Page 1
PRESENTASI KASUS
DIABETES MELLITUS TIPE II, NEUROPATI DIABETIK, HIPERTENSI GRADE I
PADA PEREMPUAN LANSIA DENGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI RENDAH
SERTA TINGKAT PENGETAHUAN RENDAH TENTANG PENYAKITNYA DAN
KEKHAWATIRAN AKAN KOMPLIKASI PENYAKITNYA DALAM RUMAH
TANGGA YANG TIDAK BERPERILAKU HIDUP SEHAT
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan KlinikdiBagianIlmuKedokteranKeluargaPuskesmasKotagede I
Disusunoleh:
YULIANTI S. AREY
20090310141
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
Page 2
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
DIABETES MELLITUS TIPE II, NEUROPATI DIABETIK, HIPERTENSI GRADE I
PADA PEREMPUAN LANSIA DENGAN TINGKAT SOSIAL EKONOMI RENDAH
SERTA TINGKAT PENGETAHUAN RENDAH TENTANG PENYAKITNYA DAN
KEKHAWATIRAN AKAN KOMPLIKASI PENYAKITNYA DALAM RUMAH
TANGGA YANG TIDAK BERPERILAKU HIDUP SEHAT
Disusun oleh:
Yulianti S. Arey
20090310141
Hari/Tanggal: 19 Maret 2015Tempat: Puskesmas Kotagede II
Dokter Pembimbing Fakultas Dokter Pembimbing Puskesmas
dr. Denny Anggoro Prakoso, M.Kes dr. Liza Dwipantari A.
Mengetahui,KepalaPuskesmas Kotagede I
Drg. Arief Haritono, M.Kes
i
Page 3
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telahmelimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
presentasikasus ini dengan judul “Diabetes mellitus tipe ii, neuropati diabetik,
hipertensi grade I pada perempuan lansia dengan tingkat sosial ekonomi
rendah serta tingkat pengetahuan rendah tentang penyakitnya dan
kekhawatiran akan komplikasi penyakitnya dalam rumah tangga yang tidak
berperilaku hidup sehat”.Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian
syarat untukmenyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kedokteran Keluarga di
PuskesmasKotagede I.
Penulismenyadariselesainyapenyusunanlaporaninitidaklepasdaribantuanberbagai
pihak, untukitupenulismenyampaikanucapanterimakasihkepada:
1. Drg. Arief Hartono, M. Kes, selakuKepalaPuskesmasKotagede I
2. dr. Denny Anggoro Prakoso, M. Kes, selakudosenpembimbingprofesi
3. dr. Liza, dr. Evadr. Ida Novirawati, dr. Chandra
selakudokterpembimbingpuskesmas
4. SeluruhstafdankaryawanPuskesmasKotagede I
5. Semuapihak yang telahmendukungpenulisanlaporanini
Dalampenulisanlaporaninipenulismasihmemilikibanyakkekurangan.Kritikdan
saran sangatdiharapkanuntukmenyempurnakanlaporanini.
Yogyakarta, Maret 2015
Penyusun,
Yulianti S. Arey
2
Page 4
BAB I
LAPORAN KASUS
1. Identitas
Nama : Ny. Watijah
Usia : 63 Tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Modalan RT1 RW46 Modalan Banguntapan Bantul
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan Terakhir : Tamatan SMA
Kunjungan Puskesmas : 12 Maret 2015
Kunjungan Rumah : 15 Maret dan 16 Maret 2015
Jaminan kessehatan : Umum
2. Anamnesis
1. Keluhan utama: Kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke poliklinik lansia Puskesmas Kotagede Idiantar keluarga,
pasien mengeluh ujung jari kaki tanan terasa kesemutan sejak 1 bulan
yang lalu, keluhan kesemutan disertai dengan rasa dingin pada tangan dan
kaki. Awalnya keluhan terasa kumatan-kumatan dan berlangsung selama 2
minggu, keluhan irasa makin lama semakin memburuk 1 minggu
terakhir.Pasien merasa terganggu dengan keluhan tersebut namun pasien
masih dapat melakukan aktivitas.Pasien juga mengeluh badan sering
3
Page 5
pegal, lemas dan gampang lelah, mudah lapar, sering kencing, dan berat
badan turun drastic dalam 1 bulan terkahir. Selain itu pasien juga
mengeluh pusing,disertai dengan mual. Pasien mengatakan akhir- akhir ini
mengalami sulit tidur, dan sering terbangun saat malam untuk kencing,
Pasien mengaku keluhan tersebut belum pernah diobati.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit gula pertama kali saat 1 minggu terkahit periksa ke
puskesmas, riwayat asma (-), riwayat penyakit jantung (-), riwayat
penyakit ginjal (-), riwayat alergi (-), riwayat stroke (-).
4. Riwayat Penyakti Keluarga
Riwayat hipertensi: (+) sejak 1 minggu saat control ke-2, pada ayah dan
kakak.
Riwayat penyakit jantung: (+) ayah, kakak laki dan kakak perempuan
Riwayat Diabetes mellitus: (+) dua orang kakak
Riwayat asma dan alergi: disangkal
5. Riwayat Personal Sosial Lingkungan
Pendidikan
Pasien merupakan tamatan SMA, tidak pernah tinggal kelas dan tidak
pernah bermasalah selama menempuh pendidikan sekolahnya, namun
tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnyakarena ingin bekerja.
Pekerjaan
Pasien dulu bekerja sebagai seorang penjahit baju, namun berhenti saat
ibu pasien sakit, kemudian pasien bekerja di pasar membantu ayah dan
ibu berjualan sayuran.Saat ini pasien hanya sebagai seorang ibu rumah
tangga terkadang pasien membantu anak dan menantunya usaha ikan
hias yang baru dirintis.Penghasilan 150.000-500.000 per bulan dan
dirasa sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Perkawinan dan Keluarga
4
Page 6
Pasien menikah tahun 1986di usia34 tahun dan dikaruniai 1 orang
anak. Hubungan/komunikasi pasien dengan seluruh anggota baik dan
harmonis.
Sosialisasi
Pasien menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar, bergaul
dantidak menutup diri dari aktivitas masyarakat.
Gaya Hidup
Pasien memiliki kebiasaan makan manis dan minum teh manis 3-5
gelas setiap hari, pasien juga memiliki kebiasaan ngemil gula jawa
hampir setiap hari. Namun, pasien sudah berhenti dengan kebiasaaan
tersebut sejak mengetahui tentang penyakitnya.Pasien bangun jam 5
pagi, sholat shubuh, ke pasar, memasak, sarapan, bermain dengan
cucu, terkadang pasien tidur siang, makan siang kemudian sholat
dhuhur. Pasien tidak pernah mengsmsi alcohol dan merokok.Pasien
tidak pernah berolahraga, hanya berjalan disekitar rumah dan ke
pasar.Sejak pasien mengetahui penyebab dari penyakitnya, pasien
mulai berhenti mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis dan
rutin makan nasi jagung. Pasien tidur malam jam 22.00 atau jam 23.00
malam.
Pengobatan
Pasien rutin minum obat diabetes satu minggu terakhir.
1. Review Anamnesis Sistem:
Sistem indera : tidak ada keluhan
Sistem pernapasan : tidak ada keluhan.
