1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan suatu ekosistem yang khas terdapat pada wilayah pesisir didaerah tropik. Sebagai suatu komunitas, vegetasi mangrove yang hidup pada suatu wilayah perairan antara darat dan laut, merupakan suatu mata rantai yang sangat penting dalam memelihara siklus biologi, tempat berlindung berbagai jenis udang, ikan dan berbagai biota pesisir, habitat satwa burung, primata, reptilia, insekta dan lain-lain yang secara biologis dan ekonomis dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia (Atmawidjaja, 1986). Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mangrove merupakan suatu ekosistem yang khas terdapat pada wilayah
pesisir didaerah tropik. Sebagai suatu komunitas, vegetasi mangrove yang hidup
pada suatu wilayah perairan antara darat dan laut, merupakan suatu mata rantai
yang sangat penting dalam memelihara siklus biologi, tempat berlindung berbagai
jenis udang, ikan dan berbagai biota pesisir, habitat satwa burung, primata,
reptilia, insekta dan lain-lain yang secara biologis dan ekonomis dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia (Atmawidjaja, 1986).
Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk
menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing
sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap
zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang,
dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman
biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman
anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai
sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan
tekstil, makanan, dan obat-obatan.
Taman Nasional Rawa Aopa ditetapkan berdasarkan SK Menteri
Kehutanan No. 756/Kpts-II/1990 tertanggal 17 Desember 1990 dengan luas ±
2
105.194 ha. Sebelum menjadi taman nasional, kelompok kawasan ini merupakan
hasil merger dari Taman Buru Gunung Watumohai dan Suaka Margasatwa Rawa
Aopa. Penetapan kawasan ini dilatar belakangi oleh biodiversitas yang tinggi dan
kekayaan ekosistem yang unik dan khas yang terdiri dari empat ekosistem yakni
ekosistem hutan mangrove, ekosistem rawa, ekosistem savana dan ekosistem
hutan hujan tropis dataran rendah.
Kepiting bakau telah menjadi komoditas perikanan penting di Indonesia
sejak awal tahun 1980-an. Perikanan kepiting bakau di Indonesia diperoleh dari
penangkapan stok alam di perairan pesisir, khususnya di area mangrove atau
estuaria dan dari hasil budidaya di tambak air payau. Akhir-akhir ini, dengan
semakin meningkatnya nilai ekonomi perikanan kepiting, penangkapan kepiting
bakau juga semakin meningkat. Namun bersamaan dengan itu, rata-rata
pertumbuhan produksi kepiting Bakau di beberapa provinsi penghasil utama
kepiting bakau justru agak lambat dan cenderung menurun.
Sejauh ini informasi ilmiah terkait analisis daya dukung jenis-jenis
magrove, terhadap komunitas kepiting Brachyura di Taman Nasional Rawa Aopa
masih sangat minim sehingga dibutuhkan kajian ilmiah secara lebih
komprehensif terkait keberadaan fauna jenis-jenis mangrove dan komunitas
kepiting di Taman Nasional Rawa Aopa ini.
3
Dari latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang
berjudul “Distribusi Kelimpahan dan Tingkat Kesamaan Komunitas Kepiting
Brachyura Pada Beberapa Tegakan Mangrove Alami di Desa Pasarae Apua
Kabupaten Bombana di Sekitar Taman Nasional Rawa Aopa”
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana
distribusi kelimpahan dan tingkat kesamaan komunitas kepiting brachura pada
beberapa tegakan mangrove alami di Desa Pasarae Apua Kabupaten Bombana di
sekitar Taman Nasional Rawa Aopa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi kelimpahan dan tingkat kesamaan komunitas kepiting brachura pada
beberapa tegakan mangrove alami di Desa Pasarae Apua Kabupaten Bombana di
sekitar Taman Nasional Rawa Aopa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh setelah melakukan penelitian ini adalah
sebagai bahan informasi tentang distribusi kelimpahan dan tingkat kesamaan
komunitas kepiting brachura pada beberapa tegakan mangrove alami di Desa
Pasarae Apua Kabupaten Bombana di sekitar Taman Nasional Rawa Aopa.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan suatu kawasan yang terbentang sepanjang
pesisir yang komposisinya terdiri dari beberapa jenis flora dan fauna yang saling
berinteraksi. Kimball (1992), mengemukakan bahwa hamparan pesisir tempat
tumbuh mengrove merupakan habitat yang sangat produktif karena didukung oleh
keanekaragaman populasi, baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen.
