Top Banner

of 22

Prescil Dr. Yunanto - Leukemia Cml

Mar 10, 2016

Download

Documents

rizakyusan

Leukemia CML Prescil FK Unsoed sadmbasmdbsa dasnd,ksand,asd as,kdjsakndksad sak,dns,andsad askdnsak,ndas dk,sandk,sankdnsakds adnk,wqnwe qenksandkasnd asdknksandkqw eknqkndsa dkasnkdnsa qwknekwqne sakdnkasnd kdakndskandsa qwkekqnwekwq
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PRESENTASI KASUS

LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK

Pembimbing:

dr. Yunanto, Sp. PD

Disusun oleh :

Rizak Tiara YG4A015005Dwijayanti Titi HG4A015006SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2015LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIKDisusun Oleh :

Rizak Tiara YG4A015005Dwijayanti Titi HG4A015006Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal :

2015Dokter Pembimbing,

dr. Yunanto, Sp. PD

STATUS PENDERITAA. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. SUsia

: 38 tahun

Suku/bangsa

: JawaPekerjaan

: Swasta mandiriAlamat

: Argosari, AyahTanggal/Jam Masuk : 12 Desember 2015 Pukul 15.34 WIBTanggal Pemeriksaan : 13 Desember 2015B. ANAMNESIS Keluhan Utama: Autoanamnesa

Badan terasa lemahRiwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RSMS dengan badan terasa lemas, lelah, letih dan sejak 1 bulan yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluh bengkak pada punggung dan kaki kanan dan dirasakan semakin membesar. Pasien juga mengeluh nafsu makan menurun, cepat kenyang dan mual.Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat di diagnosis dengan leukemia di RS PKU Gombong Riwayat keluhan yang sama disangkal Riwayat penyakit darah tinggi disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit ginjal disangkal Riwayat kencing manis disangkalRiwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan yang sama disangkal

Riwayat penyakit darah tinggi disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit ginjal disangkal Riwayat kencing manis disangkal Riwayat alergi disangkalRiwayat Sosial Ekonomia. Pekerjaan

Pasien mengaku pekerjaannya sebagai buruh, memberikannya cukup waktu untuk beristirahat.

b. Diet

Pasien mengosumsi makanan sayur-sayuran serta buah-buahan dengan jumlah yang cukup.

c. Habit

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol.C. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik Umum

a. Keadaan umum: Sedang

b. Kesadaran

: Compos mentisc. Tanda vital : Tekanan darah

: 110/80 mmHg Nadi

: 92 x/menit Pernapasan

: 28 x/menit Suhu badan (axila): 36 Cd. Pemeriksaan kepala Bentuk kepala

: simetris, mesochepal Rambut

: distribusi merata Venektasi temporal: tidak ada e. Pemeriksaan Mata : Konjungtiva anemis: +/+ Sklera ikterik

: +/+ Palpebra edem

: -/-f. Pemeriksaan Telinga: Simetris

: + Kelainan bentuk

: - Discharge

: -g. Pemeriksaan Hidung:

Discharge

: - Nafas cuping hidung: -h. Pemeriksaan Mulut: Bibir sianosis

: - Lidah sianosis

: - Lidah kotor

: -i. Pemeriksaan Leher:

Deviasi trakea

: - Pembesaran kel. Tiroid: - Pembesaran nnll

: - Peningkatan JVP

: - Thorax

Paru

Inspeksi : Bentuk dada tidak simetris, tidak ada ketinggalan gerak, tidak ada retraksi spatium intercostalis.

Palpasi

: Gerakan dada simetris, vocal fremitus kanan = kiriPerkusi

: Sonor pada seluruh lapang paruAuskultasi

: Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada kedua lapang paru, tidak ditemukan wheezingJantungInspeksi

: Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada sebelah kiri atasPalpasi: Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari medial LMCSPerkusi: Batas jantung kanan atas SIC II LPSD

Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD

Batas jantung kiri atas SIC II LPSS

Batas jantung kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS

Auskultasi: S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan gallop.Abdomen

Inspeksi: Perut datar, tidak tampak benjolan, striae (-)Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-) Palpasi: supel, tidak teraba masa, nyeri tekan di regio epigastrik.

