BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang MasalahInfluenza like illnesses (penyakit
menyerupai influenza) 1.2. Rumusan Masalah
Pneumonia virus akibat influenza sering ditemukan di luar negeri
dan menyebabkan morbiditas dan mortalias yang signifikan, data
mengenai influenza sebagai penyebab pneumonia pada komunitas di
Indonesia belum didapatkan. Hal ini penting sebagai salah satu
langkah pencegahan terutama pada penurunan angka infeksi influenza
dengan penggunaan vaksinasi.
Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk mengetahui proporsi
infeksi influenza pada pneumonia komunitas di Indonesia, Jakarta
pada khususnya, dengan disertai faktor risiko dan gambaran klinis
untuk membedakan pneumonia akibat virus atau bakteri atau campuran
dari keduanya.
Dari rumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian yang
ditetapkan pada penelitian ini adalah :
1. Berapa proporsi virus influenza A dan B sebagai penyebab ILI
di komunitas
2. Berapa proporsi infeksi sekunder pada pasien dengan infeksi
virus influenza di komunitas3. Berapa proporsi pneumonia pada
pasien dengan infeksi virus influenza di komunitas
4. Berapa proporsi penggunaan antibiotika pada infeksi virus
influenza
5. Berapa perbedaan rerata atau median suhu tubuh, kadar
limfosit, netrofil, LED CD4 dan CD8, Hs CPR dan Hs PCT pada pasien
dengan infeksi virus influenza, bakteri dan keduanya pada H0 dan H7
perjalanan penyakit
6. Hubungan faktor-faktor risiko usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, penyakit komorbid, status vaksinasi
influenza dengan infeksi bakteri sekunder pada pasien dengan
infeksi virus influenza1.3. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum1.4.2. Tujuan Khusus1. Mengetahui proporsi
infeksi influenza A dan B pada komunitas
2. Mengetahui proporsi infeksi bakteri sekunder pada infeksi
influenza
3. Mengetahui proporsi pneumonia pada pasien dengan infeksi
influenza
4. Mengetahui proporsi penggunaan antibiotika pada pasien dengan
infeksi influenza dan hubunganya dengan lama sembuh
5. Mengetahui perbedaan rerata atau median suhu tubuh, kadar
limfosit, netrofil, LED CD4 dan CD8, Hs CPR dan Hs PCT pada pasien
dengan infeksi virus influenza, bakteri dan keduanya pada H0 dan H7
perjalanan penyakit
6. Mengetahui hubungan antara faktor risiko usia, jenis kelamin,
status vaksinasi influenza, dan penyakit komorbid lainnya dengan
infeksi bakteri sekunder pada pasien dengan infeksi influenza.1.5.
Manfaat Penelitian
Mengetahui proporsi dan gambaran klinis infeksi virus influenza
pada pneumonia komunitas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,
sehingga dengan demikian dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan
vaksinasi influenza pada populasi umum dan dengan tidak langsung
menurunkan angka mortalitas dan mortalitas akibat pneumonia
komunitas.
BAB IITINJAUAN PUSTAKAPendahuluan
Influenza merupakan infeksi saluran napas akut yang disebabkan
oleh virus influenza A dan influenza B. Penyakit ini dapat
ditemukan diseluruh dunia, terutama pada saat munculnya wabah dan
epidemi. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan meliputi gejala
keterlibatan saluran napas bagian atas maupun bawah, disertai
dengan gejala konstitusional seperti demam, skait kepala, mialgia
dan kelemahan. Walaupun penyakit ini menyebabkan penurunan
kemampuan kerja, penyakit ini bersifat swasirna (self-limited) pada
populasi umum (uncomplicated influenza). Namun demikian, pada
populasi tertentu, penyakit ini berhubungan dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi (complicated influenza).1
Komplikasi yang timbul dari infeksi virus influenza bervariasi.
