Page 1
EFEKTIVITAS PELATIHAN EMPATI DALAM
MENINGKATKAN TEAMWORK FUNGSIONARIS HIMA
PSIKOLOGI 2013
PROPOSAL
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Eksperimen
Dosen pengampu:
Rulita Hendriyati, S.Psi., M.Si.,
Amri Hana Muhammad, S.Psi., M.A.,
Oleh
Ervina Witriana Putri
1511410034
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
Page 2
A. Judul Penelitian
“Efektivitas Pelatihan Empati Dalam Meningkatkan Teamwork
Fungsionaris HIMA Psikologi 2013”.
B. Latar Belakang Masalah
Suatu organisasi pasti memiliki tujuan yang berbentuk visi dan misi.
Seorang pemimpin membimbing anggotanya untuk bersama- sama mencapai
tujuan terebut. Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut suatu organisasi
dibatasi oleh periode. Oleh karena itu organisasi harus bekerja seefektif dan
seefisien mungkin agar dapat mewujudkan tujuannya selama periode itu
berlangsung.
Himpunan Mahasiswa Psikologi (HIMAPSI) adalah organisasi mahasiswa
yang berada dalam lingkup jurusan Psikologi. HIMAPSI berganti periode
setiap tahunnya, dan setiap tahun pula akan didapati ketua serta fungsionaris
yang berbeda. Itulah sebabnya HIMAPSI harus mebangun kerjasama yang kuat
agar dapat bekerja secara efektif dan efisien sehingga dalam kurun waktu
setahun visi dan misinya dapat tercapai. Namun, kenyataanya membangun
kerjasama yang kuat tidaklah mudah. Ketua dan fungsionaris yang baru
memiliki persepsi dan prioritas yang berbeda- beda serta belum adanya rasa
solidaritas untuk saling memahami perbedaan tersebut.
Berdasarkan fenomena tersebut, HIMAPSI hendaknya mengikuti pelatihan
yang dapat menumbuhkan rasa solidaritas sehingga dapat membangun
kerjasama yang kuat (strong teamwork) untuk dapat mencapai visi dan
misinya.
Empati dan teamwork adalah dua hal yang sangat berpengaruh dalam
pencapaian tujuan HIMAPSI 2013. Alasannya, berawal dari rasa empati
fungsonaris dapat mengerti keadaan rekan kerja dan keadaan lingkungan
sekitar secara lebih peka serta belajar untuk menjadi individu yang
komunikatif. Jika fungsionaris sudah memiliki rasa empati, akan terbentuk
kesamaan persepsi dan terciptanya tujuan bersama (common goals). Berawal
dari empati pula mulai dapat dirasakan budaya organisasi yang ada. Setelah
rasa empati tertanam dalam diri fungsionaris, maka teamwork yang baik dapat
Page 3
tercipta. Teamwork ini lah yang akan menjadi alat untuk mewujudkan visi misi
seperti membuat problem solving, menyusun strategi, memperkuat karakter,
mengayomi dan menginspirasi.
C. Perumusan Masalah
Mengingat pentingnya empati dalam membangun teamwork yang baik
dalam sebuah organisasi untuk mencapai visi dan misinya, maka rumusan
masalah yang dibentuk adalah “Seberapa efektifkah pelatihan empati dalam
meningkatkan teamwork fungsionaris HIMA Psikologi 2013 ?”
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah “Mengetahui bagaimana efektivitas pelatihan empati
dalam meningktkan teamwork fungsionaris HIMAPSI 2013I”.
E. Kontribusi Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan kontribusi penambahan
referensi penelitian di bidang industri dan organisasi terutama mengenai
pemahaman tentang empati dan teamwork dalam sebuah organisasi.
Secara praktis, penelitian ini memberi bahan sebagai pertimbangan dan
masukan bagi organisasi mengenai peran empati dalam meningkatkan
teamwork.
F. Tinjauan Pustaka
1. Teamwork
1.1 Pengertian Teamwork
Teamwork (kerja tim) sebagai suatu proses, kelompok kerja atau work
team menurut Robbins (2004) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau
lebih orang yang saling mempengaruhi dan saling tergantung yang datang
bersama- sama untuk mencapai sasaran tertentu. Sedangkan menurut David
W. Jhonson & Frank P. Jhonson, work team adalah sekumpulan interaksi
interpersonal yang terstruktur untuk (1) memaksimalkan keahlian dan
Page 4
kesuksesan anggota dalam pekerjaannya dan (2) mengkoordinasi dan
menyatukan usaha tiap anggota ke anggota lain dalam tim.
Tracy (2006) menyatakan bahwa, kerja tim merupakan kegiatan yang
dikelola dan dilakukan sekelompok orang yang tergabung dalam satu
organisasi. Kerja tim dapat meningkatkan kerja sama dan komunikasi di
dalam dan di antara bagian-bagian organisasi. Biasanya kerja tim
beranggotakan orang-orang yang memiliki perbedaan keahlian sehingga
dijadikan kekuatan dalam mencapai tujuan organisasi.
