1 PRESENTASI KASUS PENGGUNAAN ANASTESI UMUM PADA PRIA USIA 30 TAHUN DENGAN APENDISITIS AKUT Oleh : Tenri Ashari Wanahari G99131087 Pembimbing : Dr. MH. Sudjito, SpAn-KNA KEPANITERAAN KLINIK LAB UPF ANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013
28
Embed
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Laporan Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut SMF Anastesiologi Universitas Sebelas Maret (UNS)/RSUD Dr. Moewardi, Solo, Indonesia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PRESENTASI KASUS
PENGGUNAAN ANASTESI UMUM PADA PRIA USIA 30 TAHUN
DENGAN APENDISITIS AKUT
Oleh :
Tenri Ashari Wanahari
G99131087
Pembimbing :
Dr. MH. Sudjito, SpAn-KNA
KEPANITERAAN KLINIK LAB UPF ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga presentasi kasus
dengan judul “PENGGUNAAN ANESTESI UMUM PADA PRIA USIA 30 TAHUN
DENGAN APENDISITIS AKUT :” dapat diselesaikan. Presentasi kasus ini disusun
untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Unit Anestesi
dan Keperawatan Intensif di FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. MH. Sudjito, SpAn-KNA, selaku ketua program studi Anestesi dan
Keperawatan Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta dan
pembimbing.
2. Dr. H. Marthunus Judin, Sp An.KAP, selaku kepala bagian Anestesi dan
Keperawatan Intensif FK UNS / RSUD dr. Moewardi Surakarta
3. Prof. Dr. St. Mulyata, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi.
4. Dr. Soemartanto, SpAnKIC, selaku staf ahli anestesi.
5. Dr. Purwoko, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
6. Dr. Sugeng, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
7. Dr. R. Th Supraptomo, SpAn, selaku staf ahli anestesi.
8. Dr. Heri Dwi P., Sp.An.Mkes, selaku staf ahli anastesi.
9. Dr. Eko S. SpAn, selaku staf ahli anestesi.
10. Dr. Ardana Tri Arianto, M.Si. Med, Sp.An, selaku staf ahli anestesi.
11. Dr. Muh Husni Thamrin, Sp.An, M.Kes selaku staf ahli anestesi.
12. Dr. Bambang Novianto P, Sp.An, M.Kes selaku staf ahli anestesi.
13. Dr. Fitri Hapsari Dewi, Sp.An, selaku staf ahli anestesi.
14. Sony Indrawijaya Sp.An, M.Kes, selaku staf ahli anastesi.
15. Seluruh staf dan paramedis yang bertugas di bagian anestesi RSUD
Dr.Moewardi Surakarta.
3
Saran dan kritikan kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Akhirnya
penyusun berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Surakarta, Desember 2013
Penyusun
4
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien
gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-samacabang
kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang kedokteran
gawat darurat.
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu praanestesi yang
terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,menentukan
prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap penatalaksanaan anestesi yang terdiri
dari premedikasi, masa anestesi danpemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan
perawatan pasca anestesi.1
Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks. Bila diagnosis sudah pasti,
maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif, yang disebut apendekomi.
Penundaan operasi dapat menimbulkan bahaya, antara lain absesatau perforasi.
Apendisitis akut temasuk operasi emergensi. Pada operasi emergensi, kondisi pasien
harus dipersiapkan seoptimal mungkin. Persiapannya sama seperti operasi elektif,
hanya segala sesuatunya dilakukan saat itu juga. Operasi intra abdominal paling baik
dilakukan dengan anestesia umum endotrakeal.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks. Apendisitis pada awalnya
dapat sembuh spontan, namun akan terjadi jaringan parut dan fibrosis. Risiko untuk
terjadinya serangan kembali adalah 50 %. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis.
Terjadinya apendisitis umumnya karena bakteri. Namun terdapat banyak sekali
faktor pencetus, di antaranya sumbatan lumen apendiks,timbunan tinja yang keras
(fekalit), makanan rendah serat, tumor apendiks, dan pengikisan mukosa apendiks
akibat parasit seperti E. hystolitica.
Terdapat gejala awal yang khas, yaitu nyeri pada perut kanan bawah, yang
disebut titik Mc.Burney. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang
muntah. Berbeda dengan apendisitis akut, apendisitis kronis pada palpasi didapatkan
massa atau infiltrat yang nyeri tekan dan leukosit yang sangat tinggi. Pada beberapa
keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi yang lebih parah. Hal ini sering menjadi penyebab terlambatnya
diagnosis, sehingga lebih dari setengah penderita baru dapat didiagnosis setelah
perforasi.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Pada suatu saat, ketika meradang lagi, yang disebut apendisitis eksaserbasi
akut. Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan
operatif, yang disebut apendektomi. Penundaan operasi dapat menimbulkan bahaya,
antara lain abses atau perforasi.
