PROPOSAL PROGRAM PENELITIAN INOVATIF MAHASISWA PROVINSI JAWA TENGAH KAJIAN RISET KONSUMEN TERBARU UNTUK MEMAHAMI PERSEPSI KONSUMEN SEBAGAI STRATEGI AWAL DALAM MENCIPTAKAN BRAND VALUE KOTA SEMARANG Oleh: Haekal Muhammad Anjar Mukti Yuni Pamungkas Eva Wijiyanti Hidayat BIDANG KAJIAN SOSIAL, EKONOMI, POLITIK, DAN HUKUM
Studi Persepsi warga semarang terhadap positioning dan branding Kota Semarang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROPOSALPROGRAM PENELITIAN INOVATIF MAHASISWA
PROVINSI JAWA TENGAH
KAJIAN RISET KONSUMEN TERBARU UNTUK MEMAHAMI PERSEPSI KONSUMEN SEBAGAI STRATEGI AWAL DALAM
MENCIPTAKAN BRAND VALUE KOTA SEMARANG
Oleh:
Haekal MuhammadAnjar Mukti Yuni Pamungkas
Eva Wijiyanti Hidayat
UNIVERSITAS DIPONEGOROKOTA SEMARANG
2014
BIDANG KAJIAN SOSIAL, EKONOMI, POLITIK, DAN HUKUM
I. Judul PenelitianKajian Riset Konsumen Terbaru untuk Memahami Persepsi Konsumen
sebagai Strategi Awal dalam Menciptakan Brand Value Kota Semarang.
II. Latar Belakang
Menghadapi era globalisasi ini, banyak kota-kota besar berlomba-lomba
menarik sebanyak mungkun pengunjung untuk datang ke kota mereka. Semakin
banyaknya orang yang datang ke suatu kota maka, perputaran ekonomi akan
makin berkembang dan lancer yang akhirnya akan menambah pendapatan kota
tersebut. Menurut Van Glender, suatu kota akan berusaha untuk menarik perhatian
(attention), pengaruh (influence), pasar (market), tujuan bisnis dan investasi
(business and investment destination), wisatawan (tourist), tempat tinggal
penduduk (residents), tenaga kerja terampil (skilled labour), dan juga
penyelenggaraan berbagai events atau perhelatan akbar dalam bidang olahraga,
seni dan budaya.
Salah satu kota besar di Indonesia yang belum memiliki city branding
yang sesuai dengan profil kota tersebut adalah Kota Semarang. Sejak 26 Juli
2010, Walikota Semarang mendeklarasikan slogan Semarang yaitu Semarang
Setara. Kata “setara” disini dimaksudkan untuk menjadikan Semarang sebagai
kota yang setara dengan kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Ujung
Pandang, dan Palembang.
Jumlah wisatawan di Kota Semarang meningkat secara signifikan. Hal ini
terbukti dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisata di Kota Semarang dari
tahun 2011 menuju tahun 2012. Berdasarkan informasi dari Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Semarang, jumlah wisatawan selama tahun 2012 melebihi
target dari 1.834.886 orang yang pada kenyataannya mencapai 2.581.880
wisatatan. Akan tetapi, meskipun jumlah wisatawan mengalami peningkatan,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa Semarang Setara selama ini belum
efektif dan banyak yang menilai belum kuat sebagai brand Kota Semarang apalagi
sebagai konsep city branding Kota Semarang.
Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Muktiali menunjukkan bahwa
slogan “Semarang Setara” tidak merepresentasikan kekuatan dan potensi yang
dimiliki oleh Semarang saat ini. Slogan cenderung mengimpresikan
ketertinggalan Kota Semarang dibanding kota-kota lainnya. Selain itu, brand
“Semarang Setara” hanya terdiri dari slogan berupa kalimat tanpa adanya logo.
