Top Banner
1. PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan tradisional adalah semua jenis makanan yang dibuat dan diolah dengan menggunakan bahan lokal dan dengan cara pengolahan yang beragam dan bervariasi serta memiliki ciri khas daerah setempat terdiri dari makanan utama, makanan selingan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat daerah tersebut (Sabana, 2007). Menurut Hariyadi (2010), produk pangan yang dikembangkan dengan basis potensi lokal bisanya mempunyai tingkat kesesuaian yang baik dengan preferensi konsumen dan berpotensi untuk menjadi unggulan ciri khas daerah/ lokal. Sumatera Selatan terdiri dari beberapa daerah dengan beragam jenis makanan khas tiap daerah. Daerah ogan memiliki bermacam jenis makanan tradisional diantaranya kue gandus, apam, kue angkak, dan behubus. Behubus merupakan makanan tradisional yang terbuat dari bahan baku pisang gedah varitas Musa brachycarpa dengan campuran 1
42

Proposal Penelitian 2

Jul 19, 2016

Download

Documents

Nurohim Bae

proposal penelitian
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal Penelitian 2

1. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Makanan tradisional adalah semua jenis makanan yang dibuat dan diolah

dengan menggunakan bahan lokal dan dengan cara pengolahan yang beragam dan

bervariasi serta memiliki ciri khas daerah setempat terdiri dari makanan utama,

makanan selingan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat daerah

tersebut (Sabana, 2007). Menurut Hariyadi (2010), produk pangan yang

dikembangkan dengan basis potensi lokal bisanya mempunyai tingkat kesesuaian

yang baik dengan preferensi konsumen dan berpotensi untuk menjadi unggulan ciri

khas daerah/ lokal.

Sumatera Selatan terdiri dari beberapa daerah dengan beragam jenis makanan

khas tiap daerah. Daerah ogan memiliki bermacam jenis makanan tradisional

diantaranya kue gandus, apam, kue angkak, dan behubus. Behubus merupakan

makanan tradisional yang terbuat dari bahan baku pisang gedah varitas Musa

brachycarpa dengan campuran tepung beras, kelapa parut, gula merah dan dikemas

menggunakan daun pisang kemudian dikukus selama ± 20 menit. Pada proses

pembuatan behubus kadang-kadang masyarakat mengganti tepung beras dengan

tepung beras ketan, yang membedakan antara tepung beras dan tepung beras ketan

adalah kandungan amilosa dan amilopektin. Menurut Schwartz dan Zelinski (1978)

beras ketan mengandung 1 sampai 2% amilosa dan sisanya 98% berupa amilopektin.

Hingga saat ini belum ada pengembangan mengenai makanan tradisional ini

termasuk kandungan gizi maupun non gizinya.

1

Page 2: Proposal Penelitian 2

Pengembangan pangan dapat dilakukan dengan menambahkan zat gizi

maupun zat non gizi. Menurut Sulistyawati (2003), pengembangan pangan bergizi

juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam laut yang

pemanfaatannya belum optimal. Sumber daya alam laut merupakan sumber pangan

yang sangat potensial. Luas wilayah indonesia serta luas laut yang mendukung

menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai potensi yang baik untuk

mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan lautnya termasuk rumput laut.

Pengkayaan serat pada makanan dapat dilakukan dengan penambahan rumput

laut (Ariyani, 2012). Rosyidi et al. (2008) menyatakan bahwa rumput laut

mengandung serat yang bermanfaat bagi tubuh seperti mencegah konstipasi. Jimenez

dan Sanchez (2000) yang dikutip oleh Herpandi (2005) menyatakan bahwa rumput

laut Eucheuma cottoni merupakan salah satu tumbuhan laut yang dapat dijadikan

bahan pangan berserat alami.

Serat alami pangan banyak terdapat dalam buah dan sayur dengan jumlah

yang berbeda. Penambahan serat rumput laut pada behubus didasarkan atas bahan

baku behubus yaitu buah pisang (Musa brachycarpa). Kandungan serat buah pisang

adalah 0,63 g per 100 g (Penuntun Diet RSCM, 1982) yang dikutip oleh Kushart

(2006). Menurut American Dietetic Association (2008), angka kecukupan serat

(AKS) yang dianjurkan adalah 20 hingga 35 g per hari. Sedangkan menurut Jahari

dan Sumarno (2002) yang dikutip oleh Santoso (2011), hasil penelitian menunjukkan

rata-rata konsumsi serat masyarakat Indonesia masih jauh dari kebutuhan serat yang

dianjurkan, konsumsi serat rata-rata antara 9,9 hingga 10,7 g per hari. Untuk

memenuhi jumlah kebutuhan serat, penambahan dapat dilakukan dari sumber pangan

2

Page 3: Proposal Penelitian 2

lain seperti rumput laut. Kecukupan asupan serat kini dianjurkan oleh badan

kesehatan internasional (WHO) karena banyak manfaat yang menguntungkan untuk

kesehatan tubuh seperti kesehatan pencernaan.