Sistem peredaran darah dan jantung : kesemutan (+).
Sistem pencernaan : tidak ada keluhan.
Sistem saluran kencing dan kelamin : sering BAK (+)
Sistem tulang dan otot :badan lemas dan pegal-pegal
5
Page 7
Sistem persarafan : terasa pusing, kesemutan .
3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital Signs
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 88x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Suhu badan : 36,7°C
Pernapasan : 22x/menit
4. Antropometri
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 65 kg
Indeks Massa Tubuh: 28,88
5. Status Gizi : Gemuk
6. Kepala
Bentuk kepala : Mesosefal
Rambut : Lurus, warna putih, distribusitidak merata
7. Mata
Palpebra : Edema (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Kornea : Arcus senilis (+/+)
Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
Lensa : Jernih (+/+)
Visus :OD = 5/60, OS =5/60
Pemeriksaan oftalmoskopi: Tidak dilakukan
8. Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), serumen (-/-)
6
Page 8
Pemeriksaan otoskopi : tidak dilakukan
Tes fungsi pendengaran : tidak dilakukan
9. Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-/-)
10. Mulut : Faring hiperemis (-), caries gigi (-), gigi berlubang (-)
Stomatitis (-)
11. Leher
Kelenjar tiroid : Tidak membesar, nyeri (-)
Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)
Retraksi suprasternal : (-)
JVP : Tidak meningkat
12. Pulmo:
Anterior
Inspeksi: simetris, ketertinggalan gerak (-), deformitas (-), retraksi (-)
Palpasi: simetris, ketertinggalan gerak (-), vokal fremitus ka=ki
Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Posterior
Inspeksi: simetris, ketertinggalan gerak (-), deformitas (-), retraksi (-)
Palpasi: simetris, ketertinggalan gerak (-), vokal fremitus ka=ki
Perkusi: sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
13. Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula
sinistra,
tidak kuat angkat.
Perkusi : Batas jantung
7
Page 9
Kanan atas: SIC II linea parasternalis dextra.
Kiri atas: SIC II linea parasternalis sinistra.
Kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra.
Kiri bawah: SIC V linea midclavicula sinistra.
Auskultasi: S1-S2 reguler, bising jantung (-)
10 Pemeriksaan Abdomen:
Inspeksi : bentuk datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, defans muskular (-), nyeri tekan (-), hepar lien tak
teraba, massa (-), ascites (-)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut
Tabel 1Pemeriksaan ekstrimitas
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan
Tonus
Trofi
Edema
Akral
Nyeri
Pembengkakan sendi
Kekuatan
Tremor
Luka
Tofus
Pale
Pulsatil
Bebas
Normal
Eutrofi
-
Dingin
-
-
+5
-
-
-
-
Normal
Bebas
Normal
Eutrofi
-
dingin
-
-
+5
-
-
-
-
Normal
Bebas
Normal
Eutrofi
-
Dingin
-
-
+5
-
-
-
-
Normal
Bebas
Normal
Eutrofi
-
Dingin
-
-
+5
-
-
-
-
Normal
8
Page 10
Nadi Reguler Reguler Reguler Reguler
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
12 Maret 2015
− Kolesterol total : 110 mg/dl
− HDL : 31 mg/dl
− LDL : 127 mg/dl
− TG : 160
− Asam urat : 3,1 mg/dl
13Maret 2015
− Gula darah puasa : 280 mg/dl
− Gula darah post prandial: 300 mg/dl
− Kolesterol total : 75 mg/dl
− TG : 131 mg/dl
− Asam urat : 3,8 mg/dl
2. Usulan pemeriksaan penunjang: laborat lengkap, fungsi ginjal (ureum,
kreatinin), Pemeriksaan profil lipid, EKG (rekam jantung), konsultasi gizi.
5. Diagnosis Banding
− Diabetes mellitus
− Neuropati diabetic
− Hipertensi grade I
6. Diagnosis Kerja
Diabetes tipe 2, neuropati diabetikum denggan hipertensi grade I.
9
Page 11
7. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
R/ Amlodipin tablet 5mg No X
S/ 1 dd tab 1
R/ glimiperid tablet 2 mg No X
S/ 1-0-0
R/ metformin500 mg No X
S/ 1-0-0
2. Non farmakologis
Edukasi pasien tentang :
Pengertian, faktor resiko, tanda dan gejala, komplikasi serta pengelolaan
DM, hipertensiyang diderita pasien.
Pentingnya modifikasi gaya hidup dalam pengelolaan penyakit pasien
Pentingnya penurunan berat badan
10
Page 12
BAB II
ANALISIS KASUS
Diagnosa kerja pada pasien ini adalah diabetes mellitus tipe 2, neuropati
diabetikum dengan hipertensi grade I. Diagnosis ini diperoleh berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang mengarah pada
tanda dan gejala penyakit tersebut.
Illness adalah keadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang diperoleh
dari penyakit tersebut (bersifat subyeksif).Illness terdiri atas beberapa komponen
yaitu ide (pemahaman terhadap penyakit), efek terhadap fungsi (akibat penyakit
yang dirasakan pasien pada fungsi hidupnya seperti pergaulan, pekerjaan, dll),
perasaan, dan harapan.Berikut adalah komponen illness dan hasil yang diperoleh
dari pasien terhadap penyakitnya.
Tabel .Komponen illnes
No. KomponenIlness Pasien
1 Ide
Menurut pasien, sakit yag dideritanya karena efek
dari mengkonsumsi makanan dan minuman yang
manis setiap hari, pasien tidak mengetahui gejala,
faktor resiko, dan komplikasi dari penyakitnya.
Pasien
2 Efek terhadap fungsi
Semenjak didiagnosis DM, pasien merasa
aktivitasnya menjadi terbatas karena keluhan yang
sering kambuh saat pasien bekerja.
3 Perasaan Pasien merasa sedih dan khawatir sejak mengetahui
penyakitnya. Pasien merasa khwatir akan
merepotkan suami dan anak, karena pengobatan
rutin yang akan mengahbiskan banyak biaya, karena
pasien belum punya jaminan kesehatan. Pasien
merasa takut jika terjadi komplikasi yang buruk dan
11
Page 13
bisa menyebabkan kematian. pasienpasrah dan
menerima segala keadaan terkait penyakit pasien,
dan sebisa mungkin mengkuti apa yang disarankan
dokter
4 Harapan
Pasien berharap dengan rutin minum obat dan
kontrol gula darah, keluhan yang diderita dapat
membaik sehingga dapat menjalankan aktivitas
sehari- hari dengan lebih leluasa
1. Analisis Kunjungan Rumah
Berikut adalah hasi analisis kunjungan rumah yang telah dilakukan sebanyak
duakali pada tanggal 18 maret 2015:
1. Kondisi pasien
Kunjungan rumah pertama dilakukan pada tanggal 18 maret 2015, pukul
14.00-16.00 WIB. Kondisi pasien tampak baik, sadar penuh meskipun
keluhan kesemutan dan badan lemas masih terasa. Pasien terbuka
menceritakan keadaan diri dan keluarganya. Pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah darah 150/90mmHg, nadi 88x/menit, frekuensi pernapasan
22x/menit, dan suhu 36,7°C.
