i PREPARASI MEMBRAN BERBASIS KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN COATING EKSTRAK DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI ANTIBIOFOULING SKRIPSI Oleh: MAY KURNIA PRATIWI 135100601111017 JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
106
Embed
PREPARASI MEMBRAN BERBASIS KITOSAN DENGAN …repository.ub.ac.id/3704/1/Pratiwi, May Kurnia.pdf · 2020. 6. 26. · pada membran dengan coating ekstrak daun kelor dimana ekstrak daun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
PREPARASI MEMBRAN BERBASIS KITOSAN DENGAN
PENAMBAHAN COATING EKSTRAK DAUN KELOR
(MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI ANTIBIOFOULING
SKRIPSI
Oleh:
MAY KURNIA PRATIWI 135100601111017
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
ii
PREPARASI MEMBRAN BERBASIS KITOSAN DENGAN
PENAMBAHAN COATING EKSTRAK DAUN KELOR
(MORINGA OLEIFERA) SEBAGAI ANTIBIOFOULING
Oleh:
MAY KURNIA PRATIWI 135100601111017
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul TA : Preparasi Membran Berbasis Kitosan
dengan Penambahan Coating Ekstrak
Daun Kelor (Moringa Oleifera) sebagai
Antibiofouling
Nama Mahasiswa : May Kurnia Pratiwi
N I M : 135100601111017
Program Studi : Teknologi Bioproses
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
Yusuf Wibisono, STP,M.Sc, Ph.D Dr.Ir. Bambang Dwi Argo, DEA NIP. 19800107 200212 1 003 NIP. 196107101986011001
Tanggal Persetujuan : Tanggal Persetujuan :
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul TA : Preparasi Membran Berbasis Kitosan
dengan Penambahan Coating Ekstrak
Daun Kelor (Moringa Oleifera) sebagai
Antibiofouling
Nama Mahasiswa : May Kurnia Pratiwi
N I M : 135100601111017
Program Studi : Teknologi Bioproses
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,
Yusuf Wibisono, STP,M.Sc, Ph.D Dr.Ir. Bambang Dwi Argo, DEA NIP. 19800107 200212 1 003 NIP. 196107101986011001
Dosen Penguji III, Ketua Jurusan,
La Choviya Hawa, STP, MP, Ph.D La Choviya Hawa, STP, MP, Ph.D
Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama Mahasiswa : May Kurnia Pratiwi NIM : 135100601111017 Jurusan : Keteknikan Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Skripsi : Preparasi Membran Kitosan dengan Penambahan Coating Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera ) sebagai Antibiofouling
Menyatakan bahwa, TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis serta Yusuf Wibisono, STP, M.Sc, Ph.D dan Dr. Ir. Bambang Dwi Argo, DEA selaku dosen pembimbing. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku. Malang, 9 Agustus 2017 Pembuat Pernyataan May Kurnia Pratiwi NIM 135100601111017
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Malang pada tanggal 31 Mei 1996 dari Ayah yang bernama Adi Prayitno dan Ibu yang bernama Ismiati. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Raudlatul Falah Desa Talok Kecamatan Turen Kabupaten Malang dan lulus pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan Sekolah Dasar di SDS Taman
Siswa Turen dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Turen dan lulus pada tahun 2011. Selama menempuh pendidikan di SMP, penulis pernah mengikuti lomba di bidang gerakan pramuka dan juga story telling. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Turen dan lulus pada tahun 2013. Pada tahun yang sama melanjutkan ke Perguruan Tinggi Program Studi Teknologi Bioproses Jurusan Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Selama menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya, penulis pernah menjadi koordinator divisi danus pada kegiatan brave yang diselenggarakan LKM ESP (2015) serta koordinator asisten praktikum mikrobiologi (2016).
vi
Alhamdulillahirobbil’alamin....
Dengan mengucapkan syukur kepada
Allah SWT yang selalu memberikan
petunjuk yang terbaik atas jalanku,
memberikan kebahagian dan kasih
sayang dengan menghadirkan orang-
orang terbaik disekelilingku
Semoga ridho-Nya selalu menuntunku
menuju jalan kebaikan dan kesuksesan
dari seluruh perjuanganku
Skripsi ini ku persembahkan untuk
ayah, mama, adik-adik dan seluruh
keluarga serta sahabat yang selalu
memberikan doa dan dukungan dalam
hidup ku
vii
MAY KURNIA PRATIWI. 135100601111017. Preparasi
Membran Kitosan dengan Penambahan Coating Ekstrak
Daun Kelor (Moringa Oleifera) sebagai Antibiofouling.
Skripsi. Dosen Pembimbing I : Dr. Yusuf Wibisono,
STP.,M.Sc. Dosen Pembimbing II : Dr.Ir. Bambang Dwi
Argo, DEA
RINGKASAN
Limbah cangkang udang sering menjadi permasalahan karena bau dan mencemari lingkungan. Oleh karena itu pemanfaatan kitosan yang terkandung dari limbah cangkang udang untuk dijadikan membran dengan penambahan bahan antibakteri sebagai antibiofouling dari ekstrak daun kelor merupakan suatu alternatif membran baru. Tujuan dari peneliti adalah menghasilkan membran kitosan berpendukung ekstrak daun kelor sebagai alternatif membran baru, serta mengetahui kombinasi terbaik membran berbasis kitosan dengan ekstrak daun kelor untuk mengurangi dan mencegah biofouling pada membran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan dilakukan pengulangan 3x pada setiap pengujian. Dengan menguji membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 0%, 2,5%, 5% dan 10%. Pengujian yang dilakukan terhadap membran adalah meliputi karakterisasi FTIR, pengujian total fenol pada ekstrak, pengujian ketebalan, kadar air dan kuat tekan membran, selanjutnya dilakukan pengujian fluks dan juga antibakteri dengan menggunakan bakteri e.coli. Karakterisasi FTIR menunjukan ekstrak telah berhasil menempel pada membran dengan terdeteksinya gugus fenol pada membran dengan coating ekstrak daun kelor dimana ekstrak daun kelor mengandung fenol 7,01±0,03%. Rerata ketebalan membran adalah 0,112mm, dengan rerata kuat tekan setengah kerig 31,47 kgf/cm2, selanjutnya kadar air membran kontrol sebesr 0,432 % sedangkan membran
viii
dengan tambahan coating ekstrak daun kelor ±0,235%. Nilai fluks pada tiap variasi membran hampir sama, yaitu ±6000 hingga 7000 L/m2jam. Aktifitas bakteri pada membran dengan coating 0%, 2,5%, 5%, 10% luas area yang ditutupi bakteri adalah 38,07%, 4,57%, 0,71% dan 0,29%. Sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang ditambahkan maka semakin rendah luasan membran yang tertutupi bakteri.
Kata kunci : biofouling, ekstrak daun kelor, kitosan, membran
ix
MAY KURNIA PRATIWI. 135100601111017. Chitosan
Based Membrane Preparation with Addition Coating of
Moringa Oleifera Leaf Extract as Antibiofouling.
Supervisor I : Dr. Yusuf Wibisono, STP.,M.Sc., Supervisor
II : Dr.Ir. Bambang Dwi Argo, DEA
SUMMARY
Shrimp shell waste often became a problem because of it’s smell and pollute the environment. Therefore, the use of chitosan contained in shrimp shell waste to be used as membrane with the addition of antibacterial material as antibiofouling from moringa leaf extract is a new membrane alternative. The goals of the researcher is to produce chitosan membrane which is supported by moringa leaf extract as new membrane alternative, and to know best combination of chitosan membrane with moringa leaf extract to reduce and prevent biofouling on membrane. The research method used is descriptive method with 3x repetition on each test. By testing the chitosan membrane with 0%, 2.5%, 5% and 10% moringa leaf extract coating. Tests of the membrane include FTIR characterization, total phenol testing on extract, thickness testing, water content and compressive strength of the membrane, then flux testing and also antibacterial by using e.coli bacteria. FTIR characterization showed that extract had successfully attached to membrane with detection of phenol group on membrane with coating of moringa leaf extract that moringa leaf extract contains phenol 7.01 ± 0.03%. The average of membrane thickness is 0,112mm, then average of compressive strength of half dried membrane is 31,47 kgf/cm2, next water content of control membrane is 0,432% while membrane with addition coating of moringa leaf extract ± 0,235%. The flux value in each membrane variation is almost same ± 6000 to 7000 L/m2 hour. Bacterial activity on
x
membranes with 0%, 2.5%, 5%, 10% of the covered area of the bacteria were 38.07%, 4.57%, 0.71% and 0.29%. Can be concluded that the higher concentration of extracts added, the lower the membrane area covered by bacteria.
Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Preparasi Membran Kitosan dengan Penambahan Coating Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) sebagai Antibiofouling” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Selama proses penelitian dan penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Yusuf Wibisono, STP, M.Sc,PhD dan Bapak Dr.Ir. Bambang Dwi Argo, DEA serta Ibu La Choviya Hawa STP, MP, Ph.D selaku dosen pembimbing dan penguji yang terbaik yang memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan dan penyelesaian Tugas Akhir.
2. Ibu Sinta Rosalia Dewi, S.Si, M.Sc selaku dosen penulis dan Bapak Ir. Supriyono selaku laboran laboratorium TPPHP yang telah banyak memberikan saran selama kegiatan penelitian.
3. Ayah, mama, adek-adek, Mbah dan seluruh keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan baik moril ataupun materiil.
4. Sahabat sahabat (Fira, Bunda, Arum, Tsalis) serta Masdeva yang selalu meluangkan waktunya untuk membantu, mendengarkan keluh kesah, dan menjadi penyemangat selama perkuliahan, serta Lailatul sebagai partner penelitian.
Malang, 9 Agustus 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ................................................... ii IDENTITAS TIM PENGUJI .................................................. iii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................. iv RIWAYAT HIDUP ................................................................ v UCAPAN TERIMAKASIH .................................................... vi RINGKASAN ....................................................................... vii SUMMARY .......................................................................... ix KATA PENGANTAR ........................................................... xi DAFTAR ISI ......................................................................... xii DAFTAR TABEL ................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................ xvii DAFTAR SIMBOL ............................................................. xviii I. PENDAHULUAN .............................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................... 3 1.5 Batasan Masalah ...................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 5 2.1 Membran ................................................................... 5
2.1.1 Teori Pemisahan Membran .................................. 6 2.2 Udang dan Limbah Cangkang Udang ........................ 7 2.3 Kitosan ...................................................................... 8 2.4 Fouling ...................................................................... 11 2.5 Daun Kelor ................................................................ 12
2.5.2 Mekanisme Kerja Senyawa Anti Bakteri Daun Kelor .................................................................... 13
2.6 Mekanisme Kerja FTIR .............................................. 14 2.7 Mekanisme Kerja Spektrofotometri UV-Vis ................ 15 2.8 Penelitian Terdahulu .................................................. 16
xiii
III. METODE PENELITIAN .................................................. 17 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................... 17 3.2 Alat dan Bahan .......................................................... 17
3.2.1 Alat ....................................................................... 17 3.2.2 Bahan................................................................... 18
Udang .................................................................. 20 3.3.2 Pembuatan Membran Kitosan .............................. 24 3.3.3 Pembuatan Ekstrak Daun Kelor ........................... 27 3.3.4 Pengujian Total Fenol Ekstrak Daun Kelor ........... 30 3.3.5 Penambahan Ekstrak Daun Kelor pada Membran
............................................................................ 32 3.3.6 Pengujian Kekuatan Mekanik Meliputi Ketebalan
Kuat Tekan dan Kadar Air .................................... 34 3.3.7 Karakterisasi Membran Menggunakan FTIR ........ 35 3.3.8 Pengujian Fluks Membran .................................... 35 3.3.9 Uji Aktivitas Antibakteri pada Membran ................ 37 3.3.10 Uji Mikrospkop untuk Mengamati Permukaan
Membran .............................................................. 40 3.4 Metode Penelitian ...................................................... 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................... 43
4.1 Karakterisasi menggunakan FTIR ............................. 57 4.2 Pengujian Total Fenol Ekstrak ................................... 63 4.3 Pengujian Ketebalan Membran ................................. 65 4.4 Pengujian Kuat Tekan Membran ............................... 66 4.5 Pengujian Kadar Air Membran ................................... 68 4.6 Pengujian Fluks pada Membran ................................ 69 4.7 Pengujian Antibakteri pada Membran dengan
menggunakan bakteri e.coli ...................................... 72 V. PENUTUP ..................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 81 LAMPIRAN .......................................................................... 87
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman Tabel 2.1 Tabel proses pembuatan kitosan dari limbah
cangkang udang .............................................. 10 Tabel 2.2 Tabel kandungan flafonols pada daun kelor ...... 12 Tabel 4.1 Bilangan gelombang dan gugus fungsi dari hasil
ftir kitin dari cangkang kulit udang .................... 58 Tabel 4.2 Bilangan gelombang dan gugus fungsi dari hasil
ftir gugus fenol pada ekstrak daun kelor dan juga membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor ................................................................ 62
Tabel 4.3 Tabel hasil pengujian toal fenol pada ekstrak daun kelor ................................................................ 63
xv
DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman
Gambar 2.1 Skema Pemisahan dengan Menggunakan
Membran ......................................................... 5 Gambar 2. 2 Struktur Kimia Kitosan .................................... 9 Gambar 2. 3 Gambar Daun Kelor dan Buah ...................... 12 Gambar 3. 1 Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang
Udang ........................................................... 21 Gambar 3. 2 Pembuatan Membran Kitosan ....................... 25 Gambar 3. 3 Ekstraksi Daun Kelor .................................... 28 Gambar 3. 4 Pengujian Total Fenol pada Ekstrak Daun Kelor
...................................................................... 31 Gambar 3. 5 Penambahan Ekstrak Daun Kelor pada
Membran Kitosan .......................................... 32 Gambar 3. 6 Pengujian Fluks pada Membran dengan
Menggunakan ............................................... 36 Gambar 3. 7 Uji Aktivitas Antibakteri pada Membran Kitosan
dengan .......................................................... 38 Gambar 4. 1 Proses Sintesis Cangkang Udang Menjadi
Kitosan .......................................................... 45 Gambar 4. 2 Gambar Kitin Dan Kitosan yang Didapatkan dari
Proses Sintesis Limbah Cangkang Udang .... 47 Gambar 4. 3 Proses pencetakan larutan kitosan asam asetat
menjadi membran kitosan ............................. 48 Gambar 4. 4 Gambar Membran yang Telah Dicetak .......... 49 Gambar 4. 5 Gambar Proses Maserasi Ekstrak dan Juga
Penyaringan Filtrat. ....................................... 50 Gambar 4. 6 Gambar Proses Coating Membran dengan
Ekstrak Daun Kelor ....................................... 51 Gambar 4. 7 Spektra FTIR dari kitin menjadi kitosan (setelah
proses deasetilasi ......................................... 53 Gambar 4. 8 Alat Uji Fluks dengan Metode Dead End....... 56 Gambar 4. 9 Hasil FTIR Sampel Kitin dan Kitosan ............ 57 Gambar 4. 10 Hasil FTIR Sampel Membran ........................ 61
xvi
Gambar 4. 11 Diagram Rerata Ketebalan Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor ........... 65
Gambar 4. 12 Diagram Rerata Kuat Tekan Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor ........... 66
Gambar 4. 13 Diagram Rerata Kadar Air Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor ......... 68
Gambar 4. 14 Grafik Laju Fluks Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor ...................... 70
Gambar 4. 15 Gambar Penampakan Fisik Membran Kitosan Dengan Coating Ekstrak Daun Kelor Setelah Dilakukan Pencelupan Dengan Menggunakan Bakteri E. Coli Selama Hampir 24 Jam ....... 72
Gambar 4. 16 Diagram Persentase Luasan Penempelan Bakteri E. Coli pada Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor dengan Menggunakan Aplikasi Imagej .................... 76
xvii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman Lampiran 1. Data Hasil Karakterisasi FTIR ........................ 87 Lampiran 2. Data Hasil Pengujian Total Fenol ................... 92 Lampiran 3. Data Hasil Pengujian Ketebalan ..................... 93 Lampiran 4. Data Hasil Pengujian Kuat Tekn ..................... 95 Lampiran 5. Data Hasil Pengujian Kadar Air ...................... 97 Lampiran 6. Data Hasil Pengujian Fluks Membran ............. 99 Lampiran 7. Data Hasil Pengujian Antibakteri Membran .... 116 Lampiran 8. Dokumentasi. ................................................. 136
xviii
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Satuan Nomor Persamaan
J Fluks L/m2jam 1,6
V Volume L 1,6
A Luas Penampang m2 1,6
t Waktu jam 1,6
Jv Volume Fluks L/m2. sekon 2
Qp Laju Alir Permeat L/sekon 2
Am Luas permukaan membran
m2 2
R Rejeksi / Retensi % 3
Cp Konsentrasi Permeat
% 3
Cf Konsentrasi Umpan % 3
T Transmittan % 4
A Absorban % 4
I Intensitas sinar yg diteruskan sampel
% 4
Io Intensitas Sinar yang diterima
sampel
% 4
w1 Berat sebelum pengeringan
gram 5
w2 Berat setelah pengeringan
gram 5
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim, yakni negara yang wilayah perairan yang lebih luas daripada wilayah daratan. Sehingga hasil laut merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Tercatat keuntungan dari produk perikanan, termasuk perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan sebesar US$ 47 miliar per tahun (Ambarwati, 2014). Udang merupakan salah satu komoditi ekspor yang tidak kalah dibandingkan dengan produk laut lain. Namun sayangnya pemanfaatan udang masih belum maksimal. Pada beberapa industri udang hanya dimanfaatkan dagingnya untuk dikonsumsi atau dijadikan makanan olahan, sedangkan cangkangnya sering dibuang sebagai limbah. Padahal kandungan kitosan pada cangkang kulit udang bernilai jual tinggi, yakni berkisar Rp. 620.000,- per-kilogramnya, sesuai dengan yang tercantum pada beberapa situs jual beli online. Pemanfaatan limbah cangkang udang tersebut dapat digunakan menjadi berbagai macam produk, seperti sebagai pengawet dan juga penstabil warna produk. Selain itu kitosan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan membran. Pemanfaatan kitosan sebagai membran yang dapat diaplikasikan pada berbagai bidang misalnya pada penyaringan sari buah, sterilisasi air minum, dan juga pemurnian air. Membran sendiri merupakan suatu alat separasi yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode pemisah unsur yang lainya. Pemisahan atau separasi menggunakan membran adalah berlangsung secara kontinyu, energi yang digunakan untuk separasi adalah relatif rendah, selanjutnya proses membran dapat dikombinasikan dengan proses pemisahan yang lain, sifat dan variabel membran dapat disesuaikan, energinya tergolong hemat dan bersih, serta relatif tidak menimbulkan limbah. Dengan keunggulan tersebut membran dapat digunakan dalam aplikasi yang cukup luas,
2
seperti desalinasi air laut dan air payau, pemisahan dan pemekatan air limbah industri (waste water treatment), penjernihan air dan sterilisasi air minum, pemisahan darah untuk penderita ginjal, pemisahan gas, serta penggunaan membran dalam produk bioteknologi. Membran yang dibuat dari kitosan juga relatif aman terhadap bahan pangan. Dibalik kelebihan dari membran yang bersifat aman terhadap bahan pangan tersebut terdapat kekurangan yang perlu untuk dipertimbangkan. Membran yang berbahan dasar dari kitosan akan bermuatan positif, sehingga akan mengikat mikroorganisme yang bermuatan negatif. Mikroorganisme yang terikat pada membran dapat memungkinkan terjadinya fouling yang disebut dengan biofouling. Biofouling yang terdapat pada membran dapat menyebabkan kinerja membran menjadi kurang optimal. Perlu dilakukan proses pencegahan untuk menghindari terjadinya membrane fouling, salah satunya adalah dengan memberikan coating bahan yang mengandung bahan antibiotic pada membran. Salah satu bahan yang mengandung antibiotic di alam adalah Moringa Oleifera yang lebih dikenal dengan daun kelor. Daun kelor mengandung senyawa antibakteri seperti alkaloid, flavonoid, dan fenol yang memiliki mekanisme kerja merusak sel bakteri (Pandey et al, 2012). Sehingga diharapkan dengan penambahan coating dari ekstrak daun kelor pada membran yang dibuat dari kitosan tersebut dapat mengurangi bahkan mencegah adanya biofouling pada membran pada berbagai bidang.
