ANALISIS KLASIFIKASI PEMBENTUKAN RSUD PROVINSI BANTEN SEBAGAI RUMAH SAKIT TIPE B SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Publik Pada Konsentrasi Kebijakan Publik Program Studi Ilmu Administrasi Publik Oleh : RR. DEVANITA INDRIA RAHARJA NIM. 6661111579 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, 2018
149
Embed
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KLASIFIKASI PEMBENTUKAN RSUD PROVINSI BANTEN
SEBAGAI RUMAH SAKIT TIPE B
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Ilmu Administrasi Publik Pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Oleh :
RR. DEVANITA INDRIA RAHARJA
NIM. 6661111579
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2018
ABSTRAK
Rr. Devanita Indria Raharja. 6661111579. 2017. Skripsi. Analisis KlasifikasiPembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B. ProgramIlmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. UniversitasSultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Anis Fuad, M.Si dan Pembimbing II:Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si.,
Permasalahan penelitian ini adalah belum optimalnya standar klasifikasiRSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit tipe B yang meliputi : sarana prasarana,manajemen/administrasi, pelayanan, sumber daya manusia dan peralatan.Pembangunan gedung rumah sakit yang sempat diberhentikan pembangunannya olehKementerian Kesehatan, pegawai honore rmencapai tujuh ratus (700) orang, peralatanrumah sakit yang belum memadai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mengenaiklasifikasi pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit tipe B. dalampenelitian ini menggunakan teori Analisis William Dunn (2003) yang meliputi lima(5) tahapan yaitu: pencarian masalah, peramalan masa depan, rekomendasi kebijakan,pemantauan hasil kebijakan dan evaluasi kebijakan. Penelitian ini menggunakanMetode Deskriptif Kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara, observasidan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis interaktifdari Miles dan Huberman. Hasil dari penelitian ini dapat pengetahuan yang berkaitandengan standar klasifikasi di RSUD Provinsi Banten karena RSUD Provinsi Bantenmenjadi Rumah Sakit rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten maupun Kota di ProvinsiBanten yang membutuhkan standar klasifikasi Rumah Sakit yang mendukung. Sarandari peneliti adalah perlua danya penanganan yang serius dari pemerintah dan seluruhjajaran RSUD Banten dalam menangani berbagai masalah yang saat ini terjadi agarstandar klasifikasi Rumah Sakit Tipe B dapat tercapai.
Kata Kunci : Klasifikasi Pembentukan Rumah Sakit Tipe B
ABSTRACT
Rr. Devanita Indria Raharja. 6661111579. 2017. Thesis. Classification AnalysisEstablishment RSUD Banten Province as Type B Hospital. Program StateAdministration. Faculty of Social Science and Political Science. Universitas SultanAgeng Tirtayasa. Counselor I: Anis Fuad., M.Si and Supervisor II: Kandung SaptoNugroho., S.Sos., M.Si.,
The problem of this research is not yet optimal classification standard ofRSUD of Banten Province as type B hospital covering : infrastructure, management/administration, service, human resources and equipment. The construction of ahospital building that had been dismissed by the Ministry of Health, honoraryemployees reached seven hundred (700) people, inadequate hospital equipment. Thepurpose of this research is to know about the classification of RSUD formation ofBanten Province as Type B. in this research using William Dunn (2003) analysistheory which includes five (5) phases : problem finding, future forecasting, policyrecommendation, monitoring of policy result and policy evaluation. This study useddescriptive qualitative method. Data collection techniques are interview, observationand documentation study. Data analysis techniques using interactive analysistechniques from Miles and Huberman. The result of this research can be knowledgerelated to the classification standard in RSUD Banten Province because RSUD ofBanten Province become referral hospital from Regency Hospital or Town in BantenProvince which need hospital classification standard that support. Suggestions fromthe researchers are the need for serious handling from the government and the wholerange of Banten hospitals in dealing with various problems that currently occur sothat the classification of Type B Hospital can be achieved.
Keywords: Classification of Type B Hospital Formation
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti
panjatkan kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan
untuk Nabi Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho,
rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti
dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten Sebagai Rumah Sakit Tipe B”. Dengan selesainya Skripsi
ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak yang senantiasa selalu mendukung peneliti dalam upaya menyelesaikan
penelitian ini. Maka peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos. M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, M.Si, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukroman, M.Si, selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, M.Si, selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus Dosen
Pembimbing II yang membimbing dan membantu peneliti dalam penyusunan
skripsi, terima kasih atas arahan dan pembelajarannya.
ii
6. Listyaningsih, M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Publik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Dr. Arenawati, M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa .
8. Anis Fuad, M.Si selaku Dosen Pembimbing I skripsi yang membimbing dan
membantu peneliti dalam penyusunan skripsi, terima kasih atas arahan dan
pembelajarannya.
9. Ibu Ima Maisaroh, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik Program
Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
10. Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah
membekali ilmu dan pengetahuan selama perkuliahan.
11. Kedua orangtua tercinta H.R Antony Subekti dan Hj.Omoh Puspita Dewi,
kedua orangtuaku dari suamiku H.Tohri dan Hj.Ucu, dan kakak tersayang
Rr.Nawanda FPBR yang telah memberikan dorongan semangat dan
nasehatnya, kedua adikku R.Dandi Rizki Wibowo Raharja dan R.Rendi Satrio
Wibowo Raharja, keluarga peneliti tercinta terima kasih atas segenap
perhatian dan motivasinya, canda tawa serta dukungannya untuk peneliti.
12. Suamiku Suhanda.,SE dan Anakku Vannesa Ruby Arini yang selalu jadi obor
penyemangatku.
13. Kepada rekan-rekan RSUD Provinsi Banten yang telah memberikan izin
kepada peneliti untuk melakukan penelitian. Terima kasih atas bantuannya,
iii
motivasinya dan pengalaman yang luar biasa sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penelitian ini.
14. Sahabat-sahabatku dan teman-teman seperjuanganku di Prodi Ilmu
Administrasi Publik FISIP Untirta 2011 yang tak bisa kusebutkan satu persatu.
15. Terima kasih kepada para Hayatis Family (Yenita Nurmalasari, Rizqi
Nurjanah, Erin Nurfajriah, Nurlita Amaniyah, Nur Laila Sari, Mayola Shifani,
Ririn Amelia dan Wa Ode Nusa Intan Karimah). Terima kasih yang sangat
dalam untuk kalian semua untuk pertemanan kita yang banyak diisi oleh suka
duka yang tetap indah bila bersama. Sukses terus untuk kita semua.
Akhir kata peneliti berharap dan berdoa kepada pihak-pihak yang telah
banyak membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini mendapat imbalan dari
Allah SWT serta peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam Skripsi ini sehingga peneliti dengan rendah hati menerima masukan dari
semua pihak agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi dan peneliti
berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kepada
pembaca umumnya.
Serang, Juli 2018
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL..........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan
kepada pembaca.
2.3. Asumsi Dasar Penelitian
Menyajikan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk pertanyaan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Sub bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam
penelitian
3.2. Instrumen Penelitian
Sub bab ini menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis
alat pengumpul data yang digunakan. Dalam penelitian kuantatif
instrumennya adalah keusioner, angket dan lain sebagainya.
14
3.3. Penentuan Informan
Sub bab ini menjelaskan tentang orang yang dijadikan sumber
untuk mendapatkan data dan sumber yang diperlukan dalam
penelitian. Dapat diperoleh dari kunjungan lapangan yang
dilakukan di lokasi penelitian, dipilih secara purposive dan
bersifat snowball sampling.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Menguraikan teknik pengumpulan data hasil penelitian dan cara
menganalisis yang telah diolah dengan menggunakan teknik
pengolahan data sesuai dengan sifat data yang diperoleh, melalui
pengamatan, data pada kuesioner, angket, wawancara,
dokumentasi dan bahan-bahan visual.
3.5. Teknik Analisis Data
Sub bab ini menggambarkan tentang proses penyederhanaan data
ke dalam formula yang sederhana dna mudah dibaca serta mudah
diinterpretasi, maksudnya analisis data di sini tidak saja
memberikan kemudahan interpretasi, tetapi mampu memberikan
kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati, sehingga
implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan
sebagai bahan simpulan akhir penelitian. Analisis data dapat
dilakukan melalui pengkodean dan berdasarkan kategorisasi data.
15
3.6. Keabsahan Data
Sub bab ini menggambarkan sifat keabsahan data dilihat dari
objektifitas dalam subjektivitas. Untuk dapat mendapat data yang
objektif berasal dari unsur subjektivitas objek penelitian, yaitu
bagaimana menginterpretasikan realitas sosial terhadap
fenomena-fenomena yang ada.
3.7. Lokasi Penelitian
Tempat yang dijadikan penelitian, dalam hal ini adalah
Sekretariat DPRD Provinsi Banten, khususnya Pegawai di
Sekretarian DPRD Provinsi Banten.
3.8. Jadwal Penelitian
Menjelaskan tentang tahapan waktu penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi
penelitian secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau
sampel yang telah ditentukan serta hal lain yang berhubungan
dengan objek penelitian.
4.2. Hasil Penelitian
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif.
4.3. Pembahasan
Merupakan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.
16
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat,
jelas, sejalan dan sesuai dengan permasalahan serta hipotesis
penelitian.
5.2. Saran
Berisi rekomendasi dari peneliti terhadap tindak lanjut dari
sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara
teoritis maupun praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Memuat daftar referensi (literatur lainnya) yang digunakan dalam
penyusunan skripsi, daftar pustaka hendaknya menggunakan literatur
yang mutakhir.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Memuat tentang hal-hal yang perlu dilampirkan untuk menunjang
penyusunan skripsi, seperti Lampiran table-tabel, Lampiran grafik,
Instrumen penelitian, Riwayat hidup peneliti, dll.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR,
DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Definisi Kebijakan Publik
Pada penelitian ini mengenai analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B yang didirikan
menurut Peraturan Daerah No.1 Tahun 2013 tentang Pembentukan
Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah
Sakit Umum tipe B. Karena Rumah Sakit Umum tipe B bagian dari sebuah
kebijakan yang diatur oleh pemerintah Provinsi Banten, maka sebelum
menganalisis lebih jauh mengenal bagaimana konsep kebijakan publik,
kita perlu mengkaji terlebih dahulu mengenai definisi dari kebijakan
publik itu sendiri. Dalam penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B tentu tidak terlepas
dari bagian dalam proses perumusan kebijakan publik, untuk itu sebaiknya
lebih dulu memahami definisi kebijakan dan konsep kebijakan publik.
Sumber-sumber yang berasal dari para ahli yang memberikan beberapa
pengertian dari definisi kebijakan, yaitu ;
18
Kebijakan (policy) mengandung arti yang bermacam-macam.
Menurut kamus Bahasa Indonesia kebijakan merupakan sebagai rangkaian
konsep pokok dan asas yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan atau suatu konsep dasar yang jadi pedoman dalam
melaksanakan suatu kepemimpinan dan cara bertindak.
Selain itu, definisi kebijakan lainnya diungkapkan oleh Suharto
(2008:3) dalam bukunya “kebijakan sosial sebagai kebijakan publik”,
yang menjelaskan bahwa:
“Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan sajadalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara,melainkan pada governance yang menyentuh pengelolaan sumber dayapublik.Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan ataupilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan danpendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demikepentingan publik yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atauwarga negara.Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromiatau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideology, dankepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.
Pengertian di atas memberikan gambaran pada kita bahwa
kebijakan merupakan alat yang digunakan pemerintah yang juga
memperhatikan sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan publik.
Definisi kebijakan lainnya dikemukakan oleh Lasswelldan Parsons
(2005:17) yaitu:
“Kata kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk menunjukkanpilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi atauprivat.Kebijakan bebas dari konotasi yang dicakap dalam kata politis(political) yang sering kali diyakini mengandung makna keberpihakan dankorupsi.
Definisi kebijakan menurut Lasswell memberikan pengertian
bahwa kebijakan diyakini bebas dari unsur politis yang kerap dimaknai
17
19
sebagai sebuah konsolidasi.Kebijakan merupakan pilhan penting dalam
organisasi.
Berbeda dengan pandangan Dunn (2003:51) dalam bukunya
“Pengantar Analisis Kebijakan Publik”, beliau mendefinisikan kata
kebijakan dari asal katanya. Secara etimologis, istilah policy atau
kebijakan berasal dari bahasa Yunani, Sanksekerta dan Latin, akar kata
dalam bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara-Kota) dan pur
(Kota).
Pengertian kebijakan berikutnya dikemukakan oleh Anderson
(dalam Islamy 1991:17), yaitu:
“A purposive course of action followed by an actor or set of actorsin dealing with a problem or matter of cancern.”
Sedangkan menurut Jones (dalam Winarno 2002:14), istilah
kebijakan digunakan dalam praktek-praktek sehari-hari.Namun, digunakan
untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang berbeda.Istilah ini
sering dipertukarkan dengan tujuan, program, keputusan, standar, proposal
dan grand design.Secara umum, istilah kebijakan dipergunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
Menurut Dunn (dalam Wicaksono 2006:64) menjelaskan bahwa
kebijakan publik ialah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-
pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan
untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.
20
Pengertian kebijakan publik menurut Dye (dalam Agustino
2007:166) “bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”. Melalui definisi ini kita
mendapat pemahaman bahwa terdapat perbedaan antara apa yang akan
dikerjakan pemerintah dan apa saja sesungguhnya harus dikerjakan oleh
pemerintah.