2. Pekerjaan
Pasien berumur 63 tahun dengan pekerjaan sehari-hari sebagaiibu rumah
tangga, Pasien tinggal bersama suami yang jbekeja sebagai buruh bangunan,
dan anak perempuan, menantu dan satu oang cucu.Kebutuhan keluarga
dipenuhi dari suami dan menantu. Penghasilan dari tiap bulan rata-rata Rp
150.00-400.000,- dan dirasa pasien sangat kurang untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari.
12
Page 14
3. Keadaan rumah
a. Lokasi rumah
Rumah terletak di lingkungan padat penduduk, beralamat Jl. Modalan. no
Rt 01 Rw 46 RW 5banguntapan, bantul, Yogyakarta.
b. Kepemilikan
Rumah milik pribadi.
c. Kondisi rumah
Rumah tergolong bangunan permanen dengan dinding bata, lantai semen,
atap genteng,ventilasi cukup baikdengan luas bangunan ±50 m2 .
Penghuni berjumlah 5 orang.
d. Ruang rumah
Rumah terdiri dari satu ruang depan yang berfungsi menjadi ruang tamu
sekaligus ruang keluarga, satu ruang tengah sebagai ruang untuk
menempatkan perabotan, 2 ruang tidur, satu dapur, dan satu kamar mandi.
Gambar 1Peta rumah pasien
Skala 1 : 100Skala 1 : 100
13
Keterangan:
A. Ruang tamuB. Ruang tengahC. DapurD. Kamar mandiE. Kamar tidurF. Halaman belakang
(kandang,kolam)
Gambar 2Denah ruang rumah pasien
U
15 m
7,5m
A
B
C
U
D
F
Page 15
e. Pencahayaan
Terdapat jendela dan ventilasi di ruang tamu, kamar tidur. Kamar mandi dan
dapur memiliki ventilasi tanpa jendela. Cahaya matahari yang masuk ke
dalam ruangan terkesan kurang, pencahayaan lampu listrik cukup.
f. Kebersihan:
Ruang tamu, dapur, kamar mandi dan ruang tidur kotor berdebu. Ruang
tengah banyak barang-barang berserakan seperti baju, kertas, bantal, kasur dan
perabotan dan agak berdebu.
g. Kepemilikian barang
Dalam rumah pasien terdapat satu buah tv21 inchi, 1 buah kasur busa, satu
buah kasur kapuk, satu buah meja, tiga buah kursi sofa, satu akuariumdi ruang
tengah. 1 buah lemari pakaian kayudi ruang tengah.Satu buah kompor gas,
perlengkapan masak di dapur.Satu buah baskom penampungan air di kamar
mandi.
h. Sanitasi dasar:
Sumber air bersih
Sumber air yang digunakan untuk minum, mandi dan mencuci berasal
dari air sumur pompa air. Secara fisik air tidak berwarna, tidak berasa dan
tidak berbau.
Jamban keluarga
Pasien memiliki jamban keluarga dirumahnya berupa satu WC
duduk.Kondisi jamban mudah dibersihkan, lokasinya terletak luar rumah.
Saluran pembuangan air limbah (SPAL)
Air bekas cuci disalurkan melalui saluran menuju selokan yang berada di
samping rumah.Saluran pembuangan lancar.Septic tank berada dibagian
belakang rumah.
Tempat sampah
14
Page 16
Sampah hanya diletakkan dalam plastik depan halaman rumah, setiap
pagi hari sampah diantar ke ke tempat pembuangan sampah.
i. Halaman
Terdapat halaman depan dan belakang rumah yang relatif luas. Halaman
depan tidak berpagar dan terdapat 2 pohon besar, sedangkan halaman
belakang digunakan sebagai kolam ikan hias, kandang kambing.
2. Perangkat Penilaian Keluarga
Berikut adalah perangkat penilaian keluarga yang terdiri atas family
genogram; family map; bentuk keluarga; family life cycle; family life line;
family APGAR; family SCREEM; indikator rumah sehat; identifikasi
pengetahuan, sikap, dan perilaku; dan identifikasi lingkungan hidup keluarga.
1. Genogram
Anggota keluarga yang berada dalam satu rumah yaitu:
Tabel 2Anggota Keluarga
Nama Kedudukan L/P Umur (tahun) Pendidikan Pekerjaan
Tn. S Suami L 55 SMP Wiraswasta
Ny. W Istri P 63 SMA IRT
Ny. M Anak ke 1 P 27 PT Wiraswasta
Tn. A Menantu L 29 SMA Wiraswasta
An. N Cucu L 1 - -
15
Page 17
2. Family Map
Keterangan:
o A : Functional
o Q : Dysfunctional
o : Clearbut negotiable
boundaries
3. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga pasien adalah keluarga inti (nuclear family)
4. Family Life Cycle
16
Gambar 3 Genogram Keluarga Tn. S
Gambar 4 Family map Keluarga Tn. S
Page 18
o Menurut Duval (1967)
Tahap 8 :aging family members
o Menurut Howell (1975)
Tahap V :Fase Penciutan (phase of contraction)
5. Family APGAR
Tabel 3Family APGAR
Komponen Indikator
Hampir
Tidak
Pernah
Kadang-
kadang
Ham-
pir
Selalu
Adaptation
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing-masing anggota keluarga sudah
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya
Partnership
Saya puas dengan keluarga saya karena
dapat membantu memberikan solusi
terhadap permasalahan yang saya
hadapi
Growth
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki
AffectionSaya puas dengan kehangatan/kasih
sayang yang diberikan keluarga saya
Resolve
Saya puas dengan waktu yang
disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
TOTAL SKOR 0 0 10
17
Page 19
Klasifikasi: Fungsi Keluarga Sehat (8 – 10)
Keterangan klasifikasi APGAR:
o 8 – 10 : Fungsi keluarga sehat
o 4 – 7 : Fungsi keluarga kurang sehat
o 0 – 3 : Fungsi keluarga sakit
6. Family SCREEM
Tabel 4Family SCREEM
Komponen Sumber Daya Patologis
Social
Hidup bermasyarakat dengan
lingkungan sekitar baik, keluarga
harmonis
—
Cultural
Adaptasi baik dengan lingkungan
sekitar, tidak percaya dengan mitor atau
penyakit akibat diguna-guna
—
Religious
Taat beribadah, menjalankan sholat 5
waktu dan mengikutikegiatan
keagamaan di masyarakat
—
Economic
Pemasukan hanya dari
suami dan menantu, tidak
ada pemasukan lain
EducationPendidikan terakhir pasien sampai
dengan SMA
Pendidikan sampai SD
Pasien kurang
memahami penyakit-
penyakit yang
dideritanya, dan hanya
mengandalkan obat
serta istirahat
Medical Jarak puskesmas dan rumah Selama ini pasien belum
18
Page 20
tergolong dekat.memiliki jaminan
kesehatan
7. Family Life Line
Tabel 5Family Life Line
Year Age Life Event/Crisis Severity of Illness
1959 10 Ayah pasien meninggal karena penyakit saluran
kemih
Stressor psikologis
1961 12 Pasien tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat
lebih lanjut krna masalah ekonomi
Stressor psikologis
1962 13 Ibu pasien meninggal karena ca paru Stressor psikologis
1978 29 Kakak pasien meninggal karena sakit jantung
1999 50 Gempa jogja, rumah hancur Stressor psikologis
2015 63 Didiganosis diabetes mellitus Stressor psikologis
8. Indikator Rumah Sehat
Tabel 6Indikator Rumah Sehat
NO KOMPONEN RUMAH YG KRITERIA NILAI BOBOT DINILAI I KOMPONEN
31 RUMAH 1 Langit-langit a. Tidak ada 0 b. Ada, kotor, sulit dibersihkan dan rawan 1 kecelakaan c. Ada, bersih dan tdk rawan kecelakaan 2 22 Dinding a. Bukan tembok(terbuat dr anyaman 1 bambu/ilalang) b. Semi permanen/setengah tembok/pasa- 2 2 ngan batu /bata yg tidak diplester/papan yang tidak kedap air. c. Permanen (tembok/pasangan batu bata 3 yg diplester) papan kedap air.