Dari beberapa kota besar di dunia, sebuah city branding digambarkan dalam logo
berupa gambar dan juga slogan berupa kalimat yang menarik. Disisi lain,
pemilihan kata dengan bahasa Indonesia dirasa kurang tepat, hal itu karena target
market yang disasar oleh Semarang bukan hanya warga Indonesia melainkan juga
warga luar negeri.
III.Rumusan Masalah
Kota Semarang yang merupakan ibu kota Jawa Tengah, pada tahun 2010
lalu mengumumkan konsep city brandingnya yang baru yaitu “ Semarang Setara”.
Namun, banyak penelitian yang menyebutkan bahwa konsep “Semarang Setara “
tidak merepresentasikan Kota Semarang. Slogan tersebut hanya mewakili visi
Kota Semarang. Oleh karena itu, untuk membuat sebuah city branding Kota
Semarang harus dilakukan riset konsumen terlebih dahulu. Ini dinggap penting
karena kita dapat mengetahui apa yang dipersepsikan oleh konsumen mengenai
Kota Semarang. Harapannya adalah city branding yang dibuat dapat
merepresentasikan keadaan nyata mengenai Kota Semarang. Oleh karena itu,
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
a. Bagaimana persepsi orang (warga Semarang, pengunjung, investor)
terhadap Kota Semarang berdasar aspek functionality ?
b. Bagaimana persepsi orang (warga Semarang, pengunjung, investor)
terhadap Kota Semarang berdasar aspek added value?
IV. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui persepsi masyarakat (warga Semarang, warga luar
Semarang, investor) terhadap functionality dari Kota Semarang.
2. Mengetahui persepsi masyarakat (warga Semarang, warga luar
Semarang, investor) mengenai added value Kota Semarang.
V. Luaran Penelitian
(1) Hasil penelitian berupa persepsi masyarakat (Semarang dan Luar
Semarang, pengunjung, investor) mengenai Kota Semarang.
(2) Konsep Brand Image yang terbentuk di masyarakat sebagai target
pasar city branding Semarang Setara berdasarkan aspek functionality
dan added value Kota Semarang.
VI. Kontribusi Penelitian
(1) Kontribusi Teoritis
- Mengetahui signifikansi aspek functionality dan added value
terhadap brand image kota di kalangan masyarakat (Semarang dan
luar Semarang) sebagai target pasar.
(2) Kontribusi Praktis
- Memberikan penjelasan brand image Kota Semarang di kalangan
masyarakat sebagai target pasar city branding Semarang Setara.
- Memberikan evaluasi terhadap city branding Semarang Setara dari
aspek functionality dan added value.
- Memberikan konsep ide city branding Kota Semarang yang lebih
representatif kepada Pemerintah Kota Semarang untuk di gunakan
sebagai bahan pertimbangan city branding Kota Semarang.
VII. Tinjauan Pustaka
1. Branding
Branding adalah keseluruhan proses dalam mendesain,
merencanakan, dan mengkomunikasikan nama dan identitas, dengan
tujuan untuk membangun atau mengelola reputasi (Anholt, 2007:4).
Reputasi suatu kota sangat penting, sama halnya dengan brand image
sebuah produk. Perspektif merek produk adalah hal utama yang menjadi
fokus tujuan dari kegiatan branding.
Pada umumnya, orang memahami branding sebagai kegiatan yang
berkaitan dengan berbagai pekerjaan teknis seperti kegiatan promosi,
iklan, desain grafis, dan sebagainya bahkan propaganda. Sehingga,
beberapa orang berpendapat bahwa membrandingkan kota sama halnya
dengan teknik “menjual” kota. Membuat logo, maupun slogan seolah
dianggap seperti teknik untuk menjual barang di supermarket.
Akan tetapi, kegiatan branding untuk kota berbeda dengan
branding untuk produk. Kota yang memiliki brand dengan nama, logo,
maupun slogan yang menarik belum tentu menjadi bermerek.
Woodger(2013:13) menjelaskan bahwa branding adalah bagaimana kita
menciptakan dan mendefinisikan visi dan tujian yang akan berhadapan dan
akan menginspirasi target audiens.