1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Bagaimana proses preparasi membran kitosan dari limbah cangkang udang dengan penambahan ekstrak daun kelor?
2. Bagaimana pengaruh penambahan ekstrak daun kelor terhadap membran berbasis kitosan ?
3
3. Bagaimana kombinasi membran kitosan dan ekstrak daun kelor terbaik untuk mengurangi dan mencegah biofouling ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Menghasilkan membran kitosan berpendukung ekstrak daun kelor sebagai alternatif membran baru, serta memanfaatkan bahan baku membran yang melimpah di alam.
2. Mengetahui pengaruh penambahan ekstrak daun kelor pada membran berbasis kitosan
3. Mengetahui kombinasi terbaik membran berbasis kitosan dengan ekstrak daun kelor untuk mengurangi dan mencegah biofouling
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian yang berjudul Preparasi Membran Berbasis Kitosan dengan Penambahan Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) sebagai Antibiofouling ini antara lain adalah dapat menambah pengetahuan terhadap teknologi pembuatan membran dengan bahan-bahan alternatif dan alami yang tersedia melimpah di alam, seperti polimer kitosan yang terkandung dalam cangkang udang windu. Serta dapat menambah pengetahuan tentang upaya penurunan kemungkinan terjadinya biofouling pada permukaan membran kitosan dengan menggunakan kandungan antibakteri yang terkandung pada ekstrak daun kelor.
4
1.5 Batasan Masalah
Agar penelitian ini sesuai dengan tujuan yang diharapkan maka masalah yang dibahas adalah terbatas pada : 1. Penelitian dilaksanakan pada skala laboratorium universitas. 2. Penelitian difokuskan pada pembuatan membran kitosan
berbasis cangkang udang dengan penambahan berupa coating ekstrak daun kelor sebagai antibiofouling.
3. Pengujian untuk mengetahui adanya gugus yang ada pada serbuk kitin dan kitosan dengan menggunakan FTIR.
4. Pengujian mekanik membran dilakukan setelah kitosan dicetak pada plat kaca dan diukur ketebalan, kuat tekan dengan latar belakang bahwa membran yang digunakan menggunakan driving force tekanan. Selanjutnya dilakukan pengujian kadar air pada membran, dan dilanjutkan pengujian FTIR dan fluks pada membran. Selanjutnya diuji kemampuan antibiofouling-nya dengan menggunakan bakteri e. coli. Hasil terbaik diamati menggunakan mikroskop.
5. Tidak membahas faktor ekonomi pembuatan membran berbahan polimer kitosan berpendukung ekstrak daun kelor dengan bahan polimer lainya.
6. Tidak membahas bahan coating pendukung lainya selain ekstrak daun kelor.
5
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Membran
Membran merupakan sebuah lapisan tipis diantara 2 fase yang bersifat selektif (semi permeable) dan berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar dari pori-pori membran dan melewatkan komponen yang mempunyai ukuran yang lebih kecil. Salah satu jenis membran yang banyak digunakan adalah jenis membran ultrafiltrasi (UF). Membran UF sendiri merupakan salah satu jenis membran yang dengan gaya dorong (driving force) proses pemisahan adalah beda tekanan antara sisi umpan dan sisi permeat (Nur, 2013). Proses pemisahan dengan membran mempunyai kemampuan memindahkan salah satu komponen berdasarkan sifat fisik dan kimia dari membran serta komponen yang dipisahkan. Perpindahan yang terjadi karena adanya gaya dorong (driving force) dalam umpan yang berupa beda tekanan (ΔP), beda konsentrasi (ΔC), beda potensial listrik (ΔE) dan beda temperatur (ΔT) serta selektifitas membran yang dinyatakan dengan rejeksi. Pada gambar 2.1 memperlihatkan skema proses pemisahan dengan membran (Mulder,1996).
Gambar 2. 1 Skema Pemisahan dengan Mengguunakan Membran
6
Aplikasi membran teknologi tumbuh dengan cepat dalam bidang farmasi, kimia, kertas, semi konduktor dan industri susu (Idris dkk., 2007) dan juga dalam pengolahan air minum untuk memisahkan makro solut, koloid dan mikroorganisme serta fungsi yang dapat diterapkan adalah sebagai material filtrasi dalam pengolahan jus buah. Membran berdasarkan bahan penyusunnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu membran organik (bahan polimer), membran anorganik, serta membran biologis yaitu membran yang berasal dari makhluk hidup.
2.1.1 Teori pemisahan membran
Proses pemisahan dengan membran dilakukan dengan mengalirkan feed ke dalam membran kemudian akan terpisah sesuai dengan driving force yang akan digunakan. Proses pemisahan dengan membran menghasilkan dua aliran yaitu permeate dan retentate. Permeate merupakan hasil pemisahan yang diinginkan dalam suatu proses sedangkan retentate merupakan hasil sisa (Pabby dkk, 2009).
Permeabilitas dinyatakan sebagai suatu besaran fluks yang dilambangkan dengan J, yang didefinisikan sebagai jumlah permeat yang melewati satu satu luas membran dalam satuan waktu tertentu. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk mengetahui besaran nilai fluks pada membran :
V = volume (L) A = luas membran (m2) T = waktu pengukuran (jam).
Membran ultrafiltrasi memiliki driving force berupa tekanan.Kinerja instalasi membran berupa fluks (Jv) dan rejeksi (R) dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Jv = volume fluks (liter/m2.sec) Qp = laju alir permeate (liter/sec) Am = luas permukaan membrane (m2)
R = rejeksi atau retensi (%) Cp = konsentrasi permeate
Cf = konsentrasi umpan.
Besarnya fluks adalah dihitung dari besarnya laju alir yang melewati setiap luaspermukaan membran. Semakin besar laju alir permeate dan semakin kecil luas permukaan membran maka fluks yang dihasilkan akan semakin besar. Rejeksi merupakan ukuran perbandingan konsentrasi permeate dan retentate yang berhasil dipisahkan.
2.2 Udang dan Limbah Cangkang Udang
Potensi perairan di Indonesia kaya dengan berbagai jenis invertebrata misalnya udang. Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein (21%), lemak (0,2%), vitamin A dan B1, dan mengandung mineral seperti zat kapur dan fosfor. Udang dapat diolah dengan beberapa cara seperti udang beku, udang kering, udang kaleng, dan lain-lain (Goligo, 2009). Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, menargetkan produksi udang tahun 2013 mencapai 608.000 ton, yang sebelumnya pada tahun 2012 sebesar 457.000 ton. Banyaknya produksi udang ini akan menghasilkan limbah yang banyak sekitar 250.000 ton per tahunnya, mengingat hasil samping produksi yang berupa kepala, cangkang, ekor, dan kaki sekitar 35%-50% dari berat awal. Cangkang udang sendiri memiliki kandungan berupa
8
natrium, kalium, magnesium, stronsium, barium, tembaga,nikel, kobalt, dan ferum yang kandunganya kian meningkat ketika dikeringkan (Rodde, 2008). Limbah cangkang udang yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan pengolahan kerupuk udang berkisar 30%-75% dari berat udang (Rekso, 2001). Limbah ini berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan khususnya bau dan estetika lingkungan yang buruk. Cangkang udang windu mengandung kitin hingga 99,1 % (Prasetiyo, 2006). Kulit dan kepala udang tersebut dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi kitosan untuk diaplikasikan ke berbagai bidang, seperti obat-obatan pertanian dan juga gizi
mikrobiologi, tekstil dan sebagainya. Tingginya kitin pada limbah
cangkang udang membuka peluang untuk disintesis agar dihasilkan produk kitosan. Nilai tambah dari produk kitosan cukup tinggi mengingat selama ini Indonesia harga kitosan sangat mahal, dan produk kitosan masih sulit dijumpai.
2.3 Kitosan
Kitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh dari hasil deasetilasi kitin, yang umumnya berasal dari limbah kulit hewan crustacea seperti udang dan kepiting. Kitosan merupakan bahan bioaktif dan aktivitasnya dapat diaplikasikan dalam bidang farmasi, pertanian, lingkungan dan industri. Senyawa kitosan dapat membunuh bakteri dengan jalan merusak membran sel (Morhsed, 2011). Kitosan merupakan polimer yang tersusun dari kopolimer dari glukosamin dan N-asetilglukosamin. Struktur kitosan diilustrasikan pada gambar 2.2. Kitosan disebut juga poli (1,4)-2-amina-2-deoksi-β-D-glukosa.
9
Gambar 2. 2 Struktur Kimia Kitosan (Kristbergsson, 2003)
Karakteristik fisika dan kimia kitosan adalah berwarna putih dan berbentuk kristal, serta dapat larut dalam larutan asam organik, namun tidak dapat larut dalam pelarut organik lainya. Pelarut kitosan yang baik adalah asam asetat. Kitosan sedikit mudah larut dalam air dan mempunyai muatan positif yang kuat dan dapat mengikat muatan negatif dari senyawa yang lain, mudah mengalami degradasi bologis, tidak beracun dan mahal serta pembuatanya relatif sederhana. Kitosan merupakan biopolimer yang sumbernya melimpah dan dapat diperbarui sehingga termasuk sumber daya alternatif yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Salah satu pemanfaatan kitosan adalah sebagai membran ultrafiltrasi yang dapat diaplikasikan pada produk pangan sebab memiliki sifat antibakteri yang cukup baik dan merupakan bahan organik yang bersifat biodegradable serta bersifat alami dan aman bagi bahan pangan. Membran kitosan relatif murah dan aman tidak membutuhkan pelarut organik yang bersifat karsinogenik (Robert, 2002). Standard kitosan menurut SNI 7949:2013 kitosan dapat dimanfaatkan untuk produk pangan dan non pangan, kitosan dapat disintesis dari bahan cangkang crustacean. Selain memiliki beberapa kelebihan, terdapat satu masalah mayor yang terjadi pada setiap penggunaan membran. Masalah tersebut adalah menempelnya mikroorganisme pada membran ketika proses filtrasi berlangsung yang sering disebut dengan biofouling. Menempelnya mikroorganisme tersebut dapat sangat
10
mengganggu proses filtrasi dan mengganggu kinerja membran, selain itu biofouling tersebut akan berpotensi menyebabkan kerusakan membran (Nguyen, 2012). Menurut Widarta dalam Kusumawati 2009,dijelaskan bahwa untuk membuat kitosan dari limbah cangkang udang memerlukan tahapan seperti tabel berikut ini.
Tabel 2. 1 Tabel proses pembuatan kitosan dari cangkang udang
Proses Deproteinasi Demineralisasi Deasetilasi
Warna
Kuning keruh kemerahan menjadi kuning keruh oranye (lebih muda).
Kuning keruh oranye (lebih muda) menjadi kuning pucat (semi transparan).
Berubah warna dari kuning pucat menjadi putih kekuningan (semi transparan)
Zat yang Ditambahkan
Penambahan NaOH 7% (NaOH tak berwarna menjadi coklat dan terbentuk endapan)
HCl 2N (terbentuk gelembung gas artinya ada CO2 yang terbentuk).
NaOH 50% (merusak zat warna).
Pengurangan Massa
42,65% (Tanda proses penghilangan protein kulit udang).
62,18% (menunjukan larutnya mineral pada crude chitin).
7,078% (mengalami deasetilasi).
