Top Banner
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. ADJ Usia : 22 tahun Jenis kelamin : Perempuan Status : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Cilebu barat 8/8 Bogor Tanggal masuk : 26 Oktober 2014 Tanggal periksa : 26 Oktober 2014 II. SUBJEKTIF 1. Keluhan Utama Nyeri dada sebelah kiri 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo pada tanggal 26 Oktober 2014 dengan keluhan nyeri dada. Keluhan nyeri dada kiri telah dirasakan sejak 1 hari setelah pulang dari RSMS yang sebelumnya mondok dengan keluhan yang sama dirawat 4 hari di RSMS. Selain nyeri dada kiri, pasie juga mengeluhkan sesak napas dan sakit kepala keluhan dirasakan sangat tidak nyaman dan mengganggu
36

Prescil Dr Heppy SLE

Jul 09, 2016

Download

Documents

SLE
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Prescil Dr Heppy SLE

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. ADJ

Usia : 22 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Cilebu barat 8/8 Bogor

Tanggal masuk : 26 Oktober 2014

Tanggal periksa : 26 Oktober 2014

II. SUBJEKTIF

1. Keluhan Utama

Nyeri dada sebelah kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo pada

tanggal 26 Oktober 2014 dengan keluhan nyeri dada. Keluhan nyeri

dada kiri telah dirasakan sejak 1 hari setelah pulang dari RSMS yang

sebelumnya mondok dengan keluhan yang sama dirawat 4 hari di

RSMS.

Selain nyeri dada kiri, pasie juga mengeluhkan sesak napas dan

sakit kepala keluhan dirasakan sangat tidak nyaman dan mengganggu

aktifitas pasien. Pasien mengaku sebelumnya sudah pernah di diagnosis

SLE spesialis penyakit dalam dan mondok di RSUP. Nasional Dr. Cipto

Mangunkusumo tahun 2012.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan yang sama : diakui

b. Riwayat asma : disangkal

c. Riwayat OAT : disangkal

Page 2: Prescil Dr Heppy SLE

d. Riwayat hipertensi : disangkal

e. Riwayat diabetes melitus : disangkal

f. Riwayat mondok : diakui

g. Riwayat alergi : disangkal

h. Riwayat jantung : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

b. Riwayat penyakit tuberkulosis: disangkal

c. Riwayat hipertensi : disangkal

d. Riwayat diabetes melitus : disangkal

e. Riwayat asma : disangkal

f. Riwayat alergi : disangkal

g. Riwayat jantung : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Community

Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan

yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan

keluarga dekat baik. Anggota keluarga pasien lain yang tinggal satu

rumah dan tetangga sekitar pasien tidak ada keluhan seperti pasien.

b. Home

Pasien tinggal bersama suami dan kedua orang tua pasien. Rumah

pasien berdinding tembok, berlantai ubin dan memiliki langit-langit

dan beratap genting. Rumah memiliki jendela dan ventilasi yang

memadai.

c. Occupational

Pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.

d. Personal habit

Pasien mengaku makan sehari 3 kali. Pasien tidak merokok, senang

mengkonsumsi makanan berlemak, manis dan asin. Pasien tidak

rutin berolahraga.

2

Page 3: Prescil Dr Heppy SLE

III. OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum : Tampak sesak

b. Kesadaran : Compos mentis

c. BB : 45 kg

d. TB : 155 cm

e. Vital sign

- Tekanan Darah : 120/90 mmHg

- Nadi : 100 x/menit

- RR : 28 x/menit

- Suhu : 36.8 oC

f. Status Generalis

1) Kepala : Venektasi temporal (-/-)

2) Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

3) Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)

4) Mulut : Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-)

5) Leher : Deviasi trakhea (-), JVP 5 + 2 cmH2O

g. Status Lokalis

1) Pulmo

Inspeksi : Hemithoraks sinistra = dextra, ketinggalan gerak

(-)

Palpasi : Vocal fremitus lobus superior dextra = sinistra

Vocal fremitus lobus inferior dextra = sinistra

Perkusi : sonor pada lapang paru dextra dan sinistra

Batas paru hepar SIC V LMCD

Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronki basah kasar (+/+),

ronkhi basah halus (+/+),Wheezing (-/-)

