BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. ADJ Usia : 22 tahun Jenis kelamin : Perempuan Status : Menikah Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Cilebu barat 8/8 Bogor Tanggal masuk : 26 Oktober 2014 Tanggal periksa : 26 Oktober 2014 II. SUBJEKTIF 1. Keluhan Utama Nyeri dada sebelah kiri 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo pada tanggal 26 Oktober 2014 dengan keluhan nyeri dada. Keluhan nyeri dada kiri telah dirasakan sejak 1 hari setelah pulang dari RSMS yang sebelumnya mondok dengan keluhan yang sama dirawat 4 hari di RSMS. Selain nyeri dada kiri, pasie juga mengeluhkan sesak napas dan sakit kepala keluhan dirasakan sangat tidak nyaman dan mengganggu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. ADJ
Usia : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Cilebu barat 8/8 Bogor
Tanggal masuk : 26 Oktober 2014
Tanggal periksa : 26 Oktober 2014
II. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Nyeri dada sebelah kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo pada
tanggal 26 Oktober 2014 dengan keluhan nyeri dada. Keluhan nyeri
dada kiri telah dirasakan sejak 1 hari setelah pulang dari RSMS yang
sebelumnya mondok dengan keluhan yang sama dirawat 4 hari di
RSMS.
Selain nyeri dada kiri, pasie juga mengeluhkan sesak napas dan
sakit kepala keluhan dirasakan sangat tidak nyaman dan mengganggu
aktifitas pasien. Pasien mengaku sebelumnya sudah pernah di diagnosis
SLE spesialis penyakit dalam dan mondok di RSUP. Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo tahun 2012.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama : diakui
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat OAT : disangkal
d. Riwayat hipertensi : disangkal
e. Riwayat diabetes melitus : disangkal
f. Riwayat mondok : diakui
g. Riwayat alergi : disangkal
h. Riwayat jantung : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat penyakit tuberkulosis: disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat diabetes melitus : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
g. Riwayat jantung : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan
yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan
keluarga dekat baik. Anggota keluarga pasien lain yang tinggal satu
rumah dan tetangga sekitar pasien tidak ada keluhan seperti pasien.
b. Home
Pasien tinggal bersama suami dan kedua orang tua pasien. Rumah
pasien berdinding tembok, berlantai ubin dan memiliki langit-langit
dan beratap genting. Rumah memiliki jendela dan ventilasi yang
memadai.
c. Occupational
Pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.
d. Personal habit
Pasien mengaku makan sehari 3 kali. Pasien tidak merokok, senang
mengkonsumsi makanan berlemak, manis dan asin. Pasien tidak
rutin berolahraga.
2
III. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Tampak sesak
b. Kesadaran : Compos mentis
c. BB : 45 kg
d. TB : 155 cm
e. Vital sign
- Tekanan Darah : 120/90 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- RR : 28 x/menit
- Suhu : 36.8 oC
f. Status Generalis
1) Kepala : Venektasi temporal (-/-)
2) Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
immunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit.
Selain itu sinar UV menyebakan pelepasan mediator imun pada penderita lupus,
dan memegang peranan dalam fase induksi yang secara langsung mengubah sel
DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu
menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit (Manson, 2003). Faktor
lingkunagn lainya yaitu kebiasaan merokok yang menunjukan bahwa perokok
memiliki risiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung
dalam tembakau yaitu amino lipogenik aromatic (Eisenberg, 2010). Pengaruh obat
juga dapat memberikan gambaran bervariasi pada penderita lupus. Pengaruh obat
salah satunya yaitu dapat meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan
lainya yaitu peranan agen infeksius terutama virus dapat ditemukan pada
penderita lupus.Virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekskresi sel
permukaan dan apoptosis (Manson, 2003)
Faktor ketiga yang mempengaruhi pathogenesis lupus yaitu faktor
hormonal. Mayoritas penyakit ini menyerang pada wanita muda dan beberapa
study menunjukan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormone estrogen
dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga
9
mengakibatkan produksi autoantibody berlebihan pada penderita SLE (Sequeira,
1993). Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk menjadi antigen nuclear
(ANA dan anti-DNA). Selain itu, terdapat antibody terhadap struktur sel lainya
seperti eritrosit, trombosit dan fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam
pembentukan kompleks imun, yang diikuti oleh aktivasi komplemen yang
mempengaruhi respon inflamasi pada banyak jaringan, termasuk kulit dan ginjal
(Kanda, 1999).