Hasil Akhir
Crude Chitin Chitin Chitosan
Derajat Deasetilasi
- 37,25 % 79, 32%
11
2.4 Fouling
Membrane Fouling adalah salah satu masalah pada proses filtrasi, dan juga merupakan faktor terbesar pada proses pengaplikasian membran contohnya pada proses penyaringan air dan juga proses desalinasi air. Membrane Fouling meliputi fouling anorganik, fouling organik, fouling koloidal dan juga biofouling (mikroba/ dan fouling biologi). Fouling organik, anorganik, dan juga mikroorganisme dapat terjadi secara bersamaan. Biofouling merupakan “titik lemah” pada membran sebab mikroorganisme dapat berkembangbiak dengan cepat dari waktu kewaktu bahkan jika 99,9% dari mereka dikeluarkan, masih ada cukup sel tersisa yang dapat terus tumbuh di mengganggu substansi biodegradable dalam air umpan. Biofouling dapat dianggap sebagai biotik bentuk fouling organik, sementara fouling yang disebabkan oleh bahan organik yang berasal dari sisa sel mikroba dapat dianggap sebagai bentuk abiotik dari biofouling. Biofouling telah dikenal sebagai penyumbang 45% faktor untuk lebih dari semua membran fouling (Nguyen, 2012). Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah adanya biofouling adalah dengan melapisi membran dengan menggunakan bahan antifouling. Hal ini dapat mengurangi dan mencegah menempelnya mikroorganisme pada membran sehingga secara praktis mencegah adanya biofouling. Pada umumnya antifouling adalah suatu bahan yang mengandung zat antibakteri yang mampu mengurangi menempelnya mikroorganisme pada membran dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Bahan-bahan tersebut misalnya adalah kitosan dan ekstrak bahan seperti daun kelor, bawang putih dan lain-lain.
12
2.5 Daun Kelor ( Moringa Oleifera Lamk)
Tanaman kelor merupakan suatu tanaman yang banyak tumbuh di wilayah Indonesia. Kelor (Moringa oleifera) mempunyai kandungan senyawa 4-(α-Lrhamnopyranosyloxy) benzyl isothiocyanate, pterygospermin, dan 4-(α-Lrhamnopyranosyloxy) benzylglucosinolate.Pterygospermin menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif dan negatif (Fahey, 2005).
Gambar 2. 3 Gambar Daun Kelor dan Buah
Daun kelor juga memiliki senyawa flavonoid yang telah diklasifikasikan oleh USDA, 2016 yang ditunjukan pada tabel 2.2 berikut ini
Tabel 2. 2 Tabel kandungan flafonols pada daun kelor
Puspita (2011) menyatakan bahwa kemampuan suatu zat antibakteri tersebut dipengaruhi oleh faktor antara lain: (1) konsentrasi zat antibakteri; (2) waktu penyimpanan; (3) suhu lingkungan; (4) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis, dan jumlah senyawa di dalamnya. Dengan kandungan antibakteri berupa senyawa flavonoid, phenols, dan alkaloid ekstrak daun kelor dapat digunakan sebagai pelapis pada membran dengan tujuan mencegah dan mengurangi aktivitas mikroorganisme yang berdampak pada terjadinya biofouling.
2.5.1 Mekanisme kerja senyawa antibakteri dari daun kelor (moringa oleifera) Daun kelor (Moringa oleifera) mempunyai kandungan bahan aktif seperti flavonoid, phenols, alkaloid, dan isotiosianat (Pandey et al, 2012), dimana senyawa-senyawa tersebut juga terkandung dalam tanaman obat lain yang mekanisme kerjanya kemungkinan sama. Penelitian yang dilakukan Parhusip, (2006) bahwa kandungan bahan aktif seperti flavonoid, phenols, dan alkaloid dalam ekstrak Andaliman dapat menyerang membran sitoplasma dan mempengaruhi integritasnya, kerusakan pada membran ini mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan kebocoran sel yang diikuti dengan keluarnya materi intraseluler. Kebocoran sel bakteri dapat disebabkan karena rusaknya ikatan hidrofobik komponen penyusun membran sel seperti protein, fosfolipid, serta komponen-komponen yang berikatan secara hidrofilik karena bereaksi dengan fenol, hal ini berakibat meningkatnya permeabilitas membran sel danmemungkinkan masuknya senyawa-senyawa fitokimia ke dalam sel, sehingga berakibat keluarnya substansi sel seperti protein dan asam nukleat yang mengakibatkan kematian sel.
14
2.6 Mekanisme Kerja FT- IR
FT-IR merupakan salah satu instrumen yang menggunakan prinsip spektroskopi. Spektroskopi adalah spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya (Anam. 2007). Spektroskopi inframerah berguna untuk identifikasi senyawa organik karena spektrumnya yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak puncak-puncak (Chusnul. 2011). Selain itu, masing-masing kelompok fungsional menyerap sinar inframerah pada frekuensi yang unik. Spektroskopi FT-IR (Fourier Trasform Infra Red) merupakan spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Inti spektroskopi FT-IR adalah interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan. Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (μm) atau bilangan gelombang (cm-1) (Anam, 2007). Oleh karena itu digunakan mmetode karakterisasi FTIR untuk proses karakterisasi kitin dan kitosan serta untuk mengetahui kandungan gugus pada membran kitosan kontrol, dan membran kitosan dengan penambahan ekstrak daun kelor. Daerah Inframerah pada spektrum gelombang elektromagnetik mencangkup bilangan gelombang 14.000cm-1 hingga 10-1. Daerah inframerah sedang (4000-400 cm-1) bermanfaat untuk menganalisis molekul yang mengandung atom-atom berat seperti senyawa anorganik, namun membutuhkan teknik khususyang lebih baik. Daerah inframerah dekat (12.500-4000cm-1) yang peka terhadap vibrasi overtone. Hasil pengujian yang didapatkan merupakam absorpsi inframerh pada umumnya diberikan dalam bentuk spektrum dengan panjang gelombang (µm) atau bilangan gelombang (cm-1) sebagai absis x dan intensitas absorpsi atau persen transmitan
15
sebagai ordinat y. Intensitas pita dapat dinyatakan dengan transmmitan (T) atau absorban (A). Transmitan adalah perbandingan antara fraksi sinar yang diteruskan oleh sampel (I) dan jumlah sinar yang diterima sampel (Io). Absorban adalah –log transmitan (Schechter,1997). A= log(1/T) = -logT = -log = log I/ Io.....................................(4)
2.7 Mekanisme Kerja Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy relatif jika energy tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu (Gandjar,2007) Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar gamma gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang mikro (Marzuki, 2012). Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Selain itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung dicatat oleh detector dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah diregresikan (Yahya ,2013).
16
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai sintesis cangkang udang untuk dijadikan kitosan dan diaplikasikan menjadi membran kitosan : a) H.S Blair et al, 1987 dilakukan sintesis kitosan dari
cangkang udang dan juga cangkang kepiting dengan tahapan sintesis dengan tahapan deproteinasi, demineralisasi, deasetilasi dan dekolorisasi hingga didapatkan kitosan. Kitosan selanjutnya dilarutkan pada asam asetat 2% dan ditambahhkan dengan PVA (polyvinyl alcohol). Dengan hasil membran kitosan dengan blending PVA memiliki tensile strenght yang lebih rendah dari membran kitosan murni.
b) M.T Qurashi, et al 1992 dilakukan sintesis kitosan dari cangkang udang dengan tahapan demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi hingga didapatkan kitosan. Selanjutnya kitosan dilarutkan dalam 1% asam asetat dan dimodifikasi dengan dicampur PVP (polyvinylpirrolidone). Dengan hasil bahwa membran kitosan murni memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dibandingkan dengan kitosan yang telah dicampur PVP, namun kelemahanya persen elongasi lebih rendah dan lebih rapuh.
c) Nita Kusumawati, 2009 dilakukan sintesis kitosan dari cangkang udang dengan tahapan deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi hingga didapatkan kitosan. Kitosan selanjutnya dilarutkan dalam asam asetat 0,75% tanpa tambahan bahan apapun. Hasil membran yang dibentuk secara infersi fasa berupa film tipis yang dapat digunakan sebagai membran ultrafiltrasi
17
III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama ± 2 bulan dimulai bulan Mei 2017 hingga Juni 2017 dan dilakukan di beberapa tempat yaitu : a) Laboratorium TPPHP TEP Fakultas Teknologi Pertanian
Univ. Brawijaya b) Laboratorium Teknologi Agrokimia TIP Fakultas
Teknologi Pertanian Univ. Brawijaya c) Laboratorium Instrumentasi Kimia Fakultas MIPA
jurusan Kimia Univ. Brawijaya d) Laboratorium Sentral Mineral dan Material Maju
Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian kali ini antara lain adalah : a. Gelas beaker Iwaki : Sebagai wadah bahan dan juga
wadah untuk pelarutan, dan juga untuk maserasi ekstrak daun kelor
b. Gelas ukur Iwaki : Untuk mengukur volume larutan c. Tray :Untuk menjemur dan juga
mengoven cangkang udang d. Ayakan 60 Mesh :Untuk mengayak serbuk daun
kelor e. Hot Plate Stirrer Labtech tipe LMS 100 : Untuk
menghomogenkan larutan dengan cangkang udang. f. Termometer : Untuk mengukur suhu larutan g. Oven Heraeus TipeT5052 : Untuk mengeringkan bahan h. Timbangan Analitik Mettler PM460 : Untuk menimbang
bahan
18
i. Pelat Kaca 10x10cm ketebalan ±1,5 mm : Untuk mencetak membran
j. Rakel : Untuk meratakan membran saat pencetakan
k. Blender Panasonic MX-101SG1 : Untuk menghancurkan bahan
l. Kain Saring : Untuk menyaring bahan m. Rotary Evaporator Heidolph: Untuk mengevaporasi
ekstrak daun kelor n. Autoclave :Untuk sterilisasi alat dan bahan
ketika akan melakukan uji antibakteri o. Erlenmeyer :Untuk wadah media cair p. Tabung Reaksi :Untuk melakukan pengujian
terhadap mikroorganisme hasil perlakuan. q. Inkubator :Untuk menginkubasi kultur r. FTIR Shimadzu 8400s :Untuk memperoleh gelombang
dari masing masing senyawa s. Rangkaian Alat Uji Fluks : Untuk mengukur nilai fluks
membran t. Mikroskop : Untuk proses pengamatan permukaan
membran
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :
a) Cangkang udang windu segar (kulit dan ekor) didapatkan dari PT. Bumi Menara Internusa Dampit sebagai bahan perlakuan
b) NaOH 5% (Krida Tama Persada) : Deproteinasi cangkang udang dan larutan non-pelarut yang berfungsi sebagai larutan non pelarut yang dapat berdifusi kebagian bawah membran yang berhimptan dengan kaca, sehingga membran tersebut akan terdorong dan terkelupas.
c) Air : Untuk pencucian dan pembilasan d) Aquades(Krida Tama Persada): Untuk pencucian dan
kitosan h) Aseton(Krida Tama Persada): Untuk decolourisationkitin i) Daun kelor basah (Gresik) : Bahan dasar coating j) Etanol 96% (Krida Tama Persada): Pelarut
ekstrak daun kelor k) NA agar dan NB (CV. Makmur Sejati) : Sebagai
media pertumbuhan mikroorganisme yang hidup l) Kapas, kertas payung, karet : untuk membungkus
glasware ketika disterilisasi dengan autoclave m) Tisu : Membantu dalam proses
sterilisasi. n) Alkohol 70% (Krida Tama Persada) : Untuk sterilisasi
diri dan lingkungan o) Bakteri e. coli (Laboratorium Pengujian Mutu dan
Keamanan Pangan FTP UB) : Sebagai mikroorganisme perlakuan
3.3 Prosedur Penelitian :
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu : a. Pembuatan kitosan dari cangkang udang windu b. Pembuatan membran kitosan c. Pembuatan ekstrak daun kelor (Moringa Oleifera Lamk) d. Pengujian total fenol pada ekstrak daun kelor e. Penambahan ekstrak daun kelor pada membran f. Pengujian mekanik berupa ketebalan, kadar air, dan kuat
tekan membrane g. Karakterisasi kitin dan kitosan serta membran kitosan
dengan menggunakan FTIR h. Pengujian Fluks pada membran dengan menggunakan
aquades i. Pembuatan Agar NA j. Uji aktivitas antibakteri pada membran kitosan
berpendukung ekstrak daun kelor dengan menggunakan bakteri E. Coli.
20
k. Melihat tampilan melintang membran dengan menggunakan mikroskop setelah dilakukan uji antibakteri untuk melihat kenampakan setelah dilakukan uji antibakteri
3.3.1 Pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang Tahapan dalam proses pembuatan membran dengan
bahan kitosan dari cangkang udang windu adalah sebagai berikut Musarrat, Mohammed (1987) : 1. Cangkang udang windu 500 gram (kulit dan ekor) dicuci
dengan air mengalir hingga bersih dari kotoran-kotoran. 2. Direbus pada suhu 80oC selama 15 menit (Kusumawati,
2009). 3. Dikeringkan dibawah sinar matahari (menggunakan oven)
suhu 60o hingga kering dan beratnya konstan. 4. Diblender cangkang udang yang telah kering hingga
halus ± 25 mesh. 5. Dilakukan deproteinasi dengan menambahkan NaOH 5%
perbandingan 1:8 (b/v) diaduk dan dipanaskan hingga 60oC selama 2 jam selanjutnya didiamkan selama 24 jam (pH 11-13) .
6. Disaring dan dibilas dengan aquades hingga netral, selanjutnya dikeringkan dengan menggunkan oven suhu 60oC hingga berat konstan.
7. Ditambahkan cangkang udang dengan aseton (decolourisation) 1 : 8 (b/v) dan diaduk dengan selama 2 jam selanjutnya didiamkan 24 jam pada suhu ruang.
8. Disaring dan dibilas dengan aquades hingga netral, selanjutnya dikeringkan dengan menggunkan oven suhu 60oC hingga berat konstan hasil yang terbentuk merupakan kitin kasar.
9. Dilakukan proses demineralisasi dengan penambahan HCl 1% 1 : 8 (b/v) pada kitin diaduk dan dipanaskan hingga ±60OC selama 2 jam, selanjutnya didiamkan 24 jam pada suhu ruang.
10. Dilakukan proses deasetilisasi dengan penambahan NaOH 50% 1 : 8 (b/v) dilakukan pengadukan dan pemanasan hingga suhu 100oC selama 2,5 jam dan didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang. Proses
21
seasetilasi dilakukan 2x. 11. Disaring dan dibilas dengan aquades hingga netral,
selanjutnya dikeringkan dengan menggunkan oven suhu 60oC hingga berat konstan
12. Hasil = kitosan ( Dari 500 gr bb didapatkan ± 24gr kitosan)
Mulai
500 gr cangkang
udang windu
Dicuci dengan
menggunakan air mengalir
Direbus dengan pada suhu
80oC selama 15 menit
Dioven suhu 60oC hingga
berat konstan
Diblender hingga halus
A
Deproteinasi dengan
menggunakan NaOH 5%
22
Diaduk dan dipanaskan 60oC 2
jam dan didiamkan 24 jam
Disaring cangkang udang
Dicuci hingga netral dan dioven
suhu 60oC hingga berat konstan
Dilakukan proses
dekolorisasi Ditambahkan
aseton 1:8 b/v
Diaduk dan didiamkan 24 jam
pada suhu ruang
Disaring cangkang udang
Dicuci hingga netral dan dioven
suhu 60oC hingga berat konstan
B
A
23
Dilakukan proses
demineralisasi Ditambahkan HCl
1:8 b/v
Diaduk dan dipanaskan 60oC hingga 2
jam dan didiamkan 24 jam
Disaring dan didapatkan
kitin kasar
Dicuci hingga netral dan dioven
suhu 60oC hingga berat konstan
C
Dilakukan proses deasetilisasi NaOH 50%
1:8(b/v)
Diaduk dan dipanaskan 100oC hingga 2,5 jam
Didiamkan pada sduhu ruang 24 jam
Disaring bahan
B
24
Gambar 3. 1 Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang Udang
(Modifikasi dari Mohammed, 2013)
3.3.2 Pembuatan membran kitosan
Berikut ini pembuatan membran dari kitosan yang telah dihasilkan (Blaire, 1987) : a) Bubuk kitosan ditimbang sebanyak 1 gram untuk
selanjutnya dilarutkan dengan menggunakan asam asetat 2% 50ml.
b) Diaduk dengan menggunakan spatula kaca : Untuk menghomogenkan bubuk kitosan dengan asam asetat
c) Didiamkan ± 3 hari untuk menghilangkan gelembung udara yang terbentuk
d) Dibersihkan cetakan membran yang akan digunakan e) Dilakukan pencetakan kitosan dengan cara
menuangkan larutan ke media cetakan kaca. f) Bahan diratakan menggunakan rakel agar diperoleh
ketebalan membran yang seragam kontrol ketebalan 1,5 mm (ketebalan basah).
g) Didiamkan pada suhu 40oC selama 24 jam
C
Dicuci hingga netral dan dioven
suhu 60oC hingga berat konstan
Kitosan
Selesai
25
h) Untuk memastikan membran kering sempurna maka membran diangin anginkan selama 24 jam di udara terbuka (sebab apabila langsung direndam membran akan rusak menjadi menggelembung dan berkerut).
i) Membran direndam dalam larutan NaOH 2% selama kurang lebih 10 menit pada suhu kamar (Fungsinya adalah sebagai bahan non pelarut yang akan berdifusi pada bagian bawah membran, sehingga membran akan terdorong untuk terlepas dari plat, sehingga tinggal melepasnya dengan memotong tepian membran dengan menggunakan cutter. Pelepasan harus dilakukan bersamaan agar membran tidak robek.
j) Membran yang sudah terkoagulasi kemudian dicuci dengan menggunakan air berulang-ulang untuk menghilangkan sisa larutan untuk selanjutnya dikeringkan kembali di dalam ruangan.
