PROPOSAL KEGIATAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) Melalui Dana APBD Kabupaten Kuningan Tahun 2020 Ditujukan Kepada Yth. BAPAK BUPATI KUNINGAN Di KUNINGAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA ( F K U B ) KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT Jl. Aria Kamuning no. 87 Kuningan Kode Pos 45511 Hp. 085220032519
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROPOSAL KEGIATAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB)
3 Konsolidasi konsep kerukunan dengan unsur Eksekutif / Pemkab dan Legistatif/DPRD
10,000,000
4 Sosialisasi dan Dialog konsep kerukunan umat beragama,
dengan berbagai segmen antar umat beragama
10,000,000
5 Studi Banding terhadap FKUB Kabupaten/Kota di Indonesia
15,000,000
6 Dialog problem solving antar umat beragama 10,000,000
7 Pengembangan kegiatan kader lintas agama 10,000,000
8 Dialog Kerukunan dengan segmen perempuan 10,000,000
9 Kunjungan ke sejumlah daerah beragam agama di Kab.
Kuningan
15,000,000
JUMLAH: 100.000.000
Seratus Juta Rupiah
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM
PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : a. bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun; b. bahwa setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut agamanya;
c. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu; d. bahwa Pemerintah berkewajiban melindungi setiap usaha penduduk
melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum;
e. bahwa Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib;
f. bahwa arah kebijakan Pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang agama antara lain peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama;
g. bahwa daerah dalam rangka menyelenggarakan otonomi, mempunyai kewajiban . melaksanakan urusan wajib bidang perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang serta kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
h. bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional;
i. bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya mempunyai kewajiban memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
j. bahwa Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh PemelukPemeluknya untuk pelaksanaannya di daerah otonom, pengaturannya perlu mendasarkan dan menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j, perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat;
Mengingat : 1. Undang-Undang Penetapan Presiden Nomor I Tahun 1965 tentang Penc egahan P eny al ahgunaan dan/atau P enodaan A gama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2726);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4468);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 24
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3331);
8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dan terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005;
11. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan Dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh PemelukPemeluknya;
12. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1/BER/MDN-MAG/1979 tentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia;
13. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota;
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;
15. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan : 1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama
yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RepublikTahun 1945.
2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.
3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.
4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas Keagamaan adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati oleh masyarakat setempat sebagai panutan.
6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh umat beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.
8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat.
BAB II TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pasal 2
Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama, pemerintahan daerah dan Pemerintah.
Pasal 3
(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan kewajiban gubernur. (2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh
kepala kantor wilayah departemen agama provinsi.
Pasal 4 (1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban
bupati/walikota. (2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu
oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
Pasal 5
(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi : a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
kerukunan umat beragama di provinsi; b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama; c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling
percaya di antara umat beragama; dan d. membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat didelegasikan kepada wakil gubernur.
Pasal 6
(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi : a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
kerukunan umat beragama di kabupaten/kota; b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama; c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling
percaya di antara umat beragama;
d. membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama;
e. menerbitkan IMB rumah ibadat. (2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d
dapat didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota. (3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c di wilayah kecamatan
dilimpahkan kepada camat dan di wilayah kelurahan/desa dilimpahkan kepada lurah/kepala desa melalui camat.
Pasal 7
(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) meliputi: a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan; b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling
percaya di antara umat beragama; dan c. membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan keagamaan.
(2) Tugas dan kewajiban lurah/ kepala desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) meliputi a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya
kerukunan umat beragama di wilayah kelurahan/desa; dan b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling
percaya di antara umat beragama.
BAB III FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pasal 8
(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota. (2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat
dan difasilitasi oleh pemerintah daerah. (3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat konsultatif.
Pasal 9
(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas: a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat; c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai
bahan kebijakan gubernur; dan d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan
yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat. (2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas :
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat; b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat; c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi
sebagai bahan kebijakan bupati/walikota; d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan
yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat; dan e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.
Pasal 10
(1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat. (2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota FKUB , kabupaten/kota
paling banyak 17 orang. (3) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada di propinsi dan kabupaten/kota.
(4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1(satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih secara musyawarah oleh anggota.
Pasal 11 (1) Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas :
a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama; dan
b. memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan antar sesama instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.
