Top Banner
PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN YANG DIRAWAT KONSERVATIF DI RUMAH SAKIT SANGLAH DENPASAR I KETUT WIARGITHA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU BEDAH UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017
48

PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

Nov 18, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA

PENDERITA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN YANG

DIRAWAT KONSERVATIF DI RUMAH SAKIT SANGLAH

DENPASAR

I KETUT WIARGITHA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU BEDAH UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2017

Page 2: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... I

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................III

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1.Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 6

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6

1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................................... 6

1.3.2. Tujuan Khusus......................................................................................... 7

1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7

1.4.1. Manfaat Akademis................................................................................... 7

1.4.2. Manfaat Klinis ......................................................................................... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9

2.1. Anatomi Abdomen ......................................................................................... 9

2.2. Trauma Tumpul Abdomen ............................................................................11

2.3. Patofisiologi Trauma Tumpul Abdomen........................................................12

2.4. Cedera Organ Intraabdomen..........................................................................13

2.5. Diagnosis dan Manajemen Trauma Tumpul Abdomen ..................................18

BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN DAN HIPOTESA

PENELITIAN ......................................................................................................34

Page 3: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

ii

3.1. Kerangka berpikir .........................................................................................34

3.2. Konsep Penelitian .........................................................................................34

3.3. Hipotesa Penelitian .......................................................................................35

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................36

4.1. Rancangan Penelitian ....................................................................................36

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................................36

4.3. Sumber Data .................................................................................................36

4.3.1. Populasi ..................................................................................................36

4.3.2. Kriteria Inklusi .......................................................................................37

4.3.3. Kriteria Eksklusi .....................................................................................37

4.3.4. Sampel Penelitian ...................................................................................37

4.4. Variabel Penelitian ........................................................................................38

4.5. Definisi Operasional Variabel .......................................................................38

4.6. Teknik Analisis Data .....................................................................................40

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................41

Page 4: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pembagian Anatomi Abdomen .................................................. 9

Gambar 2 Algoritme manajemen trauma tumpul abdomen ......................... 20

Gambar 3 Algoritme manajemen trauma tumpul abdomen. Penggunaan

CT scan yang selektif .............................................................. 21

Gambar 4 Protokol manajemen trauma tumpul abdomen. berdasarkan

alat penunjang diagnostik yang tersedia ................................... 22

Gambar 5 Seat belt sign, jejas menyerupai sabuk pengaman pada pasien

trauma tumpul abdomen ........................................................... 24

Page 5: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Trauma abdomen merupakan kasus emergency dengan tingkat morbiditas

dan mortalitas yang tinggi. Diagnostik dan manajemen masih menjadi tantangan

para ahli bedah di seluruh dunia. Berkembangnya modalitas untuk diagnostik dan

terapi saat ini, menurunkan angka mortalitas pasien trauma abdomen (Costa et al.,

2010). Trauma abdomen merupakan salah satu penyebab kematian ke-3 pada

pasien trauma, dan ditemukan sekitar 7–10% dari jumlah seluruh kasus trauma.

Klasifikasi trauma abdomen berdasarkan jenis trauma dibagi menjadi dua yaitu

trauma tajam (penetrans) dan trauma tumpul (blunt trauma). Angka kejadian

trauma tumpul abdomen didapatkan sekitar 80% dari keseluruhan trauma

abdomen. Saat ini ada beberapa algoritme dalam manajemen trauma tumpul

abdomen yang dibuat untuk mempermudah alur penanganan pasien di ruang gawat

darurat(Jansen, Yule and Loudon, 2008).

Trauma tumpul abdomen merupakan salah satu trauma mayor yang sering

terjadi di Indonesia, dengan angka mortalitas yang cukup tinggi. Penyebab

terbanyak karena kecelakaan sepeda motor dan jatuh dari ketinggian. Prevalensi

cedera tertinggi didapatkan pada kelompok usia 15–24 tahun. Trauma tumpul

abdomen sering berhubungan dengan cedera multiple dan kadang tidak memiliki

tanda klinis yang serius pada pasien (Costa et al., 2010). Pada penderita yang

dilakukan laparatomi oleh karena trauma tumpul, organ yang paling sering cedera

adalah hati (40 – 55%), limpa (35 – 45%) dan organ retroperitoneum (15%)(Vlies,

2017).

Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah (RSUP), penyebab kematian

terbanyak oleh karena kecelakaan adalah multiple trauma (16%), trauma kepala

(4%), trauma abdomen (1%), dan trauma thorak (1%). Data tahun 2015

menyatakan dari total 2755 tindakan di ruang operasi IRD RS Sanglah, 720 kasus

berkaitan cedera kepala, 455 kasus berkaitan dengan fraktur ekstremitas, 64 kasus

berkaitan trauma abdomen, dan sisanya berkaitan dengan kegawatdaruratan bedah

non trauma. Kasus trauma tumpul abdomen di RSUP Sanglah dari januari 2013

Page 6: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

2

sampai desember 2014 sebanyak 56 kasus, dengan rata rata usianya 20 - 40 tahun,

lebih banyak laki laki dibandingkan perempuan, dan penyebab paling sering adalah

karena kecelakaan lalu lintas. Organ yang paling sering mengalami trauma adalah

limpa (47%), dan hati (23%).