Mulai
1 g kitosan + 50 ml asam asetat
Diaduk dengan spatula hingga
homogen
Diaduk dengan dengan menggunakan
magnetic stirrer hingga homogenya sempurna
A
26
Gambar 3. 2 Pembuatan Membran Kitosan (Blaire, 1987)
Didiamkan hingga gelembung pada
larutan hilang
Dicetak pada cetakan yang telah
dibersihkan dan diratakan dengan rakel
Dioven pada suhu 40oC selama 24 jam
Didiamkan 24 jam pada suhu ruang
Direndam dalam NaOH 2% untuk
memudahkan dalam melepas membrane dari
cetakan
Dicuci membran dengan menggunakan
air mengalir hingga netral
Membran kitosan
Selesai
A
27
3.3.3 Pembuatan ekstrak daun kelor (moringa oleifera
lamk)
Berikut ini adalah proses ekstraksi daun kelor menurut Dima, dkk (2016) : A. Daun kelor dibersihkan dengan air mengalir hingga
bersih kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
B. Dihancurkan daun kelor dengan menggunakan blender sehingga didapatkan serbuk daun kelor selanjutnya diayak 60 mesh
C. Serbuk daun kelor dimaserasi dengan menggunakan pelarut alkohol 96% perbandingan 1:5 (b/v)
D. Didiamkan dalam wadah tertutup selama 4 hari sambil sesekali digojog.
E. Disaring bahan yang telah dimaserasi dengan menggunakan kertas saring dan dihasilkan filtrat 1 dan residu 1
F. Residu ditambah etanol 96% 1 : 2,5 dan didiamkan 1 hari selanjutnya disaring dan dicampurkan dengan hasil awal.
G. Dimasukkan filtrat kedalam rotary evaporator dengan suhu 45oC, 65rpm selama 40 menit sehingga diperoleh ekstrak kental.
H. Ekstrak kental diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi 0%, 2,5%, 5%,dan 10%.
28
Dicuci dengan air mengalir
Diangin anginkan hingga
setengah kering
Dioven pada suhu 45oC
Diblender hingga halus
Etanol
96%
Diayak 60 mesh
Ditimbang dan dimaserasi
Mulai
1 kg daun kelor segar
A
29
Didiamkan 4 hari sambil sesekali
digojok
Disaring dengan kertas
saring
Residu 1 dimaserasi ulang
Didiamkan 24 jam sambil
sesekali digojok
Residu 1 + Filtrate 1
Etanol 96% 1:2,5
(b/v)
A
Disaring residu 1
Dicampur filtrat 1 + filtrat 2
Diuapkan pelarut dengan rotary evaporator 65
rpm, 45oC selama 40 menit
Residu 1 + Filtrate 1
B
30
Gambar 3. 3 Ekstraksi Daun Kelor ( Modifikasi dari Dima, 2016)
3.3.4 Pengujian total fenol pada ekstrak daun kelor
Pengujian adanya kandungan fenol pada ekstrak daun kelor dilakukan pada laboratorium Kimia FMIPA Universitas Brawijaya dengan menggunakan reagen asam sulfanilat dan spektrofotometri.
a. Dicampur larutan sampel yang berupa ekstrak daun kelor ditambah dengan 1 mL reagen A (campuran asam sulfinat 7,64%, H2SO4 , NaNO2 4,8%, dengan perbandingan 5:1:5), ditambah 0,5 mL reagen B (NaOH 8%).
b. Diinkubasi campuran antara larutan sampel dan reagen pada suhu 100oC selama 30-40 menit
Diencerkan menjadi 0%, 2,5%, 5% dan 10%
Ekstrak kental
Etanol 96%
Ekstrak encer
Selesai
B
31
c. Diukur absorbansinya dengan spektrofometer UV-Vis pada panjang gelombang 360 nm.
d. Dibandingkan hasil pengukuran sampel dengan fenol sebagai larutan standart. Larutan standart dibuat dengan menggunakan larutan fenol dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4 ppm dengan perlakuan yang sama, kemudian diukur absorbansinya dan dianalisis hasil yang didapatkan.
e. Pengujian dilakukan secara duplo untuk menghasilkan hasil yang lebih akurat
Diinkubasi pada suhu 100oC
selama 30-40 menit
Diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV VIS dengan panjang
gelombang 360 nm
Dibandingkan dengan kurva standar fenol
kemudian diukur absorbansinya
Campuran ekstrak daun kelor
ditambah 1 ml reagen A
Mulai
A
32
Gambar 3. 4 Pengujian Total Fenol Ekstrak Daun Kelor
3.3.5 Penambahan ekstrak daun kelor pada membran
kitosan
Berikut adalah langkah penambahan coating berupa ekstrak daun kelor pada membran menurut Nurlaeli, dkk (2013) : a) Disiapkan masing masing konsentrasi ekstrak daun
kelor sebanyak 150ml pada tray. b) Membran dicuci bersih dengan menggunakan aquades
hingga benar benar netral. c) Membran dicelupkan kedalam ekstrak daun kelor
selama ± 2,5 jam d) Dikering anginkan membran pada suhu ruang
Disiapkan masing masing konsentrasi
ekstrak @150 ml
Mulai
Dianalisis hasil yang didapatkan
Selesai
A
A
33
Gambar 3. 5 Penambahan Ekstrak Daun Kelor pada Membran
Kitosan (Modifikasi dari Nurlaeli, 2013)
Dicuci membran dengan aquades
Dicelupkan membran pada
ekstrak
Didiamkan ± 2,5 jam
Diangkat membran
Diangin-anginkan membran
hingga mengering
Membran kitosan berpendukung
ekstrak daun kelor
Selesai
A
34
3.3.6 Pengujian kekuatan mekanik membran meliputi uji
kadar air, ketebalan, dan kuat tekan pada
membrane
a. Uji kadar air Uji Kadar air pada membran dilakukan untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam membrane. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melakukan pengovenan pada membran pada suhu 105oC hingga berat membrane konstan. Dilakukan pencatatan berat awal sampel membran sebelum dioven dan sesudah dioven hingga dapat diperoleh kadar air pada membrane (AOAC,1995).
b. Uji ketebalan Uji Ketebalan pada membran dilakukan dengan menggunakan mikrometer sekrup merk Herma. Dilakukan pengukuran ketebalan pada 5 titik bagian membran, yakni bagian atas, bawah, kanan, kiri, dan bagian tengah pada membran. Selanjutnya hasil yang didapatkan dicatat untuk selanjutnya dirata-rata dan dianalisa (Ratnawati, 2013).
c. Uji kuat tekan Uji Kuat tekan dilakukan dengan menggunakan metode brazillian test yang dilakukan di laboratorium daya dan mesin fakultas teknologi pertanian. Uji kuat tekan membran dilakukan untuk mengetahui kekuatan membran ketika diberi tekanan, dilatarbelakangi oleh membran yang dibuat merupakan membran dengan menggunakan driving force berupa tekanan.
35
3.3.7 Karakterisasi membran dengan menggunakan
FTIR
Karakterisasi FTIR dilakukan untuk mengetahui komposisi gugus yang ada pada kitin dan kitosan yang telah dibuat. Selanjutnya karakterisasi FTIR juga digunakan untuk meneliti interaksi antara kitosan dengan ekstrak daun kelor, dilakukan tes FTIR untuk memperoleh panjang gelombang dari masing-masing senyawa menggunakan instrument Fourier-Transform. Derajat deasetilasi kitosan ditentukan dengan Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) dengan panjang gelombang 4000 cm-1 sampai 600 cm-1 ( Harjanti, 2014). Cara penggunaan FTIR cukup dengan meletakan bahan yang akan diuji pada sample holder yang merupakan lintasan dari sinar pada FTIR selanjutnya dilakukan analisis terhadap grafik yang dihasilkan dan membahas puncak-puncak yang terdapat dalam grafik hasil.
3.3.8 Pengujian fluks membran
Berikut ini adalah proses pengujian fluks pada membran menurut Ahmad (2009) :
a) Membran yang telah dicetak sebelumnya dipotong sesuai ukuran yang dibutuhkan
b) Dirangkai peralatan yang akan digunakan ketika pengujian fluks membran, pipa sebagai wadah membran, timbangan digital untuk mengukur massa fluida yang dilewatkan membran, serta stopwatch untuk mengukur waktu.
c) Dilakukan pengulangan 3 kali pada masing-masing konsentrasi membran agar mendapatkan hasil rata-rata.
36
Diletakan membran pada pipa
modul
Diatur tekanan air yang akan
melewati membran
Dilakukan pengujian dengan melewatkan
air kran PDAM pada membran
Ditimbang berat Air sebagai
permeat
Mulai
Disiapkan rangkaian alat dan
membran yang akan diuji
Air Kran PDAM
Dihitung nilai fluks membran
A
37
Gambar 3. 6 Pengujian Fluks pada Membran dengan Menggunakan
(Modifikasi dari Ahmad, 2009)
3.3.9 Uji aktivitas antibakteri pada membran kitosan
berpendukung ekstrak daun kelor
Berikut ini adalah langkah pengujian antibakteri menurut Nurlaeli, dkk (2014) : a) Dibuat NA agar untuk proses peremajaan bakteri e. coli
sebanyak 0,4gr NA agar + 20 ml aquades b) Dididihkan dengan magnetic stirrer sambil terus diaduk c) Ditunggu agak dingin selanjutnya ditutup dengan
menggunakan kapas, kertas payung, dan juga karet d) Disterilkan menggunakan autoclave bersama glassware
yang dibutuhkan yang juga telah dibungkus kapas, kertas payung, dan karet selama 15 menit dengan suhu 121oC dengan tekanan 2 atm.
e) Diangkat peralatan dan bahan yang telah disterilisasi f) Nutrien agar dituang pada agar miring 4 buah @5 ml g) Diberi 1 gores ose bakteri pada tiap agar miring h) Diinkubasi agar miring selama 24 jam dan menjadi
kultur awal i) Dibuat nutrient broth sebanyak 1,3 gram + 100 ml
aquades diaduk dan didihkan dengan menggunakan magnetic stirrer
Selesai
Dilakukan pengulangan 3x pada
masing-masing variasi membran
A
38
j) Disterilisasi NB dan erlenmeyer menggunakan autoclave selama 15 menit, dengan suhu 121oC pada tekanan 2 atm
k) Dituang nutrient broth pada 7 tabung reaksi @ 5 ml l) Diambil kultur awal sebanyak 1 ose dan dilarutkan pada
100 ml NB selanjutnya diinkubasi 24 jam pada suhu 38oC dengan incubator.
m) Dimasukan sampel membran yang telah dipotong diameter @5mm pada tabung reaksi yang telah terdapat kultur bakteri.
n) Diinkubasi 24 jam dan diamati perubahan yang terjadi dengan menggunakan mkroskop pada membran tiap 1 jam untuk mendapatkan hasil pengamatan yang akurat.
o) Dilakukan pengulangan 3x pada masing masing variasi konsentrasi ekstrak membran
Disterilkan NA yg telah dibuat dan tabung reaksi dengan
autoclave tekanan 2 atm, suhu 121oC selama 15 menit
Mulai
NA agar 0,4gr NA + 20 ml
aquades
Dididihkan dengan magnetic stirrer sambil terus
diaduk
A
39
Didinginkan selanjutnya NA dituang sebanyak 5
ml pada tabung reaksi untuk membuat agar
miring sebagai media peremajaan kultur
Digoreskan secara zigzag bakteri e. coli
pada agar miring dan menjadi kultur awal
Kultur awal diinkubasi pada suhu 38oC
selama 24 jam
Dididihkan dengan magnetic
stirrer sambil terus diaduk
A
1,3 gr NB + 100 ml Aquades
Disterilkan NB yg telah dibuat dan Erlenmeyer dengan
autoclave tekanan 2 atm, suhu 121oC selama 15 menit
Didinginkan selanjutnya NB dan dituang pada 7 tabung
reaksi @ 5ml selanjutnya dicelupkan 1 ose bakteri kultur
awal
B
40
Gambar 3. 7 Uji Aktivitas Antibakteri pada Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun (Nurlaeli, 2014)
3.3.10 Uji fotomikroskop untuk melihat kenampakan
membran setelah dilakukan uji antibakteri
Uji Mikroskop dilakukan untuk mengamati aktivitas bakteri e. coli yang telah berinteraksi dengan membran pada tahapan uji antibakteri. Uji mikroskop ini dilakukan dengan
Selesai
diinkubasi pada suhu 38oC selama 24 jam
pada inkubator
Dimasukan membran yang telah
dipotong diameter 5mm da
dimasukan pada kultur
Diinkubasi 24 jam dan diamati perubahan yang terjadi
dengan menggunakan mikroskop tiap jam nya
Dilakukan pengulangan 3 kali pada tiap
konsentrasi
B
41
menggunakan mikroskop cahaya. Perbesaran yang digunakan untuk pengamatan adalah 100x. Selanjutnya hasil yang didapatkan diambil gambarnya dan dilakukan analisa.
