnya.

Moleong (2006 : 248) dalam kaitannya dengan analisis kualitatif mengutip beberapa pendapat sebagai berikut:

.      Bogdan & Biklen, (1982) mengatakan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan :

3.5.1.       Bekerja dengan data;

3.5. 2     Mengorganisasikan data;

Page 27: Proposal Tesis

3.5.3.       Memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola;

3.5.4.      Mensistesiskannya;

3.5.5.       Mencari dan menemukan pola;

3.5.6.        Menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari;

3.5.7.       Memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Dengan demikian langkah-langkah analisis data ini dapat menghasilkan temuan yang didasarkan melalui tahapan-tahapan diatas yang mengacu pada fokus penelitian. Sehingga peneliti tidak keluar dari konteks bahasan penelitian.

6. Audit Hasil Penelitian

Untuk menghasilkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dengan keabsahan data yang valid, maka peneliti menggunakan  teori triangulasi data. Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.

Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan  dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal.  Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak  mungkin bias  yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.

Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan  pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara  itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal. (Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln 2009 : 593)

Page 28: Proposal Tesis

Segala  informasi yang berkaitan pola kepemimpinan transformatif dalam mengembngkan budaya agama dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf, maunpun penjamin mutu berupa hasil wawancara, dokumentasi, observasi dan data-data lain yang berkaitan dengan penelitian. Akan dilakukan uji ulang melalui triangulasi data. Hal ini dilakukan untuk  menghasilkan validitas data yang akurat, sehingga dalam mengambilkan kesimpulan tepat sasaran dan sesuai dengan fokus penelitian.

DAFTAR RUJUKAN

^

A.B. Susanto, 1997, Meneladani Jejak Yesus Sebagai Pemimpin Jakarta: Grasindo.

Alim, M. 2006. Pendidikan Agama Islam, Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Ahzami Samiun Jazuli, 2006, Hijrah dalam Pandangan al-Qur’an, (Jakarta: Gema Isani, Ametembun, N.A. 1975. Kepemimpinan Pendidikan. Malang: IKIP Malang

Anna Marsiana, N Barry Priyanto, Novembri Choeldahono,2002, Leadership Capacity Building:Membangun Kapasitas Kepemimpinan Gereja dan Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia Jakarta: JK-LPK, YBKS SGKI & CCA-URM

Anthony D’Souza, 1994, Developing The Leader Within You: Strategies for Effective Leadership Singapore: HCALS,

Page 29: Proposal Tesis

Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:

Asmara, T. 2006. Spiritual Centered Leadership: Kepemimpinan berbasis Spiritual, Jakarta; Gema Insani Press

Band. Bob Wall, dkk., , t.t. The Visionary Leader Batam: Interaksara

Bass.B.M.,and Avolio, B.J., 1994 Improving Organizational Effectivenes Through Transformational Leadership,

Bogdan, Robert C. dan Sari R. Biklen, 1982, Qualitative Research for Education: An Introduction to theory and Methods, Boston Allyn and Bacon.

Daulay, Haidar P. 2007. Pendidikan Islam dalam System Pendidikan di Indonesia. Jakarta, Prenada Media Group

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Balai Pustaka.

Faisal, S. 1990, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang IKIP Malang.

 George R. Terry, 1972,Principles of Management. Homewood, Illinois: Richard D. Irwin.

G, Sevilla Consuelo, 1993, Pengantar Metode Penelitian (Terjemahan), Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Pres).

Hadi, Sutrisno, 1981, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Ofset, Jilid II.

Hayati, L. 2004, Manajemen Pendidikan Nilai Di Sekolah Umum (Kajian Tentang Internalisasi Nilai-Nilai Keislaman) Studi Pada Sekolah Menengah Umum Negeri 10 Melati Samarinda. PPs UIN Malang Tesis tidak diterbitkan

Harold Koontz and Heinz Weihrich, 1988 , Management Singapore: McGraw-Hill Book Company.

Imam Suprayoga, Reformulasi Visi Pendidikan Islam, Malang: STAIN Press,1999

Imron, Arifin, 1998, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Madarasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar Berprestasi: Studi multi kasus Pada MIN Malang 1, MI Mambaul Ulum dan SDN Ngaglik 1 Batu di Malang. Malang : Disertasi UM tidak diterbitkan.