Kebanyakan tumbuhan dalam ekosistem mangrove mengembangkan sistem
perakaran yang khas untuk memungkinkan pertukaran gas di atas tanah yang
tergenang dan kekurangan air.
Definisi mangrove telah banyak dilaporkan oleh para ahli, antara lain
Gambar 1. Model penempatan plot pengamatan pada setiap stasiun mangrove alami.
Keterangan : A = Batas formasi vegetasi mangrove kawasan daratB = Batas formasi vegetasi mangrove kawasan pantaiC = Arah formasi, darat menuju kawasan pantai a,b,c = Plot (10 x 10 m)1,2,3..5 = Subplot (1x1 m)
Catatan: Jarak antar plot bervariasi tergantung ketebalan mangrove.
1 2
25
F. Analisis Data
Data dianalisis secara kuantitatif untuk parameter: kerapatan (K), kerapatan
relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR), indeks nilai penting (INP),
indeks keanekaragaman (H’), indeks kemerataan (E), dan indeks similaritas (IS).
a. Kerapatan (K)
b. Kerapatan Relatif (Kr)
c. Frekuensi (F)
d. Frekuensi Relatif (Fr)
e. Indeks Nilai Penting ( INP) = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif
(Krebs, 1978)
f. Keanekaragaman (Diversity) indeks Shannon-Wienner (1949) dalam Barbour,
et. al., (1987) yaitu :
H’ = -
Dimana Pi = ni/N
Keterangan : H’ = keanekaragaman jenis ni = jumlah individu suatu jenis N = jumlah total seluruh jenis.
26
g. Indeks kemerataan Evennens (E), (Brower et. al., 1997) yaitu :
E = =
Keterangan : H’ = keanekaragaman jenis S = jumlah jenis
Dengan kisaran sebagai berikut :
E < 0,4 = Kemerataan populasi kecil
0,4 ≤ E < 0,6 = Kemerataan populasi sedang
E ≥ 0,6 = Kemerataan populasi tinggi.
h. Indeks Similaritas (IS) dihitung dengan menggunakan rumus Bray dan Curtis
dalam Analuddin (1997) :
IS = x 100%
Keterangan : W = Jumlah nilai penting terendah dari jenis yang terdapat
pada stasiun A dan stasiun B
A = Jumlah total nilai penting pada stasiun A
B = Jumlah total nilai penting pada stasiun B
Sedangkan, penentuan Indeks disimilaritas (ID) dihitung dengan rumus :
ID = 100 – IS
Keterangan : ID = Indeks disimilaritas
IS = Indeks similaritas.
27
DAFTAR PUSTAKA
Aryadi, 2008, Pengamatan Aspek Biologi Rajungan dalam Menunjang Teknik Perbenihannya, (Online), (http://www.utkampus.net, diakses 1 Mei 2008).
Barbour, M. G., Burk, J. H and Pitts, W. D., 1999. Teresterial Plant Ecology, Third Edition, California, U. S. A.
Barnes, R. D., 1987, Invertebrata Zoology: Fifth Edition, Saunders Company, Philadelphia.
Cox, G.W., 2002, General Ecology Laboratory Manual. 8th Edition, The McGraw-Hill Companies, USA.
Davey, K. 2000. Decapod Crabs Reproduction and Development, (Online), (http://www.mesa.edu.au, diakses 1 Mei 2008).
Diana, N., 2001. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada Perairan Intertidal Tanjung Tiram Kecamatan Moramo Kebupaten Kendari, Skripsi Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari.
