PENGARUH PERAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSIONAL ANAK
USIA SEKOLAH DASAR(PROPOSAL PENELITIAN) Disusun untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Mata kuliah Penelitian Pendidikan dengan Dosen Dr.
H. Y. Suyitno, M.Pd.
oleh Nama : Tri sundari NIM : 1003352
KELAS: PGSD MATEMATIKA 2010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
2013
A. JUDUL PENELITIAN Pengaruh Peran Orang Tua Terhadap
Perkembangan Emosional Anak Usia Sekolah Dasar
B. LATAR BELAKANG MASALAH Keluarga adalah kumpulan dua orang
atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan, emosional
dan individu mempunyai peran masingmasing yang merupakan bagian
dari keluarga (Friedman, 1998). Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004). Anak merupakan
hal yang sangat berharga di mata siapapun, khususnya orangtua. Anak
adalah perekat hubungan di dalam keluarga, sehingga dapat dikatakan
anak memiliki nilai yang tak terhingga. Banyak fenomena
membuktikan orangtua rela berkorban demi keberhasilan anaknya.
Tidak jarang ditemukan orangtua yang menghabiskan waktu, sibuk
bekerja semata-mata hanya untuk kepentingan anak. Anak sekolah
dasar adalah usia yang masih berada pada masa
perkembangan. Perkembangan anak usia sekolah disebut juga
perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang merupakan
kelanjutan dari masa awal anak-anak. Jika orang tua sibuk dengan
pekerjaannya maka perkembangan anak akan terganggu. Ditinjau dari
sisi psikologi, kebutuhan anak bukan hanya sebatas kebutuhan materi
semata. Anak juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang
terdekatnya, khususnya orangtua. Realitanya, banyak anak yang
kurang mendapatkan kebutuhan afeksi (kasih sayang), disebabkan
orangtua sibuk mencari uang demi untuk memperbaiki perekonomian
keluarga.perbedaan persepsi inilah yang terkadang membuat dilema
dalam hubungan antara orangtua dan anak menjadi semakin lemah.
Perhatian dan kasih sayang merupakan kebutuhan mendasar bagi anak.
Lingkungan rumah disamping berfungsi sebagai tempat berlindung,
juga berfungsi sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup
seseorang, seperti kebutuhan
bergaul, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mengaktualisasika diri,
dan sebagai wahana untuk mengasuh anak hingga dewasa. Dengan kata
lain, lingkungan keluarga memiliki andil besar daladm perkembangan
psikologi anak. Kedekatan hubungan antara orangtua dengan anak
tentu saja akan berpengaruh secara emosional. Anak akan merasa
dibutuhkan dan berharga dalam keluarga, apabila orangtua memberikan
perhatiannya kepada anak. Anak akan mengganggap bahwa keluarga
merupakan bagian dari dirinya yang sangat dibutuhkan dalam segala
hal. Sebaliknya, hubungan yang kurang harmonis antara orangtua dan
anakakan berdampak buruk terhadap perkembangan anak. Tidak jarang
anak terjerumus ke hal-hal negatif dengan alasan orangtua kurang
memberikan perhatian kepada anak. Berpijak pada uraian latar
belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih luas permasalahan, yaitu dengan penelitian yang berjudul
Pengaruh Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Emosional Anak Usia
Sekolah Dasar.
C. IDENTIFIKASI MASALAH Berdasarkan latar belakang penelitian di
atas, maka identifikasi masalah penelitian ini dapat
diidentifikasikan, yaitu: (1) Peran Orang Tua (2) Perkembangan
Emosional Anak Usia Sekolah Dasar.
D. BATASAN MASALAH Uraian latar belakang masalah yang telah
diungkapkan sebelumnya secara konseptual membatasi penelitian ini
pada peran orang tua dan perkembangan emosional anak uasia sekolah
dasar di SD Negeri Maleber IV baik perempuan maupun laki-laki
khsusunya di kelas tinggi. Pemilihan kelas tinggi di latarbelakangi
oleh anggapan bahwa anak kelas tinggi merupakan masa pertengahan
dan terakhir anak-anak karena masa berikutnya akan baik jika masa
sebelumnya memiliki perkembangan yang sempurna akibat adanya peran
dari orang tua. Untuk menuju emosional yang baik, mereka
membutuhkan sekali peran dari orang tua.
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu :a. Emosi
Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dariluar
terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah,
kenyang dan lapar.b. Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai
alasan alasan kejiwaan.
Dalam penelitian ini, peneliti lebih membatasi pada
pengelompokan emosi yang ke dua, yaitu emosi senosris. Yang
termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah : 1) Perasaan
Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup
kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk : a) Rasa yakin dan
tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah b) Rasa gembira
karena mendapat suatu kebenaran c) Rasa puas karena dapat
menyelesaikan persoalan persoalanilmiah yang harus dipecahkan 2)
Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan
orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud
perasaan ini seperti : a) Rasa solidaritas b) Persaudaraan
(ukhuwah) c) Simpati d) Kasih sayang, dan sebagainya 3) Perasaan
Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai nilai baik dan
buruk atau etika (moral). Contohnya : a) Rasa tanggung jawab
(responsibility) b) Rasa bersalah apabila melanggar norma c) Rasa
tentram dalam mentaati norma 4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu
perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik
bersifat kebendaan ataupun kerohanian 5) Perasaan Ketuhanan, yaitu
merupakan kelebihan manusia sebagaimakluk Tuhan, dianugrahi fitrah
(kemampuan atau perasaan) untukmengenal Tuhannya.
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pada dua faktor yaitu
emosi psikis yang berjenis perasaan sosial dan perasaan susila.