19
Page 21
3 Lantai a. Tanah 0 b. Papan/anyaman bambu dekat dngn 1 1 tanah / Plesteran yang retak dan berdebu c. Diplester/Ubin/Keramik/papan (rumah 2 panggung) 4 Jendela a. Tidak ada 0 1 kamar tidur b. Ada 1 5 Jendela ruang a. Tidak ada 0 2 keluarga b. Ada 1 6 Ventilasi a. Tidak ada 0 b. Ada, luas ventilasi permanen <10% dari 1 1 luas lantai c. Ada, luas ventilasi permanen >10% dari 2 luas lantai 7 Lubang asap a. Tidak ada 0 dapur b. Ada, lubang ventilasi dapur < 10 % dari 1 1 luas lantai dapur c. Ada, lubang ventilasi > 10 % dari luas 2 lantai dapur (asap keluar dengan sempurna. 8 Pencahayaan a. Tidak terang, tidak dpt dpergunakan untuk 0 Membaca b. Kurang terang, sehingga kurang jelas untuk 1 1 membaca dengan normal. c. Terang dan tidak silau sehingga dapat diper- 2 gunakan untuk membaca dengan normal.
II SARANA 25
SANITASI 1 Sarana Air Jenis sarana bersih (SGL/ a. Tidak ada 0 SPT/PP/KU/ b. Ada, bukan milik sendiri dan tidak memenuhi 1 PAH) syarat kesehatan. 1 = SGL c. Ada, milik sendiri dan tidak memenuhi syarat 2 2= PAM Kesehatan 3= SPT d. Ada, bukan milik sendiri dan memenuhi 3 syarat kesehatan. e. Ada, milik sendiri dan memenuhi syarat 4 4 kesehatan. 2 Jamban (Sarana Jenis sarana pembuangan a. Tidak ada 0 kotoran) b. Ada, bukan leher angsa, tdk ada tutup 1 1= LEHER disalurkan ke sungai/kolam. ANGSA c. Ada, bukan leher angsa dan di titutup (leher 2
2= CEMPLUNG angsa), disalurkan kesungai/kolam
3= CUBLUK d. Ada, bukan leher angsa ada tutup, septic 3
20
Page 22
Tank e. Ada, leher angsa, septic tank. 4 4 3 Sarana a. Tidak ada, sehngga tergenang tidak teratur 0 Pembuangan dihalaman rumah. Air Limbah b. Ada, diresapkan tetapi mencemari sumber 1 (SPAL) air (jarak dng sumur kurang dari 10 m) c. Ada, dialirkan keselokan terbuka. 2 d. Ada, dialirkan ke selokan tertutup (saluran 3 3 kota) untuk diolah lebih lanjut. 4 Sarana a. Tidak ada. 0 Pembuangan b. Ada, tetai tidak kedap air dan tidak ada tutup 1 Sampah c. Ada, kedap air dan tidak tertutup 2 2 (Tempat d. Ada, kedap air dan tertutup. 3 sampah)
III PERILAKU 44
PENGHUNI 1 Membuka a. Tidak pernah dibuka 0 Jendela kamar b. Kadang-kadang 1 1 c. Setiap hari dibuka. 2 2 Membuka a. Tidak pernah dibuka 0 Jendela ruang b. Kadang-kadang 1 1 keluarga c. Setiap hari dibuka. 2 3 Membersihkan a. Tidak pernah dibuka 0 rumah dan ha- b. Kadang-kadang 1 laman c. Setiap hari dibuka. 2 24 Membuang a. Dibuang sembarangan (sungai, Kolam/kebun dll) 0 tinja bayi dan b. Kadang-kadang ke jamban 1
balita ke jamban c. Setiap hari dibuang ke jamban. 2 2
5Membuang sam- a. Dibuang sembarangan (sungai, Kolam/kebun dll) 0
pah pada tempat b. Kadang-kadang ke tempat sampah 1
sampah c. Setiap hari dibuang ke tempat sampah 2 2
1018TOTAL HASIL PENILAIAN
STATUS RUMAH SEHAT Rumah tidak sehat
Keterangan:
Rumah Sehat = 1.068 - 1200
21
Page 23
Rumah Tidak Sehat = < 1.068
9. Identifikasi Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
a. Pencegahan penyakit
Pasien mempunyai kesadaran yang kurang terhadap pencegahan penyakit
Pasien sering membersihkan rumah.Namun ventilasi dan pencahayaan kurang
sehingga rumah terkesan pengap dan lembap.
b. Gizi keluarga
Pemenuhan gizi keluarga dapat dikatakan baik sesuai standar yang ditetapkan
oleh Kementrian Kesehatan melalui 10 Pedoman Umum Gizi Sehari-hari
(PUGS).
Tabel 7PUGS
No. PUGS Jawaban Skor
1 Syukuri dan nikmati aneka ragam makanan Tidak 0
2 Banyak makan sayuran dan buah-buahan Ya 1
3Biasakan konsumsi lauk-pauk yang berprotein
tinggitidak 0
4Biasakan mengkonsumsi anekaragam makanan
pokoktidak 0
5 Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak Ya 1
6 Biasakan sarapan Ya 1
7 Berikan minum air putih yang cukup dan aman tidak 0
8Biasakan membaca label pada makanan yang
dikemastidak 0
9 Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir Ya 1
10Lakukan aktivitas cukup dan pertahankan berat
badan normalTidak 0
22
Page 24
TOTAL 4 (<60%)
Total skor: 4 yang artinya keluarga tidak menerapkan pedoman umum gizi seimbang
c. Hygiene dan sanitasi lingkungan
Keadaan rumah pasien terasa kurang nyaman karena ventilasi dan
pencahayaan yang dimiliki tergolong kurang serta kerapian bagian dalam
rumah yang kurang rapi.Di sekitar tempat tinggal pasien terdapat got atau
saluran air yang mengalir lambat. Pasien memiliki halaman depan yang luas,
namun di halaman belakang rumah pasien terdapat tempat sampah umum.