Pneumonia merupakan komplikasi tersering yang ditemukan pada pasien
dengan infeksi influenza, namun komplikasi lain yang melibatkan
otot dan sistem saraf pusat juga dapat ditemukan. Komplikasi
seperti miositis dan rhabdomiolisis yang sering ditemukan pada
anak-anak, serta meningitis aseptik, mielitis transversa,
ensefalitis, sindrom Guillain Barre juga dapat ditemukan.2,3,4
Miokarditis dan perikarditis dilaporkan terjadi saat pandemi
influenza tahun 1918, namun laporan kasusnya semakin menurun saat
ini.5
Pneumonia sebagai komplikasi infeksi influenza sering ditemukan
pada populasi umum. Insidennya semakin tinggi pada kelompok risiko
tinggi seperti pasien dengan penyakit dasar kardiovaskular,
penyakit paru kronik; pasien dengan komorbid seperti diabetes
melitus, penyakit ginjal, hemoglobinopati atau dalam kondisi imun
supresi; orang dalam perawatan kronik atau panti jompo; dan pada
orang sehat yang berusia lebih dari 50 tahun. Pneumonia ini
dikategorikan lebih lanjut ke dalam pneumonia virus primer,
pneumonia bakteri sekunder atau campuran dari keduanya.6
Masing-masing kelompok pneumonia ini lebih lanjut membutuhkan
penatalaksanaan yang berbeda dan memberikan prognosis yang
berbeda-beda pula. Perlu ditekankan perlunya penegakan diagnosis
yang tepat dalam penatalaksanaan komplikasi pneumonia akibat
infeksi influenza tersebut agar dapat dihindari penggunaan
antibiotika berlebihan pada pneumonia virus primer dan penggunaan
antivirus yang tidak pada tempatnya. Makalah ini lebih lanjut akan
membahas mengenai pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan
komplikasi pneumonia pada infeksi virus influenza.
Virologi
Virus influenza merupakan anggota famili Orthomyxoviridae, yang
terdiri dari 3 genera yaitu virus influenza A, influenza B dan
influenza C.6 Pengelompokan influenza in berdasarkan karakteristik
antigen nukleoprotein (NP) dan protein matriks (M). Virus influenza
A lebih lanjut dikelompokkan dalam beberapa subtipe berdasarkan
antigen permukaan hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N).7,8,9 Nama
dari sebuah virus terdiri dari asal virus, nomor isolat, tahun
isolasi, dan subtipe, contohnya influenza A/Hiroshima/52/2005
(H3N2). Influenza A memiliki 16 subtipe antigen H dan 9 subtipe
antigen N dimana hanya subtipe H1, H2, H3, N1 dan N2 berkaitan
dengan kejadian epidemi influenza pada manusia. Virus influenza B
dan C dikelompokkan seperti virus influenza A, namun antigen H dan
N dari virus ini tidak dibagi dalam beberapa subtipe karena variasi
intratypic lebih sedikit dan tidak ditemukan.7,8
Virus influenza A dan B merupakan patogen utama dan paling
banyak diteliti. Secar morfologi keduanya mirip, virion dengan
diameter 80-120 nm, berbentuk partikel sferis ireguler, mempunyai
envelope dari lemak yang mengandung glikoprotein H dan N.
Hemaglutinin merupakan situs tempat virus melekat pada reseptor
asam sialat, dan neuraminidase mendegradasi reseptor tersebut
kemudian berperan dalam pelepasan virus dari sel yang terinfeksi
setelah proses replikasi berlangsung.9Virus Influenza memasuki sel
melalui proses endositosis yang diperantarai reseptor, kemudian
membentuk endosom berisi virus tersebut. Hemaglutinin memperantari
fusi antara membran endosom dengan envelope virus, dan nukleokapsid
virus lebih lanjut akan dilepaskan ke dalam sitoplasma. Respon
imunitas terhadap antigen H merupakan determinan utama dalam
perlindungan terhadap infeksi virus influenza, sedangkan antigen N
berperan dalam penyebaran virus dan reduksi infeksi. Envelope lipid
pada virus influenza A juga mengandung protein M1 dan M2, yang
berperan dalam stabilisasi envelope virus dan proses perakitan
komponen virus. Virion juga mengandung antigen NP, yang dikaitkan
dengan genom virus, sama seperti protein polimerase yang penting
untuk proses transkripsi dan sintesis RNA virus. Terdapat dua
protein nonstructural yang berperan sebagai antagonis regulator
post-transkripsi (NS1) dan nuclear export factor (NS2 atau
NEP).7,8
Epidemiologi
Influenza muncul dalam beberapa kejadian wabah yang bervariasi
dan dapat ditemukan hampir tiap tahun. Pola epidemiologi ini
menggambarkan perubahan antigen dari virus influenza, dan
penyebarannya tergantung dari kerentanan populasi. Virus influenza
A mempunyai kemampuan paling besar dalam mengubah secara periodik
karakteristik glikoprotein envelope mereka, sehingga mengakibatkan
beberapa wabah akhir-akhir ini. Perubahan glikoprotein in disebut
sebagai antigenic shift dan antigenic drift. Antigenic shift
dikaitkan dengan epidemi dan pandemi influenza A, sedangkan
antigenic drift dikaitkan dengan wabah local. Beberapa pandemi yang
telah terjadi seperti pandemi pada tahun 1918 dan 1919 (swine
influenza atau Spanish influenza; H1N1)10, tahun 1957 (H2N2), 1968
(H3N2)11 dan 1977 (H1N1), serta kasus avian influenza dan swine
influenza akhir-akhir ini. Sejak tahun 1977, A/H1N1 dan A/H3N2
beserta virus influenza B sering menyebabkan wabah secara
bersamaan.12
Waktu diantara kejadian antigenic shift diisi oleh kejadian
antigenic drift yang menyebabkan wabah. Wabah ini biasanya bersifat
kurang ekstensif dan berat bila dibandingkan pandemi atau epidemi
yang disebabkan oleh antigenic shift. Antigenic drift disebabkan
oleh adanya mutasi noktah (point mutation) dari gen RNA yang
mengkode protein neuraminidase atau hemaglutinin, dan terjadi
secara sekuensial selama proses infeksi berlangsung di antara
populasi yang rentan.13 kejadian antigenic shift tidak serta merta
hanya disebabkan oleh adanya mutasi nokktah, dan asal galur (stain)
penyebab pandemi sering tidak dapat ditemukan.