Beragam produk pangan beredar dipasaran yang berlabel kesehatan dengan

sasaran konsumen mulai dari balita sampai lansia. Salah satu produk pangan

kesehatan yang muncul dipasaran adalah makanan yang mengandung serat dimana

dalam ilmu pangan dikenal sebagai serat pangan (dietary fibre).

Serat pangan merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat

dihirolisis oleh enzim-enzim pencernaan (Santoso, 2011). Penambahan rumput laut

pada behubus karena menurut Jurkovic dan Colic (1995) dikutip oleh Indriyani

(2007) bahwa Serat pangan rumput laut relatif tinggi yaitu bervariasi antara 32, 7%

hingga 74, 6% (berat kering) terdiri dari 51,6% hingga 85% larut dalam air.

Penambahan bubur rumput laut dan tepung beras ketan diharapkan

merupakan salah satu alternatif untuk menambah kandungan gizi pada behubus dan

menjaga kelestraian makanan tradisional sumatera selatan.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan bubur

rumput laut dan tepung ketan terhadap karakteristik behubus.

C. Hipotesis

Penambahan bubur rumput laut dan tepung ketan diduga berpengaruh nyata

terhadap karakteristik behubus.

3

Page 4: Proposal Penelitian 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pisang

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia

Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika

(Madagaskar) dan Amerika Selatan. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di

Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Menurut (Badan Pusat Statistik

Indonesia, 2012) pisang memberikan kontribusi terhadap produksi buah nasional

yang mencapai 34% yaitu 6.189.052 ton dari 16.348.456 ton produksi buah nasional.

Salah satu dari tiga jenis pisang yaitu pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak

Musa paradisiaca (Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Hortikultura, 2005).

Sistematika Musa paradisiaca adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Species : Musa paradisiaca

(Hastari, 2012)

4

Page 5: Proposal Penelitian 2

Gambar 1. Pisang gedah (Musa paradisiaca)

Pisang sebagai bahan konsumsi adalah buah bergizi yang merupakan sumber

vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure

pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka

melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagai

pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia.

Kandungan gizi yang sangat baik bagi kesehatan. Di dalam buahnya terdapat

energi yang cukup tinggi dibandingkan buah-buahan yang lain. Pisang kaya mineral

seperti kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium. Berdasarkan kandungan energi

dalam buah pisang maka pisang direkomendasikan oleh para ahli herbal untuk

mengobati berbagai jenis penyakit seperti pendarahan rahim, sariawan usus,

ambeien, cacar air, telinga dan tenggorokan bengkak, disentri, amandel, kanker

5

Page 6: Proposal Penelitian 2

perut, sakit kuning, pendarahan usus besar, diare. Pisang juga dapat mengobati

tekanan darah tinggi karena pisang mengandung potassium yang tinggi berguna bagi

orang yang harus melakukan diet rendah garam.

B. Tepung Ketan

Tanaman ketan (Oryza sativa glutinosa) merupakan tanaman lokal yang

sejenis dengan tanaman padi (Oryza sativa), tetapi biasanya hanya ditanam sebagai

pembatas sawah yang mengelilingi tanaman padi (Achyadi et al., 2004). Beras ketan

mengandung 1 sampai 2% amilosa dan sisanya 98% berupa amilopektin, semakin

kecil kandungan amilosa maka semakin lengket nasi tersebut (Winarno, 1997).

Komposisi gizi beras ketan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel . Komposisi beras ketanKomponen Beras ketan

Ketan hitam Ketan putihEnergi (kkal) 356,00 362,00Protein (g) 7,00 6, 70Lemak (g) 0,70 0,70Karbohidrat (g) 78,00 79,40Kalsium (mg) 10,00 12,00Fosfor (mg) 148,00 148,00Besi (mg) 0,80 0,80Vitamin B1 (mg) 0,20 0,16Air (%) 13,00 12,00

Sumber : Susanto dan Saneto (1994)

Beras ketan (Oryza sativa glitinosa) dapat dibedakan dari beras biasa baik

secara fisik maupun kimia. Butir beras ketan secara fisik berwarna putih keruh, lunak

dan jika dimasak akan bersifat lengket, manis serta berbau aromatik, sedangkan butir

beras biasa berwarna lebih terang dan keras (Houston, 1972). Menurut Reyes et al.

(1965) beras dapat dibedakan berdasarkan komposisi pati (kandungan amilosa dan

6

Page 7: Proposal Penelitian 2

amilopektin) dan suhu gelatinisasi pati. Kandungan amilosa pada beras semakin

meningkat selama pertumbuhan butir beras tetapi pada beras ketan kandungan

amilosa semakin menurun (Juliano, 1985).