10. Identifikasi Lingkungan Hidup Keluarga
Berikut adalah tabel Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS):
Tabel 8PHBS
No Kriteria yang Dinilai Jawaban
1 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan Tidak
2 Memberi ASI eksklusif Ya
3 Menimbang balita setiap bulan Tidak
4 Menggunakan air bersih Ya
5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Ya
6 Menggunakan jamban sehat Ya
7 Memberantas jentik di rumah sekali seminggu Tidak
8 Makan buah dan sayur setiap hari Tidak
9 Melakukan aktivitas fisik sehari-hari Tidak
10 Tidak merokok di dalam rumah Ya
Kesimpulan : keluarga &pasien tidak ber-PHBS
23
Page 25
3. Diagnostik Holistik
Diabetes mellitus tipe ii, neuropati diabetik, hipertensi grade I pada perempuan
lansia dengan tingkat sosial ekonomi rendah serta tingkat pengetahuan rendah
tentang penyakitnya dan kekhawatiran akan komplikasi penyakitnya dalam
rumah tangga yang tidak berperilaku hidup sehat.
4. Manajemen Komprehensif
1. Promotif
Edukasi pasien dan keluarga (minimal libatkan satu orang) tentang :
Pengertian, faktor resiko, tanda dan gejala, komplikasi serta pengelolaan
DM, hipertensi.
Pentingnya modifikasi gaya hidup dalam pengelolaan penyakit pasien
Pentingnya kontrol rutin :
− Tekanan darah minimal 1 bulan sekali/setiap obat menjelang habis
− Pemeriksaan laboratorium asam urat setiap 2-5 minggu sekali. Bila
kadar sudah mencapai normal, cek setiap 6 bulan
Pentingnya dukungan keluarga dalam pengelolaan penyakit pasien
Pentingnya penurunan berat badan untuk pengelolaan penyakit DM dan
HT, hal yang dilakukan:
− Atur dan perhatikan pola dan jenis makanan
− Atur aktivitas fisik yang dilakukan
− Mengerti dan tahu pentingnya merubah kebiasaan buruk yang
dilakukan selama ini
− Menentukan target penurunan berat badan
Pentingnya menjaga kebersihan rumah dan kamar tidur dari debu dan
menjaga diri agak tidak kelelahan
Pentingnya mengenali tanda-tanda bahaya pada saat nafas sesak
24
Page 26
Pentingnya segera periksa ke dokter mata bila mengalami pandangan
ganda (diplopia), penurunan visus, dan kelainan persepsi warna, serta
paham kapan lagi kunjungan ke dokter mata harus dilakukan
Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya memberantas jentik
nyamuk, menutup baskom penampung air dan mengurasnya minimal 1
minggu sekali
Beriktiar dalam berobat dan tawakal kepada Allah.
2. Preventif
Konseling CEA pasien dan keluarga
Diet dan pengaturan pola makan :
− Kurangi makanan asin/bersantan/gorengan : masak dengan cara
direbus, mengurangi penggunaan minyak, jangan mengkonsumsi
makanan cepat saji
− Kurangi konsumsi teh dan kopi (mengurangi jumlah penggunaan
gula)
− Hindari jeroan, kurangi konsumsi daging merah, makanan laut seperti
ikan dan kerang, kacang-kacangan
− Hindari minuman bersoda, sirup dalam kemasan, dan minuman
dengan pemanis
− Perbanyak minum air putih 8-10 gelas setiap hari, perbanyak sayur
dan buah (bangun tidur mium air putih, sebelum aktivitas, setelah
jalan pagi, sebelum bekerja, saat bekerja, sebelum mkana, sebelum
tidur dan waku-waktu lainnya)
Aktivitas fisik
− Teruskan dan rutinkan jalan pagi 15-30 menit setiap hari, tambah
hingga 25-40 menit bila lutut tidak sedang sakit
− Anjurkan senam lansia dan bersepeda
25
Page 27
− Anjurkan aktivitas sehari-hari yang dapat ditingkatkan :
membereskan rumah, membersihkan kamar tidur/kamar mandi, ,
tidak menggunakan remote TV, dll
− Anjurkan dan ajarkan senam/latihan untuk lutut dan penguatan otot
tungkai, dilakukan 2-3 kali per hari, 10-15 menit setiap kali latihan
26
Page 28
3. Kuratif
R/ Amlodipin tablet 5mg No X
S/ 1 dd tab 1
R/ Glimiperid tablet 2 mg No X
S/ 1 -0-0
R/ Mtformin tablet500 mg No X
S/ 0-0-1
27
Page 29
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. DIABETES MELLITUS
A. Definisi
Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin
yang progresif dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial
yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat resistensi dari sel-
sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular
yang meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-
pasien dengan NIDDM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsive insulin pada membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan
abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dengan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin
menurun, dan jumlah insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami obesitas.
Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar
gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus yang pada akhirnya terjadi pada
pasien-pasien NIDDM merupakan akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat
badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan
pemilihan toleransi glukosa (Rakhmadany,2010).
28
Page 30
B. Gambaran Klinis Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah (Agustina,
2009):
Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar
untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyakkencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat
mengganggupenderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluarmelalui kencing.Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan.Dikira
sebab rasa hausialah udara yang panas atau beban kerja yang berat.Untuk
menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
c. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu
merasa lapar.
Keluhan lain:
a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada
fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang
29
Page 31
mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia
tetap dapat melihat dengan baik.
b. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara.Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya.Luka ini dapat
timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk
peniti.
c. Gangguan Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan
budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks,
apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
d. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan.
C. Diagnosa Diabetes Melitus Tipe 2Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai (Shahab,2006).
a. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah
satu faktor risiko untuk DM, yaitu:
1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT> 27 (kg/m2)}
3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
4) Riwayat keluarga DM
5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
30
Page 32
6) Riwayat dm pada kehamilan
7) Dislipidemia (HDL< 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah
puasa terganggu)
Tabel 1.Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktuBukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥200Darah Kapiler < 90 90 - 199 ≥200
Kadar glukosa darah puasaBukan DM Belum pasti DM DM
Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126Darah Kapiler
< 90 90 - 109 ≥110
Sumber :Perkeni, 2006
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas
DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia
pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan
khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok
tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu
kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis
DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi
angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa
31
Page 33
darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi
glukosa oral (TTGO) yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO 1985
1) 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
2) Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
3) Puasa semalam, selama 10-12 jam
4) Kadar glukosa darah puasa diperiksa
5) Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air
250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
6) Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa;
selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*
1) Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl , atau
2) Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl (Puasa berarti
tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir ) atau
3) Kadar glukosa plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
gram pada TTGO**
* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain,
kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik
akut, seperti ketoasidosis atau berat badan yang menurun cepat.
**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik
D. Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2Adapun Faktor resikonya yaitu (Rakhmadany, 2010):
Unchangeable Risk Factor
1. Kelainan Genetik
32
Page 34
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes mellitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak
dapat menghasilkan insulin dengan baik.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis
menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah
seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun
pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka
lagi terhadap insulin.
Changeable risk factor
1. Stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak.
Serotonin ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stress,
tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko
terkena diabetes mellitus.
2. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan resiko
terkena diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas,
sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja
insulin ( resistensi insulin).
3. Minimnya Aktivitas Fisik
Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan
tenaga dan energi, yang biasa dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai
profesi atau pekerjaan. Sedangkan faktor resiko penderita DM adalah
mereka yang memiliki aktivitas minim, sehingga pengeluaran tenaga dan
energi hanya sedikit.
4. Obesitas
80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk.