3.4 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental di laboratorium. Penelitian ini secara garis besar meliputi pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang, pembuatan membran kitosan dan coating dengan menggunakan ekstrak daun kelor dengan variasi konsentrasi yakni 0%, 2,5%, 5%, dan 10%. Selanjutnya pengujian kadar air, ketebalan dan juga kuat tekan pada membran, selanjutnya dilakukan pengujian fluks pada membran dengan menggunakan aquades dengan beserta rangkaian alat pengujian dead end, dilanjutkan dengan uji total fenol pada ekstrak daun kelor yang telah didapatkan, uji aktivitas antibakteri dengan mnggunakan agar NB dengan kultur bakteri e. coli sebagai indikator sifat antibakteri pada membran dan dianalisa hasilnya. Diakhiri dengan uji fotomikroskop untuk mengetahui kenampakan permukaan pada membran setelah diberi coating ekstrak daun kelor. Tidak lupa dilakukan uji FTIR pada kitin dan kitosan serta membran control dan juga membran dengan tambahan coating ekstrak daun kelor untuk mengetahui hubungan antara membran dengan ekstrak daun kelor yang melapisi membran
42
43
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mempelajari pengaruh penambahan ekstrak daun kelor sebagai bahan antibiofouling pada membran kitosan dari limbah cangkang kulit dan ekor udang windu yang didapat dari PT. Bumi Menara Internusa Dampit untuk mencegah adanya fouling pada membran. Metode yang dilakukan dalam proses penambahan adalah metode coating dengan menambahkan ekstrak daun kelor sebanyak 0%, 2,5%, 5% dan 10% dengan cara mencelupkan membran pada larutan coating ekstrak daun kelor sehingga didapatkan membran yang telah terlapisi ekstrak daun kelor. Selanjutnya untuk mengetahui karakteristik bahan yang dilakukan adalah dengan melakukan karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) untuk mengetahui gugus yang terkandung bahan kitosan yang telah disintesis dari cangkang udang windu, selanjutnya bahan ekstrak kental daun kelor diuji kandungan fenolnya. Uji secara mekanik juga dilakukan ketika kitosan sudah dicetak menjadi membran. Uji secara mekanik tersebut antara lain uji kuat tekan dengan menggunakan metode brazilian test, uji ketebalan dengan menggunakan mikrometer skrup merk herma, serta uji kadar air untuk mengetahui kandungan kadar air pada membran kitosan. Untuk mengetahui kemampuan membran melewatkan fluida maka dilakukan uji fluks dengan menggunakan air dan metode pengujian dead end. Selanjutnya untuk mengetahui kemampuan antibiofouling pada membran maka dilakukan uji antibakteri dengan menggunakan bakteri e. coli dengan menggunakan nutrient broth. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini antara lain : persiapan sampel bahan kitosan dari limbah cangkang udang meliputi tahap deproteinasi, dekolorisasi, demineralisasi dan deasetilasi, kitosan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR, selanjutnya dilakukan pembuatan ekstrak daun kelor dan diuji kandungan fenolnya, membran kitosan yang telah ditambah ekstrak daun kelor selanjutnya melalui pengujian ketebalan, kuat tekan, kadar air, uji fluks, dan yang terakhir uji antibakteri.
44
Berikut adalah prosedur yang dilakukan untuk membuat membran kitosan dengan penambahan ekstrak daun kelor sebagai antibiofouling beserta pengujian yang dilakukan:
a) Sintesis kitosan dari limbah cangkang udang
Sintesis kitosan diawali dengan melakukan preparasi sampel, limbah cangkang udang dicuci hingga bersih dibersihkan dari daging yang masih menempel dengan menggunakan air bersih disortir antara cangkang kulit dan ekor kemudian direbus pada air mendidih (± 80oC) selama 15 menit (Kusumawati, 2009) selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan pengering suhu 60oC sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Blaire, et al (1987). Selanjutnya dilakukan proses pengecilan ukuran dengan menggunakan blender hingga berbentuk serpihan serpihan ± 25 mesh. Menurut Mohammed (2013) cangkang udang yang telah dibersihkan dan direbus kemudian dihaluskan selanjutnya dilakukan proses deproteinasi dengan menggunakan NaOH 5% (1:8 b/v) diaduk selama 2 jam dengan menggunakan magnetic stirrer skala 7 pada suhu 60oC kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang (Divya, 2014), proses ini bertujun mengurangi kadar protein dalam cangkang dengan menggunakan basa kuat, cangkang udang yang telah dideproteinasi disaring dicuci hingga netral menggunakan aquades dan dicek menggunakan kertas lakmus dan dikeringkan dengan menggunkan pengering 60oC. Selanjutnya dilakukan proses dekolorisasi dengan menggunakan aseton 1:8 (b/v) diaduk selama 2 jam dengan menggunakan magnetik stirrer skala 7 agar homogen selanjutnya didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang proses ini bertujuan untuk menghilangkan warna pada cangkang yang semula orange kemerahan menjadi nila cerah penambahan aseton ini bertujuan untuk mereduksi astaxanthin dari limbah kulit udang dimana zat warna dari kitin dapat dipisahkan dengan aseton. Gambar 4.1 berikut ini adalah gambar proses sintesis cangkang udang.
45
(a) (b)
(c) (d) (e)
Gambar 4. 1 Proses Sintesis Cangkang Udang Menjadi Kitosan
(a) Proses Pencucian dan Pembersihan Limbah
Cangkang Udang
(b) Proses Pengeringan Cangkang Udang
(c) Proses Pengecilan Ukuran
(d) Proses Sintesis Deproteinasi dan Dekolorisasi
(e) Proses Sintesis Deasetilasi
46
Cangkang udang yang telah didekolorisasi disaring dan dicuci kembali hingga netral dan dikeringkan pada suhu 60oC, kemudian dilakukan proses demineralisasi dengan penambahan HCl 1% 1:8 (b/v) diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer skala 7 dan dipanaskan pada suhu 60oC selama 2 jam kemudian didiamkan 24 jam pada suhu ruang proses ini bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral dalam cangkang udang. Sampel cangkang udang yang telah melalui tahap demineralisasi disebut kitin. Kitin yang dihasilkan disaring dan dicuci hingga netral dan dikeringkan dengan menggunakan oven 60oC. Kitin dilakukan proses deasetilasi dengan menggunakan NaOH 50% 1:8 (b/v) dipanaskan hingga 100oC sambil terus diaduk dengan menggunakan magnetik stirrer skala 7 selama 2 jam selanjutnya didiamkan 24 jam pada suhu ruang proses ini bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil yang terkandung dalam kitin, selanjutnya disaring dan dicuci hingga netral kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven 60oC kemudian dilakukan deasetilasi kembali dan dicuci selanjutnya dikeringkan kembali untuk mendapatkan kitosan dengan derajat deasetilasi lebih baik (Teli, 2012). Pada proses deasetilasi terjadi perubahan warna kitin dari semula berwarna nila cerah menjadi coklat keabu-abuan. Hasil yang didapatkan sudah dapat disebut sebagai kitosan. Proses sintesis limbah cangkang udang untuk dijadikan kitosan merupakan salah satu proses terumit dalam penelitian ini, sebab tidak semua literatur cocok untuk diterapkan pada situasi dan kondisi penelitian. Oleh karena itu membutuhkan waktu yang lama untuk dapat memodifikasi proses untuk dapat menghasilkan kitosan yang benar-benar sesuai untuk digunakan sebagai bahan dasar membran. Kitosan yang diperoleh ketika proses penelitian memiliki bentuk serpihan berwarna nila keputihan. Gambar 4.2 berikut ini adalah kitin dan kitosan yang dihasilkan dari proses demineralisasi dan deasetilasi.
47
(a) Kitin (b )Kitosan
Gambar 4. 2 Gambar Kitin Dan Kitosan yang Didapatkan dari Proses
Sintesis Limbah Cangkang Udang.
b) Proses pembuatan membran kitosan
Pembuatan membran kitosan dilakukan dengan metode inversi fasa yakni dengan mengubah fasa gel semi cair dari larutan kitosan ditambah dengan asam asetat menjadi membran padat. Menurut Blaire, et al 1987 pembuatan membran kitosan diawali dengan mencampurkan kitosan dengan asam asetat 2% 1:50 (b/v) selanjutnya dilakukan pengadukan awal dengan menggunakan spatula kaca untuk menghomogenkan bubuk kitosan dan juga asam asetat, pengadukan dilakukan hingga gel menjadi terlihat bening dan mengkilat ± 2 jam. Larutan kitosan asam asetat selanjutnya didiamkan selama ± 3 hari untuk menghilangkan gelembung udara yang terbentuk. Selanjutnya larutan kitosan asam asetat dituangkan pada cetakan kaca dengan ketebalan 1,5 mm (ketebalan basah) dan dioven pada suhu 40oC selama 24 jam. Gambar 4.3 berikut adalah gambar proses pembuatan membran kitosan.
48
(a) (b)
Gambar 4. 3 Proses Pencetakan Larutan Kitosan Asam Asetat
Menjadi Membran Kitosan
(a) Larutan Kitosan Asam Asetat
(b) Larutan Kitosan Asam Asetat ketika Dicetak.
Untuk memastikan bahwa membran kering sempurna maka membran diangin-anginkan selama 24 jam di udara terbuka (sebab apabila langsung direndam membran akan rusak menjadi menggelembung dan berkerut) (Kusumawati, 2009). Membran yang telah kering direndam dalam larutan NaOH 4% selama ± 10 menit pada suhu kamar fungsinya adalah sebagai bahan non pelarut yang akan berdifusi pada bagian bawah membran, sehingga membran akan terdorong untuk terlepas dari plat, sehingga tinggal melepasnya dengan melepas tepian membran dengan menggunakan spatula besi. Pelepasan harus dilakukan secara hati-hati agar membran tidak robek. Membran yang telah diperoleh selanjutnya dicuci secara berulang-ulang untuk menghilangkan sisa larutan untuk selanjutnya dikeringkan kembali di dalam ruangan (Kusumawati, 2009). Gambar 4.4 Berikut ini merupakan gambar kitosan yang telah dicetak menjadi membran kitosan.
49
(a) (b)
Gambar 4. 4 Gambar Membran yang Telah Dicetak
(a) Membran kitosan yang telah kering pada cetakan,
(b) Membran yang telah dilepas dari cetakan
c) Proses ekstraksi daun kelor
Proses ekstraksi daun kelor dilakukan secara maserasi sebab relatif sederhana dan tidak diperlukan energi untuk pemanasan (Pambayun, 2007). Ekstraksi diawali dengan pencucian daun kelor kemudian dikeringkan dengan cara diangin anginkan. Menurut Widowati (2014) daun kelor yang telah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender hingga didapatkan serbuk daun kelor 60 mesh. Selanjutnya serbuk daun kelor yang telah didapatkan dimaserasi (direndam) dalam pelarut alkohol 96% 1:5 (b/v) dan didiamkan selama 4 hari pada wadah tertutup sambil sesekali digojog agar homogen dan bertujuan untuk meningkatkan efektivitas proses difusi senyawa terlarut dalam cairan penyari (Anas, 2013). Setelah 4 hari bahan disaring dan didapatkan filtrat 1 dan residu 1. Gambar 4.5 berikut adalah gambar ekstraksi maserasi pada daun kelor.
50
(a) Maserasi (b) Penyaringan
Gambar 4. 5 Gambar Proses Maserasi Ekstrak dan Juga Penyaringan
Filtrat.
Filtrat yang didapatkan disimpan pada botol gelap dan disimpan pada kulkas, selanjutnya residu 1 ditambahkan dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:2,5 (b/v) selanjutnya didiamkan selama 1 hari dan selanjutnya filtrat yang dihasilkan dicampurkan dengan filtrat awal (Dima, 2016). Filtrat yang telah diperoleh selanjutnya dimasukan kedalam rotary evaporator dengan suhu 45oC, 65 rpm selama 40 menit sehingga diperoleh ekstrak kental (Anas, 2013). Ekstrak kental yang didapatkan selanjutnya diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak 0%, 2,5%, 5%, dan 10% untuk mengetahui kombinasi terbaik yang dapat digunakan sebagai antibiofouling pada membran. Kandungan yang diharapkan sebagai antibiofouling pada ekstrak daun kelor adalah fenol, flavonoid, saponin, tripternoid, dan tanin yang memiliki mekanisme kerja dengan merusak membran sel bakteri (Widowati, 2014). Oleh sebab itu dilakukan pengujian terhadap salah satu kandungan bahan tersebut dalam ekstrak daun kelor. Kandungan bahan yang diuji adalah fenol, menurut Kasolol, et al (2010) daun kelor memiliki kandungan fenol yang tinggi pada bagian daun yang merupakan grup dari
51
flavonoid yang merupakan antioksidan dan anti-inflamasi yang kuat.
d) Proses coating membran kitosan dengan menggunakan ekstrak daun kelor
Ekstrak daun kelor yang telah diencerkan menjadi 0%, 2,5%, 5% dan 10% disiapkan pada wadah tray masing masing sebanyak 150ml seperti pada gambar 4.6. Membran yang telah dicuci dengan aquades selanjutya dicelupkan pada ekstrak daun kelor selama ± 2,5 jam. Selanjutnya membran dikering anginkan hingga kering (Widowati, 2014). Berikut ini adalah proses coating membran kitosan dengan menggunakan ekstrak daun kelor.
Gambar 4. 6 Gambar Proses Coating Membran dengan Ekstrak Daun
Kelor
Membran yang telah terbentuk selanjutnya dilakukan karakterisasi FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung pada membran dan juga penting untuk melakukan pengujian terhadap kandungan fenol pada ekstrak daun kelor sebab digunakan sebagai bahan pelapis antibiofouling pada membran. Kemudian dilakukan pengujian kekuatan fisik pada
52
membran tersebut meliputi pengujian ketebalan dan kuat tekan pada membran, setelah itu dilakukan pengujian kadar air membran dengan menggunakan oven kadar air pada suhu 105oC. Pengujian selanjutnya yang juga penting untuk mengetahui kemampuan dan permeabilitas membran adalah pengujian fluks dengan metode dead end. Pengujian terakhir adalah pengujian yang paling penting untuk menentukan kemampuan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor untuk mencegah dan mengurangi biofouling, yakni uji antibakteri dengan menggunakan bakteri e-coli dengan metode agar cair.
e) Karakterisasi menggunakan FTIR
Karakterisasi dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) bertujuan untuk mengetahui gugus-gugus yang terbentuk dari sampel yang dihasilkan. Analisis ini didasarkan pada analisis dari bilangan gelombang puncak – puncak karakteristik dari suatu sampel. Bilangan gelombang puncak puncak tersebut menunjukan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel, karena masing masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi tertentu. Karaktersasi kimia kitin dan kitosan dengan analisis terhadap spektra IR untuk mengetahui gugus fungsional dari produk yang dianalisis sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa yang dimaksud merupakan senyawa yang diharapkan, yaitu kitin dan kitosan. Pada spektrum yang dihasilkan oleh hasil spektra FTIR didapatkan molekul dengan vibrasi ulur dan bengkokan yang pengertianya adalah vibrasi ulur (stretching vibration) merupakan vibrasi yang mengakibatkan perubahan panjang ikatan suatu ikatan, sedangkan vibrasi bengkokan (bending viration) yaitu vibrasi yang mengakibatkan perubahan sudut ikatan antara dua ikatan. Salah satu bukti bahwa proses sintesis kitosan telah terjadi adalah terjadi proses pengurangan gugus asetil pada kitin yang dapat dilihat dengan menggunakan karakterisasi FTIR pada kitosan hasil dari proses deasetilasi. Berdasarkan
53
penelitian Ihsani (2014) menunjukan adanya pengurangan kelompok gugus N-asetil dan beberapa –IR spektrum hilang setelah deasetilasi. Hal ini ditunjuakan dengan adanya gugus N-asetil pada kitin sedangkan pada kitosan yang ada adalah gugus NH2. Berikut adalah tampilan hasil FTIR kitosan oleh Ihsani (2014). Pengujian FTIR dilakukan pada sampel kitin, kitosan, membran kitosan kontrol, dan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 5%. Gambar 4.7 berikut adalah gambar literatur spektra IR kitosan.