2) Cor

Inspeksi : Ictus cordis terlihat di SIC V 2 jari medial LMCS,

pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (+)

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMCS,

kuat angkat (-)

3

Page 4: Prescil Dr Heppy SLE

Perkusi : Batas jantung kanan atas di SIC II LPSD

Batas jantung kiri atas di SIC II LPSS

Batas jantung kanan bawah di SIC IV LPSD

Batas jantung kiri bawah di SIC V 2 jari medial

LMCS

Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-), gallop (-)

3) Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) seluruh lapang abdomen,

undulasi (-)

4) Hepar dan lien : Tidak teraba

5) Ekstremitas

Superior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), sianosis (-/-),

purpura (+/-)

Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+/+), sianosis (-/-),

purpura (+/+)

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium (26 Oktober 2014)

CK : 23 mg/dl (N) Normal : 21-215 U/L

CKMB: 26 mg/dl (H) Normal : 7-25 U/L

b. Pemeriksaan Laboratorium ( 31 Oktober 2014)

Darah lengkap

Hemoglobin : 7.2 g/dl (↓) Normal : 14-18 gr/dl

Leukosit : 15400 /uL (N) Normal : 4800-10800 /uL

Hematokrit : 21 % (↓) Normal : 42 %-52 %

Eritrosit : 2,7. 10^6/uL (↓) Normal : 4,7-6,1 juta/ uL

Trombosit : 455.000 /uL (N) Normal : 150000-450000/uL

4

Page 5: Prescil Dr Heppy SLE

MCV : 78.0 fL (N) Normal : 79-99 fL

MCH : 26.9 pg (N) Normal : 27-31 pg

MCHC : 34.4 % (N) Normal : 33-37 gr/dl

RDW : 34.4 % (↑) Normal : 11,5-14,5

MPV : 15.8 (-) Normal : 7,2-11,1

Hitung Jenis

Basofil : 0.3 % Normal : 0-1 %

Eosinofil : 0.0 % (L) Normal : 2-4 %

Batang : 6.6 % (H) Normal : 2-5 %

Segmen : 87.9 % (H) Normal : 40-70 %

Limfosit : 2.2 % (↓) Normal : 25-40 %

Monosit : 3.3 % (N) Normal : 2-8 %

Ureum : 46.9 mg/dL(N) Normal : 14.98-38.52

Kreatinin : 0.69 mg/dL (N) Normal : 0.60-1.00

c. Pemeriksaan Laboratorium post tranfusi PRC 3 kolf (3 November

2014)

Darah lengkap

Hemoglobin : 10.2 g/dl (L) Normal : 14-18 gr/dl

Leukosit : 27760 /uL (H) Normal : 4800-10800 /uL

Hematokrit : 27 % (L) Normal : 42 %-52 %

Eritrosit : 3,6 10^6/uL (L) Normal : 4,7-6,1 juta/ uL

Trombosit : 348.000 /uL (N) Normal : 150000-450000/uL

MCV : 76.9 fL (L) Normal : 79-99 fL

MCH : 28.7 pg (N) Normal : 27-31 pg

MCHC : 37.4 % (H) Normal : 33-37 gr/dl

RDW : 15.0 % (H) Normal : 11,5-14,5

MPV : 8.5 (N) Normal : 7,2-11,1

Hitung Jenis

Basofil : 0.5 % (N) Normal : 0-1 %

Eosinofil : 0.0 % (L) Normal : 2-4 %

Batang : 7.6 % (H) Normal : 2-5 %

5

Page 6: Prescil Dr Heppy SLE

Segmen : 88.0 % (H) Normal : 40-70 %

Limfosit : 1.7 % (L) Normal : 25-40 %

Monosit : 2.2 % (N) Normal : 2-8 %

IV. ASSESSMENT

1. Diagnosis Klinis:

SLE

Cest pain

V. PLANNING

1. Diagnosis Kerja:

SLE

2. Terapi

a. Farmakologi

1) Transfusi PRC 3 kolf

2) Injeksi Methyl Prednisolone 62.5 mg

3) Injeksi ketorolac 2 x 1

4) Injeksi Ranitidin 2 x 1

5) Injeksi kalnex 3 x 500mg

6) Injeksi Vit K 2 x 1 amp

7) Po diazepam 2 x 2

8) Po cell cept 2 x 1 mg

9) Po codein 2 x 10mg

b. Non Farmakologi

1) Istirahat

2) Diet rendah garam

3) Edukasi penyakit kepada pasien dan keluarga meliputi

pencegahan, etiologi.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Eritrosit, Trombosit,