33
Page 35
5. Merokok
Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang
menyelidiki hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara
1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30
tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi bagi perokok
berat.Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari
memiliki resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok.Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang
tahan terhadap insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok dapat
mencampuri cara tubuh memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh terhadap
insulin biasanya mengawali terbentuknya Diabetes tipe 2.
6. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan
resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan
konsekuensi metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas
metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan
fungsi tubuh/ disfungsiendotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa
substansi bioaktif kuat yang mengaturstruktur fungsi pembuluh darah.
E. Penatalaksanaan
Strategi Penanggulangan Diabetes Mellitus Tipe 2
Adapun stategi penanggulangannnya sebagai berikut (Moh Joeharno,2009):
1. Primordial prevention
Primordial prevention merupakan upaya untuk mencegah terjadinya
risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat
terhadap penyakit secara umum. Pada upaya penanggulangan DM, upaya
pencegahan yang sifatnya primordial adalah :
34
Page 36
a. Intervensi terhadap pola makan dengan tetap mempertahankan pola
makan masyarakat yang masih tradisional dengan tidak
membudayakan pola makan cepat saji yang tinggi lemak,
b. Membudayakan kebiasaan puasa senin dan kamis
c. Intervensi terhadap aktifitas fisik dengan mempertahankan kegiatan-
kegiatan masyarakat sehubungan dengan aktivitas fisik berupa
olahraga teratur (lebih mengarahkan kepada masyarakat kerja) dimana
kegiatan-kegiatan masyarakat yang biasanya aktif secara fisik seperti
kebiasaan berkebun sekalipun dalam lingkup kecil namun dapat
bermanfaat sebagai sarana olahraga fisik.
d. Menanamkan kebiasaan berjalan kaki kepada masyarakat
2. Health promotion
Health promotion sehubungan dengan pemberian muatan informasi
kepada masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Dan pada upaya
pencegahan DM, tindakan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian informasi tentang manfaat pemberian ASI eksklsif kepada
masyarakat khususnya kaum perempuan untuk mencegah terjadinya
pemberian susu formula yang terlalu dini
b. Pemberian informasi akan pentingnya aktivitas olahraga rutin minimal
15 menit sehari
3. Spesific protection
Spesific protection dilakukan dalam upaya pemberian perlindungan
secara dini kepada masyarakat sehubungan dengan masalah kesehatan. Pada
beberapa penyakit biasanya dilakukan dalam bentuk pemberian imunisasi
namun untuk perkembangan sekarang, diabetes mellitus dapat dilakukan
melalui :
a. Pemberian penetral radikal bebas seperti nikotinamid
b. Mengistirahatkan sel-beta melalui pengobatan insulin secara dini
35
Page 37
c. Penghentian pemberian susu formula pada masa neonatus dan bayi
sejak dini
d. Pemberian imunosupresi atau imunomodulasi
4. Early diagnosis and promp treatment
Early diagnosis and prompt treatmen dilakukan sehubungan dengan
upaya pendeteksian secara dini terhadap individu yang nantinya mengalami
DM dimasa mendatang sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan
sedini mungkin untuk mencegah semakin berkembangnya risiko terhadap
timbulnya penyakit tersebut. Upaya sehubungan dengan early diagnosis pada
DM adalah dengan melakukan :
a. Melakukan skrining DM di masyarakat
b. Melakukan survei tentang pola konsumsi makanan di tingkat keluarga
pada kelompok masyarakat
5. Disability limitation
Disability limitation adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk
mencegah dampak lebih besar yang diakibatkan oleh DM yang ditujukan
kepada seorang yang telah diangap sebagai penderita DM karena risiko
keterpaparan sangat tinggi. Upaya yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemberian insulin yang tepat waktu
b. Penanganan secara komprehensif oleh tenaga ahli medis di rumah sakit
c. Perbaikan fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik
6. Rehabilitation
Rehabilitation ditujukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan
kembali pada individu yang telah mengalami sakit. Pada penderita DM,
upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah :
a. Pengaturan diet makanan sehari-hari yang rendah lemak dan
pengkonsumsian makanan karbohidrat tinggi yang alami
b. Pemeriksaan kadar glukosa darah secara teratur dengan melaksanakan
pemeriksaan laboratorium komplit minimal sekali sebulan
36
Page 38
c. Penghindaran atau penggunaan secara bijaksana terhadap obat-obat
yang diabetagonik
Adapun Tahap pencegahannya yaitu (Konsensus,2006):
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya
pencegahan primer.Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan
lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan.Demikian pula pemerintah melalui semua
jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu
memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan
pendidikan kesehatan.Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian
mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat,
menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan
yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM.
Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang
merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan GIT.
Skrinning direkomendasikan untuk :Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
Orang-orang yang gemuk
37
Page 39
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan
pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan menurunkan
berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet
dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik
masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan
jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral. Obat
hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan DM
tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas atau
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
Tabel.Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral
Obat Lamanya jam Dosis lazim/hari
Klorpropamid (diabinise) 60 1
Glizipid (glucotrol) 12-24 1-2
Gliburid (diabeta, micronase) 16-24 1-2
Tolazamid (tolinase) 14-16 1-2
Tolbutamid (orinase) 6-12 1-3
d. DIET
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan yang
masuk harus dibagi merata sepanjang hari.Ini harus konsisten dari hari kehari. Adalah
sangat penting bagi pasien yang menerima insulin dikordinasikan antara makanan
yang masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh orang dengan DM tipe II, cenderung
kegemukan dimana ini berhubungan dengan resistensi insulin dan hiperglikemia.
Toleransi glukosa sering membaik dengan penurunan berat badan.
(Hendrawan,2002).
38
Page 40
1) Modifikasi dari faktor-faktor resiko
Menjaga berat badan
Tekanan darah
Kadar kolesterol
Berhenti merokok
Membiasakan diri untuk hidup sehat
Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik yang
terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk
mencapai kebugaran.
Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena hali ini
yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.
Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam yang
tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat dan lemak
tinggi.
Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya
rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap.
Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin
bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada
upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga.
Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai
kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan.
Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata,
bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.)
39
Page 41
sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier
(Konsensus,2006).
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
40
Page 42
Program penanggulangan penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia
Pilar Pengelolaan DMyaitu(Perkeni, 2006):
a. Edukasi
Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat.Tim kesehatan
harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif,
pengembangan keterampilan dan motivasi.
Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:
a. Penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
c. Penyulit DM.
d. Intervensi farmakologis dan non farmakologis.
e. Hipoglikemia.
f. Masalah khusus yang dihadapi.
g. Perawatan kaki pada diabetes.
h. Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.
i. Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah
merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir
sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan,
implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.
b. Perencanaan makanan
Biasanya pasien DM yang berusia lanjut terutama yang gemuk dapat
dikendalikan hanya dengan pengaturan diet saja serta gerak badan ringan dan
teratur.Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolan diabetes, meski
sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua
41
Page 43
pasien.Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing
individu.Yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung, serat.
Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara
memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi
makanan (karbohidrat, lemak, dan protein). Jumlah masukan kalori makanan yang
berasal dari karbohidrat lebih penting daripada sumber atau macam
karbohidratnya.Gula pasir sebagai bumbu masakan tetap diijinkan.Pada keadaan
glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa
(gula pasir) sampai 5 % kebutuhan kalori.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
1) Karbohidrat 45 – 65%
2) Protein 10 – 20 %
3) Lemak 20 – 25 %
Makanan dengan komposisi sampai 70 – 75% masih memberikan hasil yang
baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak
berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsurated Fatty
Acid), dan membatasi PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak
jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g / hari, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi,umur , ada tidaknya stress akut,
kegiatan jasmani. Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh
(IMT) dan rumus Broca.
Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
1) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu makan.
2) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman berkalori rendah
lainnya pada waktu makan.
3) Makanlah dengan waktu yang teratur.
4) Hindari makan makanan manis dan gorengan.
5) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.
6) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan.
42
Page 44
7) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.
8) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.
9) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil
Tabel 3.Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
Lingkar Perut
<90cm (Pria)<80cm (Wanita)
>90cm (Pria)>80cm (Wanita)
Risk of co-morbidities
BB Kurang <18,5 BB Normal 18,5-22,9BB Lebih >23,0 :
- Dengan risiko : 23,0-24,9
- Obes I : 25,0-29,9
- Obes II : ≥ 30
Rendah Rata-rata Meningkat Sedang Berat
Rata-rataMeningkat SedangBeratSangat berat
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani teratur (3 – 4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai,
jogging, berenang.
Prinsip latihan jasmani yang dilakukan:
1) Continous:
Latihan jasmani harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa
berhenti. Contoh: Jogging 30 menit , maka pasien harus melakukannya selama
30 menit tanpa henti.
43
Page 45
2) Rhytmical:
Latihan olah raga dipilih yang berirama yaitu otot-otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur, contoh berlari, berenang, jalan kaki.
3) Interval:
Latihan dilakukan selang-seling antar gerak cepat dan lambat. Contoh: jalan
cepat diselingi jalan lambat, jogging diselangi jalan.
4) Progresive:
a) Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan, dari intensitas ringan
sampi sedang selama mencapai 30 – 60 menit.
b) Sasaran HR = 75 – 85 % dari maksimal HR.
c) Maksimal HR = 220 – (umur).
5). Endurance:
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti
jalan jogging dan sebagainya. Latihan dengan prinsip seperti di atas minimal
dilakukan 3 hari dalam seminggu, sedang 2 hari yang lain dapat digunakan untuk
melakukan olah raga kesenangannya. Olah raga yang teratur memainkan peran
yang sangat penting dalam menangani diabetes, manfaat – manfaat utamanya
sebagai berikut:
a) Olah raga membantu membakar kalori karena dapat mengurangi berat badan.
b) Olah raga teratur dapat meningkatkan jumlah reseptor pada dinding sel tempat
insulin bisa melekatkan diri.
c) Olah raga memperbaiki sirkulasi darah dan menguatkan otot jantung.
d) Olah raga meningkatkan kadar kolesterol “baik” dan mengurangi kadar
kolesterol “jahat”.
e) Olah raga teratur bisa membantu melepaskan kecemasan stress, dan ketegangan,
sehingga memberikan rasa sehat dan bugar.
Petunjuk Berolah Raga Untuk Diabetes Tidak Bergantung Insulin
a) Gula darah rendah jarang terjadi selama berola raga dan arena itu tidak perlu
untuk memakan karbohidrat ekstra
44
Page 46
b) Olah raga untuk menurunkan berat badan perlu didukung dengan pengurangan
asupan kalori
c) Olah raga sedang perlu dilakukan setiap hari. Olah raga berat mungkin bisa
dilakukan tiga kali seminggu
d) Sangat penting untuk melakukan latihan ringan guna pemanasan dan
pendinginan sebelum dan sesudah berolah raga
e) Pilihlah olah raga yang paling sesuai dengan kesehatan dan gaya hidup anda
secara umum
f) Manfaat olah raga akan hilang jika tidak berolah raga selama tiga hari berturut-
turut
g) Olah raga bisa meningkatkan nafsu makan dan berarti juga asupan kalori
bertambah. Karena itu sangat penting bagi anda untuk menghindari makan
makanan ekstra setelah berolah raga.
h) Dosis obat telan untuk diabetes mungkin perlu dikurangi selama olah raga
teratur.
d. Intervensi Farmakologis
Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan
gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemik oral. Di Indonesia umumnya
OHO yang dipakai ialah Metformin 2 – 3 X 500 mg sehari. Pada pasien yang
mempunyai berat badan sedang dipertimbangkan pemberian sulfonilurea.
Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut :
1) Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena metabolisme
sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien kurang nafsu
makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati serta pengaruh interaksi
sulfonilurea dengan obat-obatan lain.
2) Sebaiknya digunakan digunakan sulfonyl urea generasi II yang mempunyai waktu
paruh pendek dan metabolisme lebih cepat.
3) Jangan mempergunakan klorpropamid karena waktu paruhnya sangat panjang serta
sering ditemukan retensi air dan hiponatremi pada penggunaan klorpropamid.
45
Page 47
Begitu pula bila ada komplikasi ginjal, klorpropamid yang kerjanya 24 – 36 jam
tidak boleh diberikan, oleh karena ekskresi obat sangat berkaian dengan fungsi
ginjal. Hipoglikemia akibat klorpamid dapat berlangsung lama, berbeda dengan
hipoglikemi karena tolbutamid.
4) Sulfonilurea dengan kerja sedang ( seperti glibenklamid, glikasid), biasanya dosis
awal setengah tablet sehari, kalau perlu dapat dinaikkan 1 – 2 kali sehari.
5) Dosis oral pada umumnya bila dianggap perlu dapat dinaikkan tiap 1 – 2 minggu.
Untuk mencegah hipoglikemia pada pasien tua lebih baik tidak memberikan dosis
maksimum.
6) Kegagalan sekunder dapat terjadi setelah penggunan OHO beberapa lama. Pada
kasus sperti ini biasanya dapat dicoba kombinasi OHO dengan insulin atau
langsung diberikan insulin saja.
2. HIPERTENSI
A. Definisi
Menurut Joint National Community on prevention, detection, evaluation
and treatment of High Blood Preassure 8 dan WHO, hipertensi di
definisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
diastoliknya ≥90 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi
B. Faktor risiko
Menurut JNC 7, hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak
dapat dikontrol serta yang dapat dikontrol, diantaranya:
a. Faktor yang tidak dapat dikontrol
1) Genetik
Individu dengan orangtua yang menderita hipertensi, memiliki
resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi. Pada 70-
80% kasus hipertensi primer didapatkan riwayat hipertensi dalam
keluarga.
2) Umur
46
Page 48
Individu yang berusia >60 tahun memiliki insidensi peningkatan
tekanan sistolik darah >140 mmHg atau tekanan darah diastolik
>90 mmHg sebesar 50-60%.
3) Jenis kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih
awal dibandingkan wanita. Pada usia 55-64 tahun resiko menderita
hipertensi sebanding antara laki-laki dan wanita.
4) Penyakit ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara, yaitu:
Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan
menambahpengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan
berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah
menjadi normal.
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan menurunkan
pengeluaran garam dan air, sehingga volume darah bertambah
dan mengembalikkan tekanan darah menjadi normal.
