AKURASI RUKYATUL HILAL PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN WATUKOSEK GEMPOL KABUPATEN PASURUAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: FINZA KHASIF GHIFARANI 11150440000020 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1441 H/2019 M
89
Embed
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...v ABSTRAK Finza Khasif Ghifarani. NIM 11150440000020. AKURASI RUKYATULHILAL PUSAT
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AKURASI RUKYATUL HILAL PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN
WATUKOSEK GEMPOL KABUPATEN PASURUAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
FINZA KHASIF GHIFARANI
11150440000020
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1441 H/2019 M
v
ABSTRAK
Finza Khasif Ghifarani. NIM 11150440000020. AKURASI RUKYATULHILAL
PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN WATUKOSEK GEMPOL PASURUAN.
Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2019 M.
Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan Standar Operasional Prosedur
pendirian POB, praktik rukyatulhilal di POB Lapan, juga keakurasian hasil
rukyatulhilal di POB Lapan yang dikonfirmasikan dengan data hisab yang
dimiliki BMKG.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian field research atau penelitian
lapangan yang dilakukan dengan cara pengamatan, yakni mengamati gejala yang
diteliti dan apa yang ditangkap tadi, dicatat lalu catatan tersebut dianalisis. Dalam
hal ini penulis menjadi participant observation.
Hasil penelitian ini adalah bahwa pemilihan lokasi rukyatulhilal
berdasarkan rekomendasi dari tokoh-tokoh yang dipercaya oleh masyarakat,
karena Kementrian Agama RI sebagai lembaga yang mempunyai tupoksi dibagian
hisab rukyat belum mengeluarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam
pemilihan lokasi rukyatulhilal.
Sebelum pelaksanaan rukyatulhilal hendaknya perukyat sudah memiliki
data hisab sebagai acuan untuk melaksanakan rukyatulhilal. Ketika waktu
matahari terbenam, perukyat diharapkan mendekati alat rukyatulhilal untuk
bersiap memburu hilal. Jika ada salah satu perukyat yang berhasil melihat hilal
maka dianjurkan untuk berteriak takbir lalu diambil sumpahnya untuk dilaporkan
ke Departemen Agama.
Persentase keberhasilan rukyatulhilal di POB Lapan Watukosek Gempol
relatif kecil yaitu 12,5% dibandingkan dengan persentase ketidakberhasilan yaitu
sebesar 87,5%. Ketidakberhasilan rukyatulhilal tidak otomatis menunjukkan
akurat atau tidak akuratnya Lapan Watukosek sebagai Pusat Observasi Bulan.
Faktor ketidakberhasilan rukyatulhilal disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
yaitu posisi hilal yang belum mencapai dan masih dibawah imkanur rukyat atau
faktor cuaca yang tidak mendukung keberhasilan rukyatulhilal.
Kata Kunci: Rukyatulhilal, Pusat Observasi Bulan, Standar Operasional Prosedur
Pembimbing : Dr. Maskufa, M.A.
Daftar Pustaka : Tahun 1989 s.d Tahun 2018
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan banyak karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Salam dan cinta penulis selalu tercurahkan kepada kekasih
penulis yang telah membimbing kehidupan penulis yaitu Nabi Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu
kelancaran penyusunan skripsi ini, baik berupa dorongan sprirituil, moril maupun
materil. Oleh karena itu, penulis secara khusus menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H, M.H, M.A., selaku dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ibu Dr. Mesraini, M.Ag., selaku ketua program studi Hukum Keluarga dan
Bapak Chairul Hadi, M.A., selaku sekretaris program studi Hukum Keluarga.
3. Dr. Yayan Sopyan, S.H., M.Ag. selaku dosen Pembimbing Akademik penulis
yang telah memberikan dukungan dan kemudahan bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Maskufa, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
dukungan, bimbingan, dan saran kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmunya.
6. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk studi
kepustakaan.
7. Kedua orang tua penulis yaitu Ayahanda Fatkhul Mubin dan Ibunda
Maisyaroh serta kedua adik penulis adinda Ahmad Daniel Falach dan Filza
Abidah Badzlin yang selalu mendukung bahkan turut serta dalam proses
penelitian dan observasi.
8. Dian Yudha Risdianto, Kepala Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer
vii
Lapan Pasuruan dan seluruh pegawai Balai Pengamatan Antariksa dan
Atmosfer Lapan Pasuruan yang telah membantu dalam penelitian ini baik
memberikan informasi berupa data maupun wawancara.