Gambar 4. 7 Spektra FTIR dari Kitin menjadi Kitosan (Setelah Proses Deasetilasi)
f) Pengujian total fenol pada ekstrak daun kelor
Pengujian total fenol merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui kandungan fenol pada ekstrak daun kelor yang telah diekstraksi pada tahapan sebelumnya. Pengujian ekstrak daun kelor dilakukan dengan menggunakan metode asam sulfanilat dengan pengulangan duplo sehingga diharapkan dapat menghasilkan hasil yang akurat. Pengujian ini dilakukan untuk memastikan kadar fenol yang
54
bersifat sebagai antibakteri yang penting untuk proses selanjutnya. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya. Pengujian dilakukan dengan mencampur larutan sampel yang berupa ekstrak daun kelor ditambah dengan 1 mL reagen A (campuran asam sulfinat 7,64%, H2SO4 , NaNO2 4,8%, dengan perbandingan 5:1:5), ditambah 0,5 mL reagen B (NaOH 8%). Campuran antara larutan sampel dan reagen diinkubasi pada suhu 100oC selama 30-40 menit, selanjutnya diukur absorbansinya dengan spektrofometer UV-Vis pada panjang gelombang 360 nm. Hasil pengukuran sampel dibandingkan dengan fenol sebagai larutan standart. Larutan standart dibuat dengan menggunakan larutan fenol dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4 ppm dengan perlakuan yang sama, kemudian diukur absorbansinya.
g) Pengujian ketebalan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor Pengujian ketebalan pada membran dilakukan dengan mengukur 5 titik pada membran yaitu bagian sisi atas, bawah, samping kiri, samping kanan, dan juga bagian tengah membran dengan menggunakan mikrometer sekrup merk Herma dengan ketelitian 0,01mm. Hasil yang diperoleh kemudian di rata-rata dan selanjutnya dianalisis hasilnya. Pengujian dilakukan pada 3 ulangan variasi membran agar hasil yang didapatkan lebih akurat (Ratnawati, 2013).
h) Pengujian kuat tekan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor Metode yang digunakan adalah brazzilian test. Alat yang dipakai untuk menguji yaitu alat uji elastisitas yang berada di Laboratorium Daya dan Mesin Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Prosedur pengambilan data yaitu dengan menyiapkan lembaran membran dan memposisikan membran tersebut pada alat
55
uji. Setelah itu alat dioperasikan dan diambil datanya. Output satuan yang diperoleh berupa Kgf/cm2.
i) Pengujian kadar air membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor Pengujian kadar air pada membran dilakukan dengan menimbang sampel membran (w1) dikeringkan pada suhu 105°C selama 24 jam, ditimbang kembali (w2). Kadar air dihitung sebagai persentase bobot membran yang hilang selama pengeringaan. Dirata-rata nilai kadar air pada membran untuk mendapatkan data secara keseluruhan. Kadar air pada membran dapat dihitung dengan menggunakan rumus (AOAC, 1995):
Kadar air (%) = 100 (w1 – w2)/w2....................................(5)
j) Pengujian nilai fluks membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor Pengujian nilai fluks pada membran adalah dilakukan dengan menggunakan metode pengujian dead end sehingga umpan dialirkan tegak lurus terhadap membran (Ahmad, 2009). Dengan menggunakan fluida berupa air bersih dengan tekanan ±11 psi (0,75 bar) secara konstan yang didapatkan dari kran PDAM selanjutnya diukur berat fluks yang dihasilkan menggunakan timbangan digital dan dihitung nilai fluksnya menggunakan rumus :
Dimana : J = Fluks (l/m2.jam) V= Volume permeat (L) A= Luas permukaan membran (m2) t = Waktu (jam)
56
Gambar 4. 8 Alat Uji Fluks dengan Menggunakan Metode Dead End
k) Pengujian Antibakteri Membran Kitosan dengan coating
Ekstrak Daun Kelor
Pengujian antibakteri dilakukan dengan merendam membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor yang telah dipotong dengan diameter ± 0,8mm dalam kultur bakteri e. coli yang telah ditempatkan pada media agar cair pada tabung reaksi selama ±24 jam dalam suhu 38oC. Selanjutnya dilakukan proses pengamatan dengan menggunakan mikroskop dengan menggunakan perbesaran 100x untuk dapat mengamati dan menganalisa bakteri yang menempel pada membran.
57
4.1 Karakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Transform
Infrared Spectroscopy)
Karakterisasi dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) bertujuan untuk mengetahui gugus-gugus yang terbentuk dari sampel yang dihasilkan. Analisis ini didasarkan pada analisis dari bilangan gelombang puncak – puncak karakteristik dari suatu sampel. Bilangan gelombang puncak puncak tersebut menunjukan adanya gugus fungsi tertentu yang ada pada sampel, karena masing masing gugus fungsi memiliki puncak karakteristik yang spesifik untuk gugus fungsi tertentu. Karaktersasi kimi kitin dan kitosan dengan analisis terhadap spektra IR untuk mengetahui gugus fungsional dari produk yang dianalisis sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa yang dimaksud merupakan senyawa yang diharapkan, yaitu kitin dan kitosan. Berikut ini adalah hasil uji FTIR dari kitin dan kitosan yang menunjukan adanya pemutusan rantai N-asetil pada struktur gambar pada kitosan. Spektra FTIR pembentukan senyawa kitin pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.9 serta dibandingkan dengan literatur (Stuart, 2003).
Gambar 4. 9 Hasil FTIR Sampel Kitin dan Kitosan
3007501200165021002550300034503900
kitin kitosan
-OH
N-asetil
-NH bengkokan
-NH bengkokan -OH
58
Tabel 4. 1 Bilangan gelombang dan gugus fungsi dari hasil FTIR kitin dari cangkang kulit udang
Berdasarkan hasil analisi spektrofotometer IR kitin muncul pita serapan pada bilangan 3445,39 cm-1 yang menunjukan tumpang tindih serapan vibrasi rentangan gugus –OH dan N-H. Pita serapan pada gelombang 3267,95 cm-1 menunjukan vibrasi rentangan gugus N-H ulur. Selanjutnya pita serapan pada gelombang 2888,00 cm-1 yang menunjukan rentangan gugus C-H ulur. Dilanjutkan dengan terdeteksinya gugus C=O ulur yang terdapat pada pita serapan 1655,57 cm-1 , gugus N-H bengkokan muncul pada rentangan pita serapan 1561,7 cm-1 . Pita serapan CH3 disambung dengan pita serapan gugus C-O-C yakni rentangan dari 1422,20 dengan 1075,04. Selanjutnya gugus N-H kibasan ditunjukan pada rentang pita serapan 697,02. Hasil karakterisasi FTIR pada kitin hasil penelitian sudah sesuai dengan literatur penelitian yang dilakukan oleh Stuart, 2003 yakni pita serapan gugus OH muncul pada rentang 3448 cm-1. Gugus N-H ulur pada pita serapan rentang 3300-3250 cm-
1. Pita serapan gugus C-H ulur pada gelombang 2891,1 cm-1, selanjutya C=O ulur ditunjukan pada pita serapan rentang 1680 cm-1 - 1640 cm-1
. Gugus N-H bengkokan ditunjukaan pada rentang gelombang 1560 cm-1 - 1530 cm-1, dilanjutkan dengan pita serapan pada gelombang 1419,5 cm-1 yang menunjukan adanya gugus CH3. Pita serapan pada 1072,3 cm-1 menujukan
59
adanya gugus C-O-C pada kitin. Selanjutnya N-H kibasan muncul pada rentang gelombang pita serapan 750 cm-1 – 650 cm-1. Grafik spektra IR pada kitosan yang ditunjukan pada gambar 4.9 dengan warna pita serapan merah dapat diamati bahwa muncul gugus –OH pada rentang pita serapan 3424,16 cm-1. Selanjutnya pita serapan pada bilangan 2880,29 cm-1 menunjukan adanya gugus C-H dan dilanjutkan dengan pita serapan pada gelombang 1422,20 cm-1 yang menunjukan gugus CH2. Gugus N-H ditunjukan pada gelombang pita serapan 1597,71 cm-1. Pita serapan menunjukan bilangan 1383,63 cm-1 yang menunjukan adanya gugus –CH3 dilanjutkan dengan munculnya gugus –CN pada pita serapan 1325,77 cm-1. Pita serapan terakhir adalah gugus CO yaitu pada pita serapan 1154,12 cm-1 dan 1094,33 cm-1. Menurut Kurniasih, 2011 ditunjukan bahwa muncul pita serapan pada bilangan gelombang 3440,8 cm-1 yang menunjukan tumpang tindih serapan vibrasi rentangan gugus –OH dan N-H. Pita serapan pada bilangan gelombang 2877,6 cm-1 menunjukan vibrasi rentangan C-H pada –CH2- alifatik yang diperkuat dengan munculnya serapan vibrasu bengkokan –CH2- pada bilangan gelombang 1419,5 cm-1. Pada spektra IR kitosan hasil isolasi juga muncul pita serapan pada bilangan 1596,9 cm-1 yang menunjukan vibrasi bengkokan N-H dari NH2. Pita serapan bengkokan -CH3 pada bilangan gelombang 1380,9 cm-1 masih muncul tetapi dengan intensitas yang lebih lemah, hal ini menunjukan telah terjadinya proses deasetilasi yang menyebabkan hilangnya sebagian besar gugus metil, -CH3. Vibrasi rentangan C-N teridentifikasi pada bilangan gelombang 1326, 9 cm-1 dengan intensitas lemah, yang menunjukan masih adanya sedikit gugus –NHCOCH3. Rentangan C-O ikatan teridentifikasi di bilangan gelombang 1157,2 cm-1 dan 1087,8 cm-1 rentangan C-O yang dihasilkan bisa berasal dari C-O-C atau C-O-H. Hasil yang ditunjukan menunjukan kesesuaian antar hasil penelitian dengan literatur sehingga bahan yang didapatkan sudah dapat disimpulkan sebagai kitosan dan didapatkan nilai derajat deasetilasi dari kitosan menurut baseline b adalah sebesar 62,96%.
60
Menurut Knoor (2004) derajat deasetilasi merupakan parameter yang sangat mempengaruhi mutu kitosan, dimana nilai ini menunjukan presentase gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen kitin maupun kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan maka gugus asetil kitosan semakin rendah dan interaksi antar ion dan ikatan hidrogennya menjadi semakin kuat. Menurut Suhartono (1989) dengan terlepasnya gugus asetil kitosan menyebabkan kitosan bermuatan positif yang mampu mengikat senyawa bermuatan negatif, seperti protein, anion polisakarida membentuk ion netral, dan bakteri yg cenderung bermuatan negatif. Sedangkan hasil perhitungan derajat deasetilasi dari kitosan hasil penelitian cenderung masih rendah, menurut Struzczyk(2002) derajat deasetilasi menurut Protan Laboratory biasanya berkisar antara 70%-100% tergantung dari penggunaanya. Hal ini dapat disebabkan karena pada penelitian menggunakan NaOH teknis untuk proses deproteinasi dan deasetilasi sedangkan dalam literatur digunakan NaOH PA sehingga dapat menghasilkan hasil yang lebih baik. Pada gambar 4.10 berikut ini adalah tampilan grafik membran kitosan dan juga tampilan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor serta tampilan hasil spektra FTIR ekstrak daun kelor.
61
Gambar 4. 10 Hasil FTIR Sampel Membran Kontrol, Ekstrak Daun
Kelor dan Membran Modifikasi
Berdasarkan hasil analisis spektrofotometer IR terhadap membran kitosan kontrol dengan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor pada gambar 4.10 tidak terdapat perubahan peak yang signifikan sehingga pita serapan yang dihasilkan relatif sama namun perubahan kecil yang terjadi dapat disimpulkan karena adanya penambahan ekstrak daun kelor, keduanya memiliki luasan peak –OH yang lebar sebab terdapat gugus –OH dari air yang didapatkan ketika proses pelarutanya dengan CH3COOH serta dari gugus fenol yang berada pada nilai pita serapan 3400 cm-1. Kedua membran tersebut sama-sama memiliki gugus C-H, pada membran
30090015002100270033003900
membran kontrol ekstrak daun kelor membran modifikasi
-OH
-OH
-OH
-OH aromatik C=C aromatik
-OH aromatik C=C aromatik
-CH
aromatik
62
kontrol gugus C-H muncul pada pita serapan 2877,79 cm-1 , sedangkan pada membran kitosan dengan coating daun kelor gugus C-H muncul pada pita serapan 2877,44 cm-1 . Kedua membran ini juga tidak mengandung gugus metilen (-CH2) yang seharusnya terdapat pada rentang pita serapan 1419,5 cm-1 , serta gugus –CH3 dan –CN yang terdapat pada rentang pita serapan 1380,9 cm-1 dan 1326,9 cm-1 yang terkandung pada bahan kitosan. Namun keduanya masih memiliki kandungan gugus –CO, pada membran control gugus –CO ditemukan pada rentang pita serapan 1159,23 cm-1 dan 1107,14 cm-1, sedangkan pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor, gugus –CO ditemukan pada gelombang 1105,21 cm-1 dan 1045,42 cm-1.
Tabel 4. 2 Bilangan gelombang dan gugus fungsi dari hasil ftir gugus fenol pada ekstrak daun kelor dan juga membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor dan literatur menurut Krajnc, 2005
Gugus
Fungsi
Bilangan
Gelombang
(cm-1
) Fenol
Literatur
Bilangan
Gelombang (cm-
1) Ekstrak Daun
Kelor
Bilangan Gelombang
(cm-1
) Membran Kitosan
dengan coating Ekstrak
Daun Kelor
OH 3400 333,53 3358,07 Regangan C-H jenuh
1605 1611,21 1614,42
C=C Aromatik
1510 – 1485 1514,78-1412,56
Terdapat peak, namun tidak signifikan
O-H bengkokan
1380 1379,77 Terdapat peak, namun tidak signifikan
Selanjutnya apabila dibandingkan dengan hasil FTIR ekstrak daun kelor (pita serapan warna merah) terdapat peak yang hampir sama dengan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor. Terdapat gugus C-H aromatik yang berada pada pita serapan 706,66 cm-1 pada ekstrak daun kelor, sedangkan pada membran pada 769,60 cm-1. Selanjutnya gugus –CH yang terdapat pada pita serapan 926,53 cm-1 hingga 997,89 cm-1 pada ekstrak, sedangkan pada membran terlihat pada nilai 908,47 cm-1 hingga 1001,45 cm-1. Rantai –C-OH yang muncul pada pita serapan 1055,75 cm-1 pada ekstrak muncul pada membran pada nilai 1045,42 cm-1. Gugus –C-O muncul pada nilai 1102,04 cm-1 pada ekstrak dan peak juga muncul pada membran pada pita serapan 1105,21 cm-1. Serta juga teramati puncak gugus C-C-O, OH bengkokan dan juga C=C aromatik pada ekstrak daun kelor dan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor walaupun tidak terdapat puncak yang jelas sebab nilai konsentrasi ekstrak yang relatif kecil yakni hanya 10%, hal ini menunjukan bahwa ekstrak daun kelor yang mengandung fenol telah terdeteksi menempel pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor. Nilai pita serapan yang didapatkan sudah sesuai dengan literatur menurut Krajnc, 2005.
4.2 Pengujian Total Fenol pada Ekstrak Daun Kelor
Tabel 4. 3 Tabel hasil pengujian total fenol pada ekstrak daun kelor
No Kode Parameter
Hasil Analisis Metode Analisis
Kadar Satuan Pereaksi Metode
1
Ekstrak Daun Kelor Fenol
7,01 ±
0,03 % Asam
Sulfanilat Spektrofotometri
Menurut pengujian yang telah dilakukan, pengujian dengan menggunakan pereaksi asam sulfanilat didapatkan hasil kadar
64
total fenol yang terdapat pada ekstrak daun kelor yang dibuat adalah sebesar 7,01 ± 0,03 %. Hasil ini membuktikan bahwa ada kandungan fenol yang cukup tinggi pada ekstrak daun kelor yang berpotensi sebagai antibiofouling pada membran. Menurut Saifudin (2011) senyawa fenol memiliki aktivitas sebagai antibakteri yang bekerja dengan cara berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses absorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen, mengganggu kerja di dalam membran sitoplasma termasuk diantaranya mengganggu transpor aktif dan kekuatan proton. Menurut penelitian Verma, et al( 2009) bahwa daun kelor memiliki kandungan fenol yang banyak yang dapat menangkal radikal bebas dan juga memiliki kandungan antiinflamasi. Kandungan fenol pada daun kelor segar sebesar 3,4% sedangakan pada ekstrak daun kelor kandungan fenol yang dimiliki adalah sebesar 1,6% (Foild, 2007). Perbedaan konsentrasi fenol yang didapatkan antara proses penelitian dengan literatur yang didapatkan dapat disebabkan karena perbedaan sumber bahan baku yang digunakan, sebab beberapa literatur menyatakan bahwa daun kelor muda memiliki kandungan fenol yang lebih tinggi daripada daun kelor yang sudah tua. Selain menurut Becker (2004) serbuk daun kelor memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi daripada daun kelor segar dan beliau juga menyebutkan bahwa daun kelor pada masing masing daerah memiliki kandungan zat gizi yang berbeda-beda.