Pernyataan di atas diperkuat Dewi (2007), kerja tim (teamwork) adalah
bentuk kerja dalam kelompok yang harus diorganisasi dan dikelola dengan
baik. Tim beranggotakan orang-orang yang memiliki keahlian yang berbeda-
beda dan dikoordinasikan untuk bekerja sama dengan pimpinan. Terjadi
saling ketergantungan yang kuat satu sama lain untuk mencapai sebuah
tujuan atau menyelesaikan sebuah tugas. Dengan melakukan kerja tim
diharapkan hasilnya melebihi jika dikerjakan secara perorangan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan teamwork
adalah aktivitas suatu kelompok beisi interaksi interpersonal terstruktur yang
bertjuan memaksimalkan keahlian anggota dan mencapai kesuksesan dalam
pekerjaan.
1.2 Ketrampilan yang Diperlukan dalam Teamwork
Sesuai dengan informasi yang didapat dari Active Transformation (2007),
dua keterampilan utama yang seharusnya dimiliki oleh anggota sebuah
teamwork, yaitu :
1.2.1 Keterampilan managerial (managerial skill)
Keterampilan ini mencakup kemampuan dalam membuat rencana kerja,
menentukan tujuan, memantau kinerja, memonitor perkembangan dan
memastikan pekerjaan telah dilakukan secara benar, dan lain-lain.
1.2.2 Keterampilan interpersonal (interpersonal skill)
Yang termasuk dalam keterampilan ini adalah kemampuan
berkomunikasi, saling menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan
menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain
Page 5
1.3 Tim yang Efektif
West (2002) merinci ada 4 (empat) kekuatan dalam membangun tim yang
efektif, yaitu:
a) Kelompok hendaknya mempunyai tugas-tugas yang menarik secara
intrinsik agar berhasil. Anggota tim akan bekerja lebih keras jika tugas-
tugas yang harus dikerjakannya secara intrinsik menarik minat,
memotivasi, menantang, dan menyenangkan.
b) Individu seharusnya merasa dirinya penting bagi nasib kelompok. Satu hal
yang akan menjadikan anggota tim bahwa kerjanya sangat penting bagi
kelangsungan nasib kelompoknya adalah melalui penggunaan teknik
penjelasan peran (role clarification) dan negosiasi (negotiation).
c) Kontribusi individual seharusnya sangat diperlukan, unik, dan teruji.
Dampak keengganan sosial sangat berkurang pada anggota tim yang
merasa kerja mereka bermanfaat bagi keberhasilan tim secara menyeluruh.
d) Seharusnya ada tujuan tim yang jelas dengan umpan balik kinerja yang
tetap. Penting bagi para individu mempunyai tujuan yang jelas dan umpan
balik kinerja (performance feedback) yang sama pentingnya bagi tim
secara keseluruhan. Tujuan dapat berfungsi sebagai motivator keberhasilan
tim jika umpan balik kinerja tercapai secara akurat.
Selanjutnya Williams (2008) membagi ada 5 (lima) hal yang menunjukkan
peranan anggota dalam membangun kerja tim yang efektif, yaitu:
a) Para anggota mengerti dengan baik tujuan tim dan hanya dapat dicapai
dengan baik pula dengan dukungan bersama, dan oleh karena itu
mempunyai rasa saling ketergantungan, rasa saling memiliki tim dalam
melaksanakan tugas..
b) Para anggota menyumbang keberhasilan tim dengan menerapkan bakat
dan pengetahuannya untuk sasaran tim, dapat bekerja dengan secara
terbuka, dapat mengekspresikan gagasan, opini dan ketidaksepakatan,
peranan dan pertanyaannya disambut dengan baik.
c) Para anggota berusaha mengerti sudut pandang satu sama lain, didorong
untuk mengembangkan keterampilannya dan menerapkan pada pekerjaan,
untuk itu mendapat dukungan dari tim.
Page 6
d) Para anggota mengakui bahwa konflik adalah hal yang normal, atau hal
yang biasa, dan berusaha memecahkan konflik tersebut dengan cepat dan
konstruktif (bersifat memperbaiki).
e) Para anggota berpartisipasi dalam keputusan tim, tetapi mengerti bahwa
pemimpin mereka harus membuat peraturan akhir setiap kali tim tidak
berhasil membuat suatu keputusan, dan peraturan akhir itu bukan
merupakan persesuaian.
Pelaksanaan kerja tim secara efektif akan berdampak pada kesuksesan tim
dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu kerja tim harus
dikelola dengan baik agar tetap solid. Teamwork yang solid akan memudahkan
manajemen dalam mendelegasikan tugas-tugas organisasi. Namun demikian
untuk membentuk sebuah tim yang solid dibutuhkan komitmen yang tinggi
dari manajemen. Hal terpenting adalah bahwa teamwork harus dilihat sebagai
suatu sumber daya yang arus dikembangkan dan dibina sama seperti sumber
daya lain yang ada dalam perusahaan. Proses pembentukan, pemeliharaan dan
pembinaan teamwork harus dilakukan atas dasar kesadaran penuh dari tim
tersebut sehingga segala sesuatu berjalan secara normal sebagai suatu aktivitas
sebuah teamwork, meskipun pada kondisi tertentu manajemen dapat
melakukan intervensi.
