1 A. JUDUL PENELITIAN Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Hasil Belajar Fisika Dasar II Melalui Perancangan Problem Solving Berbasis Hyperphysics B. BIDANG ILMU Pendidikan Fisika C. PENDAHULUAN Dalam struktur kurikulum Program Fisika dan Pendidikan Fisika, mata kuliah Fisika Dasar II merupakan mata kuliah dasar yang memiliki kedudukan sangat strategis. Isi mata kuliah Fisika Dasar II dimaksudkan untuk memberikan bekal kepada mahasiswa TPB Fisika memasuki mata kuliah-mata kuliah pada siklus II seperti Listrik Magnet, Fisika Modern, Gelombang Optik, Laboratorium Fisika I dan II, Laboratorium Fisika Sekolah dan Seminar Fisika. Sehingga keberhasilan mahasiswa dalam memahami materi Fisika Dasar II menentukan keberhasilannya pada mata kuliah-mata kuliah siklus II di atasnya. Berdasarkan pengalaman kami selama mengajar Fisika dasar II selama 7 tahun, hampir sebagian besar mahasiswa TPB mengalami kesulitan dalam memahami materi Fisika Dasar II. Pola pembelajaran lama yang lebih menitikberatkan pada mahasiswa, secara psikologi justru lebih menekan mahasiswa. Tekanan ini makin berat dirasakan oleh mahasiswa karena dosen hanya memberikan anjuran-anjuran terhadap buku-buku referensi yang sulit dipahami oleh mahasiswa tanpa memfasilitasi mahasiswa sehingga mereka tidak mendapatkan kemudahan dalam mengembangkan keterampilan intelektualnya. Kondisi ini mengakibatkan perolehan nilai Fisika Dasar II baik secara kualitatif maupun kuantitatif belum memuaskan (Tabel I)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
A. JUDUL PENELITIAN
Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Hasil Belajar Fisika Dasar II Melalui Perancangan Problem Solving Berbasis Hyperphysics
B. BIDANG ILMU
Pendidikan Fisika C. PENDAHULUAN
Dalam struktur kurikulum Program Fisika dan Pendidikan Fisika, mata kuliah
Fisika Dasar II merupakan mata kuliah dasar yang memiliki kedudukan sangat
strategis. Isi mata kuliah Fisika Dasar II dimaksudkan untuk memberikan bekal
kepada mahasiswa TPB Fisika memasuki mata kuliah-mata kuliah pada siklus II
seperti Listrik Magnet, Fisika Modern, Gelombang Optik, Laboratorium Fisika I
dan II, Laboratorium Fisika Sekolah dan Seminar Fisika. Sehingga keberhasilan
mahasiswa dalam memahami materi Fisika Dasar II menentukan keberhasilannya pada
mata kuliah-mata kuliah siklus II di atasnya.
Berdasarkan pengalaman kami selama mengajar Fisika dasar II selama 7 tahun,
hampir sebagian besar mahasiswa TPB mengalami kesulitan dalam memahami materi
Fisika Dasar II. Pola pembelajaran lama yang lebih menitikberatkan pada mahasiswa,
secara psikologi justru lebih menekan mahasiswa. Tekanan ini makin berat dirasakan
oleh mahasiswa karena dosen hanya memberikan anjuran-anjuran terhadap buku-buku
referensi yang sulit dipahami oleh mahasiswa tanpa memfasilitasi mahasiswa sehingga
mereka tidak mendapatkan kemudahan dalam mengembangkan keterampilan
intelektualnya. Kondisi ini mengakibatkan perolehan nilai Fisika Dasar II baik secara
kualitatif maupun kuantitatif belum memuaskan (Tabel I)
2
Tabel I Data Kelulusan Mahasiswa TPB Fisika
Pada Mata Kuliah Fisika Dasar II Dalam Empat Tahun Terakhir
Tahun Kuliah
Jumlah Mahasiswa
Kuantisasi Lulusan Kualitas Lulusan Lulus Tidak
Lulus Nilai
A Nilai
B Nilai
C Nilai
D 99/00 116 66
(56%) 50
(44%) 6
(9%) 14
(21%) 33
(50%) 13
(20%) 00/01 119 74
(62%) 45
(38%) 8
(10%) 17
(22%) 32
(43%) 17
(25%) 01/02 122 72
(59%) 50
(41%) 8
(10%) 19
(26%) 32
(44%) 13
(41%) 02/03 129 78
(60%) 51
(40%) 9
(11%) 17
(21%) 36
(46%) 16
(22%) Sumber : Koordinator TPB Fisika Dasar
Data diatas memberikan isyarat bahwa dosen perlu segera melakukan
perbaikan dalam perkuliahan Fisika Dasar II. Banyak faktor yang mempengaruhi
kuantitas dan kualitas kelulusan mahasiswa pada mata kuliah Fisika Dasar II, terutama
untuk mahasiswa TPB jurusan Pendidikan Fisika, yaitu: Media pembelajaran,
tindak lanjut, dan lain sebagainya. Inovasi pada program ini memprioritaskan pada
faktor media pembelajaran, perencanaan perkuliahan dan penyajian materi perkuliahan.