Kejadian komplikasi pneumonia pada pasien dengan infeksi
influeza dapat ditemukan bervariasi. Dari beberapa survey di luar
negeri ditemukan kejadian perawatan di rumah sakit akibat pneumonia
berkaitan dengan semakin bertambahnya usia, komorbid yang
mendasari, dan status vaksinasi influnza.14 Mortalitas berkaitan
dengan infeksi influenza lebih tinggi ditemukan pada pasien tua.
Pada studi di Amerika ditemukan peningkatan tingkat perawatan di
rumah sakit akibat pneumonia influenza primer sampai 20% dari tahun
1988-1990 sampai 2000-2002 pada pasien berusia 65-85 tahun dengan
risiko kematian meningkat sampai 50% bila dibandingkan dengan
penyakit lainnya.15 Risiko pneumonia pada pasien tua meningkat bila
disertai kondisi komorbid seperti penyakit jantung kronik dan
penyakit paru, atau diabetes.16 Pemberian vaksin influenza dapat
menurunkan kejadian influenza berat pada pasien usia 65 tahun
dengan komorbid penyakit kardiovaskular atau stoke pada penelitian
kohort skala besar.17 Diagnosis Klinis
Komplikasi pneumonia pada infeksi influenza dikelompokkan
menjadi pneumonia virus primer, pnemonia bakteri sekunder dan
campuran atau keduanya. Masing-masing mempunyai karakteristik
gejala dan tanda yang saling tumpang tindih sehingga dapat
menyebabkan kejadian misdiagnosis atau overdiagnosis.
Uncomplicated Pneumonia
Diagnosis influenza dapat sulit untuk ditegakkan berdasarkan
gejala klinis saja. Karena gejala awal influenza dapat menyerupai
penyakit lain seperti infeksi mycoplasma pneumoniae, adenovirus,
respiratory synctitial virus, rhinovirus, parainfluenza diseases,
dan legionella Sp. Pemeriksaan penunjang dapat membantu penegakan
diagnosis influenza, namun tidak semua pasien harus dilakukan
pemeriksaan tersebut. Beberapa infeksi bakteri dapat menimbulkan
gejala mirip influenza, oleh karena itu pada pasien dengan
kecurigaan ke arah tersebut, maka pemeriksaan penunjang dan terapi
harus sesuai.
Infeksi influenza biasa biasanya muncul gejala sistemik yang
lebih dominan seperti demam, menggigil, sakit kepala, mialgia,
malaise, dan anoreksia. Bila berat dapat disertai pusing dan
mual-muntah. Gejala sistemik biasanya muncul dan menetap selama 3
hari. Gejala saluran napas seperti batuk kering, nyeri menelan pada
faring, hidung tersumbah dan pilek biasanya juga muncul pada onset
penyakit. Gejala sistemik yang lebik mencolok membedakan antara
infeksi influenza dengan virus lain.18,19 Pneumonia Virus Primer
(Primary Viral Pneumonia)
Kejadian pneumonia komunitas disebabkan oleh virus berkisar
antara 1-23% dengan influenza sebagai virus penyebab yang
terbanyak. Pola penyebaran virus tergantung pada jenis virus yang
terlibat. Transmisi termasuk melalui droplet besar yang ditularkan
dalam jarak dekat (