Seseorang ketika bekerja di dalam kelompok (team), akan ada dua isu
yang muncul. Pertama adalah adanya tugas-tugas (tasks) dan masalah-masalah
yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Hal ini seringkali
merupakan topik utama yang menjadi perhatian team. Kedua adalah proses
yang terjadi di dalam teamwork itu sendiri, misalnya bagaimana mekanisme
kerja atau aturan main sebuah team sebagai suatu unit kerja dari perusahaan,
proses interaksi di dalam team, dan lain-lain. Dengan kata lain proses
menunjuk pada semangat kerjasama, koordinasi, prosedur yang harus
dilakukan dan disepakati seluruh anggota, dan hal-hal lain yang berguna untuk
menjaga keharmonisan hubungan antarindividu dalam kelompok itu. Tanpa
memperhatikan proses maka sebuah teamwork tidak akan memiliki nilai apa-
Page 7
apa bagi perusahaan dan hanya akan menjadi sumber masalah bagi perusahaan
dalam pembentukan sebuah teamwork.
Kerja tim merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan
berbagai talenta dan dapat memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang
mapan. selain itu keterampilan dan pengetahuan yang beraneka ragam yang
dimiliki oleh anggota kelompok juga merupakan nilai tambah yang membuat
teamwork lebih menguntungkan jika dibandingkan seorang individu yang
brilian sekalipun. Sebuah tim dapat dilihat sebagai suatu unit yang mengatur
dirinya sendiri. Rentangan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki
anggota dan self monitoring yang ditunjukkan oleh masing-masing tim
memungkinkannya untuk diberikan suatu tugas dan tanggung jawab. Bahkan
ketika suatu masalah tersebut dapat diputuskan oleh satu orang saja,
melibatkan teamwork akan memberikan beberapa keuntungan. Keuntungan
tersebut adalah: Pertama, keputusan yang dibuat secara bersama-sama akan
meningkatkan motivasi tim dalam pelaksanaannya. Kedua, keputusan bersama
akan lebih mudah dipahami oleh tim dibandingkan jika hanya mengandalkan
keputusan dari satu orang saja.
Berdasarkan perspektif individu, dengan masuknya individu tersebut ke
dalam suatu kelompok, maka hal tersebut akan menambah semangat juang/
motivasi untuk mencapai suatu prestasi yang mungkin tidak akan pernah dapat
dicapai seorang diri oleh individu tersebut. Hal ini dapat terjadi karena tim
mendorong setiap anggotanya untuk memiliki wewenang dan tanggung jawab
sehingga meningkatkan harga diri setiap orang. Keberadaan seseorang akan
lebih bernilai apabila ia dapat memberi kontribusi pada tim, dan anggota tim
juga menghargai kontribusinya berupa tenaga dan pikirannya (West, 2002).
Hal yang sangat mendasar dalam mewujudkan keutuhan sebuah tim agar
dapat berkinerja dan berdaya guna, perancangan tim yang baik sangat
diperlukan. Pentingnya perancangan tim yang baik diuraikan Griffin (2004)
dengan membagi ke dalam 4 (empat) tahap perkembangan, yaitu:
a) Forming (pembentukan), adalah tahapan di mana para anggota setuju
untuk bergabung dalam suatu tim. Karena kelompok baru dibentuk maka
setiap orang membawa nilai-nilai, pendapat dan cara kerja sendiri-sendiri.
Page 8
Konflik sangat jarang terjadi, setiap orang masih sungkan, malu-malu,
bahkan seringkali ada anggota yang merasa gugup. Kelompok cenderung
belum dapat memilih pemimpin (kecuali tim yang sudah dipilih ketua
kelompoknya terlebih dahulu).
b) Storming (merebut hati), adalah tahapan di mana kekacauan mulai timbul
di dalam tim. Pemimpin yang telah dipilih seringkali dipertanyakan
kemampuannya dan anggota kelompok tidak ragu-ragu untuk mengganti
pemimpin yang dinilai tidak mampu. Faksi-faksi mulai terbentuk, terjadi
pertentangan karena masalah-masalah pribadi, semua bersikeras dengan
pendapat masing-masing. Komunikasi yang terjadi sangat sedikit karena
masing-masing orang tidak mau lagi menjadi pendengar.
c) Norming (pengaturan norma), adalah tahapan di mana individu-individu
dan sub-group yang ada dalam tim mulai merasakan keuntungan bekerja
bersama dan berjuang untuk menghindari team tersebut dari kehancuran
(bubar). Karena semangat kerjasama sudah mulai timbul, setiap anggota
mulai merasa bebas untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya
kepada seluruh anggota tim.
d) Performing (melaksanakan), adalah tahapan merupakan titik kulminasi di
mana team sudah berhasil membangun sistem yang memungkinkannya
untuk dapat bekerja secara produktif dan efisien. Pada tahap ini
keberhasilan tim akan terlihat dari prestasi yang ditunjukkan.
