Tugas Proposal Penelitian Tindakan Kelas Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Prestasi Belajar Matematika KD Pecahan Sederhana Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Possing Pada Siswa Kelas III SDN 01 Kanigoro DISUSUN OLEH : NUGRAHENI YUNI ASTUTI ( 09141152) PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Tugas Proposal Penelitian Tindakan Kelas
Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Prestasi Belajar
Matematika KD Pecahan Sederhana Dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Problem Possing Pada Siswa Kelas III
SDN 01 Kanigoro
DISUSUN OLEH :
NUGRAHENI YUNI ASTUTI
( 09141152)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI MADIUN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah masih
rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan.
Rendahnya mutu pendidikan tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor, antara
lain mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses
pembelajaran yang berkualitas, kinerja guru yang hanya berorientasi pada
penguasaan teori dan hafalan, menyebabkan kemampuan siswa tidak dapat
berkembang secara optimal dan utuh” (Hanafiah dan Cucu Suhana, 2009:01).
Sebagai contohnya proses pembelajaran di SDN 01 Kanigoro, model
pembelajaran yang umum diterapkan adalah model pembelajaran yang cenderung
bersifat searah, artinya guru memberikan pelajaran dan siswa menerimanya
sehingga siswa terlihat kurang aktif. Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan suatu
model pembelajaran yang dirasa cukup alternatif yang tak hanya baik dalam
membantu siswa untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis,
kemauan untuk membantu teman serta ketrampilan sosial lainnya tetapi juga perlu
menjamin komunikasi antar siswa maupun guru dan siswa.
Hasil belajar Matematika siswa kelas III di SDN 01 Kanigoro masih
rendah. Hal ini dibuktikan dengan data nilai mata pelajaran matematika yang
menunjukkan bahwa 56,25% atau 18 siswa dari 32 siswa belum mencapai KKM
(kriteria ketuntasan minimal) yang telah di tentukan, yaitu 65 (Daftar Nilai
matematika Siswa Kelas III SDN 01 Kanigoro, 2012). Berdasarkan kenyataanya
mata pelajaran matematika kelas III SD Negeri 1 Kanigoro, disimpulkan bahwa
rendahnya hasil belajar siswa kelas III tersebut ternyata di pengaruhi oleh dua
faktor, yaitu tingkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat
kurang. Kekurang aktifan siswa dalam pembelajaran ini akhirnya menimbulkan
berbagai masalah, seperti konsentrasi belajar rendah, kondisi kelas tidak kondusif,
proses belajar mengajar tersendat, hingga berakibat prestasi belajar Matematika
yang rendah.
Salah satu penyebab kurang aktifan siswa sehingga berdampak hasil
belajar siswa rendah. Karena pada umumnya guru masih menggunakan metode
ceramah. Metode ceramah merupakan suatu cara penyajian materi belajar secara
lisan yang bersifat satu arah, dimana guru sebagai pembicara dan siswa sebagai
pendengar. Hal ini menyebabkan siswa menjadi pasif dan tidak jarang
mengakibatkan siswa menjadi bosan dan jenuh, sehingga hasil yang dicapai siswa
masih kurang memuaskan.
Berangkat dari permasalahan tersebut perlu diterapkan suatu metode
pembelajaran yang mampu mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan
kemampuan kognitif dan hasil belajar. Salah satu metode yang cocok untuk
meningkatkan keaktifan adalah metode Problem Posing. Problem Posing merupakan
model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau
memecahkan suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang
mengacu pada penyelesaian soal tersebut., dimana strategi ini berorientasi untuk
menggali dan mengembangkan potensi terbesar siswa dengan metodologi pembelajaran
yang mengedepankan keaktifan anak, mendorong kreatifitas yang ditandai dengan siswa
mampu berpikir kritis, efektif dalam pencapaian target dan kualitas, serta menyenangkan
dalam prosesnya. Sehingga anak bisa memahami materi dengan nyaman dan senang.
Berdasarkan uraian di atas, maka upaya untuk meningkatkan keaktifan dan
prestasi siswa, maka peneliti perlu melakukan penelitian dengan judul ” Upaya
meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar matematika KD Pecahan Sederhana
dengan menggunakan model pembelajaran problem possing pada siswa kelas III
SDN 01 Kanigoro”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. keaktifan dan prestasi belajar yang dimiliki para siswa kelas III Kanigoro
untuk pelajaran matematika masih kurang.