Hepar

: Teraba 4 jari BACD, tepi tumpul, konsistensi kenyal, permukaan rata, NT (+)Lien

: Schuffner 3-4, konsistensi padat, berbatas tegasPemeriksaan ekstrimitas

1) Superior dextra/sinistra : edem -/-, ikterik -/-, sianosis -/-

2) Inferior dextra/sinistra

: edem +/-, ikterik -/-, sianosis -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (12/12/15):

Pemeriksaan HasilNilai Rujukan

Darah Lengkap

Hemoglobin 6.6 g/dL (L)11.2-17.3 gr/dl

Leukosit 714150 /uL3.800 10.600/L

Hematokrit 13 % (L)40 - 52%

Eritrosit 1.4 x 106/uL (L)4.4 - 5.9 juta/L

Trombosit 527000 /uL150.000-440.000/L

MCV9580 - 100 fL

MCH48 pg26 34 pg

MCHC23.6 % (L)32 36 gr/dL

RDW12.4 % (L)9.4 12.4 %

Hitung Jenis

Basofil 1.0 %0 1 %

Eosinofil2.7 %1 3 %

Batang 49.0 % (L)2 6 %

Segmen 42.3 % (H)50 70 %

Limfosit 1.5 % (L)20 40 %

Monosit 3.5 % 2 -8 %

Total Protein5,39 (L)6,4 - 8,2 gr/dl

Albumin2.65 (L)3,4 5 gr/dl

Globulin2,74 (L)2,7 3,2 gr/dl

Ureum Darah73.2 (H)14.98 38.52 mg/dl

Kreatinin Darah0.83 (H)0,8 1,3 mg/dl

Gambaran Darah Tepi

Kesan : Anemia, leukositosis, trombositosis ( suspek keganasan hematologi (CML)E. Diagnosis kerjaLeukemia suspek CML

F. Terapi

IVFD NaCl 0.9% 10 tpm

Aspilet 1x1Inj. ceftriaxon 2 x 1 gr

Curcuma 3x1Cytodrox 2x1Lab. BCR-ABLG. Prognosis

a. Ad vitam

: dubia ad malamb. Ad fungsionam: dubia ad malamc. Ad sanationam: dubia ad malamBAB IPENDAHULUAN

Chronic Myelogenous Leukemia (CML), dikenal juga dengan nama leukemia granulositik kronik merupakan suatu jenis kanker dari leukosit. CML adalah bentuk leukemia yang ditandai dengan peningkatan dan pertumbuhan yang tak terkendali dari sel myeloid pada sumsum tulang, dan akumulasi dari sel-sel ini di sirkulasi darah. CML merupakan gangguan stem sel sumsum tulang klonal, dimana ditemukan proliferasi dari granulosit matang (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan prekursornya. Keadaan ini merupakan jenis penyakit myeloproliferatif dengan translokasi kromosom Philadelphia (Sawyers, 1999).Kejadian leukemia mielositik kronik mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia limfositik kronik. pada umumnya menyerang usia 40-50 tahun, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan biasanya lebih progresif. Di Jepang kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor Chernobyl meledak (Druker et al., 2001).Dalam perjalanan penyakitnya, leukemia mielositik kronik dibagi menjadi 3 fase, yaitu: fase kronik, fase akselerasi, dan fase krisis blast. Pada umumnya, saat pertama kali diagnosis ditegakkan, pasien masih dalam fase kronik, bahkan seringkali diagnosis leukemia mielositik kronik ditemukan secara kebetulan, misalnya saat persiapan pra-operasi, dimana ditemukan leukositosis hebat tanpa gejala infeksi (Kantarijan et al., 2002). Selanjutnya untuk penegakan diagnosis memerlukan pemeriksaan hapusan darah tepi, serta pemeriksaan sumsum tulang (Kantarijan et al., 2002). Oleh karena pentingnya diagnosis penyakit ini, penulis memilih kasus presentasi leukemia mielositik kronik ini.