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dan menghasilkan
enzim yaitu renin, yang memicu pembentukkan hormon
angiotensin, yang selanjutnya memicu pengeluaran aldosteron.
b. Faktor yang dapat dikontrol
1) Stress
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi saraf simpatik.
2) Obesitas
Mengalami kelebihan berat badan memberi beban pada jantung
dan meningkatkan resiko tekanan darah tinggi. Itulah sebabnya diet
untuk menurunkan tekanan darah seringkali juga dirancang untuk
mengontrol kalori. Biasanya diet untuk mengurangi makanan
47
Page 49
berlemak dan menambahkan gula, dan meningkatkan asupan
buah-buahan sayuran, protein tanpa lemak, dan serat.
3) Intake sodium dan natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi
serum normal adalah 136-145 mEq/L. Natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan
asam basa tubuh dan kontraksi otot. Kelebihan Na yang
jumlahnya mencapai 90-99% dari yang dikonsumsi dikeluarkan
melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon aldosteron
yang dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar Na dalam darah
menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk mengasorpsi Na
kembali.
4) Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan
tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat
membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan
penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat
menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin
bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung
meningkat, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi
pada pembuluh darah perifer.
5) Aktifitas fisik rendah
C. Etiologi dan Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 golongan,
yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
48
Page 50
HIPERTENSI
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Disebabkan oleh
berbagai faktor seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan
saraf simpatis, sistem renin angiotensin, dan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok dan polisitemia.
2. Hipertensi sekunder, adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui.
Penyebabnya banyak disebabkan oleh penyakit ginjal, penggunaan
estrogen, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer,
sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
Tabel 9Klasifikasi Tekanan darah
Sistol Diastol
Normal <120 mmHg <80mmHgPre hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Stadium I 140-159mmHg 89-99 mmHg
Stadium II >160mmHg >100 Mmhg
D. Patofisiologi
Bagan 1Patofisiologi Hipertensi (Fauci, 2008)
49
Faktor Resiko, Genetik dan Lingkungan
Resistensi Insulin
Vasokonstriksi
peningkatan resistensi
peifer
Disfungsi SNS, RAA, dan hormon natriuretik
Retensi air dan garam
Peningkatan volume darah
Inflamasi
Page 51
E. Penatalaksanaan
Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah :
a. Penurunan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi.
Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ target
(misal: kejadian kardiovaskular atau serebrovaskular, gagal jantung,
dan penyakit ginjal).
b. Mengurangi resiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi, dan
pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang
menunjukkan pengurangan resiko.
Target nilai tekanan darah yang di rekomendasikan dalam JNC 7.
Kebanyakan pasien < 140/90 mm Hg
Pasien dengan diabetes < 130/80 mm Hg
Pasien dengan penyakit ginjal kronis < 130/80 mm Hg
Penatalaksaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
a. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Disamping menurunkan tekanan darah pada
pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat
mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-
pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang
penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi
berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola
makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya
akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan
mengkonsumsi alkohol sedikit saja.
50
Page 52
Program diet yang mudah diterima adalah yang didesain untuk
menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang
gemuk dan obese disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol.
Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Natrium
yang direkomendasikan <2.4 g (100 mEq)/hari.
Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga
aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari/minggu
ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan jika olah raga aerobik,
seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat
menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun
tanpa disertai penurunan berat badan.
Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk
penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus
dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh
merokok.
b. Terapi farmakologi
Ada beberapa golongan obat antihipertensi utama yaitu diuretik,
penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI),
penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium.
Terapi Kombinasi
Alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1) Mempunyai efek aditif
2) Mempunyai efek sinergisme
3) Mempunyai sifat saling mengisi
4) Penurunan efek samping masing-masing obat
5) Adanya “fixed dose combination” akan meningkatkan kepatuhan
pasien (adherence)
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:
51
Page 53
a) Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretic
b) Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretic
c) Penyekat beta dengan diuretic
d) Diuretik dengan agen penahan kalium
e) Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis
kalsium
f) Agonis α-2 dengan diuretic
g) Penyekat α-1 dengan diuretic
Terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien
Petunjuk dari JNC 8 merekomendasikan diuretik tipe tiazid bila
memungkinkan sebagai terapi lini pertama untuk kebanyakan pasien, baik
sendiri atau dikombinasi dengan salah satu dari kelas lain (ACEI, ARB,
penyekat beta, CCB). Diuretik tipe thiazide sudah menjadi terapi utama
antihipertensi pada kebanyakan trial.
52
Page 54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
1. Dari hasil laporan kasus, analisis catatan medis dan daftar tilik kunjungan
rumah dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis pasien yaitu Diabetes
mellitus tipe ii, neuropati diabetik, hipertensi grade i dengan myalgia pada
perempuan lansia dengan tingkat sosial ekonomi rendah serta tingkat
pengetahuan rendah tentang penyakitnya dan kekhawatiran akan komplikasi
penyakitnya dalam rumah tangga yang tidak berperilaku hidup sehat
2. Ketidaktahuan dan missed perception terhadap penyakit berkorelasi dengan
prognosis penyakitnya. Semakin pasien tidak mengetahui tentang penyakitnya
serta missed perception pasien tidak diluruskan maka semakin buruk
prognosisnya.
3. Dokter keluarga melalui institusi puskesmas dapat menjadi salah satu sektor
yang berperan dalam menangani kasus DM secara holistik serta diperlukan
kerjasama antara petugas kesehatan, pasien, dan keluarga menentukan
keberhasilan terapi.
2. Saran
1. Bagi mahasiswa
a. Berusaha lebih mendalami, aktif, kreatif, dan variatif dalam menganalisis
permasalahan kesehatan, baik pada keluarga maupun lingkungannya.
b. Meningkatkan profesionalisme sebelum terjun ke masyarakat.
53
Page 55
2. Bagi puskesmas
a. Hendaknya terus melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan usaha
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
b. Hendaknya terus menindaklanjuti kasus dengan pendekatan kepada
masyarakat sehingga pasien dapat terus terkontrol.
54
Page 56
DAFTAR PUSTAKA
Anthony Fauci, e. b. Harrison's Principles of Internal Medicine 17th edition . McGraw Hill Medical.
Fitch A, E. L. (2013). Prevention and Management of Obesity for Adults. Institute for Clinical Systems Improvement .
Marc Hochberg, R. A. (2012). American College of Rheumatology Recommendation for the Use of nonpharmacologic dan Pharmacologic Therapie in Osteoarthritis of The hand, Hip, and knee. Arthritis care and reasearch , 465-474.
Osama Handy, R. K. (2014, 9 15). Obesity. Dipetik 11 18, 2014, dari Medscape: emedicine.medscape.com/article/123702
Paul James, S. O. (2014). 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults. JAMA , 507-519.
Richard P. Usatine, m. a. (2012). Color Atlas of Family Medicine 2nd edition. Missouri: McGraw Hill Medical.
sundaru, h. (2005). epidemiologgy of Asthma in Indonesia. Indonesia Journal Interna Medicine , 51.
Xavier Pi-Sunyer, D. M. (2010). The Practical guide : identification, evaluation, and treatment of overweight and obesity in adult. NHLBI Obesity Education Initiative .
55