Kandungan amilosa beras dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu : beras

dengan kadar amilosa tinggi (25 sampai 33%), beras dengan kadar amilosa

menengah (20 sampai 25%), beras dengan kadar amilosa rendah (9 sampai 20%) dan

beras dengan kadar amilosa sangat rendah <9%. Beras ketan hampir tidak ada

amilosanya (1 sampai 2%), sedangkan beras yang mengandung amilosa tinggi dari

2% disebut sebagai beras biasa. Suhu gelatinisasi dapat ditentukan

denganviskometer, misalnya pada jagung 62 sampai 70ºC, beras 68 sampai 78ºC,

gandum 54,5 sampai 64ºC, dan tapioka 52 sampai 64ºC (Winarno, 1997).

Pati beramilosa tinggi mempunyai struktur yang lebih rapat (tightly bound

structure) sehingga lebih sukar untuk mengembang. Molekul-molekul amilopektin

bersifat mudah mengembang atau bergelatinasi jika kondisi memungkinkan.

Molekul-molekul ini, dengan strukturnya yang bercabang juga sangat efektif untuk

mencegah pecahnya granula akibat proses gelatinasi (Heckman, 1977).

C. Tepung beras

Tepung beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh.

Tepung beras banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti bihun dan

bakmi, macaroni, aneka snacks, aneka kue kering cookies, biscuit, crackers,

makanan bayi, makanan sapihan untuk Balita, tepung campuran (composite flour)

7

Page 8: Proposal Penelitian 2

dan sebagainya. Tepung beras juga banyak digunakan dalam pembuatan pudding

micxture atau custard (Koswara, 2009).

Standar mutu tepung beras ditentukan menurut Standar Industri Indonesia

(SII). Syarat mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air maksimum 10%, kadar

abu maksimum 1%, bebas dari logam berbahaya, serangga, jamur, serta dengan bau

dan rasa yang normal. Di Amerika dikenal dua jenis tepung beras yaitu tepung beras

ketan dan tepung beras biasa. Tepung ketan mempunyai mutu lebih tinggi jika

digunakan sebagai pengental susu, pudding dan makanan ringan. Proses pembuatan

tepung beras dimulai dengan penepungan kering dilanjutkan dengan penepungan

beras basah (beras direndam dalam air semalam, ditiriskan, dan ditepungkan). Alat

penepung yang digunakan adalah secara tradisional (alu, lesung, kincir air) dan

mesin penepung (hammer mill dan disc mill).

D. Rumput laut

Rumput laut atau algae dikenal dengan nama seaweed yang merupakan

bagian terbesar dari tanaman laut. Rumput laut adalah tanaman tingkat rendah yang

tidak memiliki perbedaan susunan kerangka seperti akar, batang, dan daun yang

sejati dan lebih dikenal dengan nama tumbuhan thallus (Berhimpon, 2001).

Rumput laut merupakan salah satu komoditi perikanan indonesia yang

termasuk ganggang berukuran besar. Berdasarkan pigmen yang dikandungnya, alga

atau ganggang terdiri dari empat kelas yaitu Rhodophyceae (ganggang merah),

Phaeophyceae (ganggang coklat), Chlorophyceae (ganggang hijau), dan

Cyanophyceae (ganggang hijau biru). Rhodophyceae mengandung agar-agar dan

8

Page 9: Proposal Penelitian 2

karaginan terutama dari marga Eucheuma. Salah satu jenis rumput laut yang sangat

potensial di Indonesia adalah jenis Eucheuma cottoni.

Sistematika Euchoma cottoni menurut Indriani et al. (1999) adalah sebagai

berikut :

Divisio : Rhodophyta

Kelas : Rhodophiceae

Family : Gigartinales

Ordo : Solierisceae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottoni

Rumput laut memiliki kandungan karaginan. Karaginan yaitu senyawa

hidrokioloid yang merupakan senyawa polisakarida rantai panjang. Karaginan

tersusun dari dua senyawa yaitu senyawa sulfat dan 1,3- beta D galaktosa. Senyawa

sulfat pada karaginan memiliki sifat hidrofilik sedangkan senyawa 1,3 beta

D galaktosa bersifat hidrofobik. Berdasarkan struktur dan sifat kimia, karaginan

dibedakan menjadi karaginan tipe kappa, iota, dan lamda (Suwandi et al., 2002).

Tipe karaginan yang dapat dihasilkan dari Eucheuma cottoni terutama

mengandung kappa. Sifat kappa karaginan yang dihasilkan Eucheuma cottoni dapat

mebentuk gel yang kuat dan kaku jika berinteraksi dengan garam kalium namun gel

yang rapuh akan terbentuk ketika kappa karaginan tersebut jika berinteraksi dengan

garam kalsium. Gel sedikit buram dan menjadi bersih jika ditambah gula

(Istini et al., 1999).