Dimana perasaan sosial ini perasaan yang menyangkut hubungan dengan
orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok dan perasaan
susila perasaan yang berhubungan dengan nilai nilai baik dan buruk
atau etika (moral). Menurut (Ahmadi Abu, 1991 : 44) beberapa hal
yang perlu di berikan oleh orang tua terhadap anaknya, sebagai mana
diungkapkan sebagai berikut: 1. Respek dan kebebasan pribadi. 2.
Jadikan rumah tangga nyaman dan menarik. 3. Hargai kemandiriannya.
4. Diskusikan tentang berbagai masalah. 5. Berikan rasa aman, kasih
sayang, dan perhatian. 6. Anak-anak lain perlu di mengerti. 7. Beri
contoh perkawinan yang bahagia. Dari beberapa poin yang telah
dikemukakan para ahli di atas maka peneliti membatasi tugas serta
peran orang tua terhadap anaknya, yaitu harus respek terhadap
gerak-gerik anaknya serta memberikan kebebasan pribadi dalam
mengembangkan bakat serta menggali potensi yang ia miliki, orang
tua dalam menjalani rumah tangga juga harus dapat menciptakan rumah
tangga yang nyaman, sakinah serta mawaddah sehingga dapat
memberikan rasa aman dan nyaman pada anak-anaknya, orang tua harus
memiliki sikap demokratis. Ia tidak boleh memaksakan kehendak
sehingga anak akan menjadi korban, ia harus betulbetul mengerti,
memahami, serta memberikan kasih sayang dan perhatian yang penuh.
Orang tua yang tidak memenuhi peran dan tidak menjalankan tugas
tugasnya seperti apa yang di jelaskan di atas, maka anak-anak
hidupnya menjadi terlantar, ia akan mengalami kesulitan dalam
perkembangannya terutama perkembangan emosionalnya.
E. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang permasalahan yang
telah diuraikan diatas, secara umum permasalahan yang akan diteliti
adalah Bagimana Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan Emosional
Anak Usia Sekolah Dasar?
F. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran empiris tentang:. 1. Pengaruh peran orang tua terhadap
anak usia sekolah dasar. 2. Perkembangan emosional anak usia
sekolah dasar 3. Pengaruh peran orang tua terhadap perkembangan
emosional anak usia sekolah dasar.
G. MANFAAT PENELITIAN Kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh
mengenai pengaruh orang tua terhadap perkembangan emosional anak
sekolah dasar, yaitu: 1. Bagi Penulis Sebagai wahana penambah
pengetahuan dan konsep keilmuan khususnya tentang peran orang tua
terhadap perkembangan emosional anak usia sekolah dasar. 2. Bagi
Orang Tua Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat
dimanfaatkan oleh orang tua sebagai peran yang pertama dan utama
untuk mendampingi anak-anaknya ketika masa perkembangan, salah
satunya perkembangan emosional anak. 3. Bagi Guru Sebagai bahan
informasi guru untuk mengenal emosi anak pada masa perkembangannya.
Karena guru adalah orang tua kedua setelah keluarga. Perkembangan
emosionalpun harus berada pada pengawasan guru di sekolah saat
siswa berada di lingkungan sekolah.
H. PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan batasan dan rumusan masalah
di atas, maka untuk lebih memusatkan pada masalah yang akan
diteliti, disusun beberapa pertanyaan penelitian yaitu sebagai
berikut: 1. Seberapa besar pengaruh peran orang tua terhadap anak
usia sekolah dasar? 2. Sejauhmana perkembangan emosional anak usia
sekolah dasar? 3. Sejauhmana pengaruh peran orang tua terhadap
perkembangan emosional anak usia sekolah dasar.?
I. ASUMSI PENELITIAN Asumsi atau anggapan dasar merupakan teori
atau prinsip yang kebenarannya tidak diragukan lagi oleh peneliti
pada saat itu. Anggapan dasar merupakan titik tolak yang digunakan
oleh peneliti dalam penelitiannya. Yang menjadi anggapan dasar
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Orang tua memiliki
tanggung jawab dalam membentuk serta membina anak--anaknya baik
dari segi psikis maupun pisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk
dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar memiliki aspek-aspek
emosional. 2. Anak sekolah dasar adalah usia yang masih berada pada
masa perkembangan yang baik. Khususnya perkembangan
perkembangan. Perkembangan emosi anak usia sekolah dasar
emosinya dipengaruhi oleh peran orang tua karena orang tua adalah
subjek yang utama dan pertama dalam perkembangan emosional anak..
3. Kedekatan hubungan antara orangtua dengan anak tentu saja akan
berpengaruh secara emosional. Anak akan merasa dibutuhkan dan
berharga dalam keluarga, apabila orangtua memberikan perhatiannya
kepada anak. Anak akan mengganggap bahwa keluarga merupakan bagian
dari dirinya yang sangat dibutuhkan dalam segala hal, khusunya
dalam perkembangan emosionalnya.
J. LANDASAN TEORI 1. Peran Orang Tua Terhadap Anaknya a)
Pengertian Orang Tua Mengenai pengertian orang tua dalam kamus
besar bahasa Indonesia disebutkan Orang tua artinya ayah dan
ibu.