Sehingga diharapkan melalui program ini kualitas maupun kuantitas kelulusan Fisika
Dasar II dapat ditingkatkan.
Beradasarkan pemikiran di atas, maka diperlukan pemapanan peranan struktur
ilmu dalam tugas mengembangkan kurikulum melalui peranan materi subyek sebagai
salah-satu komponen penting PBM. Sehingga dalam hal ini kami akan membuat inovasi
pembelajaran dengan urutan pekerjaan sebagai berikut : Langkah pertama adalah
merancang program pengembangan model analisis struktur pengetahuan materi Fisika
Dasar II untuk melihat keutuhan badan Fisika Dasar II itu sendiri. Langkah kedua adalah
membuat daftar kata kunci untuk setiap pokok bahasan. Langkah ketiga adalah
mengembangkan lembar problem solving berbasis hyperphysics (PSBH) untuk setiap
pokok bahasan . Langkah keempat adalah mengujicoba semua produk yang dihasilkan
pada langkah 1,2 dan 3, untuk selanjutnya baik kualitas produk yang dihasilkan maupun
3
kualitas dan kuantitas hasil belajar mahasiswa Fisika Dasar II yang menggunakan produk
tersebut dalam pembelajarannya dievaluasi secara cermat.
Pada akhir kegiatan penelitian ini dihasilkan sebuah set problem solving Fisika
Dasar II untuk setiap topik yang sudah teruji (melalui Penelitian Tindakan Kelas),
sebagai tambahan inovasi dalam proses pembelajarannya, untuk mempermudah
pembangunan peta konsep Fisika Dasar II pada setiap topik bahkan untuk keseluruhan
materi Fisika Dasar II. Problem solving yang dihasilkan dirancang dengan berlandaskan
pada konsep hyperphysics, sehingga memungkinkan pembelajar untuk dapat membuat
peta konsep secara efisien dan efektif. Disamping itu set problem solving ini juga
memberikan kemudahan belajar bagi pembelajar. Hal ini dikarenakan sifat problem
solving ini yang memungkinkan pembelajar terpandu untuk membangun konsep-konsep
Fisika Dasar II secara terorganisir dan bertahap.
Dalam journal-journal pendidikan baik Nasional maupun Internasional telah
terjadi perubahan kesadaran sehingga terjadi pergeseran paradigma dalam Proses Belajar
Mengajar (PBM), dimana fenomena PBM bukan sekedar fenomena psikologi, tetapi
fenomena materi subyek dan wacana membangun pengetahuan. Sehingga PBM,
pengajar, pembelajar dan materi subyek harus dilihat sebagai hubungan ketergantungan
dalam membangun pengetahuan.
Beradasarkan pemikiran di atas, dalam usulan penelitian ini kami mencoba
untuk memapankan peranan struktur ilmu dalam tugas mengembangkan kurikulum
melalui peranan materi subyek sebagai salah-satu komponen penting PBM. Sehingga
kami mengajukan program inovatif berupa Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Hasil
Belajar Fisika Dasar II Melalui Perancangan Problem Solving Berbasis Hyperphysics
Melalui proses pembelajaran problem solving berbasis hyperphysics (PSBH),
keterampilan intelektual pembelajar sebagai salah satu hasil proses belajar dapat
dikembangkan secara lebih efisien. Dalam kaitan ini, Gagne (dalam Ratna Wilis
Dahar,1991) mengintroduksikan sebuah metoda yang dapat menstimulasikan
perkembangan intelektualitas seseorang melalui belajar menggunakan metoda problem
solving.
4
Metoda pembelajaran problem solving, dikontraskan dengan metoda solved
problem, menghendaki tidak saja kejelasan strategi yang diterapkan oleh dosen maupun
mahasiswa, kurikulum (Satuan Acara perkuliahan atau SAP) sebagai bahan rujukan
dosen termasuk di dalamnya media dan metoda yang digunakan, serta masalah atau
topik-topik (problem) yang dihadapi, tetapi juga sejauh mana dosen dapat
mempersiapkan sebuah materi pembelajaran dengan konsep-konsep yang terstruktur
secara sistematis sehingga mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan
intelektualnya secara maksimal.
Berdasarkan infomasi yang peneliti dapatkan dari media internet, metoda
pembelajaran problem solving untuk mata pelajaran fisika, sekarang ini tengah
dikembangkan oleh William Gerace, Robert Dufresne, Wiliam Leonard, dan Jose Mestre
di Department of Physics and Astronomy, University of Massachusetts melalui
Pendekatan MINDS.ON PHYSICS (MOP), yaitu Pengembangan Konsep
Berdasarkan Keterampilan Problem-Solving Dalam Fisika. Sukses yang diperoleh
kelompok ini dalam uji coba selama kurang lebih 10 tahun (sampai dengan tahun 1999)
menunjukkan salah satu keungggulan metoda problem solving. Mereka mencatat bahwa
sistem pembelajaran ini mampu mereduksi secara signifikan kelemahan dan kesalahan
yang pada umumnya dilakukan pembelajar di tingkat SMU dan College pada bidang
studi fisika. Namun dalam penelitian ini problem solving yang dikembangkan berbasis
hyperphysics. Konsep hyperphysics ini sekarang sedang dikembangkan di banyak negara
maju, terutama yang didasarkan pada hypertext . Dalam penelitian ini, konsep hypertext
tidak dijalankan secara utuh, karena konsep ini hanya digunakan untuk merancang
problem solving saja.