9

Page 10: Proposal Penelitian 2

Karaginan umumnya dapat diaplikasikan pada berbagai produk sebagai

pembentuk gel atau penstabil, pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi, terutama pada

roduk produk jeli, jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol, gel ikan, produk susu,

bahkan juga industri osmetik, tekstil, obat-obtan, serta pakan ternak.

Rumput laut merupakan salah satu tumbuhan laut yang dapat dijadikan bahan

pangan berserat alami. Serat pangan rumput laut dibedakan menjadi serat pangan

larut (soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut air (insolule dietary fibre).

Serat pangan larut meliputi xiloglukan, galktomannan, arabinoxilan, selulosa, dan

hemiselulosa. Serat pangan tidak larut meliputi lignin, arabixynolan, selulosa dam

hemiselulosa. Serat pangan larut berperan dalam menurunkan kolesterol, glukosa

darah, mencegah penyakit jantung dan hipertensi. Serta pangan tidak larut dapat

berperan dalam mencegah penyakit kanker usu besar, divertikulosis dan konstipasi

(Astawan, 1999). Komposisi kimia rumput laut Eucheuma cottoni dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia rumput laut jenis Eucheuma cottoniKomponen Nilai

Air (g/ 100 g bb) 13,90Protein (g/ 100 g bb) 2, 67Lemak (g/ 100 g bb) 0,37Abu (g/ 100 g bb) 17,09Serat pangan tidak larut (g/ 100 g bk) 58,60Serat pangan tidak larut (g/ 100 g bk) 10,70Total serat pangan (g/ 100 g bk) 69,30Mineral Zn (m/ g bk) 0,01Mg (m/ g bk) 2,88Ca (m/ g bk) 2,80K (m/ g bk) 87,10Na (m/ g bk) 11,93I (m/ g bk) 0,1Vitamin C (mg/ 100 g) 12Kraginan (g/ 100 g bb) 65,75Sumber : Istini et al (1999)

10

Page 11: Proposal Penelitian 2

Angka konsumsi serat rata-rata penduduk indonesia hanya sebesar 10, 5 g per

kapita per hari. Jumlah konsumsi serat tersebut masih rendah jika dibandingkan

dengan jumlah konsumsi serat yang dianjurkan oleh Dietary Guidelines for

Amreican dan WHO yaitu sebesar 20 hingga 35 g perhari. Orang yang

mengkonsumsi serat sebesar 35 g perhari ternyata memiliki resiko terkena penyakit

jantung 1/3 lebih rendah dibandingkan orang yang mengkonsumsi serat hanya

sebesar 15 g per hari(Astawan, 1999). Pengolahan rumput laut sebagai bahan pangan

dapat menjadi salah satu sunber serat alami. Dengan demikian rumput laut dapat

memberikan efek fisologis bagi kesehatan masyarakat.

E. Kelapa parut

Kelapa parut merupakan isi dari buah kelapa yang telah diparut atau dikikis

halus. Kelapa parut merupakan satu bahan yang daapat menghasilkan santan kelapa.

Buah kelapa mengandung gizi (nutrisi) yang cukup tinggi dengan komposisi yang

lengkap. Produk kelapa dapat menambah jenis aneka makanan dan sumber gizi bagi

masyarakat. Zat-zat gizi yang dikandung dalam buah kelapa mempunyai peran dan

fungsi yang sama dengan gizi bahan makanan lainnya. Ada enam macam zat gizi

yang harus dikandung makanan, yaitu karbohidrat, lemak, vitamin, garam mineral,

dan air (Basrah, 1999).

Daging buah kelapa merupakan sumber protein yang penting dan mudah

dicerna. Jumlah protein terbesar terdapat pada kelapa yang setengah tua. Sedangkan

kandungan kalorinya mencapai maksimal ketika buah sudah tua, demikian pula

dengan kandungan lemaknya. Buah kelapa akan maksimal. Kandungan vitamin A

11

Page 12: Proposal Penelitian 2

dan thiaminnya ketika buah setengah tua. Dengan demikian jumlah zat dan gizi

kelapa tergantung pada umur buah. Lengkapnya kandungan zat pada daging buah

kelapa menyebabkan daging buah kelapa tersebut dapat diolah menjadi berbagai

produk kebutuhan rumah tangga seperti bumbu dapur, santan, kopra, minyak kelapa

dan kelapa parut kering, selain itu juga dapat diolah menjadi berbagai jenis aneka

makanan yang mempunyai rasa khas serta dapat bernilai ekonomi yang cukup tinggi

(Rukmana, 2003). Komposisi kimia dalam daging buah kelapa dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabe 3 . Komposisi kimia kelapa dalam 100 gram kelapaKomposisi Daging kelapa muda Daging kelapa tua

Kalori (kkal) 68,00 1,00Protein (g) 0,90 14,00Lemak (g) 7,00 30,00

Karbohidrat (g) 1,00 0,00Kalsium (mg) 0,06 4,00Fosfor (mg) 83,30 53,00

Zat besi (mg) 359,00 3,40Vit. A (S.I) 34,70 14,00

Vit. B1 (mg) 21,00 98,00Vit. C (mg) 2,00 0,00

Air (g) 0,10 2,00b.d.d (%) 46,90 53,00

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1999.