BAB IIISI

I. DEFINISILeukemia granulositik kronik atau Chronic Myelogenous Leukemia (CML) merupakan kelainan myeloproliferative yang ditandai dengan peningkatan proliferasi dari seri sel granulosit tanpa disertai gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat ditemukan berbagai tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), meta mielosit, mielosit, sampai granulosit (Druker et al., 2001).II. EPIDEMIOLOGISecara epidemiologi, seluruh lapisan umur dapat terkena CML. Insidensi CML sekitar 1-2 per 100.000 populasi. CML jarang mengenai anak kecil tetapi 15% pasien leukemia dewasa terdiagnosis CML. Pasien yang terdiagnosis CML, biasanya berumur antara 60-65 tahun. Tahun 2009, 5050 pasien telah didiagnosis CML dan 470 pasien dinyatakan meninggal di Amerika Serikat (Fadjari dan Sukrisman, 2009).Di Asia, insidensi chronic myeloid leukemia lebih rendah dibandingkan negara barat. Di negara barat, sebagian besar laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan wanita (Fadjari dan Sukrisman, 2009).III. ETIOLOGIEtiologi CML (chronic myeloid leukemia) tidak diketahui secara pasti. Sedikit sekali evidence base mengenai keterkaitan faktor genetik pada pasien CML. Sebaliknya, pasien CML lebih merupakan penyakit yang datang secara tiba-tiba dibandingkan keturunan. Paparan radiasi dan nuklir termasuk radioterapi juga dapat meningkatkan angka kejadian CML. Seperti halnya di Jepang, kejadiannya meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, demikian juga di Rusia setelah reaktor Chernobil meledak (Fadjari dan Sukrisman, 2009).IV. TANDA DAN GEJALATanda dan gejala dari CML tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut, yaitu (Fadjari & Sukrisman, 2009) :

a. Fase kronik terdiri atas :

1. Gejala hiperkatabolik : berat badan menurun, lemah, anoreksia, berkeringat pada malam hari.

2. Splenomegali hampir selalu ada, dan sering masif.

3. Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.

4. Gejala gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.

5. Gangguan penglihatan dan priapismus.

6. Anemia pada fase awal sering tetapi hanya ringan dengan gambaran pucat, dispneu dan takikardi.

7. Kadang-kadang asimtomatik, ditemukan secara kebetulan pada saat check up atau pemeriksaan untuk penyakit lain.

b. Fase transformasi akut terdiri atas :

Perubahan terjadi perlahan-lahan dengan prodormal selama 6 bulan, di sebut sebagai fase akselerasi. Timbul keluhan baru, antara lain : demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang semakin progresif. Respons terhadap kemoterapi menurun, lekositosis meningkat dan trombosit menurun (trombosit menjadi abnormal sehingga timbul perdarahan di berbagai tempat, antara lain epistaksis, menorhagia).

c. Fase Blast (Krisis Blast) :

Pada sekitar 1/3 penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa didahului masa prodormal keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa pengobatan adekuat penderita sering meninggal dalam 1-2 bulan.

V. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIPada pasien CML hampir selalu ditemukan adanya kromosom abnormal yang disebut kromosom Philadelphia (Ph), yaitu kromosom 22q atau kromosom 22 yang kehilangan sebagian lengan panjang. Kromosom Ph terbentuk karena adanya translokasi resiprokal antara lengan panjang kromosom 9 dan 22. Pemendekan lengan kromosom 22 disebabkan karena gen yang ada pada lengan panjang kromosom 9 (9q34) yaitu ABL (Abelson) dan gen BCR (break cluster region) yang terletak di lengan panjang kromosom 22 (22q11) (Aster, 2007).

Gambar 1. Translokasi Kromosom 9 dan 22.Gen BCR-ABL pada kromosom Ph menyebabkan proliferasi yang berlebihan dari sel induk pluripotent pada sistem hematopoiesis. Proliferasi berlebihan ini disertai dengan waktu hidup yang lebih lama, karena gen BCR-AVL bersifat anti apoptosis. Dampak kedua mekanisme di atas adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak sistem hematopoiesis lainnya (Fadjari & Sukrisman, 2009).Perjalanan penyakit CML dibagi menjadi beberapa fase, yaitu (I Made, 2006):1. Fase Kronik : pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blast dan sel premielosit kurang dari 5% di dalam darah dan sumsum tulang.Fase ini ditandai dengan over produksi granulosit yang didominasi oleh netrofil segmen. Pasien mengalami gejala ringan dan mempunyai respon baik terhadap terapi konvensional.