(Poerwadarmita, 1987: 688). Banyak dari kalangan para ahli yang
mengemukakan pendapatnya tentang pengertian orang tua, yaitu
menurut Miami yang dikutip oleh Kartini Kartono, dikemukakan Orang
tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap
sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari
anak-anak yang dilahirkannya. (Kartono, 1982 : 27). Maksud dari
pendapat di atas, yaitu apabila seorang laki-laki dan seorang
perempuan telah bersatu dalam ikatan tali pernikahan yang sah maka
mereka harus siap dalam menjalani kehidupan berumah tangga salah
satunya adalah dituntut untuk dapat berpikir seta begerak untuk
jauh kedepan, karena orang yang berumah tangga akan diberikan
amanah yang harus dilaksanakan dengan baik dan benar, amanah
tersebut adalah mengurus serta membina anak-anak mereka, baik dari
segi jasmani maupun rohani. Karena orang tualah yang menjadi
pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Seorang ahli
psikologi Ny. Singgih D Gunarsa dalam bukunya psikologi untuk
keluarga mengatakan, Orang tua adalah dua individu yang berbeda
memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan
kebiasaan- kebiasaan sehari-hari. (Gunarsa, 1976 : 27). Dalam hidup
berumah tanggga tentunya ada perbedaan antara suami dan istri,
perbedaan dari pola pikir, perbedaan dari gaya dan kebiasaan,
perbedaan dari sifat dan tabiat, perbedaan dari tingkatan ekonomi
dan pendidikan, serta banyak lagi perbedaanperbedaan lainya.
Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat
mempengaruhi gaya hidup anak-anaknya, sehingga akan memberikan
warna tersendiri dalam keluarga. Perpaduan dari kedua perbedaan
yang terdapat pada kedua orang tua ini akan mempengaruhi kepada
anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut. Pendapat yang
dikemukakan oleh Thamrin Nasution adalah Orang tua adalah setiap
orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah
tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan
ibu. (Nasution:1986 : 1). Seorang bapak atau ayah dan ibu dari
anak-anak mereka tentunya memiliki kewajiban yang penuh terhadap
keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya, karena anak memiliki hak
untuk diurus danan dibina oleh orang tuanya hingga beranjak dewasa.
Berdasarkan Pendapat-pendapat para ahli yang telah
diurarakan di atas dapat diperoleh pengertian bahwa orang tua
orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina
ankanaknya baik dari segi psikis maupun pisiologis. Kedua orang tua
dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat
menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.
b) Tugas dan Peran Orang Tua Setiap orang tua dalam menjalani
kehidupan berumah tangga tentunya memiliki tugas dan peran yang
sangat penting, ada pun tugas dan peran orang tua terhadap anaknya
dapat dikemukakan sebagai berikut. (1). Melahirkan, (2). Mengasuh,
(3). Membesarkan, (4). Mengarahkan menuju kepada kedewasaan serta
menanamkan normanorma dan nilai-nilai yang berlaku. Disamping itu
juga harus mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri anak,
memberi teladan dan mampu mengembangkan pertumbuhan pribadi dengan
penuh tanggung jawab dan penuh kasih sayang. Anak-anak yang tumbuh
dengan berbagai bakat dan kecenderungan masing-masing adalah
karunia yang sangat berharga, yang digambarkan sebagai perhiasan
dunia.
Beberapa penelitian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti
yang di kemukakan dalam majalah rumah tangga dan kesehatan bahwa
Orang tua berperan dalam menentukan hari depan anaknya. Secara
fisik supaya anak-anaknya bertumbuh sehat dan berpostur
tubuh yang lebih baik, maka anak-anak harus diberi makanan yang
bergizi dan seimbang. Secara mental anak-anak bertumbuh cerdas dan
cemerlang, maka selain kelengkapan gizi perlu juga diberi motivasi
belajar disertai sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan
secara sosial suapaya anak-anak dapat mengembangkan jiwa sosial dan
budi pekerti yang baik mereka harus di beri peluang untuk bergaul
mengaktualisasikan diri, memupuk kepercayaan diri seluas-luasnya.
Bila belum juga terpenuhi biasanya karena soal teknis seperti
hambatan ekonomi atau kondisi sosial orang tua. (Sabri Alisuf :
1995 :24) Orang tua yang tidak memperdulikan anak-anaknya, orang
tua yang tidak memenuhi tugas-tugasnya sebagai ayah dan ibu, akan
sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup anak-anaknya.
Terutama peran seorang ayah dan ibu adalah memberikan pendidikan
dan perhatian terhadap anak-anaknya. Sebagaimana dikemukakan,
Perkembangan jiwa dan sosial anak yang kadang-kadang berlangsung
kurang mantap akibat orang tua tidak berperan selayaknya. Naluri
kasih sayang orang tua terhadap anaknya tidak dapat
dimanifestasikan dengan menyediakan sandang, pangan, dan papan
secukupnya. Anakanak memerlukan perhatian dan pengertian supaya
tumbuh menjadi anak yang matang dan dewasa.(Depdikbud, 1993 : 12 ).
Dalam berbagai penelitian para ahli dapat dikemukakan beberapa hal
yang perlu di berikan oleh orang tua terhadap anaknya, sebagai mana
diungkapkan sebagai berikut: 1. Respek dan kebebasan pribadi. 2.
Jadikan rumah tangga nyaman dan menarik. 3. Hargai
kemandiriannya.
4. Diskusikan tentang berbagai masalah. 5. Berikan rasa aman,
kasih sayang, dan perhatian. 6. Anak-anak lain perlu di mengerti.