Perjuangan panjang yang memakan waktu hampir 10 tahun yang dilakukan
oleh staf Dosen di lingkungan FPMIPA UPI untuk bekerjasama dengan proyek JICA dari
Jepang kini telah membuahkan hasil. Setelah kami identifikasi, banyak sekali alat-alat
praktikum maupun untuk demonstrasi yang telah diterima, berhubungan langsung dengan
materi perkuliahan Fisika Dasar II. Karena hibah yang diberikan pemerintah Jepang itu
tiada lain adalah untuk meningkatkan hasil belajar MIPA, maka Oleh karena itu untuk
penyediaan media pada pembelajarannya akan memberdayakan semua fasilitas tersebut.
5
D. PERUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini akan dikembangkan model Analisis Struktur Pengetahuan
Materi (ASPM) Fisika dasar II pada Struktur Kurikulum Pendidikan Fisika dan Fisika
Pendidikan Tinggi yang berpijak pada asumsi-asumsi constructivist. Kemudian Model
yang telah dikembangkan akan diterapkan pada perancangan Problem Solving Berbasis
Hyperphysics (PSBH), untuk selanjutnya diukur konstribusinya terhadap peningkatan
keterampilan intelektual mahasiswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pokok dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
♦ Model Analisis Struktur Pengetahuan Materi (SPM) Fisika Dasar II yang
bagaiamana untuk merancang Problem Solving Berbasis Hyperphysics
(PSBH) untuk mahasiswa program pendidikan fisika dan fisika di Perguruan
Tinggi.
♦ Bagaimanakah konstribusi PSBH terhadap keterampilan intelektual
pembelajar.
E. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka penelitian ini
bertujuan :
1) Mencari Model Analisis Struktur Pengetahuan Materi (ASPM) Fisika Dasar
II yang dapat menunjang Problem Solving Berbasis Hyperphysics
(PSBH), sehingga diperoleh komponen panduan belajar Fisika Dasar II
yang mudah ajar, yang selanjutnya dapat dikembangkan untuk materi fisika
yang lainnya, agar pembelajaran fisika menjadi menarik dan berguna.
2) Untuk memperoleh informasi empiris tentang kemampuan mahasiswa pada
tiap tahap keterampilan intelektual pada semua pokok bahasan Fisika Dasar
II yang ada pada Struktur Kurikulum Program Studi Fisika dan Program
Studi Pendidikan Fisika Pendidikan Tinggi.
3) Untuk memperoleh kemampuan keterampilan intelektual mahasiswa
berdasarkan tingkat kompleksitasnya pada tiap pokok bahasan Fisika dasar II
6
yang ada pada Struktur Kurikulum Program Studi Fisika dan Program Studi
Pendidikan Fisika Pendidikan Tinggi.
4) Mengetahui sejauh mana konstribusi PSBH untuk semua pokok bahasan
Fisika Dasar II yang ada pada Struktur Kurikulum Program Studi Fisika dan
Program Studi Pendidikan Fisika Pendidikan Tinggi terhadap keterampilan
intelektual mahasiswa .
F. KONSTRIBUSI HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini akan dikembangkan model analisis struktur pengetahuan
materi Fisika Dasar II untuk membangun Problem Solving Berbasis Hyperphysics
(PSBH) untuk mahasiswa program pendidikan fisika dan program fisika di Perguruan
Tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan belajar Fisika Dasar II .
Pengembangan PSBH dimaksudkan agar diperoleh komponen panduan belajar
Fisika Dasar II yang memiliki kriteria mudah ajar dan meningkatkan keterampilan
intelektual mahasiswa. Kriteria mudah ajar untuk menanggulangi kesulitan mahasiswa
dalam mempelajari konsep-konsep dasar Fisika Dasar II untuk memudahkan mempelajari
fisika lebih lanjut. Peningkatan keterampilan intelektual mahasiswa berkonstribusi dalam
menyiapkan lulusan yang adaptif terhadap perkembangan.
Disamping itu Penelitian ini memberikan peluang kepada dosen pemegang
matakuliah Fisika Dasar II untuk meningkatkan kepakarannya baik dalam
pengembangan materi ajarnya maupun dalam pengembangan PBM-nya.
Sehingga Konstribusi yang paling dominan dari penelitian ini adalah terhadap pemecahan masalah pembangunan ( Kategori Penelitian II) . G. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prinsip Fleksibilitas Kognisi, Konstruktivisme, dan Hypertext
Pengembangan penelitian pendidikan, terutama pendidikan IPA, perlu dilihat
secara menyeluruh mulai dari problematika yang melanda teori-teori yang mendasari
PBM, metodologi, hingga formatnya. Permasalahan yang muncul setelah pendewasaan
teori ini mencapai tingkat tertentu adalah bagaimana meningkatkannya menjadi upaya
yang produktif; tidak sekedar analisis, atau pengujian, atau pengukuhan.