Trauma tumpul abdomen tidak hanya terjadi akibat trauma langsung, tetapi

juga oleh cedera deselerasi. Cedera intraabdomen yang parah mungkin terjadi

meskipun tidak ada tanda klinis trauma yang terlihat dari luar(Mehta, Babu and

Venugopal, 2014). Hal ini menyebabkan pentingnya evaluasi secara lengkap dan

tepat pasien yang mengalami trauma dengan energi yang tinggi, termasuk

pemeriksaan fisik secara menyeluruh, penggunaan modalitas diagnostik yang tepat,

dan tindak lanjut yang benar. Sebuah studi di Amerika menyebutkan bahwa

prediksi klinis yang terdiri dari hipotensi, nilai GCS (Glasgow Comma Scale)

kurang dari 14, patah tulang iga, nyeri perut, fraktur femur, hematuria > 25

RBC/hpf, tingkat hematokrit kurang dari 30%, dan radiografi toraks yang

abnormal dapat digunakan untuk evaluasi dalam memprediksiadanya cedera

intraabdomen pada pasien trauma tumpul abdomen. Pasien tanpa variabel ini

memiliki risiko sangat rendah mengalami cedera intra-abdomen, sehingga CT scan

menjadi tidak bermanfaat dalam evaluasi adanya cedera intraabdomen(Holmes,

Mao, et al., 2009). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa GCS, tekanan nadi,

frekuensi pernafasan dan nilai RTS (Revised Trauma Score) telah terbukti

berhubungan secara bermakna dengan adanya cedera intra abdomen(Farrath et al.,

2012). Pemilihan penunjang diagnosis di awal merupakan hal yang sangat penting

dalam manajemen trauma tumpul abdomen. Studi lain juga mengungkapkan bahwa

pemeriksaaan fisik abdomen yang tidak normal, adanya cedera thoraks dan gross

hematuria memiliki nilai prediktif yang tinggi untuk terjadinya cedera

intraabdomen(Grieshop NA, Jacobson LE and GA, Thompson CT, 2005)

Pemeriksaan fisik merupakan bagian penting saat evaluasi awal pasien

dengan truma tumpul abdomen. Keadaan lain dimana pemeriksaan fisik tidak bisa

diandalkan pada evaluasi trauma tumpul abdomen adalah pasien yang

mengkonsumsi alkohol atau narkotika, intoksikasi, cedera tulang belakang, dan

kehamilan(Schurink G, 2007). Seorang traumatologis harus memiliki indeks

kecurigaan yang tinggi adanya cedera intraabdomen pada pasien yang mengalami

Page 7: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

3

trauma dengan energi yang tinggi, seperti : jatuh dari ketinggian lebih dari 10 kaki,

terlempar dari kendaraan, kecelakaan ditabrak kendaraan bermotor/mobil dengan

kecepatan melebihi 45 mil/jam, kecelakaan langsung dari sepeda motor, fraktur

mayor atau fraktur tulang panjang atau pelvis karena trauma, fraktur tulang rusuk

pertama, fraktur tulang rusuk bagian bawah, dan adanya Seat belt sign. Sebanyak

40% penderita hemoperitoneum tidak menunjukkan temuan yang signifikan pada

pemeriksaan fisik awal. Untuk itu pemeriksaan fisik harus diulang secara serial

oleh pemeriksa yang sama. Disamping itu modalitas pmeriksaan penunjang untuk

diagnostik harus dilakukan segera sesuai prosudur rumah sakit dan ketersediaan

alat diagnostik (Ricardo Ferrada, 2011).American College of Surgeons

merekomendasikan penggunaan pemeriksaan penunjang jika ada cedera yang

berhubungan dengan cedera intraabdomen, seperti : fraktur tulang iga, fraktur

pelvis, adanya cedera kepala, cedera tulang belakang.(Trauma Committe, 2012)

Pemeriksaan penunjang merupakan modalitas diagnostik yang memiliki

peran signifikan dalam menentukan adanya cedera intraabdomen. Beberapa

pemeriksaan penunjang yang saat ini digunakan untuk diagnostik diantaranya :

Foto abdomen konvensional, Laboratorium, Diagnostic Peritoneal lavage (DPL),

Computed tomography (CT) dan Ultrasonografi(Jansen, Yule and Loudon, 2008).