65
4.3 Pengujian Ketebalan Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor
Gambar 4. 11 Diagram Rerata Ketebalan Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor
Berdasarkan hasil pengujian ketebalan dengan menggunakan mikrometer sekrup merk herma didapatkan sebaran rata-rata ketebalan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor seperti pada gambar 4.11. Rerata ketebalan membran kitosan dengan penambahan coating ekstrak daun kelor 0%, 2,5%, 5% dan 10% secara berurutan adalah 0,110mm, 0,116mm, 0,113mm, dan 0,112mm. Ketebalan paling rendah adalah pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 0% yaitu 0,110 mm dan paling tebal adalah 0,116 mm pada membran dengan coating ekstrak daun kelor 2,5%. Ketebalan yang kurang seragam dapat disebabkan karena tekstur larutan kitosan asam asetat yang dibentuk dengan perbandingan 1:50 (b/v) adalah bersifat gel kental yang apabila dilakukan proses pencetakan cenderung tidak stabil terutama
0,110
0,116 0,113 0,112
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
0% 2,5% 5% 10%
Re
rata
Ke
teb
alan
(m
m)
Konsentrasi Ekstrak Daun Kelor (%)
66
apabila dikeringkan di tray yang kurang rata pada oven, gel akan mengalir sedikit demi sedikit keluar wilayah cetakan sehingga menyebabkan perbedaan ketebalan pada membran. Rata-rata keseluruhan ketebalan membran dalam penelitian adalah 0,112 mm. Menurut Mulder (1996) ketebalan membran mikrofiltrasi yakni berkisar antara 10 µm hingga 150 µm (0,02mm hingga 0,15mm) dan ketebalan membran ultrafiltrasi adalah 1 µm hingga 20 µm (0,001mm hingga 0,02mm). Sehingga dapat disimpulkan bahwa membran kitosan yang dihasilkan adalah merupakan membran mikrofiltrasi. Namun selain dipengaruhi oleh ketebalan jenis membran juga dipengaruhi pengaruh tekanan sebagai driving force membran tersebut. Untuk tekanan yang mampu ditahan oleh membran adalah ±11-29 psi (0,75-2 bar) menurut Mulder (1996) membran mikrofiltrasi merupakan membran dengan kemampuan menahan tekanan sebesar < 2 bar. Sedangkan menurut Kusumawati (2012) dijelaskan bahwa membran ultrafiltrasi diharapkann mampu menahan tekanan 1-5 bar.
4.4 Pengujian Kuat Tekan Membran Kitosan dengan Coating
Ekstrak Daun Kelor
Gambar 4. 12 Diagram Rerata Kuat Tekan Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor
31,12 33,00
26,87
34,89
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
0% 2,5% 5% 10%
Re
rata
Ku
at T
eka
n
(Kgf
.cm
-2)
Konsentrasi Ekstrak Daun Kelor (%)
67
Berdasarkan pada gambar 4.12 yaitu diagram rerata kuat tekan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor didapatkan rerata kuat tekan pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 0%, 2,5%, 5% dan 10% secara berurutan adalah 31,117 kgf/cm2, 33,003 kgf/cm2, 26,874 kgf/cm2, 34,889 kgf/cm2. Pengujian kuat tekan adalah dilakukan dengan menggunakan metode brazzilian test. Rerata kuat tekan terendah adalah pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 5% yaitu sebesar 26, 874 kgf/cm2 sedangkan kuat tekan tertinggi adalah pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 10% yaitu sebesar 34,889 kgf/cm2. Perbedaan rerata kuat tekan yang dihasilkan dapat disebabkan karena kurang meratanya ketebalan membran kitosan dan juga adanya coating yang dapat mempengaruhi kekuatan pada membran, sehingga menghasilkan nila kuat tekan yang beragam. Rerata keseluruhan kuat tekan membran adalah 31,471 kgf/cm2 ( 31, 030 bar / 1 kgf/cm2 = 0,986 bar). Kuat tekan membran yang besar tersebut disebabkan karena membran kitosan yang diuji adalah membran yang telah kering sehingga memiliki nilai kuat tekan yang relatif tinggi (Setyawan, 2012). Sedangkan kuat tekan membran pada keadaan basah adalah berkisar ± 11 psi – ± 29psi (0,75 bar – 2 bar) yang diketahui dengan melakukan uji fluks membran dengan menggunakan tekanan konstan PDAM. Hal tersebut dikarenakan strukturnya yang rapat menyebabkan jarak antara molekul dalam membran kering semakin rapat sehingga mempunyai nilai kuat tekan atau tarik yang besar (Farha, 2012). Semakin banyak kitosan yang ditambahkan maka nilai kuat tariknya cenderung meningkat, disini menunjukkan bahwa kitosan sebagai biopolimer cenderung meningkatkan nilai kuat tekan dan tarik pada formulasi tertentu, dikarenakan kitosan dapat membentuk ikatan hidrogen antar rantai sehingga edible film menjadi lebih rapat (Ismail, 2003).
68
4.5 Pengujian Kadar Air Membran Kitosan dengan Coating
Ekstrak Daun Kelor
Gambar 4. 13 Diagram Rerata Kadar Air Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor
Berdasarkan gambar 4.13 yang merupakan diagram rerata kadar air pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor dapat diamati bahwa kadar air pada membran kontrol (coating ekstrak 0%) relatif lebih tinggi daripada kadar air pada membran dengan penambahan coating ekstrak daun kelor 2,5%, 5%, dan 10%. Rerata kadar air pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 0%, 2,5%, 5%, dan 10% secara berurutan adalah 0,432%, 0,243%, 0,232%, dan 0,230%. Dapat diamati bahwa kadar air paling tinggi adalah terdapat pada membran kitosan kontrol yaitu 0,432% dan kadar air paling rendah adalah pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 10% yaitu 0,230%. Menurut (Nugroho, 2011) kadar air yang dimiliki oleh kitosan murni berkisar ± 0,4%, hal ini sudah sesuai dengan hasil
0,432
0,243 0,232 0,230
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0% 2,5% 5% 10%
Re
rata
Kad
ar A
ir (
%)
Konsentrasi Ekstrak Daun Kelor (%)
69
penelitian yang didapatkan yakni sebesar 0,432%. Penurunan kadar air pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor yang menurun seiring bertambahnya konsentrasi coating pada membran dapat dipengaruhi oleh kandungan alkohol dan fenol yang terkandung pada ekstrak sehingga mengeluarkan air yang terkandung oleh membran, menurut Pambayun (2007) fenol larut dalam air dan sebaliknya sedikit air dapat juga larut dalam fenol cair. Karena bobot molekul air itu rendah dan titik beku molal dari fenol itu tinggi, yaitu 7,5 maka campuran fenol dengan 5-6% air telah terbentuk cair pada temperature biasa.
4.6 Pengujian Fluks pada Membran Kitosan dengan Coating
Ekstrak Daun Kelor
Pengujian nilai fluks pada membran adalah dilakukan dengan menggunakan metode pengujian dead end. Dengan menggunakan fluida berupa air bersih dengan tekanan ±11 psi (0,75 bar) secara konstan yang didapatkan dari tekanan kran PDAM selanjutnya diukur berat fluks yang dihasilkan menggunakan timbangan digital dan dihitung nilai fluksnya menggunakan rumus :
Dimana : J = Fluks (L/m2.jam) V= Volume permeat (L) A= Luas permukaan membran (m2) t = Waktu (jam)
Berikut adalah grafik laju fluks pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 0%, 2,5%, 5%, dan 10%.
70
Gambar 4. 14 Grafik Laju Fluks Membran Kitosan dengan Coating
Ekstrak Daun Kelor 0%, 2,5%, 5% dan 10%
Berdasarkan dari grafik yang telah dihasilkan pada gambar 4.14 dapat diamati apabila nilai fluks pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 0%, 2,5%, 5% dan 10% adalah perlahan naik dilanjutkan konstan pada nilai fluks yang sama. Dapat diamati bahwa laju fluks dimulai dari nilai terendah pada detik ke-5 yakni laju fluks dintara 0 L/m2 jam hingga 3000 L/m2 jam selanjutnya kembali naik secara signifikan pada detik ke-50 yaitu nilai fluks diantara 5000 L/m2 jam hingga 7000 L/m2
jam dan selanjutnya konstan pada nilai fluks diantara 6000 L/m2
jam hingga 7000 L/m2 jam pada detik ke-60 hingga detik ke-115. Dari keseluruhan hasil yang didapatkan, diketahui bahwa nilai fluks membran adalah perlahan naik secara signifikan selanjutnya seluruh membran dengan coating ekstrak daun kelor 0%, 2,5%, 5% dan 10% memiliki nilai fluks yang hampir sama, nilai fluks berkisar ±6000-7000 L/m2 jam hal ini dapat disebabkan karena meratanya ekstrak yang melapisi membran sehingga tidak menimbulkan pengaruh pada nilai fluks
0,00
1000,00
2000,00
3000,00
4000,00
5000,00
6000,00
7000,00
8000,00
0 50 100 150
Nila
i Flu
ks (
L/m
2.j
am)
Waktu (detik)
0% 2,5% 5% 10%
71
membran. Menurut Choiriyah(2015) pengujian fluks pada membran dapat dilakukan dengan membiarkan membran selama ±15 menit pada air, atau melewatkan air pada membran selama ± 15 menit untuk proses kompaksi hingga fluks yang keluar konstan, yang menurut Mulder(1996) kompaksi membran merupakan suatu perubahan mekanik pada struktur membran polimer yang terjadi akibat gaya dorong. Akibatnya semakin tinggi tekanan yang diberikan maka kompaksi membran akan berlangsung lebih cepat. Ketika terjadi kompaksi, struktur membran kitosan menjadi lebih kompak dan pori-pori membran merapat sehingga menghasilkan fluks konstan yang sudah tidak dapat berubah kembali (irreversible). Menurut penelitian yang dilakukan Kusumawati (2012) menyebutkan bahwa nilai tekanan adalah berbanding lurus dengan nilai fluks pada membran. Semakin besar tekanan yang diberikan pada membran maka semakin besar pula nilai fluks yang dihasilkan. Maka dapat disimpulkan apabila tekanan yang diberikan ketika proses penelitian adalah konstan, fluks yang dihasilkan juga konstan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh dimana tekanan adalah konstan ±11 psi (0,75 bar) menghasilkan nilai fluks yang hampir konstan pada tiap membrannya dengan rerata keseluruhan adalah ±6000 - 7000 L/m2 jam . Menurut Mulder (1996) disebutkan bahwa membran mikrofiltrasi memiliki nilai fluks melebihi 50 L/m2 jam, sedangkan membran ultrafiltrasi memiliki nilai fluks 10-50 L/m2 jam.
72
4.7 Pengujian Antibakteri pada Membran Kitosan dengan
Coating Ekstrak Daun Kelor dengan Menggunakan
Bakteri e. coli
(A)Coating 0% (B)Coating 0% (C)Coating 0%
(D) Coating 2,5% (E)Coating 2,5% (F) Coating 2,5%
73
(G)Coating 5% (H)Coating 5% (I)Coating 5%
(J)Coating 10% (K)Coating 10% (L)Coating 10%
Gambar 4. 15 Gambar Penampakan Fisik Membran Kitosan Dengan Coating Ekstrak Daun Kelor Setelah Dilakukan Pencelupan Dengan
Menggunakan Bakteri E. Coli Selama Hampir 24 Jam
Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, pengujian antibakteri dilakukan dengan merendam membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor yang telah dipotong dengan diameter ± 0,8mm dalam bakteri e. coli selama ±24 jam dalam suhu 38oC. Selanjutnya dilakukan proses pengamatan dengan menggunakan mikroskop dengan menggunakan perbesaran 100x. Hasil pengamatan yang didapatkan adalah seperti pada gambar 4.15 A hingga L.
74
Gambar A,B, dan C merupakan gambar penampakan fisik dari membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor sebanyak 0% (kontrol). Pada gambar A,B, dan C, dapat diamati bahwa bakteri yang menempel pada membran cukup banyak dan hampir memenuhi seluruh membran, terlihat titi-titik hitam yang menyebar dengan jarak yang rapat antara 1 dengan yang lain . Jumlah koloni bakteri yang menempel pada membran diperkirakan melebihi ±3000 koloni/ 0,03mm2 (luasan yang teramati mikroskop). Gambar D, E, dan F merupakan gambar penampakan fisik dari membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor sebanyak 2,5 %. Gambar D merupakan pengulangan pertama, dapat diamati bahwa bakteri yang menempel pada membran lebih sedikit apabila dibandingkan dengan membran kontrol. Bakteri menyebar di seluruh permukaan membran tetapi tidak sampai menutupi seluruh permukaan membran, koloni bakteri terlihat memiliki jarak yang lebih luas antara 1 dengan yang lain ketika dilakukan perhitungan terdapat ± 560 koloni/ 0,03mm2. Gambar E merupakan pengulangan kedua dapat diamati bahwa hasil yang didapatkan adalah hampir sama dengan pengamatan pertama dimana bakteri yang menempel pada membran relatif lebih sedikit daripada pengulangan pertama dan memiliki jarak yang cukup besar antara 1 dengan yang lain bakteri menyebar namun tidak terlalu rapat ketika dilakukan perhitungan terdapat ± 374 koloni/ 0,03mm2. Gambar F merupakan pengulangan ketiga dan dapat diamati bakteri yang menempel cukup sedikit, hanya terlihat sedikit bakteri yang menyebar dan pada bagian tengah membran tampak bakteri membentuk 7 koloni yang berukuran sedang. Gambar G,H, dan I adalah gambar hasil pengamatan terhadap membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor sebanyak 5%. Pada gambar G yang merupakan hasil dari pengamatan pada pengulangan pertama dapat diamati permukaan membran yang telah terlapisi dengan ekstrak daun kelor dan terdapat sedikit aktivitas pergerakan bakteri yang berupa titik-titik hitam ±217 koloni/ 0,03mm2. Selanjutnya pada gambar H dapat diamati permukaan membran yang terlapisi ekstrak daun kelor dan juga sangat sedikit aktivitas pergerakan
75
bakteri yang berupa titik-titik hitam ± 264 koloni/ 0,03mm2. Pada gambar I dapat diamati kembali permukaan membran yang berwarna hijau dan terlihat sedikit aktivitas pergerakan bakteri yang terlihat, terdapat 6 koloni yang terdapat pada bagian membran bagian kanan atas. Gambar J, K dan L adalah gambar hasil pengamatan terhadap membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor sebanyak 10%. Gambar J merupakan penampakan dari permukaan membran dapat diamati bahwa sangat sedikit dan menyebar aktivitas pergerakan bakteri pada permukaan membran dan dilakukan perhitungan ±171 koloni/ 0,03mm2 yang dapat terhitung. Pada gambar K dapat diamati permukaan membran yang terlapisi ekstrak daun kelor berwarna hijau dan terdapat sedikit pergerakan dan aktivitas bakteri dan didapatkan hasil perhitungan sejumlah ±174 koloni/ 0,03mm2. Pada gambar L dapat diamati bahwa terlihat sedikit aktivitas pergerakan bakteri, ketika proses pengamatan bakteri yang dapat terhitung adalah ±221 koloni/ 0,03mm2. Sehingga dari masing-masing pengulangan dapat diamati bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun kelor yang digunakan sebagai coating maka semakin sedikit bakteri yang menempel pada membran. Untuk hasil yang lebih akurat maka dilakukan penghitungan rerata luasan penempelan bakteri e. coli pada membran menggunakan aplikasi pengolah gambar imageJ yang dapat digunakan untuk menghitung luas area yang ditempeli koloni bakteri pada gambar. Penghitungan presentase luasan bakteri pada membran dengan alasan apabila dilakukan perhitungan terhadap jumlah bakteri maka akan didapatkan hasil yang kurang akurat, sebab baik koloni besar ataupun bakteri secara solitaire (sendiri) adalah dihitung 1, sehingga jumlah bakteri menjadi kurang akurat oleh karena itu dilakukan perhitungan luasan bakteri agar didapatkan hasil yang lebih efisien dan akurat. Berikut adalah grafik hasil perhitungan luasan bakteri e. coli menggunakan aplikasi imageJ.