MCV, MCHC, hitung jenis leukosit, PT, APTT, Kimia darah)

4. Usulan Pemeriksaan Penunjang

ECHO

6

Page 7: Prescil Dr Heppy SLE

5. Monitoring

a. Keadaan umum dan kesadaran

b. Tanda vital

c. Evaluasi penyakit

6. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

7

Page 8: Prescil Dr Heppy SLE

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah penyakit rematik autoimun

yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ

atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi

dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan (Isbagio, 2009).

B. Etiopatogenesis

Etiopatogenesis dari SLE masih belum diketahui dengan jelas, dimana

terdapat banyak bukti bahwa pathogenesis SLE bersifat multifaktorial seperti

faktor genetic, lingkungan, dan hormonal terhadap respon imun. Faktor genetik

memegang peranan penting pada banyak penderita lupus dengan risiko yang

meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir

menunjukan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang menkode unsur-

unsure sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respon imun spesifik pada

kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta

dengan komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat

komplemen (yaitu C1q, C1r, C1s, C4 dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang

mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T, immunoglobulin

dan sitokin.

Studi lain mengenai faktor genetic ini yaitu studi yang berhubungan

dengan HLA ( Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen

MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibody

spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen

8

Page 9: Prescil Dr Heppy SLE

komplemen, seperti C2, C4 atau C1q (Mok, 2003). Kekurangan komplemen dapat

merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagosit mononuclear

sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel

fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga komponen nuclear akan

menimulkan respon imun (Silva, 2001).

Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti

radiasi ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada self

immunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit.

Selain itu sinar UV menyebakan pelepasan mediator imun pada penderita lupus,

dan memegang peranan dalam fase induksi yang secara langsung mengubah sel

DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu

menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit (Manson, 2003). Faktor

lingkunagn lainya yaitu kebiasaan merokok yang menunjukan bahwa perokok

memiliki risiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung

dalam tembakau yaitu amino lipogenik aromatic (Eisenberg, 2010). Pengaruh obat

juga dapat memberikan gambaran bervariasi pada penderita lupus. Pengaruh obat

salah satunya yaitu dapat meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan

lainya yaitu peranan agen infeksius terutama virus dapat ditemukan pada

penderita lupus.Virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekskresi sel

permukaan dan apoptosis (Manson, 2003)

Faktor ketiga yang mempengaruhi pathogenesis lupus yaitu faktor

hormonal. Mayoritas penyakit ini menyerang pada wanita muda dan beberapa

study menunjukan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormone estrogen

dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga

9

Page 10: Prescil Dr Heppy SLE

mengakibatkan produksi autoantibody berlebihan pada penderita SLE (Sequeira,

1993). Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk menjadi antigen nuclear

(ANA dan anti-DNA). Selain itu, terdapat antibody terhadap struktur sel lainya

seperti eritrosit, trombosit dan fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam

pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktivasi komplemen yang

mempengaruhi respon inflamasi pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal

(Kanda, 1999).

C. Patofisiologi

Anti Nuclear Antibody (ANA) dengan antigenya yang spesifik

membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi. Kompleks imun ini

akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi

komplemen pada orang tersebut. Peristiwa ini menyebakan aktivasi komplemen

yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Bagian yang

penting dalam pathogenesis ini adalah terganggunya mekanisme regulasi yang

dalam keadaan normal mencegah automunitas patologis pada individu yang

resisten.

Gangguan imunologis berupa pengujian imun yang abnormal termasuk

anti-bodi anti-DNA atau anti-Sm (Smith), positif semu pada pengujian darah

unutk sifilis, anti-bodi anti-kardiolipin, uji LE positif.

D. Penegakkan Diagnosis

Diagnosis LES, dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan

laboratorium. American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1997,

mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana apabila didapatkan 4

kriteria, diagnosis LES dapat ditegakkan2;

10

Page 11: Prescil Dr Heppy SLE

Tabel 1. Kriteria Manifestasi SLE

Kriteria Batasan

1. Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipatan nasobial.

2. Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofik.

3. Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadapsinar matahari, baik dari anamnesis atau pemeriksaan fisik.

4. Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umunya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa.

5. Artritis Artritis non erotif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai nyeri tekan atau efusia.

6. Serositisa. Pleuritis

b. Perikarditis

a. Riwayat pleuritik atau pleuritik friction rub yang di dengar oleh dokter atau terdapat bukti efusi pleura.

b. Terbukti dengan rekaman EKG atau terdapat bukti efusi perikardium

7. Gangguan renal a. Proteinuria menetap > 0.5 gr/hari atau >3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif atau

b. Silinder seluler : dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular, atau campuran.

8. Gangguan hematologi

a. Anemia hemolitik dengan retikulosis ataub. Leukopenia <4000/mm3 pada 2x pemeriksaan atau

lebihc. Limfopenia < 1500/mm3 pada 2x pemeriksaan atau

lebih ataud. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan

oleh obat-obatan.9. Gangguan

imunologia. Anti ANA : antibody terhadap native DNA dengan

titer abnormal ataub. Anti –Sm : terdapatnya antibody terhadap antigen

nuclear Smc. Temuan positif terhadap antibody antifosfolipid yang

didasarkan atas:-kadar antibody antikardiolipin abnormal baik IgM atau IgG

-tes lupus antikoagulan positif menggunakan metode standar

-hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan konfirmasi dengan tes atau fluororesensi absorbs antibody treponema.

10. Gangguan neurologi

a. Kejang yang ukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolic (missal uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit)

11

Page 12: Prescil Dr Heppy SLE

b. Psikosis yang buka disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolic (missal uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit)

11. ANA Test (Antibodi Antinuklear Positif)

Titer abnormaldari antibody antinuclear berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan dengan sindroma lupus yang diinduksi obat.

Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki

sensitifitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah

satunya ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada

pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE.

Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum

tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan (Isbagio, 2009).

Gambar 1. Ruam malar

12

Page 13: Prescil Dr Heppy SLE

E. Diagnosis Banding

Beberapa penyakit atau kondisi dibawah ini seringkali mengacaukan

diagnosis akibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes

laboratorium yang serupa, yaitu : 26,28

1. Undifferentiated connective tissue disease

2. Sindrom Sjogren

3. Sindroma antibody antifosfolipid (APS)

4. Fibromialgia (ANA positif)

5. Purpura trombositopenik idiopatik

6. Lupus imbas obat

7. Artritis rheumatoid dini

8. Vaskulitis

F. Penatalaksanaan

Baik untuk SLE ringan atau sedang dan berat, diperlukan gabungan

strategi pengobatan atau disebut pilar pengobatan. Pilar pengobatan SLE ini

seyogyanya dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan agar tujuan

pengobatan tercapai. Perlu dilakukan upaya pemantauan penyakit mulai dari

dokter umum di perifer sampai ke tingkat dokter konsultan, terutama ahli

reumatologi (PRI, 2011).

Berikut merupakan pilar pengobatan Lupus Erimatosus Sistemik (PRI, 2011) :

1. Edukasi dan konseling

2. Program rehabilitasi

3. Pengobatan medika mentosa

a. OAINS

b. Antimalaria

c. Steroid

d. Imunosupresan/Sitotoksik

13

Page 14: Prescil Dr Heppy SLE

e. Terapi lain

I.1 Edukasi

Pada umumnya, penderita LES mengalami fotosensitivitas sehingga

penderita harus selalu diingatkan untuk tidak terlalu banyak terpapar oleh

sinar matahari. Mereka dinasihatkan untuk selalu menggunakan krim

pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan

berjalan di siang hari. Pekerja di kantor juga harus dilindungi terhadap

sinar matahari dari jendela. Selain itu, penderita LES juga harus

menghindari rokok (Isbagio, 2009).