CT scan merupakan salah satu penunjang diagnostik yang rutin digunakan, dan

sudah menjadi protokol dalam manajemen trauma tumpul abdomen dibeberapa

rumah sakit, termasuk di RSUP Sanglah. Keakuratan CT scan dalam diagnostik

pada pasien trauma tumpul dengan hemodinamik stabil sangat tinggi. Sensitivitas

antara 92% sampai 97,6% dan spesifisitas setinggi 98,7%. Keuntungan lain dari

CT scan dibandingkan dengan modalitas diagnostik lainnya adalah kemampuannya

untuk mengevaluasi daerah retroperitoneal. (Salimi et al., 2009). CT scan sangat

tidak sensitif untuk diagnosis cedera mesenterika dan cedera organ berongga

seperti usus. Kekurangan CT scan adalah : membutuhkan biaya yang mahal, pasien

harus kooperatif dan stabil secara hemodinamik, pasien harus dipindahkan dari

area resusitasi ke tempat radiologi khusus, harus tersediaahli radiologi untuk

membaca hasil yang akurat, serta paparan radiasi yang tinggi juga dipandang

sebagai faktor yang membatasi kegunaan CT scan untuk pasien trauma(Hoff et al.,

2002).

Page 8: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

4

Sejumlah studi berpendapat bahwa penggunaan CT scanakan mengurangi

waktu untuk diagnosa, waktu untuk operasi, dan waktu yang dihabiskan di ruangan

gawat darurat untuk diagnostik. Penggunaannya telah terbukti mengurangi angka

kematian terutama pada pasien dengan kesadaran menurun dan ketidakstabilan

hemodinamik(Vadodariya, Hathila and Doshi, 2014). Sedangkan sebuah penelitian

menemukan bahwa CT scan tidak memberikan gambaran yang jelas jika dilakukan

tanpa adanya tanda klinis yang spesifik pada pasien yang mengalami trauma

tumpul abdomen(Deunk et al., 2010). Pendapat ini juga ditunjang oleh penelitian

lainya, bahwa prediktor klinis sangat akurat digunakan untuk menilai apakah

pasien memerlukan pemeriksaan penunjang berupa CT scan atau tidak. (Garber et

al., 2000). Penggunaan CT scan secara rutin pada beberapa studi bertujuan untuk

mengidentifikasi secara spesifik cedera organ intraabdomen untuk penanganan

yang adekuat(Rostas et al., 2015).

Meningkatnya penggunaan CT scan rutin, tanpa memperhatikan klinis

pasien dengan cermat, menyebabkan semakin banyak ditemukan hasil yang negatif

pada CT scan. Disamping itu juga akan meningkatkan biaya rumah sakit, dan biaya

rujukan serta meningkatkan risiko paparan radiasi. Untuk menurunkan biaya

perawatan dan mengurangi efek radiasi dari CT scan dalam menilai pasien trauma

tumpul abdomen, pemeriksaan CT scan harus dilakukan secara selektif(Garber et

al., 2000).Saat ini CT scan sudah ada di semua senter rumah sakit terutama di RS

tipe A dan tipe B sebagai rumah sakit pusat trauma, tetapi masih banyak rumah

sakit tipe C dan D yang belum memiliki CT scan. Kemampuan untuk menilai

prediktor klinis adanya cedera intraabdomen sangat menentukan apakah pasien

memerlukan pemeriksaan penunjang CT scan atau tidak. Ahli bedah di daerah

terpencil tanpa ada fasilitas CT scan harus mampu menilai prediktor klinis ini,

sehingga CT scan dilakukan atas indikasi yang selektif (Deunk et al., 2010).

Di beberapa negara telah melakukan penelitian tentang beberapa faktor

prediktif adanya cedera intraabdomen pada trauma tumpul abdomen. Sebuah

penelitaian di Amerika menyatakan bahwa parameter dari pemeriksaan fisik,

FAST, foto toraks, dan investigasi laboratorium dapat memprediksi adanya cedera

intraabdomen, dan dapat mengurangi penggunaan CT scan secara rutin. (Beal et

al., 2016). Cedera intraabdomen berhubungan dengan beratnya mekanisme trauma

Page 9: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

5

yang terjadi dan sangat berhubungan dengan cedera toraks(José Gustavo Parreira

and Juliano Mangini Dias Malpaga, 2015). Penelitian lain menyebutkan bahwa

prediktor untuk dilakukanya CT scan abdomen pada trauma tumpul abdomen

adalah :ditemukanya rontgen dada, panggul dan lumbal yang abnormal,

pemeriksaan fisik abdomen dan lumbal yang abnormal, FAST yang abnormal,

pasien intubasi/GCS < 14, SBP < 90 mmHg, cedera multipel, fraktur tulang

panjang, nyeri costa, seat belt sign, hematuria, hematocrit < 30%, AST > 110 IU/L,

ALT > 63 IU/L, defisit basa < -3, WBC > 10000 /mm3. (Farrath et al.,

2012).Penelitian yang dilakukan pada beberapa senter lebih mengarah pada hasil

pemeriksaan klinis, rontgen, FAST dan pemeriksaan laboratorium. Sedangkan

penelitian yang fokus pada prediktor klinis masih jarang, padahal pemeriksaan

klinis merupakan pemeriksaan yang paling cepat bisa dilakukan pada manajemen

awal pasien trauma abdomen, sehingga keputusan untuk dilakukan CT scan atau

tidak bisa lebih cepat dilakukan.