76
Gambar 4. 16 Diagram Persentase Luasan Penempelan Bakteri E. Coli pada Membran Kitosan dengan Coating Ekstrak Daun Kelor
dengan Menggunakan Aplikasi ImageJ
Pada gambar 4.16 dapat diamati persentase luas penempelan bakteri e. coli pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor. Persentase luasan bakteri dihitung dari foto yang didapatkan dari proses pengamatan sampel membran berdiameter 0,08mm dengan luasan membran teramati adalah 0,03 mm2. Rerata luasan penempelan bakteri e. coli pada permukaan membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor 0%, 2,5%, 5%, dan 10% secara berurutan adalah 38,070%, 4,572%, 0,708%, dan 0,293%. Hasil perhitungan persentase luasan yang didapatkan dengan menggunakan aplikasi imageJ hampir sama dengan jumlah bakteri yang dihitung manual ketika pengamatan yakni, semakin besar konsentrasi ekstrak yang ditambahkan maka semakin kecil luasan bakteri yang teramati. Jumlah bakteri e. coli dan juga persentase luasan penempelan ekstrak berbanding terbalik dengan besarnya konsentrasi ekstrak. Semakin tinggi
38,070
4,572 0,708 0,293
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
0% 2,5% 5% 10%
Luas
an A
rea
Bak
teri
(%
)
Konsentrasi Ekstrak (%)
77
konsentrasi ekstrak daun kelor yang ditambahkan pada membran maka semakin sedikit bakteri yang menempel pada membran. Menurut Setiawan (2012) semakin tinggi konsentrasi suatu zat antibakteri semakin tinggi pula kandungan zat antibakterinya, sehingga semakin banyak pertumbuhan bakteri yang terhambat jika konsentrasi zat antibakteri lebih tinggi. Adanya zona hambat pada membran karena adanya senyawa fenol yang terkadung dalam ekstrak yang ditambahkan pada membran. Meskipun kitosan memiliki kandungan bahan antibakteri, menurut Gomez (2010) kitosan dalam bentuk film tidak mengalami perpindahan agent aktif yang berfungsi sebagai antibakteri. Organisme akan terhambat pertumbuhannya apabila berkontak langsung dengan sisi aktif dari film kitosan tersebut. Kitosan yang dalam bentuk film tidak bisa berdifusi sisi aktifnya yang bersifat sebagai antibakteri melalui media agar. Menurut Fernandez (2008) film kitosan bukan merupakan agen antimikroba terhadap e. coli dan hanya kitosan yang berbentuk gel atau larutan saja yang menunjukkan sifat biosida yang optimal, karena apabila kitosan dalam berbentuk gel atau larutan gugus amina akan mudah terprotonasi. Sehingga semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan sebagai coating maka semakin besar kemampuan antibakterinya sehingga semakin tinggi kemampuannya untuk mencegah fouling yang dapat terjadi pada membran. Menurut Sabir (2005) daun kelor mengandung flavonoid dan fenol yang berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menyebabkan kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dan fenol dengan DNA bakteri. Adapun menurut Naim 2004, flavonoid memiliki sifat lipofilik sehingga dimungkinkan akan merusak dinding sel bakteri. Kemudian senyawa tanin memungkinkan dalam menginaktivasi adhesin mikroba, enzim dan protein transportpada membran sel. Selain itu, senyawa terpen atau terpenoid diketahui dapat bersifat aktif terhadap bakteri, fungi, virus, dan protozoa.
78
79
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Sintesis kitosan dari cangkang udang windu dan juga preprasi membran kitosan telah dilakukan dengan bahan-bahan yang sederhana dan metode yang relatif mudah dan kitosan yang dihasilkan dalam penelitian cukup mirip kandungan gugus kimianya dengan kitosan pada literatur yang dibuktikan dengan karakterisasi FTIR.
2. Metode coating membran dengan menggunakan ekstrak daun kelor terbukti cukup efektif sebagai antibiofouling pada membran dan terbukti mengurangi jumlah bakteri e. coli yang menempel pada membran, sebab ekstrak yang dihasilkan mengandung fenol yang cukup tinggi yaitu 7,01 ± 0,03 %.
3. Kombinasi terbaik untuk menghambat aktivitas bakteri adalah pada membran kitosan dengan coating ekstrak daun kelor paling tinggi yaitu pada coating 10%.
5.2 Saran
1. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengeringan membran diatas permukaan tray oven yang benar- benar rata agar ketebalan pada membran lebih seragam.
2. Perlu ditambahkan pompa pada alat uji fluks agar dapat melakukan pengukuran dengan tekanan yang lebih terukur dan dapat diatur tekananya agar hasil yang didapatkan dapat lebih valid.
80
81
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Syahril. 2009. Peningkatan Fluks Membran Dengan Cara Perendaman dalam Larutan Natrium Hipokhlorit. Jurnal Teknologi Indonesia. 32(1) 2009: 31–36
Ambarwati, Ririn. 2014. Membangun Kelautan untuk Mengembalikan Kejayaan sebagai Negara Maritim. Diakses 23 September 2016.http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id
Anam, Choirul dan Sirojudin. 2007. Analisis Gugus Fungsi Pada Sampel Uji, Bensin Dan Spiritus Menggunakan Metode Spektroskopi FT-IR. Jurnal Fisika. Vol 10 no.1. 79 – 85
Anas, Yance, dan Imron, Ali dan Ningtyas, Sekar Indah. 2013. Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Sebagai Peluruh Kalsium Batu Ginjal Secara In Vitro. Semarang : Universitas Wahid Hasyim
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis The Association of Officials AnalysisChemist, 14th ed. Assoc. Agric Chemist. Washington, D.C
Blaire, Hal S, dan Guthrie John dan Law, Tak-Kau, dan Paul. 1987. Chitosan and Modified Chitosan Membranes I. Preparation and Characterisation. Journal of Applied Polymer Science( 33): 641-656
Choiriyah, Dyah, et al. 2015. Pembuatan Dan Karakterisasi Membran Keramik Micro-Filtrasi Dari Zeolit Alam Untuk Filtrasi Zat Warna Procion Red Mx8b Dan Metilen Biru. ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia. 11 (1) : 8-14
Chusnul. 2011. Spektroskopi IR. www. Scribd.com diakses tanggal 10 Agustus 2017
Divya, K and Rebello Sharrell and MS, Jisha. 2014. A Simple and Effective Method for Extraction of High Purity Chitosan from Shrimp Shell Waste. Journal of Advances In Applied Science and Environmental Engineering. ISBN: 978-1-63248-004-0
Farha, F.I. dan Kusumawati, N. 2012. Pengaruh PVA Terhadap Morfologi dan Kinerja Membran Kitosan Dalam Pemisahan Pearna Rhodamin-B. Prosiding Nasional Kimia Unesa pp: 169-178
Fahey, J.W. 2005. Moringa oleifera: A Review of the Medical Evidence for Its Nutritional, Therapeutic, and Prophylactic Properties.Journal of Pharmacology and Molecular Science Part 1
Fernandez-Saiz, P., Lagaron, J. M., Hemandez- Munoz, P., & Ocio, M. J,. 2008. Characterization of Antimicrobial Properties on The Growth of S. aureus of Novel Renewable Blends of Gliadins and Chitosan of Interest in Food Packaging and Coating Applications. International Journal of Food Microbiology. 124(1): 13-20.
Foild N, Makkar HPS & Becker. 2007. The Potential Of Moringa Oleifera for Agricultural and Industrial Uses. Mesir : Dar Es Salaam.
Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Goligo, I., 2009. Subsektor Perikanan. Makasar: Bone. Gómez-Estaca, J., López de Lacey, A., López- Caballero, M. E.,
Gómez-Guillén, M. C., & Montero, P. 2010. Biodegradable Gelatine-Chitosan Films Incorporated with Essential Oils as Antimicrobial Agents for Fish Preservation. Food Microbiology. 27: 889-896.
Hafdani, F.N. and Sadeghinia. N., 2011. A Review on Application of Chitosan as a Natural Antimicrobial. World Academy of Science. Engineering and Technology, 50.
Harjanti, Ratna Sri. 2014. Kitosan dari Limbah Udang sebagai Bahan Pengawet Ayam Goreng.Jurnal Rekayasa Proses. Vol. 8, No. 1, 2014
Idris A., Norashikin M.Z., Noordin, M. Y. (2007) Synthesis, characterization and performance of asymmetric
83
polyethersulfone (PES) ultrafiltrati on membranes with polyethylene glycol of different molecular weights as additives, Desalination.207: 324–339
Ihsani, Shofia Lathifa, dan Widyastuti, Catur Rini. 2014. Sintesis Biokoagulan Berbasis Kitosan Dari Kulit Udang Untuk Pengolahan Air Sungai Yang Tercemar Limbah Industri Jamu Dengan Kandungan Padatan Tersuspensi Tinggi. Vol 3, p-ISSN: 2303-0623, e-ISSN: 2407-2370
Ismail A.F., Lorna W. 2003. Suppression of Plasticization in Polysulfone Membranes for Gas Separation by Heat-treatment Technique. Separation and Purification Technology. 30: 37-46.
Kasolol, Josephine N. Et al. 2010. Phytochemicals and Uses of Moringa Oleifera Leaves in Ugandan Rural Communities. Vol 4(9), 753-757
Knoor D. 2004. Functional properties of chitin and chitosan.Journal of Food Science. 47 : 36 – 38.
Krajnc, Matjaz dan Poljansek, Ida. 2005. Characterization of Phenol-Formaldehyde Prepolymer Resins by In Line FT-IR Spectroscopy. Acta Chim, Scientific Paper. 52, 238 : 244
Krisbergsson, K. 2003. Recent Developments in Deacetylation Of Chitin and Possible Applications in Food Formulations. Publikasi Presentasi Power Point Online diakses tanggal 2 Juni 2017, 21:49
Kurniasih, Mardiyah dan Kartika, Dwi. 2011. Sintesis Dan Karakterisasi Fisika-Kimia Kitosan. Jurnal Inovasi. 5(1): 43-48
Kusumawati, Nita. 2009. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang sebagai Bahan Baku Pembuatan Membran Ultrafiltrasi.Jurnal Inotek (13)
Marzuki, Asnah. 2012. Kimia Analisis Farmasi. Makassar : Dua Satu Press
Mohammed, Musarrat H, Williams, Peter A, dan Tverezovskaya. 2013. Extraction of Chitin from Prawn Shells and Conversion to Low Molecular Mass Chitosan. Journal of Food and Hydrocolloids. (31)166-171
Morhsed, A., Bashir, A., Khan, M.H. dan Alam, M.K., 2011. Antibacterial Activity of Shrimp Chitosan Against some
84
Local Food Spoilagebacteria and Food Borne Pathogens. Bangladesh Journal Microbiol, 28(1): 45-47.
Naim, R. 2004. Senyawa Antimikroba dari Tanaman [Online]. Tersedia: http://www2.kompas.com/komp as-cetak/0409/15/sorotan/126- 5264.htm. diakses pada tanggal 20 Juli 2017.
Nguyen, Thang dan Roddick, Felicity A dan Fan, Linhua. 2012. Biofouling of Water Treatment Membranes: A Review of the Underlying Causes, Monitoring Techniques and Control Measures. Membranes Journal. (2) 804-840
Nugroho, Agung, dan Nurhayati, Nanik Dwi, dan Utami, Budi. 2011. Sintesis Dan Karakterisasi Membran Kitosan Untuk Aplikasi Sensor Deteksi Logam Berat. Jurnal Molekul. 6(2), 123-136
Nur, Addina Pradita, dan Sari, Dini Karunia, dan Susanto, Heru. 2013. Integrasi Penyinaran dengan Sinar UV pada Proses Inversi Fasa untuk pembuatan Membran Non-Fouling. Jurnal Teknologi Kimia. Semarang. (4):189-197
Nurlaeli, Deviannisa dan Susanto, Heru dan Sudarno. 2014. Pengaruh Penambahan Kitosan Sebagai Agen Anti-Mikrobial Dalam Pembuatan Membran Cellulose Acetate Terhadap Biofouling Oleh Bakteri Gram Negatif. Semarang : Universitas Diponegoro.
Pambayun, Rindit dkk .2007. Kandungan Fenol Dan Sifat Antibakteri Dari Berbagai Jenis Ekstrak Produk Gambir (Uncaria Gambir Roxb). Majalah Farmasi Indonesia .18(3) : 141 – 146
Pandey, A., R.D. Pandey., P. Tripathi., P.P. Gupta., J. Haider., S. Bhatt and A.V Singh. 2012. Moringa Oleifera Lam. (Sahijan) - A Plant with a Plethora of Diverse Therapeutic Benefits: An Updated Retrospection.GIDA Gorakhpur : India
Pinem, Jhon Armedi dan Angela, Rini. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Membran Hibrid PMMA/TEOT: Pengaruh Konsentrasi Polimer. ISSN 1693 – 4393
85
Puspita, P.E., 2011. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tembakau Temanggung Varietas Genjah Kemloko. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Qurashi M.T, Blair H.S, and Allend S.J. Studies on Modified Chitosan Membranes. 1 Preparation and Characterization. Journal of Applied Science. (46): 255-261
Ratnawati, Ayu dan Izak R, Joni dan Supardi, Adri. Sintesis dan Karakterisasi Kolagen dari Teripang-Kitosan sebagai Aplikasi Pembalut Luka. Jurnal Fisika dan Terapanya. Vol (1) 2, 1-11
Rekso, G.T. 2004. Kopolimerisasi Cangkok pada Kitin dengan Teknik Iradiasi sebagai Bahan Pengkelat Ion Logam. Disertasi Doktor. ITB : Bogor
Rodde, Ruth Hagen, and Einbu Aslak, and Varum, Kjell M. A. 2008. Seasonal Study Of The Chemical Composition And Chitin Quality Of Shrimp Shells Obtained From Northern Shrimp (Pandalus Borealis). Journal of Carbohydrate and Polymers . 71(3):388-393
Sabir, A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona sp terhadap Bakteri Streptococcus Mutans (in vitro). Majalah Kedokteran Gigi. 38(3): 135-141.
Saifudin A, Teruna HY. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saffan, S.E.S. and El-Mousallamy, A.M.D. 2008.Allelopathic effect of Acacia raddiana leaf extract on the phytochemical contents of germinated Lupinus termis Seeds. Journal of Applied Sciences Research, .4(3): 270-277
Schecter,I Barzilai and Bulatov,V. 1997. Online Remote Prediction of Gasoline Properties by Combined Optical Method. Journal Chim Acta. 339.193-199
Setyawan, Hery. 2012.Kajian Fluks dan Sifat Mekanik Membran Selulosa Asetat yang Ditadah Titanium Dioksida. Bogor : Institut Pertanian
Stuart, Barbara. 2003. Infrared Spectroscopy: Fundamental and Aplication. Wiley Laboratory : Chichester, UK
Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB.
86
Struszczyk, Marcin H. 2002. Chitin and Chitosan Part II. Journal Applications of Polimery. (6) 396
Teli, M.D. dan Syeikh, Javed. 2012. Extraction of Chitosan from Shrimp Shells Waste and Application in Antibacterial Finishing of Bamboo Rayon. Journal of Biological Macromolecules. (50) : 1195-1200
Verma, A.R., Vijayakumar, M., Mathela, C.S., Rao, C.V., 2009. In Vitro And In Vivo Antioxidant Properties Of Different Fractions Of Moringa Oleifera Leaves. Journal of Food Chem Toxicol. 47, 2196– 2201.
Widowati, Imas dan Efiyati, Siti dan Wahyuningtyas, Sari. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) terhadap Bakteri Pembusuk Ikan Segar (Pseudoonas Aeruginosa). PELITA IX(1)
Yahya, Sripatundita. 2013. JURNAL SPEKTROFOTOMETER-UV-VIS. Diakses 11 Agustus 2017