9. Drs. H. Sa’ad, Penyelenggara Syariah Kemenag Kab. Pasuruan beserta
seluruh pegawai pada Kemenag Kab. Pasuruan yang telah memberikan data
isbat rukyatulhilal dari Pengadilan Agama Bangil.
10. Drs. Purnomo, M.Hum., Ketua Pengadilan Agama Bangil beserta seluruh
Panitera Muda yang telah memberikan salinan penetapan rukyatulhilal di
Kab. Pasuruan.
11. Teruntuk para kerabat, sahabat, dan teman-teman yang selalu ada ketika
penulis mengalami kendala dalam proses penyelesaian skripsi ini, terkhusus
untuk Defanti Putri Utami, Ana Eka Fitriani dan Arabbyatul Aidawiyah.
12. Sahabat PMII Hukum Keluarga angkatan 2015 terkhusus untuk sahabat Nur
Ilhamillaili FM, Visca Melyana, Milah Karmilah, M. Iqbal Ibnu A., A. Syarif
Ramadhan, Rizky S. Adams, M. Syukur R., M. Kahfi dan Rizki Rahman A.
13. Keluarga besar Hukum Keluarga angkatan 2015.
14. Keluarga besar Ardina dan Isnina Kos khususnya Fadhilah Athiya Rahma,
Nazihah, Maya Jelita Hasibuan, Ira Putri Wahyuni dan Agustin Wahyuni.
Oleh karenanya, penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh
komponen yang telah berjasa dan berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis tidak bisa membalas kebaikan mereka kecuali dengan doa, semoga Allah
SWT membalas perbuatan baik dan memberikan kelancaran rezeki bagi kita
semua. Aamiin.
Jakarta, 16 September 2019
Penulis
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 4
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................................. 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
E. Kajian Studi Terdahulu .................................................................................. 6
F. Metodologi Penelitian .................................................................................... 7
G. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 10
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG RUKYATULHILAL ............................ 12
A. Pengertian Rukyatulhilal ................................................................................ 12
B. Dasar Hukum Rukyatulhilal ........................................................................... 13
C. Praktik Rukyatulhilal ...................................................................................... 16
D. Problematika Rukyatulhilal Dalam Penentuan Awal Bulan Qamariah ......... 27
BAB III PROFILE PUSAT OBSERVASI BULAN LAPAN WATUKOSEK
Selanjutnya pada bab tiga memuat tentang standar parameter
pendirian POB, profil POB Lapan Watukosek Gempol serta sejarah
penggunaan POB Lapan Watukosek Gempol sebagai tempat rukyatulhilal.
Selanjutnya adalah bab empat merupakan pokok dari pembahasan
penulisan penelitian yang dilakukan, yakni praktik rukyatulhilal di POB
Lapan Watukosek Gempol, data hisab awal Ramadan dan awal Syawal
tahun 2016-2019, analisis keakurasian hasil rukyatulhilal di pusat
observasi bulan Lapan watukosek gempol, dan persentase keterlihatan
hilal Ramadan dan Syawal di POB Lapan Watukosek Gempol Tahun
2016-2019.