7. Beri contoh perkawinan yang bahagia. (Ahmadi Abu, 1991 : 44)
Dari beberapa poin yang telah dikemukakan para ahli di atas dapat
dipahami bahwa banyak hal yang harus dilakukan oleh orang tua dalam
melakukan tugas serta peran mereka sebagai orang tua, yaitu harus
respek terhadap gerak-gerik anaknya serta memberikan kebebasan
pribadi dalam mengembangkan bakat serta menggali potensi yang ia
miliki, orang tua dalam menjalani rumah tangga juga harus dapat
menciptakan rumah tangga yang nyaman, sakinah serta mawaddah
sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada anak-anaknya,
orang tua harus memiliki sikap demokratis. Ia tidak boleh
memaksakan kehendak sehingga anak akan menjadi korban, ia harus
betul-betul mengerti, memahami, serta memberikan kasih sayang dan
perhatian yang penuh. Orang tua yang tidak memenuhi peran dan tidak
menjalankan tugas tugasnya seperti apa yang di jelaskan di atas,
maka anak-anak hidupnya menjadi terlantar, ia akan mengalami
kesulitan dalam menggali potensi dan bakat yang ia miliki. Jika
cinta orang tua terhadap anak merupakan perasaan alami yang
dimiliki semenjak lahir, maka seharusnya mereka tidak perlu
diperingatkan. Namun Islam untuk lebih menekankan perlu dan
pentingnya melindungi keselamatan anak, secara keras memperingati
orang tua agar mereka tidak lengah, sehingga anggota keluarganya
dan seluruh anggota masyarakat hidup bahagia secara sempurna.
Selanjutnya, dengan demikian akan tumbuh dan tercipta suatu
generasi baru yang cukup kuat untuk menanggung beban kehidupan
selanjutnya dengan penuh optimis dan mandiri. Dalam upaya
melindungi keselamatan anak, orang tua perlu melakukan
pembinaan-pembinaan agar dapat mencapai kehidupan
yang lebih sempurna. Setiap orang tua dan semua guru ingin
membina agar anak menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian
yang kuat dan sikap mental yang sehat dan akhlak yang terpuji.
Semua itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik yang formal (di
sekolah) maupun non formal (di rumah oleh orang tua). Setiap
pengalaman yang dilakui anak, baik melalui penglihatan,
pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan
pembinaan pribadinya. Orang tua adalah pembinaan pribadi yang
pertama dalam hidup anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara
hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung,
yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang
tumbuh itu. Perilaku orang tua terhadap anak tertentu dan terhadap
semua anaknya, merupakan unsur pembinaan lainnya dalam pribadi
anak. Perlakuan keras, akan berlainan akibatnya daripada perlakuan
yang lembut dalam pribadi anak. Hubungan orang tua dengan sesama
mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang
serasi, penuh pengertian dan kasih sayang, akan membawa kepada
pembinaan pribadi yang tenang terbuka dan mudah didik, karena ia
mendapat kesempatan yang cukup dan baik untuk tumbuh dan
berkembang. Tapi hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak
perselisihan dan percecokan akan membawa anak kepada pertumbuhan
pribadi yang sukar dan tidak mudah dibentuk, karena ia tidak
mendapatkan suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu
tergantung oleh suasana orang tuanya. 2. Perkembangan Emosionak
Anaka. Pengertian perkembangan
Perkembangan
(development)
adalah
bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses
diferensiasi
dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ
yang berkembang memenuhi sedemikian fungsinya. rupa sehingga juga
masing-masing perkembangan dapat emosi,
Termasuk
intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya (Soetjiningsih, 1995). Perkembangan dapat diartikan
sebagai perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan)
dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati. Pengertian lain
dari perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami individu
atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
(maturtion) yang
berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan,
baik menyamgkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) (Syamsu,
2008).
b. Pengertian Emosi
Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau
mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap
sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan
perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak
penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hamper
keseluruhan diri individu (Sujiono, 2005). Menurut Sarlito Wirawan
Sartono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri
seseorang yang disertai warna efektif. Yang dimaksud warna efektif
ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat
menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira,
bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa
emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya,
suatu keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan
untuk bertindak (Syamsu, 2008).
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat
berupa perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis
yang muncul dari perilaku seseorang.
c. Pengelompokan Emosi
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi
sensoris dan emosi kejiwaan (psikis). 1) Emosi Sensoris, yaitu
emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh,
seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar. 2)
Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan alasan kejiwaan.
Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah : 1. Perasaan
Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup
kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk : Rasa yakin dan
tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah Rasa gembira karena
mendapat suatu kebenara Rasa puas karena dapat menyelesaikan
persoalan persoalan ilmiah yang harus dipecahkan 2. Perasaan
Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain,
baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini
seperti : Rasa solidaritas Persaudaraan (ukhuwah) Simpati Kasih
sayang, dan sebagainya
3. Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai
nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya : Rasa tanggung
jawab (responsibility) Rasa bersalah apabila melanggar norma
-
Rasa tentram dalam mentaati norma
4. Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan
erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun
kerohanian 5. Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia
sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan)
untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dianugerahi
insting religius (naluri beragama).
d. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik
Individu Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku
individu diantaranya : 1. Memperkuat semangat, apabila orang merasa
senang atau puas atas hasil yang telah dicapai. 2. Melemahkan
semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai
puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
3. Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang
mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup
(nervous) dan gagap dalam berbicara. 4. Terganggu penyesuaian
sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati. 5. Suasana
emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan
mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain
e. Mekanisme Emosi
Proses terjadinya emosi dalam diri seseorang menurut Lewis and
Rose Blum ada 4 tahapan yaitu :
1.
Elicitors yaitu adanya dorongan peristiwa yang terjadi contoh :
Peristiwa banjir, gempa bumi maka timbullah perasaan emosi
seseorang.
2.
Receptors yaitu kegiatan yang berpusat pada sistem syaraf contoh
: Akibat peristiwa banjir tersebut maka berfungsi sebagai indera
penerima.