2. Fase Akselerasi atau transformasi akut : fase ini sangat progresif, mempunyai lebih dari 5% sel blast namun kurang dari 30%. Pada fase ini leukosit bisa mencapai 300.000/mmk dengan didominasi oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik mempunyai kelainan kromosom lebih dari satu (selainPhiladelphiakromosom). 3. Fase Blast(Krisis Blast) : pada fase ini pasien mempunyai lebih dari 30% sel blast pada darah serta sumsum tulangnya. Sel blast telah menyebar ke jaringan lain dan organ diluar sumsum tulang. Pada fase ini penyakit ini berubah menjadi Leukemia Myeloblastik Akut atau Leukemia Lympositik Akut.

Gambar 2. Peran BCR-ABL terhadap mutasi HSC.

VI. DIAGNOSISa. AnamnesisManifestasi klinis leukemia myelogenous kronis (CML) adalah membahayakan. Penyakit ini sering ditemukan secara kebetulan dalam fase kronis, ketika didapatkan hitung leukosit meningkat pada pemeriksaan darah rutin atau adanya splenomegali pada pemeriksaan fisik umum. Gejala nonspesifik meliputi kelelahan dan penurunan berat badan dapat terjadi lama setelah timbulnya penyakit. Kehilangan energi dan penurunan toleransi latihan dapat terjadi selama fase kronis setelah beberapa bulan.

Pasien sering memiliki gejala yang berkaitan dengan pembesaran limpa, hati, atau keduanya. Limpa besar dapat mengganggu pada lambung dan menyebabkan cepat kenyang sehingga asupan makanan berkurang. Nyeri perut kuadran kiri atas digambarkan sebagai nyeri dengan kualitas "mencengkeram" mungkin terjadi akibat infark limpa. Limpa yang membesar juga dapat dikaitkan dengan keadaan hipermetabolik, demam, penurunan berat badan, dan kelelahan kronis. Hati yang membesar dapat menyebabkan penurunan berat badan pasien. Beberapa pasien dengan CML memiliki demam ringan dan berkeringat berlebihan terkait dengan hipermetabolisme.

Pada beberapa pasien yang ada dalam fase akselerasi, atau fase akut dari penyakit (melewatkan fase kronis), perdarahan, petechiae, ekimosis dan mungkin merupakan gejala menonjol. Dalam situasi ini, demam biasanya berhubungan dengan infeksi. Nyeri tulang dan demam, serta peningkatan fibrosis sumsum tulang, merupakan pertanda dari fase blast.b. Pemeriksaan fisik

Splenomegali adalah penemuan fisik yang paling umum pada pasien dengan leukemia myelogenous kronis (CML). Dalam lebih dari 50% pasien dengan CML, limpa berukuran lebih dari 5 cm di bawah batas kosta kiri pada saat penemuan. Ukuran limpa berkorelasi dengan hitungan granulocyte darah perifer, dengan limpa terbesar yang diamati pada pasien dengan jumlah leukosit yang tinggi. Sebuah limpa sangat besar biasanya pertanda transformasi menjadi bentuk krisis blast akut dari penyakit.Hepatomegali juga terjadi, meskipun kurang umum daripada splenomegali. Hepatomegali biasanya bagian dari hematopoiesis extramedullary terjadi di limpa. Temuan fisik leukostasis dan hiperviskositas dapat terjadi pada beberapa pasien, dengan ketinggian luar biasa leukosit mereka penting, lebih dari 300,000-600,000 sel/uL. Setelah funduscopy, retina dapat menunjukkan papilledema, obstruksi vena, dan perdarahan.Krisis blast ditandai oleh peningkatan dalam sumsum tulang atau ledakan jumlah darah perifer atau oleh perkembangan leukemia infiltrat jaringan lunak atau kulit. Gejala khas adalah karena trombositopenia, anemia, basophilia, limpa cepat memperbesar, dan kegagalan obat yang biasa untuk mengontrol leukositosis dan splenomegali.c. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan untuk leukemia myelogenous kronis (CML) terdiri dari jumlah darah lengkap dengan hitung diferensial, apusan darah tepi, dan analisis sumsum tulang. Meskipun khas hepatomegali dan splenomegali dapat dicitrakan dengan menggunakan scan hati/limpa, kelainan ini sering begitu jelas secara klinis sehingga pencitraan radiologis tidak diperlukan. Diagnosis CML didasarkan pada temuan histopatologi dalam darah perifer dan Philadelphia (Ph) kromosom dalam sel sumsum tulang.