Selain keempat fase di atas, Sopiah (2008) menambahkan satu fase
terakhir pembentukan tim yaitu Anjourning (pengakhiran). Fase ini
merupakan fase terakhir yang ada pada kelompok yang bersifat temporer,
yang di dalamnya tidak lagi berkenaan dengan berakhirnya rangkaian
kegiatan.
1.4 Indikator-indikator Kerja Tim
Berdasarkan definisi kerja tim yang dinyatakan Buchholz (2000) maka
indikator-indikatornya sebagai berikut:
Page 9
a) Kepemimpinan partisipatif (participative leadership), yaitu terciptanya
kebebasan dengan mendorong, memberikan kebebasan memimpin dan
melayani orang lain.
b) Tanggung jawab yang dibagikan (shared responsibility), yaitu terciptanya
lingkungan yang menjadikan anggota tim merasa bertanggung jawab
seperti tanggung jawab seorang manajer dalam pelaksanaan unit kerja.
c) Penyamaan tujuan (aligned on purpose), yaitu memiliki rasa tujuan yang
sama sebagaimana dalam tujuan awal dan fungsi pembentukan tim.
d) Komunikasi yang intensif (intensive communication) yaitu terciptanya
iklim kepercayaan dan komunikasi yang terbuka serta jujur.
e) Fokus pada masa yang akan datang (future focused), yaitu adanya
perubahan sebagai sebuah kesempatan untuk berkembang (tumbuh).
f) Fokus pada tugas (focused on task), yaitu terciptanya fokus perhatian
anggota tim pada tugas-tugas yang dilaksanakan.
g) Pengerahan bakat (talents), yaitu adanya perubahan rintangan-rintangan
secara kreatif menjadi daya cipta dan penerapan bakat serta kemampuan
individu.
h) Tanggapan yang cepat (rapid response), yaitu adanya pengidentifikasian
dan pelaksanaan setiap respon secara cepat.
2 Pelatihan
2.1 Definisi Pelatihan
Sikula (dalam Mangkunegara, 2006) menyatakan bahwa “Training is
short-terms educational procces utilizing a systematic and organized
procedure by which nonmanagerial personnel lear technical knowledge and
skills for a definite purpose. Development, in reference to staffing and
personnel matters, is along-terms educational procces utilizing a systematic
and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual
and theoretical knowledge for general purpose” yang artinya Pelatihan adalah
suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur
sistematis dan terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari
pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.
Page 10
Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan
keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan
(Simamora, 2004).
Sementara menurut Rivai (2006), pelatihan secara singkat didefinisikan
sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di
masa mendatang. Pelatihan adalah proses secara sistematik mengubah tingkah
laku karyawan untuk melaksanakan pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki
orientasi saat ini dan membantu karyawan untuk mencapai keahlian dan
kemampuan tertentu agar berhasil dalam pekerjaannya.
Maka, dapat disimpulkan pelatihan adalah proses pembelajaran jangka
pendek untuk perolehan keahlian, konsep, peraturan, sikap dan meningkatkan
kinerja.
2.2 Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan ditinjau dari sisi individu karyawan menurut
Mangkuprawira (2004), yaitu perubahan dalam peningkatan pengetahuan,
sikap, keterampilan dan pengembangan karir. Sedangkan tujuan pelatihan
ditinjau dari kepentingan perusahaan adalah tercapainya kinerja perusahaan
yang maksimum sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi pada karyawan.
Simamora (2004) menjelaskan bahwa tujuan-tujuan pelatihan pada intinya
dapat dikelompokkan kedalam 5 (lima) bidang berikut :
a) Memperbaiki kinerja.
b) Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan
teknologi.
c) Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten
dalam pekerjaan.
d) Membantu masalah operasional.
e) Mempersiapkan karyawan untuk promosi.
Dari beberapa tujuan diatas, maka tujuan pelatihan adalah perubahan
dalam peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan pengembangan
karir untuk memperbaiki kinerja.
Page 11
2.3 Tahapan dalam Pelaksanaan Pelatihan
Pelatihan dapat terselenggara melalui beberapa tahapan, seperti terlihat
pada Gambar 1. Pertama dijelaskan bahwa sebelum pelatihan, kebutuhan
terhadap pelatihan perlu dianalisis terlebih dahulu, karena belum tentu setiap
orang siap dan membutuhkan pelatihan. Selain itu, penilaian kebutuhan dapat
mendiagnosis permasalahan terkini dan tantangan masa depan yang
diharapkan dapat diatasi. Dalam tahap penilaian, keperluan akan suatu
pelatihan dari pihak perusahaan, tugas dan kebutuhan individual perlu
dianalisis terlebih dahulu.