6
B. Anestesi Umum
Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional.
Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi dan
parenteral.2
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu meniadakan nyeri
secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Dalam
memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan menjalani operasi maka
perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan
lain-lain.3
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran
dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari :
(1) hipnotik (2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk ke pembuluh
darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh
obat anestesi ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga
kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang
memberikan anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan stadium
terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda
klinis anestesia umum (menggunakan zat anestesi yang mudah menguap, terutama
diethyleter)4,5,6
:
Stadium I : analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya
kesadaran.
Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya
respirasi teratur, mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.
Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi.
Dibagi 4 plane:
Plane 1 : dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya
pergerakan bola mata.
Plane 2 : dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya
paralisis interkostal.
7
Plane 3 : dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis
interkostal.
Plane 4 : dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.
Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga
cardiac arrest.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi
maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance,
dan lain-lain.7
1. Persiapan Pra Anestesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan
baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan
tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah :
Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yangsesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American
Society Anesthesiology):
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringansampai dengan sedang
sebagai akibat kelainan bedah atauproses patofisiologis. Angka mortalitas
16%.
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi
organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.
8
ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi
hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa
operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat.3,4
Macam-macam teknik anestesi yang dapat digunakan1 :
a. Open drop method : cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang
menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik
diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung penderita sehingga
kadar yang dihisap tidak diketahui, dan pemakaiannya boros karena zat
anestetik menguap ke udara terbuka.
b. Semi open drop method : hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi
terbuangnya zat anestetik , digunakan masker. Karbondioksida yang
dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk
menghindarinya dialirkan volume fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari
minimal volume udara semenit.
c. Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersama oksigen
murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer
sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara panas yang dikeluarkan akan
dibuang ke udara luar. Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur
dengan memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat
dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari 100 %
kebutuhan.
d. Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara
ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga
udara yang mengandung anestetik dapat digunakan lagi
9
Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki beberapa keuntungan,
yaitu :
Konsentrasi inspirasi relatif konstan
Konservasi panas dan uap
Menurunkan polusi kamar
Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar
2. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain2 :
memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
memberikan analgesia, misal : pethidin
mencegah muntah, misal : droperidol
memperlancar induksi, misal : pethidin
mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropindan hiosin
3. Obat-obatan Premedikasi
a. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna
untuk mengurangi sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardialyang
berasal dari perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atautindakan operasi.
Efek lainnya yaitu melemaskan otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan
spasme gastrointestinal, dan mengurangi rasamual serta muntah. Obat ini juga
menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka lebih baik tidak
diberikan pra anestesi local maupun regional. Dalam dosis toksik dapat
10
menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi
hal ini dapat diatasi dengan pemberian prostigmin 1–2 mg intravena4
Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.
Dosis : 0,01 mg/ kgBB.
Pemberian : SC, IM, IV
b. Pethidin
Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.
Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi
kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah,
memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan , dan dapat diantagonis
dengan naloxon.
Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat
menyebabkan hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan
pada pasien dengan hipovolemia. Juga dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan di medula
yang dapat ditunjukkan dengan respon turunnya CO2, mual dan muntah menunjukkan
adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di medula. Posisi tidur dapat
mengurangi efek tersebut6
Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc.
Dosis : 1 mg/ kgBB.
Pemberian : IV, IM
c. Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepindengan sifat
yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Merupakan benzodiapin
kerja cepat yang bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor
benzodiazepin yang terdapat diberbagai area di otak seperti di medulla spinalis,
batang otak, serebelum system limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadi
sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena bila sebelumnya diberikan
11
premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi
narkotika sebelumnya1
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal
sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang dilakukan di bawah
anestesi local serta induksi dan pemeliharaan selama anestesi. Obat ini
dikontraindikasikan pada keadaan sensitive terhadap golongan benzodiazepine,
pasien dengan insufisiensi pernafasan, acut narrow-angle glaucoma.2
Dosis premedikasi sebelum operasi :
Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum
tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau
analgesik. Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan
umum pasien, lazimnya diberikan 5mg. Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025
– 0,05 mg/ kg BB (IM). Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5
mg IV 5-10 menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis harus
diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg IV.2
Midazolam mempunyai efek samping :
Efek yang berpotensi mengancam jiwa : midazolam dapat mengakibatkan
depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas pada ventrikel dan
perubahan pada kontrol baroreflek dari denyut jantung.
Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang
berhubungandengan dosis, tidak pernah dilaporkan efek samping yang