Kelainan laboratorium lainnya termasuk hiperurisemia, yang merupakan refleksi dari peningkatan selularitas sumsum tulang, dan peningkatan nyata serum vitamin B-12-binding protein (TC-I). Yang terakhir ini disintesis oleh granulosit dan mencerminkan tingkat leukositosis.Tabel 2.1 Klasifikasi CML Berdasarkan WHOFase CMLDefinisi WHO

Fase Kronik StabilJumlah sel blast darah perifer kurang dari 10% pada darah dan sumsum tulang

Fase AkselerasiJumlah sel blasts 10-19% dari jumlah leukosit pada sel sumsum tulang nucleated dan atau perifer; trombositopenia persisten (< 100 109/L) tidak terkait dengan terapi atau trombositosis persisten (> 1000 109/L) tidak responsive terhadap terapi; peningkatan jumlah leukosit dan ukuran limpa tidak responsive terhadap terapi; bukti sitogenetik adanya clonal evolution

Krisis BlastJumlah sel blast perifer 20% dari leukosit darah tepi atau sel sumsum tulang nucleated; proliferasi blast ekstrameduler; dan focus atau kluster besar blast pada biopsy sumsum tulang

1. Hapusan Darah Tepi

Pada CML, peningkatan granulosit matang dan jumlah limfosit normal (persentase rendah karena dilusi dalam hitungan diferensial) menghasilkan jumlah leukosit total 20,000-60,000 sel/uL. Kenaikan ringan pada basofil dan eosinofil terjadi dan menjadi lebih menonjol selama masa transisi ke leukemia akut.

Proses apoptosis neutrofil matang/granulosit mengalami penurunan (kematian sel terprogram), mengakibatkan akumulasi sel berumur panjang dengan enzim yang rendah atau tidak ada, seperti alkalin fosfatase (ALP). Akibatnya, pada pengecatan alkali fosfatase leukosit sangat rendah bahkan tidak ada pada sebagian besar sel, menghasilkan skor rendah.

Darah perifer pada pasien dengan CML menunjukkan gambaran darah khas leukoeritroblastik, dengan sirkulasi sel dewasa dari sumsum tulang (Gambar 3).Gambar 3 Hapusan Darah Tepi Pasien CML. Apusan darah pada perbesaran 400x menunjukkan leukositosis dengan kehadiran sel-sel prekursor dari garis keturunan myeloid. Selain itu basophilia, eosinofilia, dan trombositosis dapat dilihat. Fase transisi atau akselerasi CML ditandai dengan penurunan respon terhadap terapi obat myelosuppressive, munculnya sel-sel blast perifer ( 15%), promyelocytes ( 30%), basofil ( 20%), dan penurunan trombosit jumlah sampai kurang dari 100.000 sel/uL. Promyelocytes dan basofil ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Transisi. Film Blood pada perbesaran 1000X menunjukkan promyelocyte, eosinofil, dan basofil.

Gambar 5. Hapusan Darah Tepi Pasien CML Fase Blast. Film Blood pada perbesaran 1000X menunjukkan garis keturunan granulocytic keseluruhan, termasuk eosinofil dan basofil.Tanda-tanda transformasi atau fase akselerasi pada pasien dengan CML adalah penurunan respon terhadap obat-obatan myelosupresi atau interferon, meningkatnya sel blast dalam darah tepi dengan basophilia dan trombositopenia tidak berhubungan dengan terapi, kelainan sitogenetika baru, dan meningkatnya splenomegali dan myelofibrosis.Di sekitar dua pertiga kasus, sel blast yang ditemukan adalah myeloid. Namun, pada sepertiga kasus sisanya, sel blast yang ditemukan memperlihatkan fenotipe limfoid, bukti lebih lanjut dari sifat sel induk penyakit asli. Kelainan kromosom tambahan biasanya ditemukan pada saat fase blast krisis, termasuk tambahan Ph translokasi kromosom atau lainnya.Sel myeloid awal seperti myeloblasts, mielosit, metamyelocytes, dan berinti sel darah merah yang biasa hadir dalam hapusan darah, meniru temuan di sumsum tulang. Kehadiran sel-sel progenitor yang berbeda midstage membedakan CML dari leukemia myelogenous akut, di mana leukemic gap (maturation arrest) atau hiatus ada dan menunjukkan adanya sel-sel ini.Anemia ringan sampai anemia sedang sangat umum pada saat diagnosis dan biasanya normokromik normositik dan. Jumlah trombosit pada diagnosis bisa rendah, normal, atau bahkan meningkat pada beberapa pasien (> 1 juta pada beberapa).2. Analisis Sumsum TulangSumsum tulang bersifat hypercellular, dengan perluasan lini sel myeloid (misalnya, neutrofil, eosinofil, basofil) dan sel progenitornya. Megakaryocytes (lihat gambar di bawah) yang menonjol dan dapat ditingkatkan. Fibrosis ringan sering terlihat pada pengecatan reticulin.