Jenis informasi dan metode pengumpulan yang berbeda dapat digunakan
pada tiap tingkat pengguna. Data tentang jenis pelatihan yang diperlukan dan
tipe kelompok yang membutuhkan pelatihan dapat dikumpulkan melalui
beragam metode. Selain itu, data harus dikumpulkan dan dianalisis pada
tingkatan keperluan yang berbeda, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan dari
perusahaan, tugas dan kebutuhan karyawan. Setelah tahap analisis kebutuhan
dikerjakan, maka tahap berikutnya adalah perumusan tujuan pelatihan,
prinsip-prinsip pembelajaran atau metode pelatihan (termasuk kriteria evaluasi
pelatihan), merancang dan menyeleksi prosedur pelatihan, penentuan dan
pelaksanaan program pelatihan, serta evaluasi pelatihan dan pengembangan.
Page 12
2.4 Jenis Pelatihan
Menurut Simamora (2004), terdapat banyak pendekatan untuk pelatihan.
Jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan di dalam organisasi adalah :
a) Pelatihan keahlian (skills training)
Pelatihan ini merupakan pelatihan yang sering dijumpai di dalam
organisasi. Program pelatihan diidentifikasi melalui penilaian yang jeli.
Kriteria penilaian efektivitas pelatihan didasarkan pada sasaran yang
diidentifikasi pada tahap penilaian.
b) Pelatihan ulang (retraining)
Retraining merupakan subset pelatihan keahlian. Pelatihan ini
berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang
dibutuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah.
c) Pelatihan lintas fungsional (cross functional training)
Pelatihan ini melibatkan pelatihan karyawan untuk melakukan aktivitas
kerja dalam bidang lainnya, selain dari pekerjaan yang ditugaskan. Ada
banyak pendekatan untuk pelatihan lintas fungsional, sebagai contoh job
reshuffle.
d) Pelatihan tim
Pelatihan tim diberikan menggunakan beberapa bentuk simulasi atau
praktik situasi nyata dan hal ini selalu terfokus pada interaksi dari anggota
tim, perlengkapan dan prosedur kerja.
e) Pelatihan kreativitas (creativity training)
Pelatihan ini berlandaskan pada asumsi bahwa kreativitas dapat dipelajari.
Ada beberapa cara untuk mengajarkan kreativitas, yang semuanya
berusaha membantu orang-orang dalam memecahkan masalah dengan kiat
baru. Salah satunya adalah brainstorming, dimana para partisipan
diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan sebebas mungkin
kemudian diminta memberikan penilaian rasional dari segi biaya dan
kelayakan.
Page 13
2.5 Empati
2.5.1 Definisi Empati
Stein (2002) mengatakan bahwa empati dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menyadari, memahami dan menghargai perasaan dan
pikiran orang lain. Empati adalah "menyelaraskan diri" (peka) terhadap apa,
bagaimana dan latar belakang perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana
orang tersebut merasakan dan memikirkannya. Bersikap empati artinya
mampu membaca orang lain dari sudut pandang emosi. Orang yang empati
peduli pada orang lain dan memperhatikan minat dan perhatian pada mereka.
Lebih lanjut Stein (2002) mengemukakan bahwa pada dasarnya empati adalah
kemampuan melihat dunia dari sudut pandang orang lain, kemampuan untuk
menyelaraskan diri dengan yang mungkin dirasakan dan dipikirkan orang lain
tentang suatu situasi. Empati adalah perkakas antar pribadi yang sangat
bermanfaat.
Dalam psikologi dewasa ini , kata “empati” digunakan dalam tiga arti
yang berbeda : mengetahui perasaan orang lain, merasakanapa yang dirasakan
orang lain, dan memberikan respon belas kasih terhadap kesusahan orang lain.
Ketiganya menggambarkan rangkaian berurutan 1-2-3 :saya memperhatikan
anda, saya merasa bersama anda, dan karena itu, saya bertindak untuk anda
(Golleman, 2007:77). Sedangkan empati menurut Patton, memposisikan diri
pada tempat orang lain. Memang tidak mudah, namun perlu jika anda
memiliki rasa kasih kepada orang lain, memahami orang lain, memperhatikan
mereka, itu berarti bahwa kita membutuhkan waktu untuk mendekatkan
sebagai hal yang dapat mempererat ikatan persahabatan dan menunjukkan
kesediaan untuk membantu (Patricia Patton, 2002:159).