Adapun bab lima ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
12
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG RUKYATULHILAL
A. Pengertian Rukyatulhilal
Ra a (رأى( merupakan kata kerja dari rukyat (رؤية) yang berarti
“melihat”. Ra a memiliki banyak mashdar diantaranya adalah rukyan (رأاي)
dan rukyatan (رؤية). Arti kata rukyan adalah “mimpi” (تراه ىف املنامما),
sedangkan arti kata rukyatan adalah “melihat dengan mata atau dengan
akal atau dengan hati” (نظرابلعني اوابلعقل هوابلقلب). Keduanya memiliki isim
jamak yang sama, yakni Ru an (رؤى).1
Secara estimologis kata rukyat berasal dari kata ra’a, yara, ra’yan,
wa ru’yatan yang memiliki banyak makna yakni melihat, mengerti,
menyangka, menduga, dan mengira, to see, to behold (melihat), perceive
(merasa), notice, observe (memperhatikan/melihat) dan discern (melihat).2
Kata rukyat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
didefinisikan dengan penglihatan, pengamatan yakni perihal melihat bulan
tanggal satu untuk menentukan hari permulaan dan penghabisan puasa
Ramadan.3Ahli linguistik Arab, al-Khalil bin Ahmad yang berasal dari
Oman dalam buku Mengkompromikan Rukyat dan Hisab mendefiisikan
hilal dengan sinar bulan pertama, ketika melihat dengan nyata bulan sabit
pada awal sebuah bulan.4
1 Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, PedomanTehnik Rukyat, (Jakarta: 1994),
hal. 1. 2Maskufa, Ilmu Falaq, (Jakarta: Gaung Persada, 2009), hal. 149. 3Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Hilal dalam Kamus Arab-Indonesia Almunawwir berarti bulan
sabit (2 malam dari awal bulan) atau bulan yang terlihat pada awal bulan.5
Sedangkan hilal menurut Kamus Kontemporer Arab-Indonesia adalah
القمر هالل من yang berarti bulan sabit atau sesuatu yang berbentuk bulan
sabit.6
Jika digabungkan definisi rukyatulhilal adalah melihat hilal pada
saat terbenam matahari pada akhir bulan hijriah untuk menentukan awal
bulan hijriah berikutnya. Jika pada saat matahari terbenam tersebut hilal
sudah terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya masuk tanggal satu
bulan baru, tetapi jika hilal masih belum terlihat maka bulan yang sedang
berlangsung disempurnakan menjadi 30 puluh hari.7 Maka dari itu, penting
melakukan lokalisir kedudukan hilal secara cermat sebelum melakukan
rukyat, yakni dengan cara menentukan tinggi hilal, menentukan azimuth,
menentukan miringnya falak bulan dari ekliptika. Karena dengan ini, akan
dapat diketahui secara pasti kedudukan bulan tersebut, selanjutnya gerakan
bulan harian yang sejajar dengan equator juga ditentukan.8
Muhyiddin Khazin dalam bukunya ilmu falak dalam teori dan
praktik mendefinisikan rukyatulhilal sebagai suatu kegiatan atau usaha
melihat bulan sabit di langit (ufuk) sebelah barat sesaat setelah matahari
terbenam menjelang awal bulan baru, khususnya menjelang bulan
Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah untuk menentukan kapan bulan itu
dimulai.9 Dengan ini rukyatulhilal yang dimaksud adalah sebagai salah
satu usaha untuk menentukan awal bulan hijriah tertentu dengan tujuan
agar ibadah utama yang terdapat dibulan tersebut dapat terlaksana di waktu
5Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia Edisi Kedua,
(Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hal. 1515. 6Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Pondok
Krapyak: Multi Karya Grafika), hal. 1978. 7Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Pedoman Tehnik Rukyat, hal. 1. 8Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007, Almanak
Hisab Rukyat, (Jakarta: 2007), hal. 193. 9Watni Marpaung, Rukyatul Hilal Metode Menetukan Awal Bulan Qamariyah Menurut
ibadah mereka seperti: sholat, puasa, haji dan sebagainya dan juga
urusan dunia yang diperlukan. Allah menerangkan perhitungan waktu
itu dengan perhitungan bulan Qamariah, karena lebih mudah dari
perhitungan menurut peredaran matahari (Syamsiyah) dan lebih sesuai
dengan tingkat pengetahuan bangsa Arab pada zaman itu.12
Seperti terlihat diatas, jawaban yang diberikan ini tidak sesuai
dengan pertanyaan yang diajukan. Karena jawaban yang seharusnya
diberikan adalah bahwa bulan memantulkan sinar matahari ke bumi
melalui permukaannya yang tampak dan terang hingga terbitlah sabit.
Apabila pada paruh pertama bulan berada pada posisi diantara
matahari dan bumi, bulan itu menyusut yang berarti muncul bulan
sabit baru. Dan, apabila berada di arah berhadapan dengan matahari,
dimana bumi berada di tengah akan tampak bulan purnama. Kemudian
purnama itu kembali mengecil sedikit demi sedikit sampai ke paruh
kedua. Dengan demikian, sempurnalah satu bulan Qamariyah selama
29,5309 hari. Atas dasar ini, dapat ditentukan penanggalan Arab, sejak
munculnya bulan sabit hingga bulan tampak sempurna sinarnya. Bila
bulan sabit tampak seperti garis tipis di ufuk barat, kemudian
tenggelam beberapa detik setelah tenggelamnya matahari, ketika itu
terjadi rukyat terhadap bulan.13
Memang tidak salah bila Alquran menjawab pertanyaan mereka
dengan jawaban ilmiah, sebagaimana dijelaskan dalam astronomi,
yakni keadaan bulan seperti itu akibat peredaran bulan dan matahari
serta posisi masing-masing dalam memberi dan menerima cahaya
matahari. Tetapi, bila jawaban ini yang disampaikan, disamping
masalah yang lebih penting terungkap, penjelasan menyangkut
pertanyaan itu bukan merupakan bidang Alquran karena Alquran
adalah kitab hidayah bukan kitab ilmiah. Di samping itu, jawaban
ilmiah berdasar astronomi itu belum dapat terjangkau oleh para
12Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia, Alquran dan Tafsirnya, hal. 320. 13M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an Vol. 1,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 504.