F. Gula merah

Gula merah tidak dapat digantikan oleh gula atau jenis pemanis lain terutama

pada pembuatan aneka jenis makanan tradisional. Hal ini disebabkan oleh aroma dan

rasa gula merah lebih sedap atau khas dibandingkan dengan gula putih sehingga

tingkat konsumsi gula merah selalu meningkat setiap tahunnya (Pagiriani, 2002).

Berdasarkan bahan bakunya, gula merah terdiri dari berbagai jenis yaitu gula

gula merah aren terbuat dari nira aren, gula merah kelapa terbuat dari nira kelapa.

12

Page 13: Proposal Penelitian 2

Bahan utama pembuatan gula merah adalah nira. Selain itu juga dibutuhkan juga

minyak kelaap untuk mencegah melimpahnya buih nira yang dimasak. Jika tidak

tersedia minyak kelapa maka dapat digantikan dengan biji kemiri, biji jarak, atau

dengan minyaknya (Luthony, 1993).

G. Serat Pangan

Serat pangan (Dietary fibre) adalah salah satu jenis polisakarida atau biasa

disebut karbohidrat kompleks. Serat ini mempunyai rantai-rantai kimiawi panjang

sehingga sukar dicerna oleh enzim selulase dan saluran pencernaan manusia

(Winarno, 1995). Serat yang larut air cenderung bercampur dengan air dengan

membentuk jaringan gel (seperti agar-agar) atau jaringan yang pekat sedangkan serat

yang tidak larut air umumnya bersifat higroskopis yakni mampu menahan air 20 kali

lipat dari beratnya (Widianarko et al., 2002).

Rumput laut Eucheuma cottoni mempunyai serat pangan tidak larut yaitu

selulosa dan hemilosa. Komponen serat tidak larut ini mempunai kemampuan dalam

menahan air sehingga berperan dalam meningkatkan berat feces dan frekuensi buang

air besar, melunakkan feces dan memperpendek waktu tinggal ampas (residu)

makanan dalam usus (Widianarko et al., 2002). Serat pangan larut berperan dalam

menurunkan kadar kolesterol, glukosa darah, mencegah penyakit jantung, serta

hipertensi. Serat pangan tidak larut dapat berperan dalam mencegah kanker usus

besar dan divertikulosis (Astawan, 1999).

Penelitian Puslitbang Gizi Bogor menunjukkan hasil bahwa konsusmsi serat

rata-rata penduduk Indonesia sekitar 10 g sampai 15 g per hari. Dietary Guidelines

13

Page 14: Proposal Penelitian 2

for American menganjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung pati

dan serat sebanyak 20 g sampai 35 g per hari.

14

Page 15: Proposal Penelitian 2

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian, Jurusan

Teknologi Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya, Sumatera Selatan. Penelitian

akan dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan selesai.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) alat-

alat gelas untuk analisa, 2) blender merk phillips, 3) Color reader merek Nippon, 3)

Desikator, 5) kertas saring Whatman No. 41, 6) kompor gas merk rinnai 7), neraca

analitik merek Advebturer ohaus, 8) oven merek Memmert, 10) Texture analyzer

merek Brookfield

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) air, 2) daun

pisang, 3) gula merah (tengguli), 4) kelapa parut, 5) pisang gedah (Musa

Brachycarpa), 6) rumput laut kering (Eucheuma cottoni) yang dibeli dipasar Kayu

Agung, 7) tepung beras, 8) tepung ketan.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF)

dengan dua faktor perlakuan, yaitu (A) penambahan bubur rumput laut yang terdiri

dari 3 taraf perlakuan dan (B) Tepung beras ketan yang terdiri dari 2 taraf perlakuan.

Masing- masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

15

Page 16: Proposal Penelitian 2

1. A = Konsentrasi bubur rumput laut

A 1 = 0 %

A 3 = 5%

A 5 = 10 %

2. B = Konsentrasi tepung beras ketan

B1 = 0 %

B2 = 30 %

Keterangan: Penambahan bubur rumput laut dan tepung beras ketan adalah berat

total pisang.

D. Cara Kerja

Cara kerja dibagi menjadi dua tahap yaitu pembuatan bubur rumput laut dan

pembuatan behubus.

1. Bubur Rumput Laut

Proses pembuatan rumput laut menurut Lubis et al. (2013) adalah sebagai berikut :

1. Rumput laut kering dicuci,kemudian direndam di dalam air tawar sebanyak 10

kali berat rumput laut (sampai rumput laut terendam semua) selama 12 jam.