2.5.2 Ciri-ciri atau Karakteristik Empati
Empati menekankan pentingnya mengindra perasaan orang lain sebagai
dasar untuk membangun hubungan social yang sehat. Bila self awareness
terfokus pada pengenalan emosi sendiri, dalam empati perhatiannya dialihkan
kepada pengenalan emosi orang lain. Semakin seseorang mengetahui emosi
sendiri, semakin ia terampil membaca emosi orang lain. Dengan demikian
empati dapat dipahami sebagai kemampuan mengindera perasaan
Page 14
dariperspektif orang lain (Golleman, 1999:158). Menurut Golleman
(2005:219), ada empat kemampuan empati yang dimiliki oleh para star
performer adalah :
a) Memahami orang lain, yaitu mengindera perasaan-perasaan dan perspektif
orang lain, serta menunjukkan minat-minat aktif terhadap kepentingan-
kepentingan mereka.
b) Mengembangkan orang lain, yaitu mengindera kebutuhan orang lain untuk
perkembangan dan meningkatkan kemampuan mereka.
c) Memanfaatkan keragaman, yaitu menumbuhkan kesempatan-kesempatan
melalui keragaman pada banyak orang.
d) Kesadaran politik, yaitu membaca kecenderungan sosial politik yang
seimbang.
Golleman mengemukakan 3 ciri-ciri kemampuan empati yang harus
dimiliki sebagai bahan dari kecerdasan emosional antara lain :
a) Mendengarkan bicara orang lain dengan baik, artinya individu mampu
memberi perhatian dan menjadi pendengar yang baik dari segala
permasalahan yang diungkapkan orang lain kepadanya.
b) Menerima sudut pandang orang lain, artinya individu mampu memandang
permasalahan dari titik pandang orang lain sehingga akan menimbulkan
toleransi dan kemampuan menerima perbedaan.
c) Peka terhadap perasaan orang lain, artinya individu mampu membaca
perasaan orang lain dari isyarat verbal dan non verbal, seperti nada bicara,
ekspresi wajah, gerak-gerik, dan bahasa tubuh yang lain.
Inti empati adalah mendengarkan dengan telinga yang tertata dengan baik
dan tepat.Mendengarkan dengan baik yang diperlukan secara mutlak demi
keberhasilan suatu aktifitas.
2.5.3 Aspek- aspek yang terkandung dalam empati
Menurut Mussen, (Safaria, 2005), “mereka mampu menyadari orang lain,
memandang segala sesuatu tidak seperti mereka. Dan mereka sering
memodifikasi prilakunya dengan mempertimbangkan kebutuhan dan minat
orang lain.”
Page 15
Fesbach (Ibid : 2005), empati adalah sejenis pemahaman perspektif yang
mengacu pada “respon emosi yang dianut bersama dan dialami individu ketika
ia mempersepsikan reaksi orang lain”. Empati mempunyai dua aspek
komponen kognitif dan satu komponen afektif. Komponen- komponen
tersebut terdiri dari :
a. Kemampuan individu mengidentifikasi dan melabelkan perasaan orang
lain.
b. Kemampuan individu mengasumsikan perspektif orang lain.
c. Kemampuan dalam meresponsifkan emosi.
2.5.4 Pelatihan Empati
Berdasarkan urian diatas, pelatihan empati dapat didefinisikan sebagai
proses pembelajaran jangka pendek untuk menyadari, memahami dan
menghargai perasaan dan pikiran orang lain tentang apa, bagaimana dan latar
belakang perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut
merasakan dan memikirkannya.
2.6 PELATIHAN EMPATI DALAM MENINGKATKAN TEAM WORK
FUNGSIONARIS HIMPUNAN MAHASISWA PSIKOLOGI 2013
Secara umum tujuan diberikannya pelatihan empati bagi fungsonaris
HIMAPSI 2013 adalah untuk menumbuhkan rasa solidaritas melalui
pengembangan sikap empati antar fungsionaris. Dengan berkembangnya
empati diharapkan fungsionaris dapat saling memahami, bekerjasama dan
bersinergi untuk mewujudkan visi dan misi HIMAPSI 2013. Sedangkan secara
khusus, pelatihan empati ini memiliki tiga tujuan. Pertama, tujuan kognitif,
yaitu menyadarkan potensi reaksi emosional berupa rasa empati dalam
mewujudkan kerja sama yang solid untuk mencapai tujuan. Kedua, tujuan
behavioral, untuk membiasakan fungsionaris HIMAPSI 2013 untuk selalu
peka terhadap lingkungan dan mengutamakan kerjasama dalam berorganisasi.
Ketiga, tujuan afektif yaitu membiasakan fungsionaris HIMAPSI 2013 untuk
selalu peka terhadap lingkungan dan mengutamakan kerjasama dalam
berorganisasi.
Page 16
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan empati
dalam meningkatkan teamwork fungsionaris HIMA Psikologi 2013.
Dilihat dari pendekatan analisisnya, penelitian ini termasuk dalam
penelitian dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang data-datanya
berhubungan dengan angka-angka baik yang diperoleh dari pengukuran
maupun dari nilai suatu data yang diperoleh dengan jalan mengubah
kualitatif ke dalam data kuantitatif (Sugiyono, 2009).