Gambar 6. Hapusan Sumsum Tulang Pasien CML. Sumsum tulang Film pada perbesaran 400x menunjukkan dominasi jelas granulopoiesis. Jumlah eosinofil dan megakaryocytes meningkat.Pemeriksaan sitogenetik pada sel sumsum tulang, dan darah bahkan perifer, harus mengungkapkan kromosom khas Ph1, yang merupakan translokasi resiprokal antara kromosom dari bahan kromosom 9 dan 22 (lihat gambar di bawah). Ini adalah ciri khas CML, ditemukan di hampir semua pasien dengan penyakit dan terdapat sepanjang perjalanan klinis seluruh CML.

Gambar 7. Kromosom Philadelphia, yang merupakan kelainan karyotypic diagnostik untuk leukemia myelogenous kronis, akan ditampilkan dalam gambar ini dari kromosom banded 9 dan 22. Yang ditampilkan adalah hasil dari translokasi resiprokal 22q ke lengan bawah 9 dan 9q (c-ABL pada wilayah klaster breakpoint tertentu [bcr] kromosom 22 ditandai dengan panah).Selain itu, BCR chimeric / ABL messenger RNA (mRNA) yang menjadi ciri khas CML dapat dideteksi oleh polymerase chain reaction (PCR). Ini adalah tes sensitif yang hanya memerlukan beberapa sel dan berguna dalam memantau penyakit sisa minimal (MRD) untuk menentukan efektivitas terapi. BCR-ABL transkrip mRNA juga dapat diukur dalam darah perifer.Analisis karyotypic sel sumsum tulang memerlukan keberadaan sel yang membelah tanpa kehilangan viabilitas karena bahan mensyaratkan bahwa sel masuk ke mitosis untuk mendapatkan kromosom individu untuk identifikasi setelah banding. Proses pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang memerlukan keahlian analis.Teknik baru fluoresensi hibridisasi in situ (IKAN) menggunakan probe yang berlabel hibridisasi baik kromosom metafase atau inti interfase, dan probe hibridisasi terdeteksi dengan fluorochromes. Teknik ini merupakan cara yang cepat dan sensitif untuk mendeteksi kelainan struktural numerik dan berulang

Gambar 2.8 Fluoresensi hibridisasi in situ menggunakan unik-urutan, DNA probe ganda fusi untuk bcr (22q11.2) dengan warna merah dan c-ABL (9q34) gen daerah di hijau. Para bcr normal / ABL fusi hadir di Philadelphia kromosom-positif sel-sel dalam kuning (kanan panel) dibandingkan dengan kontrol (panel kiri).Dua bentuk mutasi BCR / ABL telah diidentifikasi. Ini bervariasi sesuai dengan lokasi dari daerah mereka bergabung pada domain bcr 3 '. Sekitar 70% pasien yang memiliki 5 'breakpoint DNA memiliki pesan RNA b2a2, dan 30% pasien memiliki 3' breakpoint DNA dan pesan RNA b3a2. Yang terakhir ini dikaitkan dengan fase kronis lebih pendek, kelangsungan hidup lebih pendek, dan trombositosis.CML harus dibedakan dari Ph1-negatif dengan hasil PCR negatif untuk BCR / ABL mRNA. Penyakit ini termasuk gangguan myeloproliferative lain dan leukemia myelomonocytic kronis, yang sekarang diklasifikasikan dengan sindrom myelodysplastic. Kelainan kromosom tambahan, seperti kromosom Ph1-positif tambahan atau ganda atau trisomi 8, 9, 19, atau 21, 17 isochromosome, atau penghapusan kromosom Y, telah digambarkan sebagai pasien memasuki sebuah bentuk transisi atau fase percepatan krisis blast.Pasien dengan kondisi selain CML, seperti yang baru didiagnosis leukemia limfositik akut (ALL) atau leukemia nonlymphocytic, mungkin juga mempunyai kromosom Ph1. Beberapa menganggap pasien ini ada dalam fase blastic CML tanpa fase kronis. Kromosom ini jarang ditemukan pada pasien dengan gangguan myeloproliferative lain, seperti polisitemia vera atau thrombocythemia esensial, tetapi ini mungkin kondisi misdiagnosis leukemia myelogenous kronis (CML). Hal ini jarang diamati dalam sindrom myelodysplastic.VII. PENATALAKSANAAN1. Fase Kronik