C. Patofisiologi
Anti Nuclear Antibody (ANA) dengan antigenya yang spesifik
membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi. Kompleks imun ini
akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi
komplemen pada orang tersebut. Peristiwa ini menyebakan aktivasi komplemen
yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang. Bagian yang
penting dalam pathogenesis ini adalah terganggunya mekanisme regulasi yang
dalam keadaan normal mencegah automunitas patologis pada individu yang
resisten.
Gangguan imunologis berupa pengujian imun yang abnormal termasuk
anti-bodi anti-DNA atau anti-Sm (Smith), positif semu pada pengujian darah
unutk sifilis, anti-bodi anti-kardiolipin, uji LE positif.
D. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis LES, dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan
laboratorium. American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1997,
mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana apabila didapatkan 4
kriteria, diagnosis LES dapat ditegakkan2;
10
Tabel 1. Kriteria Manifestasi SLE
Kriteria Batasan
1. Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipatan nasobial.
2. Ruam diskoid Plak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofik.
3. Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadapsinar matahari, baik dari anamnesis atau pemeriksaan fisik.
4. Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umunya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa.
5. Artritis Artritis non erotif yang melibatkan dua atau lebih sendi perifer, ditandai nyeri tekan atau efusia.
6. Serositisa. Pleuritis
b. Perikarditis
a. Riwayat pleuritik atau pleuritik friction rub yang di dengar oleh dokter atau terdapat bukti efusi pleura.
b. Terbukti dengan rekaman EKG atau terdapat bukti efusi perikardium
7. Gangguan renal a. Proteinuria menetap > 0.5 gr/hari atau >3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif atau
b. Silinder seluler : dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular, atau campuran.
8. Gangguan hematologi
a. Anemia hemolitik dengan retikulosis ataub. Leukopenia <4000/mm3 pada 2x pemeriksaan atau
lebihc. Limfopenia < 1500/mm3 pada 2x pemeriksaan atau
lebih ataud. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan
oleh obat-obatan.9. Gangguan
imunologia. Anti ANA : antibody terhadap native DNA dengan
titer abnormal ataub. Anti –Sm : terdapatnya antibody terhadap antigen
nuclear Smc. Temuan positif terhadap antibody antifosfolipid yang
didasarkan atas:-kadar antibody antikardiolipin abnormal baik IgM atau IgG
-tes lupus antikoagulan positif menggunakan metode standar
-hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis sekurang-kurangnya selama 6 bulan dan konfirmasi dengan tes atau fluororesensi absorbs antibody treponema.
10. Gangguan neurologi
a. Kejang yang ukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolic (missal uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit)
11
b. Psikosis yang buka disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolic (missal uremia, ketoasidosis, ketidakseimbangan elektrolit)
11. ANA Test (Antibodi Antinuklear Positif)
Titer abnormaldari antibody antinuclear berdasarkan pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat pada kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan obat yang diketahui berhubungan dengan sindroma lupus yang diinduksi obat.
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis SLE memiliki
sensitifitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah
satunya ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada
pengamatan klinis. Bila hasil tes ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE.
Apabila hanya tes ANA positif dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum
tentu SLE, dan observasi jangka panjang diperlukan (Isbagio, 2009).
Gambar 1. Ruam malar
12
E. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit atau kondisi dibawah ini seringkali mengacaukan
diagnosis akibat gambaran klinis yang mirip atau beberapa tes
laboratorium yang serupa, yaitu : 26,28
1. Undifferentiated connective tissue disease
2. Sindrom Sjogren
3. Sindroma antibody antifosfolipid (APS)
4. Fibromialgia (ANA positif)
5. Purpura trombositopenik idiopatik
6. Lupus imbas obat
7. Artritis rheumatoid dini
8. Vaskulitis
F. Penatalaksanaan
Baik untuk SLE ringan atau sedang dan berat, diperlukan gabungan
strategi pengobatan atau disebut pilar pengobatan. Pilar pengobatan SLE ini
seyogyanya dilakukan secara bersamaan dan berkesinambungan agar tujuan
pengobatan tercapai. Perlu dilakukan upaya pemantauan penyakit mulai dari
dokter umum di perifer sampai ke tingkat dokter konsultan, terutama ahli
reumatologi (PRI, 2011).