2. Rumput laut dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan

3. Rumput laut dipotong-potong kecil ± 2 cm. Rumput laut kemudian dihancurkan

menggunakan blender kecepatan 3000 rpm (tombol nomor 2) dengan

perbandingan air 1:1 selama ± 2 menit hingga menjadi bubur.

16

Page 17: Proposal Penelitian 2

2. Pembuatan Behubus

1. Pisang dikupas dan daging buah dihancurkan menggunakan gelas plastik didalam

baskom hingga lunak.

2. Daging buah pisang yang telah lunak ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan

kedalam baskom.

3. Kelapa parut 10 g, gula merah (tengguli) 15 g yang telah dihancurkan dan 20 g

tepung beras dicampurkan kedalam baskom disambil diaduk.

4. Bubur rumput laut dan tepung ketan ditambahkan sesuai perlakuan yaitu rumput

laut 0%, 4%, 8% dan tepung ketan 0%, 30%.

5. Campuran bahan diaduk selama ± 2 menit hingga tercampur rata.

6. Campuran bahan dibungkus dengan daun pisang berdiameter 15 cm.

7. Bahan yang telah dibungkus selanjutnya dikukus selama 20 menit pada suhu

100ºC.

17

Page 18: Proposal Penelitian 2

E. Parameter

Parameter yang diamati pada penelitian ini meliputi karakteristik fisik

(tekstur, warna), karakteristik kimia (kadar air, kadar abu, dan kadar serat kasar)

serta analisa sensoris (aroma, warna, tekstur, dan rasa).

1. Tekstur

Analisa tekstur menggunakan alat Texture Analyzer merk Brookfield dengan

cara kerja menurut AOAC (1995) dalam sudarmadji et al. (2007)sebagai berikut :

1. Probe tipe blade dipasangkan tepat diatas sampel.

2. Speed pada alat diatur.

3. Probe yang dipasang akan menekan tepat ditengah sampel.

4. Angka peak load dan final load dalam satuan gram force (gf) yang tertera pada

display dicatat.

2. Warna

Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan Color Reader. Menurut

Andarwulan et al. (2011) pengukuran warna dilakukan sebagai berikut:

1. Color reader terlebih dahulu dikalibrasi dengan plat standar bewarna putih.

2. Kepala optik ditempelkan pada plat putih, sehingga bagian putih dari plat

menghadap ke sumber sinar.

3. Skala pembacaan L*, a*, dan b* dipilih kemudian tekan tombol START

sehingga terbaca nilai L*, a*, dan b* .

4. Sampel diukur dengan menempelkan kepala optik, lalu tekan tombol START.

5. Hasil pengukuran sampel akan terbaca nilai L*, a*, dan b*.

18

Page 19: Proposal Penelitian 2

6. Nilai E dari setiap hasil pengukuran dihitung dengan rumus sebagai berikut :

∆ E ¿=√∆ L¿ 2+∆ a¿ 2+∆ b¿ 2

3. Kadar Air

Pengukuran kadar air menurut AOAC (1995) dalam sudarmdji et al. (2007)

yaitu sebagai berikut :

1. Cawan aluminium dibersihkan dan dipanaskan dalam oven selama 30 menit,

setelah itu dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang.

2. Sampel ditimbang sebanyak ± 3 g.

3. Sampel dimasukkan kedalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya.

4. Sampel dimasukkan kedalam oven pada suhu 105ºC selama 12 jam.

5. Cawan yang berisi sampel dikeluarkan dari oven dan didinginkan didalam

desikator kemudian ditimbang beratnya

6. Kadar air sampel dihitung dengan rumus kadar air basis basah dibawah ini :

Kadar air (basis basah )= Berat sampel awal−Berat sampel akhirBerat sampel akhir

x100 %

19

Page 20: Proposal Penelitian 2

4. Kadar Abu

Pengukuran kadar abu menurut AOAC (1995) dalam sudarmadji et al.,

(2007) menggunakan Muffle furnance sebagai berikut :

1. Cawan porselen dikeringkan didalam oven pada suhu 105ºC selama 30 menit,

kemudian cawan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit dan ditimbang

berat cawan kosong.

2. Sampel ditimbang sebanyak ± 2 g dan dimasukkan kedalam cawan porselen.

3. Cawan dan sampel dipanaskan dengan penangas listrik (sampai sampel tidak

berasap lagi dan berwarna hitam).

4. Sampel dimasukkan kedalam Muffle furnance pada suhu 300ºC hingga 500ºC

selama 12 jam hingga sampel berwarna putih.

5. Sampel dimasukkan ke oven suhu 105ºC selama 15 menit.

6. Sampel didinginkan didalam desikator selama 15 menit lalu dilakukan

penimbangan cawan dan sampel akhir.