16
penanya ketika itu. Demikian ayat ini mengajarkan agar tidak
menjawab persoalan yang tidak termasuk otoritas anda, tidak juga
memberi jawaban yang diduga keras tidak dimengerti oleh penanya,
sebagaimana ia mengajarkan agar mengarahkan penanya kepada
pertanyaan dan jawaban yang bermanfaat baginya, didunia dan
akhirat.14
2) Dasar Hukum dari As-Sunnah
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غب عليكم وعن أب هري رة قال: قال رسول الل
ة شعبان ثالثني ي وما )متفق عليه( فأكملوا عد
Dan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda:
“Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berharirayalah kalian
karena melihat dia. Kemudian jika awan menutupi kalian, maka
sempurnakanlah bilangan sya’ban itu 30 hari”. (HR Bukhari dan
Muslim).15
عن عبد هللا بن عمر رضي هللا عنها قال: س عت رسول هللا ي قول: أذا راي تموه فصوموا و
1. Arahkan sasaran teleskop tepat pada ufuk mar’i. Kemudian
periksalah angka pada display ➔ (VA = .....?), catatlah
angka itu dan gunakan untuk mengoreksi irtifa’ hilal hasil
hisab.
VA = berapa saja
HA = 00° 00’ 00”
20
2. Gerakkan teleskop ke atas-bawah, hingga display (VA)
menunjukkan angka tinggi (irtifa’) hilal setelah dilakukan
koreksian tadi.
3. Kemudian kuncilah dengan pengunci vertikal (vertical
clamp). Apabila angka pada display kurang tepat, maka
teleskop dapat digerakkan secara halus dengan Vertical
Tangent Clamp.
Dengan demikian, posisi hilal ketika matahari terbenam
sudah terbidik dengan theodolit, yaitu bila dilihat dari lubang
pengincar maka hilal berada dititik fokus lensa theodolit.
Gambar 2.2 Theodolit.
c. Kompas: adalah alat penunjuk arah mata angin. Sebaiknya dalam
penggunaan kompas harus dikoreksi dengan koreksian magnetik untuk
daerah tersebut. Daftar besaran koreksi tersebut dapat diperoleh dari
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika).
Gambar 2.3 Kompas.
21
d. Rubu’ mujayyab: suatu alat hitung yang berbentuk segiempat lingkaran
untuk hitungan goneometris. Alat ini sangat berguna untuk
memproyeksikan peredaran benda-benda langit pada bidang vertikal.
Saat pelaksanaan rukyatulhilal, rubu’ mujayyab digunakan untuk
mengukur sudut ketinggian hilal (irtifa’).23
Gambar 2.4 Rubu’ Mujayyab.
e. Gawang lokasi: semacam tiang-tiang yang dipancangkan yang berguna
mengarah dan menfokuskan pandangan kita pada saat tertentu. Alat
tersebut memiliki dua bagian yaitu:
1. Tiang pengincar: tiang yang berbahan baku besi dan mempunyai
tinggi sekitar satu sampai satu setengah meter dan diujung tiang
diberi lobang kecil untuk mengincar hilal.
2. Gawang lokasi: dua buah tiang tegak, juga terbuat dari besi
berongga dan memiliki ketinggian yang sama dengan tiang
teropong. Keduanya dihubungkan dengan mistar datar sepanjang
kurang lebih 15-20 sentimeter.24
23Muhammad Riyan, “Kelayakan Pantai Anyer Banten Sebagai Tempat Rukyat Al-Hilal”
(Skripsi S-1 Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo, 2014), hal. 20. 24Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 220.
22
Apabila rukyat menggunakan Gawang Lokasi, maka yang
sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:25
1. Kompas diletakkan di tempat yang datar serta bebas dari
pengaruh magnet.