Kemudian menurut Rose (dalam Agustino 2007:166) berupaya
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “sebuah rangkaian panjang dari
banyak atau sedikit kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki
konsekuensi bagi yang berkepentingan sebagai keputusan yang berlainan.
Definisi lain mengenai kebijakan publik pun ditawarkan oleh
Friedrich (dalam Agustino 2006:41) menyatakan bahwa:
“Serangkaian kegiatan atau tindakan atau kegiatan yang diusulkanoleh seseorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentudimana terdapat hambatan dan kemungkinan dimana kebijakan tersebutdiusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yangdimaksud.”
Maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, Fridrich
menambahkan ketentuan bahwa kebijakan tersebut berhubungan dengan
penyelesaian beberapa maksud atau tujuan. Meskipun maksud dan tujuan
dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dilihat, tetapi ide
bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai maksud,
merupakan bagian penting dari definisi kebijakan bagaimanapun juga
kebijakan harus menunjukkan apa yang sesungguhnya dikerjakan dari
pada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.
21
Kebijakan publik adalah keputusan politik yang dikembangkan
oleh badan dan pejabat pemerintah.Karakteristik ini dijelaskan oleh Easton
(dalam Islamy 1991:19) yang menegaskan bahwa hanya pemerintah yang
secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakat dan pilihan pemerintah
untuk melakukan sesuatu tersebut dirupakan dalam bentuk pengalokasian
nilai-nilai pada masyarakat.Hal ini disebabkan karena pemerintah
termasuk ke dalam para penguasa suatu sistem politik yang terlibat dalam
masalah sehari-hari yang telah menjadi tanggungjawab atau peranannya.
Definisi lain dari kebijaksanaan Negara (Isalamy 1991:20) adalah
serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah
byang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi
kepentingan masyarakat. Sebagai keputusan yang mengikat publik, maka
kebijakan publik harusnya dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang
menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu
proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya
kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang
dijalankan oleh administrasi pemerintah.
Menurut Brigman dan Davis (dalam Suharto 2008:3) kebijakan
publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai “Whatever
government choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apa saja
yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan).
Berdasarkan beberapa definisi kebijakan publik diatas dapat
peneliti disimpulkan kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan dengan
22
pola ketergantungan yang kompleks yang mempunyai maksud atau tujuan
tertentu dengan berbagai pilihan untuk dilakukan atau tidak dilakukan
melaluti tiga kegiatan pokok yaitu formulasi, implementasi dan evaluasi
kebijakan dalam rangka menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Kebijakan publik juga ditunjukkan pada tindakan yang mempunyai
maksud dan tujuan tertentu dari pada perilaku yang berubah acak,
kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan
yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pada keputusan yang
terpisah-pisah, kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya
dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur masyarakat untuk
kesejahteraan masyarakat luas, bukan apa maksud yang dikerjakan atau
yang akan dikerjakan. Dengan demikian, dari beberapa definisi kebijakan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah rangkaian konsep
pokok yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang
mengandung program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek
yang terarah bercirikan konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari
mereka yang memenuhi keputusan tersebut.
2.1.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang
kompleks karena melibatkan banyak proses maupun vartikel yang harus
dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk
publik ke dalam beberapa tahap-tahap.Tujuan pembagian seperti ini adalah
23
untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik.Namun demikia
beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang
berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut Dunn (dalam Winarno,
2007:32-34) adalah sebagai berikut :
a. Tahap penyusunan agendaPara pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalahpada agenda publik.Sebelumnya masalah ini berkompetisiterlebih dahulu untuk masuk ke dalam agenda kebijakan.Padaakhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan padaperumus kebijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalahtidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lainditetapkan menjadi focus pembahasan, atau adapula masalahkarena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
b. Tahap formulasi kebijakanMasalah yang tidak masuk ke dalam agenda kebijakan kemudiaditulis oleh para pembuat kebijakan.Masalah-masalah tadididefinisikan untuk kemudia diberi pemecahan masalahterbaik.Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagaialternative atau pilihan kebijakan (policy alternative/ policyoptions) yang ada.Dalam perumusan kebijakan masing-masingalternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yangdiambil untuk memecahkan masalah.Dalam tahap ini masing-masing actor dapat bersaing untuk mengusulkan pemecahanmasalah terbaik.
c. Tahap Adopsi KebijakanDari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan paraperumus kebijakan.Pada tahap ini aka nada beberapa analisisdan peramalan untuk mendapatkan alternatif kebijakan.Padaakhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsidengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antaradirektur lembaga atau putusan peradilan.
d. Tahap Implementasi KebijakanSuatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatanelit jika program tersebut tidak diimplementasikan. Kebijakanyang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasiyang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia.
24
Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akanbersaing.
e. Tahap Evalusasi KebijakanDalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilaiatau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yangdibuat untuk meraih dampak yang diinginkan.
2.1.3 Pengertian Analisis
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer karangan
Salim dan Sali (dalam Ningsih 2014:23) menjabarkan pengertian analisis
sebagai berikut :
a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa(perbuatan, karangan dan sebagainya) untuk mendapatkan faktayang tepat (asal usul sebab, penyebab sebenarnya, sebagainya)
b. Analisis adalah penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaahan bagian-bagian tersebut dan hubungan antarbagian untuk mendapatkan pengertian yang tepat denganpemahaman secara keseluruhan.
c. Analisis adalah penjabaran (pembentangan) suatu hal, dansebagainya setelah ditelaah secara seksama.
d. Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulaidengan hipotesis (dugaan, dan sebagainya) sampai terbuktikebenarannya melalui beberapa kepastian (pengamatan,percobaan dan sebagainya)
e. Analisis adalah proses pemecahan masalah (melalui akal) kedalam bagian-bagiannya berdasarkan metode yang konsistenuntuk mencapai pengertian tentang prinsip-prinsip dasarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Subarso dan
Retnoningsih (dalam Ningsih 2014:24), analisis adalah penyelidikan
terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk
25
mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkara dan
sebagainya).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan
Nasional (dalam Ningsih 2014:24) menjelaskan bahwa analisis adalah
penyelidikan terhadap suatu peristiwa.
Dari pengertian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
analisis adalah serangkaian aktivitas intelektual yang bertujuan untuk
penyelidikan suatu keadaan, mengkaji dan memberikan alternatif pada
suatu peristiwa atau keadaan yang akan atau telah terjadi untuk
memecahkan masalah.
Kemudian pengertian analisis kebijakan dari para ahli yaitu;
menurut Bauer (dalam Dunn 2003:1) analisis kebijakan adalah aktivitas
menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan.
Menurut William (dalam Nugroho, 2012:328) analisis kebijakan
adalah sebuah cara penyintesian informasi, termasuk hasil-hasil penelitian,
untuk menghasilkan format keputusan kebijakan dan menentukan
informasi yang relevan dengan kebijakan.
Menurut Dunn (dalam Nugroho, 2012:299) analisis kebijakan
publik adalah aktivitas adalah intelektual dan praktis yang ditujukan untuk
menciptakan, secara kritis menilai, mengkomunikasikan pengetahuan
tentang dan dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan adalah disiplin
ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode pengkajian
multiple dalam konteks argumentasi dan debat politik untuk menciptakan,
26
secara kritis menilai, dan mengomunikasikan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan. Mengikuti Dunn, metode analisis kebijakan
menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam
pemecahan masalah, yaitu :
1. Definisi, menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisiyang menimbulkan masalah kebijakan.
2. Prediksi, menyediakan informasi mengenai konsekuensi dimasaa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasukjika tidak melakukan sesuatu.
3. Preskripsi, menyediakan informasi mengenai nilai konsekuensialternatif kebijakan di masa mendatang.
4. Deskripsi, menghasilkan informasi tentang konsekuensisekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.
5. Evaluasi, kegunaan alternatif kebijakan dalam memecahkanmasalah.
Secara visual dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Proses Analisis Kebijakan menurut Dunn
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin ilmu
dengan tujuan memberikan informasi yang bersifat deskriptif, evaluatif,
dan atau preskriptif (Nugroho 2012:306). Analisis kebijakan menjawab
tiga macam pertanyaan, yaitu:
1. Nilai yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama untukmenilai apakah suatu masalah sudah teratasi?
2. Fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkanpencapaian nilai-nilai.
Definisi Prediksi Preskirpsi Deskripsi Evaluasi
27
3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaiannilai-nilai.
Untuk menjawabnya, (Nugroho 2012:307) analisis kebijakan dapat
menggunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga pendekatan analisis
ini, yakni empiris, valuatif, dan atau normative.
Ketiga pendekatan tersebut dipaparkan dalam table sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Pendekatan Analisis Kebijakan
Pendekatan Pertanyaan Utama Tipe Informasi
Empiris Adakah dan akankah (fakta)? Deskriptif & Preskriptif
Valuatif Apa manfaatnya (nilai)? Evaluatif
Normatif Apakah yang harus diperbuat (aksi)? Preskriptif
Analisis kebijakan juga dapat dibedakan menjadi prospektif atau
expost yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi
kebijakan dimulai dan diimplementasikan; dan analisis retrospektif atau
exante adalah produksi dan transformasi informasi sesudah aksi
kebijakan.Diantara keduanya, Dunn menyebut analisis terintegrasi, yaitu
produksi dan transformasi informasi baik sebelum maupun sesudah aksi
kebijakan (Nugroho 2012:307).
28
2.1.4. Analisis Kebijakan Versi Dunn
Dalam proses analisis kebijakan menurut Dunn (2003:25) ada
beberapa tahapan, yaitu:
1. Merumuskan Masalah
Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan, atau kesempatan
yang belum terpenuhi, yang dapat diidentifikasi, untuk
kemudian diperbaiki atau dicapai melalui tindakan publik.
Masalah kebijakan mempunyai ciri-ciri :
a. Terdapat saling ketergantungan antar masalah kebijakan,b. Mempunyai subjektivitas,c. Buatan manusia karena merupakan produk penilaian
subjektif dari manusia, dand. Bersifat dinamis.Fase-fase perumusan masalah kebijakan (Dunn 2003:226)
disusun sebagai berikut :
1. Pencarian masalah (problem search)2. Pendefinisian masalah (problem definition)3. Spesifikasi masalah (problem specification)4. Pengenalan masalah (problem sensing)
Untuk menuju analisis kebijakan, sejak perumusan masalah sudah
harus dikenali model-model kebijakan (Dunn 2003:234-241) yaitu :
1. Model deskriptif, yang bertujuan menjelaskan dan ataumemprediksi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi pilihankebijakan.
2. Model normatif, yang selain bertujuan sama dengan modeldeskriptif, juga memberikan rekomendasi untuk meningkatkanpencapaian nilai atau kemanfaatan.
3. Model verbal, yakni bersandar pada penilaian nalar untukmembuat prediksi dan menawarkan rekomendasi.
29
4. Model simbolis, yaitu analisis menggunakan simbol-simbolmatematis untuk menerangkan hubungan diantara variabel-variabel kunci yang dipercaya mencari suatu masalah.
5. Model procedural, yaitu menampilkan hubungan yang dinamisdiantara variabel-variabel yang diyakini menjadi cirri suatumasalah kebijakan.
6. Model sebagai pengganti dan perspektif, yaitu dimensi terakhiryang penting dari model-model kebijakan berhubungan denganasumsi mereka. Model pengganti (surrogate model)diasumsikan sebagai pengganti dari masalah-masalahsubstantif.
2. Peramalan masa depan Kebijakan
Mengutip Dunn (2003:291) peramalan atau forecasting adalah
suatu prosedur untuk membuat informasi factual tentang situasi sosial di
masa depan atas dasar informasi yang telah ada tentang masalah
kebijakan. Peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang
sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan
sesuatu (Dunn 2003:26). Ramalan memiliki tiga (3) bentuk utama, yakni
proyeksi, prediksi, dan perkiraan (Dunn 2003:291-292), yaitu :
1. Peramalan ekstrapolasi, yaitu ramalan yang didasarkan atasekstrapolasi hari ini ke masa depan, dan produknya disebutproyeksi. Teknik yang dapat dipergunakan antara lain analisisantarwaktu, estimasi tren linear, pembobotan eksponansial,transformasi data, katastrofi metodologi. Proyeksi membuatpernyataan yang tegas berdasarkan argument yang diperolehdari metode tertentu dengan kasus yang paralel. Peramalan inimenggunakan tiga asumsi dasar, yaitu : persistensi (pola yangdiamati di masa lampau akan tetap ditemui di masa depan),keteraturan (visi di masa lalu sebagaimana ditunjukan olehkecenderungannya akan terulang secara ajek di masa depan),dan reabilitas validitas data.
30
2. Peramalan teoritis, yaitu ramalan yang didasarkan pada suatuasumsi teoritik yang tegas, dan produknya disebut prediksi.Teknik yang dapat digunakan antara lain pemetaan teori, modelkausal, analisis regresi, estimasi titik dan interval, analiskorelasi. Apabila pada peramalan ekstrapolatif menggunakanlogika induktif, pada peramalan teoritis menggunakan logikadeduktif.