7. Kadar abu dihitung menggunakan rumus :

Kadar abu(%)=W 2−W 0W 1−W 0

x100 %

Keterangan :

W0 = berat cawan kosong (g)

W1= berat cawan dan sampel sebelum pengabuan (g)

W2= berat cawan dan sampel setelah pengabuan (g)

20

Page 21: Proposal Penelitian 2

5. Kadar Serat Kasar

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan setelah diperlakukan

dengan asam atau alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa, dengan sedikit lignin dan

pentosa (Sudarmadji et al., 2007). Penentuan serat kasar pada behubus yang telah

ditambahkan rumput laut adalah sebagai berikut :

1. Sampel sebanyak 5 g dan diekstraksi lemaknya dengan soxhlet. Jika bahan

sedikit mengandung lemak, misalnya sayur-sayuran, gunakan 10 g bahan, tidak

perlu dikeringkan dan diekstraksi lemaknya.

2. Bahan dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer 600 ml.

3. Sebanyak 200 ml larutan H2SO4 mendidih (1,25 g H2SO4 pekat/100 ml = 0,255 N

H2SO4) ditambahkan dan ditutup dengan pendingin balik kemudian didihkan

selama 30 menit sambil digoyang-goyang.

4. Suspensi disaring melalui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam

Erlenmeyer dicuci dengan aquadest mendidih, cucilah residu dalam kertas saring

sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (uji dengan kertas lakmus).

5. Residu dari kertas dipindahkan secara kuantitasi ke dalam Erlenmeyer kembali

dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1,25 g

NaOH/100 ml = 0,313 N NaOH) sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk

kedalam labu Erlenmeyer. Didihkan dengan pendingin balik sambil digoyang-

goyang selama 30 menit.

6. Penyaringan dilakukan menggunakan kertas saring yang diketahui beratnya atau

krus Gooch yang telah dipijarkan dan diketahui beratnya, sambil dicuci dengan

21

Page 22: Proposal Penelitian 2

larutan K2SO4 10 %. Residu dicuci lagi dengan aquadest mendidih dan kemudian

dengan lebih kurang 15 ml alkohol 95 %.

7. Kertas saring dikeringkan atau krus dengan isinya pada 110ºC sampai berat

konstant (1 hingga 2 jam), dinginkan dalam desikator dan timbang.Perhitungan

kadar serat kasar menggunakan rumus berikut :

Kadar serat kasar (% )=Berat sampel awal−Berat kertas saringBerat sampel akhir

x 100 %

6. Uji Organoleptik

Penilaian terhadap aroma, warna, tekstur dan rasa behubus dilakukan dengan

menggunakan metode uji organoleptik. Pengujian dilakukan terhadap 25 orang

panelis semi terlatih. Sampel diletakkan di atas piring dan diberi kode 3 digit secara

acak. Panelis diminta untuk memberikan penilaian kesukaan terhadap aroma

(mencium), warna (melihat), tekstur (memotong), dan rasa (mencicipi) kemudian

memberikan skor dengan skala sebagai berikut :

1 = sangat tidak suka

2 = tidak suka

3 = suka

4 = sangat suka

DAFTAR PUSTAKA

22

Page 23: Proposal Penelitian 2

Achyadi, N.S., E. Turmale, Rostikasari dan Garnida. 2004. Pengaruh konsetrasi santan dan lama penumbuhan terhadap mutu opan ketan (Oryza sativa glutinosa). Prosiding seminar nasionaal makanan tradisional. Universitas brawijaya. Malang. 14 : 445-456.

American Dietetic Association. 2008. Position of the American Dietetic Association: Health Implications of Dietary Fiber. J. Am Diet Assoc. 108 (10): 1716-1731

Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

Anonim. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Depkes RI. Bharatara Karya Aksara. Jakarta

Ariyani,Mega. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Duri Ikan Lele Dumbo (Clarias gari epinus) dan Bubur Rumput Laut (Eucheuma cottoni) terhadap Kadar Kalsium dan Serat kasar serta Kesukaan Kerupuk.Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro.

Astawan, M. 1999. Penggunaan Serat Makanan untuk Pencegahan Berbagai Penyakit Degenaratif. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 3 (2) : 41-51.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2012. Produksi buah-buahan di Indonesia

Basri, S. 1995. Kamus Kimia. Rineka Cipta. Jakarta.

Berhimpon, s. 2001. Industri pangan hasil bernilai tinggi (valuable commodities) salah satu unggulan agroindustri sulawesi utara. Makalah seminar disajikan pada PATPI. Manado. 25 januari 2001.

Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Hortikultura, 2005. Pasca Panen, Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pisang.

Hastari, R. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Pelepah dan Batang Tanaman Pisang Ambon (Musa paradisiacal var. sapientum) terhadap Staphylococcus aureus. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro

Heckman. 1977. Starch and its Modification for the Food Industry, di dalam H. D. Graham (ed) Food Colloids. The Avi Publishing Company Inc. Wesport. Connecticut

Herpandi. 2005. Rumput Laut (Review). Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor. IPB

23

Page 24: Proposal Penelitian 2

Houston, D.F. 1972. Rice bran and polish. The American Association of Cereal Chemistry, Inc. St. Paul

Indriyani, Ari. 2007. Cookies Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) dengan Pengkayaan Serat Pangan. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. Universitas Gadja Mada.