2. Benang ditarik ke arah barat dan timur dengan melintas tepat
titik pusat kompas, kemudian dicari arah titik barat dan titik
timur, lebih lanjut dikoreksi dengan variasi kompas. Dengan
demikian, benang ini menggambarkan adanya garis lurus yang
mengarah ke titik barat dan titik timur sejati.
3. Menentukan sebuah titik di benang atau garis tersebut (no. 2)
bagian timur, misalnya dengan titik P.
4. Dari titik P (no. 3) diukur ke barat sepanjang ... meter (misalnya
3 meter); kemudian diberi titik B, sehingga terbuat garis PB.
5. Pada titik B (no. 4) ini dibuat garis tegak lurus ke utara dan atau
ke selatan sesuai arah terbenam hilal pada saat itu (besar sudut B
= 90°).
6. Pada garis (no. 5) ini, kemudian dari titik B diukur sepanjang
harga rumus 4 atau BG = tan AHT x PB
Ingat: Langkah no. 4, garis PB berapa meter.
7. Ujung hasil ukur (no. 6) diberi titik G, sehingga terbuatlah garis
BG
8. Di titik G inilah diletakkan tiang Gawang Lokasi yang sudah
dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan tiang lubang pengincar
diletakkan di titik P.
9. (Usahakan betul-betul tegak, jangan sampai miring. Untuk itu
gunakan lot atau bandul atau pendulum!).
10. Lubang pengincar disetel sedemikian rupa (naik-turun) sesuai
ketinggian mata orang yang akan melakukan pengincaran.
25Muhyiddin Khazir, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, hal. 178.
23
11. Gawang lokasi disetel pula (naik-turun) pula hingga antara
lubang pengincar, sisi bawah Gawang Lokasi, dan ufuk tepat
pada satu garis lurus.
12. Sisi Atas Gawang Lokasi (SAG) disetel (naik-turun) setinggi
harga rumus 3 atau SAG = (PP : cos AHM) x tan H
Gambar 2.5 Gawang Lokasi.
Dengan demikian, posisi hilal sesaat setelah matahari
terbenam sudah terlokalisir, yaitu bila dilihat dari lubang pengincar
maka hilal itu berada di dalam gawang lokasi.26
f. Tongkat istiwa (bencet): tongkat yang ditancapkan dengan posisi tegak
lurus pada bidang datar dan diposisikan di tempat terbuka sehingga
mendapatkan cahaya matahari secara bebas.27
26Muhyiddin Khazir, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, hal. 180. 27Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 225.
24
Gambar 2.6 Tongkat Istiwa.
g. Teropong.28
Penggunaan alat lensa seperti teropong dan binokular dirasa kurang
efektif dibanding penggunaan alat-alat yang lain. Oleh karena itu alat yang
sedang dikembangkan adalah dengan memakai metode gawang lokasi
dengan menggunakan data dari almanak-almanak astronomi internasional
seperti Almanak Nautika dan American Ephemeris. Dengan menggunakan
metode tersebut dan data astronomis yang akurat, perukyat akan mudah
mengarahkan pandangannya ke posisi hilal.29
Gambar 2.7 Teropong.
28Drs. H. Wahyu Widiana, MA, “Pelaksanaan Rukyatulhilal di Indonesia” dalam
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Direktorat Pembinaan Peradilan
Sebelum pelaksanaan rukyat tiba, ada beberapa persiapan yang
harus dilaksanakan dengan baik, diantaranya:
a. Menyusun tim rukyat yang terdiri dari Departemen Agama (Pusat,
Provinsi, Kabupaten/Kota), Ormas Islam, Tokoh Agama30, Ahli Hisab,
Orang yang memiliki keterampilan rukyat, dll atau dapat juga sebuah
tim dari suatu organisasi masyarakat dengan koordinasi unsur-unsur
tersebut.31
b. Sarana Rukyat
Usaha yang dilakukan perukyat untuk mendapatkan hasil sempurna
terhadap objek pengamatan salah satunya ialah menggunkan teropong.
Ada tiga fungsi utama yang dimiliki teropong, pertama: meningkatkan
kejelasan cahaya objek pengamatan; kedua: objek terlihat lebih detail
dan sempurna dibanding dengan pengihatan secara mata telanjang;
ketiga: membuat objek tampak lebih besar.
