PROPAGANDA MEDIA DALAM BENTUK KEKERASAN TERBUKA (STUDI SEMIOTIKA TERHADAP FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh : Mamik Sarmiki NIM : 1111051000115 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H /2015
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROPAGANDA MEDIA DALAM BENTUK KEKERASAN TERBUKA
(STUDI SEMIOTIKA TERHADAP FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Mamik Sarmiki NIM : 1111051000115
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1436 H /2015
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Mei 2015
Mamik Sarmiki
i
ABSTRAK
Mamik Sarmiki NIM 1111051000115 PROPAGANDA MEDIA DALAM BENTUK KEKERASAN TERBUKA (ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FILM FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI) Berawal dari sebuah tragedi sadis pada tahun 1965, saat itu terjadi kudeta yang dilakukan oleh sekelompok pasukan yang menculik para Jederal dan menguburnya di Lubang Buaya yang sampai sekarang dikenal sebagai peristiwa G 30 S PKI. Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto tragedi ini pun diangkat ke layar lebar dengan judul Pengkhianatan G 30 S PKI. Film Pengkhianatan G 30 S PKI ini membawa unsur propaganda, terutama propaganda yang ditampilkan dalam bentuk kekerasan didalamnya. Dalam film ini yang banyak menampilkan adegan kekerasan yang dilakukan oleh para anggota dan simpatisan PKI Berdasarkan penjabaran diatas, maka peneliti ingin mengetahui Bagaimana tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi Film Nasional)? Apa teknik propaganda yang digunakan oleh media dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi Film Nasional)?
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau analisis semiotika model Ferdinan de Saussure yang mengelompokan lambang menjadi dua jenis: signifier (the concept) dan signified (the sound-image). Signifier menunjuk pada aspek fisik dari lambang, misalnya ucapan, gambar, lukisan. Sedangkan signified menunjuk pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran bersifat asosiatif tentang lambang.
Berdasarkan hasil penelitian, Tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film ini menggambarkan sifat kebrutalan dan kekejaman dalam proses kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Teknik propaganda yang dipakai dalam film ini adalah Name Calling (penjulukan), Testimony (kesaksian), Fear Arousing (membangkitkan ketakutan). Glittering Generality (kemilau generalitas). Namun teknik yang sering dipakai untuk merepresentasikan kekerasan adalah teknik Fear Arousing (membangkitkan ketakutan) dan teknik yang menggambarkan sosok kepahlawanan adalah teknik Glittering Generality (kemilau generalitas).
Dari penjelasan singkat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa berbagai adegan-adegan yang menandakan kekerasan dalam film ini membuat rasa kebencian itu timbul dibenak para penonton dan upaya penumpasan gerakan pengkhianatan yang dilakukan oleh Soeharto dan pasukannya membuat sebaliknya, yaitu para penonton bangga dan senang karena telah hadir sosok pahlawan yang menumpas semua kekerasan yang dilakukan dalam pemberontakan yang menewaskan para Jenderal elit di Angkatan Darat.
Kata kunci :Propaganda, Film, PKI
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan kuasa-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
dan salam terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, serta keluarga,
sahabat dan para pengikutnya.
Sebagai manusia biasa, peneliti menyadari bahwa dalam penulisans kripsi
ini masih terdapat kekuarangan dan kelemahan. Peneliti yakin skripsi ini tidak
akan berjalan lancer tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan beserta jajarannya di Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam ,Rachmat Baihaky, MA
beserta Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fita
Fathurokhmah, M.Si yang selalu berkenan membantu peneliti.
3. Drs Jumroni, M.Si selaku dosen Penasihat Akademik. Terimakasih atas
saran dan masukan yang diberikan selama ini.
4. Fita Fathurokhmah, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sangat
sabar membimbing saya. Terimakasih atas waktu, tenaga serta ilmunya
yang telah Ibu berikan selama ini.
5. Orang Tuaku, Bapak Santa Sarim (alm) dan Ibu Sani Buang dan kakak ku
Pedri Haryadi beserta istri Yuniawati yang telah banyak memberikan doa,
waktu, tenaga, pikiran, cambukan semangat dan harta kalian untuk
iii
peneliti. Maaf jika sampai saat ini belum bisa menjadi yang diharapkan.
Alhamdulilah akhirnya Mamik sebentar lagi wisuda.
6. Kekasih ku, Eka Rahmawati. yang selama ini selalu menjadi penyemangat
dan motivator agar cepat menyelesaikan skripsi ini. Ayo sekarang giliran
Fitri, Aska, Sherty, Fina, Lela, Fea Terimakasih atas suka duka selama
sebulan di Ciseeng. Jangan lupakan semua kenangan kita yah pearls.
12. Seluruh Dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi atas ilmu dan bantuannya selama ini.
13. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu
Dakwah dan Komunikasi.
iv
14. Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini hingga
akhir yang tak disebutkan satu-persatu, semoga Allah senantiasa membalas
kebaikan kalian semua, Amin.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu peneliti membutuhkan kritik dan saran yang membangun agar
kedepannya bisa lebih baik lagi. Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan bisa menjadi bahan pembanding untuk
penelitian selanjutnya.
Jakarta, 10 Juni 2015
Mamik Sarmiki
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………...i KATA PENGANTAR………………………………………………………........ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………...v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………..……. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………….....……....5 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian……………………….…………........6 D. Metodologi Penelitian……………………………….……………….. 7
1. Paradigma Penelitian………………………………...………7 2. Pendekatan Penelitian………………………………...……. 8 3. Sifat Penelitian………………………………...…................ 8 4. Metode Penelitian……………………………..………......... 8 5. Teknik Pengumpulan Data..........…………………………..10 6. Teknik Analisis Data…………………….....….....................
11 E. Tinjauan Pustaka………………………………………..……...........
.13 F. Sistematika Penulisan………………………………………..……....15
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Ruang Lingkup Propaganda.……………………………….....…...... 17 B. Semiotika..............................……………………………….....…......25 C. Semiotika Ferdinand de Saussure........…………………….....…...... 27 D. Kekerasan............................................................................................ 29 E. Film...............................................................………………….......... 34
BAB III GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umun dan Profil......................................................…...... 40 B. Sinopsis Film Pengkianatan G 30 S PKI...................………………. 47 C. Partai Komunis Indonesia………………........................................... 49 D. Orde Baru.....……………………………….......................................58
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS A. Analisis Semiotika Film Pengkhianatan G 30 S PKI........................ 61
1. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerbuan Terhadap Tempat Training Centre Pelajar Islam Indonesia..................................... 62
2. Analisis Semiotika Pada Adegan Pemberitaan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)....................... 64
vi
3. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerangan Kepada Brigjen D.N Pandjaitan.............................................................................68
4. Analisis Semiotika Pada Adegan Penganiayaan di Lubang Buaya........................................................................................... 71
5. Analisis Semiotika Pada Adegan Perampasan Radio Republik Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)............... 75
6. Analisis Semiotika Pada Adegan Soeharto Memberitahukan Bahwa Tidak Ada Gerakan Dewan enderal................................ 78
7. Analisis Semiotika Pada Adegan Soeharto Memerintahkan Untuk Mengambil Alih RRI dan Telkom Yang Dirampas Oleh PKI.............................................................................................. 81
8. Analisis Semiotika Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para Korban....................... 83
B. Analisis Propaganda Film Pengkhianatan G 30 S PKI......................86 1. Analisis Propaganada Pada Adegan Penyerbuan Terhadap
Tempat Training Centre Pelajar Islam Indonesia........................86 2. Analisis Propaganda Pada Adegan Pemberitaan Kekerasan
Yang Dilakukan Oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)..............87 3. Analisis Propaganda Pada Adegan Penyerangan
Kepada Brigjen D.N Pandjaitan...................................................88 4. Analisis Propaganda Pada Adegan Penganiayaan di Lubang
Buaya............................................................................................89 5. Analisis Propaganda Pada Adegan Perampasan Radio Republik
Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)................90 6. Analisis Propaganda Pada Adegan Soeharto Memberitahukan
Bahwa Tidak Ada Gerakan Dewan Jenderal................................92 7. Analisis Propaganda Pada Adegan Soeharto Memerintahkan
Untuk Mengambil Alih RRI dan Telkom Yang Dirampas Oleh PKI...................................................................................... 93
8. Analisis Propaganda Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para Korban....................... 94
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.....................................…………………………………95 B. Saran…………………………………………………………….......96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Film saat ini bukanlah hal baru dalam kehidupan masyarakat, dan juga tidak
hanya sebagai media hiburan semata melainkan sebagai media komunikasi antara
pembuat dengan penikmat film tersebut. Film sebagai sarana hiburan masyarakat
telah melalui banyak perubahan hingga sampai saat ini, itu dikarenakan
perkembangan teknologi yang semakin maju dan berkembang dengan sangat
pesat.
Pada tahun 1984 ada sebuah film fenomenal yang dibuat atas restu Presiden
Soeharto dan langsung ditangani oleh PPFN (Pusat Produksi Film Nasional).
Karya berdana 800 juta yang disutradarai oleh Arifin C. Noer ini pun laris di
masyarakat pada saat itu, penayangan film ini pun menjadi suatu kewajiban yang
selalu ditayangkan oleh stasiun TVRI pada waktu itu dan menjadi tontonan wajib
setiap tanggal 30 September. Namun, pada September 1998 diumumkan oleh
Menpen Yunus Yosfiah, bahwa film ini tidak akan diputar atau diedarkan lagi, di
samping film-film Janur Kuning (1979) dan Serangan Fajar (1981), karena berbau
rekayasa sejarah dan mengkultuskan seseorang yaitu Presiden Soeharto.1
Film Pengkhianatan G 30 S PKI ini membawa unsur propaganda, terutama
propaganda yang ditampilkan dalam bentuk kekerasan di dalamnya. Dalam film
ini yang banyak menampilkan adegan kekerasan yang dilakukan oleh para
anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang secara tidak 1 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 12 Desember 2014 dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-p022-82-358646_pengkhianatan-g-30-s-pki#.VInX_dKUdmw
2
langsung memancing emosi para penontonnya ketika melihat tayangan yang
mereka tonton. Film yang berdurasi hampir empat jam ini mampu menjadi alat
untuk meyakinkan dan membuat masyarakat percaya bahwa kudeta yang
dilakukan pada tahun 1965 adalah ulah dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
mereka adalah sekelompok manusia yang kejam dan brutal karena banyak sekali
melakukan kekerasan terhadap para musuhnya.
Film ini dikemas dengan begitu baik dengan para pemain yang hampir
menyerupai para tokoh yang diperankannya lalu ditambah dengan akting yang
penuh dengan totalitas membuat film ini menjadi seperti nyata, adegan demi
adegan yang menggambarkan kejadian saat peristiwa berlangsung dikemas
dengan begitu rapi dan dibuat seakan sedang menayangkan kejadian yang
sebenarnya, namun dalam film ini banyak menampilkan adegan-adegan yang
sangat brutal dan sadis yang mengisahkan kekejaman pada saat kudeta dilakukan
membuat adrenalin para penonton semakin dipermainkan. Sebuah film yang
bagus dan berkualitas bukan hanya dilihat dari alur ceritanya saja tetapi harus
mempunyai pesan moral yang ingin disampaikan kepada penonton melalui tanda-
tanda yang terdapat di dalamnya. Film ini layak untuk ditonton, selain karena
sinematografisnya bagus, penonton akan mendapat pelajaran berharga dari film
tersebut.
Pada tahun-tahun sebelum peristiwa 1 Oktober 1965, Partai Komunis
Indonesia (PKI) tampak berkembang pesat. Dari sebuah partai kecil dengan latar
belakang yang diragukan iktikad baiknya karena berperanan dalam
pemberontakan madiun pada tahun 1948, PKI tumbuh menjadi sebuah partai
massa yang hebat. Pengaruhnya dapat dirasakan disetiap lapangan kehidupan
3
sosial politik. Wakil-wakil partai itu duduk di kabinet, dalam Dewan Perwakilan
Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Di samping ke dalam bidang
politik, jalur partai pun merembes ke bidang ekonomi, pendidikan, kesenian, dan
kesusasteraan.2
Operasi 1 Oktober 1965 di ibukota oleh “Gerakan 30 September”
direncanakan dalam serentetan pertemuan yang dihadiri para pemimpin Biro
Khusus PKI dan para simpatisan yang ada dalam Angkatan Bersenjata, yang
mendapat tugas menjalankan apa yang telah direncanakan.3
Pada pukul 2.30 pagi dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Letnan Satu Dul Arief
selaku pimpinan Kesatuan Pasopati dari “Gerakan 30 September”, memeriksa
barisannya di Lubang Buaya pada sebidang lapangan di pinggiran Pangkalan
Udara Halim, sebelah tenggara Jakarta. Kesatuan Pasopati dibagi dalam tujuh sub-
kesatuan. Setiap Kesatuan bertanggung jawab untuk menculik serta membawa ke
pangkalan Lubang Buaya masing masing satu Jenderal dalam daftar yang dibuat
para pengkhianat.4
Sesuai dengan perintah Letnan Dul Arief, pemimpin kesatuan Pasopati,
para korban penculikan dan pembunuhan dibawa ke Lubang Buaya. Meskipun
sampai pada dini hari itu belum jelas benar apa yang terjadi pada tanggal 1
Oktober 1965, namun telah menjadi kenyataan bahwa para korban mengalami
penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kesatuan-kesatuan Pasopati dan
Pringgodani, termasuk beberapa oknum Tjakabirawa dan Pasukan Para Angkatan
2 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, (Jakarta: PT. Pembimbing Masa 1968), h. 1. 3 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, h. 9. 4 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, h. 14.
4
Udara, para anggota Pemuda Rakyat serta Gerwani. 5
Tidak dapat disangkal lagi bahwa media sangat berperan dalam kegiatan
propaganda. Mengingat propaganda merupakan kegiatan komunikasi untuk
mempengaruhi massa, media yang paling tepat digunakan sebagai wahana untuk
mencapai tujuan propaganda adalah media massa. Dalam hal ini, pemilihan
bentuk media massa perlu disesuaikan dengan target massa yang hendak dituju
oleh propaganda.6
Media juga mampu memperluas kemampuan seseorang atau institusi dalam
menyebarkan pesan. Penyebaran pesan yang dilakukan dalam bidang politik,
sosial, dan ekonomi disebut propaganda.
Menurut Comstock, ada tiga aspek yang mempengaruhi propaganda yang
dilakukan melalui media massa, yakni: pertama, pengaruh sosial. Dalam aspek
pengaruh perubahan sosial, terdapat teori dasar yang dapat digunakan yakni teori
perbandingan sosial. Teori ini menggambarkan kecenderungan seorang individu
jika sedang membandingkan dirinya dengan orang lain dan apa yang ia dapatkan
dalam perbandingan itu (refleksi). Kedua, perilaku konsumen. Perilaku konsumen,
menurut McCarthy, dapat dipahami berdasarkan model 4P (Price, Product, Place,
Promotion), yakni model perilaku konsumen dalam memutuskan untuk memilih
barang atau jasa yang ingin dibeli. Model tersebut mempengaruhi konsumen
dalam mekanisme transaksi. Propaganda mempengaruhi massa dalam mekanisme
hubungan sosial. Ketiga, sosialisasi, yakni memperkenalkan konsep kepada massa
atau publik, melalui berbagai cara, antara lain memanfaatkan peran kelompok
5 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, h. 20. 6 Mohammad Shoelhi, Propaganda Dalam Komunikasi Internasional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 117.
5
rujukan (reference group).7
Menarik untuk menelusuri tanda-tanda apa yang ada dalam film ini, terutama
bagaimana tanda-tanda dalam film ini yang menandakan propaganda dalam
bentuk kekerasan terbuka. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-
tanda itu dikolaborasikan untuk mencapai efek yang diinginkan. Karena film
merupakan produk visual dan audio, maka tanda-tanda ini berupa gambar dan
suara.
Dari latar belakang inilah peneliti mencoba untuk meneliti konstruksi
propaganda dalam berbentuk kekerasan yang terkandung dalam Film
Pengkhianatan G 30 S PKI. Maka peneliti tertarik menelitinya dengan judul
“Propaganda Media Dalam Bentuk Kekerasan Terbuka (Analisis Semiotika
Terhadap Film Film Pengkhianatan G 30 S PKI)”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah peneliti membatasi permasalahan dengan
hanya menganalisis adegan yang menampilkan bentuk kekerasan yang
dilakukan oleh para anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia
melalui propaganda media dalam Film Pengkhianatan G 30 S PKI.
2. Rumusan Masalah
Peneliti merumuskan masalah penelitian ini, yaitu :
7 Mohammad Shoelhi, Propaganda Dalam Komunikasi Internasional, h. 118.
6
a. Bagaimana tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film
Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi
Film Nasional)?
b. Apa teknik propaganda yang digunakan oleh media dalam film
Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi
Film Nasional)?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti kemukakan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tanda-tanda kekerasan yang terdapat dalam Film
Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi
Film Nasional).
b. Untuk mengetahui teknik propaganda apa yang digunakan oleh media
dalam Film Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat
Produksi Film Nasional).
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Diharapkan menjadi bahan kajian yang memberi kontribusi bagi
khasanah kepada ilmu komunikasi, dan juga untuk memberikan
gambaran dalam membaca tanda yang terkandung dalam sebuah film
melalui kacamata semiotika.
b. Manfaat Praktis
7
Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala para penonton
untuk memaknai pesan dalam film, terutama film yang memunyai
nilai sejarah bagi bangsa Indonesia.
D. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas
dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam
sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradifma menunjukkan pada
mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat
normatif, mnunjukan pada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu
melakukan pertimbangan eksistensial atau epistimologis yang panjang.8
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme, yakni salah
satu cara pandang dalam menganalisis realitas signifikanya isi film tersebut,
paradigma dalam penelitian semiotika banyak mengacu pada paradigma
konstruktivis.