(3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh gubernur dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : wakil gubernur;
b. Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departemen agama
provinsi; c. Sekretaris : kepala badan kes atuan bangsa dan politik provinsi; d. Anggota : pimpinan instansi terkait.
(4) Dewan Penasehat FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan: a. Ketua : wakil bupati/wakil walikota;
b. Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota;
d. Anggota : pimpinan instansi terkait.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan Penasihat FKUB provinsi dan kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB IV
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
Pasal 13 (1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan
komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/ kota atau provinsi.
Pasal 14
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi :
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan
persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.
Pasal 15
Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis .
Pasal 16
(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia
pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat. (2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak
permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 17 Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah.
BAB V
IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG
Pasal 18 (1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus
mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan : a. laik fungsi; dan b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
(2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.
(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. izin tertulis pemilik bangunan; b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa; c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
Pasal 19
(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan -gedung bukan rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.
(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 20 (1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat. (2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.
BAB VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 21 (1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah oleh
'-I masyarakat setempat.
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak, dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat.
Pasal 22
Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
BAB VII
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 23 (1) Gubernur dibantu kepala kantor wilayah departemen agama provinsi melakukan pengawasan
terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah atas pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat.
(2) Bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota melakukan pengawasan terhadap camat dan lurah/kepala desa serta instansi terkait di daerah atas pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat.
forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan tembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
(2) Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan
forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.
BAB VIII BELANJA
Pasal 25
Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama serta pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 26
(1) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
(2) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat dikabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/ kota.
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
(1) FKUB dan Dewan Penasehat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk paling lambat
1 (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan. (2) FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota disesuaikan
paling lambat 1(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.
Pasal 28 (1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebelum
berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap berlaku. (2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk rumah ibadat,
diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi. (3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara permanen dan/atau
merniliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadat sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadat dimaksud.
Pasal 29
Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.
BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur pendiri an rumah ibadat dalam
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan
Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 31
Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Maret 2006
KTP KETUA FKUB KAB. KUNINGAN
KTP SEKRETARIS
KTP BENDAHARA FKUB KAB. KUNINGAN
NPWP FKUB KAB. KUNINGAN
REKENING FKUB. KAB. KUNINGAN
ANGGARAN DASAR
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
KABUPATEN KUNINGAN
PERIODE 2017-2022
——————————————————————
BAB I
NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Organisasi Ini bernama Forum Kerukunan Umat Beragama disingkat (FKUB).
Pasal 2
Waktu
FKUB ini didirikan pada tanggal 21 Maret 2006 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
Kedudukan
1) FKUB berkedudukan di provinsi, kabupaten dan kota di seluruh wilayah Republik
Indonesia
2) FKUB apabila dianggap perlu, dapat dibentuk di tingkat kecamatan.
Pasal 4
Pembentukan
Pembentukan FKUB dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh
pemerintah daerah.
BAB II
ASAS, SIFAT DAN TUJUAN
Pasal 5
Asas
Forum Kerukunan Umat Beragama ini berasaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 6
Sifat
1) FKUB bersifat independen;
2) Hubungan FKUB Provinsi dengan FKUB kab/kota bersifat konsultatif dan koordinatif.
Pasal 7
Tujuan
Organisasi ini bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan kerukunan umat beragama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
BAB III
TUGAS DAN FUNGSI
Pasal 8
Tugas
1) FKUB Provinsi mempunyai tugas menampung aspirasi, melakukan dialog, dan
menyalurkan aspirasi ormas keagamaan, pemuka agama dan/atau tokoh masyarakat serta
memberikan masukan kepada Gubernur sebagai bahan kebijakan;
2) FKUB Kabupaten/Kota mempunyai tugas menampung aspirasi, melakukan dialog, dan
menyalurkan aspirasi ormas keagamaan, pemuka agama dan/atau tokoh masyarakat serta
memberikan rekomendasi pendirian rumah ibadat kepada Bupati/Walikota sebagai bahan
kebijakan;
3) FKUB Provinsi, Kabupaten/Kota mengadakan pertemuan minimal 3 bulan sekali guna
pertukaran informasi tentang program dan permasalahan-permasalahan yang telah terjadi.