Selain menggunakan teropong, ternyata banyak sarana dan prasana
penunjang lainnya seperti jam. Jam disini fungsinya adalah untuk
mengecek saat matahari terbenam dan untuk memberi tahu berapa lama
pengamat dapat mencari objek sasaran itu sebelum terbenam. Prasarana
yang lain adalah data ephemeris tentang matahari dan bulan. Data ini
digunakan untuk menyebutkan ketinggian dan azimuth bulan maupun
azimuth matahari agar dapat diketahui bulan berada disebelah utara atau
disebelah selatannya.
c. Penentuan Lokasi
Dalam hal penentuan lokasi, perukyat disarankan untuk mencari
lokasi di gedung-gedung yang tinggi, menara atau puncak bukit. Bisa
juga mencari tempat di dataran rendah, ditepi pantai asalkan terbuka
sampai ufuk barat kelihatan. Bahkan perukyat harus peka terhadap
30A. Jamil, Ilmu Falak (Teori & Aplikasi) Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun
(Hisab Kontemporer), (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009), hal. 154. 31Muhyiddin Khazir, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, hal. 175.
26
cuaca yang sedang terjadi ketika pelaksanaan rukyat, agar langit tidak
tertutup oleh mendung awan.
d. Mencocokkan Jam
Jam yang kita gunakan untuk rukyatulhilal harus dicocokkan
dengan waktu GMT, maka dari itu kita harus mendengarkan siaran
radio yang biasa menyiarkan waktu. Dalam hal ini, kita harus
memahami koreksi waktu dari GMT ke waktu sipil atau waktu wilayah
dimana kita berada.
Untuk keperluan rukyat pada prinsipnya penunjukkan waktu yang
dapat menunjukkkan jam dan menit, tetapi lebih baik menggunakan
khronometer yang secara akurat dapat menujukkan waktu sampai detik
dan bagian yang lebih kecil lagi.
e. Penentuan Arah Geografis
Azimuth biasanya ditentukan dari arah utara atau selatan sejajar
dengan horizon, sampai pada posisi benda langit itu. Pengukurannya
sesuai dengan putaran arah jarum jam. Sehubungan dengan penentuan
azimuth itu, maka pada setiap lokasi pengamatan kedua arah tadi harus
diketahui dengan pasti. Dalam hal ini, lebih baik menggunakan alat
bantu jarum magnet kompas karena dirasa paling mudah dalam
pengaplikasiannya.32
f. Melihat Hilal33
1. Mencatat waktu terbenamnya matahari mulai dari saat matahari
belum terbenam sampai tepat pada saat bagian piringan atas
matahari terbenam.
2. Mengamati bulan pada daerah perkiraan letak bulan.
3. Mencatat waktu ketika terlihat hilal dengan teliti, dan juga catat
tinggi hilal dan azimuthnya.
32Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Pedoman Tehnik Rukyat, hal. 17. 33Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,
Almanak Hisab Rukyat, hal. 204.
27
g. Membuat laporan rukyat untuk disampaikan kepada Pemerintah cq.
Departemen Agama yang akan diteruskan kepada Pemerintah Pusat.
Laporan ini yang akan dijadikan bahan pertimbangan oleh dewan Isbat
dalam menentukan awal bulan.34
Ada dua macam prosedur yang harus dilaksanakan dalam
penyampaian laporan hasil rukyat, yaitu:
1. Prosedur Struktural yakni laporan bulanan dan tahunan yang
disampaikan oleh Pengadilan Agama kepada Pengadilan Tinggi
Agama dan kepada Ditbinbapera Islam, yang berisikan tentang
kegiatan rukyat yang sudah dilaksanakan oleh seluruh
Pengadilan Agama yang ada di wilayah juridiksinya.
2. Prosedur non struktur yakni laporan yang disampaikan secara
langsung ke Pusat, baik oleh Pengadilan Agama, Pengadilan
Tinggi Agama atau petugas lainnya di luar laporan bulanan
atau tahunan seperti yang sudah dipaparkan diatas. Ada dua
macam laporan yang disampaikan dengan cara non struktural,
yang pertama adalah laporan lisan untuk kepentingan
penentuan awal bulan Ramadan atau Syawal. Dan yang kedua
adalan laporan tulisan untuk kepentingan teknis hisab rukyat.35
Selain persiapan yang telah tersebut diatas diperhatikan ada hal
lain yang sebaiknya kita perhatikan juga, yakni permasalahan-
permasalahan rukyatulhilal yang akan dipaparkan di bab selanjutnya.