Infeksi sering terjadi pada penderita LES, penderita harus selalu

diingatkan bila mengalami demam yang tidak jelas penyebabnya,

terutama pada penderita yang memperoleh kortikosteroid dosis tinggi,

obat-obat sitotoksik, penderita dengan gagal ginjal, vegetasi katup

jantung, ulkus dikulit dan mukosa. Profilaksis antibiotic harus

dipertimbangkan pada penderita SLE yang akan menjalani prosedur

genitourinarius, cabut gigi dan prosedur invasive lainya (Isbagio, 2009).

I.2 Program rehabilitasi

Modalitas yang dapat diberikan pada pasien SLE tergantung maksud

dan tujuan program ini. Slah satu hal penting adalah pemahamanaakan

turunnya massa otot hingga 30% apabila pasien dengan SLE dibiarkan

dalam kondisi imobilitas selama lebih 2 minggu. Di samping itu

penurunan masa otot akan terjadi sekitar 1-5 % per hari dalam kondisi

imobilitas. Berbagai latihan diperlukan untuk mempertahankan

14

Page 15: Prescil Dr Heppy SLE

kestabilan sendi. Modalitas seperti pemberian dingin atau panas di

perlukan untuk mengurangi nyeri, menghilangkankekakuan atau

spasme otot. Demikian pula modalitas seperti transcutaneous

electrical nerve stimulation (TENS) memberikan manfaat yang cukup

besar pada pasien dengan nyeri atau kekakuan otot (PRI, 2011).

I.3 Terapi Medika mentosa

Terapi lain

Pengobatan SLE berdasarkan derajat keparahan2:

1. Pengobatan SLE Ringan

Pilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan bersamaan dan

berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang

penting agar tujuan diatas tercapai, yaitu:

i. Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500mg

ii. Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan

diagnosis dan pengelolaan nyeri dan inflamasi

iii. Glukokortikoid topical untuk mengatasi ruam (preparat ringan).

iv. Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kgBB/hari (150-300mg/hari) (1

tablet klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa)

catatan periksa mata pada saat awal akan pemberian dan

dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara hiroksiklorokuin dosis 5-

6,5 mg/kgBB/hari (200-400mg/hari) dan periksa mata setiap 6-

12 bulan.

15

Page 16: Prescil Dr Heppy SLE

v. Kortikosteroid dosis rendah seperti prednisone <10 mg/hari

atau yang setara. Tabir surya untuk perlindungan kulit dari

sinar matahari sekurang-kurangnya 15 SPF.

Kortikosteroid digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan

SLE. Meski dihubungkan dengan munculnya efeksamping, kortikosteroid tetap

merupakan obat yang banyak dipakai sebagai antiinflamasi dan imunosupresi.

Dosis kortikosteroid yang digunakan juga bervariasi. Untuk meminimalkan

maslah interpretasi dari pembagian ini maka dilakukan standarisasi berdasarkan

patofisiologi dan farmakokinetiknya (PRI, 2011).

Tabel 2. Terminology pembagian dosis kortikosteroid

Indikasi Pemberian Kortikosteroid

Pembagian dosis kortikosteroid membantu kita dalam

menatalaksanakan kasus rematik. Dosis rendah sampai sedang digunakan pada

SLE yang relative tenang. Dosis sedang sampai tinggi berguna untuk SLE yang

aktif. Dosis sangat tinggi dan terapi pulse diberikan untuk krisis akut yang berat

seperti pada vaskulitis luas, nefritis lupus, lupus cerebral (PRI, 2011).

16

Page 17: Prescil Dr Heppy SLE

Tabel 3. Farmokodinamik Pemakaian Kortikosteroid pada Reumatologi

Efek samping kortikosteroid

Efek samping kortikosteroid tergantung pada dosis dan waktu, dengan

meminimalkan jumlah kortikosteroid, akan meminimalkan juga risiko efek

samping. Efek samping yang paling sering ditemukan paqda penggunaan steroid

dapat dilihat pada tabel berikut (PRI, 2011);

Tabel 4. Efek Samping Pemakaian Kortikosteroid

17

Page 18: Prescil Dr Heppy SLE

Cara Penggunaan Dosis Kortikosteroid

Karena berpotensial mempunyai efek samping , makan dosis

kosrtikosteroid mulai dikurangi segera setelah penyakit terkontrol. Tapering

harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari kembalinya aktivitas

penyakit, dan defisiensi kortisol yang muncul akibat penekanan aksis

hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) kronis (PRI, 2011).