a. Imatinib (Glivec)Imatinib merupakan inhibitor spesifik tirosin kinase yang dikode oleh BCR-ACL. Imatinib mengontrol jumlah darah dan menyebabkan sumsum menjadi negatif Ph pada sebagian besar kasus, meskipun hampir semua RNA- messenger fusi BCR-ABL tetap positif bila diuji dengan PCR. Imatinib akan menyebabkan fase kronik memanjang dan kecepatan transformasi akut berkurang. Dosis dapat diberikan 400mg/ hari setelah makan, dan dapat ditingkatkan menjadi 600mg/hari jika tidak mencapai respon hematologic setelah 3 bulan pemberian. Efek samping obat ini meliputi mual, ruam kulit, dan nyeri otot. Imatinib dalam kombinasi dengan obat lain juga dapat mempengaruhi terapi Ph+ ALL dan transformasi blas CML (Atul & Victor, 2005)

b. HidroksiureaMemiliki efek mielosupresif sehingga akan mengontrol peningkatan jumlah sel darah putih, tetapi tidak menimbulkan anemia aplastic. Dosis yang dapat diberikan 30mg/kgBB/hari diberikan dalam dosis tunggal atau dibagi menjadi 2-3 dosis. Jika leukosit >300.000/mm3, maka dosis dapat ditingkatkan hingga maksimal 2.5 mg/hari. Pengobatan dihentikan jika leukosit 9 tahun. Tidak dilakukan pada CML dengan kromosom Ph negative atau BCR-ABL negative. Indikasi transplantasi sumsum tulang antara lain (Fadjari & Sukrisman, 2009):

1) Usia tidak lebih dari 60 tahun

2) Ada donor yang cocok

3) Termasuk golongan risiko rendah menurut perhitungan Sokal.

2. Fase AkutTerapi untuk fase akselerasi atau transformasi akut sama seperti leukemia akut, AML atau ALL, dengan penambahan Imetinib dapat diberikan. Apabila sudah memasuki kedua fase ini, sebagian besar pengobatan yang dilakukan tidak dapat menyembuhkan hanya dapat memperlambat perkembangan penyakit. (Atul & Victor, 2005).DAFTAR PUSTAKA

Aster J. 2007. Penyakit Organ: Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins SL (eds). Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7. Diterjemahkan oleh Pendt BU et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Atul M & Victor H. 2005. At A Glance: Hematology. London: Blackwell Publishing.Fadjari H, Sukrisman L. 2009. Limfoma Granulositik Kronis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.Sawyers CL, Hochhaus A, Feldman E, et al. Imatinib induces hematologic and cytogenetic responses in patients with chronic myelogenous leukemia in myeloid blast crisis: results of a phase II study. Blood. May 15 2002;99(10):3530-9.Kantarjian H, Sawyers C, Hochhaus A, et al, for the International STI571 CML Study Group. Hematologic and cytogenetic responses to imatinib mesylate in chronic myelogenous leukemia. N Engl J Med. Feb 28 2002;346(9):645-52.Druker BJ, Sawyers CL, Kantarjian H, et al. Activity of a specific inhibitor of the BCR-ABL tyrosine kinase in the blast crisis of chronic myeloid leukemia and acute lymphoblastic leukemia with the Philadelphia chromosome. N Engl J Med. Apr 5 2001;344(14):1038-42.