Saat ini, kegiatan city branding sudah banyak dikenal setidaknya
melalui bentuk-bentuk aktivitasnya seperti program Ayo Wisata
Semarang, Semarang Great Sale, dan sebagainya. Tetapi, city branding
bukan saja tentang bagaimana menarik wisatawan dengan
mengembangkan aspek fungsional kota melinkan bagaimana sifat dari
kota diunggulkan atau ditonjolkan. Membrandingkan sebuah kota adalah
melibatkan ikatan rasional dan emosional dengan tempat, estetika, serta
kehidupan sehari-hari (Hemelryc & Gammac, 2007: 45).
2. City Branding
Brand menjadi topik yang penting dalam aktivitas bisnis atau
marketing, termasuk dalam proses marketing sebuah kota. Menurut dr.
Banwari Mittal, brand is all the thoughts, feelings and behaviors
consumers have toward the objects (products, persons, places,
organizations, ideas) associated with that name.
Menurut Chaniago, city branding adalah proses atau usaha
membentuk merek dari suatu kota untuk mempermudah pemilik kotanya
kepada target pasar (investor, tourist, talent, event) kota tersebut dengan
menggunakan kalimat positioning, slogan, icon, eksibisi, dan berbagai
media lainnya. Banyak keuntungan yang akan diperoleh jika suatu kota
melakukan city branding, diantaranya yaitu kota tersebut dikenal luas
(high awarness); dianggap sesuai dengan tujuan khusus; dianggap tepat
untuk tempat investasi, tujuan wisata, tempat tinggal dan penyelenggaraan
kegiatan, dipersepsikan sebagai tempat dengan kemakmuran dan
keamanan tinggi (Murfianti, 2011).
Tujuan city branding menurut Clive Woodger, dalam “City Brand
Development”, diantaranya:
Membangun percaya diri kota (to create pride and confidence)
Menarik investor (to attract investment)
Menarik wisatawan (to attract tourist)
Menarik orang bertalenta (to attract talent)
Meraih reputasi yang baik (to achieve positive reputatation)
Beberapa kota yang sering berganti-ganti dalam menggunakan
nama, slogan atau tagline dan iklan tentang kota, cenderung hanya
melakukan city branding untuk membentuk “image wrapper”. Kegiatan
branding tersebut hanya berfokus tentang bagaimana menutupi
kekurangan atau kelemahan kota, tanpa memperhatikan totalitas kota.
David Taylor dalam bukunya, The Brandgym menjelaskan bagaimana
model pendekatan branding yang mampu memimpin bisnis dan menjadi
katalisator dalam pertumbuhan bisnis yaitu melalui model “brand-led
business”, sebagai berikut.
Gambar 1. Brand-led Business
Brand-led business adalah pendekatan dalam melakukan branding
dengan memimpin organisasi untuk konsisten dalam memberikan janji
untuk memberikan motivasi dan pengalaman yang berbeda terhadap
konsumen (Taylor, 2003: 7). Sehingga, dalam kegiatan branding kota,
peran pemerintah penting dalam memimpin (mengikutsertakan dan
menggabungkan) berbagai sumber daya dalam kepemerintahan untuk
menyampaikan nilai-nilai terhadap para konsumen dan stakeholder yang
terlibat dengan cara yang sama.
3. Functionality
Julia Winfield-Pfefferkorn (2005) menyatakan bahwa yang disebut
dengan functionality adalah bagaimana suatu hal memiliki benefit
(keuntungan) yang dapat dilihat. Dalam konteks functionality untuk kota,
functionality yang diartikan oleh Julia Winfield Pfefferkom adalah tentang
bagaimana suato kota mampu menjadi tempat destinasi untuk pencarian
lapanga kerja, industry, perumahan, transportasi umum, dan
rekreasi.Winfield juga menjelaskan bahwa functionality pada kota
memiliki aspek yang berbeda dan juga menarik bagi orang lain.