3. Peramalan penilaian pendapat, yaitu ramalan yang didasarkanpada penilaian informative para ahli atau pakar tentang situasimasyarakat masa depan, dan produknya disebut perkiraan(conjecture). Teknik peramalan penilaian pendapat(judgemental forecasting) berusaha memperoleh danmenyintesiskan pendapat-pendapat para ahli. Logika yangdigunakan bersifat retroduktif karena analisis dimulai dengandugaan tentang sesuatu keadaan, dan kemudian berbalik kedata atau asumsi yang dipergunakan untuk mendukung dugaantersebut. Meskipun pada praktiknya ketika logika tersebutinduktif, deduktif, dan retroduktif, tidak dipisahkan satu samalain.
Peramalan mempunyai sejumlah tantangan (Dunn 2003:294-295),yaitu :
(i) akurasi ramalan, yaitu ketepatan dari ramalan yang relatifsederhana yang didasarkan pada ektrapolasi ataskecenderungan sebuah variabel maupun ramalan yangkompleks berdasar model-model yang memasukan ratusanvariabel masih terbatas.
(ii) kondisi komparatif masa depan, ketepatan prediksi yangdidasarkan pada model teoritik yang kompleks atas ekonomidan sistem sumber daya energi tidak lebih tinggi disbandingketepatan proyeksi dan konjektur yang dibuat atas dasar modelekstrapolasi sederhana dan penilaian informatif (oleh pakar).
(iii) konteks, yaitu konteks institusional, temporal danhistorical. Masa depan pun terdiri tiga jenis, yaitu masa depanyang potensial atau sering disebut masa depan alternatif, masukakal (plausible), dan normatif, yang merupakan gabunganantara potensial, dan plausible.
31
3. Rekomendasi Kebijakan
Mengutip dari Dunn (2003:405) prosedur dari analisis kebijakan
dari rekomendasi memungkinkan informasi tentang kemungkinan
serangkaian aksi di masa mendatang untuk menghasilkan konsukuensi
yang berharga bagi individu, kelompok, atau masyarakat
seluruhnya.Untuk membuat rekomendasi kebijakan juga mengharuskan
kita menentukan alternatif mana yang paling baik.Rekomendasi membantu
mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas
dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan, dan
menentukan pertanggungjawaban administratif bagi implementasi
kebijakan (Dunn, 2003:27).
Membuat rekomendasi kebijakan menentukan alternatif yang
terbaik dan alasannya karena prosedur analisis kebijakan berkaitan dengan
masalah etika dan moral. Rekomendasi pada dasarnya adalah pernyataan
eksternal, dan advokasi mempunyai empat pertanyaan yang harus dijawab
(Dunn, 2003:406), yaitu :
1. Dapat ditindaklanjuti (actionable), yaitu pernyataan advokatifmemusatkan pada tindakan yang dapat menyelesaikan masalahkebijakan.
2. Bersifat prospektif, karena pernyataan tersebut dibuat sebelumdilakukan tindakan.
3. Bermuatan nilai, bahwa alternatif bergantung pada “fakta” danjuga pada nilai.
4. Etik secara kompleks, yaitu nilai-nilai yang mendasaripernyataan advokatif secara etika kompleks.
Dalam menentukan alternatif kebijakan (Dunn, 2003:416-417),
salah satu pendekatan yang paling banyak dipergunakan adalah
32
pendekatan rasionalitas. Namun, rasionalitas juga berarti multirasionalitas,
yang berarti terdapat dasar-dasar rasional ganda yang mendasari sebagian
besar pilihan-pilihan kebijakan, yaitu :
a. Rasionalitas teknis, berkenaan dengan pilihan efektif.b. Rasionalitas ekonomis, berkenaan dengan efisiensi.c. Rasionalitas legal, berkenaan dengan legalitas.d. Rasionalitas sosial, berkenaan dengan akseptabilitas.e. Rasionalitas substantive, yang merupakan kombinasi keempat
rasionalitas di atas.Karakteristik utama dari berbagai bentuk rasionalitas tersebut
adalah bahwa semuanya melakukan pemilihan secara bernalar tentang
perlunya mengambil arah tindakan tertentu untuk memecahkan masalah
kebijakan.Di luar model rasionalitas di atas (Dunn, 2003:417)
menyarankan rasionalitas komprehensif, yang merupakan upaya
penyingkronisasi seluruh model rasionalitas di atas.Rasionalitas bertemu
dengan realitas bahwa alternatif pada akhirnya terbatas karena adanya
nilai-nilai individual yang lebih banyak mempengaruhi dan batas-batas
pengetahuan. Menurut Simon (dalam Nugroho, 2012:317)
memperkenalkan konsep yang lebih “moderat”, yaitu satisfactory dan
sufficiency. Di sini pengambilan alternatif tidak dipaksakan pada alternatif
terbaik maksimal, namun alternatif yang terbukti akan menghasilkan suatu
kenaikan manfaat yang paling memuaskan. Rekomendasi mempunyai
enam (6) kriteria utama, beberapa tipe pilihan rasional dapat diletakkan
sebagai kriteria keputusan yang digunakan untuk menyarankan pemecahan
masalah kebijakan (Dunn 2003:429), yaitu :
33
1. Efektivitas, berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapaihasil yang diharapkan atau mencapai tujuan dari diadakantindakan.
2. Efisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukanuntuk menghasilkan tingkat efektivitas yang dikehendaki.
3. Kecukupan, berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkatefektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yangmenumbuhkan adanya masalah.
4. Perataan (equity), berkenaan dengan pemerataan distribusimanfaat kebijakan.
5. Responsivitas, berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakandapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi target kebijakan.
6. Kelayakan (appropriateness), berkenaan dengan pertanyaanapakah kebijakan tersebut tepat untuk suatu masyarakat.
4.Pemantauan Hasil Kebijakan
Pemantauan hasil kebijakan atau biasa disebut monitoring
merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan
informasi tentang sebab akibat kebijakan publik (Dunn, 2003:509).
Pemantauan setidaknya memainkan empat (4) fungsi dalam analisis
kebijakan yaitu : kepatuhan (compliance), akuntansi, pemeriksaan, dan
eksplanasi (Dunn, 2003:510).
Hasil kebijakan dibedakan antara keluaran (outputs), yaitu produk
layanan yang diterima kelompok sasaran kebijakan, impak (impact), yaitu
perubahan perilaku yang nyata pada kelompok sasaran kebijakan (Dunn,
2003:513).
Dunn (2003:514) membedakan jenis tindakan kebijakan menjadi
dua (2), yakni kebijakan regulatif, yaitu tindakan kebijakan yang
dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur
34
tertentu, dan kebijakan alokatif yaitu tindakan mengalokasikan sumber
daya tertentu pada sasaran kebijakan.Baik kebijakan regulative maupun
alokatif dapat memberikan akibat yang bersifat distributif ataupun
redistributif.
Pemantauan sangat penting dalam analisis kebijakan.Untuk itu ada
beberapa pendekatan dalam pemantauan yang dapat dipilah menjadi
beberapa pendekatan yaitu; akuntansi sistem sosial, eksperimental sosial,
auditing sosial, dan sistesis riset praktek, pendekatan tersebut dapat
menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif (Dunn, 2003:519).
5. Evaluasi Kinerja Kebijakan
Evaluasi kebijakan publik merupakan bagian dari proses analisis
kebijakan. Menurut Dunn (2003:632) fungsi evaluasi dalam analisis
kebijakan adalah menyediakan informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan, kemudian memberikan kejelasan dan kritik
nilai-nilai yang mendasari pilihan tujuan, sasaran, dan penyediaan
informasi bagi perumusan masalah dan inferensi praktis.
Dunn (2003:612) mengembangkan tiga (3) pendekatan dalan
evaluasi kebijakan, yakni evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi
teoritis. Evaluasi semu adalah pendekatan yang menggunakan metode-
metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha menanyakan tentang
manfaat atau nilai dari hasil-hasil pada target kebijakan. Evaluasi semu
berasumsi bahwa ukutan tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu
35
yang terbukti sendiri atau self evident atau tidak kontroversial.Evaluasi
formal merupakan pendekatan yang menggunakan metode-metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya
mengenai hasil kebijakan, namun mengevaluasi hal tersebut atas tujuan
program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat
kebijakan.Evaluasi keputusan teoritis (Decission Theoritic
Evaluation)adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit
dinilai oleh berbagai macam. Model evaluasi menurut Dunn (2003:610)
sebagai berikut:
(i) Efektivitas(ii) Efisiensi(iii)Kecukupan(iv)Perataan (equity)(v) Responsivitas(vi)KetepatanEvaluasi memiliki fungsi penting dalam kebijakan, pertama,
evaluasi memberik informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
kinerja kebijakan.Kedua, evaluasi member sumbangan pada klarifikasi dan
kritik tehadap nilai-nilai yang mendasari target dan tujuan (Dunn,
2003:609-610).
2.1.5. Analisis Kebijakan Versi SWOT
Selain dengan menggunakan pendekatan teori analisis kebijakan
menurut Dunn di atas, analisis kebijakan publik dapat dilakukan dengan
36
menggunakan metode analisis SWOT. Analisis SWOT adalah instrumen
yang digunakan untuk melakukan analisis strategis dari sebuah kebijaka
yang telah dibuat untuk diterapkan. Menurut Simbolon (1999), analisis
merupakan suatu alat yang membantu menstrukturkan masalah, dengan
melakukan analisis atas strategis, yang lazim disebut sebagai lingkungan
eksternal. Lingkungan internal dan eksternal pada dasarnya terdapat empat
unsure yang dihadapi dan memiliki sejumlah kekuatan-kekuatan
(Strengths) dan kelemahan-kelemahan (Weakness), dan secara eksternal
akan berhadapan dengan berbagai peluang-peluang (Opportunities) dan
ancaman-ancaman (Threats).
Kegiatan yang paling penting dalam memahami analisis SWOT
adalah memahami seluruh informasi dalam suatu kasus, menganalisis
situasi untuk mengetahui isu apa yang sedang terjadi dan memutuskan
tindakan apa yang harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah
(Rangkuti, 2001:14). SWOT merupakan singkatan dari strengths
pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik
subspesialis dasar.(Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:
340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit)
Saat ini pembangunan gedung RSUD Provinsi Banten telah selesai
dibangun. Untuk bagian-bagian pendukung tertentu akan dibangun secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran. Kondisi
sumber daya manusia aparatur baik tenaga medis, tenaga non medis,
tenaga administrasi, dan tenaga kerja pendukung lainnya belum terpenuhi.
Kriteria lain yang harus dipenuhi terkait dengan penetapan klasifikasi
sebuah rumah sakit seperti pelayanan, peralatan kesehatan, serta sarana
dan prasarana sedang dalam proses pengadaan pada tahun 2012.
Secara yuridis, pembentukan RSUD diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang No. 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Menteri Kesehatan No.
147/Menkes/PER/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor:340/MENKES/PER/III/2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit dan berbagai peraturan lainnya.
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
memberikan definisi rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
65
Rumah Sakit mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna serta mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan;
Terkait dengan penyelenggaraan rumah sakit, baik pemerintah
maupun pemerintah daerah memiliki tanggung jawab sesuai dengan
kewenangan yang dimilikinya untuk:
a. menyediakan rumah sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
b. menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di rumah sakit bagi
fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan;
c. membina dan mengawasi penyelenggaraan rumah sakit;
66
d. memberikan perlindungan kepada rumah sakit agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan
bertanggung jawab;
e. memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa
pelayanan rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
f. menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian rumah sakit
sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat;
g. menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat;
h. menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di rumah sakit
akibat;
i. bencana dan kejadian luar biasa;
j. menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan; dan
k. mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan
berteknologi tinggi dan bernilai tinggi.
Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit menjelaskan bahwa rumah sakit yang didirikan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis
dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau
Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
67
Sejalan dengan ketentuan tersebut, Pasal 8 ayat (4) Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
mengatur bahwa lembaga teknis daerah dapat berbentuk badan, kantor,
dan rumah sakit. Oleh karena Rumah Sakit Daerah merupakan bagian dari
organisasi perangkat daerah dalam kelompok lembaga teknis daerah, maka
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007
pembentukannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat
pentingnya pendirian Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Banten yang
pembentukannya harus ditetapkan dengan peraturan daerah, maka perlu
dibentuk Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Banten.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil berbagai sumber
ilmiah seperti skripsi, tesis, jurnal ataupun desertasi.Adapun dalam
penelitian kali ini, peneliti memasukan dua penelitian terdahulu yang
dalam fokus penelitian membahas mengenai klasifikasi pembentukan
rumah sakit.Dasar atau acuan yang berupa teori atau temuan-temuan
melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal sangat perlu
dan dapat disajikan sebagai data pendukung.Penelitian terdahulu ini
bermanfaat dalam mengelola dan memecahkan masalah yang timbul
dalam pembentukan klasifikasi rumah sakit.Dalam penelitian mengenai
68
analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah
Sakit Tipe B, berikut hasil penelitian terdahulu yang peneliti baca.
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Peningkatan pelayanankesehatan untukmewujudkan zeroaccident melalui komitekeselamatan pasien diRSUD Dr. SoetomoSurabaya
Deskriptif kualitatif Kegiatan untukmewujudkan zeroaccident di RSUD Dr.Soetomo Surabayaberjalan baik, haltersebut dapat dilihatdari pelaksanaanpelayanan yang meliputiketepatan identifikasipasien, peningkatankomunikasi efektif,tempat lokasi, prosedurdan tempat tidur pasien.