Tapering secra bertahap memberikan pemulihan terhadap fungsi

adrenal. Tapering tergantung dari penyakit dan aktivitas penyakit, dosis dan

lama terapi, serta respon klinis. Sebagai panduan, untuk tapering dosis

prednisone lebih dari 40 mg sehari maka dpat dilakukan penurunan 5-10 mg

setiap 1-2 minggu. Diikuti dengan penurunan 5 mg setiap 1-2 minggu pada

dosis antara 40-20 mg/hari. Selanjutnya diturunkan 1-2,5 mg/hari setiap 2-3

minggu bila dosis prednisone <20 mg/hari. Selanjutnya dipertahankan dalam

dosis rendah untuk mengontrol aktivitas penyakit (PRI, 2011).

18

Page 19: Prescil Dr Heppy SLE

2. Pengobatan SLE Sedang

Pilar penatalaksanaan SLE edang sama seperti SLE ringan kecuali

pada pengobatan. Pada SLE diperlukan beberapa rejimen obat-

obata tertentu serta mengikuti protocol pengobatan yang ada.

Misalnya pada serositis refrakter: 20 mg/hariprednison atau yang

setara (PRI, 2011).

3. Pengobatan SLE Berat

Pengobatan SLE berat yang mengancam nyawa antara lain :

a. Glukokortikoid dosis tinggi

Indikasi : Lupus nefritis, serebritis atau trombositopenia (40-60

mg/hari (1 mg/kgBB) prednisone setara selama 4-6 minggu

yang kemudian diturunkan secara bertahap, dengan di dahlui

pemberian metal prednisolon iv 500 mg samapai dengan 1

gr/hari selama 3 hari berturut-turut (PRI, 2011).

b. Obat Imunosupresan atau sitotoksik

Terdapat beberapa obat kelompok imunosupresan / sitotosik

yang bisa digunakan pada SLE, yaitu azatioprin, siklosfamid,

metotreksat siklosporin, mikofenolat mofetil. Pada keadaan

tertentu seperti lupus nefritis, lupus serebritis, perdarahan paru

atau sitopenia, seringkali diberikan gabungan antara

kortikosteroid dan imunosupresan/ sitostoksik karena

memberikan hasil pengobatan yang lebih baik (PRI, 2011).

19

Page 20: Prescil Dr Heppy SLE

Bagan 1. Algoritma penatalaksanaa SLE

TR

RP

RS TR

TR

Keterangan:

TR tidak respon, RS respon sebagian, RP respon penuh KS adalah kortikosteroid

setara prednison, MP metilprednisolon, AZA azatioprin, OAINS obat

antiinflamasi steroid, CYC siklofosfamid, NPSLE neuropsikiatri SLE (PRI,

2011).

20

Derajat beratnya SLE

TerapiHidroksiklorokuin/klorokuin atau MTX + KS (dosis rendah)OAIN

Terapi InduksiMP iv 0,5-1 gr/hr selama 3 hari)+CYC iv (0,5-075 gr/m 2/bln x 7 dosis

Tambahkan Rituximab inhibitor calcineurin (siklosporin) IVIg (immunoglobulin intravena)

SedangNefritis ringan sampai sedangTrombositopenia (trombosit <20-50 x 103/mm3

Serositis mayor

Terapi pemeliharaanCYC iv (0,5-0,75 gr/m 2/3 bln selama satu tahun)

Terapi InduksiMP iv (0,5-1 gr/hari selama 3 hari diikuti oleh ; AZA (2mg/kgBB/hari atau MMF (2-3 grr/hari)

RinganManifestasi klinisArtritis

Terapi pemeliharaan AZA (1-2mg/kgBB/hr) atau MMF (1-2 gr/hr)+KS (KS diturunkan sampai dosis 0,125 mg/kg//hr selang sehari)

BeratNefritis berat (kelas IV, III+V, IV+V atau III-V dengan gangguan fungsi ginjalTrombositopenia refrakter berat (trombosit < 20 x 103/mm3

Anemia hemolitik refrakter beratKeterlibatan paru-paru (hemoragik)

Page 21: Prescil Dr Heppy SLE

G. Derajat SLE

Penyakit SLE dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu ringan, sedang dan berat.