7
Upaya meningkatkan teori ke arah yang lebih produktif, hanya mungkin jika
metodologi yang digunakan dapat menandingi kompleksitas permasalahan yang dihadapi.
Umpamanya, mampukah metodologi yang secara historis merupakan metodologi dari
disiplin tertentu menangani masalah PBM yang sebenarnya merupakan lahan yang
sifatnya antar-disiplin? Sudah dapat dipastikan bahwa jawabannya adalah “tidak
mungkin”, karena akan terjadi kekeliruan eksplanasi, dimana masalah yang ingin
dijelaskan (eksplanandum) lebih rendah kategorinya dari teori yang digunakan
(eksplanasi).
Kesalahan ini walaupun bukan merupakan hal yang baru, sering melanda teori
pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Spiro dkk. Tidak dilibatkannya materi
subyek dalam banyak teori pembelajaran, menyebabkannya kurang menarik bagi pakar-
pakar disiplin keilmuan; karena ini mengingkari kondisi ill-structured dan case to case
irregularity dari keilmuan lanjutan. Kondisi ill-structured berkenaan dengan sifat
kompleksitas pengetahuan yang ditampilkan dalam berbagai representasi (multiple
representation) sesuai dengan kasus pendidikan, bukan tunggal sebagai asumsi teori
pembelajaran pada umumnya. Sedangkan Case to case irregularity berkenaan dengan
tidak mungkinnya suatu rumus atau aturan diterapkan secara uniform tanpa
memperlihatkan kondisi keunikan suatu kasus terhadap kasus lainnya.
Lahan PBM merupakan ‘unclaimed territory’ yang merupakan lahan disiplin
keilmuan tertentu untuk mengembangkan sayap. Jadi lahan ini adakalanya secara sepihak
menjadi lahan tertentu dari disiplin keilmuan, diantaranya, psikologi (dalam wujud teori
pembelajaran) dan IPA (dalam bentuk vak didaktisch). Upaya memadukan disiplin
keilmuan berbasis pada PBM, kiranya cukup sulit. Tetapi nampaknya kesulitan utama
adalah perlunya disiplin keilmuan ketiga yaitu analisis wacana yang dapat secara cermat
melihat materi subyek dari kedua disiplin tersebut. Lebih penting lagi adalah perlunya
upaya memetakan kedua disiplin keilmuan ini dengan menganggapnya terlebih dahulu
sebagai fenomena wacana, agar teori dan hukum-hukum dalam analisis wacana dapat
diberlakukan. Oleh karena itu aspek epistemologi dari teori tersebut perlu dikaji secara
mendalam dan kemudian mengupayakan penghalusan-penghalusan yang diperlukan.
Kelangsungan pengembangan suatu ilmu tidak akan terlepas dari dasar
disiplin seperti yang dirumuskan dalam epistemologinya. Contohnya ,disiplin psikologi
8
perlu membatasi pekerjaannya pada aspek perilaku dari komponen pelaku-pelaku PBM.
Hal ini memberikan konsekuensi bahwa komponen materi subyek tereduksi menjadi
tujuan pembelajaran. Kondisi ini oleh Spiro dkk dianggap sebagai penyebab dari tugas
mengkaji menjadi bias. Kondisi inilah yang menjadi sumber permasalahan yang telah
menyebabkan analisis tidak mampu sampai kepada akar permasalahan menurut
kesehariannya. Hal yang sama juga berlaku untuk vak didaktisch, karena tidak
melibatkan komponen pembelajar dan komponen pengajar menurut aspek psikologi dari
PBM. Dari pihak pedagogi, kondisi yang sama juga terjadi,dimana aspek psikologi dan
aspek materi subyek tidak dilibatkan.
Sekali lagi, yang berlaku sebagai eksplanandum adalah ketiga disiplin
keilmuan tersebut, yaitu : psikologi pembelajaran, disiplin keilmuan yang diwakili oleh
materi subyek, dan pedagogi umum. Pertanyaan berikutnya adalah ilmu mana yang dapat
difungsikan sebagai eksplanan? Jawabannya cukup pasti, yaitu bahwa fungsi tersebut
dimiliki oleh analisis wacana, karena PBM adalah fenomena wacana.
Secara implisit peranan analisis wacana bukan hanya dalam memperkaya
metodologi yang ada selama ini, melainkan membawa teori tersebut mampu mengatasi
kerumitan PBM. Lebih penting lagi adalah bahwa pekerjaan dari Spiro dkk ini
menampilkan benang merah yang menghubungkan kognisi, konstruktivisme, dan teks,
yang selama ini jarang dilakukan. Selama ini, pembicaraan konstruktivisme dilakukan
terlepas dari keutuhan dan keseharian PBM. Hal ini mengakibatkan bahwa klaim yang
dirumuskan tidak sejalan dengan kondisi yang ada. Mungkin sekali bahwa pelaksanaan
suatu PBM diklaim telah dirancang menurut konstruktivisme, tetapi peralatan kognitif
yang lama dari teori pembelajaran masih tetap secara patuh digunakan.