Menajemen trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil di Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah belum memiliki protokol yang baku. Penggunaan CT

scan abdomen dalam mendiagnosis tergantung dari kemampuan klinisi dalam

memprediksi apakah adanya cedera intraabdomen atau tidak. Dari data registrasi

pasien di RSUP sanglah tahun 2015, pasien dengan trauma tumpul abdomen yang

dirawat secara konservatif tahun 2015 sebanyak 48 kasus, semuanya rutin

dilakukan pemeriksaan CT scan abdomen dengan kontras untuk diagnosis. Hasil

CT scan pada keseluruhan pasien tersebut menunjukan adanya cedera

intraabdomen sekitar 70% dan sisanya tidak ditemukan cedera intraabdomen

(RSUP Sanglah, 2015).

Atas dasar data yang telah dijabarkan diatas, peneliti ingin mengidentifikasi

beberapa prediktor klinis adanya lesi intraabdomen pada pasien trauma tumpul

abdomen. Sehingga penggunaan CT scan dalam menunjang diagnosis trauma

tumpul menjadi lebih selektif, untuk mengurangi biaya perawatan dan paparan

radiasi.

Page 10: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

6

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah jejas di regio abdomen merupakan prediktor lesi intraabdomen

pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar?

2. Apakah nyeri abdomen merupakan prediktor lesi intraabdomen pada

penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar?

3. Apakah pasien dengan GCS < 14 merupakan prediktor lesi intraabdomen

pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar?

4. Apakah fraktur pelvis yang tidak stabil merupakan prediktor lesi

intraabdomen pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat

konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar?

5. Apakah Gross Hematuria merupakan prediktor lesi intraabdomen pada

penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar?

6. Apakah tekanan darah sistolik < 100 mmHg saat pasien datang merupakan

prediktor lesi intraabdomen pada penderita trauma tumpul abdomen yang

dirawat konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar?

7. Apakah frekuensi nadi >100 kali per menit pada saat pasien datang

merupakan prediktor lesi intraabdomen pada penderita trauma tumpul

abdomen yang dirawat konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar?

8. Apakah Nyeri tekan tulang rusuk bawah merupakan prediktor lesi

intraabdomen pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat

konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui prediktor lesi intraabdomen pada penderita trauma

tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar

Page 11: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

7

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Apakah jejas di regio abdomen merupakan prediktor lesi intraabdomen

pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di

RSUP Sanglah, Denpasar

2. Apakah nyeri abdomen merupakan prediktor lesi intraabdomen pada

penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar

3. Apakah pasien dengan GCS < 14 merupakan prediktor lesi

intraabdomen pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat

konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar

4. Apakah fraktur pelvis yang tidak stabil merupakan prediktor lesi

intraabdomen pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat

konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar.

5. Apakah Gross Hematuria merupakan prediktor lesi intraabdomen pada

penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar.

6. Apakah tekanan darah sistolik < 100 mmHg saat pasien datang

merupakan prediktor lesi intraabdomen pada penderita trauma tumpul

abdomen yang dirawat konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar.

7. Apakah frekuensi nadi >100 kali per menit pada saat pasien datang

merupakan prediktor lesi intraabdomen pada penderita trauma tumpul

abdomen yang dirawat konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar.

8. Apakah Nyeri tekan tulang rusuk bawah merupakan prediktor lesi

intraabdomen pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat

konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Meningkatkan kasanah keilmuan dibidang ilmu traumatologi, khususnya

manajemen trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil.

Page 12: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

8

1.4.2 Manfaat Klinis

Memberikan masukan dalam membuat protokol diagnostik adanya cedera

intraabdomen pada pasien trauma tumpul abdomen

Page 13: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Abdomen

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara

toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen yang

terbentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan tulang ilium. Untuk

membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering dipakai adalah

pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal dan dua bidang

bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior abdomen

menjadi sembilan daerah (regiones). Dua bidang diantaranya berjalan horizontal

melalui setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas

crista iliaca dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari

tulang rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum inguinale. Daerah-

daerah itu adalah: 1) hypocondriaca dextra, 2) epigastrica, 3) hypocondriaca

sinistra, 4) lumbalis dextra, 5) umbilical, 6) lumbalis sinistra, 7) inguinalis dextra,

8) pubica/hipogastrica, 9) inguinalis sinistra.

Gambar 1. Pembagian Anatomi Abdomen (Griffith, 2003)

1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu,

sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan

kelenjar suprarenal kanan.

Page 14: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

10

2. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan

sebagian hati.

3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal

pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar

suprarenal kiri.

4. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,

sebagian duodenum dan jejenum.

5. Umbilical meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah

duodenum, jejenum dan ileum.

6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,

sebagian jejenum dan ileum.