2. Standar ketuntasan belajar minimal matematika yang ditetapkan oleh sekolah
belum tercapai.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka peneliti merumusan masalah
seperti berikut ini:
a. Bagaimanakah penerapan pembelajaran Matematika dengan menggunakan
model pembelajaran problem possing yang dapat meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar matematika siswa kelas III SDN 01 Kanigoro kota Madiun?
b. Apakah penerapan model pembelajaran problem possing dapat meningkatka
keaktifan dan prestasi belajar matematika siswa kelas III SDN 01 Kanigoro
Kota Madiun?
Untuk mengatasi permasalahan yang terdapat pada rumusan masalah
maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat
peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
Guru memberikan latihan soal secukupnya.
Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa
yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula
dilakukan secara kelompok.
Selanjutnya secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal
temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara
selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
Guru memberikan tugas rumah secara individual.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini di
rumuskan sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan penerapan pembelajaran matematika dengan menggunakan
model pembelajaran problem possing yang dapat meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar matematika siswa kelas III 01 Kanigoro Kota Madiun.
b. Mendeskripsikan keberhasilan penerapan model pembelajaran problem
possing pada mata pelajaran matematika siswa kelas III 01 Kanigoro Kota
Mdiun.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan bagi para
pihak-pihak berikut :
a. Manfaat teoritik : Memberikan sumbangan pada khasah pengetahuan
khususnya pada bidang pembelajaran di SD.
b. Manfaat bagi siswa : Dalam proses pembelajaran siswa akan lebih aktif untuk
mengerjakan soal-soal yang di berikan oleh guru.
c. Manfaat bagi guru : Guru akan mendapatkan wawasan bahwa keaktifan siswa
dan prestasi belajar matematika dapat di tingkatkan salah satunya dengan
memberikan reward dan punishment selama proses pembelajaran berlangsung.
d. Manfaat bagi kepala sekolah : Memberikan inspirasi dan sosialisasi untuk
pembelajaran pada siswa sekolah dasar lasinya.
BAB II
Kajian Pustaka
A. Karakteristik siswa kelas III SD
Teori Piaget cenderung banyak digunakan dalam proses pembelajaran,
walaupun teori ini bukan teori mengajar. Teori piaget adalah teori kognitif,
peserta didik harus dibimbing agar aktif menemukan sesuatu yang dipelajarinya.
Dalam menyajikan materi harus menarik minat peserta didik sehingga mereka
senang terlibat dalam proses pembelajaran. Piaget dalam Trianto mengemukakan
ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu ; 1). 0 – 2 tahun adalah tahap
sensori motor, ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan dan langkah
demi langkah, 2 ). 2 – 7 tahun adalah tahap pra operasional, ciri
perkembangannya menggunakan symbol atau bahasa tanda dan konsep intuitif,
3 ). 8 – 11 tahun atau lebih adalah tahap operasi konkrit, ciri perkembangannya
memakai aturan jelas atau logis dan reversible dan kekebalan, 4 ). 11 tahun atau
lebih adalah tahap oerasi formal, ciri perkembangannya abstrak, murni
simbolis,deduktif, induktif dan logis.
Siswa kelas III SD berada dalam tahap operasional konkret, dengan
demikian dalam memberikan materi pelajaran, guru diharapkan lebih
menitikberatkan pada alat peraga atau media yang lebih bersifat konkret dan
logis. Keterlibatan dan penerimaan dalam kehidupan kelompok bagi anak usia
sekolah dasar merupakan minat dan perhatiannya pada kompetensi–kompetensi
sosial yang positif dan produktif yang akan berkembang pada usia ini. Hasil
pergaulan dengannya dengan kelompok teman sebaya, anak cenderung meniru
kelompok teman sebaya baik dalam hal penampilan maupun bahasa. Selama masa
perkembangannya, pada anak tumbuh berbagai sarana yang dapat
menggambarkan dan mengolah pengalaman dalam dunia di sekeliling mereka.
Dengan memperhatikan karakteristik kognitif siswa kelas III Sekolah Dasar
dengan segala aspek dimensi perkembangannya, maka diharapkan system
pengajaran yang dikembangkan mampu melayani kebutuhan belajar yang
bermakna bagi siswa. penyampaian materi pelajaran yang tepat, maka peserta
didik dapat mengikuti pelajaran dengan baik, sehingga siswa antusias untuk
belajar, menjadikan matematika sebagai pelajaran yang menyenangkan dan tujuan
dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai dengan maksimal dan memuaskan.