Hypertext adalah alternatif untuk mengatasi sifat ill-structured dan case to
case irregularity. Sifat ill-structured dan case to case irregularity dari pengetahuan
lanjutan menuntut bahwa pengembangan teori pembelajaran dan pengajaran perlu
memperhatikan sifat dasar ini. Kalau tidak, sifat ini menjadi penghambat tercapainya
tujuan pembelajaran yang lebih tinggi; yaitu penguasaan atas kerumitan konseptual dan
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan secara mandiri dalam situasi yang
berbeda dengan situasi sewaktu pengetahuan tersebut diajarkan. Dalam konteks
pemrosesan, ini tidak sekedar memanggil paket pengetahuan yang ada, tetapi juga
9
perlunya mengorganisasikan bagian-bagian pengetahuan agar bersifat adaptif terhadap
tuntutan dan situasi yang baru. Inilah yang dimaksud fleksibilitas dari kognisi.
Pemrosesan ini dapat dikembangkan melalui penggunaan suatu sistem hypertext yang
berbasis teori tertentu.
Sifat dari hypertext adalah pengorganisasian informasi yang tidak seperti
sebagaimana lazimnya, yaitu sekuensial; melainkan sejalan dengan pemrosesan
komputer, yaitu, random acces. Sifat ini kiranya memberikan kesempatan kepada
pembelajar untuk terlebih dahulu mengorganisasikan paket-paket informasi menurut
kebutuhannya, baru kemudian digunakan atau diterapkan terhadap tugas yang dihadapi
menurut konteksnya. Dengan melaksanakan proses ini secara terus-menerus, maka akan
meningkatkan dan memapankan kemampuan cognitive flexibility dari pembelajar yang
merupakan kondisi yang dituntut oleh pengetahuan lanjutan.
Spiro tidak menyebutkan secara khusus teori yang dapat dijadikan dasar bagi
pengembangan hypertext. Untuk mengatasi ini, barangkali pertanyaan penting yang perlu
diajukan adalah : Apakah struktur makro mampu mengatasi ill-structured dan case to
case irregularity dari materi subyek ? Sebelum ini dijawab, perlu diketahui bahwa
struktur makro dibangun dengan mengintegrasikan struktur dari materi subyek dan
struktur wacana. Jika struktur makro dijadikan dasar bagi pengembangan hypertext,
pertanyaan lanjutannya adalah : Apakah sifat random acces dari komputer dapat
dipelihara? Jawabannya bukan hanya dapat, melainkan dapat dikelola sesuai dengan
kriteria dari eksplanasi pedagogi, yaitu agar pengetahuan lanjutan mudah diajarkan dan
mudah dijangkau. Sifat random acces dari komputer tersebut dapat dibuat lebih efektif
dengan membedakannya menurut dimensi progresi dan dimensi eleborasi, yaitu
berdasarkan kognitif (rasional) pembelajar dan keterampilan intelektual dari materi
subyek.
Sebagai tambahan pemikiran dalam membangun hypertext, akan diupayakan
pendekatan MINDS.ON PHYSICS (MOP), yaitu pengembangan konsep berdasarkan
keterampilan problem-solving dalam fisika.Pendekatan MOP adalah pendekatan yang
didasarkan pada asumsi constructivist dalam mengembangkan konsep fisika berdasarkan
keterampilan problem-solving. Pendekatan ini telah dan sedang dikembangkan selama 10
10
tahun oleh William Gerace, Robert Dufresne, William Leonard dan Jose Mestre di
University of Massachusetts.
Asumsi-asumsi constructivist pada pendekatan MINDS.ON PHYSICS (MOP)
adalah sebagai berikut (Wiliam Gerace et.al.,1999) :
(a) Knowledge is constructed, not transmitted (only information is transmitted).
Artinya bahwa pengetahuan itu harus dibangun, tidak sekedar ditransfer begitu
saja.
(b) Prior learning filters all experiences and therefore impacts subsequent
learning. Artinya bahwa proses belajar sebelumnya memfilter pengalaman-
pengalaman belajar yang dialami pembelajar dan hal ini berpengaruh pada
proses belajar selanjutnya.
(c) Initial understanding is local, not global. Artinya bahwa pengetahuan awal
itu bersifat lokal dan sementara serta tidak global dan permanen.
(d) Building useful knowledge structures requires effort. Artinya bahwa
membangun suatu pengetahuan yang terstruktur serta mudah digunakan dan
diakses itu memerlukan usaha dan kerja keras.