Dalam Film ini tidak sepenuhnya menggambarkan kejadian yang
sebenarnya, tetapi juga mempunyai maksud dan makna tertentu. Maka, dalam
penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih jauh konstruksi propaganda yang
Dalam memaparkan hasil penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.9 Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapat
pemahaman yang sifatnya umum yang diperoleh setelah melakukan analisis
terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik
kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan
tersebut.10
3. Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu metode
penelitian yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau
karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat.11 Penelitian ini tidak
menceritakan atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis. Deskriptif
diartikan melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Pengertian ini
sama dengan analisis deskriptif statistik, sebagai lawan dari analisis
inferensial. Penelitian deskriptif bukan saja menjabarkan tetapi memadukan.
Bukan saja melakukan klasifikasi tetapi juga organisasi.12
4. Metode Penelitian
Secara sigkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotika
merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-
9 Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3. 10 Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 215. 11 Jumroni, Metode-Metode dan Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 37. 12 Jumroni, Metode-Metode dan Penelitian Komunikasi, h. 41-43.
9
makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-
lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah
segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik terdapat pada media massa
(seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur, media cetak, film,
sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar
media massa ( seperti karya tulis, patung, candi, monumen, fashion show, dan
menu masakan pada suatu food festival). Urusan analisis semoitik adalah
melacak makna-makna yang diangkat dengan teks berupa lambang-lambang
(signs). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam
tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis.
Kendati sebagai suatu metode ilmiah, analisis semiotik dapat dikatakan
relatif baru, namun ia memiliki akar sejarah yang panjang. Kata semiotik
(semiotics) berasal ari bahasa yunani semion yang lazim diartikan sebagai a
sign by which something is known (suatu tanda dimana sesuatu dapat
diketahui). John Locke mengembangkan pemahaman demikian untuk
menguraikan tentang bagaimana manusia memahami sesuatu melalui
lambang-lambang, seperti muncul dalam karyanya yang berjudul Essay
Conserning Human Understanding. Pemikiran Locke sampai sekarang masih
dinilai sebagai sebagian dari doktrin filsafat mengenai lambang.
Dalam konteks akademik modern, istilah semiotik digunakan
Margareth Mead pada tanggal 19 Mei 1962 di Univeritas Indiana AS ketika
diselenggarakan Seminar tentang Paralinguistik dan Kinesis. Mead, dalam hal
ini, menggunakan istilah semiotik untuk menunjuk patterned communication
10
in all modalities (komunikasi yang terpolakan dalam segala bentuk
modalitas).13
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Copy File Film
Untuk mendapatkan Film Pengkhianatan G30 S PKI, peneliti
mengkopi file dari media internet dari situs Youtube. Film inilah yang
kemudian dijadikan bahan untuk menganalisis penelitian ini.
b. Observasi
Dalam teknik penelitian ini, peneliti mengamati dan mencatat
fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi dilakukan dengan cara
menonton Film Pengkhianatan G30 S PKI.
Dalam konteks ilmu komunikasi, penelitian dengan metode
pengamatan atau observasi biasanya dilakukan dengan melacak secara
sistematis dan langsung gejala-gejala komunikasi terkait dengan
persoalan-persoalan sosial, politis, dan kultur masyarakat.14
Dalam praktik penggunaannya, metode observasi dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai dengan tingkat keterlibatan
peneliti dalam atau terhadap aktivitas serta proses-proses yang ada
pada masyarakat yang diteliti. Dengan memeperhatikan hal ini, kita
pada dasarnya dapat membedakan dua jenis metode pengamatan, yaitu
observasi dengan ikut terlibat dalam kegiatan komunitas yang diteliti
dan observasi tidak telibat.15 Ada dua macam teknik observasi:
13 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif,(Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007) h. 155-157 14 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h.111. 15 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h.114.
11
1. Observasi Partisipan
Observasi partisipan adalah observasi yang memungkinkan
periset atau peneliti mengamati kehidupan individu atau kelompok
dalam situasi rill, di mana terdapat seeting yang rill tanpa dikontrol
atau diatur secara sistematis seperti riset eksperimental.16
2. Observasi Non Partisipan
Observasi non partisipan adalah observasi yang dalam
pelaksanaannya tidak melibatkan penelitian sebagai partisipasi atau
kelompok yang diteliti.17
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi non
partisipan karena observasi yang dilakukan dengan melakukan
pengamatan langsung dan bebas terhadap objek penelitian dengan cara
menonton dan mengamati adegan-adegan dalam film Pengkhianatan
G 30 S PKI, kemudian mencatat, memilih dan menganalisanya sesuai
dengan model penelitian yang digunakan.
c. Studi Kepustakaan
Untuk melengkapi data penelitian dipergunakan pula studi
kepustakaan untuk mencari referensi yang sesuai dengan tujuan
penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, kemudian diklarifikasikan sesuai
pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Selanjutnya, dilakukan
analisis data dengan menggunakan teknik analisis semiotik Ferdinand de 16 Rachmat Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 112. 17 Jalaluddin Rachmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 83.
12
Saussure. Saussure menggunakan istilah semoilogi dengan makna suatu
sciene that studies the life of signwithin society (ilmu yang mempelajari
seluk-beluk lambang-lambang yang ada atau digunakan dalam
masyarakat). Saussure dengan pemaknaan semiologi seperti itu bermaksud
memberi penekanan pada perihal yang ikut membentuk atau menentukan
lambang-lambang, dan hukum-hukum atau adanya ketentuan-ketentuan
bagaimana yang mengaturnya. Sejak saat ini kemudian berkembang
pandangan bahwa semiotika atau semiologi tidak lain adalah the science of
signs (ilmu tentang lambang-lambang).
Kalau Pierce mengidentifikasi tiga jenis lambang (yakni lambang-
lambang yang bersifat ikonik, indeks, dan simbolik) maka Saussure
menyarankan pengelompokan lambang menjadi dua jenis: signifier (the
concept) dan signified (the sound-image). Signifier menunjuk pada aspek
fisik dari lambang, misalnya ucapan, gambar, lukisan, sedangkan signified
menunjuk pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran bersifat
asosiatif tentang lambang. Kedua jenis lambang ini saling berkaitan dan
tidak dapat dipisahkan. Bagi Saussure, lambang-lambang pada dasarnya
adalah berkenaan dengan the relation of a concept (not a thing) and sound
image (not a name). Makna dari lambang, menurut Saussure, terletak pada
perbedaan dengan lambang-lambang lain.18
Karena bagi Saussure, lambang-lambang pada dasarnya adalah
berkenaan dengan the relation of a concept (not a thing) and sound image
18 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h.161-162.
13
(not a name), maka hal ini lah yang mendasari saya untuk memilih teoriini
yang dipakai dalam penelitian saya.
Sedangkan dalam teknik penelitian skripsi ini, peneliti berpedoman
pada buku “Pedoman Akademik Program Strata 1 2011/2012)
E. Tinjauan Pustaka
Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku yang
membahas tentang analisis semiotika. Beberapa skripsi yang mengenai analisis
semiotika yang menjadi acuan diantaranya yaitu:
Propaganda Media Dalam Bentuk Representasi Dominasi Kaum Yahudi-
Amerika Terhadap Amerika Serikat Dalam Bidang Keuangan (Studi Analisis
Semiotika Terhadap Serial Film Kartun Family Guy Episode When You Wish
Upon a Weinstein) oleh Zainal Abidin Jurusan Komunikasi Massa, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Hasil analisa penelitian ini dapat
diketahui bahwa dalan episode When You Wish Upon a Weinstein , kaum Yahudi-
Amerika digambarkan sebagai pihak yang penolong yang pandai dalam mengurus
keuangan sedangkan masyarakat Amerika digambarkan sebagai pihak yang tidak
sanggup mengatasi masalah keuangan mereka sendiri sehingga bergantung pada
kaum Yahudi-Amerika.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama menggunakan
analisis semiotik model Ferdinand de Saussure, di mana peneliti mencari tanda-
tanda dalam penelitiannya. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik
dengan model Ferdinand de Saussure tetapi penelitian ini berbeda karena dalam
penelitian ini peneliti meneliti Film Pengkhianatan G30 S PKI sebagai objeknya
14
sedangkan pada penelitian sebelumnya meneliti Serial Film Kartun Family Guy
yang menjadi objek penelitiannya.
Propaganda Barat Terhadap Islam Dalam Film (Studi Tentang Makna Simbol
dan Pesan Film "Fitna" Menggunakan Analisis Semiologi Komunikasi) oleh
Anggid Awiyat tahun 2009 Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Hasil analisa penelitian ini dapat
diketahui bahwa salah satu tujuan utama propaganda anti Islam yang dilakukan
pihak Barat adalah menebarkan gejolak Islamophobia di kalangan masyarakat
luas. Praktek-praktek kekerasan yang dilakukan sekelompok kecil umat Muslim
dengan membawa simbol-simbol agama Islam telah dimanfaatkan oleh orang-
orang Barat dengan memanfaatkan media massa sebagai alat utama dalam
memegang tampuk wacana peradaban, sehingga Islam terus menerus dipojokkan
oleh publik. Media-media massa Barat berusaha memperingatkan bahwa Islam
tengah berkembang pesat, dan tak lama lagi Islam juga akan mencengkeram
Eropa dan Amerika, bahkan dunia.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama menggunakan
analisis semiotik. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik namun
berbeda modelnya, yaitu peneliti menggunakan model Ferdinand de Saussure.
Selain itu objek dalam penelitian ini pun berbeda dimana peneliti meneliti Film
Pengkhianatan G30 S PKI sebagai objeknya sedangkan pada penelitian
sebelumnya meneliti Film “Fitna“ yang menjadi objek penelitiannya.
Analisis Semiotik Film “Freedom Writers“ oleh Dahliana Syahri tahun 2011
KPI, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian skripsi ini yaitu peneliti
mendapatkan hasil bahwa ada pesan tersirat mengenai layaknya seorang guru
15
bukan hanya sebagai pengajar tapi hendaknya juga sebagai pendidik dan mampu
menggunakan metode pengajaran yang tepat berdasarkan latar belakang
muridnya.
Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama menggunakan
analisis semiotik. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik namun
berbeda modelnya, yaitu peneliti menggunakan model Ferdinand de Saussure.
Selain itu objek dalam penelitian ini pun berbeda dimana peneliti meneliti Film
Pengkhianatan G30 S PKI sebagai objeknya sedangkan pada penelitian
sebelumnya meneliti Film “Freedom Writers“ yang menjadi objek penelitiannya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari
lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub-bab dengan penyusunan sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah
penelitian, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS Bab ini akan membahas ruang lingkup
propaganda, Semiotika, semiotika Ferdinand de Saussure, kekerasan, film.
BAB III : GAMBARAN UMUM Bab ini memaparkan Gambaran Umum Film
Pengkhianatan G 30 S PKI, Sinopsis Film Pengkhianatan G 30 S PKI, Partai
Komunis Indonesia, Orde Baru dan Youtube.
BAB IV : HASIL TEMUAN DAN ANALISIS Bab ini membahas tanda-tanda
yang ditampilkan dalam film Pengkhianatan G 30 SPKI, teknik propaganda dalam
16
film Pengkhianatan G 30 S PKI dan analisis jenis kekerasan dalam film
Pengkhianatan G 30 S PKI.
BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup dari berbagai sub bab yang
memuat kesimpulan penulisan dan saran.
17
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP
A. Ruang Lingkup Propaganda
1. Pengertian Propaganda
Propagada berasal dari bahasa latin yaitu propagare artinya cara tukang
kebun menyemaikan tunas suatu tanaman ke sebuah lahan untuk
memproduksi tanaman baru yang kelak akan tumbuh sendiri. Dengan kata
lain juga berarti mengembangkan atau memekarkan (untuk tunas). Dari
sejarahnya sendiri, propaganda awalnya adalah mengembangkan dan
memekarkan agama katholik Roma baik di Italia maupun negara-negara lain.
Sejalan dengan tingkat perkembangan manusia, propaganda tidak hanya
digunakan dalam bidang keagamaan saja tetapi juga dalam bidang
pembangunan, politik, komerdial, pendidikan, dan lain-lain.
Dalam ensiklopedia internasional dikatakan propaganda adalah, “suatu
jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa
mengindahkan tentang nilai benar atau tidak benarnya pesan yang
disampaikan”.19
Menurut Harold D. Laswell dalam tulisannya propaganda (1937)
mengatakan propaganda adalah teknik untuk mempengaruhi kegiatan
manusia dengan memanipulasikan representasinya (propaganda in Broadst
sense is the technique of influencing human action by the manipulation of
representations). Dalam buku lainnya Propaganda Technique in the World
War (1927) menyebutkan propaganda adalah semata mata kontrol opini yang
19 Nurudin, Komunikasi Propaganda (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 9.
18
dilakukan melalui simbol-simbol yang memiliki arti, atau menyampaikan
pendapat yang konkrit dan akurat (teliti), melalui sebuah cerita, rumor
laporan gambar-gambar dan bentuk-bentuk lain yang bisa digunakan dalam
komunikasi sosial.20
2. Teori Propaganda
Secara teoritis pesan propaganda harus diulang-ulang. Teknik
pengulangan sangat penting dan merupakan dasar dalam kegiatan
propaganda. Ditilik dari sejarahnya, teori propaganda mengalami perubahan
secara evolusioner selaras dengan dinamika perkembangan masyarakat.
Berikut ini teori-teori tersebut:21
a. Early Propaganda Theory
Teori ini menganut asumsi bahwa setiap orang menyukai
kesenangan. Di sini, propagandis menggunakan kata-kata yang
menghibur, gambar-gambar yang memukau atau pertunjukan-
pertunjukan atraktif dihadapan orang banyak sehingga mereka merasa
senang dan selamanya menerima pesan-pesan propaganda yang
ditawarkan atau memberikan sumbangan atau bantuan. Propaganda
dilakukan secara satu arah (one way) dengan efek langsung dan
segera pada target.
b. Reaction Against Early Propaganda Theory
Sebagai reaksi terhadap Early Propaganda Theory (teori
propaganda awal), muncul sebuah pemikiran bahwa tidak selamanya
propaganda hanya bersifat searah. Kerika seorang propagandis
20 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 10. 21 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 38-40.
19
sedang melancarkan propaganda kepada targetnya, bukan mustahil
sang target pun melancarkan propaganda balik, baik disadari maupun
tanpa disadari. Di sini, propagandis memperhatikan reaksi-reaksi
yang diberikan oleh targetnya dan berupaya mengefektifkan
propaganda yang dilancarkannya.
c. Libertarianism Theory
Teori ini beranjak dari sumsi bahwa propaganda merupakan upaya
untuk memperluas pengaruh atau memperoleh kekuasaan, bukan
merupakan monopoli kaum borjuis seperti penguasa atau elite
masyarakat. Siapapun berhak dan tidak boleh dilarang menyusun
kekuasaan atau memiliki pengaruh melalui propaganda selama bisa
dipertanggungjawabkan.
d. Libertarianism Reborn Theory
Teori mutakhir mengenai propaganda yang didasari oleh asumsi
bahwa setiap manusia memiliki kebebasan berkehendak untuk
melakukan apa saja, termasuk untuk memperoleh keuntungan
ekonomi atau kekuasaan politik. Acuan teori ini adalah sejarah
peradaban yang menginginkan kemajuan perkembangan tiada henti
dalam kehidupan masyarakat.
e. Freudianism Theory
Teori ini lahir dari konsep pembagian kepribadian manusia ke
dalam tiga elemen yang bisa direkayasa melalui propaganda. Tiga
elemen tersebut adalah ego (rasio), internal desire (ID-kesenangan
pribadi), dan superego (perasaan terdalam-hati nurani). Mekanisme
20
propaganda yang dilancarkan adalah ‘meyakinkan’ ego, kemudian
‘mempersuasi’ ID, untuk ‘melemahkan’ superego.
f. Behaviorism Theory
Teori ini berasumsi bahwa masyarakat sosial memiliki respon
terhadap stimulus tertentu sehingga propaganda dapat mempengaruhi
aspek kognitif dalam perilaku kehidupannya.
g. Propaganda Thory versi Harold D Lasswell
Teori ini mengadaptasi teori freudianisme dan teori behaviorisme,
puncak implementasinya untuk mencapai efek dukungan massa.
Teori ini tersublimasi dalam rumusan paradigma komunikasi yang
terkenal (‘Who’ says ‘What’ to ‘Whom’ in which ‘Channel’ with what
‘Effect’).
h. Public Opinian Theory versi Walter Lipmann
Teori ini menunjukan proses rangkaian kegiatan propaganda dari
bawah yang berkembang mulai dari kaum proleter (buruh, petani,
nelayan, dan mereka dari kelas kurang pendidikan) maupun pada
golongan masyarakat paling bawah lain, hingga kemudian
pengaruhnya merambat naik mencapai golongan tertinggi, seperti
kaum borjuis atau kelompok elit maupun golongan masyarakat
lainnya.
i. IPA Theory (Institute for Propaganda Analysis)
Menurut teori IPA, propaganda adalah komunikasi yang
dilancarkan secara halus atau kasar dengan landasan pemikiran
21
berdasarkan fungsi propaganda yang seharusnya relevan dengan
kebutuhan masyarakat.
j. Modern Propaganda Theory
Teori ini dipopulerkan oleh sebuah kalimat, ‘Dunia adalah
panggung propaganda’. Teori propaganda modern berasumsi bahwa
propaganda harus dilakukan dengan teknik-teknik propaganda yang
jitu tanpa diketahui orang banyak atau kelompok yang dijadikan
sasaran.
3. Teknik-teknik propaganda
Untuk mencapai sasaran dan tujuannya, propaganda seperti halnya
komunikasi, sangat membutuhkan teknik. Sebab dengan teknik yang tepat
akan menghasilkan capaian yang optimal seperti yang diharapkan oleh
propagandis. Ini juga sangat berkait erat dengan objek sasaran yang dituju.
Berikut beberapa teknik propaganda22 :
a. Name calling
Name calling adalah propaganda dengan memberikan sebuah ide
atau label yang buruk. Tujuannya adalah agar orang menolak dan
menyangsikan ide tertentu tanpa mengoreksinya atau memeriksanya
terlebih dahulu.
b. Glittering Generalities
Glittering Generalities adalah mengasosiasikan suatu dengan suatu
“kata Bijak” yang digunakan untuk membuat kita menerima dan
menyetujui hal itu tanpa memeriksanya terlebih dahulu.
c. Transfer
Transfer meliputi kekuasaan, sanksi dan pengaruh sesuatu yang
lebih dihormati serta dipuja dari hal lain agar membuat “sesuatu” lebih
22 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 29-34.
22
bisa diterima. Teknik propaganda transfer bisa digunakan dengan
memakai pengaruh seseorang atau tokoh yang paling dikagumi dan
berwibawa dalam lingkungan tertentu. Propagandis dalam hal ini
mempunyai maksud agar komunikan terpengaruh secara psikologis
terhadap apa yang sedang dipropagandakan. juga bisa digunakan
dengan menggunakan cara simbolik.
d. Testimonial
Testimonials berisi perkataan manusia yang dihormati atau dibenci
bahwa idea atau program atau produk adalah baik atau buruk.
Propaganda ini sering digunakan dalam kegiatan komersial, meskipun
juga bisa digunakan untuk kegiatan politik. Dalam teknik ini
digunakan nama seseorang terkemuka yang yang mempunyai otoritas
dan prestise sosial tinggi di dalam menyodorkan dan meyakinkan
sesuatu hal dengan jalan menyatakan bahwa hal tersebut didukung
oleh orang-orang terkemuka tadi.
e. Plain Folk
Plain Folk adalah propaganda dengan menggunakan cara memberi
identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini mengidentikan yang di
propagandakan milik atau mengabdi pada komunikan.
f. Card Stacking
Card Stacking adalah meliputi seleksi dan penggunaan fakta atau
kepalsuan, ilustrasi atau kebingungan dan masuk akal atau tidak
masuk akal suatu pernyataan agar memberikan kemungkinan terburuk
atau terbaik untuk suatu gagasan, program, manusia dan barang.
Teknik propaganda yang hanya menonjolkan hal-hal atau segi baiknya
saja, sehingga publik hanya melihat satu visi saja.
g. Bandwagon Technique
Teknik ini dilakukan dengan menggembar-gemborkan sukses yang
dicapai oleh seseorang, suatu lembaga atau suatu organisasi.
23
h. Reputable Mouthpiece
Teknik ini dilakukan dengan mengemukakan sesuatu yang tidak
sesuai kenyataan. Teknik ini biasanya digunakan oleh seseorang yang
menyanjung pemimpin, akan tetapi tidak tulus.
i. Using All Forms of Persuations
Teknik ini digunakan untuk membujuk orang lain dengan
himbauan atau iming-iming. Teknik propaganda ini sering digunakan
dalam pemilu.
j. Frustration or Scapegot23
Teknik ini digunakan untuk menciptakan kebencian atau
menyalurkan frustasi dengan cara menciptakan kambing hitam.
k. Fear Arousing
Teknik ini adalah cara propaganda untuk mendapatkan dukungan
dari target massa dengan menimbulkan emosi negatif, khususnya
ketakutan.
4. Media Propaganda
Dalam komunikasi, faktor media menduduki peran yang sangat
penting dalam proses penyebaran pesan. Berikut ini beberapa contoh
media yang biasanya digunakan dalam kegiatan propaganda:24
a. Media massa
Media massa yang dimaksud dalam hal ini adalah media elektronik
dan media cetak. Salah satu keunggulan ini adalah jangkauannya
yang luas. Peran media massa dalam propaganda sangat efektif.
b. Buku
Buku menjadi sangat efektif karena sangat mempengaruhi
pemikiran orang dan pemikiran dapat mempengaruhi perilaku.
c. Film
Film juga bisa dijadikan media propaganda.
23 Mohammad Shoelhi, Propaganda Dalam Komunikasi Internasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 67-69. 24 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 35-37.
24
d. Selebaran
Selebaran ini biasanya digunakan oleh sekelompok tertentu yang
ada dalam masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan publik
pemerintahnya.ini sangat dimungkinkan
5. Jenis-jenis Propaganda
Ada beberapa jenis propaganda yang dikemukakan beberapa
pengamat. Jika dilihat dari cara yang dilakukannya atas isi pesan ada
propaganda tersembunyi dan terbuka.25
a. Propaganda tersembunyi
Dalam propaganda tersembunyi ini, propagandis menyembunyikan
tujuan utamanya dalam kemasan suatu pesan lain. contohnya seorang
yang sedang menjabat sebagai gubernur. Namun pada saat yang
sama ia dijagokan menjadi presiden. Pertanyaan yang sebenarnya
ditujukan pada posisi dirinya sebagai gubernur, namun ia kemas agar
juga bisa menguntungkan dirinya dalam usahanya merebut kursi
presiden.
a. Propaganda terbuka
Adalah setiap kemasan pesan, cara dan perilakunya dikemukakan
secara transparan tanpa dikemas dengan pesan yang lain. misalnya,
ketika seorang kandidat presiden mengatakan, “pilihlah saya sebagai
presiden, karena saya akan mengantarkan serta mengatasi bangsa ini
untuk mengatasi krisis ekonomi.
Sedangkan Ellul (1965) membagi jenis propaganda menjadi
propaganda vertikal dan horisontal.
a. Propaganda Vertikal
Propaganda vertikal adalah yang dilakukan oleh satu pihak kepada
orang banyak dan bisanya mengandalkan media massa untuk
menyebarkan pesan-pesannya.
25 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 38-39.
25
b. Propaganda Horisontal
Propaganda horisontal adalah propaganda yang dilakukan seorang
pemimpin suatu organisasi atau kelompok pada anggota oganisasi
atau kelompok itu melalui tatap muka ataukomunikasi antar personal
dan biasanya tidak mengandalkan media massa.
B. Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari
jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.26
Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang bearti
“tanda” atau seme, yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika berakar dari studi
klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan peotika. “tanda” pada masa itu
masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.27
Secara sigkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotika merupakan
cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap
lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks.
26 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). H. 15. 27 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, H. 16-17.
26
Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem
lambang (sign) baik terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan
televisi, karikatur, media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan)
maupun yang terdapat di luar media massa ( seperti karya tulis, patung, candi,
monumen, fashion show, dan menu masakan pada suatu food festival). Urusan
analisis semoitik adalah melacak makna-makna yang diangkat dengan teks berupa
lambang-lambang (signs). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-
lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis.
Kendati sebagai suatu metode ilmiah, analisis semiotik dapat dikatakan relatif
baru, namun ia memiliki akar sejarah yang panjang. Kata semiotik (semiotics)
berasal ari bahasa yunani semion yang lazim diartikan sebagai a sign by which
something is known (suatu tanda dimana sesuatu dapat diketahui). John Locke
mengembangkan pemahaman demikian untuk menguraikan tentang bagaimana
manusia memahami sesuatu melalui lambang-lambang, seperti muncul dalam
karyanya yang berjudul Essay Conserning Human Understanding. Pemikiran
Locke sampai sekarang masih dinilai sebagai sebagian dari doktrin filsafat
mengenai lambang.
Dalam konteks akademik modern, istilah semiotik digunakan Margareth
Mead pada tanggal 19 Mei 1962 di Univeritas Indiana AS ketika diselenggarakan
Seminar tentang Paralinguistik dan Kinesis. Mead, dalam hal ini, menggunakan
istilah semiotik untuk menunjuk patterned communication in all modalities
(komunikasi yang terpolakan dalam segala bentuk modalitas).28
28 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007) h. 163-164.
27
C. Semiotika Ferdinand de Saussure
Pandangan-pandangan Saussure tentang semiotika kebanyakan disampaikan
ketika memberi kuliah di University of Geneva sekitar tahun 1906 sampai 1911,
yang kemudian dibukukan di bawah judul Course in General Languistics
(diterbitkan tahun 1915). Saussure menyarankan bahwa studi tentang bahasa
selayaknya menjadi bagian dari area yang ia sebut dengan semiology yang ketika
itu belum banyak berkembang. Saussure mendasarkan pemikiran demikian pada
keyakinan bahwa studi tentang bahasa pada dasarnya adalah studi tentang sistem
lambang-lambang.
Dalam hal ini, saussure menggunakan istilah semoilogi dengan makna suatu
sciene that studies the life of signwithin society (ilmu yang mempelajari seluk-
beluk lambang-lambang yang ada atau digunakan dalam masyarakat). Saussure
dengan pemaknaan semiologi seperti itu bermaksud memberi penekanan pada
perihal yang ikut membentuk atau menentukan lambang-lambang, dan hukum-
hukum atau adanya ketentuan-ketentuan bagaimana yang mengaturnya. Sejak saat
ini kemudian berkembang pandangan bahwa semiotika atau semiologi tidak lain
adalah the science of signs (ilmu tentang lambang-lambang).
Kalau Pierce mengidentifikasi tiga jenis lambang (yakni lambang-lambang
yang bersifat ikonik, indeks, dan simbolik) maka Saussure menyarankan
pengelompokan lambang menjadi dua jenis: signifier (the concept) dan signified
(the sound-image). Signifier menunjuk pada aspek fiik dari lambang, misalnya
ucapan, gambar, lukisan, sedangkan signified menunjuk pada aspek mental dari
lambang, yakni pemikiran bersifat asosiatif tentang lambang. Kedua jenis
28
lambang ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Bagi Saussure, lambang-
lambang pada dasarnya adalah berkenaan dengan the relation of a concept (not a
thing) and sound image (not a name). Makna dari lambang, menurut Saussure,
terletak pada perbedaan dengan lambang-lambang lain. Di sini, Saussure
mengajukan dua dalil berkenaan dengan sistem lambang, terutama dalam
linguistik sebagai berikut.
Pertama, bahwa hubungan antara signifier dan signified bersifat ditentukan
atau dipelajari, pemberian makna terhadap lambang merupakan hasil dari proses
belajar. Kedua, bahwa signifier linguistik (misalnya kata-kata atau ucapan) dapat
berubah dari waktu ke waktu. Hal demikian berbeda dengan signifier visual, yang
relatif tidak berubah, seperti gambar-gambar dan lukisan.29
Ikatan yang mempersatukan penanda dan petanda bersifat semena, atau juga
karena lambang bahasa kita mengartikan sebagai keseluruhan yang dihasilkan
oleh asosiasi suatu penanda dengan suatu petanda. Kita dapat mengartikan bahwa
tanda bahas abersifat semena.
Prinsip kesemenaan tanda tidak dibantu oleh seorangpun, tetapi sering kali
dibantu lebih mudah untuk menemukan suatu kenyataan dari pada memberinya
tempat yang sesuai.
Kata semena perlu pula dijelaskan. Kata ini tidak boleh memberi gagasan
bahwa penanda tergantung pada pilihan bebas penutur (akan nampak di bawah ini
bahwa bukan wewenang individu untuk mengganti sebuah lambang, sekali
lambang itu melembaga di dalam suatu masyarakat bahasa); yang kami maksud
29 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h.160-163.
29
adalah tanpa motif, artinya semena dalam kaitannya dengan petanda karena
penanda tidak memilikiikatan alami apapun dengan petanda di dalam kenyataan.
Penanda yang haekatnya auditif, berlangsung dalam waktu dan memiliki ciri-
ciri yang sama dengan waktu; a) ia mengisi masa tertentu dalam waktu, dan b)
masa ukur dalam suatu dimensi, yaitu sebuah garis.
Prinsip ini gamblang, tetapi nampaknya orang selalu lalai menyebutkannya,
kemungkinan karena prinsip ini terlalu sederhana, padahal prinsip ini mendasar
dan konsekuensinya tak terhitung, kepentingannya sama dengan prinsip
pertama.30
D. Kekerasan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan adalah perbuatan
seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.
Bahaya kekerasan dalam media mempunyai alasannya yang kuat,
meskipun sering lebih mencerminkan bentuk ketakutan dari pada ancaman
riil. Apa yang ditakutkan ialah skenario penularan kekerasan dalam media
menjadi kekerasan sosial riil. Informasi tentang kekerasan juga bisa
menambah kegelisahan umum sehingga membangkitkan sikap represif
masyarakat, alat penegak hukum. Politikus sering mengeksploitasi perasaan
tidak aman untuk kepentingannya. Ketika kekerasan dalam media berfungsi
seperti nilai barang, ia digunakan menjadi alat untuk menormalisir situasi,
30 Ferdinand de Saussure, Pengantar Linguistik Umum (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988) h. 148-151.
30
sarana untuk memecah belah, dan alat efektif untuk demoralisasi individu
atau kelompok tertentu. Menurut hasil studi tentang kekerasan dalam media
televisi di Amerika Serikat oleh American Psychological Association pada
tahun 1995, seperti dikutip oleh Sophie Jehel, ada tiga kesimpulan menarik
yang perlu mendapat perhatian serius: pertama, mempresentasikan program
kekerasan meningkatkan perilaku agresif; kedua, memperlihatkan secara
berulang tayangan kekerasan dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap
kekerasan dan penderitaan korban; ketiga, tayangan kekerasan dapat
meningkatkan rasa takut sehingga akan menciptakan representasi dalam diri
pemirsa, betapa berbahayanya dunia.
Masalah representasi kekerasan dalam media berlangsung dalam
hubungan segi tiga, yaitu produktor, penerima, dan instansi regulasi. Instansi
produksi adalah para pencipta, pengarang, saluran televisi, rumah produksi,
dan studio. Para pelaku dari instansi produksi ini biasanya lebih menuntut hak
kebebasan berekspresi dan lebih menginginkan regulasi diri. Sedapat
mungkin campur tangan negara atau regulasi dari luar dihindarkan.
Sedangkan, instansi penerima bisa pemirsa, pembaca, pendengar, pengguna,
dan bisa juga asosiasi perlindungan konsumen, kelompok terorganisir lainnya
(pers khusus, sekolah, peneliti, asosiasi psikiater atau psikolog, dan organisasi
kesehatan). Kelompok ini tidak otomatis menyetujui regulasi oleh negara.
Mereka sering terombang-ambing antara menyetujui pelarangan kekerasan
dalam media dan yang lebih longgar demi kreativitas dan hiburan. Akhirnya,
instansi regulasi (negara) berkepentingan menjaga keseimbangan antara
31
kepentingan instansi produksi dan instansi penerima sehingga hak akan
informasi dan sekaligus kebebasan berekspresi dijamin.31
1. Teori-Teori Kekerasan32
Menurut Thomas Santoso, teori kekerasan dapat dikelompokkan ke dalam
tiga kelompok besar, yaitu sebagai berikut :
a. Teori Kekerasan Sebagai Tindakan Aktor (Individu) atau Kelompok
Para ahli teori kekerasan kolektif ini berpendapat bahwa manusia
melakukan kekerasan karena adanya faktor bawaan seperti kelainan
genetik atau fisiologis. Menurut para ahli teori ini, agretivitas perilaku
seseorang dapat menyebabkan timbulnya kekerasan, seperti kekerasan
dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pasangan suami istri. Wujud
kekerasan yang dilakukan oleh individu tersebut dapat berupa
pemukulan, penganiayaan ataupun kekerasan verbal berupa kata-kata
kasar yang merendahkan martabat seseorang. Sedangkan kekerasan
kolektif merupakan kekerasan yang dilakukan oleh beberapa orang
atau sekelompok orang (crowd). Munculnya tindak kekerasan kolektif
ini biasanya karena adanya benturan identitas suatu kelompok dengan
kelompok lain seperti identitas berdasarkan agama atau etnik.
b. Teori Kekerasan Struktural
Menurut teori ini kekerasan struktural bukan berasal dari orang
tertentu, melainkan terbentuk dalam suatusi stemsosial. Para ahli teori
ini memandang kekerasan tidak hanya dilakukan oleh aktor (individu)
31 Haryatmoko, Etika Komunikasi (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 124-126. 32 Academia, Kekerasan, artikel diakses pada 12 maret 2015 dari https://www.academia.edu/6469488/Kekerasan
32
atauk elompok semata, tetapi juga dipengaruhi oleh suatu struktur
seperti aparatur negara.
Pada umumnya bila seseorang atau kelompok memiliki harta
kekayaan berlimpah, maka akan selalu ada kecenderungan untuk
melakukan kekerasan kecuali ada hambatan yang jelas dan tegas .
c. Teori Kekerasan Sebagai Kaitan Antara Aktor dan Struktur
Menurut pendapat ahli teori ini, konflik merupakan sesuatu yang
telah ditentukan sehingga bersifat endemik bagi kehidupan
masyarakat. Menurut Thomas Santoso istilah kekerasan digunakan
untuk mengembangkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau
tertutup (covert), dan yang bersifat menyerang (offensive) atau
bertahan (defensive) yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang
lain. Oleh karena itu ada empat jenis kekerasan yang dapat
diidentifikasi :
1) Kekerasan terbuka (kekerasan yang dapat dilihat, seperti
perkelahian)
2) Kekerasan tertutup (kekerasan tersembunyi atau yang secara
tidak langsung dilakukan seperti pengancaman)
3) Kekerasan agresif (kekerasan yang dilakukan untuk
mendapatkan sesuatu, seperti penjambretan)
4) Kekerasan defensif (kekerasan untuk melingdungi diri)
2. Kekerasan Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program
Siaran yang dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia.
33
Dalam BAB III Pasal 33 Tentang Kekerasan, Kecelakaan, dan
Bencana dalam program Faktual dijelaskan bahwa lembaga penyiaran
harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk
memperlihatkan realitasdan pertimbangan tentang efek negatif yang dapat
ditimbulkan. Karena itu, penyiaran adegan kekerasan, kecelakaan, dan
bencana dalam program faktual harus mengikuti kebutuhan sebagai
berikut:33
a. Adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit
b. Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan, dan
bencana tidak boleh disorot secara close up (big close up, medium
close up, extreme close up)
c. Gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot
secara close up (big close up, medium close up, extreme close up)
d. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh
korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan,
kecelakaan dan bencana, harus disamarkan
e. Durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi
f. Dalam siaran adio, penggambaran kondisi korban kekerasan,
kecelakaan, dan bencana tidak boleh disiarkan secara rinci
g. Saat-saat kematian tidak boleh disiarkan
h. Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan
33 Sudirman Tebba, Etika Media Massa Indonesia (Tangerang: Penerbit Pustaka irVan, 2008) h. 134-135.
34
E. Film
1. Jenis-Jenis Film
Marcel Danesi dalam buku Semiotik Media, menuliskan tiga jenis
atau kategori utama film, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film
animasi, penjelasannya adalah sebagai berikut:34
a. Film Fitur
Film fitur merupaka karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa
narasi, yang dibuat dalam tiga tahap. Tahap praproduksi merupakan
periode ketika skenario diperoleh. Skenario ini bisa berupa adaptasi dari
novel, atau cerita pendek, cerita fiktif atau kisah nyata yang dimodifikasi,
maupun karya cetakan lainnya, bisa juga yang ditulis secara khusus untuk
dibuat filmnya. Tahap produksi merupakan masa berlangsungnya
pembuatan film berdasarkan skenario itu. Tahap terakhir, post-produksi
(editing) ketika semua bagian film yang pengambilan gambarnya tidak
sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah yang menyatu.
b. Film Dokumenter
Film dokumenter merupakan film nonfiksi yang menggambarkan
situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan
perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa
persiapan, langsung pada kamera atau pewawancara. Robert Claherty
mendefinisikannya sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan”, creative
treatment of actuality.35
34 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media (Yogyakarta: Jalasutra, 2010) h. 134-135. 35 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 139.
35
Dokumenter seringkali diambil tanpa skrip dan jarang sekali
ditampilkan di gedung bioskop yang menampilkan film-film fitur. Akan
tetapi, film jenis ini sering tampil di televisi. Dokumenter dapat diambil
pada lokasi pengambilan apa adanya, atau disusun secara sederhana dari
bahan-bahan yang sudah diarsipkan. Dalam kategori dokumenter, selain
mengandung fakta, film dokumenter mengandung subjektivitas
pembuatnya. Dalam hal ini pemikiran-pemikiran, ide-ide, dan sudut
pandang idealisme mereka. Dokumenter merekam adegan nyata dan
faktual (tidak boleh merekayasanya sedikitpun) untuk kemudian diubah
menjadi sefiksi mungkin menjadi sebuah cerita yang menarik.
c. Film Animasi
Animasi adalah teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi
gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.
Penciptaan tradisional dari animasi gambar-bergerak selalu diawali
hampir bersamaan dengan penyusunan storyboard, yaitu serangkaian
sketsa yang menggambarkan bagian penting dari cerita. Sketsa tambahan
dipersiapkan kemudian untuk memberikan ilustrasi latar belakang,
dekorasi serta tampilan dan karakter tokohnya. Pada masa kini, hampir
semua film animasi dibuat secara digital dengan komputer. Salah satu
tokohnya yang legendaris adalah Walt Disney dengan film-film
kartunnya seperti Donald Duck, Snow White, dan Mickey Mouse.
36
2. Unsur-Unsur Pembentuk Film
Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni
unsur naratif dan unsur sinematik, dua unsur tersebut saling berinteraksi
dan berkesinambungan satu sama lain:36
a. Unsur Naratif
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film.
Dalam hal ini unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi,
waktu adalah elemen-elemennya. Mereka saling berinteraksi satu sama
lain untuk membuat sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud
dan tujuan, serta terikat dengan sebuah aturan yaitu hukum kausalitas
(logika sebab akibat).
b. Unsur Sinematik
Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi
sebuah film. Terdiri dari : (a) Mise en scene yang memiliki empat
elemen pokok: setting atau latar, tata cahaya, kostum, dan make-up, (b)
Sinematografi, (c) editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke
gambar lainnya, dan (d) Suara, yaitu segala hal dalam film yang
mampu kita tangkap melalui indera pendengaran.
3. Struktur Film
a. Shot
Shot adalah a consecutive series of pictures that constitutes a unit of
action in a film, satu bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang,
yang hanya direkam dalam satu take saja. Secara teknis, shot adalah
36 Himawan Pratista, Memahami Film (Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2009), h.1-2
37
ketika kamerawan mulai menekan tombol record hingga menekan tombol
record kembali.37
b. Scene
Adegan adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang
memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,
waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya
terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan.
c. Sequence
Sequence adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu
peristiwa yang utuh. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan
yang saling berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diartikan
seperti sebuah bab atau sekumpulan bab.38
4. Teknik Pengambilan Gambar
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan gambar,
yaitu:39
a. Basic Shoot
1. Close Up (CU)
Sebuah shoot yang memperlihatkan wajah seseorang dalam
ukuran penuh.
2. Medium Close Up (MCU)
Sebuah shoot yang memnampilkan seseorang dengan ukuran dari
dada ke atas
37 Wahyu Wary Pintoko dan Diki Umbara, How to Become A Cameraman (Yogyakarta: Interprebook, 2010), h.97.s 38 Himawan Pratista, Memahami Film, h.29-30. 39 Joni Arman Hamid, Dasar-dasar Fotografi dan Kamera Televisi (2014). H. 12-21.
38
3. Medium Shoot (MS)
Suatu bentuk penyajian untuk memperlihatkan seseorang dari
batas pinggang ke atas
4. Medium Long Shoot (MLS)
Pengambilan shoot dari atas lutut atau di bawah lutut ke atas.
5. Long Shoot (LS)
Sebuah shoot yang memperlihatkan penampilan seseorang secara
utuh mulai dari kepala hingga kaki.
6. Big Close UP (BCU)
Ukurannya lebih kecil dari close up, mulai dari leher sampai
rambut.
7. Extreame Close UP (ECU)
Shoot yang terfokus hanya pada bagian tertentu saja. Misalnya
mata, hidung atau mulut.
8. Very Long Shoot (VLS)
Menampilkan seseorag dalam ukuran di atas pengambilan long
shoot agar latar sebjek terlihat lebih dominan dari subjek itu
sendiri.
9. Extrieame Long Shoot (ELS)
Shoot yang diambil dari jarank yang sangat jauh.
10. One shoot (1S)
pengambilan gambar dengan satu objek.
11. Two Shoot (2S)
pengambilan gambar dengan dua objek.
39
12. Three Shoot (3S)
pengambilan gambar dengan tiga objek.
13. Group Shoot (GS)
pengambilan gambar dengan sekelompok orang.
b. Camera angle
1. Low Angle Shoot
Sudut pengambilan dengan menempatkan kamera lebih rendah
dari subjek.
2. Eye Angle Shoot
Posisi kamera ditempatkan sejajar dengan mata subjek.
3. High Angle Shoot
Pengambilan gambar dengan menempatkan kamera lebih tinggi
dari subjek
c. Gerakan kamera
1. Pan
Menggerakan kamera yang ditempatkan di atas tripod secara
horizontal. Gerakan tersebut dapat dilakukan ke arah kanan atau
kiri.
2. Tilt
Menggerakan kamera yang berada di atas tripod dengan gerakan
ke atas atau bawah
40
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI
A. GAMBARAN UMUM
Dalam bab ini peneliti membahas tentang gambaran umum
mengenai beberapa profil orang-orang yang terlibat di dalam pembuatan
film tersebut dan sinopsis dari film Pengkhianatan G 30 S PKI. Diawali
dari Produser kemudian sang Sutradara dan dilanjutkan profile penulis
kemudian beberapa pemain, dibahasnya sutradara pertama kali Karena
menurut peneliti peran sutradara disini adalah motor penggerak produksi
ini berlangsung, Sutradara memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat.
Di lapangan seorang sutradara berperan sebagai manajer, kreator, dan
sekaligus inspirator bagi anggota tim produksi dan para pemain,
bagaimana dan akan seperti apa film itu akan dibuat sutradaralah yang
mempunyai andil besar dalam menentukannya, namun tidak
mengindahkan departement lainnya, ini adalah pekerjaan kolektif dan
saling bergantung satu sama lain. Masing-masing mempunyai peranan
dalam pembuatan film, mempunyai jobdes masing-masing dalam
perannya.
41
1. PROFIL SUTRADARA FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI
Arifin C. Noer Lahir di Cirebon, Jawa Barat. Pendidikan: Sarjana
Publik Administrasi, Fak. Sospol, Universitas Cokroaminoto, Yogya.
Sudah mulai menyair ketika masih di bangku SLTP. Ketika meneruskan
ke pendidikan tinggi di Yogya, ia mulai terlibat kegiatan teater, yang
kemudian memberi warna paling penting dalam hidupnya. Naskah-naskah
dramanya banyak mendapatkan penghargaan dan diterjemahkan ke bahasa
asing. Pementasan-pementasan grup teaternya, Teater Kecil, merupakan
tonggak penting dalam sejarah teater modern Indonesia. Dunia film
dimasukinya sejah 1971 melalui penulisan skenario Pemberang yang
memenangkan hadiah Golden Harvest di FFA 1972. Sejak itu ia banyak
menulis skenario. Yang mendapatkan Piala Citra: Rio Anakku (FFI 1973),
Melawan Badai (FFI 1974), Pengkhianatan G-30-S PKI (FFI 1984), Taksi
(FFI 1990). Mulai 1977 ia mulai menangani film pertamanya, Suci Sang
Primadona. Dua penyutradaraannya mendapatkan Citra: Serangan Fajar
(FFI 1982), dan Taksi (1990). Ada lima lagi karya penyutradaannya dan
penulisan skenarionya yang diunggulkan dalam FFI. Penghargaann lain
diterimanya dari dunia sinetron: Skenario dan Penyutradaraan dalam Keris
(FSI 1995), Cerita dan Skenario Bukan Perempuan Biasa (FSI 1997).40
40 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad3d5d1cb_arifin-c-noer#.VMI8QtKUdmw
42
2. PROFIL PRODUSER FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI
Gufran Dwipayana (lahir di Jember, Jawa Timur, 12 Desember 1932;
umur 82 tahun) atau lebih dikenal dengan nama G. Dwipayana adalah
salah satu sutradara televisi Indonesia dan juga mantan Direktur PPFN.
Karya karya film baik di layar lebar maupun televisi yang pernah
dibuatnya antara lain adalah Si Unyil, Pengkhianatan G 30
S/PKI,Serangan Fajar, Aku Cinta Indonesia (ACI) dan Si Huma. Sebelum
terjun di bidang film, Dia adalah mantan anggota militer.41
3. PROFIL PENULIS FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI
a. Arifin C. Noer
Lahir di Cirebon, Jawa Barat. Pendidikan: Sarjana Publik
Administrasi, Fak. Sospol, Universitas Cokroaminoto, Yogya. Sudah
mulai menyair ketika masih di bangku SLTP. Ketika meneruskan ke
pendidikan tinggi di Yogya, ia mulai terlibat kegiatan teater, yang
kemudian memberi warna paling penting dalam hidupnya. Naskah-
naskah dramanya banyak mendapatkan penghargaan dan
diterjemahkan ke bahasa asing. Pementasan-pementasan grup
teaternya, Teater Kecil, merupakan tonggak penting dalam sejarah
teater modern Indonesia. Dunia film dimasukinya sejah 1971 melalui
penulisan skenario Pemberang yang memenangkan hadiah Golden
Harvest di FFA 1972. Sejak itu ia banyak menulis skenario. Yang
mendapatkan Piala Citra: Rio Anakku (FFI 1973), Melawan Badai
41 Wikipedia, Gufran Dwipayanan, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gufran_Dwipayana
Mulai 1977 ia mulai menangani film pertamanya, Suci Sang
Primadona. Dua penyutradaraannya mendapatkan Citra: Serangan
Fajar (FFI 1982), dan Taksi (1990). Ada lima lagi karya
penyutradaannya dan penulisan skenarionya yang diunggulkan dalam
FFI. Penghargaan lain diterimanya dari dunia sinetron: Skenario dan
Penyutradaraan dalam Keris (FSI 1995), Cerita dan Skenario Bukan
Perempuan Biasa (FSI 1997).42
b. Nugroho Notosusanto
Lahir di Rembang tanggal 15 Juni 1931. Setelah menamatkan
SMA di Yogyakarta, memasuki Fakultas Sastra Universitan Indonesia,
dan meraih gelar Sarjana Sastra pada tahun 1990. Selanjutnya,
memperdalam pengetahuan di bidang Metode dan Filsafat Sejarah
pada University of London (1961-1962). Gelar Doktor dalam Ilmu-
Ilmu Sastra Bidang Searah diraihnya pada tahun 1977 pada Universitas
Indonesia, dengan disertasi yang berjudul : “Tentara Peta pada Jaman
Pendudukan Jepang di Indonesia”.
Sejak masa pelajar beliau aktif dalam kancah perjuangan dan
revolusi fisik sebagai Anggota BKR Jakarta (1945), Angota Batalyon
A Mobiele Brigade MBT TNI (1947), dan Anggota Detasemen Staf
Bragade 17 (1948). Pernah menjadi Guru Besar pada Fakultas Sastra
UI, Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan FSUI, Pembantu Rektor
Bidang Kemahasiswaan UI, Kepala Pusat Sejarah ABRI/pengajar
42 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad3d5d1cb_arifin-c-noer#.VMI8QtKUdmw
44
pada SESKO ABRI/pengajar pada Lemhanas, tahun 1982 menjadi
Rektor UI, dan pada tahun 1983 diangkat menjadi Menteri P dan K RI
dalam Kabinet Pembangunan IV, serta banyak lagi tugas-tugas negara
yang pernah diembannya.
Beliau juga sangat aktif mengikuti kegiatan ilmiah baik di dalam,
maupun di luar negeri terutama memberi prasaran-prasaran di bidang
sejarah militer. Selain itu, beliau juga seorang penulis yang sangat
produktif dala sastra dan sejarah militer pada majalah-majalah serta
berupa buku dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Pada tahun 1985,
beliau meninggal dunia secara mendadak pada usia 54 tahun.43
4. PROFIL PEMAIN FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI
a. Bram Adrianto
Lahir di Jogyakarta. Pendidikan: Mahasiswa UBKIPK sampai
tingkat III (DO) dan kursus Perhotelan/Pariwisata oleh HAL tahun
1971. Sebelum ke film pada 1971-1975 Bram mengikat kontrak kerja
dengan HAL (Holland America Line). Selama aktif di film juga
anggota teater Wijaya Kesuma pimpinan Rendra Karno (alm). Debut
pertama sebagai peran pembantu dalam Gadis di Seberang Djalan
(1960) produksi PT Sarinande Film. Di luar film aktif sebagai pelukis
dan wiraswastawan. Di "kenal" sebagai Kolonel Untung dalam
Pengkhianatan G-30-S/PKI (1982). Pertama di sinetron dalam Ken
Angrok (1976) produksi TVRI. selain itu juga main di sinetron
43 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, (Jakarta: PT. Pembimbing Masa 1968), h. 219.
45
Singgasana Brama Kumbara, Mahkota Mayangkara, Suro Buldog dan
Nyai Dasima.44
b. Amoroso Katamsi
Lahir Jakarta. Pendidikan : dokter lulusan UGM (1966).Sebelum
masuk ke film Amoroso pernah menjadi pemain dan sutradara untuk
pentas dan TV, pengajar pada almamaternya dan sebagai Dokter TNI -
Angkatan Laut. Terjun ke dunia film sejak 1976 sebagai pemain dalam
film "Menanti Kelahiran", kemudian dilanjutkan dalam "Darah Ibuku"
(1976), "Terminal Cinta" (1977), "Duo Kribo" (1977), "Ballada Anak
Tercinta" (1977) dan lain -lain.Di luar film masih sebagai militer dan
anggota team perancang kota Cilacap.45
c. Umar Kayam
Lahir di Ngawi. Pendidikan : Fakultas Pedagogik UGM sampai
BA, New York University mendapat MA dan Ph D dari Cornel
University (1963).Pada tahun 1956 sampai tahun 1966 pegawai
Departemen P&K; Direktur Jendral Radio Televisi dan film
Departemen Penerangan (1966-1969); Ketua Dewan Kesenian Jakarta
tahun 1969-1973; Do Fak. Ilmu Sosial UI; anggota Komite Kerjasama
Kebudayaan Indonesia-Belanda; anggota YayasanTenaga Kerja
Indonesia; Dosen Universitas Hasanudin Ujung Pandang; Dosen
Universitas Gajahmada; ketua Dewan Film Nasional dan anggota
Lembaga Film Nasional. Pernah main film sebagai pemain pembantu
44 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4c451df157f43_bram-adrianto#.VMI_ItKUdmw 45 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bce4466685_amoroso-katamsi#.VMI9EdKUdmw
46
dalam "Karmila" (1974), "Ku Gapai Cintamu" (1976). Cerita
skenarionya "Yang Muda Yang Bercinta" di angkat ke layar putih oleh
Sjumandjaja pada tahun 1977. Pada 1978 menulis Skenario "Jalur
Penang", "bulu bulu Cendrawasih", dan lain-lain.46
d. Syubah Asa
Syubah Asa (lahir di Pekalongan, Hindia Belanda, 21 Desember
1941 – meninggal di Pekalongan, Indonesia, 24 Juli 2010 pada umur
68 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan senior Indonesia,
dan juga seniman. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana muda di IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menjadi redaktur TEMPO sejak 1971
hingga 1987 sebelum pindah ke Editor pada 1987 dan 1988 dan Panji
Masyarakat. Ia aktif di Teater Muslim dan Bengkel Teater di
Yogyakarta pada 1950-1969. Pada era 1970-an ia juga pernah menjadi
anggota Dewan Kesenian Jakarta.
Akting Syubah pernah menghiasi layar kaca saat ia diminta Arifin
C Noer menjadi pemeran tokoh pemimpin PKI DN Aidit dalam film
dokudrama propaganda kolosal "Penumpasan Pengkhianatan G 30 S
PKI" tahun 1982, yang kemudian dirilis tahun 1984. Syubah juga
menulis sejumlah novel, di antaranya Cerita di Pagi Cerah (1960).
Selain itu, ia juga banyak menulis kolom, termasuk juga puitisasi ayat-
ayat Alquran dan menerjemahkan karya klasik berbahasa Arab ke
bahasa Indonesia, di antaranya Asraful Anam dan Qasidah Barzanji.47
46 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad4a188a5_umar-kayam#.VMI9FNKUdmw 47 Wikipedia, Syubah Asa, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Syubah_Asa
47
B. SINOPSIS FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI
Bulan Agustus 1965 Bung Karno sakit keras. Tim Dokter yang
merawatnya menyatakan kepada Aidit, ( ketua umum Partai Komunis
Indonesia), bahwa keadaan Bung Karno sangat gawat. Hal ini
menimbulkan kekhawatiran Aidit, akan adanya kekosongan pemegang
kekuasaan tertinggi. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sudah merasa
sangat kuat pengaruhnya, mengkhawatirkan kekuasaan itu akan jatuh ke
tangan Pimpinan Angkatan Darat, yang selalu bertentangan dengan ide-
ide Partai Komunis Indonesia (PKI). Untuk itu Aidit, Syam, Nyono, Pono,
Nyoto, dan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) lainnya segera
merencanakan strategi menyusun kekuatan, membuat isu-isu adanya
Dewan Jendral, dan mempersiapkan KUP (Perebutan kekuasaan di
Indonesia).
Gerakan perebutan kekuasaan itu harus memberikan kesan sebagai
gerakan Intern Angkatan Darat. Gerakan ini dilaksanakan bersamaan
waktunya dengan persiapan Hari Ulang Tahun Angkatan Bersenjata
(tanggal 5 Oktober 1965). Tengah malam tanggal 30 September 1965,
pasukan bersenjata di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung,
Komandan Pasukan Kawal Kepresidenan yang terkenal dengan nama
Resimen Cakrabirawa, mengadakan gerakan penculikan terhadap Letnan
Jendral Achmad Yani, Mayor Jendral S. Parman, Mayor Jendral Suprapto,
Mayor Jendral MT. Haryono, Brigadir Jendral Sutoyo S, Brigadir Jendral
48
D.I. Pandjaitan, Letnan Satu Piere Tendean (Ajudan Jendral AH.
Nasution), dan Jendral AH. Nasution. Namun Jendral AH Nasution,
berhasil meloloskan diri. Tujuh Jendral dan Perwira itu yang berhasil
diculik itu disiksa dengan sangat kejam, tanpa perikemanusiaan, dibunuh,
kemudian dimasukkan ke dalam sumur tua di desa yang bernama Lubang
Buaya Tanggal 1 Oktober 1965, Pukul 7.00 pagi.
Letkol Untung, mengumumkan melalui Radio Republik Indonesia
(yang sudah mereka kuasai), bahwa gerakan yang dipimpinnya adalah
Gerakan 30 September.
Pagi itu juga, Panglima Kostrad Mayjen Suharto, mengambil
inisiatif untuk mengambil alih sementara Pimpinan Angkatan Darat,
menumpas gerakan tersebut dan sekaligus mencari dimana para Jendral
yang menjadi korban penculikan para pemberontak tersebut.
Tanggal 1 Oktober pagi, kekuatan utama Gerakan 30 September
berhasil dipatahkan. Kemudian tanggal 3 Oktober 1965, keenam orang
Jendral dan satu orang Perwira pertama yang diculik dan dibunuh ,
diketemukan oleh pasukan Resimen Para Komando, dengan kondisi sangat
menyedihkan dan sudah mulai membusuk.
Pagi harinya, tanggal 4 Oktober 1965, dilaksanakan pengangkatan
jenazah para korban dengan dibantu oleh satuan Penyelam dari K.K.O.A.L
, dan rakyat setempat. Pada tanggal 5 Oktober 1965, dari Markas Besar
Angkatan Darat, tempat dimana para jenazah tersebut disemayamkan, dan
dengan menggunakan kendaraan khusus “Para Pahlawan Revolusi”
tersebut diberangkatkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, untuk
49
dimakamkan dengan upacara Kebesaran Militer.48
C. PARTAI KOMUNIS INDONESIA
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia.
PKI adalah partai komunis non-penguasa terbesar di dunia setelah Rusia
dan Tiongkok sebelum akhirnya dihancurkan pada tahun 1965 dan
dinyatakan sebagai partai terlarang pada tahun berikutnya.
Sebuah organisasi awal yang penting didirikan oleh sosialis
Belanda Henk Sneevliet dan Sosialis Hindia lain yang pada dasarnya
membentuk tenaga kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dibawah nama
Indies Social Democratic Association (dalam bahasa Belanda: Indische
Sociaal Democratische Vereeniging, ISDV). ISDV pada dasarnya
dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, SDAP dan
Partai Sosialis Belanda yang kemudian menjadi SDP komunis, yang
berada dalam kepemimpinan Hindia Belanda. Para anggota Belanda dari
ISDV memperkenalkan ide-ide Marxis untuk mengedukasi orang-orang
Indonesia mencari cara untuk menentang kekuasaan kolonial.
Pada Oktober 1915 ISDV mulai aktif dalam penerbitan surat kabar
berbahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya
adalah Adolf Baars. Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut
kemerdekaan untuk Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100
orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan
warga pribumi Indonesia. Namun, partai ini dengan cepat berkembang
48 PFN, Film Penghianatan G30S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://pfn.co.id/id/portfolio/film-penghianatan-g30s-pki/
50
menjadi radikal dan anti kapitalis. Tapi berubah ketika Sneevliet
memindahkan markas mereka dari Surabaya ke Semarang dan menarik
banyak penduduk asli dari berbagai elemen seperti agama, nasionalis dan
aktivis gerakan lainnya yang akhir-akhir ini tumbuh di Hindia Belanda
sejak tahun 1900. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak
puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri
dari ISDV dan menolak untuk bekerjasama dengan pemerintah karena
menolak "berpura-pura" menjadi Dewan Masyarakat (Volksraad
Volksraad (Hindia Belanda). Pada tahun 1917 kelompok reformis dari
ISDV memisahkan diri, dan membentuk partai sendiri dengan nama Partai
Demokrat Sosial Hindia. Pada tahun 1917 ISDV meluncurkan sendiri
publikasi pertama berbahasa Indonesia, Soeara Merdeka.
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi
Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti di Indonesia. Kelompok
ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut
Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah 'Pengawal
Merah' dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000
orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di
Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan
membentuk sebuah dewan soviet. Para penguasa kolonial menindas
dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim
kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan
di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.
Sementara itu, ISDV membentuk blok dengan organisasi anti-kolonialis
51
Sarekat Islam. Banyak anggota SI seperti dari Surabaya, Semaun dan
Darsono dari Solo tertarik dengan ide-ide Sneevliet. Sebagai hasil dari
strategi Sneevliet akan "blok dalam", banyak anggota SI dibujuk untuk
mendirikan revolusioneris yang lebih dalam Marxis-didominasi Sarekat
Rakjat.
ISDV terus bekerja secara klandestin. Meluncurkan publikasi lain,
Soeara Rakyat. Setelah kepergian paksa beberapa kader Belanda, dalam
kombinasi dengan pekerjaan di dalam Sarekat Islam, keanggotaan telah
berpindah dari mayoritas Belanda ke mayoritas Indonesia. Pada tahun
1919 hanya memiliki 25 anggota Belanda, dari total anggota yang kurang
dari 400.
Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini
diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Semaun adalah
ketua partai dan Darsono menjabat sebagai wakil ketua. Sekretaris,
bendahara, dan tiga dari lima anggota komite adalah orang Belanda. PKH
adalah partai komunis Asia pertama yang menjadi bagian dari Komunis
Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai pada kongres kedua
Komunis Internasional 1921.
Pada periode menjelang kongres keenam Sarekat Islam pada tahun
1921, anggota menyadari strategi Sneevliet dan mengambil langkah untuk
menghentikannya. Agus Salim, sekretaris organisasi, memperkenalkan
sebuah gerakan untuk melarang anggota SI memegang keanggotaan dan
gelar ganda dari pihak lain di kancah perjuangan pergerakan indonesia.
Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggot komunis kecewa dan
52
keluar dari partai, seperti oposisi dari Tan Malaka dan Semaun yang juga
keluar dari gerakan karena kecewa untuk kemudian mengubah taktik
dalam perjuangan pergerakan indonesia. Pada saat yang sama, pemerintah
kolonial Belanda menyerukan tentang pembatasan kegiatan politik, dan
Sarekat Islam memutuskan untuk lebih fokus pada urusan agama,
meninggalkan komunis sebagai satu-satunya organisasi nasionalis yang
aktif.
Bersama Semaun yang berada jauh di Moskow untuk menghadiri
Far Eastern Labor Conference pada awal 1922, Tan Malaka mencoba
untuk mengubah pemogokan terhadap pekerja pegadaian pemerintah
menjadi pemogokan nasional untuk mencakup semua serikat buruh
Indonesia. Hal ini ternyata gagal, Tan Malaka ditangkap dan diberi pilihan
antara pengasingan internal atau eksternal. Dia memilih yang terakhir dan
berangkat ke Rusia.
Pada Mei 1922, Semaun kembali setelah tujuh bulan di Rusia dan
mulai mengatur semua serikat buruh dalam satu organisasi. Pada tanggal
22 September, Serikat Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Persatuan
Vakbonded Hindia) dibentuk.
Pada kongres Komintern kelima pada tahun 1924, ia menekankan
bahwa "prioritas utama dari partai-partai komunis adalah untuk
mendapatkan kontrol dari persatuan buruh" karena tidak mungkin ada
revolusi yang sukses tanpa persatuan kelas buruh ini. Pada 1924 nama
partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI).
53
Sukarno bersikap seimbang terhadap PKI. Para militer, faksi nasionalis,
dan kelompok-kelompok Islam terancam oleh pertumbuhan dan dukungan
rakyat terhadap PKI. Pertumbuhan dan pengaruh PKI fokus terhadap
Amerika Serikat sebagai anti-komunis dan kekuatan anti-komunis Barat
lainnya. Karena situasi politik dan ekonomi pada saat itu menjadi lebih
tidak stabil; inflasi tahunan mencapai lebih dari 600 persen dan kondisi
hidup bagi masyarakat Indonesia memburuk.
PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang
Peristiwa G30S, makin kuat. Sehingga para pesaing PKI mulai khawatir
PKI akan memenangkan pemilu berikutnya. Gerakan-gerakan untuk
menentang PKI mulai bermunculan, dan dipelopori oleh Angkatan Darat.
Pada Desember 1964, Chaerul Saleh dari Partai Murba (dibentuk oleh
mantan pemimpin PKI Tan Malaka) menyatakan bahwa PKI sedang
mempersiapkan kudeta. PKI menuntut larangan Partai Murba, tuntutan itu
dipaksakan kepada Soekarno pada awal 1965. Dalam konteks Konfrontasi
dengan Malaysia, PKI menyerukan untuk 'mempersenjatai rakyat'.
Sebagian besar pihak dari tentara Angkatan Darat melarang hal ini. Sikap
Soekarno tetap secara resmi untuk tidak terlalu mengambil komitmen atas
hal tersebut karena dalam konteks Konfrontasi dengan Malaysia seperti
PKI. Pada bulan Juli sekitar 2000 anggota PKI mulai menggelar pelatihan
militer di dekat pangkalan udara Halim. Terutama dalam konsep
'mempersenjatai rakyat' yang telah memenangkan banyak dukungan di
antara kalangan militer Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Pada tanggal
8 September demonstran PKI memulai untuk pengepungan selama dua
54
hari di Konsulat AS di Surabaya. Pada tanggal 14 September, Aidit
mengalamatkan kepada gerilyawan PKI untuk mendesak anggota agar
waspada dari hal-hal yang akan datang. Pada 30 September Pemuda
Rakyat dan Gerwani, kedua organisasi PKI terkait menggelar unjuk rasa
massal di Jakarta terhadap krisis inflasi yang melanda.
Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal
senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur.
Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan
Revolusi baru telah merebut kekuasaan, yang menyebut diri mereka
"Gerakan 30 September ("G30S"). Dengan banyaknya jendral tentara
senior yang mati atau hilang, Jenderal Suharto mengambil alih
kepemimpinan tentara dan menyatakan kudeta yang gagal pada 2 Oktober.
Tentara dengan cepat menyalahkan upaya kudeta PKI dan menghasut
dengan kampanye propaganda anti-Komunis di seluruh Indonesia. Bukti
yang mengaitkan PKI untuk pembunuhan para jenderal tidak meyakinkan,
yang mengarah ke spekulasi bahwa keterlibatan mereka sangat terbatas,
atau bahwa Suharto mengorganisir peristiwa, secara keseluruhan atau
sebagian, dan mengkambinghitamkan kepada komunis. Dalam
pembersihan anti-komunis melalui kekerasan berikutnya, diperkirakan
500.000 komunis (atau dicurigai) dibunuh, dan PKI secara efektif
dihilangkan (lihat Pembantaian di Indonesia 1965–1966). Jenderal Suharto
kemudian mengalahkan Sukarno secara politik dan diangkat menjadi
presiden pada tahun 1968, karena mengkonsolidasikan pengaruhnya atas
militer dan pemerintah.
55
Pada tanggal 2 Oktober basis Halim berhasil ditangkap oleh pihak tentara.
Harian Rakyat mengambil isu pada sebuah artikel yang berisi untuk
mendukung kudeta G30S, tetapi spekulasi kemudian bangkit mengenai
apakah itu benar-benar mewakili pendapat dari PKI. Sebaliknya
pernyataan resmi PKI pada saat itu adalah bahwa upaya G30S merupakan
urusan internal di dalam angkatan bersenjata mereka. Pada tanggal 6
Oktober kabinet Sukarno mengadakan pertemuan pertama sejak 30
September. Menteri PKI hadir. Sebuah resolusi mengecam G30S
disahkan. Njoto ditangkap langsung setelah pertemuan itu.
Presiden Soekarno berkali-kali melakukan pembelaan bahwa PKI tidak
terlibat dalam peristiwa sebagai partai melainkan karena adanya sejumlah
tokoh partai yang bertindak di luar kontrol dan terpancing oleh insinuasi
Barat, dan karena itu Soekarno tidak akan membubarkan PKI. Kemudian,
pimpinan dan sejumlah perwira Angkatan Darat memberi versi
keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam penculikan dan pembunuhan enam
jenderal dan seorang perwira pertama Angkatan Darat pada tengah malam
30 September menuju dinihari 1 Oktober 1965. Versi ini segera diterima
secara umum sesuai fakta kasat mata yang terhidang dan ditopang
pengalaman buruk bersama PKI dalam kehidupan sosial dan politik pada
tahun-tahun terakhir. Hanya saja harus diakui bahwa sejumlah perwira
penerangan telah menambahkan dramatisasi artifisial terhadap kekejaman,
melebihi peristiwa sesungguhnya (in factum). Penculikan dan kemudian
pembunuhan para jenderal menurut fakta memang sudah kejam, tetapi
dramatisasi dengan pemaparan yang hiperbolis dalam penyajian, telah
56
memberikan efek mengerikan melampaui batas yang mampu dibayangkan
semula. Dan akhirnya, mengundang pembalasan yang juga tiada taranya
dalam penumpasan berdarah antar manusia di Indonesia.
Manifestasi besar diadakan di Jakarta dua hari kemudian, menuntut
pelarangan PKI. Kantor utama milik PKI dibakar. Pada tanggal 13
Oktober organisasi Islam Ansor mengadakan aksi unjuk rasa anti-PKI di
seluruh Jawa. Pada tanggal 18 Oktober sekitar seratus PKI dibunuh oleh
pihak Ansor. Pemusnahan secara sistematis untuk partai telah dimulai.
Antara 300.000 sampai satu juta orang Indonesia dibunuh dalam
pembunuhan massal yang digelar. Para korban termasuk juga non-
komunis yang dibunuh karena kesalahan identitas atau "kesalahan oleh
asosiasi". Namun, kurangnya informasi menjadi tidak mungkin untuk
menentukan angka pasti dari jumlah korban yang dibunuh. Banyak para
peneliti hari ini menjelaskan korban yang dibunuh antara 200.000 sampai
500.000 orang.
Meskipun motif pembunuhan tampaknya bernuansa politik,
beberapa ahli berpendapat bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh
keadaan panik dan ketidakpastian politik. Bagian dari kekuatan anti-
komunis yang bertanggung jawab atas pembantaian terdiri dari para
pelaku tindak kriminal seperti para preman, yang telah diberi izin untuk
terlibat dalam tindakan yang tidak masuk akal berupa kekerasan. Motif
lain yang terjadi juga telah dieksplorasi.
Di tingkat internasional, Kantor Berita RRT (Republik Rakyat
Tiongkok), Xinhua, memberikan versi bahwa Peristiwa 30 September
57
1965 adalah masalah internal Angkatan Darat Indonesia yang kemudian
diprovokasikan oleh dinas intelijen Barat sebagai upaya percobaan kudeta
oleh PKI.
Di antara daerah-daerah yang terkena dampak terburuk adalah
pulau Bali, di mana PKI telah berkembang pesat sebelum tindakan
kerasasan. Pada tanggal 11 November bentrokan meletus antara PKI dan
PNI, yang berakhir dengan pembantaian terhadap anggota dan simpatisan
yang dituduh PKI. Jika banyak dari pogrom anti-PKI di seluruh daerah
lain itu dilakukan oleh organisasi-organisasi politik Islam, pembunuhan di
Bali dilakukan atas nama Hindu. Bali berdiri sebagai satu-satunya tempat
di negara di mana tentara lokal dalam beberapa cara intervensi untuk
mengurangi pembantaian tersebut.
Pada tanggal 22 November, Aidit ditangkap dan dibunuh. Pada
bulan Desember militer menyatakan bahwa Aceh telah dibersihkan dari
komunis. Bersamaan, khusus Pengadilan Militer yang dibentuk untuk
mengadili dan memenjarakan para anggota PKI. Pada 12 Maret, partai PKI
secara resmi dilarang oleh Suharto, dan serikat buruh pro-PKI SOBSI
dilarang pada bulan April.
Penjara-penjara di Jakarta begitu penuh, hampir seluruh penjara
digunakan untuk menahan anggota PKI. Banyak tahanan politik ditahan
tanpa dasar yang jelas. Sejak saat itu, identitas banga Indonesia berubah
total sesudah 1965. Semangat anti-kolonialisme hilang dan anti-
komunisme menjadi dasar identitas bangsa. Kebencian terhadap sesama
orang Indonesia menjadi basis untuk menentukan siapa warganegara yang
58
jahat dan baik.49
D. ORDE BARU
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden
Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk
kepada era pemerintahan Soekarno. Lahirnya Orde Baru diawali dengan
dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari
tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia
berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik
korupsi yang merajalela.
Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar) pada tahun 1966, yang kemudian menjadi dasar legalitasnya.
Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan
rakyat, bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada
tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, Sidang Kabinet Dwikora yang
disempurnakan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sedang
berlangsung. Di tengah acara, ajudan presiden melaporkan bahwa di
sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari hal-
hal yang tidak diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan
sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. J. Laimena dan
berangkat menuju Istana Bogor, didampingi oleh Waperdam I Dr
49 Wikipedia, Partai Komunis Indonesia, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_Indonesia
59
Subandrio, dan Waperdam II Chaerul Saleh. Dr. J. Laimena sendiri
menyusul presiden segera setelah sidang berakhir. Di tempat lain, tiga
orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir
Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bertemu dengan
Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan
Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Pangkopkamtib) untuk meminta izin menghadap presiden. Segera setelah
mendapat izin, di hari yang sama tiga perwira tinggi ini datang ke Istana
Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di ibukota Jakarta meyakinkan
Presiden Soekarno bahwa ABRI, khususnya AD, dalam kondisi siap siaga.
Namun, mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil
tindakan untuk mengatasi keadaan ini. Menanggapi permohonan ini,
Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada
Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk
mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan
stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik
Indonesia. Perumusan surat perintah ini sendiri dibantu oleh tiga perwira
tinggi ABRI, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal M.
Yusuf, Brigadir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Subur,
Komandan Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa. Surat perintah inilah
yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau
Supersemar.
Dalam rangka memenuhi tuntutan ketiga Tritura, Soeharto dengan
dukungan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 membentuk kabinet
60
baru yang diberi nama Kabinet Ampera. Tugas utama Kabinet Ampera
adalah menciptakan stabilitas ekonomi dan stabilitas politik, atau dikenal
dengan nama Dwidarma Kabinet Ampera. Program kerja yang
dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu:
memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan
pangan; melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti
tercantum dalam Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968);
melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan
nasional sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966;
melanjutkan perjuangan anti-imperialisme dan anti-kolonialisme dalam
segala bentuk dan manifestasinya.
Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, namun
pelaksanaannya dilakukan oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh
Jenderal Soeharto. Akibatnya, muncul dualisme kepemimpinan yang
menjadi kondisi kurang menguntungkan bagi stabilitas politik saat itu.
Akhirnya pada 22 Februari 1967, untuk mengatasi situasi konflik
yang semakin memuncak kala itu, Presiden Soekarno menyerahkan
kekuasaan kepada Jenderal Soeharto. Penyerahan ini tertuang dalam
Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI
Tanggal 20 Februari 1967. Pengumuman itu didasarkan atas Ketetapan
MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden
berhalangan, pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai
pemegang jabatan presiden. Pada 4 Maret 1967, Jenderal Soeharto
memberikan keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRHR mengenai
61
terjadinya penyerahan kekuasaan. Namun, pemerintah tetap berpendirian
bahwa sidang MPRS perlu dilaksanakan agar penyerahan kekuasaan tetap
konstitusional. Karena itu, diadakanlah Sidang Istimewa MPRS pada
tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta, yang akhirnya secara resmi
mengangkat Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia hingga
terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat
dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan
"Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru
di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat
beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh
karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era
Pasca Orde Baru".
Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur,
transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar
dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tak
lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang
terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.50
50 Wikipedia, Orde Baru, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru
62
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Semiotika Film Pengkhianatan G 30 S PKI
Analisis semiotika dalam adegan-adegan film Pengkhianatan G 30 S PKI
akan dilakukan menggunakan 2 tahapan. Tahap yang pertama adalah melalui
aspek penanda (signifier) dan yang kedua adalah aspek petanda (signified).
Dalam menganalisis penggambaran semiotika bentuk kekerasan yang
dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai bentuk propaganda
media dalam film ini, peneliti membagi materi analisis ke dalam 2 pokok
permasalahan utama, yaitu: (1) adegan-adegan yang memperlihatkan kekerasan
yang dilakukan oleh kelompok dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI),
terutama pada saat melakukan kudeta kepada pemerintah. (2) adegan-adegan yang
memperlihatkan kekuatan orde baru atau seoharto yang menjadi pahlawan dalam
mengatasi kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)
Adegan-adegan dengan tema yang menggambarkan kekerasan yang dilakukan
oleh kelompok dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).
1. Penyerbuan terhadap tempat training center Pelajar Islam Indonesia
2. Pemberitaan kekerasan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI)
3. Penyerangan Kepada Brigjen D.N Pandjaitan
4. Penganiayaan di Lubang Buaya
5. Perampasan Radio Republik Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI)
Kekerasan-kekerasan yang ditampilkan dalam film ini sekaligus diikuti
dengan penggambaran bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah
63
sekelompok orang yang sangat brutal dalam melakukan aksinya demi
mendapatkan apa yang mereka inginkan, sehingga membuat penonton yang
melihatnya berkesimpulan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) ini adalah
otak dari semua kerusuhan yang terjadi pada masa itu. Berikut ini adalah
analisis pada adegan-adegan tersebut.
1. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerbuan Terhadap Tempat
Training Center Pelajar Islam Indonesia
sinopsis:
Film ini diawali dengan adegan yang menggambarkan kebrutalan
yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Adegan dimulai pada
suatu subuh di Desa Kanigoro yang terletak tidak jauh dari Kota Kediri
dimana ketika orang-orang sedang melakukan sholat berjamaah, tiba tiba
ribuan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) menyerbu dan melakukan
pemukulan terhaap jamaah tersebut. selain itu mereka juga merusak dan
menginjak-injak kitab suci Al-Qur’an.
64
PENTANDA (SIGNIFIER) PENANDA
(SIGNIFIED)
Shoot Size Visualisasi Pesan Non-
Verbal
Visualisasi
Pesan Verbal
close up group shoot medium shoot Close up close up
Salah seorang anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang mengambil benda tajam. Para pelajar Training Center sedang melakukan ibadah solat subuh berjamaah. Para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan penyerangan terhadap jamaah Training Center pelajar Islam Indonesia. Para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang melakukan perusakan terhadap kitab suci Al-Qur,an
peristiwa penganiayaan ini terjadi pada tanggal 13 Januari 1965 sekitar subuh di Desa Kanigoro yang terletak tidak jauh dari Kota Kediri. Ribuan orang orang Partai Komunis Indonesia (PKI) menyerbu tempat Training Center Pelajar Islam Indonesia, kecuali melakukan pemukulan terhadap salah seorang kyai dan beberapa orang guru, mereka menginjak injak kitab suci Al-Qur’an
Penyerbuan terhadap tempat Training Center Pelajar Islam Indonesia pada waktu solat subuh menunjukan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) sangat cerdas karena akan sangat mudah utuk melakukan penyerangan disaat para umat islam sedang melakukan ibadah solat subuh. Dalam penyerbuan ini para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak segan untuk menghajar para jamaah yang baru selesai melaksanakan ibadah solat subuh dan melakukan perusakan terhadap kitab suci Al-Qur’an. Mereka juga menggunakan senjata tajam dalam melakukan aksinya.
65
Adegan ini menampilkan sebuah penyerbuan yang dilakukan
oleh sekelompok anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang
dilakukan di Desa Kanigoro yang terletak tidak jauh dari Kota Kediri.
Penyerbuan ini memperlihatkan betapa anggota Partai Komunis
Indonesia (PKI) sangat kejam karena menyerang para umat islam yang
sedang melakukan ibadah solat subuh. Dan anggota Partai Komunis
Indonesia (PKI) tidak segan menghajar para jamaah yang tidak siap
menerima penyerangan tersebut. kekejaman ini diperlihatkan melalui
adegan pemukulan para jamaah yang baru saja selesai melakukan ibadah
solat subuh.
Dalam melakukan aksinya, Partai Komunis Indonesia (PKI) ini
pun menggunakan senjata tajam untuk menyerang para jamaah yang
sedang melakukan ibadah solat subuh, dan kekejaman mereka
diperparah dengan melakukan perusakan terhadap kitab suci al-qur’an
yang merupakan kitab suci umat islam yang semakin membuat
kebencian terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) dan gerakan
komunisme pada waktu itu.
2. Analisis Semiotika Pada Adegan Pemberitaan Kekerasan Yang
Dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI)
sinopsis:
Dalam adegan selanjutnya ditampilkan berbagai pemberitaan dari
media cetak dengan mengambil shoot ke koran yang memberitakan
66
beberapa kekerasan yang telah dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia
(PKI).
PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA
(SIGNIFIED) Shoot Size
Visualisasi Pesan Non-
Verbal
Visualisasi
Pesan Verbal
Close up Close up
Berita di koran yang berjudul “PKI Bandel Terus Bantu Aksi Sepihak” Berita di koran yang berjudul “Sabotage Terhadap Pelaksanaan Reboisasi”
Dua hari kemudian pada tanggal 15 Januari 1965, di suatu desa juga di kediri, ribuan orang orang Partai Komunis Indonesia (PKI) menyerang para petani sujarno dengan dalih sengketa sawah. kepala desa yang coba meleraikan da menengahi Tidak luput pula dari pengeroyokan dan penganiyayaan. pada tahun yang sama di Sumatera Utara, teradi aksi sepihak Partai Komunis Indonesia (PKI) yang di kenal sebagai Peristiwa Bandar Bensi. peristiwa ini merupakan sengketa tanah
Judul yang ditampilkan dalam berita ini membuat para penonton yang melihatnya mejadi geram karena aksi-aksi Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi provokator terhadap buruh tani. Lalu dilanjutkan dengan pemberitaan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) mensabotase terhadap pelaksanaan reboisasi, aksi ini juga menambah daftar kebrutalan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa itu.
67
Close up Close up
Berita di koran yang berjudul “S. Soedjono Tewas, kepalanja Petjah Ditjangkul” Berita di koran yang berjudul “PENGHINAAN THD. PEMERINTAH JG SAH”
milik negara dengan kaum tani yang menggarap secara tidak sah. dan sebenarnya persoalannya telah diselesaikan secara baik. tetapi kaum tani kemudian dihasut oleh orang-orang BTI Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk kembali menduduki tanah itu secara sepihak melawan pemerintah. dalam peristiwa ini seorang petugas soejono tewas karena dikeroyok dan dianiyaya, aksi aksi sepihak yang didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI) ini, juga terjadi di Indramayu, Boyolali, Klaten dan berbagai tempat lainnya di Indonesia. sementara itu sebenarnya, pada bulan Desember 1964 terungkap tentang adanya dukungan
Karena ulah Partai Komunis Indonesia (PKI) ini menimbulkan dampak yang buruk terhadap sengketa tanah yang seharusnya sudah selesai menjadi pemicu keributan kembali. Kemudian dampak yang ditimbulkan adalah tewasnya seorang petugas, berita ini semakin menambah daftar hitam kekerasan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu adanya berita yang membuat kejahatan Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin lengkap dengan terungkapnya
68
perebutan kekuasaan yang akan dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), namun oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dikatakan dokumen itu adalah palsu dan malah menuduh balik pembawa fitnah itu sengaja disebarkan oleh lawan politiknya yaitu partai murba yang terobsikis dalam hal ini Khairul Saleh dan Soekarni.
dukungan perebutan kekuasaan. Berita ini sekaligus menjadi titik terang terhadap aksi yang tidak diakui oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Adegan ini menampilkan beberapa pemberitaan tentang kekerasan
yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), dalam adegan ini
menampilkan beberapa judul pemberitaan yang menunjukan betapa
jahatnya para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa itu.
Dalam adegan ini menggambarkan bahwa peristiwa kekerasan atas ulah
para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah mulai diberitakan
secara nasional karena berita ini menjadi berita penting pada masa itu.
Dengan adanya beberapa berita buruk yang ditampilkan pada adegan
ini membuat pembukaan dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI ini menjadi
pelengkap fakta-fakta yang menunjukan tindakan kekerasan yang dilakukan
oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), sehingga para penonton semakin
69
percaya bahwa pada masa itu memang benar terjadi pemberontakan yang
dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)
3. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerangan Kepada Brigjen D.N
Pandjaitan
Sinopsis:
Adegan yang sangat dramatis ditampilkan ketika para pasukan yang
menculik Brigjen D.N. Pandjaitan. Dalam adegan ini ditampilkan saat para
penculik mendobrak rumah Brigjen D.N. Pandjaitan, mereka menembak
dua orang keponakan Brigjen D.N. Pandjaitan. Brigjen D.N. Pandjaitan
yang sedang tertidur lelap pada saat itu, terbangun oleh serangan di
rumahnya. Secara spontan dia mengambil senapannya untuk melawan
namun sayang senjatanya rusak, lalu dia pun menyerah. Lalu dia
mengenakan seragamnya dengan tenang dan melangkah keluar rumah.
Ketika Brigjen D.N. Pandjaitan sedang berdoa di teras rumahnya, sebuah
peluru ditembakakan ke kepalanya dan diikuti rentetan tembakan yang
menembus tubuhnya hingga dia tersungkur dan dibawa oleh para penculik.
Lalu sang anak perempuannya berlari sambil berteriak ke arah tumpahan
darah Brigjen D.N. Pandjaitan dan menangis histeris sambil mengusap
mukanya dengan darah tersebut.
70
PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA
(SIGNIFIED) Shoot Size
Visualisasi Pesan Non-
Verbal
Visualisasi
Pesan Verbal
Grup Shoot Close Up Close Up
Long Shoot Medium Shoot
Para anggota penculik sedang memanggil Brigjen D.N. Pandjaitan. Pemimpin pasukan sedang memanggil sekali lagi Brigjen D.N. Pandjaitan dengan nada mengancam.
Para pasukan penculik menembaki gelas agar Brigjen D.N. Pandjaitan segera turun. Brigjen D.N. Pandjaitan yang sudah turun lalu berdoa di depan teras. Seorang pasukan yang tidak sabar menunggu Brigjen D.N. Pandjaitan kemudian menembak ke arah D.N. Pandjaitan. Brigjen D.N. Pandjaitan yang tertembak lalu
Anggo ta penculik: segera turun jenderal, lekas !! atau saya ledakan rumah ini !! saya peringatkan sekali lagi jenderal !! suara pecahan gelas yang ditembaki. Anggota penculik: ayo cepat jenderal kita habis waktu !!
Suasana penculikan di rumah Brigjen D.N. Pandjaitan yang menunjukan bahwa para penculik melakukan penculikan dengan kekerasan dan ketidaksabaran. Mereka menembaki isi rumah agar Brigjen D.N. Pandjaitan segera turun dari kamarnya yang berada di lantai dua. Brigjen D.N. Pandjaitan melakukan doa sejenak sebelum berangkat ketempat penculikan. Namun pasukan penculik yang tidak sabar dengan sengaja menembaki Brigjen D.N. Pandjaitan hingga ia tersungkur bersimbah darah.
71
Medium Shoot
Long Shoot Close Up Close Up
tersungkur bersimbah darah Anak perempuannya berlari tak kuasa menahan tangis menuju lokasi penembakan. Lalu ia memegang darah sisa penembakan tersebut. sambil menagis histeris mengusapkan darah Brigjen D.N. Pandjaitan ke mukanya
Anak D.N. Pandjaitan: Papiiiiiiiii......
Dengan berlari kencang sambil berteriak , anak perempuan Brigjen D.N. Pandjaitan mendatangi tempat tertembaknya sang ayah yang hanya dipenuhi sisa-sisa darah dan kemudian sambil menangis histeris ia mengambil darah itu lalu mengoleskannya ke bagian mukanya.
Kejahatan kembali digambarkan dalam adegan ini pada saat terjadi
penculikan terhadap Brigjen D.N. Pandjaitan di kediamannya, dalam adegan
ini digambarkan bahwa para penculik memiliki watak tidak sabar dan
kejam. Mereka yang tidak sabar menunggu Brigjen D.N. Pandjaitan sedang
berdoa malah langsung menembakinya tanpa kompromi, hal ini
memunculkan respon yang sangat emosional bagi para penonton karena
tidak adanya belas kasihan dan rasa hormat sama sekali dari penculikan
72
Brigjen D.N. Pandjaitan yang tidak diberikan waktu walaupun hanya untuk
sekedar berdoa kepada Tuhannya.
Adegan ini kemudian lebih didramatisir lagi dengan penggambaran
anak perempuannya yang menjerit sambil berlari keluar rumah hanya untuk
menemukan genangan darah ayahnya. Seketika ia mengambil darah tersebut
dengan kedua tangannya dan menyapukannya ke wajahnya sendiri sambil
menjerit histeris.
4. Analisis Semiotika Pada Adegan Penganiayaan di Lubang Buaya
Sinopsis:
Para Jenderal yang dibawa ke Lubang Buaya kemudian mengalami
penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia
(PKI). Penyiksaan ini sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan yang
membuat para jenderal sangat tersiksa dan bahkan sampai meninggal
dunia. Silet dan benda tajam lainnya digunakan untuk menyiksa para
jenderal agar mau meneken surat pernyataan yang diberikan oleh
anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Para jenderal yang sudah
meninggal karena penyiksaan ini kemudian diseret ke Lubang Buaya
dan dimasukkan ke dalamnya.
73
PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA
(SIGNIFIED) Shoot Size
Visualisasi Pesan Non-
Verbal
Visualisasi
Pesan Verbal
Close Up Medium Shoot
Group Shoot Medium Shoot
Medium Shoot
Salah seorang anggota mengambil silet Menggoreskan silet ke muka salah satu Jenderal Para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) menyiksa salah satu jenderal Salah seorang sedang anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) berkomunikasi dengan jenderal. Wajah jenderal yang sedang disiksa
Anggota Gerwani: Penderitaan itu pedih jenderal, pedih sekarang coba rasakan sayatan silet ini juga pedih tapi tidak sepedih penderitaan rakyat. belum juga mau bicara, ayo bicara!! Anggota PKI: siksaan neraka ini belum dimulai jenderal kecuali jenderal mau menuruti apa kata saya. Bukan main wanginya minyak wangi jenderal begitu harum sehingga mengalahkan bau amis darah sendiri. Mana nasution? manaa? jawab ayo jawab masih terus bungkam?
Penyiksaan di Lubang Buaya dengan menggunakan senjata tajam seperti silet dan pisau membuat para jenderal semakin tersiksa, sayatan dan tusukan yang dilakukan oleh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) ini adalah hal yang sangat kejam dan sangat brutal. Bahkan mereka menyebut bahwa penyiksaan itu bagaikan siksaan di neraka yang mana pasti akan sangat pedih dan sakit seperti di neraka. Sampai muka para jenderal sudah penuh dengan luka dan darah yang menandakan bahwa mereka tidak segan untuk menganiaya tanpa belas kasih.
74
Medium Shoot Close Up Close Up Medium Shoot Medium Shoot Long Shoot
Penyiksaan dengan mengikat ditiang lalu dipukul dengan gagang senjata api. Mematikan api rokok ke tangan Lenan Tendean. Menusuk bagian belakang badan jenderal dengan senjata tajam. Lalu melakukan penginjakan terhadap salah satu jenderal. Para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang menakut-nakuti akan memahat muka jenderal Memasukkan para jenderal yang telah tewas ke Lubang Buaya
bungkam? Bicara !! Anggota PKI: saya bisa injek sampe mampus jenderal. Anggota PKI: saya pemahat jenderal, sekarang saya akan memahat muka jenderal
Dengan sadis penganiayaan ini pun diakhiri dengan dimasukannya para jasad jenderal ke dalam Lubang Buaya dengan cara menyeret jasad tesebut hingga
75
sampai ke Lung buaya dan memasukannya sepeti memasukan bangkai binatang ke dalam lubang.
Adegan penganiayaan di Lubang Buaya adalah adegan dengan
penganiayaan paling sadis, dimana tidak ada sensor terhadap penyayatan,
penusukan dan pemukulan yang dilakukan anggota Partai Komunis
Indonesia (PKI) kepada para jenderal yang mereka culik. Hal ini
menimbulkan respon yang sangat negatif dan akan selalu diingat dalam
benak masyarakat.
Adegan ini menandakan tiada lagi belas kasihan dan rasa hormat
terhadap para jenderal yang menjadi tawanan anggota Partai Komunis
Indonesia (PKI). Darah bercucuran dan perlakuan seperti binatang yang
ditampilkan dalam adegan ini akan berdampak pada kesan negatif yang sulit
untuk dimaafkan karena masyarakat sebagai penonton akan menganggap
bahwa kejadian kejam dalam adegan-adegan di film ini adalah kisah nyata
yang sama seperti kejadian sebenarnya. Apalagi para penonton yang belum
lahir atau tidak menyaksikan langsung ketika kejadian itu terjadi.
Pada akhirnya hal ini semakin menyudutkan Partai Komunis
Indonesia (PKI) sebagai satu-satunya pihak yang bersalah dalam rencana
pemberontakan yang terjadi pada masa itu.
76
5. Analisis Semiotika Pada Adegan Perampasan Radio Republik
Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)
Sinopsis:
Setelah penganiayaan di Lubang Buaya, para pasukan Partai
Komunis Indonesia (PKI) bergegas menuju Radio Republik Indonesia
(RRI) untuk segera mendudukinya dan menyiarkan bahwa Letnan
Kolonel Untung telah menyelamatkan presiden Soekarno dari rencana
KUP Dewan Jenderal.
PETANDA (SIGNIFIER)
PENANDA (SIGNIFIED)
Shoot Size
Visualisasi Pesan Non-
Verbal
Visualisasi
Pesan Verbal
77
Close Up Medium Shoot Group Shoot Two Shoot Long Shoot Close Up
Shoot pada logo Radio Republik Indonesia (RRI). Para angkatan bersenjata dari pasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) telah bersiaga di depan gedung Radio Republik Indonesia (RRI). Pasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) telah memasuki gedung Radio Republik Indonesia (RRI). Salah serang anggota pasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) sedang mengawasi jalannya siaran Anggota pasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) berjaga di luar ruang siaran Radio Republik Indonesia (RRI). Tampak wajah penyiar Radio Republik Indonesia (RRI).
Letnan Kolonel Untung menyelamatkan Presiden Soekarno dari KUP Dewan Jenderal. pada hari kamis tanggal 30 September 1965 di Ibukota Republik Indonesia, Jakarta telah terjadi gerakan militer dalam angkatan darat dengan dibantu oleh pasukan-pasukan dari angkatan-angkatan bersenjata lainnya.
Para angkatan bersenjata dari pasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) telah menduduki gedung Radio Republik Indonesia (RRI) dengan maksud untuk menyiarkan bahwa Letnan Kolonel Untung menyelamatkan Presiden Soekarno dari KUP Dewan Jenderal. Tujuan utama perampasan Radio Republik Indonesia (RRI) ini agar rakyat ahu bahwa yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah benar. Dengan dijaga ketat oleh salah satu anggota pasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) dari ruang siaran maupun diluar ruang siaran, penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) dengan raut muka terpaksa menyiarkan apa yang diminta oleh para pasukan Partai Komunis Indonesia (RRI).
78
Adegan perampasan Radio Republik Indonesia (RRI) oleh pasukan
bersenjata Partai Komunis Indonesia (PKI) ini menjadi penutup kekerasan
yang dilakukan oleh pasukan bersenjata Partai Komunis Indonesia (PKI).
Perampasan ini menjadi suatu cara untuk membalikan fakta bahwa apa yang
telah mereka lakukan dengan menculik para jenderal itu tidak bersalah
dimata masyarakat.
Mereka pun memaksa penyiar yang sedang siaran di Radio Republik
Indonesia (RRI) pada waktu itu menyiarkan bahwa Letnan Kolonel Untung
telah menyelamatkan Presiden Soekarno dari rencana KUP Dewan Jenderal.
Hal ini membuat citra mereka menjadi baik dimata masyarakat.
79
Analisis yang kedua adalah pada adegan-adegan yang memperlihatkan
kekuatan orde baru atau seoharto yang menjadi pahlawan dalam mengatasi kudeta
yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam adegan ini
ditampilkan peran Soeharto dalam menumpas kejahatan seperti seorang pahlawan
yang membuat gerakan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia
(PKI) ini berakhir dan dimusnahkan. Adegan-adegan tersebut antara lain:
1. Soeharto Memberitahukan Bahwa Tidak Ada Gerakan Dewan Jenderal
2. Seoharto Memerintahkan Untuk Mengambil Alih RRI Dan TELKOM
Yang Dirampas Oleh PKI
3. Ucapan Terimakasih Oleh Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para
Korban
Penggambaran kepahlawanan pihak Soeharto dan para pasukannya dalam
menumpas kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)
diperlihatkan sebagai sebuah bentuk hal yang sangat berjasa karena telah
menyelamatkan bangsa dari tangan-tangan jahat komunis. Berikut adalah hasil
analisis dari pada adegan-adegan tersebut.
1. Analisis Semiotika Pada Adegan Soeharto Memberitahukan Bahwa
Tidak Ada Gerakan Dewan Jenderal
Sinopsis:
Adegan ini menandai kemunculan Soeharto, dimana ia baru muncul
pada bagian akhir film ini. Awal kemunculannya langsung memperlihatkan
bahwa ia menyadari bahwa gerakan Untung didalangi oleh Partai Komunisa
Indonesia (PKI).
80
PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA
(SIGNIFIED) Shoot Size
Visualisasi Pesan Non-
Verbal
Visualisasi
Pesan Verbal
Two Shoot Medium Shoot Medium Shoot Medium Close Up Medium Close Up
Dua anggota pasukan masuk keruangan Soeharto Mereka dipersilahkan duduk oleh Soeharto Mereka sedang berbincang dengan Soeharto Dengan muka serius menjelaskan tentang kup ke Soeharto Soeharto sedang menjelaskan bahwa Presiden Soekarno tidak ada di Istana. Dan menyuruh kepada seluruh anggota kesatuan supaya segera kembali ke kostrad
Soeharto: silahkan duduk Soeharto: apa tugas kamu? Anggota TNI: tugas kami mengamankan presiden pak kami diberitahu akan ada KUP dari Dewan Jenderal Soeharto: itu semua tidak betul, kamu tahu bahwa presiden soekarno saat ini tidak berada di istana. coba kamu cek sendiri ke istana. dan
Pemanggilan anggota TNI ini sekaligus memperlihatkan bahwa Soeharto memegang peranan penting dimana ia tahu bahwa sebenarnya ada ulah Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam penculikan terhadap para jenderal. Dan pernyataan Soeharto yang memberitahukan akan menghadapi pasukan pemberontak dan menyuruh pasukan lain agar ikut bergabung menandakan bahwa peran Soeharto sangat besar karena ia yang menjadi pemimpin dalam pemberantasan pemberontakan ini. Dan ketegasan Soeharto yang digambarkan dalam adegan ini menandakan bahwa ia sangat serius untuk menyelamatkan bangsa ini dari
81
kamu juga harus tahu bahwa gerakan untung ini pasti didalangi PKI. saya kenal betul mereka dan cara cara mereka, gerakan mereka merupakan pemberontakan, jadi saya memutusken untuk menghadapinya sampaiken hal ini kepada seluruh anggota kesatuan supaya segera kembali ke kostrad. dan juga sampaiken hal ini ke komandan batalyon, saya beri batas waktu hingga jam 6 sore. kalau sampai jam 6 sore nanti belum juga kembali ke kostrad, berarti kamu dan pasukanmu sudah berhadapan dengan pasukan saya
tangan-tangan komunis.
Dalam adegan ini menggambarkan sosok Soeharto yang sangat
berjiwa pemimpin, ia meminta kepada pasukan lain agar segera
memberantas kudeta yang dilakukan oleh Untung cs yang menurutnya
didalangi oleh Partai Komunis Indoneisa (PKI).
82
Selain itu kehadirannya bagian akhir setelah penyerangan dan
langsung mucul dengan karakter yang ingin menumpas pemberontakan
yang terjadi mencerminkan bahwa ia seperti pahlawan yang datang untuk
menyelamatkan bangsa ini dari tangan komunis.
2. Analisis Semiotika Pada Adegan Seoharto Memerintahkan Untuk
Mengambil Alih RRI Dan TELKOM Yang Dirampas Oleh PKI
Sinopsis:
Pada saat Soeharto memanggil Kolonel Sarwo Edi, ia
memerintahkan agar segera merebut kembali Radio Republik Indonesia
(RRI) dan TELKOM yang digunakan sebagai corong Partai Komunis
Indonesia (PKI) untuk memuluskan gerakannya.
83
PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA
(SIGNIFIED) Shoot Size
Visualisasi Pesan Non-
Verbal
Visualisasi
Pesan Verbal
Long Shoot Medium Close Up Medium Close Up
Kolonel Sarwo Edi menghadap Soeharto Soeharto memberi penjelasan dan sekaligus perintah kepada Sarwo Edi sambil berdiri Kolonel Sarwo Edi menerima perintah dari Soeharto
Soeharto: kolonel Sarwo Edi sudah tau apa yang terjadi? kolonel Sarwo Edi: Sudah pak. kami sudah mendengar siaran untung jam 7 tadi. Dibalik untung pasti PKI, rupanya sejarah sedang mereka ulang, kita terpanggil untuk menghadapi gerakan pengkhianatan ini saya perintahken kolonel segera merebut kembali RRI dan telkom yang saat ini mereka kuasai corong mereka harus segera dibungkem kolonel Sarwo Edi: siap segera kami laksanakan !
Kata-kata yang menyatakan bahwa Soeharto terpanggil untuk menghadapi gerakan pengkhianatan ini dan memerintahkan kolonel Sarwo Edi untuk segera merebut kembali Radio Republik Indonesia (RRI) dan TELKOM ini menujukan kalau Soeharto adalah pemimpin yang menggerkan penumpasan dari gerakan kup tersebut.
84
Kepemiminan Soeharto dalam memerangi kudeta yang dilakukan
oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini sangat ditonjolkan dalam adegan
ini, dai pun sudah tidak sungkan lagi memerintahkan anggota TNI agar
segera merebut kembali Radio Republik Indonesia (RRI) dan TELKOM
yang telah jatuh ketangan Partai Komunis Indonesia PKI). Hal ini semakin
mempertegas bahwa Soeharto lah yang menjadi penggerak tunggal dalam
menyelamatkan bangsa ini dari tangan komunis. Dan disini dia sudah sepeti
mempunyai kuasa yang sangat besar seperti Presiden.
3. Analisis Semiotika Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh
Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para Korban
Sinopsis:
Setelah perebutan kembali Radio Republik Indonesia (RRI) dan
TELKOM, pasukan dari TNI menyusuri daerah Lubang Buaya untuk
mencari jasad para Jenderal yang hilang. Akhirnya dengan usaha yang
gigih mereka menemukan para jasad Jenderal tersebut di dalam sumur
tua. Pengangkatan jasad pun dilakukan dengan didampingi oleh
Soeharto langsung. Dan ktika semua jasad telah diangkat, ia pun
memberikan pidato ucapan terima kasih atas semua bantuan yang telah
diberikan oleh satuan dan rakyat dalam upaya pengangkatan jasad para
Jenderal hingga semua jasad ditemukan.
85
PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA
(SIGNIFIED) Shoot Size
Visualisasi Pesan Non-
Verbal
Visualisasi
Pesan Verbal
Medium Long Shoot Long Shoot Medium Shoot Medium Long Shoot Close Up
Soeharto sedang berpidato dari jarak sedang Soeharto sedang berpidato dari jarak jauh Jasad salah satu jenderal yang teelah disamukan ke peti mati Jasad-jasad para Jenderal yang sudah dimsukan ke dalam peti mati yang siap untuk di bawa dengan ambulan Peti mati berisi jasad Jenderal dimasukan ke dalam ambulan Ambulan pun pergi
Soeharto: saya sangat berterima kasih bahwa akhirnya tuhan memberikan petunjuk yang terang jelas kepada kita sekalian bahwa setiap tindakan yang tidak jujur setiap tindakan yang tidak baik pasti akan terbongkar dan saya berterima kasih kepada satuan satuan khususnya dari Resimen Palako dan Anggota-Anggota Kakao dan satuan satuan lainnya serta rakyat yang telah membantu menemuken bukti ini dan turut serta mengangkat jenasah ini hingga jumlah dari pada korban seluruhnya dapat kami temuken sekianlah yang perlu kami jelasken pada
Adegan ini menjadi pelengkap bahwa peran Soeharto dalam mengusut ksus kudeta ini sangat vital. Dan dia pun menyampaikan kepada masyarakat luas dengan pidatonya yang menandakan bahwa dia sangat mengapresiasi semua kerja keras yang dilakukan semua kesatuan dan rakyat dalam pencarian terhadap para jenderal yang diculik. Adegan ini pun diakhiri dengan ucapan terima kasih.
86
Medium Shoot
meninggalkan lokasi Lubang Buaya.
sodara sodara sekalian terimakasih.
Adegan ini menjadi puncak dari semua upaya yang dilakukan oleh
Soeharto dan pasukannya. Dalam adegan ini Soeharto digambarkan sebagai
sosok yang sangat mengapresiasi semua upaya yang telah dilakukan oleh
kesatuan dan rakyat dalam mencari jasad para Jenderal yang hilang.
Ucapan terima kasih nya menandakan bahwa ia senang dengan
ditemukannya semua jasad para Jenderal dan mengakhiri gerakan kudeta
yang dilakukan oleh pihak Partai Komunis Indonesia (PKI).
87
B. Analisis Propaganda Film Pengkhianatan G 30 S PKI
Analisis propaganda yang pertama yaitu pada adegan-adegan dengan tema yang
menggambarkan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok dan simpatisan Partai
Komunis Indonesia (PKI), yaitu:
1. Analisis Propaganda Pada Adegan Penyerbuan Terhadap Tempat
Training Center Pelajar Islam Indonesia
Dalam adegan ini teknik propaganda yang digunakan adalah teknik Name
Calling (penjulukan). Dalam teknik ini propagandis memberikan label buruk
kepada yang ingin dituju dalam hal ini media yang mempropagandakan bahwa
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah kejam dan cerdas dalam melaksanakan
aksinya.
Dalam adegan ini diawali ketika para anggota Partai Komunis Indonesia
(PKI) melakukan penyerangan pada waktu umat muslim sedang melaksanakan
ibadah Solat Subuh dan melakukan perusakan terhadap kitab suci Al-Qur’an.
Begitu terkena terpaan propaganda ini, target propaganda dalam hal ini
masyarakat sebagai penonton film ini akan menolak atau mengutuk Partai
Komunis Indonesia (PKI) tanpa harus melihat fakta-fakta dan bukti-bukti lagi,
dikarenakan dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam
membuat adegan ini sangat berpengaruh terhadap pandangan masyarakat
Indonesia khususnya yang beragama Islam terhadap gerakan komunis yang
sangat radikal dan merupakan musuh bagi agama Islam itu sendiri.
Dalam adegan penyerbuan terhadap tempat training center pelajar Islam
Indonesia ini terdapat bentuk kekerasan terbuka yang ditampilkan dalam bentuk
pemukulan, pengeroyokan baik dengan tangan hampa maupun dengan senjata
88
tajam. Hal ini menunjukan bahwa dalam adegan ini menampilkan sosok Partai
Komunis Indonesia (PKI) yang tidak mengenal ampun dalam melakukan
aksinya. Mereka tidak segan memukuli dan menghabisi para musuh mereka
baik dengan tangan kosong maupun dengan menggunakan senjata tajam yang
semakin memperkuat kebencian para masyarakat khususnya umat Islam yang
menonton film ini dan melihat para saudaranya dikeroyok oleh anggota Partai
Komunis Indonesia (PKI).
2. Analisis Propaganda Pada Adegan Pemberitaan Kekerasan Yang
Dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI)
Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik
Testimony (kesaksian). Dalam penerapan teknik propagandis biasanya
menggunakan pribadi atau lembaga yang dapat dipercaya untuk mendukung
atau mengkritik sebuah gagasan atau kesatuan politik.
Dalam adegan ini menampilkan beberapa surat kabar yang memperlihatkan
kekejaman anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) di berbagai daerah di tanah
air. Adegan yang menjadi pelengkap setelah adegan pengeroyokan terhadap
pelajar Islam Indonesia ini seakan memberikan penguatan terhadap adegan
tersebut dengan berbagai berita yang ditampilkan. Pemberitaan ini pun akan
membuat dampak negatif terhadap citra Partai Komunis Indonesia (PKI),
dimana kekejaman yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) bukan
hanya sebatas kepada umat muslim saja melainkan kepada seluruh rakyat
Indonesia yang membuat semua rakyat indonesia ikut membenci para anggota
Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemberitaan ini pun sudah menyebar luas
89
keseluruh negeri, dan dengan banyaknya pemberitaan tersebut yang membuat
para masyarakat yang menjadi penonton semakin percaya dengan adanya bukti-
bukti pemberitaan yang sah dari beberapa media cetak pada saat itu.
Dalam adegan ini pun diselipkan adegan kekerasan terbuka dengan
menampilkan pemberontakan yang terjadi di Madiun pada tahun 1948 yang
kemudian semakin mempertegas pemberitaan tersebut dengan adanya bukti
kekerasan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Kekerasan
yang ditampilkan dalam adegan ini menjadi pelengkap dengan berbagai berita
yang ditampilkan seakan ingin membuat kesan bahwa berita ini tidak dibuat-
buat dan memang benar adanya yang kembali memperkuat adegan tersebut dan
membuat persepsi masyarakat yang menjadi penonton semakin percaya bahwa
gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) ini sudah tidak bisa dimaafkan.
3. Analisis Propaganda Pada Adegan Penyerangan kepada Brigjen D.N
Pandjaitan
Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik Fear
Arousing (membangkitkan ketakutan). Teknik ini adalah sebuah cara untuk
mendapatkan dukungan dari target massa agar semakin membenci gerakan
gerakan komunis dengan menimbulkan emosi negatif.
Dalam adegan ini memperlihatkan pembunukan D.N. Pandjaitan yang
dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam penculikan di
rumahnya. Adegan yang membangkitkan ketakutan ialah ketika para anggota
Partai Komunis Indonesia (PKI) diperlihatkan sebagai sosok yag sangat tidak
sabar dan kasar. Puncaknya ialah ketika D.N. Pandjaitan sudah bersedia untuk
90
ikut dengan pasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) namun ketika sudah
keluar rumah D.N. Pandjaitan berdoa sejenak sebelum meninggalkan
rumahnya, lalu para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) menunjukan sikap
ketidaksabarannya dan langsung menghabisi nyawa D.N. Pandjaitan dengan
tembakan. Kemudian hal ini diperparah dengan adegan anak perempuan D.N.
Pandjaitan yang berlari sambil menangis histeris menghampiri lokasi
penembakan sambil mengambil sisa-sisa darah D.N. Pandjaitan dan
mengoleskannya ke mukanya.
Dalam adegan ini menimbulkan kekerasan terbuka yaitu melakukan
penembakan secara langsung dan memeperlihatkan darah segar akibat
tertembaknya D.N. Pandjaitan yang langsung meninggal di lokasi kejadian. Hal
ini membuat rasa benci dalam benak masyarakat sebagai penonton dan
membuat persepsi bahwa kekerasan yang dilakukan oleh para anggota Partai
Komunis Indonesia (PKI) sudah keterlaluan dan sudah tidak bisa dimaafkan
karena sudah berani membunuh dalam setiap aksinya.
4. Analisis Propaganda Pada Adegan Penganiayaan di Lubang Buaya
Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik Fear
Arousing (membangkitkan ketakutan). Teknik ini adalah sebuah cara untuk
mendapatkan dukungan dari target massa agar semakin membenci gerakan
gerakan komunis dengan menimbulkan emosi negatif dalam hal ini melihat
kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan oleh para anggota Partai Komunis
Indonesia dalam menyiksa para Jenderal di Lubang Buaya hingga meninggal
dunia. Dalam adegan penganiayaan di Lubang Buaya ini memperlihatkan
91
sebuah kekejaman yang sangat tidak bisa dimaafkan, dikarenakan penyiksaan
dan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indinesia (PKI)
sangat melewati batas, selain itu setelah melakukan penganiayaan tersebut, para
jenderal kemudian dimasukan ke dalam sumur tua di Lubang Buaya dan
dikubur di dalamnya secara bersamaan yang membuat penganiayaan ini
semakin membuat para penonton murka. Dalam adegan ini menampilkan
kekerasan terbuka yaitu pemukukan, penganiayaan dan penyiksaan yang
membuat para penonton akan terpacing emosinya karena melihat kekejaman
tersebut.
5. Analisis Propaganda Pada Adegan Perampasan Radio Republik
Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)
Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik Fear
Arousing (membangkitkan ketakutan). Teknik ini adalah sebuah cara untuk
mendapatkan dukungan dari target massa agar semakin membenci gerakan
gerakan komunis dengan menimbulkan emosi negatif.
Dalam adegan ini memperlihatkan ketika para anggota Partai Komunis
Indonesia (PKI) berupaya pendudukan Radio Republik Indonesia (RRI) dan
TELKOM. Setelah mereka menguasai tempat tersebut, kemudian mereka
menyebarkan berita palsu yang disiarkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI)
melalui penyiar yang memberitakan kepada masyarakat Indonesia bahwa telah
ada KUP dari Dewan Jenderal. Adegan ini pun menimbulkan kesan negatif
bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan cara kotor dengan
92
menyampaikan berita palsu kepada seluruh rakyat yang semakin mempertegas
watak negatif para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam melancarkan
aksi kudeta yang dilakukannya.
Dalam adegan ini terdapat kekerasan terbuka yaitu ketika melakukan
penyerbuan terhadap Radio Republik Indonesia (RRI), para anggota Partai
Komunis Indonesia (PKI) menggunakan senjata tajam dan senjata api demi
menaklukan tempat yang sangat strategis pada wakti itu. kemudian ditambah
dengan adanya adegan penodongan senjata di kepala penyiar yang sedang
melakukan penyiaran agar mau memberitakan berita yang dipesan oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI) ini membuat aksi ini semakin menakutkan, karena
jika tidak mau mengikuti arahan dari para anggota Partai Komunis Indonesia
(PKI) maka si penyiar tidak segan akan dibunuh.
93
Analisis propaganda yang kedua adalah pada adegan-adegan dengan tema yang
memperlihatkan kekuatan orde baru atau seoharto yang menjadi pahlawan dalam
mengatasi kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam
adegan ini ditampilkan peran Soeharto dalam menumpas kejahatan seperti
seorang pahlawan yang membuat gerakan kudeta yang dilakukan oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI) ini berakhir dan dimusnahkan.
1. Analisis Propaganda Pada Adegan Soeharto Memberitahukan Bahwa
Tidak Ada Gerakan Dewan Jenderal
Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik
Glittering Generality (kemilau generalitas), yaitu berupaya untuk
membangkitkan emosi, semangat, dan gairah khalayak atau massa dengan kata-
kata yang mengandung spirit.
Dalam adegan ini Soeharto dengan tegas dan lantang layaknya seorang
pemimpin menjelaskan bahwa tidak ada gerakan Dewan Jenderal yang selama
ini diisukan oleh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai alasan
melakukan setiap aksinya, hal ini membuat nama angkatan darat menjadi bersih
dari tuduhan tersebut. Selain itu dalam adegan ini menampilkan citra baik
bahwa Soeharto sebagai sosok tegas dan berjiwa pemimpin yang akan
memerangi kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dengan adanya adegan ini membuat para masyarakat yang menjadi penonton
menganggap bahwa sosok Soeharto lah yang menjadi pahlawan di dalam
gerakan ini untuk menumpas para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI)
yang menggila. Sosok kepemimpinannya dalam adegan ini membuat
masyarakat yakin bahwa Soeharto lah pemimpin sebenarya bukan seorang
94
Presiden Soekarno karena dalam adegan ini tidak dimunculkan sama sekali
sosok Presiden Soekarno
2. Analisis Propaganda Pada Adegan Seoharto Memerintahkan Untuk
Mengambil Alih RRI Dan TELKOM Yang Dirampas Oleh PKI
Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik
Glittering Generality (kemilau generalitas), yaitu berupaya untuk
membangkitkan emosi, semangat, dan gairah khalayak atau massa dengan kata-
kata yang mengandung spirit.
Dalam adegan ini Soeharto meminta para pasukan untuk merebut kembali
Radio Republik Indonesia (RRI) dan TELKOM yang saat itu sedang dikuasai
oleh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam adegan ini
memperlihatkan sosok Soeharto lagi-lagi seperti menjadi sosok pahlawan
dengan memerintahkan kesatuannya untuk segera mengambil alih kembali
Telkom dan Radio Republik Indonesia (RRI) dari penguasaan Partai Komunis
Indonesia (PKI). Atas perintah Soeharto lah gerakan kudeta yang dilakukan
oleh para angota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mengambil alih Radio
Repubik Indonesia (RRI) dan TELKOM bisa dihentikan. Adegan ini semakin
memperkuat persepsi masyarakat yang menonton film ini, karena masyarakat
diperlihatkan adegan yang membuat mereka lega dengan hadirnya sosok
Soeharto sebagai pahlawan yang menghentikan peristiwa tragis yang hampir
saja membuat negara ini menajdi negara komunis. Harapan mulai muncul dan
dengan adanya adegan ini memuat penawar dari adegan awal yang sangat
menyakitkan untuk dilihat.
95
3. Analisis Propaganda Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh Soeharto
Atas Ditemukannya Jasad Para Korban
Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik
Glittering Generality (kemilau generalitas), yaitu berupaya untuk
membangkitkan emosi, semangat, dan gairah khalayak atau massa dengan kata-
kata yang mengandung spirit.
Dalam adegan ini Soeharto mengucapkan terimakasih kepada tuhan,
kesatuan dan rakyat yang telah membantu pencarian dan penggalian jasad para
Jenderal yang terkubur di Lubang Buaya. Hal ini membuat haru dan sekaligus
mengakhiri peristiwa kejam dari pemberontakan yang dilakukan oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI). Adegan ini menjadi adegan puncak yang
memperlihatkan kebaikan, kepemimpinan dan kepahlawanan sosok Soeharto
dalam film ini. Masyarakat yang melihat sebagai penonton akan merasa sangat
bangga dengan kehadiran Soeharto sebagai pahlawan yang menumpas gerakan
kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Penonton merasa
senang dan bersemangat ketika film ini berakhir karena semua kudeta yang
dilakukan oleh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) telah berakhir
dan para jasad jenderal yang dikubur di Lubang Buaya telah ditemukan dan
dimakamkan di tempat yang layak.
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari temuan dan hasil analisis data pada film
Pengkhianatan G 30 S PKI, adalah sebagai berikut:
Tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film ini menggambarkan sifat
kebrutalan dan kekejaman dalam proses kudeta yang dilakukan oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI). Berbagai adegan-adegan yang menandakan kekerasan
dalam film ini membuat rasa kebencian itu timbul dibenak para penonton dan upaya
penumpasan gerakan pengkhianatan yang dilakukan oleh Soeharto dan pasukannya
membuat sebaliknya, yaitu para penonton bangga dan senang karena telah hadir
sosok pahlawan yang menumpas semua kekerasan yang dilakukan dalam
pemberontakan yang menewaskan para Jenderal elit di Angkatan Darat.
Kekerasan yang ditampilkan didalam adegan yang menjadi fokus penelitian ini
adalah kekerasan terbuka, dimana banyak adegan pemukulan, pengeroyokan,
penganiayaan hingga pembunuhan secara terang-terangan yang dilakukan oleh para
anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) ketika melakukan pemberontakan,
khususnya pada saat melakukan adegan penculikan terhadap para Jenderal dan
pengasingan di daerah Lubang Buaya.
Propaganda dalam penelitian ini adalah bentuk kekerasan terbuka yang
ditayangkan dalam film ini, dimana dalam film ini banyak menampilkan adegan-
adegan kekerasan terbuka yang sangat kejam dengan banyak menampilkan
97
penyiksaan dan penganiayaan tanpa sensor yang dilakukan oleh simpatisan dan
anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap lawannya yang akhirnya
menimbulkan propaganda anti-PKI. Teknik propaganda yang dipakai dalam film ini
adalah Name Calling (penjulukan), Testimony (kesaksian), Fear Arousing
(membangkitkan ketakutan). Glittering Generality (kemilau generalitas). Namun
teknik yang sering dipakai untuk merepresentasikan kekerasan adalah teknik Fear
Arousing (membangkitkan ketakutan) dan teknik yang menggambarkan sosok
kepahlawanan adalah teknik Glittering Generality (kemilau generalitas).
B. Saran
Saran-saran yang bisa diberikan peneliti yang bisa dijadikan bahan
masukan dan evaluasi terhadap film Pengkhianatan G 30 S PKI. Saran-saran ini
ditujukan oleh penulis kepada:
1. Sutradara
Seharusnya Sutradara dalam mengemas film ini lebih banyak
memberikan adegan dari masyarakat biasa agar lebih menarik jalan
ceritanya dan tidak bosan karena dalam durasi yang panjangnya lebih dari
tiga jam. Contohnya seperti adegan salah seorang tokoh laki-laki yang
berulang kali mengungkapkan kemarahannya kepada PKI dan pemerintah
yang menyebabkan kemiskinan merajalela.
2. Penonton
Untuk khalayak pecinta film harus lebih teliti melihat makna film yang
ditonton. Serta harus cermat dalam memaknai pesan yang disampaikan sebuah
98
film tersebut, karena sejatinya banyak pesan yang tersirat dan ada muatan
kepentingan yang ingin disampaikan oleh pihak yang membuat film tersebut,
apalagi film ini adalah salah satu film sejarah yang selalu ditayangkan pada
masa lalu. Serta penonton harus mengabil pelajaran berharga yang bisa dipetik
dari pesan yang disampaikan film yang ditonton.
3. Civitas Akademika
Diharapkan universitas menyediakan sarana yang memadai untuk
mendukung, perkuliahan khususnya dalam bidang broadcast dan perfilman.
Agar mahasiswa bisa mempraktekkan teori-teori yang sudah didapatkannya,
serta mempunyai skill yang memadai untuk terjun dalam dunia broadcast dan
perfilman. Serta memberikan dosen yang mumpuni dan berkompenten dibidang
Broadcast dan perfilman.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
Ardianto, Elvinaro dan Komala, Lukiati. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007.
Tebba, Sudirman. Etika Media Massa Indonesia. Tangerang: Penerbit
Pustaka irVan, 2008.
B. Sumber Internet
Academia, Kekerasan, artikel diakses pada 12 maret 2015 dari https://www.academia.edu/6469488/Kekerasan
Indonesia, Film. Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad3d5d1cb_arifin-c-noer#.VMI8QtKUdmw
PFN, Film Penghianatan G30S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://pfn.co.id/id/portfolio/film-penghianatan-g30s-pki/
Wikipedia, Gufran Dwipayanan, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gufran_Dwipayana
Wikipedia, Orde Baru, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru
Wikipedia, Partai Komunis Indonesia, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_Indonesia