3. State yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek
fisiologi contoh : Gerakan reflex atau terkejut pada sesuatu yang
terjadi. 4. Experission yaitu terjadinya perubahan pada rasiologis.
Contoh : Tubuh tegang pada saat tatap muka. Menurut Syamsuddin
Keempat komponen tadi digambarkan dalam 3 variabel yaitu: 1.
Variabel Stimulus: rangsangan yang menimbulkan emosi. 2. Variabel
Organismik: Perubahan fisiologis yang terjadi saat mengalami emosi.
3. Variabel Respon : Pada sambutan ekspresik atas terjadinya
pengalaman emosi (Reza dkk, 2010)
f. Perkembangan emosi pada anak usia sekolah
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu : 1.
Pada bayi hingga 18 bulan Pada fase ini, bayi butuh belajar dan
mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan familier.
Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa
percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi
dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur
memberikan rasa aman pada bayi. Pada minggu ketiga atau keempat
bayi mulai tersenyum jika Ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke
delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di
sekitarnya.
-
Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai
belajarmengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan
takut.
-
Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang
merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri
orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai
mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang
berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu.
2. 18 bulan sampai 3 tahun Pada fase ini, anak mulai
mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia
mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak
mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan.
Fase ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam
mewujudkan keinginannya. Pada anak usia dua tahun belum mampu
menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia
akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan.
Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi
dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan
ekspresi wajah dengan bahasa verbal. Pada usia antara 2 sampai 3
tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa
verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai
mengendalikan prilaku dan menguasai diri. 3. Usia antara 3
sampai 5 tahun Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk
mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin
hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain,
bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain. Pada fase ini untuk pertama kali anak
mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi
emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya suatu
pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang
kalah akan sedih. 4. Usia antara 5 sampai 12 tahun Pada usia 5-6
anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak
mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga
rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk
menyembunyikan informasi secara. Anak usia 7-8 tahun
perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan
rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik emosi
yang
dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari
perasaan diri dan orang lain. Anak usia 9-10 tahun anak dapat
mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon
terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain
itu dapat mengontrol emosi negative seperti takut dan sedih. Anak
belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga
belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi
& Yuliani, 2006). Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak
tentang baikburuk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai
yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih
fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai
memahami bahwa penilaian baik-buru atau aturan-aturan dapat diubah
tergantung dari keadaan atau
situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga
makin beragam.
g. Fungsi emosi pada anak
Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud
adalah : 1. Merupakan bentuk komunikasi. 2. Emosi berperan dalam
mempengaruhi kepribadian dan
penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya. 3. Emosi
dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. 4. Tingkah laku
yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu
kebiasaan. 5. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat
aktivitas motorik dan mental anak (Resa, 2010).
h.
Ciri Khas Emosi Anak Ciri khas emosi pada anak antara lain :
1. Emosi yang kuat Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang
sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. Anak pra
remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang
tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele.
2. Emosi seringkali tampak Anak-anak seringkali memperlihatkan
emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional
seringkali mengakibatkan hukuman, sehingga mereka belajar untuk
menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi.
Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan emosi mereka atau
bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
3. Emosi bersifat sementara Peralihan yang cepat pada anak-anak
kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum,
atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor,
yaitu : Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi
terus terang. Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena
ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas. Rentang
perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan.
Dengan meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih
menetap.
4. Reaksi mencerminkan individualitas Semua bayi yang baru lahir
mempunyai pola reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya
pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai
berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak
akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan
anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi mungkin
akan bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung
seseorang.
5. Emosi berubah kekuatannya Dengan meningkatnya usia anak, pada
usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya,
sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat.
Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian
oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi oleh perubahan
minat dan nilai.
6. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku Anak-anak
mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara
langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara
tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran
berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan
mengisap jempol.
i.
Tingkat perkembangan emosi Tiga reaksi emosi yang paling kuat
adalah rasa marah, kaku,
dan takut, yang terjadi akibat dari peristiwa peristiwa
eksternal maupun proses tak langsung. Reaksi tersebut dapat
tercermin dalam individu yang meningkatkan aktivitas kelenjar
tertentu dan mengubah temperature tubuh. Reaksi umumnya berkurang
sesuai proporsi kematangan individu. Hal ini disebabkan oleh
pebedaan jenis reaksi emosi, misalnya dengan penyebab ketakutan
pada diri seseorang anak mungkin disebabkan oleh jenis emosi yang
berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya. Tingkat perkembangan
emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang
meliputi : 1. Emosi stabil Pada seseorang yang mempunyai emosi
stabil mempunyai kecenderungan percaya diri, cermat, kukuh. Mereka
selaulu menjaga pikiran walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan
orang-orang di sekitarnya kehilangan kendali.
2. Emosi stabil rata-rata Seseorang yang mempunyai derajat
rata-rata tingkat emosional mempunyai kecenderungan emosi
keseimbangan yang baik, sabar, tak memihak, berkepala dingin.
Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan terkadang menunjukkan
emosi yang aneh, namun ini adalah pengecualian daripada
kebiasaan.
3. Emosi labil Seseorang yang mempunyai emosi yang labil,
tergesa-gesa, bernafsu, sentimental, mudah tergugah, khawatir dan
bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini
membuat mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus
kerap dipengaruhi oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya
untuk bereaksi mengatasi peristiwa-peristiwa tersebut dalam
hidup.
j. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
1. Keadaan anak Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh
ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi
perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada
kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau
menarik diri dari lingkunganya.