Juliano, B.O. 1985. Report of Cooperative Test on Amylography of Milled Rice Flour for Viscisity and Starch Gelatinization Temperature. International Association of Cereal Chemistry Working Group. 21/11. International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna, The Philipnes.

Koswara, sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Beras. Ebook pangan. Com (diakses pada tanggal 1 mei 2014)

Kusharto, Clara. 2006. Serat Makanan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), IPB. Jurnal Gizi dan Pangan. 1(2): 45-54

Lubis, Y.M., Erviza N.M., Ismaturrahmi dan Fahrizal 2013. Pengaruh Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma cottoni) dan Jenis Tepug pada Penambahan Mie Basah. Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Syiah Kuala Lumpur. J. Rona Teknik Pertanian. 6 (1) : 413-420.

Luthony, TL. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pagiriani, Indah. 2002. Perananan Beberapa Jenis Bahan Pengental terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Organoleptik Cuko Pempek. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya

Purwiyatno, Hariyadi. 2010. Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian Pangan. Southeast Asian Food & Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, LPPM, IPB Bogor. 19 (4) : 295-301

Rosyidi, Djalal dan Prakoso, A.S.D. 2008. Pengaruh Penggunaan Rumput Laut Terhadap Kualitas Fisik dan Organoleptik Chicken Nuggets. Universitas Brawijaya. J. Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 3(1) : 43-51

Rukmana, R. 2003. Budidaya Kelapa. Kanisius. Yogyakarta.

Sabana, Setiawan. 2007. Nilai Estetik pada Kemasan Makanan Tradisional Yogyakarta. Fakultas Seni Rupa. InstituteTeknik Bandung. J. Vis. Art. 1 (1) : 10-25.

Santoso, Agus. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unwidha Klaten. Magistra. 23 (75) : 35-40

24

Page 25: Proposal Penelitian 2

Schwartz. J. and Zelinski. J. 1978. The binding and desintegrant properties of the corn starch fraction: Amylose and amylopectin. Drug Development and Industrial Pharmacy, 19(9): 1037-1046

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sulistyowati, H. 2003. Struktur Komunitas Seaweed (Rumput Laut) di Pantai Pasir Putih Kabupaten Situbondo. Jurnal Ilmu Dasar 4 (1): 58-61.

Susanto dan Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu.Surabaya.

Suwandi, R., Setyaningsih,I., Riyanto,B., Sadi.,U. 2002. Rekayasa Proses Pengolahan dan Optimasi Produksi Hidrokolid Semi Basah (Intermediate Moistue Food) Dari Rumput Laut. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinngi Tahuan Anggaran 2001/ 2002. Bogor. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institute Pertanian Bogor.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. Cetakan ke-II. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Widianarko, B., Retraningsih, C., Sumardi, Linda,Pratiwi, AR., Lestari, S. 2002. Teknologi Nutrisi dan Keamanan Pangan. Grasindo. Jakarta.

Lampiran 1. Proses Pembuatan Bubur Rumput Laut.

25

Page 26: Proposal Penelitian 2

Rumput laut kering

Bubur rumput laut

Lampiran 2. Proses Pembuatan Behubus

26

Perendaman(±12 jam)

Pencucian

Pemotongan(±2 cm)

Penirisan

Pengecilan ukuran(tombol no.2, ± 2menit)

Page 27: Proposal Penelitian 2

Pisang

Pisang 100 g, kelapa parut 10 g,gula merah (tengguli)15 g, tepung beras 10 g.

Bubur rumput laut 0 %, 2 %, 4 %, 6%, 8 %

Behubus

Lampiran 3. Lembar Quisioner Uji Organoleptik

27

Penghancuran daging buah

Pengupasan

Pencampuran dan pengadukan

Penambahan bubur rumput laut(sesuai perlakuan)

Pengukusan(±20 menit, suhu 100ºC

Pengemasan

Page 28: Proposal Penelitian 2

QUISIONER

Tanggal : Nama :Jenis Kelamin :Umur :

Di hadapan saudara disajikan beberapa sampel behubus. Saudara diminta untuk memberikan penilaian kesukaan terhadap aroma (dengan mencium), warna (dengan melihat), tekstur (dengan menekan), dan rasa (dengan mencicipi) dengan cara memberikan angka sesuai ketentuan sebagai berikut : 1 = sangat tidak suka2 = tidak suka3 = suka4 = sangat suka

Kode Sampel Aroma Warna Tekstur Rasa675967589126432

Lampiran 4. Behubus

28

Page 29: Proposal Penelitian 2

29