Pasal 9
Fungsi FKUB Provinsi
1) FKUB memberikan saran dan pendapat dalam merumuskan kebijakan pemberdayaan
kerukunan dan kesejahteraan umat beragama kepada Gubernur;
2) Memfasilitasi hubungan kerja antara Pemerintah Daerah dengan majelis-majelis agama;
3) Menyalurkan aspirasi Umat beragama kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah;
4) Membantu Pemerintah dalam menyelesaikan perselisihan yang berkaitan dengan
kerukunan Umat beragama;
5) Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan berkaitan dengan kerukunan umat
beragama.
Pasal 10
Fungsi FKUB Kabupaten/Kota
1) FKUB memberikan saran dan pendapat dalam merumuskan kebijakan pemberdayaan
kerukunan dan kesejahteraan umat beragama kepada Bupati/Walikota;
2) Memfasilitasi hubungan kerja antara Pemerintah Daerah dengan majelis-majelis agama;
3) Menyalurkan aspirasi umat beragama kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah;
4) Membantu Pemerintah dalam menyelesaikan perselisihan yang berkaitan dengan
kerukunan Umat beragama;
5) Memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah, dan
memberikan pendapat tertulis untuk izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan
rumah ibadah selama 2 (dua) tahun yang diberikan oleh bupati/walikota;
6) Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan berkaitan dengan kerukunan umat
beragama.
BAB IV
KEANGGOTAAN, MASA BAKTI, PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN
Pasal 11
Keanggotaan
1) Keanggotaan FKUB adalah pemuka-pemuka agama setempat;
2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota FKUB
kabupaten/kota paling banyak 17 orang;
3) Anggota FKUB Provinsi maupun Kab/Kota adalah pengurus FKUB;
4) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan
perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan keterwakilan minimal 1 (satu)
orang dari setiap agama yang ada di provinsi dan kabupaten/kota.
5) Tehnis Penghitungan
Pasal 12
Masa Bakti Keanggotaan
Masa bakti pengurus FKUB selama 5 (lima) tahun atau sesuai dengan peraturan Gubernur.
Pasal 13
Pemberhentian, Penggantian Keanggotaan
1) Keanggotaan FKUB berakhir karena:
a. Berhalangan tetap/meninggal dunia;
b. Atas permintaan sendiri;
c. Diberhentikan atas rapat anggota;
d. Pindah ke luar daerah.
2) Diberhentikan atas dasar keputusan rapat anggota:
a. Mencalonkan diri menjadi calon legislatif maupun kepala daerah dan wakil kepala
daerah;
b. Melanggar Pedoman Organisasi;
c. Tidak menjalankan tugas organisasi selama 3 (tiga) bulan secara berturut-turut;
d. Melakukan tindak pidana yang telah berkekuatan hukum tetap;
Pasal 14
Penggantian Keanggotaan
1) Penggantian keanggotaan atas usul Majelis Agama yang anggotanya berhenti atau
diberhentikan;
2) Penggantian keanggotaan dapat dilakukan oleh anggota FKUB yang diusulkan dari
pemuka-pemuka agama setempat.
BAB V
STRUKTUR ORGANISASI, KEPENGURUSAN DAN KESEKRETARIATAN
Pasal 15
Struktur Organisasi
Struktur organisasi FKUB Provinsi, Kab/Kota terdiri dari Dewan Penasehat dan Pengurus
merangkap anggota, serta kesekretariatan.
Pasal 16
Dewan Penasehat Provinsi
Dewan penasehat FKUB Provinsi sebagaimana dimaksud pasal 15 ditetapkan oleh gubernur
dengan susunan keanggotaan:
1) Ketua adalah Wakil Gubernur;
2) Wakil Ketua adalah Kanwil Departemen Agama;
3) Sekretaris adalah Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik atau sebutan lainnya
Provinsi;
4) Anggota penasehat adalah Pimpinan Instansi terkait.
Pasal 17
Dewan Penasehat Kab/Kota
Dewan penasehat FKUB kab/kota sebagaimana dimaksud pasal 15 ditetapkan oleh
bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:
1) Ketua adalah Wakil Bupati/Wakil Walikota;
2) Wakil Ketua adalah Kepala Kantor Agama Kab/Kota;
3) Sekretaris adalah Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Po litik atau sebutan lainnya
kab/kota;
4) Anggota adalah Pimpinan Instansi terkait.