Berikut adalah beberapa manifestasi klinis dari derajat SLE (PRI, 2011):

1. Kriteria SLE ringan;

- secara klinis tenang

-Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa

- Fungsi organ normal atau stabil, yaitu; ginjal,paru, jantung,

gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.

Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit.

2. Kriteria SLE sedang;

-Nefritis ringan sampai sedang (Lupus nefritis kelas I dan II)

-Trombositopenia (trombosit 20-50 x 103/mm3).

-Serositis mayor

3. Kriteria SLE berat;

-Jantung : endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria,

miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna.

-Paru-paru; hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli

paru, infark paru, fibrosis interstitial, vaskulitis mesenterika.

-ginjal : nefritisproliferatif dan atau membranous

-Kulit : vaskulitis berat, ruam difus disertai ulks atau melepuh.

-Neurologi : kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati

tranversa, mononeuritis, polyneuritis, neuritis optic, psikosis, sindroma

demielinasi.

21

Page 22: Prescil Dr Heppy SLE

-Hematologi : anemia hemolitik, neutropenia (leukosit <1000/mm3),

trombositopenia < 20.000/mm3, purpura trombolitik trombositopenia,

thrombosis vena atau artei.

H. Prognosis

Prognosis penyakit SLE sangant tergantung pada organ mana yang

terlibat. Apabila mengenai organ vital, mortalitasnya sangat tinggi. Mortalitas

pada pasien dengan SLE telah menurun selama 20 tahun terkhir ini. Sebelum

1955, tingkat kelangsungan hidup penderita pada 5 tahun pada SLE < 50%.

Saat ini, tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir rata-

rata melebihi 90% dan tingkat kelangsungan hidup penderita pada 15 tahun

terakhir adalah sekitar 80%. Tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10

tahun terakhir di Asia dan Afrika secara signifikan lebih rendah, mulai dari

60-70 %. Penurunan angka kematian yang berhubungan dengan SLE dapat

dikaitkan dengan diagnosis yang terdeteksi secra dini, perbaikan dalam

pengobatan penyakit SLE, dan kemajuan dalam perawatan medis umum.

22

Page 23: Prescil Dr Heppy SLE

BAB III

KESIMPULAN

1. Lupus Eritematosus Sistemik ( LES ) adalah penyakit rematik autoimun

yang ditandai adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap

organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi

autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan kerusakan

jaringan.

2. Diagnosisnya bila ditemukan 4 atau lebih dari 11 kriteria SLE, atau

ditemukan 3 kriteria dan salah satunya ANApositif maka sangat mungkin

SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis. Apa bila hanya tes

ANA positif dan maifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tentu SLE,

dan obeservasi jangka panjang.

3. Pengobatan SLE berdasarkan 3 pilar antara lain: Edukasi dan konseling,

program rehabilitasi, pengobatan medika mentosa.

23

Page 24: Prescil Dr Heppy SLE

DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik.2011; Perhimpunan

Reumatologi Indonesia

Eisenberg H. SLE-Rituximab in lupus. 2010 [ cited 2011 Dec 29 ]. Available

from : http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC165056

Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al. Lupus Eritematosus Sistemik. Dalam:

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Ilmu Penyakit Dalam

Jilid III. Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing, 2009 ; 2565-2579.

Kanda N, Tsuchida T, Tamaki K. Estrogen enhancement of anti-double-

stranded DNA antibody and immunoglobulin G production in

peripheral blood mononuclear cells from patients with systemic lupus

erythematosus. Arthritis Rheum 1999;42:328–37.

Manson JJ, Isenberg DA. The Pathogenesis of systemic lupus erythematosus.

J Netherl Med 2003;61(11):343-346.

Mok CC, Lau CS. Pathogenesis of systemic lupus erythematosus. J Clin

Pathol 2003;56:481-490.

Sequeira JF, Keser G, Greenstein B, et al. Systemic lupus erythematosus: sex

hormones in male patients. Lupus 1993;2:315–17.

Silva C, Isenberg DA. Aetiology and pathology of systemic lupus

erythematosus. Hospt Pharm 2001;7:1-7.

24