2. Struktur Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Materi Subyek
Struktur ilmu memegang peran yang sangat penting dalam pengembangan
Kurikulum melalui perananan materi subyek sebagai salah satu komponen penting Proses
Belajar Mengajar (PBM). Struktur ilmu memberikan kejelasan posisi materi subyek
sebagai pengetahuan dan pemahaman atas fakta, konsep, dan prinsip, bagaimana
pengetahuan ini diorganisasi, dan pengetahuan disiplin keilmuannya mengenai
konsep. Beberapa perumusan-perumusan konseptual dan matematis pada tiap-
tiap topik bahasan, sengaja diberikan kepada pembelajar untuk dapat
memperolehnya sendiri dibawah arahan guru. Dengan demikian pengetahuan
terstruktur dari pembelajar diharapkan dapat terbangun. Penggunaan media
pembelajaran seperti gambar-gambar illustrasi, kediatan demonstrasi serta
percobaan di laboratorium akan lebih dikedepankan dan dikoordinasikan
secara terpadu dengan kegiatan praktikum. Disini, aktivitas pembelajar lebih
dikedepankan untuk setiap usaha-usaha pengkonstruksian pengetahuan dan
perolehan konsep.
4. Kata-kata kunci. Pada sesi ini pembelajar akan mengetahui informasi tentang
konsep-konsep inti, kaidah-kaidah pokok yang bersifat prinsipil, keterkaitan
antar konsep yang harus diberi tekanan.
5. Referensi. Seksi ini ditujukan untuk memberikan informasi tentang bahan ajar
yang sifatnya memperkaya dan memperdalam konsep-konsep yang sedang
dibahas. Informasi tersebut sejauh mungkin diberikan selengkap dan seakurat
mungkin.
6. Evaluasi. Pada seksi terakhir ini, konsep-konsep yang ada pada setiap bahasan
akan kembali dikonstruksikan melalui pemberian pertanyaan-pertanyaan
evaluatif dan soal-soal latihan. Sejauh diperlukan, strategi penyelesaian untuk
pertanyaan-pertanyaan dan soal-soal tersebut akan diberikan. Keberhasilan
pembelajar dalam menyelesaikan setiap pertanyaan dan soal tersebut akan
22
digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran dan menjadi
bahan pertimbangan bagi proses pembelajaran berikutnya.
2) Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
berbasis kelas. Secara singkat penelitian tindakan kelas didefinisikan sebagai bentuk
kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meninggikan
kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas,
memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta
memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk
mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, penelitian tindakan kelas dilaksanakan berupa
pengkajian berdaur (cyclical) yang terdiri atas 4 tahap yaitu :
Gambar 1 Kajian Berdaur 4 tahap penelitian tindakan kelas Setelah dilakukan perenungan atau refleksi yang mencakup analisis, sintesis, dan
penilaian terhadap hasil pengamatan proses serta hasil tindakan tadi, kemungkinan
muncul permasalahan atau pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian, sehingga pada
gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang. Dalam penelitian ini hanya akan dilakukan
untuk 3 siklus saja.
MERENCANAKAN
MELAKUKAN TINDAKAN
MENGAMATI
MEREFLEKSI
23
Penelitian ini akan dilakukan di Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia kepada mahasiswa semester genap yang mengambil perkuliahan
Fisika Dasar II yang berjumlah 135 orang.
Pendekatan yang akan digunakan adalah campuran antara qualitatif dan quantitatif
yang akan dilaksanakan melalui perlakuan ( ceramah, demonstrasi,diskusi, eksperimen
dengan pendekatan teknik), observasi kelas, wawancara, dan tes.
Langkah-langkah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan model Analisis Struktur Pengetahuan Materi (ASPM) Fisika
Dasar II yang berpijak pada asumsi-asumsi constructivist
2. Merancang paket program Problem Solving Berbasis Hyperphysics (PSBH)
Fisika Dasar II untuk setiap pokok bahasan.
3. Merancang instrumen untuk mengukur keterampilan intelektual mahasiswa.
4. Mengadakan studi eksplorasi untuk memahami kondisi kelas dan mahasiswa.
Hal ini dimaksudkan untuk menggali informasi tentang keadaan mahasiswa
secara akademik.
5. Melaksanakan pembelajaran untuk suatu topik tertentu dengan berdasarkan
model pembelajaran yang telah dirancang .
6. Mengadakan refleksi berdasarkan pada hasil studi eksplorasi dan diikuti dengan
perencanaan tindakan siklus kedua, sekaligus memperbaiki kelemahan model
analisa struktur materi termodinamika yang telah dirancang.
7. Melakukan tindakan atau perlakuan pada mahasiswa dalam kelas, dan pada
saat yang sama melakukan observasi kelas dan refleksi, dan seterusnya sampai
siklus ketiga, sehingga pada akhir penelitian ini dihasilkan suatu model analisa
pengetahuan materi termodinamika yang telah dikembangkan dan diujicoba
melalui siklus I,II dan III, yang mampu menunjang pembelajaran PSBH untuk
meningkatkan keterampilan intelektual mahasiswa.
8. Menulis draft laporan sementara.
9. Diseminasi hasil temuan sementara melalui diskusi dan semilok baik lokal,
regiaonal, maupun nasional.
10. Publikasi artikel.
24
Semua pokok bahasan Fisika Dasar II akan dikembangkan model analisis
struktur pengetahuan materinya dengan berpijak pada asumsi-asumsi constructivist.