Fasilitas pelayanankesehatan didapatkanhasil 92,5 % fasilitaspelayanan sudah tersediadi UGD rsu Dr. Kariadi,dengan tersedianya 82%peralatan yangmemenuhi syaratkelengkapan dan layak,serta penelitian terhadapobat terdapat 44 sampelobat yang telahmemenuhi syaratlengkap dan layak.
69
2.3. Kerangka Berfikir
Menurut Muhamad (2009:75) kerangka berfikir adalah gambaran
mengenai hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan
menurut jalan pikiran kerangka logis. Kerangka berfikir memuat teori,
dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian.
Menurut Sugiyono (2007:60) kerangka berfikir adalah sintesa hubungan
antar variable yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.
Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai
Rumah Sakit Tipe B. Peraturan Daerah ini dikeluarkan pada bulan
Oktober 2013 untuk membentuk Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi
Banten sebagai rumah sakit rujukan dari kota/kabupaten. Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Banten adalah rumah sakit kelas B. Untuk itu
peneliti tertarik untuk menganalisis Analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B yang bertujuan untuk
mengetahui pelaksanaan dari kebijakan peraturan daerah No. 1 Tahun
2013 tentang Pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUD
Provinsi Banten. Berikut bagan kerangka berfikir Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
70
Gambar2.3 Bagan Kerangka Berfikir
(Sumber : Peneliti, 2016)
Masalah di RSUD Provinsi Banten1.Kurangnya sarana prasarana dan peralatan kesehatan di RSUD Banten.2.Kurangnya fasilitas penunjang kesehatan di RSUD Banten.3.Jumlah tempat tidur yang belum memenuhi standar klasifikasi tipe B.4.Fasilitas pelayanan medik yang belum memadai.5.Sumber daya manusia belum memadai.
Proses Analisis Kebijakan Dunn :1. Merumuskan Masalah2. Peramalan Masa Depan
Kebijakan3. Rekomendasi Kebijakan4. Pemantauan Hasil
“Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten SebagaiRumah Sakit Tipe B”
OUTPUT :Klasifikasi pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai rumah sakit tipe B dalamhal pelayanan medik, peralatan, sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia sertamanajemen administrasinya harus sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan(PERMENKES) No.340 Tahun 2010 dimana hal itu dapat dilakukan dengan adanyaperbaikan agar sesuai dengan peraturan menteri kesehatan dan perundang-undanganserta peraturan daerah No.1 tahun 2013 tentang pembentukan susunan organisasi dantata kerja RSUD Provinsi Banten.
71
2.4. Asumsi Dasar Penelitian
Berdasarkan bagan kerangka berpikir di atas kita dapat melihat
bahwa dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui dan menganalisis
Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit
Tipe B. Berdasarkan input masalah yang ada, peneliti menilai
pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai rumah sakit tipe B ini masih
banyak permasalahan. Hal ini dapat terlihat pada masalah-masalah yang
timbul dalam latar belakang masalah. Saat ini RSUD Provinsi Banten
sebagai rumah sakit rujukan dari rumah sakit kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Banten dengan klasifikasi tipe B. Namun, pada kenyataannya
pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai rumah sakit tipe B masih
belum memenuhi indikator-indikator klasifikasi rumah sakit tipe B.
Program kebijakan pemerintah Provinsi Banten ini belum dapat
dilaksanakan dengan secara optimal dikarenakan pada kenyataannya
masih banyak fasilitas-fasilitas, sumber daya manusia, pelayanan
penunjang medik, sarana dan prasarna, serta fasilitas penunjang medik
yang belum memadai untuk memenuhi syarat RSUD Provinsi Banten
sebagai rumah sakit tipe B.Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teori analisis kebijakan William N.Dunn sebagai acuan untuk menganalisis
Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit
Tipe B.
72
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ilmiah adalah suatu cara yang logis, sistematis, objektif,
untuk menemukan kebenaran secara keilmuan. Beragam cara berpikir yang
digunakan dalam penelitian ilmiah, seperti cara berpikir deduktif, induktif hingga
cara berpikir reflektif (reflective thinking), sebagai sintesis dari berpikir deduktif
dan induktif. Ketiga cara berpikir ini adalah sebagai usaha manusia dalam
menemukan kebenaran ilmu atau ilmiah. Beragam cara berpikir ini lahir dari
ketidakpuasan manusia dalam mencari jawab tentang kebenaran melalui cara-cara
yang tidak ilmiah sebelumnya, sebagai mana kata Bungin (2004), yakni seperti
cara kebetulan, pengalaman atau kebiasaan, trial and error atau melalui otoritas
seseorang (Mukhtar, 2013: 9).
Metode penelitian kualitatif adalah cara melakukan penelitian, dan iniditentukan oleh paradigma penelitian yang dipilih (Hidayat, 2000). Metodepenelitian untuk menjadi sebuah ilmu harus mampu menjawab tigadimensi yaitu dimensi ontologism, epistimologis dan aksiologis (Yuyun,2000). Aspek ontologism menjawab apa yang dijelaskan, aspekepistimologis menjawab metode untuk menjelaskan dan aspek aksiologismenjawab manfaat apa dari yang dijelaskan (Fuad dan Sapto Nugroho,2014: 53).
Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
72
73
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,
2006:6).
Dalam penelitian mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD
Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B peneliti menggunakan metode studi
kasus dengan pendekatan kualitatif. Walaupun demikian, dalam penelitian ini
tidak dapat dipungkiri data-data statistik juga akan didapatkan pada penelitian ini,
sehingga akan dihasilkan pembahasan yang lebih komprehensif.
Penelitian (research) ialah suatu kegiatan mengkaji (study) secara teliti
dan teratur dalam suatu bidang ilmu menurut kaidah tertentu.Kaidah yang dianut
ialah metode.Mengkaji ialah suatu usaha memperoleh atau menambah
pengetahuan.Jadi, meneliti dilakukan untuk memperkaya dan meningkatkan
kefahaman tentang sesuatu.
3.2 Ruang Lingkup/ Fokus Penelitian
Dengan memperhatikan identifikasi masalah yang sudah dikemukakan
sebelumnya, maka fokus penelitian ini adalah terhadap Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
3.3 Lokasi Penelitian
Dengan melihat tema/ judul penelitian ini mengenai Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, maka peneliti
menunjuk tempat penelitian atau yang akan menjadi lokus penelitian ini adalah
berlokasi di RSUD Provinsi Banten.
74
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Fenomena yang diamati dalam penelitian ini adalah mengenai
Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah
Sakit Tipe B. Konsep analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan
pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Analisis
kebijakan dapat dilakukan pada saat kebijakan belum dibuat atau sudah
dibuat.Dalam pembentukan kebijakan RSUD Provinsi Banten sebagai
rumah sakit tipe B diperlukan banyak kajian dan analisis guna
mendapatkan rekomendasi yang terbaik yang dapat digunakan sebagai
alternatif kebijakan untuk menjawab permasalahan di RSUD Provinsi
Banten.
Ada pun definisi mengenai analisis adalah penguraian pokok
persoalan atas bagian-bagian, penelaahan bagian-bagian tersebut dan
hubungan antar bagian untuk mendapatkan pengertian yang tepat dengan
pemahaman secara keseluruhan
3.4.2 Definisi Operasional
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa fenomena yang akan
diamati dalam penelitian ini adalah mengenai Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
Beberapa hal penting mengenai fenomena yang akan diamati tersebut akan
peneliti nilai dengan teori Analisis Dunn.
75
Menurut Dunn (2003:25) ada lima (5) tahapan yang dilakukan
dalam proses analisis kebijakan yaitu :
1. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah adalah menilai, mencari kebutuhan atau
kessempatan apa yang belum dapat dipenuhi yang kemudia dapat
diperbaiki dan dicapai melalui tindakan publik.
2. Peramalan masa depan (forecasting)
Peramalan masa depan (forecasting) adalah suatu prosedur
membuat informasi faktual tentang situasi sosial di masa depan
atas dasar informasi yang telah ada di masa sekarang.
3. Rekomendasi kebijakan
Rekomendasi kebijakan adalah prosedur analisis kebijakan yang
menghasilkan informasi tentang kemungkinan serangkaian aksi di
masa yang akan dating. Dapat dikatakan dalam langkah
rekomenasi kebijakan dapat menghasilkan alternatif kebijakan
yang dapat menjawab permasalahan yang ada.
4. Pemantauan Kebijakan
Pemantauan kebijakan atau biasa disebut monitoring merupakan
prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan
informasi tentang sebab akibat kebijakan publik
5. Evaluasi kebijakan
Evaluasi kebijakan adalah proses analisis kebijakan yang
menyediakan informasi yang valid mengenai kinejra kebijakan,
76
kemudian memberikan kritik, nilai-nilai yang mendasari tujuan,
sasaran dalam kebijakan publik.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD
Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, yang menjadi instrumen
utama penelitian adalah peneliti sendiri.Menurut Irawan, dalam sebuah
penelitian kualitatif yang menjadi instrumen terpenting adalah peneliti
sendiri (Irawan, 2006: 17).
Menurut Moleong (Moleong, 2011:19) pencari tahu alamiah
(peneliti) dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya
sebagai alat pengumpul data, sedangkan menurut Irawan (Irawan, 2006:
17) dalam sebuah penelitian kualitatif yang menjadi instrument terpenting
adalah peneliti sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrument juga
harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan
penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Menurut Nasution (dalam
Sugiyono, 2012: 224) peneliti sebagai instrumen penelitian serupa karena
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segalastimulan dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermaknaatau tidak bagi peneliti.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semuaaspek keadaan dan dapat menyesuaikan diri terhadap semuaaspek keadaan dan dapat menyesuaikan diri terhadap semuaaspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumenberupa tes atau angket yang dapat mengangkat keseluruhansituasi, kecuali manusia.
77
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapatdipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminyakita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkanpengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yangdiperoleh dan dapat menafsirkan.
6. Hanya manusia sebagai instrument dapat mengambilkesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatusaat dan akan menggunakan segera sebagai balikan untukmemperoleh penegasan, perubahan atau perbaikan.
7. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yangmenyimpang justru diberikan perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untukmempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahamanmengenai aspek yang diteliti.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa, dalam
penelitian kualitatif pada awalnya di mana permasalahan belum jelas dan
pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Tetapi,
setelah masalah yang akan dipelajari itu jelas, maka dapat dikembangkan
satu instrumen.
3.6 Informan Penelitian
Dalam penelitiam mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, penentuan
informannya menurut Moleong (2006 : 132) dalam buku Metode Peneltian
Kualitatif, informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.
Selain itu, menurut Andi (2010 : 147) menjelaskan bahwa
informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data,
informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian.
78
Dari penjelasan tersebut penulis memahami bahwan informan
adalah atasan dan bawahan. Dimana terjadi komunikasi yang berlangsung
terus mnerus, karena informan adalah orang yang terlibat langsung dalam
kegiatan yang diteliti.
Ada pun yang menjadi informan dalam penelitian ini diantaranya
adalah:
Tabel 3.1
Kategori Informan Penelitian
Kode Kategori Informan Penelitian KeteranganN1 Drg. Rima Astuti.,MARS (Kepala Seksi
Operasional RSUD Banten)Key Informan
N2 Ade Ferdiyansyah.,SE (Staf Ahli DPRDProvinsi Banten)
Secondary Informan
N3 Anggota Komisi V DPRD Provinsi BantenN3-1 Issak Sidik.,SEN3-2 Fitron Nur Ikhsan
Key Infoman
(Sumber: Peneliti, 2016)
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan oleh
peneliti untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam
penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan dalam
berbagai teknik pengumpulan data yaitu, wawancara, observasi,
dokumentasi, studi kepustakaan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
beberapa teknik seperti wawancara, observasi, dokumentasi dan studi
79
kepustakaan, yang mana teknik-teknik tersebut diharapkan dapat
memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dalam
penelitiannya.
3.7.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting,
berbagai sumber dan berbagai cara (Sugiyono, 2012: 224). Teknik
pengumpulan data kali ini yang digunakan adalah wawancara tidak
terstruktur, di mana wawancara bebas.Di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis
dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Observasi yaitu pengumpulan
data dengan cara melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang
dilakukan sumber penelitian di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan observasi non partisipasi artinya hanya sebagai pengamat saja.
Teknik pengumpulan data yang digunakan merupakan kombinasi
dari beberapa teknik yaitu:
1. Wawancara
Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang
mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan
informal.Wawancara penelitian lebih dari sekedar percakapan dan
berkisar dari informal ke formal.Walaupun semua percakapan
mempunyai aturan peralihan tertentu atau kendali oleh satu atau
partisipan lainnya, aturan pada wawancara penelitian lebih ketat.Tidak
seperti pada percakapan biasa, wawancara penelitian ditujukan untuk
80
mendapatkan informasi dari satu sisi saja, oleh karena itu, hubungan
asimetris harus tampak.Peneliti cenderung mengarahkan wawancara
pada penemuan perasaan, persepsi dan pemikiran pertisipan. Uraian
berikut ini akan menggambarkan jenis wawancara, jenis pertanyaan,
lama waktu wawancara dan prosedur melakukan wawancara pada
a. Wawancara terstrukturWawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulandata, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahuidengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Olehkarena itu, dalam melakukan wawancara, pengumpul data telahmenyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun telahdisiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap respondendiberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul datamencatatnya.
b. Wawancara Semiterstruktur
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depthinterview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas biladibandingkan dengan wawancara terstruktur.Tujuan dariwawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahansecara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancaradiminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukanwawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti danmencatat apa yang dikemukakan oleh informan.
c. Wawancara tak berstruktur
Wawancara jenis ini adalah wawancara yang bebas di manapeneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telahtersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan
81
datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupagaris-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan
yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan
informasi.Aturan pada wawancara penelitian lebih ketat.Pedoman
wawancara dibuat oleh peneliti berdasarkan tugas pokok dan fungsi setiap
informan dalam penelitian.Oleh karena itu, dalam pedoman wawancara
mengajukan pertanyaan perlu dilandasi oleh dimensi teori.