Page 30: Proposal Tesis

Indrafahrudin.S. 1994, Bagaimana Mengakrabkan Sekolah dengan Orangtua Murid dan Masyarakat, Malang : IKIP Malang

Jurjawi, Syaikh Ali, Ahmad A. 2002. Dibalik Hukum Islam, Buku 1, Jakarta: Daarul Fikr Bairut.

Kartono, K. 1990, Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta; Raja Grafindo Persada.

Kyte,GC, 1972, The principal at work Rivised Edition, Bostom: Gin and Company.

Kotter J.P .&. Heskett. J.L., 1992, Dampak Budaya Perusahaan Terhadap Kinerja. Terjemahan oleh Benyamin Molan, Jakarta: Prenhallindo.

Lincoln, Y.S, et.al, 1985, Naturalistic Inquiry, Beverly Hill: SAGE Publication.

Madjid, N. 1997. Masyarakat Religius. Jakarta, Paramadina.

Madya, S., 2007, Teori dan Praktek Penelitian Tindakan (Action Research), Bandung: Alfabeta.

[1] Mar’at, 1984, Pemimpin dan Kepemimpinan Jakarta: Ghalia Indonesia,

Marno, Triyo Supriyatno, 2008. Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung: Refika Abditama.

Masykuri, Bakri. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Nirmana Press

Moeloeng, Lexy,J. 2005, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Miskel, H. 1997. Education Administration. New York, Random House

Muhadjir, N. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rahe Sarasin.

Muhaimin, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya.

________, 2009. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Upaya, Rektualisasi Pendidikan Islam, Malang; LKP2I.

________, 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam, dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.

________, et.al. 2009 Manajemen Pendidikan, Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangun Sekolah/Madrasah, Jakarta; Prenada Media Group.

Page 31: Proposal Tesis

________, 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam, Mengurai Benang Kusut Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada.

Narkubo, Cholid, et.al. 2003, Metodologi Penelitian, Jakarta : Bumi Aksara.

Nasution, S, 2007, Metode Research, Penelitian Ilmiah, Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nurch olis Majid,1997, Masyarakat Religius,Jakarta : Paramadina

Ozbarlas Yesim, 2008, Perspectives on Multicultural Education: Case Studies Of A German And An American Female Minority Teacher, A Dissertation, not published. Atlanta: The College Of Education in Georgia State University.

Yukl, G.(1999). An evaluation of conceptual weaknesses in transformational and

hariscmatic leadership theories. Leadership Quarterly, 10, 285-305; http://dx.doi.org/10.1016/S1048-9843(99)00013-2

Rasmianto, “Kepemimpinan Kepala Sekolah Berwawasan Visioner-Tranformatif”, Rivai, V. 2003. Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Rivai, V. 2003. Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Rohani, M. A, et.al, 1991. Pedoman penyelenggaran Administrasi Pendidikan di Sekolah. Jakarta; Bina Aksara.

Siagian, Sondang P. 1982. Filsafat Administrasi, Jakarta; Gunung Agung.

Shaleh, Abdul. R. 2005. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafmdo Persada

Sardiman. AM., 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada

:Soemanto, W., Soetopo.1982. Kepemimpinan dalam Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional

Soerjono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta :PT Raja Grafindo

Sondang P Siagian, Filsafat Administrasi, Jakarta : Gunung Agung

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R& D. Bandung : Alfabeta.

Page 32: Proposal Tesis

Sukandarrumidi, 2004, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Gajah Mada Univercity Press.

Suma, Muhammad, A. 1997. Tafsir Ahkam I. Jakarta: Logos.

Suparno. P. 2008, Action Research: Riset Tindakan Untuk Pendidikan, Jakarta : PT. Gramedia Widiasaiana Indonesia.

Suprayo, I. 1999. Reformasi Visi dan Misi Pendidikan Islam, Malang, STAIN Press.

Surdarman Danim ,2008, Visi Baru Manajemen Sekolah dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik Jakarta.

T. Hani, Handoko, 2003 Manajemen, Edisi 2 BPFE Yogyakarta,

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas

Veithzal Rivai, 2003, Kepemimpinan dan perilaku Organisasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Wahjosumidjo,1999, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Ahzami Samiun Jazuli, Hijrah dalam Pandangan al-Qur’an, (Jakarta: Gema Isani, 2006),