Berikut merupakan pilar pengobatan Lupus Erimatosus Sistemik (PRI, 2011) :
1. Edukasi dan konseling
2. Program rehabilitasi
3. Pengobatan medika mentosa
a. OAINS
b. Antimalaria
c. Steroid
d. Imunosupresan/Sitotoksik
13
e. Terapi lain
I.1 Edukasi
Pada umumnya, penderita LES mengalami fotosensitivitas sehingga
penderita harus selalu diingatkan untuk tidak terlalu banyak terpapar oleh
sinar matahari. Mereka dinasihatkan untuk selalu menggunakan krim
pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung bila akan
berjalan di siang hari. Pekerja di kantor juga harus dilindungi terhadap
sinar matahari dari jendela. Selain itu, penderita LES juga harus
menghindari rokok (Isbagio, 2009).
Infeksi sering terjadi pada penderita LES, penderita harus selalu
diingatkan bila mengalami demam yang tidak jelas penyebabnya,
terutama pada penderita yang memperoleh kortikosteroid dosis tinggi,
obat-obat sitotoksik, penderita dengan gagal ginjal, vegetasi katup
jantung, ulkus dikulit dan mukosa. Profilaksis antibiotic harus
dipertimbangkan pada penderita SLE yang akan menjalani prosedur
genitourinarius, cabut gigi dan prosedur invasive lainya (Isbagio, 2009).
I.2 Program rehabilitasi
Modalitas yang dapat diberikan pada pasien SLE tergantung maksud
dan tujuan program ini. Slah satu hal penting adalah pemahamanaakan
turunnya massa otot hingga 30% apabila pasien dengan SLE dibiarkan
dalam kondisi imobilitas selama lebih 2 minggu. Di samping itu
penurunan masa otot akan terjadi sekitar 1-5 % per hari dalam kondisi
imobilitas. Berbagai latihan diperlukan untuk mempertahankan
14
kestabilan sendi. Modalitas seperti pemberian dingin atau panas di
perlukan untuk mengurangi nyeri, menghilangkankekakuan atau
spasme otot. Demikian pula modalitas seperti transcutaneous
electrical nerve stimulation (TENS) memberikan manfaat yang cukup
besar pada pasien dengan nyeri atau kekakuan otot (PRI, 2011).
I.3 Terapi Medika mentosa
Terapi lain
Pengobatan SLE berdasarkan derajat keparahan2:
1. Pengobatan SLE Ringan
Pilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan bersamaan dan
berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang
penting agar tujuan diatas tercapai, yaitu:
i. Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500mg
ii. Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan
diagnosis dan pengelolaan nyeri dan inflamasi
iii. Glukokortikoid topical untuk mengatasi ruam (preparat ringan).
iv. Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kgBB/hari (150-300mg/hari) (1
tablet klorokuin 250 mg mengandung 150 mg klorokuin basa)
catatan periksa mata pada saat awal akan pemberian dan
dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara hiroksiklorokuin dosis 5-
6,5 mg/kgBB/hari (200-400mg/hari) dan periksa mata setiap 6-
12 bulan.
15
v. Kortikosteroid dosis rendah seperti prednisone <10 mg/hari
atau yang setara. Tabir surya untuk perlindungan kulit dari
sinar matahari sekurang-kurangnya 15 SPF.
Kortikosteroid digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan
SLE. Meski dihubungkan dengan munculnya efeksamping, kortikosteroid tetap
merupakan obat yang banyak dipakai sebagai antiinflamasi dan imunosupresi.
Dosis kortikosteroid yang digunakan juga bervariasi. Untuk meminimalkan
maslah interpretasi dari pembagian ini maka dilakukan standarisasi berdasarkan