Dalam penelitian kualitatif, wawancara dilakukan secara
mendalam. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data secara terstruktur, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan juga untuk menggunakan wawancara tidak terstruktur guna
memperkaya data yang digunakan peneliti.
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
Indikator Informan Subdimensi
1. Pencarian Masalah1. Kepala Seksi
Operasional RSUDProvinsi Banten
2. Staf Ahli DPRDProvinsi Banten
a. Masalah yang terjadidalam prosespembentukan RSUDProvinsi Banten sebagairumah sakit tipe B.
2.Peramalan 1. Kepala BidangOperasional RSUDBanten
2. Anggota Komisi VDPRD Provinsi Banten
a. Model RSUD ProvinsiBanten sebagai rumahsakit tipe B di masa yangakan datang.
b. Pola hidup masyarakat
82
setelah didirikannyaRSUD Provinsi Bantensebagai Rumah SakitTipe B.
c. Dampak di masa depanapabila segala masalahproses pembentukanRSUD Banten sebagaiRumah Sakit Tipe Bbelum dapat diselesaikan.
3.RekomendasiKebijakan
1. Anggota Komisi VDPRD Provinsi Banten
a. Alternatif kebijakanuntuk pencapaian prosespembentukan RSUDBanten sebagai RumahSakit tipe B.
b. Pola atau model yangakan digunakan sebagaialternatif kebijakan dalamproses pembentukanRSUD Provinsi Bantensebagai rumah sakit tipeB
c. Rekomendasi yangditawarkan diharapkanmampu menjawabpermasalahan yang ada.
4.PemantauanKebijakan
1. Kepala SeksiOperasional RSUDBanten
2. Anggota Komisi VDPRD Provinsi Banten
a. Pemantauan kebijakanyang dilakukan olehpemerintah daerah/DPRDProvinsi Banten.
b. Keikutsertaan Komisi VDPRD Provinsi Bantendalam pemantauan prosespembentukan RSUDProvinsi Banten sebagairumah sakit tipe B.
c. Proses pemantauan secarateknis yang dilakukan.
d. Keikutsertaan masyarakat
83
Provinsi Banten dalampemantauan prosespembentukan RSUDBanten sebagai RumahSakit Tipe B.
5.Evaluasikebijakan
1. Anggota Komisi VDPRD ProvinsiBanten
a. Dampak yangditimbulkan dari prosespembentukan RSUDBanten.
b. Penilaian kesesuaiantarget/sasaran dalamproses pembentukanRSUD Banten.
c. Evaluasi kebijakandilakukan olehpemerintahdaerah/DPRD.
3. Observasi
Observasi atau yang lebih umum dikenal dengan pengamatan
menurut Moleong adalah kegiatan untuk mengoptimalkan kemampuan
peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar,
kebiasaan dan sebagainya. Observasi memungkinkan pengamat untuk
melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek penelitian dan peneliti
juga akan mampu merasakan apa yang dirasakan oleh subjek sehingga
memungkinkan peneliti menjadi sumber data (Moleong, 2011: 175).
Dalam penelitian ini, teknik observasi/ pengamatan yang
digunakan adalah observasi berperanserta (observastion participant).
84
Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian ini memanfaatkan
teknik observasi/ pengamatan, seperti yang dikemukakan oleh Guba &
Lincoln (dalam Moleong, 2011: 175) diantaranya:
a. Teknik ini didasarkan pada pengalaman secara langsung.b. Memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi padakeadaan sebenarnya.
c. Memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yangberkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuanyang langsung diperoleh dari data.
d. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada datayang didapatnya ada yang bias.
e. Memungkinkan peneliti mampu memmahami situasi-situasi yangrumit, karena harus memperhatikan beberapa tingkah laku yangkompleks sekaligus.
f. Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnyatidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangatbermanfaat.Observasi dalam penelitian ini dilakukan di RSUD Provinsi Banten
sebagai pelaksana dari program legislasi daerah.
4. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan salah satu sumber data sekunder yang
diperlukan dalam sebuah penelitian.Menurut Guba & Lincoln dokumen
adalah setiap bahan tertulis atau pun film, gambar dan foto-foto yang
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. (dalam
Moleong, 2011: 175). Selanjutnya studi dokumentasi dapat diartikan
sebagai teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang
diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik
berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan
serta berupa foto atau pun dokumen elektronik (rekaman).
85
Namun, persoalan tidak akan terpecahkan hanya dengan
mengumpulkan data perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Semua data harus dapat di dudukkan selaku pengungkap watak,
sifat dan/atau perangai obyek peneliti.
b. Semua data harus dapat didudukkan secara korelatif satu dengan
yang lainnya.
c. Semua data harus didudukkan secara korelatif dengan satu atau
lebih unsur lingkungan yang patut diduga berpengaruh atas obyek
penelitian.
Jadi, alas data digunakan mengatur data untuk menyajikan obyek
penelitian sebagai suatu sistem, untuk mengemukakan mekanisme dakhil
yang memelihara eksistensi obyek sebagai sistem dan untuk
mengemukakan iteraksi obyek dengan lingkungannya sebagai selanjutnya
dapat memberikan kejelasan tentang peran lingkungan dalam perilaku
obyek menghadapi pengaruh lingkungan.
5. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
memperoleh atau mengumpulkan data dari berbagai referensi yang relevan
dengan penelitian yang dilakukan.
86
3.7.3 Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan & Biklen (dalam Moleong, 2011: 248) analisis
data kualitatif adalah:
“Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yangdapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola,menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari danmemutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”.
Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak
peneliti melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya
penelitian.Analisis data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai
data tersebut bersifat jenuh. Dalam prosesnya, analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan
oleh Miles &Huberman, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan
tiga kegiatan penting, diantaranya; reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display) dan verifikasi (verification). Apabila
digambarkan proses tersebut akan nampak seperti berikut ini:
Gambar 3.1 Analisis Data menurut Miles & Huberman
DataCollecting
DataDisplay
DataReduction Verification/con
culiion
87
Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa pada prosesnya peneliti akan
melakukan kegiatan berulang-ulang secara terus-menerus. Ketiga hal
utama itu tersebut merupakan sesuatu yang jalin-menjalin pada saar
sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data. Ketiga di atas dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi.Selanjutnya, data-data yang
berupa data variabel dari hasil wawancara diubah menjadi bentuk tulisan.
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Selama proses pengumpulan data dari berbagai sumber, tentunya akan
sangat banyak data yang didapatkan oleh peneliti. Semakin lama peneliti
berada di lapangan, maka data yang didapatkan akan semakin kompleks
dan rumit, sehingga apabila tidak segera diolah akan dapat menyulitkan
peneliti. Oleh karena itu, proses analisis data pada tahap ini juga harus
dilakukan.Untuk memperjelas data yang didapatkan dan mempermudah
peneliti dalam pengumpulan data selanjutnya, maka dilakukan reduksi
data.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat
88
dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan
memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. (Sugiyono, 2012: 247).
1. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data.Kalau dalam sebuah penelitian kualitatif, penyajian
data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman
(1984) menyatakan “the most frequent from of display data for qualitative
research data in the past has been narrative text”. Yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat narasi. (Sugiyono, 2012: 249).
keuangan dan aset dengan wakil direktur yang lain serta instalasi,
komite dan staf fungsional di lingkungan rumah sakit maupun instansi
terkait lainnya;
104
j. Wakil Direktur Umum dan Keuangan, membawahkan Kepala Bidang
Umum dan Kepala Bagian Keuangan.
4.1.4 Visi dan Misi RSUD Banten
Provinsi Banten menyadari bahwa keberadaan organisasi ini sesuai dengan
kedudukan, tugas dan fungsi diharapkan dapat memberikan peran yang nyata bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Provinsi Banten khususnya,
maupun pemerintah dan masyarakat Banten pada umumnya, terutama dalam jasa
pelayanan kesehatan di Provinsi Banten.
Untuk itu, seluruh jajaran dan unit kerja di lingkungan RSUD Banten perlu
memiliki pandangan dan komitmen agar RSUD Banten senantiasa dapat eksis,
antisipatif, proaktif dan inovatif di masa depan dalam menjalankan tugas pokok
dan fungsi serta menghadapi perubahan lingkungan internal maupun eksternal
organisasi maupun perkembangan permasalahan kesehatan secara lokal, regional
maupun global. Sejalan dengan pandangan dan harapan dimaksud maka Visi
RSUD Banten dinyatakan dalam rumusan, yaitu : “Rumah Sakit Yang Andal dan
Terpercaya”. Visi tersebut diatas untuk mendukung terwujudnya Provinsi Banten
menjadi daerah kondusif untuk berinvestasi yang berorientasi pada pembangunan.
Pernyataan misi mengandung secara eksplisit apa yang harus dicapai oleh
dan kegiatan spesifik apa yang harus dilaksanakan dalam upaya mencapai visi.
Pernyataan misi RSUD Banten yang dirumuskan juga sekaligus mencerminkan
pandangan organisasi tentang kemampuan dirinya dan hal yang sangat penting
untuk mengarahkan organisasi agar eksis dan dapat mengikuti perkembangan
105
lingkungan eksternal, global dan jiwa otonomi daerah serta harus senantiasa
berusaha mewujudkan keselerasan hubungan antara pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat luas serta umumnya melalui kaidah-kaidah utama yaitu : partisipasi,
transparansi, dan akuntabilitas.
Sejalan dengan pemikiran tersebut maka RSUD Banten memiliki misi :
1. Mewujudkan kompetensi sumber daya manusia Rumah Sakit secara
berkesinambungan dalam hal skill, knowledge dan attitude.
2. Mengembangkan bangunan yang atraktif dan peralatan medis yang
canggih dan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran.
3. Memberikan pelayanan yang berstandar nasional dan menyenangkan
pelanggan.
4. Berperan aktif dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Banten
melalui pelayanan kesehatan perorangan dalam mendukung RPJMD
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Provinsi Banten.
4.2. Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data analisis merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti selama proses
penelitian berlangsung. Dalam penelitian mengenai Analisis Klasifikasi
106
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B menggunakan
teori analisis kebijakan publik menurut Dunn, yang meliputi :
1. Pencarian masalah2. Peramalan masa depan (forecasting)3. Rekomendasi kebijakan4. Pemantauan hasil kebijakan5. Evaluasi kebijakan
Adapun data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata,
kalimat dan rencana-rencana pembangunan kualitas Rumah Sakit Umum Daerah
Banten, baik dari hasil wawancara informan penelitian, hasil observasi di
lapangan, catatan lapangan penelitian, atau hasil dokumentasi lainnya, yang
relevan dengan fokus penelitian ini. Proses pencarian dan pengumpulan data yang
dilakukan peneliti secara investigasi dimana peneliti melakukan wawancara
dengan sejumlah informan yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini,
sehingga peneliti mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang diharapkan.
Informan dalam penelitian ini, peneliti telah menentukan informan dari awal
dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Data-data yang peneliti dapatkan adalah data yang berkaitan dengan
pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Daerah
Banten khususnya terhadap pembentukan klasifikasi tipe B di Rumah Sakit
Umum Daerah Banten. Hasil yang diperoleh dari wawancara, observasi lapangan,
dan kajian pustaka kemudian dibentuk secara tertulis dengan dibentuk pola serta
dibuat kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama
dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan
107
kategorisasi. Dalam menyusun jawaban hasil wawancara, peneliti memberikan
kode-kode sebagai berikut :
1. Kode Q untuk menunjukan item pertanyaan2. Kode A untuk menunjukan item jawaban3. Kode N.1 untuk menunjukan Kepala Seksi Operasional Pelayanan
RSUD Banten.4. Kode N.2 untuk menunjukan Staf Tenaga Ahli DPRD Provinsi Banten.5. Kode N.3 untuk menunjukan Anggota Komisi V DPRD Provinsi
Banten.
4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian
Pada penelitan mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten
sebagai Rumah Sakit Tipe B, dalam menentukn informan, peneliti menggunakan
teknik purposive merupakan teknik penentuan informan dengan berdasarkan pada
kriteria-kriteria tertentu yang disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan .
adapun informan-informan yang peneliti tentukan, merupakan orang-orang yang
menurut peneliti ahli atau mengetahui banyak mengenai klasifikasi pembentukan
RSUD Banten sebagai rumah sakit tipe B. Dalam penelitian mereka (informan)
adalah orang-orang yang berurusan dengan permasalah yang sedang peneliti teliti.
Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terikat dalam
RSUD Banten dan Sekretariat DPRD Provinsi Banten khususnya Komisi V, serta
pihak-pihak lain yang terlibat. Berikut informan yang telah bersedia di
wawancarai adala
h :
108
Tabel 4.1
Daftar Informan
NO. Kode
Informan
Nama Informan Keterangan
1. N.1 Drg. Rima Astuti, MARS Kepala Seksi
Operasional Pelayanan
RSUD Banten
2. N.2 Ade Ferdiansyah, SE Staf Tenaga Ahli DPRD
Banten
3. N.3-1 Issak Sidik, SE Anggota Komisi V
DPRD Banten
4. N.3-2 Fitron Nur Ikhsan Anggota Komisi V
DPRD Banten
4.3 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B ini menggunakan model
analisis data menurut Miles dan Huberman, yang mana prosesnya mencakup
beberapa langkah, yaitu yang pertama data collection (pengumpulan data). Pada
penelitian mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai
Rumah Sakit Tipe B, dalam tahap pengumpulan data dilakukan dengan review
dokumentasi Naskah Akademik dan Risalah Rapat Paripurna mengenai
pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah
Banten, wawancara, observasi, pengumpulan data melalui kajian pustaka dan
dokumentasi. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan dalam penelitian ini
valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
109
Langkah selanjutnya yaitu data reduction (reduksi data).Reduksi data
artinya merangkum atau memilih hal-hal yang pokok dan menfokuskan hal yang
penting. Dalam penelitian mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, pada tahap reduksi data dilakukan dengan
cara membaca ulang data-data yang didapatkan saat pengumpulan data, dan
memilih data-data yang sesuai dengan fokus penelitian untuk kemudian disajikan.
Kemudian langkah selanjutnya adalah data display (penyajian data).
Penelitian mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai
Rumah Sakit Tipe B. dalam tahap penyajian data dalam penelitian kualitatif
dilakukan secara sistematis dan dalam bentuk uraian singkat, bagan, kategori, dan
disajikan berupa teks naratif. Dengan mendisplay data dapat mudah memahami
masalah apa yang telah terjadi.
Langkah keempat yakni melakukan penarikan kesimpulan dan
verifikasi.Dalam penarikan kesimpulan didukung dengan bukti-bukti yang kuat
berupa data yang valid dan temuan di lapangan.Dengan menghubungkan hasil
observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan data-data yang ada kemudian dapat
ditarik sebuah kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
4.4 Deskripsi Hasil Penelitian
Pembahasan dan analisis dalam penelitian merupakan data dan fakta yang
peneliti dapatkan langsung dari lapangan dan disesuaikan dengan teori yang
peneliti gunakan.Dalam pemaparan hasil penelitian, peneliti menuliskannya dalam
bentuk deskriptif berupa uraian dan kutipan langsung dari narasumber. Untuk
110
mengetahui bagaimana mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, dengan menggunakan teori analisis
kebijakan menurut Dunn (2003) dalam analisis kebijakan meliputi lima (5)
tahapan, yaitu ;
1. Pencarian Masalah
2. Peramalan Masa Depan
3. Rekomendasi Kebijakan
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
5. Evaluasi Kebijakan
4.4.1 Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah SakitTipe B
Analisis data dan temuan di lapangan yang peneliti lakukan dengan model
analisis kebijakan public menurut Dunn (2003) dimana untuk menganalisis
kebijakan meliputi lima (5) tahapan, yaitu pencarian masalah, peramalan masa
depan, rekomendasi kebijakan, pemantauan hasil kebijakan, dan evaluasi
kebijakan. Berikut penjabarannya ;
1. Pencarian Masalah
Pembentukan sebuah Rumah Sakit Provinsi di Provinsi Banten ini
bertujuan untuk memperkuat posisi sebagai Rumah Sakit Rujukan dari kabupaten
atau kota yang ada di Provinsi Banten. Untuk itu, Rumah Sakit Umum Daerah
Banten diklasifikasikan sebagai Rumah Sakit Tipe B yang pada dasarnya
memenuhi lima (5) kriteria menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.340 Tahun
111
2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, yaitu Pelayanan, Sumber Daya Manusia,
Peralatan, Sarana dan Prasarana, serta Administrasi/Manajemen. Namun pada
kenyataannya Rumah Sakit Umum Daerah Banten berdiri dari bulan Oktober
2013 hingga sekarang banyak menghadapi berbagai permasalahan untuk
menyempurnakan berdirinya sebagai Rumah Sakit Tipe B yang dinaungi oleh
Pemerintah Provinsi Banten. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, maka
Komisi V DPRD Provinsi Banten melakukan banyak kajian mengenai
permasalahan di Rumah Sakit Umum Daerah Banten agar memperoleh informasi
yang valid. Hal tersebut diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti di Gedung
Sekretariat DPRD Provinsi Banten pada 29 November 2016 mengungkapkan
bahwa:
“Mekanisme pengumpulan masalah yang ada di Rumah Sakit UmumDaerah Banten itu ada beberapa kegiatan, yang pertama itu pada saatkunjungan kerja (kunker), yang kedua dengan mengadakan RapatKoordinasi dengan Mitra Kerja komisi V DPRD Banten, ya salah satunyaRSUD Banten, dan selain itu dengan mengundang pemerintah untuk ikutmembahas permasalahan yang akan kita bahas. Terkadang ada audiencylangsung ke Komisi V dari pihak RSUD Bantennya sendiri bila adapermasalahan-permasalahan yang ingin dibantu diselesaikan dan segeradicari solusinya.Waktu itu, dokter-dokter yang praktek di RSUD Bantenmeminta audiency ke kami (Komisi V) ingin dibantu dalam kejelasannyasebagai dokter tetap di RSUD Banten”.
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa upaya yang
dilakukan tersebut bertujuan untuk mengetahui masalah apa yang terjadi di
Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Dari hasil observasi di lapangan bahwa
permasalahan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Banten yaitu
dikarenakan Rumah Sakit Umum Daerah Banten diupayakan sebagai rumah sakit
112
rujukan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten, namum pada kenyataannya
dalam berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah Banten terburu-buru dalam segi
pembuatan regulasinya serta implementasinya yang banyak menuai masalah yaitu
sempat terhentinya pembangunan gedung rumah sakit, sumber daya manusianya
mencapai 700 orang didominasi oleh pegawai honorer, fasilitas sarana dan
prasarana yang belum memenuhi kriteria Peraturan Menteri sehingga
mengakibatkan Rumah Sakit Umum Daerah Banten mengalami ketimpangan
dalam pembangunan. Hal serupa diungkapkan oleh N.1 di Gedung RSUD Banten,
pada tanggal 01 Desember 2016 yang mengatakan bahwa:
“Dalam menanggapi berbagai masalah dari gedung, sumber dayamanusianya, serta kriteria tipe B lainnya. Selama ini pihak RSUD Bantenjuga udah bersusah payah dan berupaya menuju ke tipe B. Engga mudahuntuk ketika Provinsi Banten ingin mempunyai rumah sakit sendiri dengannaungan rumah sakit provinsi untuk mencover segala rumah sakit yangada di kabupaten maupun kota di Provinsi Banten. Dan Alhamdulillah, itudapat teratasi secara bertahap”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa dalam
kurun waktu beberapa tahun ini banyak perkembangan di Rumah Sakit Umum
Daerah Banten yaitu pembangunan gedung yang mulai dilakukan pembangunan
kembali, pelayanan rumah sakit yang lebih optimal untuk masyarakat walaupun
perkembangannya bertahap untuk mencapai kriteria rumah sakit rujukan tipe B.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Banten juga berharap Rumah Sakit Umum Daerah
Banten menjadi rumah sakit rujukan kabupaten maupun kota. Hal ini diungkapkan
oleh N.3 kepada peneliti di Gedung Sekretariat DPRD Provinsi Banten bahwa :
“Begini sebetulnya, kondisi sekarang Provinsi Banten sudah mempunyaiRumah Sakit Rujukan yaitu RSUD Banten yang berkeinginan mencover
113
masyarakat dari kabupaten maupun kota yang ada di Provinsi Banten.Pemerintah Provinsi Banten menginginkan masyarakat kalau sakit janganpergi ke Jakarta melainkan datang ke RSUD Banten, sebab Jakarta sendiripun sudah mencover masyarakatnya sendiri”.
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa Pemerintah
Provinsi Banten menyediakan Rumah Sakit Umum Daerah Banten untuk
mempermudah masyarakat mendapat rujukan dari rumah sakit kabupaten atau
kota dengan jarak yang lebih dekat dan lebih cepat ditangani oleh pihak rumah
sakit.Dengan berbagai perubahan kondisi demografis, pola penyakit dan
perkembangan teknologi, salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang sangat
diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan adalah rumah
sakit. Saat ini fasilitas sarana kesehatan berupa rumah sakit, klinik, pusat
kesehatan masyarakat masyarakat, balai pengobatan baik milik pemerintah
maupun swasta banyak tersebar di wilayah Provinsi Banten.
Tujuan dan prioritas utama untuk melayani masyarakat Provinsi Banten
dari dikeluarkannya Peraturan Daerah No.1 Tahun 2013 sebagai payung hukum
berdirinya sebuah Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Banten. Hal ini
diungkapkan oleh N.2 kepada peneliti di Gedung Sekretariat DPRD Provinsi
Banten pada tanggal 13 Januari 2017 bahwa:
“Coba lihat Naskah Akademiknya, disitu sudah jelas bahwa perlumembentuk Rumah Sakit Umum Daerah Banten sebagai rumah sakitrujukan dari kabupaten atau kota yang ada di wilayah Banten sebelumdirujuk ke Jakarta karenanya RSUD Banten haruslah tipe B karena rumahsakit di kota dan kabupaten Serang dan Tangerang sudah tipe B semua.Soal permasalahan yang ada di RSUD Banten khususnya kriteriapengklasifikasiannya itu hanya soal waktu aja untuk memperbaiki danmemenuhi yang kurangnya”.
114
Berdasarkan wawancara di atas, peneliti ketahui bahwa Rumah Sakit
Umum Daerah Banten merupakan bagian dari perangkat daerah dalam bentuk
lembaga teknis daerah yang pembentukannya ditetapkan melalui peraturan
daerah.Yang pembentukannya dilakukan pengkajian dan penyelarasan dengan
dasar kewenangan pemerintah Provinsi Banten serta landasan filosofis, sosiologis
dan yuridis.
2. Peramalan Masa Depan
Langkah selanjutnya dalam analisis kebijakan setelah pencarian masalah
menurut Dunn (2003:291) adalah peramalah (forecasting). Dalam penelitian
mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit
Tipe B, ada beberapa peramalan yang dilakukan guna melihat sejauh mana dan
seperti apa perkembangan pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Banten bila
dibentuk sebagai Rumah Sakit Umum tipe B dan bagaimana keadaan di masa
depan apabila masalah yang terjadi pada masa sekarang belum dapat ditangani.
Peramalan bertujuan untuk melihat masa yang akan datang dihubungkan dengan
masalah pada saat ini. Selain itu dalam pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah
Banten sebagai Rumah Sakit Umum tipe B diperkirakan di masa depan dapat
mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara
paripurna. Hal tersebut diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti, beliau
mengungkapkan bahwa :
“Ya jadi memang Rumah Sakit Umum Daerah Banten ini sengaja dibuatuntuk rumah sakit sebagai rujukan masa depan. Memang sekarang inibelum terlaksana secara sempurna tapi sudah baik dibandingkan denganyang dulu. Dari beberapa kali ganti direktur, tapi dari sekitar satu tahun inidari pengawasan kami sebagai komisi Vagak jauh lebih baik ya pelayanan
115
dan kualitasnya Rumah Sakit Umum Daerah Banten karena rumah sakitini sebagai harapan masyarakat Banten untuk rujukan-rujukan rumah sakitumum yang ada di daerah”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
perkiraan mengenai Rumah Sakit Umum Daerah Banten akan memberikan
pelayanan yang optimal walaupun masih banyak kendala-kendala yang harus
dibenahi secara bertahap. Salah satu masalah yang sudah dibenahi adalah
kepemimpinan direktur di Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang sekarang
dipimpin oleh Drg. Dwi Hesti Hendarti, sebelumnya kondisi di Rumah Sakit
Umum Daerah Banten beberapa kali mengalami pergantian direktur dalam jangka
waktu yang relatif pendek sehingga berpengaruh terhadap kinerja dan pelayanan
di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.