7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan

ureter kanan.

8. Pubica/Hipogastricmeliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada

kehamilan).

9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium

kiri.

Dengan mengetahui proyeksi organ intraabdomen tersebut, dapat memprediksi

organ mana yang kemungkinan mengalami cedera jika dalam pemeriksaan fisik

ditemukan kelainan pada daerah atau regio tersebut(Griffith, 2003)

Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu :

rongga peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga pelvis. Rongga pelvis

sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan sebagian retroperitoneal.

Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan bawah. Rongga

peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang thorax, termasuk diafragma, liver, lien,

gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai komponen

torakoabdominal dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi usus

halus, sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ

reproduksi pada wanita(Trauma, 2012)

Rongga retroperitoneal terdapat di abdomen bagian belakang, berisi aorta

abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar duodenum, pancreas, ginjal, dan

ureter, permukaan posterior kolon ascenden dan descenden serta komponen

Page 15: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

11

retroperitoneal dari rongga pelvis. Sedangkan rongga pelvis dikelilingi oleh tulang

pelvis yang pada dasarnya adalah bagian bawah dari rongga peritoneal dan

retroperitoneal. Berisi rektum, kandung kencing, pembuluh darah iliaka, dan organ

reproduksi interna pada wanita(Griffith, 2003)

2.2 Trauma Tumpul Abdomen

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang

terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang

menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Trauma abdomen dibagi menjadi dua

tipe yaitu trauma tumpul abdomen dan trauma tembus abdomen. Trauma

merupakan penyebab kematian tersering ketiga pada populasi umum setelah

penyakit kardiovaskular dan kanker. Pada subgrup pasien usia dibawah 40 tahun,

trauma merupakan penyebab kematian utama. (Elliot,D.C, Rodriguez, 1996) Di

Amerika Serikat, angka korban akibat trauma diperkirakan sekitar 57 juta setiap

tahunnya, yang mengakibatkan sekitar 2 juta jiwa harus dirawat inap dan 150.000

kematian. Dengan beban ekonomi yang disebabkan oleh trauma cukup signifikan,

diperkirakan trauma mengakibatkan hilangnya angka kehidupan sebesar 26% dan

lebih dari separuhnya kehilangan usia produktifnya. (Tentilier, E. Masson, 2000)

Trauma abdomen, merupakan penyebab kematian yang cukup sering,

ditemukan sekitar 7 – 10% dari pasien trauma. Di Eropa, trauma tumpul abdomen

sering terjadi, sekitar 80% dari keseluruhan trauma abdomen. Penyebab paling

umum dari trauma tumpul abdomen adalah kecelakaan mobil atau motor, jatuh dari

ketinggian, dan kecelakaan industri. Sebuah studi di Amerika menyatakan bahwa

kecelakaan lalu lintas menyumbang 83,6% trauma tumpul abdomen. 45,5% karena

kecelakaan mobil dan 38,1% akibat kecelakaan motor. Tingkat mortalitas lebih

tinggi pada pasien dengan trauma tumpul abdomen dibandingkan trauma tusuk.

(Aziz, Bota and Ahmed, 2014)

Di Indonesia, didapatkan prevalensi cedera secara nasional adalah sebesar

8,2%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%) dan

terendah di Jambi (4,5%). Penyebab cedera secara umum yang terbanyak adalah

jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab cedera

karena terkena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%) dan

Page 16: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

12

kejatuhan (2,5%). Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi ditemukan

di Bengkulu (56,4%) dan terendah di Papua (19,4%). (Kementerian Kesehatan,

2013).

Pada trauma tumpul abdomen, cedera organ intra abdomen yang

didapatkan umumnya merupakan organ solid, terutama limpa dan hati dimana

kedua organ ini dapat menyebabkan perdarahan intra abdomen. Sedangkan untuk

organ berongga cukup jarang terjadi, dan seringnya dihubungkan dengan seat-belt

atau deselerasi kecepatan tinggi. (Costa et al., 2010). Kunci sukses penanganan

trauma tumpul abdomen adalah kewaspadaan yang tinggi adanya cedera

intraabdomen pada setiap pasien trauma, sehingga bisa mendeteksi sedini mungkin

adanya cedera intaabdomen(Gad et al., 2012)

2.3 Patofisiologi Trauma Tumpul Abdomen

Patofisiologi cedera intraabdomen pada trauma tumpul abdomen

berhubungan dengan mekanisme trauma yang terjadi. Pasien yang mengalami

trauma dengan energi yang tinggi akan mengalami goncangan fisik yang berat

sehingga menyebabkan cedera organ. (Mehta, Babu and Venugopal, 2014). Ada

beberapa mekanisme cedera pada trauma tumpul abdomen yang dapat

menyebabkan cedera organ intraabdomen, yaitu :

1. Benturan langsung terhadap organ intraabdomen diantara dinding

abdomen anterior dan posterior

2. Cedera avulsi yang diakibatkan oleh gaya deselerasi pada kecelakaan

dengan kecepatan tinggi atau jatuh dari ketinggian. Gaya deselerasi

dibagi menjadi deselerasi horizontal dan deselerasi vertikal. Pada

mekanisme ini terjadi peregangan pada struktur-struktur organ yang

terfiksir seperti pedikel dan ligamen yang dapat menyebabkan

perdarahan atau iskemik (Guillion, 2009).

3. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan

intraabdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya

menyebabkan cedera organ berongga. Berat ringannya perforasi

tergantung dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena

cedera

Page 17: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

13

4. Laserasi organ intraabdomen yang disebabkan oleh fragmen tulang

(fraktur pelvis, fraktur tulang iga)

5. Peningkatan tekanan intraabdomen yang masif dan mendadak dapat

menyebabkan cedera diafragma bahkan cedera kardiak.

Trauma langsung abdomen atau deselerasi cepat menyebabkan rusaknya

organ intraabdomen yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ)

seperti hati, limpa, ginjal dan pankreas. Pola injuri pada trauma tumpul abdomen

sering disebabkan karena kecelakaan antar kendaraan bermotor, pejalan kaki yang

ditabrak kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian dan pemukulan dengan benda

tumpul. Trauma tumpul abdomen terjadi karena kompresi langsung abdomen

dengan objek padat yang mengakibatkan robeknya subscapular organ padat seperti

hati atau limpa. Bisa juga karena gaya deselerasi yang menyebabkan robeknya

organ dan pembuluh darah pada regio yang terfiksir dari abdomen (hati atau arteri

renalis). Atau bisa karena kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan

intraluminal yang menyebabkan cedera organ berongga (usus halus). Trauma

tumpul abdomen yang mayoritas sering mengenai organ limpa sekitar 40% - 55%,

hati 35% - 45% dan usus halus 5%-10%(Avini et al., 2011)

2.4 Cedera Organ Intraabdomen

Berdasaran jenis organ yang cedera, organ intraabdomen dapat dibagi

menjadi dua yaitu organ padat dan organ berongga. Yang termasuk dalam organ

padat yaitu: hati, mesenterium, ginjal, limpa, pankreas, buli buli, organ genetalia

interna pada wanita, dan diafragma, sedangkan yang termasuk organ berongga

yaitu usus (gaster, duodenum, jejunum, ileum, colon, rectum), ureter, dan saluran

empedu. Beberapa cedera organ yang sering terjadi pada pasien yang mengalami

trauma tumpul abdomen antara lain:

1. Cedera Hati/Hepar

Hati adalah organ terbesar pada rongga abdomen yang letaknya terlindung

dengan baik, namun organ tersebut sering mengalami cedera selain organ limpa.

Cedera organ hati paling utama disebabkan karena ukurannya, lokasinya dan

kapsulnya yang tipis yang disebut Glisson capsule. Cedera organ hati umumnya

cedera akibat trauma tumpul. Hati menempati hampir seluruh regio hypochondrica

Page 18: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

14

dextra, sebagian di epigastrium dan seringkali meluas sampai ke regio

hypochondrica sinistra sejauh linea mammilaria. Hati dapat mengalami cedera

dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ yang

sering mengalami laserasi, sedangkan kantong empedu sangat jarang mengalami

trauma dan sulit untuk didiagnosis. Penanganan trauma hati dalam 30 tahun

terakhir telah mengalami banyak perkembangan seiring dengan banyaknya

penelitian dan literatur dalam penanganan trauma hati. Salah satu studi

retrospective yang pernah dilakukan pada tahun 1992-2008 di kota Barcelona,

Spanyol pada 143 pasien dengan diagnosis trauma hati, 87 pasien adalah

konservatif (74%) sedangkan 56 pasien dilakukan tindakan operasi ( 26% )(She et

al., 2016).

Penegakkan diagnosis suatu trauma hati berdasarkan atas anamnesis,

pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Manifestasi klinisnya tergantung dari tipe kerusakannya. Pada ruptur kapsul

Glissoni, tanda dan gejalanya dikaitkan dengan tanda-tanda syok, iritasi

peritoneum dan nyeri pada epigastrium kanan. Adanya tanda-tanda syok

hipovolemik yaitu hipotensi, takikardi, penurunan jumlah urine, tekanan vena

sentral yang rendah, dan adanya distensi abdomen memberikan gambaran suatu

trauma hati. Tanda-tanda iritasi peritoneum akibat peritonitis biliar dari kebocoran

saluran empedu, selain nyeri dan adanya rigiditas abdomen, juga disertai mual dan

muntah. Pada trauma tumpul abdomen dengan cedera hati sering ditemukan

adanya fraktur tulang iga kanan bawah yaitu tulang iga VII – IX (Alonso et al.,

1997).