Efriyeldy, 1997, Struktur Komunitas Makrozoobentos Dan Keterkaitannya Dengan Karakteristik Sedimen Di Perairan Muara Sungai Bantan Tengah, Bangkalis, Tesisi Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Frith, D. W., 1977, A Pleminary List of Macrofauna From Mangrove Forest and Adjcent Brotopes at Suria Island, Phuket Marine Centre Research, Phuket.
Hutabarat, S dan Evans, S. M., 1985, Pengantar Oseonografi, UI-Press, Jakarta.
Irmawati. 2005. Keanekaragaman Jenis Kepiting Bakau Scylla sp Di Kawasan Mangrove Sungai Keera Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan, Lembaga Penelitian UNHAS, (Online), (http://www.unhas.ac.id, diakses 30 April 2008).
Juwana, S. 2004. Penelitian Budi Daya Rajungan dan Kepiting: Pengalaman Laboratorium dan Lapangan, Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan Lautan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Ludwig, G.A., and Reynolds, J.F., 1989, Statical Ecology, John Willey and Soonds, New York.
Michael, P., 1994, Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan di Laboratorium, UI-Press, Jakarta
Mustafa dan Sanusi, 1981, Lapangan Survei Pembinaan dan Pemanfaatan Hutan Bakau, Direktoral Jenderal Perikanan, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Moro, 1986, Pola Sebaran Moluska di Hutan Mangrove Legon Lentah, Pulau Panaitan. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor.
Nontji, A., 2002, Laut Nusantara, PT. Djambatan, Jakarta.
Nybakken, J. W., 1992, Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. (Terjemahan Muhammad Eigman, dkk), Gramedia Pustaka. Jakarta.
_________. 1997. Marine Biology An Ecological Approach. 4th Edition, An Imprint of Addison Wesley Longman Inc., New York.
Odum EP. 1993, Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
Quinitio, E.T. & Parado, E.F.D. 2003. Biology and Hatchery of the Mud Crabs Scylla spp. Aquaculture Extension Manual, (Online), No. 34, SEAFDEC Aquaculture Department, Iloilo, Philippines (rfdp.seafdec.org.ph, diakses 15 Mei 2008).
Ramli, D., 1989, Ekologi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Sara, L., 2006. Abundance and Distribution Patterns of Scylla spp. Larvae in the Lawele Bay, Southeast Sulawesi, Indonesia, Asian Fisheries Science,
(Online), Vol. 19; 331-347, (www.asianfisheriessociety.org, diakses 1 Mei 2008).
Setyobudiandi, I., 1997, Makrozoobentos, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Shimek, R.L. 2008. Crabs, (Online), (www.reefkeeping.com, diakses 15 Mei 2008).
Silaen, W. M., 1999, Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan Utara Pulau Batam-Bintan dan Laut Natuna, Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor.
Soemodihardjo, S., 1977, Beberapa Segi Biologi Hutan Payau dan Tinjauan Singkat Komunitas Mangrove di Gugusan Pulau Pari, Oseana, Bogor.
Suparman, 2005. Kelimpahan dan Diversitas Gastropoda Epifauna Mangrove Alami dan Tereksploitasi Ringan di Lanowulu TNRAW Sulawesi Tenggara. Skripsi Jurusan Biologi F-MIPA. Unhalu. Kendari
Susanto, P., 2000, Pengantar Ekologi Hewan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Umar, N.A. 2002. Hubungan antara Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton (Kopepoda) dengan Larva Kepiting di Perairan Teluk Siddo Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, (Online), IPB, Bogor.
Whitten, A.J., Mustafa, M dan Henderson., 1992, Ekologi Sulawesi. Gadjah Mada University Press, Yokyakarta.
Whitten, T. R.E. Soeriaatmadja dan S. A. Afiff., 1999, Ekologi Jawa dan Bali, Prehalindo, Jakarta.
www.environment.gov.au. 2007. Red Crabs (Gecarcoidea natalis) (Pocock, 1888), (Online), (diakses 15 Mei 2008).
www.portofpeninsula.org. 1997. Crab. Washington State Department of Fish & Wildlife, (Online), (diakses 15 Mei 2008).
www.shim.bc.ca. 2008. Red Rock Crab, (Online), (diakses 15 Mei 2008).