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen
yaitu observasi yang objektif terhadap suatu gejala yang dibuat agar terjadi
dalam suatu kondisi yang terkontrol ketat, dimana satu atau lebih faktor
dimanipulasi serta divariasikan dan faktor lain dibuat konstan, dengan tujuan
untuk mempelajari hubungan sebab akibat (Seniati, dkk, 2011: 40).
2. Desain Penelitian
Desain pada penelitian ini menggunakan desain satu kelompok yaitu one
–group pretest-posttest design di mana kelompok pada penelitian ini hanya
ada satu kelompok dan pengukuran dilakukan dua kali yaitu pada saat
sebelum dilakukan pelatihan (pretest) dan sesudah dilakukan pelatihan
(posttest). Pada penelitian ini, akan menguji efektivitas pelatihan empati
dalam meningkatkan teamwork fungsionaris HIMA Psikologi 2013.
3. Variabel Penelitian
a.1 Variabel Independen
Pelatihan Empati
a.2 Variabel Dependen
Teamwork
4. Definisi Operasional Variabel Penelitian
a. Pelatihan Empati yaitu pelatihan empati dapat didefinisikan sebagai proses
pembelajaran jangka pendek untuk menyadari, memahami dan menghargai
Page 17
perasaan dan pikiran orang lain tentang apa, bagaimana dan latar belakang
perasaan dan pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut merasakan dan
memikirkannya.
b. Teamwork adalah aktivitas suatu kelompok beisi interaksi interpersonal
terstruktur yang bertjuan memaksimalkan keahlian anggota dan mencapai
kesuksesan dalam pekerjaan.
5. Perlakuan dan Pengukuran
Sesuai dengan rancangan eksperimen (modul pelatihan) yang digunakan,
penelitian ini akan menggunakan pelatian yang terdiri dari tiga sesi. Setiap sesi
menggunakan metode yang berbeda. Lama waktu dalam melakukan pelatihan
ini yaitu 330 menit. Berikut ini adalah penjelasan format yang dilakukan tiap
sesi pelatihan empati yaitu:
a. Sesi 1
Materi : Inisiatif, Simpati dan Empati
Durasi : 90 menit
Sesi pertama dibuka oleh trainer dimana trainer memperkenalkan diri
dan dilanjutkan oleh perkenalan peserta melalui ice breaking “Nomor itu
Nama”. Setelah peserta dikondisikan kembali, peserta diberi skala untuk
diisi sebagai pretest dan setelah itu trainer menyampaikan materi Inisiatif,
Simpati dan Empati. Materi ini disampaikan karena insiatif, simpati dan
terutama materi diperlukan di dalam kepribadian tiap- tiap orang. Inisiatif
akan membuka jalan keluar suatu permasalahan yang membeku. Simpati
akan membuat orang-orang merasa diperhatikan. Pada sesi ini peserta diajak
untuk mendiskusikan suatu kasus dengan metode Thinking With Six Color
Hat.
b. Sesi 2
Materi : Besi Menajamkan Besi, Manusia Menajamkan
Sesamanya
Durasi : 30 menit
Makna meteri kedua adalah jika gesekan antara besi mengakibatkan
penajaman, apalagi gesekan antar manusia, Semakin dekat manusia
Page 18
(khususnya dalam tim), maka gesekan akan lebih sering terjadi. Materi ini
merupakan penjelasan hasil training sesi pertama. Pada sesi kedua ini
peserta hanya diberi materi.
c. Sesi 3
Materi : Teamwork Game (Permainan Kerjasama)
Durasi : 30 menit
Sesi kedua diisi dengan Teamwork game yang berjudul “Samson dan
Deliah”. Permainan ini dilakukan oleh anggota kelompok yang satu
melawan anggota kelompok yang lain. Bertujuan untuk melatih koordinasi
antar rekan kelompok (karena dilakukan memakai bahasa isyarat) dan
menyadarkan peserta bahwa dalam sebuah tim, setiap pribadi di dalamnya
berperan penting. Dilakukan dengan gerakan yang lucu dan mengundang
tawa sehingga peserta diharapkan merasa lebih rileks, lebih percaya diri, dan
mau terlibat dalam timnya.
d. Evaluasi
Durasi : 30 menit
Setelah semua sesi dilaksanakan dan semua materi disampaikan serta
dilakukannya simulasi, trainer melakukan evaluasi dengan menyanyakan
satu- persatu pada peserta pelajaran apa yang dapat dari training tersebut
dan pemberian skala.
6. Subjek Penelitian
Subjek penelitian sebagai peserta pelatihan adalah mahasiswa yang baru
tergabung dalam organisasi mahasiswa tingkat jurusan. Organisasi tersebut
baru saja berganti periode kepemimpinan. Subjek belum saling menyamakan
persepsi dan prioritas dalam beroganisasi sehingga belum dapat membangun
kerjasama yang kuat. Peserta pelatihan adalah mahasiswa Jurusan Psikologi
FIP UNNES yang menjabat sebagai fungsionaris HIMAPSI 2013 yang terdiri
dari mahasiswa semester 2 dan 4. Subjek berjumlah 25 orang yang terdiri dari
11 orang mahasiswa semester 4 dan 14 mahasiswa semester 2.