Banyaknya perdarahan akibat trauma pada hati akan diikuti dengan

penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit. Ditemukan leukositosis lebih dari

15.000/ul, biasanya setelah ruptur hati akibat trauma tumpul. Kadar enzim hati

yang meningkat dalam serum darah menunjukkan bahwa terdapat cidera pada hati,

meskipun juga dapat disebabkan oleh suatu perlemakan hati ataupun penyakit-

penyakit hati lainnya. Peningkatan serum bilirubin jarang, dapat ditemukan pada

hari ke-3 sampai hari ke-4 setelah trauma (Garcia et al., 2010).

Nyeri perut kanan atas disertai adanya jejas setelah terjadi trauma

merupakan gejala yang sering terjadi. Nyeri tekan dan defans muskuler tidak akan

Page 19: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

15

tampak sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum.

Pemeriksaan CT scan akurat dalam menentukan lokasi dan luas trauma hati,

menilai derajat hemoperitoneum, memperlihatkan organ intraabdomen lain yang

mungkin ikut cidera, identifikasi komplikasi yang terjadi setelah trauma hati yang

memerlukan penanganan segera terutama pada pasien dengan trauma hati berat,

dan digunakan untuk monitor kesembuhan. Penggunaan CT scan terbukti sangat

bermanfaat dalam diagnosis dan penentuan penanganan trauma hati. Dengan CT

scan menurunkan jumlah laparatomi pada 70% pasien atau menyebabkan

pergeseran dari penanganan rutin bedah menjadi penanganan non operastif dari

kasus trauma hati (Njile, 2012).

2. Cedera Limpa/Lien

Limpa merupakan suatu organ dari sistem reticulo-endothelial, yang

merupakan jaringan limfe (limfoid) terbesar dari tubuh. Limpa berukuran kira-kira

sebesar kepalan tangan dan terletak tepat di bawah hemidiafragma kiri. Proyeksi

letak limpa pada abdomen yaitu berada di hypocondriaca sinistra. Organ ini

terletak di kuadran kiri atas dorsal abdomen, menempel pada permukaan bawah

diafragma dan terlindung oleh lengkung iga. Sumbu panjangnya terletak sepanjang

iga 10. Sejajar bagian posterior iga 9, 10, 11 dan terpisah dari diaphragma dan

pleura(Sander, 2015).

Limpa atau lien merupakan organ yang sering cedera pada saat terjadi

trauma tumpul abdomen. Cedera limpa merupakan kondisi yang membahayakan

jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat di bawah rangka

thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu

tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua

material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah

rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel darah

putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga

abdomen. Cedera pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri

atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering meyebabkan cedera

limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan kecelakaan mobil (Alonso et

al., 1997).

Page 20: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

16

Tanda fisik yang ditemukan pada cedera limpa bergantung pada ada

tidaknya organ lain yang ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan ada atau

tidaknya kontaminasi rongga peritoneum. Perdarahan hebat akibat cedera limpa

dapat mengakibatkan syok hipovolemik berat. Hipotensi atau takikardi merupakan

tanda yang menunjukan adanya cedera limpa. Tanda-tanda lain adanya cedera pada

limpa yaitu : riwayat trauma abdomen yang jelas, diikuti oleh nyeri abdomen

terutama kuadran kiri atas, datang dengan gambaran menyerupai tumor intra

abdomen bagian kiri atas yang nyeri apabila di tekan disertai tanda anemia

sekunder. Elevasi tungkai di tempat tidur atau pada posisi Trendelenberg dapat

menimbulkan nyeri pada puncak bahu kiri yang disebut Kehr sign. Ciri diagnostik

lain termasuk: peningkatan atau penurunan hematokrit, leukositosis lebih dari

15.000, foto rontgen yang memperlihatkan fraktur tulang iga kiri bawah,

peninggian diafragma, letak lambung bergeser mendesak ke arah garis tengah,

gambaran tepi limpa menghilang pada pemeriksaan CT scan(van der Vlies et al.,

2011).

Beberpa studi menjelaskan bahwa gejala dan tanda paling umum yang

ditunjukkan oleh pasien trauma limpa adalah nyeri (90%) dan abdominal

tenderness (85%). Kecurigaan terjadinya cedera limpa juga dengan ditemukan

adanya fraktur tulang iga IX dan X kiri, atau nyeri abdomen kuadran kiri atas.

Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan muncul setelah

terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan gejala

takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas setelah trauma,

harus dicurigai terdapat cedera limpa sampai dapat disingkirkan dengan

pemeriksaan penunjang. Penegakan diagnosis dengan menggunakan CT scan rutin

dilakukan pada rumah sakit pusat trauma(Costa et al., 2010).

3. Cedera usus

Peritonitis merupakan tanda yang khas dari cedera usus. Dari pemeriksaan

fisik didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri tekan

dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus

akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya.

Sedangkan perdarahan pada duodenum biasanya bergejala adanya nyeri pada

bagian punggung. Diagnosis cedera usus ditegakkan dengan ditemukannya udara

Page 21: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

17

bebas dalam pemeriksaan rontgen abdomen konvensional. Sedangkan pada pasien

dengan perlukaan pada duodenum dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan

pada rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam rongga retroperitoneal

(Mehta, Babu and Venugopal, 2014).