Dengan konsep ini kita akan bisa untuk menemukan fungsionalitas
kota Semarang. Selain itu kita juga bisa melihat persepsi masyarakat yang
tepat yang akan mampu menghasilkan functionality yang lebih unik dan
berbeda dengan kota-kota lain yang hanya bisa didapatkan di kota
BRAND IMAGE
BRAND REALITY
BRAND
PROMISE
Semarang. Dengan ini ketertarikan pihak luar terhadap kota Semarang
juga pada akhirnya akan semakin meningkat.
4. Added Value
Winfield (2005) mengatakan bahwa added value (nilai tambahan)
adalah apa yang membedakan antara produk dan brand. Konsep added
value diartikan sebagai bentuk mengenai bagaimana suatu brand memiliki
keuntungan yang tak terlihat yang bersifat non fungsional dan memberikan
keuntungan personal bagi orang-orang yang berasosiasi dengan brand
tersebut. Winfied disini menjelaskan beberapa sumber yang menghasilkan
added value pada suatu kota. Diantaranya adalah:
Pengalaman dalam kota tersebut.
Pengalaman tentang bagaimana seseorang berada dalam
suatu kota akan sangat berpengaruh terhadap nilai yang akan
dimiliki oleh suatu kota. Seseorang yang telah berada dalam suatu
kota akan memberitahukan pengalamannya kepada orang lain yang
kemudian juga akan memberikan pengaruh terhadap persepsi orang
lain mengenai kota tersebut.
Persepsi terhadap penduduk kota tersebut
Persepsi yang akan muncul ketika kita mendengar nama
suatu kota merupakan hal yang menjadi nilai tambahan bagi kota
tersebut. ketika kita sudah memiliki embel-embel persepsi terhadap
suatu kota, maka kita akan memberikan ekspektasi tertentu yang
akan berbuah pada nilai baru yang dimiliki kota tersebut
berdasarkan persepsi dari kota tersebut.
Kepercayaan terhadap nilai dari kota tersebut
Ketika suatu kota sudah memiliki nilai tertentu. orang-
orang yang memiliki ketertarikan dan keterkaitan terhadap nilai
yang sama juga akan memiliki keinginan yang lebih untuk
berasosiasi dengan kota tersebut. nilai tersebut menjadi nilai lebih
karena nilai tersebut mampu memberikan keuntungan personal
bagi individu-individu yang menganggap nilai tersebut adalah nilai
yang penting baginya.
Penampilan dari kota tersebut.
Bentuk dan bagaimana suatu kota terlihat adalah hal yang
dianggap paling penting bagi suatu kota. Kota yang memiliki
penampilan yang baik ataupun memiilki kesan tertentu juga akan
memberikan ketertarikan kepada orang-orang yang memiliki
ketertarikan ataupun ikatan emosional dengan kesan tersebut.
5. Social Exchange Theory
Social exchange theory menjelaskan bahwa setiap individu
memiliki kecenderungan untuk menilai interaksi dengan
mempertimbangkan untung-rugi (cost-benefit). Teori ini berpendapat
bahwa individu akan selalu mempertimbangkan apakah rugi yang didapat
lebih besar daripada keuntungan yang didapat, atau sebaliknya untung
yang didapatkan lebih besar daripada kerugian yang harus dibayar. Teori
ini juga menjelaskan bahwa jika kerugiannya lebih besar maka
kecenderungan individu tersebut untuk menghindari hubungan tersebut.
Sementara sebaliknya, jika keuntungan yang didapat lebih besar daripada
kerugian yang harus dibayar, maka kecenderungan individu tersebut untuk
melanjutkan atau memilih hubungan tersebut akan lebih besar.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, keputusan orang untuk
mengunjungi atau menetap di kota Semarang didasarkan pada untung dan
rugi yang ada. Jika berpergian ke kota Semarang memiliki lebih banyak
kerugian yang harus dibayar daripada harga yang harus didapatkan, maka
kecenderungan orang tersebut untuk menyukai dan mengunjungi kota
Semarang akan semakin kecil.