B. Pengertian Problem Posing
Dalam bahasa Inggris problem posing terdiri dari dua kata yaitu. ” Problem”
berarti masalah atau soal, dan “Posing” berasal dari kata “ to pose” yang artinya
mengajukan atau membentuk. Ada dua usulan lagi untuk “ Problem Posing” yaitu
membentuk soal (Sutiarso dalam Srini M. Iskandar, 1999) dan pengkonstruksian masalah
(Suharta dalam Srini M. Iskandar, 2000). Pembentukan soal adalah pada kata yang
diusulkan oleh As’ari dalam Srini M. iskandar (2000).
Problem Posing dalam pembelajaran mempunyai banyak arti. Diantara
arti sepadan dalam bahasa Indonesia untuk problem posing adalah mengajukan
pertanyaan, merumuskan masalah atau membuat masalah. Problem Posing dapat
pula diartikan membangun atau membentuk permasalahan.
Problem Posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan
siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecahkan suatu soal menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian
soal tersebut.
Problem Posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin ilmu murni
(matematika, fisika, dan kimia). Silver dan Cai menulis bahwa ”Problem Posing is
central important in the discipline of mathematics and in the nature of mathematical
thinking”. Suryanto menjelaskan tentang Problem Posing adalah perumusan soal agar
lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar
lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit.
(Pujiastuti, 2001:3)
Pada prinsipnya, model pembelajaran Problem Posing adalah suatu model
pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui
belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Dengan demikian, penerapan model
pembelajaran Problem Posing menurut Suyitno, (2004:31-32) adalah sebagai
berikut:
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat
peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa
yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula
dilakukan secara kelompok.
d. Selanjutnya secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal
temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara
selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (Problem Posing) siswa dilatih
untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar. Menurut Suyitno
(2003:7-8), kekuatan-kekuatan model pembelajaran Problem Posing sebagai
berikut:
a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-
konsep dasar.
b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya
adalah pemecahan masalah.
Pembelajaran dengan metode Problem Posing digunakan untuk
meningkatkan keterampilan mental siswa menghadapi suatu kondisi dimana
diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut. Model
pembelajaran Problem Posing (pengajuan soal) dapat dikembangkan dengan
memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk
menyelesaikannya.
Kegiatan siswa dalam menghasilkan pertanyaan baru dari suatu konsep
yang diberikan dapat menjadi aktivitas utama dalam mengajukan permasalahan.
Melalui latihan membentuk soal diharapkan merupakan pendekatan yang efektif
dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk menerapkan konsep.
Dalam rangka mengembangkan model pembelajaran Problem Posing
yang berkualitas dan terstruktur pada suatu pembelajaran, dapat diterapkan
dengan prinsip-prinsip dasar berikut:
a. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari
aktivitas siswa di dalam kelas.
b. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa
c. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks,
dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan
tugas.
Guru dapat melakukan modifikasi dalam memberikan tugas dengan pendekatan
Problem Posing, yaitu dengan membentuk kelompok. Hal ini dimaksudkan agar guru
mudah memantau aktifitas siswa selama pelaksanaan pemberian tugas berlangsung, dan
memudahkan guru dalam pemeriksaan hasil kegiatan. Soal yang dibuat siswa adalah
yang mirip dengan contoh yang telah diberikan guru. Dengan kata lain soal itu sedikit
berbeda dari contoh yang diberikan guru.
Agar kemampuan siswa dalam menerapkan suatu konsep pelajaran
meningkat, kegiatan pemberian tugas dengan pendekatan Problem Posing dapat
dikembangkan dan dimodifikasi dimana siswa bukan hanya membuat soal dan
menyelesaikan saja, tetapi setiap kelompok akan mengerjakan juga soal-soal yang
telah dibuat oleh kelompok lain.
Selain itu agar suasana pemberian tugas dengan Problem Posing ini lebih
menarik dan menyenangkan, maka kelompok yang mampu membuat soal dan
menyelesaikannya lebih dari satu atau lebih dari ketentuan guru akan diberi
bonus. Demikian pula pada saat mengerjakan soal buatan kelompok lain, apabila
dapat mengerjakan lebih dari satu atau lebih dari ketentuan guru maka kelompok
itu akan mendapat bonus dari guru.
Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar
dengan cara menerapkan model pembelajaran Problem Posing merupakan salah
satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima saja materi dari
guru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan sendiri.
Hasil belajar tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga
meningkatkan keterampilan berpikir.
Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar
penerapan model pembelajaran Problem Posing dapat optimal. Kemampuan tersebut
akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri
maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat
dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya
di depan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran Problem Posing dapat melatih
siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.
Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Problem Posing
Pembelajaran melalui pendekatan Problem Posing mempunyai
beberapa kelebihan dan kelemahan (Rahayuningsih, 2002:18), diantaranya
adalah:
a. Kelebihan Problem Posing
1) Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut
keaktifan siswa.
2) Minat siswa dalam pembelajaran fisika lebih besar dan siswa lebih
mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
3) Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
4) Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
5) Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang
baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang
mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide
yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluan bahasan/
pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk
memecahkan masalah.
6) Pembelajaran di kelas tidak membuat siswa jenuh.
Kekurangan Problem Posing
1) Guru membutuhkan persiapan yang lebih banyak, karena menyiapkan
informasi apa yang dapat disampaikan (guru dituntut untuk berperan aktif
dan kreatif dalam mencari dan merancang media/bahan ajar yang sesuai
dengan metode Problem Posing).
2) Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan
penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.
3) Dibutuhkan kemampuan mengelola kelas yang lebih besar agar suasana
pembelajaran tetap kondusif.
C. Keaktifan Siswa
1. Pengertian Keaktifan
Menurut Anton M. Mulyono (2001:26), “keaktifan adalah kegiatan atau
aktivitas atau segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik
fisik maupun non fisik.” Menurut Sanjaya (2007:101-106), “aktivitas tidak hanya
ditentukan oleh aktivitas fisik semata, tetapi juga ditentukan oleh aktivitas non fisik
seperti mental, intelektual dan emosional.” Keaktifan yang dimaksudkan di sini
penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.
Menurut Rochman Natawijaya “belajar aktif adalah suatu sistem belajar
mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan
emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor.” Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk
mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima
informasi dari guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa
yang telah diberikan oleh guru, oleh karena itu diperlukan perangkat tertentu untuk
dapat mengingatkan yang baru saja diterima dari guru.
Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam kegiatan
pembelajaran ini sangat dituntut keaktifan siswa, dimana siswa adalah subjek yang
banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan
mengarahkan. Aunurrahman (2009:119) mengungkapkan bahwa “keaktifan belajar
ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional, dan
fisik jika dibutuhkan.”
Menurut Raka Joni (1992:19-20) dan Martinis Yamin (2007:80-81)
menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan
manakala :
a.Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa
b. Guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar
c.Tujuan kegiatan pembelajaran tercapai kemampuan minimal siswa (kompetensi
dasar)
d. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa,
meningkatkan kemampuan minimalnya, dan mencapai siswa yang kreatif serta
mampu menguasai konsep-konsep dan
e.Melakukan pengukuran secara kontinu dalam berbagai aspek pengetahuan, sikap,
dan keterampilan.
Keaktifan yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran memiliki
pengaruh yang berbeda-beda terhadap daya ingat siswa. Vernon Magnesen (Anni,
2004 :85) dalam penelitiannya menemukan bahwa ingatan yang diperoleh dari
belajar melalui membaca sebesar 20%, mendengar sebesar 30%, melihat sebesar
40%, mengucapkan sebesar 50%, melakukan sebesar 60%, dan gabungan dari
melihat, mengucapkan, mendengar, dan melakukan sebesar 90%.
Jadi keaktifan siswa yang dimaksud adalah segala aktifitas fisik maupun non
fisik yang terpusat pada siswa supaya terjadi pengalaman dalam belajar, mampu
menguasai konsep-konsep dan selalu melakukan pengukuran dalam berbagai aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilannya.
2. Jenis-Jenis Keaktifan Dalam Belajar
Menurut Paul D. Dierich (dalam Oemar Hamalik, 2001:172) keaktifan
belajar dapat diklasifikasikan dalam delapan kelompok, yaitu:
a. Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi,
pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan,
mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat,
wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan.
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi
kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy,
membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisikan angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.
f. Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari dan