2. Faktor belajar Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi
potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar
yang menunjang perkembangan emosi antara lain: Belajar dengan
coba-coba Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan
emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau
sama sekali tidak memberi kepuasan. Belajar dengan meniru Dengan
cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang
lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan
orang-orang yang diamati. Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh
rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan
emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang
dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya.
Belajar melalui pengondisian Dengan metode ini objek, situasi yang
mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan
cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada
awalawal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal
betapa tidak rasionalnya reaksi mereka. Belajar dengan bimbingan
dan pengawasan. Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima
jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak
dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya
membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak
bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan
emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006) 3. Konflik konflik
dalam proses perkembangan Setiap anak melalui berbagai konflik
dalam menjalani fasefase perkembangan yang pada umumnya dapat
dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati
konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan
emosi.
4. Lingkungan keluarga Salah satu fungsi keluarga adalah
sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak bersikap dan
berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan
individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana
individu
mengeksplorasi
emosinya.
Keluarga
merupakan
lingkungan
pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat
berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena
disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga
merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and
growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan
belajar selanjutnya. Gaya pengasuhan keluarga akan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak
dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka
perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila
kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti,
melampiaskan
kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis
dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi
negatif (Syamsu, 2008). Keterkaitan secara teoritik antara
lingkungan keluarga dengan pengungkapan emosi juga dijelaskan oleh
Goleman (2000), yang meninjau terjadinya proses pengungkapan emosi
sejak awal yaitu pada masa anak-anak. Goleman (2000) menjelaskan
bahwa cara-cara yang digunakan orang tua untuk menangani masalah
anaknya memberikan pelajaran yang membekas pada
perkembangan emosi anak. Gaya mendidik orang tua yang
mengabaikan perasaan anak, yang tercermin pada persepsi negatif
orang tua terhadap emosi, emosi anak dilihat sebagai gangguan atau
sesuatu yang selalu direspon orang tua dengan penolakan. Pada masa
dewasa, anak tersebut tidak akan menghargai emosinya sendiri yang
menimbulkan keterbatasan dalam mengungkapkan emosinya. Sebaliknya,
pada kelurga yang menghargai emosi anak yang dibuktikan dengan
penerimaan orang tua terhadap ungkapan emosi anak, pada masa dewasa
nanti anak akan menghargai
emosinya sendiri sehingga ia mampu mengungkapkan emosinya padaa
orang lain.
k. Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)
1. Rasa takut Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek
yang membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui
tahapan: Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat
kemungkinan yang terdapat pada objek Timbulnya rasa takut setelah
mengenal bahaya Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui
cara-cara menghindari bahaya
2. Rasa malu Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai
oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak
dikenal atau tidak sering berjumpa.
3. Rasa canggung Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah
reaksi takut terhadap manusia bukan ada obyek atau situasi. Rasa
canggung berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan tidak
disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang
sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi
lebih disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain
terhadap prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa
canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran-diri
(selfconsciousdistress).
4. Rasa khawatir Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai
khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti
ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh
rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak
itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan
situasi berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah
normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang
penyesuaiannya paling baik sekalipun.
5. Rasa cemas Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak
berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa
cemas ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa yang
tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai
dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu;
dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan
masalah yang dicapai.
6. Rasa marah Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering
diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa
takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa
marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui
bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh
perhatian atau memenuhi keinginan mereka. 7. Rasa cemburu Rasa
cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang
nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8. Duka cita Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan
emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
9. Keingintahuan Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan
anak-anak sangat banyak. Anak-anak menaruh minat terhadap segala
sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
10. Kegembiraan Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang
juga dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap
anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah kegembiraannya
serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat
diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat
diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam
bentuk yang lebihmenyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.
K. PROSEDUR PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif, yaitu studi yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa atau kejadian yang
sedang berlangsung pada saat penelitian tanpa menghiraukan sebelum
dan sesudahnya (Sudjana, 2000:52). Data yang diperoleh kemudian
diolah, ditafsirkan, dan disimpulkan. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang memungkinkan
dilakukan pencatatan dan analisis data hasil penelitian secara
eksak dan menganalisis datanya menggunakan perhitungan
statistik.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik non testdengan menggunakan instrument data berupa
angket, yang mengungkap data tentang: 1) Pengaruh peran orang tua
terhadap anak usia sekolah dasar. 2) Perkembangan emosional anak
usia sekolah dasar 3) Dampak peran orang tua terhadap perkembangan
emosional anak usia sekolah dasar.
1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini
dilaksanakan di SD Negeri Maleber IV di Jalan Bojong Kab. Cianjur.
Proses penelitian yang akan penulis laksanakan diharpkan dapat
selesai dalam tiga bulan, mulai dari menyusun usulan penelitian
sampai menyelesaikan laporan. Jadwal penelitian dapat dilihat pada
Tabel 1, sebagai berikut: No Kegiatan Tahun 2012/2013 Des Jan Feb
Mar Apr
Tahap Pertama : Penyusunan Proposal Penelitian 1. a. Menyusun
Proposal Penelitian b. Seminar Menyusun Proposal Penelitian c.
Perbaikan Menyusun Proposal Penelitian Tahap Kedua : Penulisan
Skripsi a. Penyusunan Kuesioner 2. b. Menyebarkan Kuesioner c.
Analisis dan Pengolahan Data d. Penulisan Laporan e. Konsultasi
Kepada Kepala Sekolah Tahap Ketiga : Pelaporan Akhir 3. a.