Sebaliknya, jika keuntungan yang didapat ketika individu berpergian ke
kota Semarang dan berasosiasi dengan kota Semarang lebih besar daripada
kerugian yang harus dibayar oleh orang tersebut, maka kecenderungan
orang tersebut untuk berpergian ke kota Semarang dan memiliki
ketertarikan dan loyalitas terhadap kota Semarang akan semakin besar.
VIII. Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Peneliti akan melakukan penelitian mengenai pesepsi masyarakat,
baik dari dalam ataupun luar kota Semarang mengenai kota Semarang.
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian deskriptif berkaitan
dengan pengumpulan fakta dan identifikasi (Basuki, 2006: 111). Teknik
dan instrument khusus dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan
peneliti.
Alasan penggunaan pendekatan campuran kuantitatif dan kualitatif
merujuk pada hasil ulasan Greene dan kawan-kawan tentang lima tujuan
kajian metoda campuran yang dijelaskan sebagai berikut :
(a)Triangulasi atau mencari penyatuan hasil; (b) saling
melengkapi, atau pengujian segi yang tumpang tindih dan
aspek yang berbeda pada suatu fenomena; (c) inisiasi, atau
penemuan paradox, kontradiksi, persepektif yang segar; (d)
dari metoda pertama menginformasikan penggunaan
metoda yang kedua; dan (e) perluasan, atau penggunaan
metoda campuran guna menambah luas dan cakupan
proyek (Tashakori dan Teddlie, 2010:70).
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif
dan data kuantitatif. Data kualitatif sifatnya deskriptif diperoleh melalui
wawancara dengan interview guide, studi literatur dan hasil dari penelitian-
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kajian city branding dalam
penelitian ini.
Sedangkan data kuantitatif adalah data yang diperolah dari hasil
penyebaran kuesioer kepada responden yang tinggal di kota Semarang,
baik dari dalam maupun luar Kota Semarang.
Populasi dan Sampel
Menurut Arikunto (2001: 102), populasi merupakan seluruh
elemen yang berada pada wilayah penelitian. Populasi dalam penelitian ini
yaitu masyarakat yang tinggal di kota Semarang, baik dari dalam maupun
luar Kota Semarang. Mereka terbagi dalam beberapa kelompok yaitu
wisatawan, investor, warga Kota Semarang dan luar Kota Semarang.
Sample dalam penelitian kuantitatif ditentukan melalui unit analisis
sampel bertujuan (purposive sampling).Tujuannya adalah untuk merinci
kekhususan yang ada dalam konteks ramuan yang unik (Moleong, 2002:
165).
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini akan menghasilkan dua jenis data yakni data
kuantitatif dan kualitatif. Pada data kuantitatif diperoleh dengan mengukur
nilai satu atau lebih variabel dalam sampel (atau populasi). Semua data,
yang pada gilirannya merupakan variabel yang diukur (Kuncoro, 2007:
23). Pada data kualitatif diperoleh dengan menganalisa data primer dalam
bentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.
Sumber Data
a. Data Primer
Merupakan data utama yang diperoleh langsung dari
responden berupa hasil wawancara dengan interview guide dan
data dari hasil penyebaran kuesioner.
b. Data Sekunder
Unit data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen,
baik dokumen pribadi mapun dokumen resmi yang menunjang
penelitian yang akan dilakukan.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian kuantitatif yang
digunakan yakni menyebarkan kuesioner. Sedangkan, pada penelitian
kualitatif teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara.
Jenis wawancara yang digunakan yakni wawancara mendalam (in-depth
interview).
Teknik Analisis Data
- Teknik Analisis Data Kuantitatif
Pada data kuantitatif akan dilakukan melalui metoda deskriptif.