D. Problematika Rukyatulhilal Dalam Penentuan Awal Bulan Qamariah
Sebelum ilmu astronomi ini berkembang, visabilitas hilal menjadi
sangat penting dalam penentuan awal bulan hijriah. Teknik melihat hilal
secara visual inilah yang dinamakan rukyat sebagai penginterpretasian dari
hadis Rasulullah. Padahal akan banyak masalah yang menghambat dalam
proses pelaksanaan rukyat tersebut, diantaranya:
34A. Jamil, Ilmu Falak (Teori & Aplikasi) Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun
(Hisab Kontemporer), hal. 154. 35Departemen Agama RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Pedoman Tehnik Rukyat, hal. 45.
28
1. Faktor Alam
a. Kualitas mata pengamat;
Sebagai alat penginderaan manusia, mata memiliki beberapa
kemampuan dari segi visual, sehingga mata dapat menerima informasi
dari lingkungan dengan cara melihat. Beberapa kemampuan mata
adalah sebagai berikut:
1) Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses pemfokusan dan
penyesuaian lingkungan lensa mata, yang dilakukan dengan
menggunakan otot getar di sekitar lensa mata. Kemampuan ini
digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap objek yang dilihatnya.
Secara fisis proses akomodasi ini dapat dilihat dari keadaan
menebal atau menipisnya lensa mata.
Lebih mudahnya, dalam pengambilan gambar oleh kamera
DSLR, sering kita menjumpai hasil foto yang mempunyai titik
fokus hanya pada satu objek, dan objek yang lain disekitarnya
menjadi blur atau samar terlihat. Proses untuk mencari fokus itulah
yang dimaksud dengan daya akomodasi. Saat rukyatulhilal, salah
satu proses penting yang perlu dilakukan oleh mata adalah fokus
pada titik dimana hilal berada, tentunya mata yang mempunyai
fungsi akomodasi yang kurang, akan kesulitan untuk mendapatkan
fokus hilal tersebut.
2) Ketajaman pandangan
Ketajaman pandangan adalah kemampuan mata untuk
membedakan secara cermat (objek dan latar belakangnya), yang
sangat bergantung pada kemampuan akomodasi mata.
Ketajaman pandangan terdiri atas perbedaan persepsi atau
jarak. Pada umumnya ketajaman pandangan bertepatan dengan
kekuatan memecahkan suatu visual yang dihadapi oleh sistem
optik. Untuk akomodasi mata lebih umum daripada ketajaman
pandangan, akomodasi mata lebih kepada cepat lambatnya atau
29
proses yang dilakukan mata untuk memperoleh fokus suatu objek,
sementara ketajaman mata lebih kepada rentang fokus yang dapat
diproses oleh mata.
Ketajaman pandangan ini yang biasanya digunakan untuk
menentukan penggunaan kacamata, dalam dunia klinik lebih
dikenal dengan istilah visus. Tapi bagi seorang ahli fisika
ketajaman pandangan ini biasanya disebut resolusi mata.
3) Kepekaan terhadap kontras (Contras Censitivity)
Kontras merupakan tingkatan terang gelapnya suatu objek
dibandingkan dengan latarnya. Ambang batas kontras adalah
jumlah kontras minimal yang dibutuhkan untuk membedakan objek
dengan latarnya. Sensitivitas kontras merupakan kebalikan dari
ambang batas kontras yaitu kemampuan mata untuk mendeteksi
perubahan cahaya yang minimal dalam mendeteksi suatu objek
dengan berbagai frekuensi spasial dan atau berbagai tingkat
kontras.
Ukuran suatu objek pun akan mempengaruhi berapa banyak
kontras yang dibutuhkan untuk membedakan objek tersebut
terhadap latarnya. Jika pembahasan ini ditarik dalam praktek
rukyatulhilal, maka jumlah kontras hilal yang minimum terhadap
latar belakang senja, akan bisa dilihat oleh orang yang mempunyai
tingkat sensitivitas kontras yang baik (tinggi).
4) Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan mata untuk dapat
menyesuaikan diri pada kondisi pencahayaan sumber informasi.
Kemampuan ini disebabkan oleh fungsi sel-sel fotoreseptor yang
ada pada retina, yaitu sel-sel antena dan sel-sel kerucut. Sel antena
berfungsi pada kondisi pencahayaan rendah. Sedangkan sel kerucut
berfungsi pada kondisi pencahayaan tinggi.