Konsultasi Terakhir b. Perbaikan Laporan c. Penyerahan Laporan
2. Populasi dan Penentuan Ukuran Sampel Penelitian Populasi
dalam penelitian ini adalah SD Negeri Maleber IV Tahun Pelajaran
2012-2013. Sampelnya adalah siswa kelas tinggi (4,5,6) sekolah
dasar, ditentukannya populasi dan sampel penelitian ini berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut: a. Secara psikologis siswa kelas
tinggi berada pada masa pertengahan dan akhir anak-anak yang
emosionalnya tinggi b. Siswa kelas tinggi membutuhkan peran orang
tua pada masa perkembangan. Teknik sampel penelitian ini
menggunakan probability sampling. Dimana teknik sampling memberikan
peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Peneliti menggunakan Proportionate
Stratified Random Sampling, yaitu pengambilan sampel dari anggota
populasi secara acak dan berstrata secara proporsional, dilakukan
sampling ini apabila anggota populasinya heterogen (tidak sejenis).
Pengambilan sampel secara Proportionate Stratified Random Sampling
memakai rumusan alokasi proportional dari sugiyono (1999:67)
besarnya sampel.
Dimana
Suatu penelitian di SD Negeri Maleber IV tentang pengaruh peran
orang tua terhadap perkembangan emosional anak yang diikuti kelas
4, 5, 6 tahun 20122013 sebagai berikut: a) Kelas 4 = 25 siswa b)
Kelas 5 = 30 siswa
c) Kelas 6 = 35 siswa+ Jumlah = 90 siswa Dari rumus di atas
diperoleh jumlah sampel menurut masing-masing strata sebagai
beikut: Diketahui populasi 90 siswa, kemudian peneliti menentukan
tingkat presisi yaitu 10%. Teknik pengambilan sampel menggunakan
rumus dari Taro Yamane yang dikutip Rakhmat (1998:82) sebagai
berikut :
Dimana :
Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel (n) untuk
siswa kelas tinggi sebagai berikut:
(
)(
)
Jadi, jumlah sampel sebesar 47 responden (siswa). Maka sampel
menurut strata:
a) Kelas 4 : b) Kelas 5 : c) Kelas 6 :
siswa siswa siswa
3. Definisi Operasional Variabel Penelitian a. Peran Orang Tua
Terhadap Anaknya Seorang ahli psikologi Ny. Singgih D Gunarsa dalam
bukunya psikologi untuk keluarga mengatakan, Orang tua adalah dua
individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa
pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan sehari-hari. (Gunarsa,
1976 : 27). Dalam berbagai penelitian para ahli dapat dikemukakan
beberapa hal yang perlu di berikan oleh orang tua terhadap anaknya,
sebagai mana diungkapkan sebagai berikut: 1. Respek dan kebebasan
pribadi. 2. Jadikan rumah tangga nyaman dan menarik. 3. Hargai
kemandiriannya. 4. Diskusikan tentang berbagai masalah. 5. Berikan
rasa aman, kasih sayang, dan perhatian. 6. Anak-anak lain perlu di
mengerti. 7. Beri contoh perkawinan yang bahagia. (Ahmadi Abu, 1991
: 44) Dari beberapa poin yang telah dikemukakan para ahli di atas
dapat dipahami bahwa banyak hal yang harus dilakukan oleh orang tua
dalam melakukan tugas serta peran mereka sebagai orang tua, yaitu
harus respek terhadap gerak-gerik anaknya serta memberikan
kebebasan pribadi dalam mengembangkan bakat serta menggali potensi
yang ia miliki, orang tua dalam menjalani rumah tangga juga harus
dapat menciptakan rumah tangga yang nyaman, sakinah serta mawaddah
sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada anak-anaknya,
orang tua harus memiliki sikap demokratis. Ia tidak boleh
memaksakan kehendak sehingga anak akan menjadi korban, ia harus
betul-betul mengerti, memahami, serta memberikan kasih sayang dan
perhatian yang penuh. Orang tua yang tidak memenuhi peran dan tidak
menjalankan tugas tugasnya seperti apa yang di jelaskan di atas,
maka anakanak hidupnya menjadi terlantar, ia akan mengalami
kesulitan dalam menggali potensi dan bakat yang ia miliki.
b. Perkembangan Emosional Anak Perkembangan (development) adalah
bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya
proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ
dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan
emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya (Soetjiningsih, 1995). Istilah emosi berasal dari
kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up) yang berarti
sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira
mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi
didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang
berasal dari dalam dan melibatkan hamper keseluruhan diri individu
(Sujiono, 2005). Istilah emosi berasal dari kata emotus atau
emovere atau mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang
mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk
tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai
suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan
melibatkan hamper keseluruhan diri individu (Sujiono, 2005).Ciri
khas emosi pada anak antara lain: 1. Emosi yang kuat 2. Emosi
seringkali tampak 3. Emosi bersifat sementara 4. Reaksi
mencerminkan individualitas 5. Emosi berubah kekuatannya 6. Emosi
dapat diketahui melalui gejala perilaku Tingkat perkembangan emosi
tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang
meliputi : 1. Emosi stabil 2. Emosi stabil rata-rata
3. Emosi labil Pola emosi pada anak menurut Syamsu (2008): a.
Rasa takut b. Rasa malu c. Rasa canggung d. Rasa khawatir e. Rasa
cemas f. Rasa marah g. Rasa cemburu h. Duka cita i. Keingintahuan
j. Kegembiraan
4. Pengembangan Alat Pengumpul Data (Instrumen) Agar diperoleh
data yang akurat dan representatif, banyak teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data. Adapun alat pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah angket/kuesioner. Dalam penelitian ini,
angket yang disusun oleh peneliti diberikan kepada anak kelas IV,
V, VI sesuai dengan sampel yang telah ditetapkan yaitu kelas IV 13
responden, kelas V 16 responden dan kelas VI 18 responden. Angket
yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Angket untuk
mengungkap peran orang tua terhadap anaknya b. Angket untuk
mengungkap perkembangan emosional anak usia sekolahh dasar
5. Prosedur Pengumpulan Data a. Perizinan Penelitian Sebagai
salah satu persyaratan untuk penelitian ini adalah
diperlakukannya perizinan baik dari tingkat lembaga-lembaga yang
terkait dalam hal ini dengan Depdikbud dan pihak sekolah yaitu SD
Negeri Maleber IV serta lembaga-lembaga lainnya. Setelah diberikan
izin oleh pihak yang
bersangkutan maka mengatur jadwal untuk penyebaran data
penelitian kepada para siswa.
b. Pelaksanaan Pengumpulan Data Pelaksanaan pengumpulan data ini
dilakukan pada tanggal 25-28 Januari 2013. Prosedur yang ditempuh
dalam pelaksanaan pengumpulan data ini adalah sebagai berikut: 1)
Membagikan alat pengumpul data kepada siswa yang menjadi sampel
penelitian 2) Memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan
penelitian dan memberikan petunjuk pengisian alat pengumpul data 3)
Mengumpulkan lembar jawaban sebagai hasil kerja siswa dan melakukan
cek ulang untuk memeriksa kelengkapan identitas dan jawaban siswa
pada setiap lembar jawaban 4) Menghitung hasil pekerjaan siswa pada
setiap lembar jawaban dan memberikan skor.
c. Prosedur dan Teknik Pengumpulan Data Setelah data terkumpul
dilakukan pengolahan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1)
Verifikasi Data Verifikasi data bertujuan untuk menyeleksi atau
memilih data yang memadai untuk diolah. Proses seleksi ditempuh
dengan cara memeriksa kelengkapan pengisian yang dilakukan oleh
siswa baik identitas maupun jawbannya. Hasil yang diperoleh
menunjukan bahwa baik identitas maupun lembar jawaban siswa yang
terkumpul semuanya memenuhi syarat. 2) Penyekoran Setelah terkumpul
data-data yang dapat digunakan, langkah selanjutnya yaitu melakukan
penyekoran dari butir-butir item terhadap sampel secara
keseluruhan.
3) Pengelompokan Data Data yang diperoleh kemudian dikelompokan
ke dalam dua kelompok yaitu: pertama kelompok peran orang tua
terhadap anaknya dan kedua perkembangan emosional anak usia sekolah
dasar.
4) Perhitungan Asumsi-asumsi Statistik Dalam menjawab pertanyaan
penelitian pertama dan kedua, dilakukan pengelompokan skor atau
kategori sumber data penelitian yang dibagi dalam tiga kategori
yaitu : peran orang tua terhadap anaknya kategorinya baik, sedang
kurang dan untuk variable perkembangan emosional anak usia sekolah
dasar kategorinya tinggi, sedang, dan kurang. Selanjutnya untuk
mengetahui dan menjawab pertanyaan penelitian terlebih dahulu di
uji asumsi-asumsi yang mendasarinya. Uji asumsi yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah uji normalitas distribusi frekuensi
kemudian dilanjutkan dengan uji korelasi dan koefisien determinasi
(kontribusi). a) Uji Normalitas distrubusi Uji normalitas
distribusi frekuensi dilakukan untuk mengetahui normal atau
tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis
tatistik apa yang dipakai dalam analisis lebih lanjut. Data yang
perlu diuji normalitas distribusi frekuensi dalam penelitian ini
ada dua kelompok yaitu: kelompok data (X) untuk variabel peran
orang tua terhadap anaknya dan data (Y) untuk variable perkembangan
emosional ank usia sekolah dasar.
b) Uji Korelasi Uji korelasi, untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas X (peran orang tua terhadap anaknya) dengan variabel
terikat Y (perkembangan emosional anak usia sekolah dasar) sehingga
diketahui seberapa besar hubungan variable X terhadap variabel
Y.
c) Koefisien Determinan Menghitung koefisien determinasi (KD),
untuk mengetahui besarnya presentase kontribusi variabel independen
(peran orang tua terhadap anaknya) terhadap variabel dependen
(perkembangan emosional anak usia sekolah dasar).
L. DAFTAR PUSTAKA Friedman, M. Marilyn.( 1998). Keperawatan
Keluarga : Teori dan Praktik. Jakarta : EGC. Suprajitno (2004).
Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Yusuf Syamsu. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung : Remaja Rosdakarya. Ahmadi, Abu. (1991). Psikologi Sosial.
Jakarta: Rineka Cipta. Kartono, Kartini. (1982). Kamus Psikologi.
Bandung: Pionir Jaya. Ny Singgih D. Gunarsa. (1976). Psikologi
untuk Keluarga. Jakarta : Gunung Mulia. Alisuf Sabri. (1995).
Psikologi Pendidikan, Pedoman Ilmu Jaya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Kedokteran
EGC. Sujiono, Bambang. 92005) menu Pembelajaran Anak usia Dini .
Jakarta: yayasan Citra Pendidikan Indonesia. Ahmadi, candra, dkk
(2010). Aplikasi Mobile Learning Berbasis Moodle dan mle pada
Pembelajaran Kedokteran Fatimah, Enung. (2006). Psikologi
Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia.