2 Naskah Publikasi Hubungan Antara Sabar dengan Depresi Pada Remaja Korban Gempa Bumi Di Pedukuhan Kintelan, Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Bambang Liporo, Kabupaten Bantul, Propinsi Yogyakarta Disusun Oleh : Muhamad Agus Salam 99 320 243 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
29
Embed
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU …psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi...berharap, gangguan psikis yang mereka alami segera dapat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
2
Naskah Publikasi
Hubungan Antara Sabar dengan Depresi Pada Remaja
Korban Gempa Bumi Di Pedukuhan Kintelan,
Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Bambang Liporo,
Kabupaten Bantul, Propinsi Yogyakarta
Disusun Oleh :
Muhamad Agus Salam
99 320 243
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL
BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
3
Lembar Pengesahan
Hubungan Antara Sabar dengan Depresi Pada Korban Gempa Bumi Di Pedukuhan Kintelan,
Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Bambang Liporo, Kabupaten Bantul, Propinsi Yogyakarta
Disusun Oleh :
Muhamad Agus Salam
99 320 243
Disahkan Pada Tanggal
____________________
Dosen Pembimbing
Irwan Nuryana Kurniawan S.Psi., M.Si.
4
Hubungan Antara Rasa Sabar dengan Depresi Pada Remaja Korban Gempa Bumi Di Pedukuhan Kintelan, Desa Sumber Mulyo
Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul, Propinsi Yogyakarta
Muhamad Agus Salam Irwan Nuryana k. S.Psi., M.Si,
Intisari Depresi adalah keadaan emosional yang ditandai oleh perasaan kesedihan
yang sangat, perasaan khawatir akan masa depan yang suram, perasaan tidak berharga dan rasa bersalah, menarik diri dari pergaulan sosial, kurang tidur, kehilangan selera makan serta dorongan seksual, begitu pula kehilangan minat untuk melakukan berbagai aktivitas yang biasanya dia lakukan. Sabar adalah menahan diri dalam menanggung suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diinginkan maupun kehilangan sesuatu yang disenangi dalam hal ini sabar sangat erat hubungannya dengan bagaimana seorang individu dapat mengendalikan emosi yang ada dalam diri setiap individu. Dalam mensikapi stimulan dan stressor.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara sabar dengan depresi pada remaja korban gempa di Pedukuhan Kintelan, Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sabar, sedangkan variabel tergantungnya adalah depresi. Asumsi teoritik yang diajukan adalah adanya hubungan negatif antara sabar dengan depresi pada remaja korban gempa Pedukuhan Kintelan, Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul.
Subyek dalam penelitian ini adalah remaja korban gempa Pedukuhan Kintelan, Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul. Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara variabel depresi dengan variabel sabar. Angka koefisien korelasi dari analisis Spearman’s Rho antara sabar dan depresi adalah = 0,119 dengan taraf signifikansi (p) = 0,193 (p>0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara sabar dengan depresi, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara sabar dengan depresi tidak diterima.
Kata Kunci : sabar, depresi, Pedukuhan Kintelan
PENDAHULUAN
5
Bencana alam yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 di
Yogyakarta lalu, telah mengakibatkan kerugian bagi para korbannya, tidak
hanya bersifat materi, namun juga bersifat psikis. Kehilangan harta benda
dan jiwa dari sanak keluarga serta handai tolan telah menimbulkan beban
psikis yang berat bagi para korban bencana tersebut. Terlebih lagi, ketika
mereka harus kehilangan semua itu secara tiba-tiba dan tidak terduga
sama sekali. Kejadian tersebut berlangsung di depan mata mereka, tanpa
mereka sanggup berbuat sesuatu untuk mencegahnya. Korban nyawa
para sanak keluarga dan orang-orang tercintapun tak terhindarkan, begitu
pula kerugian materi. Yang tersisa bagi para korban bencana alam
tersebut tinggalah puing-puing, ratap tangis kesedihan akibat perasaan
kehilangan, keterkejutan, ketakutan, dan perasaan tidak berdaya. Pada
akhirnya, berbagai macam gangguan psikis banyak dialami oleh para
korban bencana alam tersebut. Rentang gangguan psikis yang dialami
para korban tersebut beragam, dari yang ringan hingga parah. Salah satu
bentuk gangguan psikis yang banyak dialami warga yang menjadi korban
bencana alam tersebut adalah depresi.
Tri Wiyono, kepala dukuh pedukuhan Kintelan, suatu wilayah yang
terkena gempa bumi beberapa waktu yang lalu, menjelaskan kepada
penulis bahwa paska bencana gempa bumi, banyak diantara penduduk
pedukuhah kintelan mengalami trauma akan gempa bumi, bahkan ada
salah satu dari warga Kintelan yang harus diberikan pengawasan khusus
6
di rumah sakit Grasia Pakem. Bukan hanya itu, kepala dukuh tersebut
juga mengungkapkan ada beberapa warga di dusun tersebut yang
mengalami gejala-gejala gangguan psikis lainya, meskipun mereka tidak
harus dirawat di rumah sakit jiwa. Beberapa diantara mereka menjadi
malas untuk bekerja dan lebih banyak melamun di tempat tinggalnya.
Mereka lebih banyak melamun dan mudah untuk menangis. Kepala dukuh
berharap, gangguan psikis yang mereka alami segera dapat diatasi,
karena tenaga-tenaga mereka sangat dibutuhkan untuk proses rehabilitasi
paska bencana di desa itu. Kepala dukuh tersebut juga menyesalkan
karena banyak diantara kaum muda yang mengalami gangguan psikis
semacam itu.
Berdasarkan pengakuan para korban gempa bumi diatas, dapat
diketahui para korban tersebut mengidap sejumlah simptom depresi.
Depresi secara etimologis berakar dari kata dalam Bahasa Inggris, yaitu
depress yang berarti perasaan sedih yang sangat serta perasaan hilang
harapan terhadap masa depan (Longman, 2005). Secara istilah, depresi
didefinisikan sebagai Davison dan Neale (1996) mendefinisikan depresi
sebagai keadaan emosional yang ditandai oleh perasaan kesedihan yang
sangat, perasaan khawatir akan masa depan yang suram, perasaan tidak
berharga dan rasa bersalah, menarik diri dari pergaulan sosial, kurang
tidur, kehilangan selera makan serta dorongan seksual, begitu pula
kehilangan minat untuk melakukan berbagai aktivitas yang biasanya dia
lakukan. Deperesi merupakan reaksi terhadap perasaan kehilangan yang
7
sangat terhadap sesuatu yang berharga dalam kehidupan seseorang,
seperti kehilangan kekasih, harta benda, perasaan harga diri, atau
kehilangan kesehatan (Pinel, 1997). Dalam DSM IV disebutkan bahwa
depresi tergolong dalam gangguan mood (mood disorder) (Davison dan
Neale, 1996). Davison dan Neale (1996) menyatakan ketidakberdayaan
yang dipelajari merupakan salah satu sebab dari terjadinya depresi.
Ketidakberdayaan yang dipelajari yaitu suatu perilaku pasif yang dilakukan
serta perasaan tidak mampu yang dialami seseorang untuk bereaksi dan
mengontrol kehidupan mereka. Keadaan ini dialami seseorang sebagai
akibat dari pengalaman-pengalaman traumatis serta trauma-trauma yang
gagal dikendalikan oleh seseorang, yang kemudian berkembang menjadi
depresi (Davison dan Neale, 1996).
Korban-korban yang menunjukan gejala depresi diatas masih
tergolong dalam kategori usia remaja. Santrock (2002) menyebutkan,
secara kronologis, individu memasuki fase remaja ketika dirinya
memasuki usia 10 hingga 12 tahun, dan fase itu berakhir pada usia 18
hingga 22 tahun. Fase remaja ditandai dengan perkembangan fisik
individu yang pesat, perubahan dalam kontur tubuh, begitu pula
perkembangan karakteristik-karakteristik seksual (Santrock, 2002).
Remaja merupakan fase peralihan dari anak-anak menuju dewasa
(Hurlock, 1993). Santrock (2002) menyatakan bahwa depresi lebih sering
terjadi pada remaja dari pada pada anak-anak. Santrock (2002) juga
menjelaskan bahwa salah satu hal yang terkait dengan terjadinya depresi
8
pada remaja adalah terjadinya perubahan-perubahan yang sulit dan
tantangan-tantangan dalam kehidupanya. Perubahan-perubahan dalam
kehidupan remaja tersebut bisa terjadi salah satunya akibat dari terjadinya
bencana alam. Apabila sebelumnya mereka memiliki tempat tinggal yang
cukup nyaman, kini mereka harus tinggal di tempat tinggal sementara
yang tidak nyaman. Begitu pula ketika mereka harus kehilangan
seseorang yang mereka cintai, seperti keluarga, sahabat serta kekasih.
Terlebih lagi ketika mereka harus kehilangan itu semua secara tiba-tiba.
Peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan dan bencana acap
kali terjadi dalam kehidupan manusia. Hal tersebut sering terjadi secara
mendadak dan di luar perkiraan manusia. Apabila bencana betul-betul
terjadi, kerugian yang di derita oleh para korbannya tidak hanya bersifat
materi, namun juga bersifat psikis. Banyak diantara para korban bencana
alam tersebut yang kemudian mengalami tekanan mental yang berat yang
kemudian berkembang menjadi gangguan kejiwaan, sebagai akibat dari
ketidakmampuan mereka dalam menerima kenyataan hidup yang tidak
menyenangkan. Ajaran agama menyebutkan bahwa manusia hendaknya
selalu sabar ketika menghadapi berbagai cobaan hidup, termasuk
berbagai kejadian tidak menyenangkan yang mereka alami.
Depresi
Depresi secara etimologis berakar dari kata dalam Bahasa Inggris,
yaitu depress yang berarti perasaan sedih yang sangat serta perasaan
hilang harapan tehadap masa depan (Longman, 2005). Chaplin (1999),
9
dalam Kamus Lengkap Psikologi, mendefinisikan depresi (depression)
sebagai keadaan kemurungan atau kesedihan yang ditandai dengan
perasaan tidak puas, menurunya kegiatan, serta pesimisme menghadapi
masa depan. Hawari (1996) mendefinisikan depresi sebagai suatu bentuk
gangguan kejiwaan yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketiadaan gairah, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Davison dan Neale (1996) mendefinisikan depresi sebagai keadaan
emosional yang ditandai oleh perasaan kesedihan yang sangat, perasaan
khawatir akan masa depan yang suram, perasaan tidak berharga dan rasa
bersalah, menarik diri dari pergaulan sosial, kurang tidur, kehilangan
selera makan serta dorongan seksual, begitu pula kehilangan minat untuk
melakukan berbagai aktivitas yang biasanya dia lakukan. Deperesi
merupakan reaksi terhadap perasaan kehilangan yang sangat, terhadap
sesuatu yang berharga dalam kehidupan seseorang, seperti kehilangan
kekasih, harta benda, perasaan harga diri, atau kehilangan kesehatan
(Pinel, 1997).
Dalam DSM IV disebutkan bahwa depresi tergolong dalam gangguan
mood (mood disorder) (Davison dan Neale, 1996) atau gangguan suasana
hati. Dalam DSM IV disebutkan bahwa terjadinya depresi pada diri
seseorang setidaknya ditandai dengan kemunculan lima simtom dari
sembilan simtom depresi, yaitu: (1) kesedihan, suasana hati yang
tertekan; (2) kehilangan minat kepada kesenangan dan aktivitas-aktivitas
yang dilakukan oleh seseorang; (3) sulit tidur; (4) perubahan tingkat
10
aktivitas; (5) selera makan menurun, penurunan berat badan, atau
sebaliknya, selera makan yang berlebihan dan peningkatan berat badan;
(6) kehilangan energi, kelelahan yang sangat; (7) konsep diri yang negatif,
menyalahkan diri sendiri, rasa bersalah dan perasaan tidak berharga; (8)
mengeluh atau terbukti tidak mampu berkonsentrasi, lambat dalam
berfikir, serta kesulitan dalam pengambilan keputusan; dan (9)
pengharapan akan kematian atau keinginan untuk bunuh diri (Davison dan
Neale, 1996).
Dari segi penyebab, Pinel (1997) membagi depresi menjadi dua
golongan, yaitu reactive depression, yaitu depresi yang terjadi akibat dari
pengalaman negatif yang nyata; sedangkan yang kedua adalah
endogenous depression, yaitu depresi yang tidak disebabkan oleh
pengalaman negatif pada diri seseorang. Diperkirakan sekitar enam
persen dari populasi manusia pernah mengalami depresi pada satu masa
dalam kehidupanya (Pinel, 1997). Santrock (2002) menyatakan bahwa
depresi lebih sering terjadi pada remaja, jika dibandingkan dengan anak-
anak.
Berdasarkan berbagai definisi tentang depresi diatas, dapatlah
diperoleh pengertian tentang depresi, yaitu keadaan emosional yang
ditandai oleh perasaan kesedihan yang sangat, perasaan khawatir akan
masa depan yang suram, perasaan tidak berharga dan rasa bersalah,
menarik diri dari pergaulan sosial, kurang tidur, kehilangan selera makan
11
serta dorongan seksual, begitu pula kehilangan minat untuk melakukan
berbagai aktivitas yang biasanya dia lakukan
a. Teori Psikodinamika
Aliran psikoanalisa Freud menyebutkan bahwa potensi terjadinya
depresi pada individu telah terbentuk sejak masa awal kanak-
kanak. Freud menyatakan bahwa selama fase oral, kebutuhan
anak mungkin tidak terpenuhi secara memadai, atau justru
terpenuhi secara berlebihan. Hal ini menyebabkan individu tersebut
terfiksasi pada fase tersebut hingga ia dewasa. Terhentinya
perkembangan individu pada fase oral menyebabkan individu
tersebut menjadi mengembangkan kecenderungan untuk sangat
tergantung pada orang lain dalam rangka mempertahankan harga
dirinya (Davison dan Neale, 1996).
b. Teori Biologi
Berbagai penelitian tentang keluarga dan anak kembar menunjukan
bahwa depresi mempunyai komponen-komponen yang bersifat
turunan (Davison dan Neale, 1996). Mendlewicz dan Rainer
(Davison dan Neale, 1996) mengemukakan, pada anak-anak
angkat yang mengalami gangguan depresi, ditemukan kenyataan
bahwa tingkat depresi orang tua biologis mereka lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang tua angkatnya. Cadoret (Davison dan
Neale, 1996) menemukan pula bahwa tingkat depresi pada anak-
anak angkat yang orang tua biologisnya mengalami depresi adalah
12
lebih tinggi jika dibandingkan anak-anak angkat yang orang tuanya
tidak mengalami depresi. Sedangkan Miller dkk (De Clearq, 1994)
menyatakan pula bahwa anak-anak yang berasal dari satu dari
kedua orang tuanya mengalami depresi mendapat kemungkinan
keluhan psikopatologi pada umumnya dan khususnya bagi
berkembangnya gejala depresi.
c. Teori Kognitif
Teori kognitif tentang depresi awalnya dikemukakan oleh Beck.
Teori ini menyatakan bahwa proses berfikir merupakan penyebab
dari terjadinya depresi pada diri seseorang. Menurut Beck (De
Clerq, 1994) pendekatan kognitif dalam memberikan penjelasan
tentang fenomena depresi tidaklah memberikan perhatian pada
apa yang dikerjakan seseorang, tetapi bagaimana orang tersebut
memandang dirinya dan dunia sekelilingnya. Teori ini menyatakan
bahwa individu yang mengalami depresi disebabkan karena
pikiran-pikiran mereka dibiaskan oleh interpretasi-interpretasi
negatif terhadap diri dan lingkungan sekelilingnya (bias kognitif)
(Davison dan Neale, 1996).
Beck (Davison dan Neale, 1996) juga menyatakan bahwa pada
anak-anak dan remaja yang mengalami depresi, mereka telah
mengadopsi atau mempelajari skema-skema negatif. Ada
beberapa pengalaman hidup yang membuat individu mengadopsi
atau mempelajari skema-skema negatif tersebut, seperti hilangnya
13
figur orang tua, perubahan-perubahan hidup yang drastis begitu
pula tragedi-tragedi dalam hidup, penolakan sosial dari teman
sebaya, kritik dan celaan dari guru, serta perilaku menekan oleh
orang tua. Skema negatif yang didukung oleh bias-bias kognitif
akan menimbulkan suatu fenomena yang disebut oleh Beck
sebagai negative triad, yaitu pandangan yang negatif tentang diri,
dunia, dan masa depan (Davison dan Neale, 1997). Negative triad
ini pada giliranya akan berkembang menjadi depresi.
Aspek-Aspek Depresi
National Institute Of Mental Health (McDowell dan Hewell, 1996)
menyebutkan beberapa komponen atau aspek dari depresi. Aspek-aspek
tersebut telah digunakan dalam penyusunan alat ukur guna mengukur
tingkat depresi pada populasi umum, yaitu The Center For Epidemologic
Studies Depression Scale (CES-D). Aspek-aspek dari skala yang
berjumlah duapuluh item tersebut adalah:
1. Suasana hati yang terdepresi
2. Perasaan tidak berharga dan perasaan bersalah
3. Perasaan tidak berdaya dan hilang harapan
4. Kurangnya aktifitas psikomotorik
5. Kehilangan nafsu makan
6. Kurang tidur
14
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Depresi Pada Re maja
Santrock (2002) menyebutkan beberapa faktor yang mendasari
terjadinya depresi pada remaja. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Faktor Keluarga
2. Hubungan Dengan Teman Sebaya Yang Buruk.
3. Perubahan dan tantangan yang sulit dalam hidup
Sabar
Asal kata “sabar” adalah berarti mencegah dan menghalangi. sabar
adalah menahan diri untuk tidak berkeluh kesah, menjaga lisan untuk
merintih dan menghalagi untuk tidak menampar pipi dan merobek pakaian
dan sejenisnya. Artinya individu harus bisa menahan segala perbuatan
yang mengikuti hawa nafsu (Al-Jauziah, 2005).
Definisi lain dari sabar adalah menahan diri dalam menanggung
suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diinginkan
maupun kehilangan sesuatu yang disenangi (Ensiklopedi Hukum Islam,
1999).
Secara umum, kata sabar ialah teguh hati tanpa mengeluh dari
derita dan bencana. Tetapi menurut pengertian islam, sabar adalah
menahan penderitaan dari sesuatu yang tidak disenangi dengan ridhlo
dan ikhlas serta berserah kepada Allah. Sabar juga dapat diartikan
menahan diri untuk tidak mengikuti kehendak hati atau perasaan yang
mendorong melakukan perbuatan yang mendatangkan keburukan,
15
menahan diri ketika penderitaan, sanggup melakukan perkara sukar demi
mendapatkan kebaikan dan bersedia menghadapinya dalam waktu yang
panjang untuk mendapatkan sesuatu ( Ahmadd, 2006 ).
Berdasarkan berbagai definisi sabar diatas, penulis berkesimpulan
bahwa pengertian sabar adalah menahan diri dalam menanggung suatu
penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diinginkan
maupun kehilangan sesuatu yang disenangi Dalam hal ini sabar sangat
erat hubungannya dengan bagaimana seorang individu dapat
mengendalikan emosi yang ada dalam diri setiap individu. Stimulan dan
stressor dalam kehidupan yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-
hari dapat menimbulkan perilaku yang menyimpang pada setiap individu,
dengan berperilaku sabar dapat mengurangi rasa stress dalam diri setiap
individu.
Aspek-Aspek Sabar
menurut Ibn Al Qayyim Al Jauziah dalam buku yang berjudul
Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur menjelaskan tentang aspek
sabar, yaitu :
1. Orang yang dapat menahan hawa nafsu birahinya, sehingga
kemaluannya terjaga dari berbagai macam perbuatan terkutuk.
Orang seperti ini disebut ‘iffah.
2. orang yang mampu menekan hawa nafsunya untuk tidak makan
secara berlebihan atau secara terburu-buru. Orang seperti ini
16
disebut juga syaraf nafs (jiwa yang agung) dan syaba’ nafs (jiwa
yang kenyang).
3. orang yang dapat menguasai dirinya untuk tidak mengatakan apa
yang seharusnya tidak dikatakan, dinamakan sebagai penyimpan
rahasia (kitman sirr).
4. orang yang dapat menjaga dirinya dari berbagai kelebihan dunia
dan sanggup menyepelekannya, dinamakan orang yang zuhud.
5. orang yang bisa menahan dirinya dari dorongan nafsu kemarahan
dinamakan orang yang hilm (bijaksana).
6. orang yang dapat menahan dirinya untuk senantiasa tidak tergesa-
gesa dalam melakukan segala sesuatu adalah orang yang waqar
(tenang) dan tsabat (teguh).
7. orang yang dapat membendung hawa nafsu untuk lari dan kabur
dinamakan orang yang berani (syaja’ah).
8. orang yang dapat menahan dirinya untuk tidak mengganggu orang
lain dinamakan pemaaf dan pemurah.
9. orang yang dapat menahan dirinya untuk tidak pelit kepada orang
lain dinamakan dermawan.
10. orang yang dapat menahan dirinya untuk berlaku malas dan ogah-
ogahan dalam waktu yang seharusnya dia bergerak, dinamakan
orang yang cerdik.
17
11. orang yang dapat menahan dirinya untuk melemparkan pekerjaan
yang tidak disukainya kepada orang lain, dinamakan orang yang
muruah (menjaga citra diri).
Remaja
Masa remaja, suatu waktu dengan onset dan lama yang bervariasi,
adalah suatu periode antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masa ini
ditandai dengan perubahan perkembangan biologis, psikologis, dan sosial
yang menonjol. Onset pada masa pekembangan remaja ditandai dengan
percepatan pertumbuhan skeletal yang cepat dan permulaan
perkembangan seks fisik. Onset psikologi ditandai dengan suatu
percepatan perkembangan kognitif dan konsolidasi pembentukan
kepribadian secara sosial. Masa remaja adalah suatu periode peningkatan
persiapan untuk datangnya peran masa dewasa muda. Masa remaja
umumnya terbagi menjadi tiga periode, remaja awal (usia 11-14 tahun),
remaja pertengahan (usia 14-17 tahun), dan remaja akhir (usia 17-20
tahun) (Kaplan dkk, 1997).
Santrock (2002) menyebutkan, secara kronologis, individu
memasuki fase remaja ketika dirinya memasuki usia 10 hingga 12 tahun,
dan fase itu berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun.
Berdasarkan penjelasan secara kronologis berkaitan dengan
rentang usia remaja, dapatlah diketahui bahwa rentang usia remaja
berkisar antara 11 hingga 22 tahun.
18
Hubungan Antara Sabar Dengan Depresi
Hawari (1996) mendefinisikan depresi sebagai suatu bentuk gangguan
kejiwaan yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah,
perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Deperesi merupakan reaksi terhadap perasaan kehilangan yang
sangat, terhadap sesuatu yang berharga dalam kehidupan seseorang,
seperti kehilangan kekasih, harta benda, perasaan harga diri, atau
Alsa, A. 2003. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya
Dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al Jauziyah. 2005. Kemulian Sabar dan Keagungan Syukur. PT Mitra
Pustaka. Azwar, S. Reliabilitas Dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Burns, D. 1988. Terapi kognitif : pendekatan dalam mengatasi depresi.
Jakarta : Erlangga. Chaplin, J.P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Rajawali Pers. Dahlan, A.A. 1996. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve. Davison, G.C. dan Neale, J.M. 1996. Abnormal Psychology. John Wiley
and Sons. De Clerq, L. 1994. Tingkah Laku Abnormal. Jakarta: Rasindo. Hadi, S. 1990. Metodologi Research Jilid 4. Yogyakarta: Andi Ofset. Hawari, D. 1996. Alquran: Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: PT. Dhana Bhakti Prima Yasa. Helmi, A.F dan Ramdhani, N. 1994. Perilaku Agresif Dan Depresif Pada
Anak-anak Di Kawasan Kumuh Ledok Ratmakan Yogyakarta. Laporan Penelitian. Tidak Diterbitkan.
Herry. 2005. Sabar Adalah Gerbang Segala Kebaikan.
suluk.blogsome.com. Kaplan. 1997. Sinopsis Psikiatri. Edisi Ketujuh. Jakarta: PT. Binarupa
Aksara. Longman. 2005. Longman Complate English Dictionary. Longman
Publisher.
30
Mapiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. McDowell dan Hewell. 1996. Measuring Health. John Wiley and Sons. Nevid, J; Rathus, A; dan Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal. PT
Erlangga. Pinel, J.P.J. 1997. Biopsychology. Third Edition. Allyn And Bacon. Purnomo, B dan Astuti, D.A. 2005. Hubungan Antara Harga Diri Dan
Depresi Pada Remaja Putri Pondok Pesantren. Laporan Penelitian. Tidak diterbitkan.
Santrock, J.W. 2002. Live Span Development. Eigth Edition. McGrawHill Saptasari, D.R. 2001. Pola Asuh Orang Tua, Konsep Diri, Dan Depresi
Remaja. Skripsi. Tidak diterbitkan. Sarwono, S. W. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Rajagrafindo