Kemudian Model yang telah dikembangkan akan digunakan untuk merancang Problem
Solving Berbasis Hyperphysics (PSBH), untuk selanjutnya diukur konstribusinya
terhadap peningkatan keterampilan intelektual mahasiswa.
Untuk menunjang pelaksanaan penelitian ini, akan dirancang alat pengumpul
data sebagai berikut :
• Untuk mengukur kehandalan Model Analisis Struktur Pengetahuan Fisika
Dasar II pada masing-masing pokok bahasan, akan dibuat format
judgement yang akan menjaring pendapat para pakar dibidangnya masing-
masing terhadap Model tersebut.
• Untuk mengukur keadaan awal mahasiswa sebelum mendapatkan proses
pembelajaran PSBH untuk masing-masing pokok bahasan, akan dibuat
soal pre-test.
• Untuk mengukur peningkatan keterampilan intelektual siswa dalam
memecahkan masalah, akan dibuat soal post-test untuk masing-masing
pakok bahasan yang mengadopsi indikator-indikator keterampilan
intelaktual siswa.
• Untuk memudahkan menganalisis peningkatan keterampilan intelektual
siswa setelah mendapatkan Model Analisis Struktur Pengetahuan Fisika
dan PSBK akan dibuat format khusus.
• Sebagai tambahan data direncanakan akan dibuat angket untuk menjaring
data tambahan seperlunya.
• Untuk menentukan gambaran keterampilan intelektual mahasiswa pada
setiap pokok bahasan dan pada setiap item, dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Mengolah skor subyek penelitian pada setiap item. Pengolahan
dilakukan juga pada masing-masing tahap keterampilan intelektual.
2. Menentukan persentase subyek penelitian berdasarkan tahap
keterampilan intelektual yang telah ditampilkan oleh siswa.
3. Menentukan skor rata-rata yang dicapai oleh subyek penelitian.
25
4. Mengelompokkan dan menentukan skor rata-rata untuk masing-
masing kategori.
5. Menggambarkan skor rata-rata dan persentase subyek penelitian tiap
tahap keterampilan intelektual dalam bentuk grafik.
Sedangkan untuk menampilkan gambaran umum profil keterampilan intelektual
mahasiswa dalam setiap pokok bahasan sebagai berikut :
1. Menentukan persentase subyek penelitian berdasarkan tingkat
kompleksitasnya keterampilan intelektual.
2. Menentukan skor rata-rata tiap tingkat kompleksitas tersebut.
3. Menggambarkan skor rata-rata dan sebaran subyek penelitian berdasarkan
tingkat kompleksitas keterampilan intelektual dalam bentuk grafik.
4. Menggambarkan kelompok siswa yang menjawab tidak sesuai dengan
tahap-tahap keterampilan intelektual (kelompok rancu) pada setiap item
dalam bentuk grafik.
I. JADWAL PELAKSANAAN
No Jenis Kegiatan Waktu Pelaksanaan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 1 Mengembangkan model Analisis
Struktur Pengetahuan Materi (ASPM) Fisika dasar II
3 Merancang paket program Problem Solving Berbasis Hyperphysics (PSBH) Fisika Dasar II
4 Merancang instrumen untuk mengukur keterampilan intelektual mahasiswa
5 studi eksplorasi untuk memahami kondisi kelas
6 Melakukan tindakan dalam kelas, dan pada saat yang sama melakukan observasi kelas dan refleksi untuk siklus I,II, dan III
7 Memperbaiki model ASPM dan PSBH
26
8 Menulis draft laporan sementara 9 Diseminasi hasil temuan
sementara
10 Publikasi artikel 11 Menulis laporan akhir
J. PERSONALIA PENELITIAN
1. Ketua Penelitian a. Nama : Drs. Unang Purwana b. Gol/Pangkat/NIP : c. Jabatan Fungsional : Lektor e. Fakultas/Prog. Studi : Pendidikan MIPA/Pendidikan Fisika f. Perguruan Tinggi : Universitas Pendidikan Indonesia g. Bidang Keahlian : Pendidikan Fisika dan Fisika h. Waktu Penelitian : 8 jam/minggu
2. Anggota Penelitian
a. Nama : Drs. Saeful Karim,M.Si b. Gol/Pangkat/NIP : III D/Penata I/131946758 c. Jabatan Fungsional : Lektor d. Jabatan Struktural : Ketua Program Studi Fisika FPMIPA UPI e. Fakultas/Prog. Studi : Pendidikan MIPA/Pendidikan Fisika f. Perguruan Tinggi : Universitas Pendidikan Indonesia g. Bidang Keahlian : Pendidikan Fisika dan Fisika h. Waktu Penelitian : 4jam/minggu
3. Tenaga Laboran/Teknisi :
a. Eri Supriadi (Laboran) b. Endang Supriatna (Laboran)
4. Tenaga Administrasi : Atit Sumiati (Peg.tata usaha)
27
K. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
No. Jenis Pengeluaran Rincian Jumlah 1. Honorarium
1 Orang ketua penelitian 1 Orang anggota 2 Orang Laboran 1 Orang pegawai Administrasi
Rp 1.120.000,00 Rp 560.000,00 Rp 450.000,00 Rp 225.000,00
2. Bahan dan Peralatan Penelitian a. Kertas HVS 80 A4 b. Pensil c. Ball point d. Transparansi laser e. Spidol White Board f. Turner laser printer g. Naskah Bahan Ajar h. Naskah PSBK i. Instrumen penelitian j. komponen Alat Peraga
� Rand J. Spiro, Paul J.Feltovich, Michael J.Jacobson, and Richard L.Coulson
Cognitive Flexibility, Constructivism, and Hypertext : Random Acces Instruction
for Advanced Knowledge Acquisition in Ill-Structured Domains, Center for the
Study of Reading, University of Illinois, Southern Illinois University, School of
Medicine, Center for the Study of Reading, University of Illinois, Southern Illinois
University, School Medicine, 2000 # February.