Selain membenahi masalah pergantian direktur, selanjutnya mengenai
pelayanan secara paripurna pun masih menjadi permasalahan yang cukup
signifikan dikarenakan masih banyak masyarakat Provinsi Banten terhambat jarak
dan waktu menuju Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Hal tersebut diungkapkan
oleh N.3 bahwa :
“Saya pengennya ke depan rumah sakit bukan jadi tanggung jawabkabupaten/kota. Semua rumah sakit yang ada termasuk Rumah SakitUmum Daerah Banten sudah punya provinsi.Semua rumah sakit itumenjadi tanggung jawab provinsi, sehingga ada masalahnya orangBojonegara sakit tapi Bojonegara itu kabupaten Serang tapi rumah sakityang terdekat adalah rumah sakit Cilegon.Orang Bojonegara berobat keCilegon dalam kondisi bed-nya terbatas tidak diterima di Cilegon karenamengutamakan masyarakat Cilegon. Akhirnya dibawa ke RSUD Bantenkarena kejauhan kalau sakitnya parah, kan mati dijalan. Banyak kasusterjadi seperti itu, maka semua kalau bisa rumah sakit menjadi milikprovinsi.Tapi Rumah Sakit Umum Daerah Banten kita harapkan lebih luaslagi menambah kamar dan menambah fasilitas.Secara keseluruhan
116
indikator-indikator tipe b di Rumah Sakit Umum Banten sudah baik tapibelum maksimal hanya sekitar 40 %.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
masyarakat Provinsi Banten berada di wilayah kabupaten atau kota yang jaraknya
berbeda-beda untuk menuju Ibukota Provinsi. Salah satunya kasus yang
diungkapkan oleh narasumber kepada peneliti dimana masyarakat Bojonegara
yang terkendala jarak dan waktu untuk menuju ke Rumah Sakit Umum Daerah
Banten. Komisi V DPRD Provinsi Banten mengharapkan seluruh rumah sakit
umum yang berada di kabupaten atau kota menjadi tanggung jawab pemerintah
Provinsi Banten sehingga masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Rumah Sakit Umum Daerah Banten juga diharapkan meningkatkan
pelayanan, fasilitas sarana dan prasarana terutama menambah tempat tidur (bed)
di ruangan rawat inap karena ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Banten berjumlah 114 tempat tidur (bed) sedangkan menurut ruang rawat inap
standar indikator tipe B harus minimal berjumlah 200 tampat tidur (bed).Hal
tersebut juga diungkapkan oleh N.1 kepada peneliti bahwa :
“RSUD Banten baru kemarin di awal Desember diakreditasi, maka dari itusekarang RSUD Banten sedang mengejar segala kekurangan dalam segifasilitasnya, sarana dan prasarananya, ya itu tadi permasalahan tempattidur untuk ruang rawat inap.Karena kita di RSUD Banten dalam setahunini sudah menjalankan program berobat gratis untuk masyarakat miskin diBanten. Dan itu udah pasti RSUD Banten di masa yang akan datangmenjadi andalan masyarakat Banten untuk mengobati orang sakit yang adadi Banten”.
117
Berdasarkan wawancara di atas dapat peneliti ketahui bahwa dengan
adanya program berobat gratis bagi masyarakat tidak mampu, Rumah Sakit
Umum Daerah Banten harus menambah ruang rawat inap dikarenakan sejauh ini
langkah-langkah dari program berobat gratis dapat membantu masyarakat di
Banten khususnya masyarakat yang tidak mampu.
3. Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan adalah langkah ketiga dalam model analisis
kebijakan menurut Dunn (2003:405).Setelah kita mengetahui bagaimana masalah
yang terjadi, kemudian selanjutnya yaitu memberikan rekomendasi kebijakan
yang sesuai dengan masalah yang ada.Sehingga rekomendasi kebijakan yang
sesuai diharapkan mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan. Dalam
penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit
Tipe B, peneliti mendapatkan rekomendasi kebijakan dari komisi V DPRD
Provinsi Banten, Rumah Sakit Umum Daerah Banten melalui rapat koordinasi.
Ada beberapa rekomendasi kebijakan yang ditawarkan salah satunya yang
diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa :
“Yang pertama, sumber daya manusianya jadi para dokter sudahmemenuhi daripada kebutuhan yang ada di rsud dan juga dari segikeahliannya juga harus betul-betul dimiliki.Daya dukung alat-alatnya, alat-alatnya juga harus mengikuti perkembangan teknologi karena dalamrangka menunjang kesehatan masyarakat.Yang ketiganya adalah saranadan prasarana menjadi penting ketika sarana dan prasarananya itu cukupbisamemadai artinya dari segi kontruksinya, dari segi kebersihannya dansebagainya itu harus semua mendukung untuk melayani masyarakat”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
rekomendasi kebijakan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Banten untuk
118
memenuhi segala aspek sumber daya manusianya yang berkompeten dan sesuai
dengan keahlian spesialis dan non spesialis dimana bila sumber daya manusia
yang dibutuhkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Banten dapat melayani dengan
prima kepada masyarakat Banten.
Seperti diketahui sarana dan prasarana untuk rumah sakit umum tipe B
harus memenuhi kriteria standar Kementerian Kesehatan, dari mulai lahan yang
diperuntukkan untuk rumah sakit, konstruksi pembangunan gedung rumah sakit
yang mengedepankan kenyamanan untuk masyarakat bila mengunjungi Rumah
Sakit Umum Daerah Banten. Lahan yang diperuntukkan untuk pendirian Rumah
Sakit Umum Daerah Banten seluas ± 50.000 M² dengan luas konstruksi bangunan
gedung A lantai 1 (satu)seluas 1.740 m², lantai 2 (dua) seluas 1.897 m² dan lantai
3 (tiga) seluas1.492 m². Gedung A ini terdiri dari ruangan manajemen dan ruang
m² dan lantai 3 (tiga) seluas 1.414 m².Gedung B ini sedang dalam tahap
pembangunan dan rencananya gedung ini diperuntukkan untuk ruang rawat inap
di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.
Daya dukung alat-alat penunjang yang dituntut mengikuti perkembangan
teknologi sangatlah penting untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Banten. Selain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan,
daya dukung alat-alat penunjang di Rumah Sakit Umum Daerah Banten menjadi
nilai positif bila rumah sakit rujukan dari kabupaten atau kota sudah memenuhi
berbagai peralatan medis dan non medisnya. Namun pada kenyataannya,
pemenuhan daya dukung alat-alat di Rumah Sakit Umum Daerah Banten belum
119
memadai dikarenakan Rumah Sakit Umum Banten masih mendapatkan sumber
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten. Hal ini
diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa :
“Membeli daya dukung alat-alat untuk RSUD Banten dari APBD dan sayatidak tahu persis jumlahnya cuman kita ingin mendorong pelayanan publikitu menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan sekarang udahjadi BLUD, bukan cuma rumah sakit tipe B aja. Sehingga kemudianrumah sakit ini tidak selalu mendapat subsidi dari pemerintah. Kan jasapelayanan mereka dan biaya operasional mereka itu kan harus dibiayaidari jasa pelayanan mereka baik dari dokternya. Tapi mungkin nanti kedepan Provinsi Banten punya tugas mensubsidi mereka bukandioperasional tetapi peningkatan kualitas, pembelian alat kesehatan yanglebih berkualitas, bangunan gedung yang representative itu jugapemerintah. Tapi RSUD Banten sudah BLUD diharapkan mereka sudahbisa membiayai dirinya sendiri”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa Rumah
Sakit Umum Daerah Banten sudah resmi menjadi Badan Layanan Umum Daerah
disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau unit kerja
pada Satuan Kerja Perangkat Daerahdi lingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Badan Layanan Umum Daerah merupakan bagian dari perangkat pemerintah
daerah dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah.Berbeda
dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah pada umumnya pola pengelolaan
keuangan Badan Layanan Umum Daerah memberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan
120
pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.Sebuah Satuan Kerja atau unit kerja
dapat ditingkatkan statusnya sebagai Badan Layanan Umum Daerah, salah satu
contohnya yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Hal ini juga diungkapkan
oleh N.1 kepada peneliti bahwa :
“Untuk rekomendasi kebijakan yang sekarang diharapkan Alhamdulillah.RSUD Banten sudah BLUD jadi insyaAllah karena RSUD Banten harusmengejar rumah sakit yang ada di kabupaten maupun kota istilahnya harusmenjadi kakak dari rumah sakit yang sudah berdiri puluhan tahun. RSUDBanten diupayakan untuk menjadi rumah sakit rujukan dari kabupaten ataukota yang ada di Provinsi Banten. Karena sudah BLUD juga kita di RSUDBanten lebih leluasa untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan untuksumber daya manusia yang sudah Pegawai Negeri Sipil (PNS)”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat peneliti ketahui bahwa RSUD
Banten harus berjuang mengejar standarisasinya harus melebihi kapasitas di
rumah sakit yang ada di kabupaten maupun kota yang sudah berdiri selama
puluhan tahun. Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang sudah berdiri menjadi
Badan Layanan Usaha Daerah juga dapat meningkatkan kualitas dan kwantitas
sumber daya manusianya agar lebih baik untuk peningkatan mutu pelayanan di
rumah sakit.
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
Pemantauan kebijakan langkah keempat dalam analisis kebijakan menurut
Dunn.Dalam pemantauan kebijakan sering disebut sebagai monitoring, yaitu
penilaian dan pengawasan saat kebijakan ini sedang dilaksanakan.Monitoring atau
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B dapat dilakukan oleh berbagai macam pihak.
Hal tersebut diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa :
121
“Pada saat kebijakan ini berjalan kita terus melakukan pemantauan agarhasilnya lebih optimal, dan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.Pemantauan dapat dilakukan melalui pelaksanaan yang telahdiimplementasikan oleh pihak RSUD Banten sendiri dan selanjutnyapengawasan dilakukan oleh DPRD Banten serta peran besar pemerintahProvinsi Banten untuk ikut memantau, karena RSUD Banten kan sudahbagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
monitoring atau pemantauan kebijakan dilakukan dengan kesesuaian rencana dan
pelaksanaan program yang sedang dijalankan. Dalam pemantauan kebijakan,
Pemerintah Provinsi Banten dan DPRD Provinsi Banten khususnya komisi V
sebagai mitra kerja Rumah Sakit Umum Daerah Banten menjalankan fungsi
pengawasan atas program yang dijalankan di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.
Hal ini perlu adanya koordinasi yang kuat antara Pemerintah Provinsi Banten,
komisi V DPRD Provinsi Banten dan pihak Rumah Sakit Umum Daerah Banten
untuk mengatur jalannya pengklasifikasian Rumah Sakit Umum Daerah Banten
sebagai rumah sakit tipe B. Hal ini diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa :
“Pemerintah Provinsi Banten berkomitmen menjadikan RSUD Bantensebagai layanan kesehatan yang prima, terjangkau dan berkualitas. Untukmeraih hal tersebut, RSUD Banten akan memberikan pelayanan kesehatankepada semua lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial maupunekonomi, selain itu, keberadaan RSUD Banten juga dapat berfungsi untukmensukseskan jaminan kesehatan sosial”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
bagaimana Pemerintah Provinsi Banten mengupayakan berdirinya RSUD Banten
dapat mencover bentuk pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat di Provinsi
Banten dengan biaya yang minimal tapi pelayanannya maksimal. Selain itu RSUD
Banten yang berdiri sebagai rumah sakit rujukan dari kabupaten maupun kota
122
ingin memberikan kemudahan menggunakan jaminan kesehatan sosial terhadap
akses pelayanan kesehatan karena Pemerintah Provinsi Banten menjamin dan
bertanggung jawab untuk masyarakatnya terutama mendapatkan pelayanan
kesehatan yang mutu di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.
5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan merupakan langkah terakhir dalam pola analisis
kebijakan menurut Dunn.Tujuan evaluasi kebijakan dalam analisis kebijakan
adalah untuk mengetahui menilai yang mendasari tujuan, sasaran dan kinerja
dalam kebijakan tersebut.Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai
Rumah Sakit Tipe B peneliti menemukan informasi mengenai soal evaluasi
kebijakan ini yang dilaksanakan. Evaluasi ini sebenarnya harus dilakukan dalam
kurun waktu lima (5) tahun sekali, karena Rumah Sakit Umum Daerah Banten
menginjak ke empat (4) tahun jadi evaluasi ini dilakukan secara persatu semester,
hal ini diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa:
“Sebenarnya untuk evaluasi, harus dilakukan setelah perda itu berjalanlima (5) tahun sekali.Untuk sekarang hanya menuntun perkembangan-perkembangan yang ada di RSUD Banten jadi belum bisa dikatakanevaluasi”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
evaluasi kebijakan dalam analisis kebijakan publik bertujuan melihat sejauh mana
kebijakan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan nilai, tujuan dan target dalam
kebijakan tersebut. Dalam hal kebijakan tentang pembentukan Rumah Sakit
Umum Daerah Banten belum dilaksanakan evaluasi karena peraturan daerah yang
diimplementasikan baru berjalan empat (4) tahun.Tetapi mengenai
123
perkembangan-perkembangan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Banten
untuk mencapai klasifikasi standar tipe B.
4.5 Pembahasan
Rumah Sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan
kesehatan.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menggariskan bahwa
rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara
berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.Pembentukan susunan
organisasi dan tata kerja RSUD Provinsi Banten, merupakan salah satu upaya
yang dilakukan Pemerintah Provinsi Banten dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal terutama pelayanan kesehatan pada masyarakat Banten.
Untuk itu, seluruh jajaran dan unit kerja di lingkungan RSUD Provinsi Banten
perlu memiliki pandangan dan komitmen agar RSUD Provinsi Banten senantiasa
dapat eksis, antisipatif, proaktif dan inovatif di masa depan dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsi serta menghadapi perubahan lingkungan internal maupun
eksternal organisasi maupun perkembangan permasalahan kesehatan secara lokal,
regional maupun global.
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai Kebijakan pembentukan
klasifikasi Rumah Sakit Umum Daerah Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B
bahwa perkembangan rumah sakit tersebut ditujukan sebagai rumah sakit rujukan
dari kabupaten/kota.Maka dari itu, rumah sakit umum daerah Banten dipersiapkan
sebagai rumah sakit yang mencover seluruh rumah sakit dari kabupaten/kota.
124
Sebagai institusi pemberi pelayanan kesehatan dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya perlu menetapkan rencana strategis yang akan digunakan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan program dan kegiatan selama periode tertentu
dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau timbul.