Page 19
7. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian yaitu berupa skala
teamwork dengan indicator kepemimpinan partisipatif, tanggung jawab yang
dibagikan, penyamaan tujuan, komunikasi yang intensif, fokus pada masa
yang akan dataang, fokus pada tugas, pengerahan bakat dan tanggpan yang
cepat.
Skala disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori
item yaitu item yang favourable dan item yang unfavourable, serta
menyediakan empat alternative yang terdiri dari Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian
skor bergerak dari 5 sampai 1 item untuk item yang favourable dan 1 sampai
5 untuk item yang unfavourable.
8. Validitas dan Relabilitas
8.1 Validitas
Untuk menguji validitas tiap – tiap pernyataan dalam skala teamwork
digunakan teknik korelasi product moment (Arikunto, 2006:170). Adapun
rumusnya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi antar skor pernyataan dengan skor total aitem
XY : jumlah perkalian skor aitem dengan skor total aitem
X : jumlah skor tiap aitem
Y : jumlah skor total aitem
N : jumlah subyek
8.2 Reliabilitas
Selain validitas, instrumen juga diukur reliabilitasnya. Reliabilitas
adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil
pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperleh hasil yang relatif
Page 20
sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.
(Azwar, 2010:4).
Dalam penelitian ini untuk mencari reliabilitas skala, peneliti
menggunakan rumus alpha cronbach yaitu:
(Arikunto, 2006: 201)
9. Administrasi dan Analisis Data
9.1 Administrasi
a. Peserta Pelatihan
Gambaran Umum Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan adalah mahasiswa yang baru tergabung dalam organisasi
mahasiswa tingkat jurusan. Organisasi tersebut baru saja berganti periode
kepemimpinan. Peserta belum saling menyamakan persepsi dan prioritas
dalam beroganisasi sehingga belum dapat membangun kerjasama yang
kuat.
Identitas Peserta Pelatihan
Peserta pelatihan adalah mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UNNES yang
menjabat sebagai fungsionaris HIMAPSI 2013 yang terdiri dari mahasiswa
semester 2 dan 4.
Jumlah Peserta Pelatihan
Peserta berjumlah 25 orang yang terdiri dari 11 orang mahasiswa semester
4 dan 14 mahasiswa semester 2. Peserta terdiri dari 9 laki- laki dan 16
perempuan.
b. Peralatan yang digunakan
Page 21
Proyektor
LCD
Sound System
Laptop
Alat Tulis
Skala Teamwork
9.2 Analisis Data
Skala disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori
item yaitu item yang favourable dan item yang unfavourable, serta
menyediakan empat alternative yang terdiri dari Sangat Setuju (SS), Setuju
(S), Netral (N), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian
skor bergerak dari 5 sampai 1 item untuk item yang favourable dengan skor
tertinggi adalah 5 dan skor erendah adalah 1. Pada item unfavorable skor
bergerak dari 1 sampai 5.
Page 22
DAFTAR PUSTAKA
Robbins, Stephen. 2003. Organizational Behaviur, Tenth Edition (Perilaku
Organisasi Edisi Ke Sepuluh). Jakarta : PT Macanan Jaya Cemerlang
Johnson, David W., dan Frank P. Johnson. 1982. Joining Together : Group
Theory and Group Skills. New York : Prenticle Hall Inc.
Tracy, Brian, 2006. Pemimpin Sukses, Cetakan Keenam, Penerjemah:
Suharsono dan Ana Budi Kuswandani. Jakarta : Penerbit Pustaka Delapatrasa
Dewi, Sandra, 2007. Teamwork. Bandung : Progressio
West, Michael, 2002. Kerja Sama yang Efektif. Yogyakarta : Kanisius
Williams, Pat, 2008. The Magic of Teamwork. Jakarta : PT. Grassindo
Griffin, Ricky, W., 2004. Manajemen, Edisi Ketujuh, Jilid 2. Jakarta :
Erlangga
Buchholz, Steve, 2000. Creating the High Performance Team. John Wiley &
Sons, Inc., Canada
Sopiah, 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Andi
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2003. Evaluasi Kinerja Sumber Daya
Manusia. Bandung : PT Refika Aditama
Simamora, Henry, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :
STIE YKPN
Rivai, Veithzal, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan: dari Teori ke Praktek. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Mangkuprawira, Tb. Sjafri, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia
Strategik. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Stein J. Steven & Howard E. Book, 2002. Ledakan EQ (15 Prinsip Dasar
Kecerdasan Emosional Meraih Sukses). Bandung : KAIFA
Goleman Daniel. 2007. Kecerdasan Emosi (Emotional intellegence). Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
T.Safaria, 2005. Interpersonal Intelligence. Yogyakarta: Amara Books
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D.
Bandung : Alfabeta