Metoda ini meliputi penyajian kesimpulan melalui pemaparan statistik dan
grafik sederhana. Tujuan utama analisis deskriptif adalah untuk
memberikan gambaran ilustrasi dan/atau ringkasan yang dapat membantu
pembaca memahami jenis variable dan keterkaitannya. Metoda umum yang
sering digunakan dalam analisis data dan penyajian data deskriptif adalah:
(a) mengukur kecenderungan sentral dan; (b) mengukur kedudukan relatif.
Analisis data kuantitatif yang dilakukan dengan mengukur
kecenderungan sentral yakni melalui peringkasan kelompok
pengamatan/penilaian ke dalam bentuk tunggal, kemudian dilanjutkan
dengan mengukur kedudukan relatif. Kedudukan relatif adalah petunjuk
tunggal posisi relatif skor dalam relasinya dengan yang lain. Salah satunya
adalah pangkat perseratus.
- Teknik Analisis Data Kualitatif
Penelitian kualitatif ini menggunakan metoda penelitian kualitatif
deskriptif. Analisis data kualitatif pada penelitian ini berkaitan dengan
reduksi data yakni memilah-milah data yang tidak beraturan menjadi
potongan-potongan yang lebih teratur, dengan mengoding, menyusunnya
menjadi kategori (memoing), dan merangkumnya menjadi pola dan
susunan yang sederhana. Kemudian, interpretasi yakni mendapatkan
makna dan pemahaman terhadap kata-kata dan tindakan para partisipan
riset dengan memunculkan konsep dan teori yang menjelaskan temuan
(Daymon dan Holloway, 2008: 369).
IX. Nama dan Biodata Ketua dan Anggota Tim Peneliti
a. Ketua Pelaksana Kegiatan
1. Nama Lengkap : Anjar Mukti Yuni Pamungkas
2. NIM/NRM : 14030111140116
3. Fakultas/Program Studi : ISIP/S1-Ilmu Komunikasi
4. Perguruan Tinggi : Universitas Diponegoro
5. Waktu untuk kegiatan : 24 jam/minggu
b. Anggota Pelaksana I
1. Nama Lengkap : Haekal Muhammad
2. NIM/NRM : 14030111130050
3. Fakultas/Program Studi : ISIP/S1-Ilmu Komunikasi
4. Perguruan Tinggi : Universitas Diponegoro
5. Waktu untuk kegiatan : 24 jam/minggu
c. Anggota Pelaksana II
1. Nama Lengkap : Eva Wijiyanti Hidayat
2. NIM/NRM : 14030111130052
3. Fakultas/Program Studi : ISIP/S1-Ilmu Komunikasi
4. Perguruan Tinggi : Universitas Diponegoro
5. Waktu untuk kegiatan : 24 jam/minggu
X. Nama dan Biodata Dosen
a. Nama Lengkap dan Gelar : Nurist Surayya Ulfa, M.Si
b. Golongan Pangkat dan NIP : III B / 19821112.200912.2.007
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
d. Jabatan Struktural : Dosen Biasa
e. Fakultas/Program Studi : ISIP/ Ilmu KOmunikasi
f. Perguruan Tinggi : Universitas Diponegoro
g. Bidang Keahlian : Ilmu Komunikasi
h. Waktu untuk Kegiatan : 3 jam/minggu
XI. Biaya Kegiatan Penelitian :
NO KETERANGAN JUMLAH 1 BELANJA BARANG
FC dan Jilid Proposal 270.000,00Pembelian ATK 780.000,00FC Interview guide 50.000,00FC Kuesioner 100.000,00Konsumsi Rapat 550.000,00Souvenir Penelitian 1.000.000,00Pembuatan Poster Hasil Penelitian 500.000,00FC. Laporan Penelitian 350.000,00
2 BELANJA JASAPengolahan Data Rp. 1.200.000/bln X 2 bulan 2.400.000,00
3 BELANJA PERJALANAN Biaya Transport utk Survey Rp. 300.000/orang 1.500.000,00