M. CURICULUM VITAE PENELITI
A. Ketua Penelitian
a. Nama : Drs.Saeful Karim, M.Si b. NIP/GOL/Pangkat : 131 946 758/III d/ Lektor
c. Tempat/tgl.lhr. : Garut, 7 Maret 1967 d. Unit Kerja : Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI e. Alamat Kantor : Jl.Dr. Setiabudi No.229 Bandung 40154
Tlp.(022)2004548, Fax (022)2004548
f. Alamat Rumah : Jl.Sentral –Sirnarasa No.191 Cibabat- Cimahi Tlp.(022)6654803/08122172077
a.Riwayat Pendidikan
Nama Sekolah Tahun lulus Jurusan Tempat SDN Neglasari 1977 Garut SMPN Cisompet 1983 Garut SMAN Garut 1986 Garut S1 Pendidikan (IKIP Bandung) 1990 Fisika Bandung Pra-S2 ITB 1993 Fisika Bandung
30
S2 ITB 1996 Fisika Bandung b.Riwayat Bekerja No. Institusi Jabatan Periode Bekerja
1. SMU Taruna Bakti Bandung Guru Fisika 1990-1998 2. SMU Taruna Bakti Bandung Wakil Kepala Sekolah 1996-1998 3. IKIP Bandung Dosen Fisika/Pendidikan
Fisika 1991-Sekarang
4. IKIP Bandung Ketua Program Studi Fisika
Januari 2002- Sekarang
c.Daftar Penelitian yang sudah dilakukan dalam 5 tahun terakhir
No. Judul Penelitian Tahun 1. Pemahaman Konsep-konsep Fisika Dikaitkan dengan
Penguasaan Persamaan Matematik 1996
2. Deskripsi Statistik Aliran Reaktif Turbulen 1997 3. Optimalisasi Suseptibilitas Sentrosimetrik Molekul Non-Linear 1998 4. Komputasi Dinamika Fluida 1998 5. Model Learning Cycle Dalam Pembelajaran Kinematika dan
Dinamika Pada Perkuliahan Fisika dasar 1998
6. Model Learning Cycle dalam Pembelajaran Hukum Archemedes di Sekolah Dasar
1998
7. Model Ubinan Acak Untuk Struktur Kuasikristal 1996 8. Mikrokuasikristal,Superlattice,dan Approksiman Kristal 1996 9. Computational Fluid Dynamics 1998 10. Konduktivitas Gas Terionisasi Sebagian 1999 11. Konduktivitas Gas Terionisasi Seluruh 1999 12. Pengukuran Viscositas dan Polaritas Cairan Dibawah Pengaruh
Medan Listrik 2000
13. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Tingkat kelulusan Matakuliah Fisika dasar Pada Mahasiswa Program Tahun persian Bersama FPMIPA UPI
2000
14. Inovasi Pembelajaran Matakuliah Termodinamika Melalui Pendekatan Teknik dan Paket Program Matematika Khusus Di Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
2000
15. Pemahaman Konsep Fisika moderen Guru Sekolah Menengah Umum Berdasarkan Kurikulum SMU 1994 Pada Domain Kognitif Bloom
2000
16. Peningkatan Pemahaman Fisika Dasar Pokok Bahasan Kinematika dan Dinamika Partikel dengan Bantuan Alat Peraga Kinematika dan Dinamika Pada Mahasiswa TPB Fisika Angkatan 2000/2001 ( Hibah bersaing Dana Rutin UPI tahun 2000)
2000
17. Diagnosa Kesulitan Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Termodinamika Ditinjau Dari Kemampuan Menafsirkan
2000
31
Grafik, Penguasaan Diferensial Parsial, Pemahaman Konsep dan Penerapannya (RII Batch IV Proyek PGSM tahun 2000)
18. Inovasi Pembelajaran Fisika Dasar untuk Mahasiswa TPB Jurusan Biologi FPMIPA UPI
2000
20. Learning Model of Linear Movements Dynamics for The Students of Senior High Schools Class 1 By Using Critical and Creative Thinking Students With Constructive Insights Approach (Hibah bersaing Dana Rutin UPI tahun 2001/2002)
2001
21 Determining Thermal Electromotantion for some termocouples from graphic electromotive force with difference of temperature