Pada tingkat perubahan cahaya yang mendadak, daerah
pupil pada matalah yang pertama kali berubah sekitar 0,25. Daerah
30
tersebut dapat berubah dengan suatu faktor sebesar 1:16. Proses
yang terjadi kemudian kira-kira berlangsung dari 20 sampai 30
menit dari cahaya terang sampai kondisi gelap (adaptasi gelap).
Adaptasi dari gelap ke terang biasanya berlangsung tidak lebih dari
3-2 menit (adaptasi terang). Pengaruh dari terangnya suatu objek
tergantung pada keadaan penerima dari mata. Jika daerah
penglihatan mengandung suatu cahaya yang sangat terang, mata
akan cenderung untuk menerimanya dan mengurangi kepekaannya
sampai ke wilayah yang lebih gelap. Penerangan dari suatu objek
tergantung dari suasana terang yang ada disekelilingnya, dimana
mata dapat menerima suasana tersebut.
Dalam pengamatan bintang saat malam hari contohnya,
jangan mengharapkan angkasa langsung bersinar terang, berikanlah
waktu secukupnya agar mata dapat menyesuaikan diri dalam
kegelapan. Hal ini kemudian yang dikenal dengan istilah adaptasi
mata, hal ini terjadi karena adanya perubahan fisis pada mata. Saat
di kegelapan, pupil mata mula-mula akan membuka sebesar
mungkin hingga sekitar 6,35 mm. selanjutnya cairan yang disebut
visual purple mengalir ke retina dan membuatnya lebih sensitif dari
pada di siang hari.36
b. Kondisi Psikologis perukyat
Proses interpretasi yang direkam oleh otak dalam pelaksanaan
rukyatulhilal ini merupakan proses mental yang merupakan proses
kognitif (yaitu proses pemahaman dengan membandingkan apa yang
tergambar dalam center of vision dengan apa yang telah direkam dalam
memori) ini banyak sekali yang dipengaruhi oleh kejiwaan perukyat.
Bila perukyat tidak konsentrasi, semuanya akan mempengaruhi
36Muhammad Faishol Amin, Ketajaman Mata Dalam Kriteria Visibilitas Hilal, Jurnal
Astronomi dan Ilmu-Ilmu Berkaitan Vol. 3 No. 2 tahun 2017, hal. 30.
31
keputusannya dalam menentukan apakah benda yang dilihatnya betul-
betul hilal yang sedang diamanatkan kepadanya untuk diamati.37
c. Tempat Observasi
Sebaiknya tempat yang digunakan untuk rukyatulhilal adalah
tempat yang bebas pandangan ke arah barat dan mempunyai azimuth
240° s/d 300°.38
d. Ketinggian hilal dan matahari
Kriteria Danjon adalah syarat minimum jarak Matahari dan
Bulan. Kriteria ini pada dasarnya dipersyaratkan untuk menghindari
suatu kondisi apabila bulan dan matahari terlalu dekat. Jarak tersebut
meliputi jarak azimuth relatif dan jarak ketinggian minimum yang
bervariasi antara 2°, 4°, 5°, dan 7° atau kombinasi diantara keduanya.
Kriteria Ilyas menyebutkan bahwa ketinggian minimum adalah 5°,
namun Departemen Agama RI menggunakan ketinggian minimum 4°.39
e. Jarak antara Bulan dan Matahari (bila terlalu dekat, meskipun
matahari sudah terbenam, berkas sinarnya masih menyilaukan
sehingga sulit mendeteksi terlihatnya hilal);
f. Jauhnya jarak hilal (bulan) dari permukaan bumi (mencapai sekitar
40.000 kilometer), sementara bulan hanya mengisi sudut sekitar 2
½ derajat yang berarti hanya mengisi 1/80 sudut pandang mata
manusia tanpa menggunakan alat. Ini berarti hilal hanya mengisi
sekitar 1,25 % dari pandangan, oleh sebab itu pengaruh benda
sekitar yang mengisi 98,75 % sangatlah besar.
g. Hilal hadir hanya sebentar saja (sekitar 15 menit s.d. 1 jam),
padahal pandangan mata sering terhalang oleh awan yang banyak
terdapat di negara tropis dan basah karena banyaknya lautan seperti
Indonesia. Karena lembabnya permukaan lautan maupun daratan
didekatnya maka hasil penguapannya membentuk awan yang
37Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat & Hisab, hal. 98. 38Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Tahun 2007,