Pasal 18
Kepengurusan
Pengurus FKUB Provinsi, Kab/Kota terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, 2 (dua) orang wakil
ketua, 1 (satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris dan 1 (satu) orang bendahara
yang dipilih secara musyawarah oleh anggota.
Pasal 19
Kesekretariatan
1) Sekretariat FKUB terdiri dari seorang kepala dan dibantu staf keuangan dan administrasi
yang diatur berdasarkan Peraturan Gubernur, Bupati/Walikota;
2) Tugas dan tanggung jawab sekretariat ditetapkan dan diatur oleh pengurus FKUB.
BAB VI
KEUANGAN
Pasal 20
1) Sumber Pembiayaan FKUB Berasal Dari APBN dan APBD;
2) Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
BAB VII
ASET
Pasal 21
Aset Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) diperoleh dari Pemerintah dan/atau pihak
lain yang sah.
BAB VIII
P E N U T U P
Pasal 22
Hal-hal yang belum diatur dalam anggaran dasar ini akan diatur dalam anggaran rumah
tangga dan/atau peraturan organisasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
ANGGARAN RUMAH TANGGA
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB)
KABUPATEN KUNINGAN
PERIODE 2017-20
——————————————————————————————–
BAB I
KEDUDUKAN
Pasal 1
Apabila dianggap perlu, pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan FKUB di
tingkat kecamatan untuk kepentingan harmonisasi dan dinamisasi kerukunan umat beragama.
BAB II
SIFAT
Pasal 2
1) FKUB bersifat independent dan tidak berafiliasi kepada salah satu organisasi sosial politik
manapun;
2) Hubungan FKUB Provinsi dengan FKUB kab/kota bersifat konsultatif dan tidak hierarkis;
3) Hubungan FKUB kab/kota dengan FKUB Kecamatan bersifat hierarkis;
4) FKUB Provinsi dapat bertukar informasi dengan FKUB Provinsi lainnya;
5) FKUB kab/kota dapat bertukar informasi dengan FKUB Kabupaten/Kota di wilayah
Provinsinya.
BAB III
TUGAS
Pasal 3
1) FKUB Provinsi, Kabupaten/Kota bertugas menyusun program kegiatan dalam rangka
pertukaran informasi untuk memberikan masukan kepada Kepala Daerah dalam
merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan umat beragama dan mengadakan
pertemuan dengan pengurus/anggota FKUB triwulanan (3 bulan) sekali;
2) FKUB Provinsi mempunyai tugas:
a. Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi
sebagai bahan kebijakan gubernur;
d. Menginventarisasi permasalahan kehidupan kerukunan umat beragama di tingkat
kabupaten/kota;
e. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang
keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat.
3) FKUB Kabupaten/Kota;
a. Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi
sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;
d. Memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah, dan
memberikan pendapat tertulis untuk izin sementara pemanfaatan bangunan gedung
bukan rumah ibadah yang diberikan oleh bupati/walikota;
e. Memberikan pendapat atau saran dalam hal penyelesaian perselisihan pendirian rumah
ibadat kepada bupati/walikota;
f. Menginventarisasi permasalahan kehidupan kerukunan umat beragama di tingkat
kecamatan, dan/atau kelurahan/desa yang tidak memiliki FKUB Kecamatan;
g. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang
keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat.
4) FKUB Kecamatan;
a. Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk informasi
sebagai bahan masukan FKUB kab/kota;
d. Memberikan pendapat atau saran dalam hal penyelesaian perselisihan pendirian rumah
ibadat kepada FKUB kab/kota;
e. Menginventarisasi dan melaporkan permasalahan kehidupan kerukunan umat
beragama di tingkat kelurahan dan desa kepada FKUB Kabupaten/kota;
f. Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang
keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat.
BAB IV
DEWAN PENASEHAT DAN KESEKRETARIATAN
Pasal 4
Dewan Penasehat
1) Yang dimaksud dengan Dewan Penasehat FKUB ditetapkan berdasarkan peraturan
Gubernur, Bupati/Walikota;
2) Fungsi Dewan Penasehat FKUB Provinsi Kab/Kota adalah memberdayakan FKUB;