Namun pada kenyataannya, berdirinya rumah sakit umum daerah Banten
banyak mengalami masalah-masalah di dalamnya. Masalah masalah tersebut
antaralain :
1. Sarana prasarana
Mengenai sarana dan prasarana, pembangunan RSUD
Provinsi Banten sempat mengalami mangkrak dalam pembangunan
dalam beberapa periode kepemimpinan direkturnya, dikarenakan
pembangunan tersebut diberhentikan oleh Kementerian Kesehatan
setelah adanya kasus korupsi di Banten, efeknya pembangunan
tersebut dihentikan.Fasilitas sarana dan prasarana yang belum
memenuhi kriteria Peraturan Menteri sehingga mengakibatkan
RSUD Provinsi Banten mengalami ketimpangan dalam
pembangunan.
2. Manajemen/administrasi
Hal lain yang menjadi akar dalam permasalahannya adalah
manajemen dan administrasi yang mengalami banyak
permasalahan karena sumber daya manusianya yang mencapai 700
orang, yang sebagian besar pegawai honorer.
3. Sumber daya manusia dan Pelayanan
125
Kondisi di Rumah Sakit Umum Daerah Banten beberapa
kali mengalami pergantian direktur dalam jangka waktu yang
relatif pendek sehingga berpengaruh terhadap kinerja dan
pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.Selain
membenahi masalah pergantian direktur, selanjutnya mengenai
pelayanan secara paripurna pun masih menjadi permasalahan yang
cukup signifikan dikarenakan masih banyak masyarakat Provinsi
Banten terhambat jarak dan waktu menuju Rumah Sakit Umum
Daerah Banten
4. Peralatan
Pemenuhan daya dukung alat-alat di Rumah Sakit Umum
Daerah Banten belum memadai dikarenakan Rumah Sakit Umum
Banten masih mendapatkan sumber Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi Banten.
Dalam penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, peneliti mendapatkan peramalan masa depan
(forecasting) yang dilakukan untuk melihat sejauh mana dan seperti apa
perkembangan pembentukan RSUD Provinsi Banten yang pengawasannya
dilakukan oleh Komisi V DPRD Provinsi Banten dimana pelayanan RSUD
Provinsi Banten mulai bertahap lebih baik karena rumah sakit ini harapan
masyarakat Banten sebagai rumah sakit umum rujukan dari daerah
kabupaten/kota. RSUD Provinsi Banten dapat mencover seluruh elemen
masyarakat dengan mengadakan program berobat gratis bagi masyarakat tidak
126
mampu. Maka dari itu, RSUD Provinsi Banten bekerjasama dengan Pemerintah
Provinsi Banten melakukan banyak pembenahan dan meningkatkan segala
komponen yang ada didalamnya meliputi pelayanan, sarana dan prasarana,
peralatan, sumber daya manusia serta administrasi/manajemen rumah sakitnya.
Dalam penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, peneliti mendapatkan rekomendasi
kebijakan dari komisi V DPRD Provinsi Banten, Rumah Sakit Umum Daerah
Banten melalui rapat koordinasi. Ada beberapa rekomendasi kebijakan yang
ditawarkan, yaitu :
1. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana untuk rumah sakit umum tipe B harus
memenuhi kriteria standar Kementerian Kesehatan, dari mulai lahan
yang diperuntukkan untuk rumah sakit, konstruksi pembangunan
gedung rumah sakit yang mengedepankan kenyamanan untuk
masyarakat bila mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah Banten
2. Manajemen/ administrasi
Standarisasinya harus melebihi kapasitas di rumah sakit yang ada
di kabupaten maupun kota yang sudah berdiri selama puluhan tahun.
3. Sumber daya manusia dan Pelayanan
Sumber daya manusianya yang berkompeten dan sesuai dengan
keahlian spesialis dan non spesialis dimana bila sumber daya manusia
yang dibutuhkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Banten dapat
melayani dengan prima kepada masyarakat Banten.
127
4. Peralatan
Daya dukung alat-alat penunjang yang dituntut mengikuti
perkembangan teknologi sangatlah penting untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Selain
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, daya dukung alat-alat
penunjang di Rumah Sakit Umum Daerah Banten menjadi nilai positif
bila rumah sakit rujukan dari kabupaten atau kota sudah memenuhi
berbagai peralatan medis dan non medisnya.
Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan pemantauan hasil kebijakan
(monitoring), penilaian dan pemantauan pelaksanaan kebijakan Analisis
Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
Pemerintah Provinsi Banten mengupayakan berdirinya RSUD Banten dapat
mencover bentuk pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat di Provinsi
Banten dengan biaya yang minimal tapi pelayanannya maksimal. Selain itu RSUD
Banten yang berdiri sebagai rumah sakit rujukan dari kabupaten maupun kota
ingin memberikan kemudahan menggunakan jaminan kesehatan sosial terhadap
akses pelayanan kesehatan karena Pemerintah Provinsi Banten menjamin dan
bertanggung jawab untuk masyarakatnya terutama mendapatkan pelayanan
kesehatan yang mutu di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.Dilakukannya
evaluasi kebijakan dalam analisis kebijakan publik bertujuan melihat sejauh mana
kebijakan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan nilai, tujuan dan target dalam
kebijakan tersebut.Dalam hal kebijakan tentang pembentukan Rumah Sakit
Umum Daerah Banten belum dilaksanakan evaluasi karena peraturan daerah yang
128
diimplementasikan baru berjalan empat (4) tahun.Provinsi Banten hanya
melakukan rapat koordinasi dengan DPRD Provinsi Banten dan mengundang
pemerintah untuk mengkoreksi dan membahas bila ada permasalahan-
permasalahan yang ingin dibantu dan segera dicari solusinya.Berikut alur analisis
kebijakan publik menurut William Dunn.
Gambar 4.1 Alur Analisis Kebijakan Publik menurut William Dunn
Evaluasi Perumusan masalah Peramalan
Perumusan masalah Perumusan masalah
Pemantauan Perumusan masalah
Rekomendasi
KinerjaKebijakan
Masa DepanKebijakan
Hasil-hasilkebijakan
MasalahKebijakan
Aksi Kebijakan
129
Bila diaplikasikan terhadapn penelitian yang diteliti menjadi seperti
berikut ini.
evaluasi peramalan
perumusan masalah
p perumusan masalah
p perumusan masalah
rekomendasi
perumusan masalah
pemantauan
Kinerja Kebijakan:
RSUD Banten sebagai mitrakerja komisi V DPRD Bantenserta pemerintah ProvinsiBanten melakukan rapatkoordinasi dan melakukanpembahasan persoalan-persoalan yang ada di RSUDBanten untuk segeradiselesaikan.
RSUD Bantensebagai rumah sakitrujukan dari rumahsakitkabupaten/kota diProvinsi Banten
Aksi Kebijakan:
RSUD Banten melakukan implementasi Perda No.1 Tahun2013 tentang pembentukan RSUD Banten, dimana saranaprasarana, SDM, Manajemen/administrasi, pelayanan danperalatan memenuhi kriteria tipe B dan standarKementerian Kesehatan.
130
Berdasarkan alur analisis kebijakan publik menurut William Dunn, adanya
temuan masalah kebijakan di analisis klasifikasi pembentukan RSUD Provinsi
Banten sebagai rumah sakit tipe B yaitu sarana prasarana, sumber daya manusia,
manajemen/administrasi, pelayanan dan peralatan. Melalui kinerja kebijakan
RSUD Banten sebagai mitra kerja komisi V DPRD Banten serta pemerintah
Provinsi Banten melakukan rapat koordinasi dan melakukan pembahasan
persoalan-persoalan yang ada di RSUD Banten untuk segera diselesaikan. Setelah
dilakukan kinerja kebijakan, masa depan kebijakan RSUD Banten sebagai rumah
sakit rujukan dari rumah sakit kabupaten maupun kota di Provinsi Banten. Untuk
mencapai masa depan kebijakan, maka adanya aksi kebijakan dimana RSUD
Banten melakukan implementasi Perda No.1 Tahun 2013 tentang pembentukan
RSUD Banten, mencakup sarana prasarana, sumber daya manusia,
manajemen/adminitrasi, pelayanan dan peralatan memenuhi kriteria tipe B dan
standar Kementerian Kesehatan. Dari aksi kebijakan yang diimplementasikan
maka menghasilkan hasil kebijakan RSUD Banten dapat mencover bentuk
pelayanan kesehatan secara prima dan paripurna kepada masyarakat serta saran
prasarana, manajemen/administrasi, pelayanan, peralatan dan sumber daya
manusia yang memenuhi standar Kementerian Kesehatan.
131
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan temuan lapangan yang telah peneliti
paparkan, peneliti menyimpulkan bahwa dalam klasifikasi pembentukan
RSUD Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B belum dapat dilaksanakan
secara optimal, dikarenakan belum diturunkannya dokumen-dokumen
perijinan yaitu SK dari Kementerian Kesehatan. Permasalahan ketersedian
dan Pemenuhan daya dukung alat-alat di Rumah Sakit Umum Daerah
Banten belum memadai dikarenakan Rumah Sakit Umum Banten masih
mendapatkan sumber Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Provinsi Banten.
Selanjutnya pada peramalan masa depan banyak hal yang perlu
diperhatikan untuk segera diselesaikan. Akan tetapi, hingga saat ini masih
kurang penanganan yang serius dari pemerntah provinsi Banten seperti
permasalahan akses menuju lokasi, sarana dan prasarana, standar kualitas
pelayana manajemen, sumber daya manusia, dan pemenuhan peralatan.
Kemudian pada tahap rekomendasi kebijakan, dari beberapa
alternative kebijakanyag disarankan sebagai rekomendasi kebijakan yang
telah disepakati dan diharapkan mampu menjadi solusi untuk menangani
masalah di RSUD Banten.Akan tetapi, rekomendasi kebijakan tersebit
134
132
masih belum dapat dijalankan secara optimal dikarenakan masih
berbenturan dengan anggaran dan kurangnya koordinasi.
Pada pemantauan kebijakan, monitoring tidak hanya menjadi
tanggungjawab Kementrian atau Badan Koordinasi terkait melainkan
kerjasama dengan masyarakat yang diikutsertakan untuk menilai dan
meminitoring selama pembentukan RSUD Banten menjadi Rumah Sakit
Tipe B.
Pada tahapan akhir dalam analisis kebijakan yaitu, Evaluasi
kebijakan.Dalam tahapan evaluasi harus dilaksanakan sesuai dengan
orogram yang ada pada rencana induk. Evaluasi akan dilaksanakan setiap
lima (5) tahun sekali sesuai dengan tahun anggaran. Namun dalam hal
kebijakan tentang pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Banten
belum dilaksanakan evaluasi karena peraturan daerah yang
diimplementasikan baru berjalan empat (4) tahun.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian di
atas, maka peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan
masukan dalam Klasifikasi pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah
Sakit Tipe B, adapun saran-saran tersebut sebagai berikut :
1. Menyelesaikan perijinan dari Kementerian Kesehatan agar RSUD Banten
legal operasionalnya.
133
2. Komite V DPRD Provinsi Banten perlu meningkatkan koordinasi dengan
seluruh jajaran di RSUD Banten, dan meningkatkan pengawasan dalam
pelaksanaan pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B,
agar dapat berjalan dengan optimal.
3. Perlu adanya kerjasama dan penanganan yang serius dari pemerintah dan
seluruh jajaran RSUD Banten dalam menangani berbagai masalah yang
saat ini terjadi, agar standar kualitas Rumah Sakit Tipe B dapat tercapai.
4. Untuk mengatasi Permasalahan ketersedian dan Pemenuhan daya dukung
alat-alat di Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang belum memadai,
Rumah Sakit Umum Banten harus mendapatkan sumber Anggaran
Pendapatan mandiri.
5. Perlu adanya pen ingkatan pengawasan dan lebih optimal untuk
mengkoordinasi seluruh pihak yang terkait dalam pembangunan dan
penyelesaian masalah, serta memberikan ruang kepada masyarakat untuk
ikut serta berpartisipasi melakukan monitoring agar pelaksanaanya lebih
efektif dan efisien.
6. Untuk pelakasaan evaluasi yang belum dilaksanakn dikarenakan peraturan
daerah yang diimplementasikan baru berjalan empat (4) tahun, tidak
menjadi alasan agar evaluasi yang nanti dilaksanakan berjalan transparan
agar masyarakat dapat mengetahi hasil penilaiannya, khususnya dalam
evaluasi pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino,Leo.2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik, Jakarta : Rineka Cipta.
Dunn N William,2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.Yogyakarta : Gajah MadaUniversity Press.
Irawan,Prasetya.2006. Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Moleong,Lexy J.1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nugroho,Riant.2002. Kebijakan Publik Untuk Negara Berkembang. Jakarta : PT.ElexMedia Komputindo.
Sugiyono.2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfhabeta.
Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D. Bandung: Alfhabeta
Soehartono, Irawan.2004. Kebijakan Publik (Teori,Proses dan Studi Kasus). Jakarta :CAPS.
Wibawa, Samodra.2011. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta : Graha Ilmu
Peraturan Kementerian Kesehatan No.340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
Kajian Akademik Penyusunan Raperda tentang Retribusi Pelayanan RSUD ProvinsiBanten.
Peraturan Daerah No.1 Tahun 2013 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan TataKerja RSUD Provinsi Banten.