4. Cedera Ginjal

Organ retroperitoneal yang paling sering mengalami cedera adalah ginjal.

Trauma ginjal terjadi sekitar 1%-5% dari total seluruh trauma. Trauma ginjal dapat

menjadi problem akut yang mengancam nyawa, namun sebagian besar trauma

ginjal bersifat ringan dan dapat dirawat secara konservatif. Perkembangan dalam

pencitraan dan derajat trauma selama 20 tahun terakhir telah mengurangi angka

intervensi bedah pada kasus-kasus trauma ginjal. Trauma tumpul biasanya terjadi

pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas, terjatuh dari ketinggian, cedera saat

olahraga atau berkelahi. Informasi mengenai riwayat trauma sangat penting untuk

diketahui sehingga dapat menilai besarnya proses decelerasi yang terjadi.

Decelerasi yang sangat cepat dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah,

trombosis arteri renalis, peregangan pembuluh darah vena, atau avulsi pedikel

ginjal(Lynch et al., 2005)

Pada pemeriksaan fisik dinilai adanya trauma tumpul berupa jejas atau

laserasi dan hematoma pada regio flank, lower thorax dan upper abdomen.

Penemuan lain berupa hematuri, nyeri pada pinggang, patah tulang iga bawah, atau

distensi abdomen setelah trauma dapat dicurigai adanya trauma pada ginjal

(Indradiputra and Hartono, 2016)

Hematuria merupakan poin diagnostik penting untuk trauma ginjal. Namun

tidak cukup sensitif dan spesifik untuk membedakan apakah suatu trauma minor

ataukah mayor. Perlu diingat beratnya hematuria tidak berkorelasi lurus dengan

beratnya trauma ginjal. Bahkan untuk trauma ginjal yang berat, seperti; robeknya

ureteropelvic junction, trauma pedikel ginjal, atau trombosis arteri dapat tampil

tanpa disertai dengan hematuria(Lynch et al., 2005).

5. Cedera Pankreas

Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus

diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Cedera pankreas harus dicurigai

setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada benturan

Page 22: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

18

stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada pankreas memiliki

tingkat kematian yang tinggi. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada

bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung.

Beberapa jam setelah trauma, dapat terlihat adanya gejala iritasi peritonial.

Diagnosis dengan penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu

dalam proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menegakan diagnosis yang lebih

spesifik (Aziz, Bota and Ahmed, 2014).

6. Cedera Ureter

Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan

morbiditas dan mortalitas. Trauma ureter sering tidak dikenali pada saat pasien

datang atau pada pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter

bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska trauma. Mekanisme trauma tumpul

pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba dari deselerasi dan akselerasi

yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung pada daerah lumbal 2 dan

3. Gerakan tiba-tiba dari ginjal menyebabkan terjadinya gerakan naik turun pada

ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada

pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran

nyeri pada flank sampai ke perut bawah. Gambaran syok timbul pada 53% kasus,

yang menandakan terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma

tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena seringnya ditemukan gejala

akibat trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi lebih kepada trauma

dengan gejala yang lebih jelas. Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi,

jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien, dan prognosis pasien. Hal terpenting

dalam pemilihan tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal

yang kontralateral dengan lokasi trauma(Lynch et al., 2005).

2.5 Diagnosis dan Manajemen Trauma Tumpul Abdomen

Tindakan pertama yang dilakukan saat menghadapi pasien trauma dengan

sebab apapun adalah melakukan primary survey untuk menyelamatkan pasien dari

ancaman kematian. Semua tindakan pemeriksaan dilakukan secepat mungkin

dalam memastikan kondisi airway, breathing, dan circulation. Tanda vital yang

Page 23: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

19

diperiksa saat pasien trauma datang ke ruang gawat darurat menjadi petunjuk

tingkat cedera yang terjadi(Mehta, Babu and Venugopal, 2014).

Masalah sirkulasi merupakan masalah pada primary survey yang sering

dihadapi pada pasien trauma tumpul abdomen. Syok karena perdarahan harus bisa

dinilai secepat mungkin untuk tindakan lebih lanjut. Gejala klinis pada suatu

perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah kurang dari 10% dari total

volume darah karena pada saat ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh. Bila

perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya

dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum, syok hipovolemik karena

perdarahan menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi

(takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek,

ujung-ujung ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat. Ketidakstabilan

hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik berupa penurunan curah

jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan tahanan pembuluh darah, dan

penurunan tekanan vena sentral. Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat

terjadi karena adanya mekanisme kompensasi tubuh terhadap terjadinya

hipovolemia. Pada awal-awal terjadinya kehilangan darah, terjadi respon sistem

saraf simpatis yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi

jantung. Dengan demikian, pada tahap awal tekanan darah sistolik dapat

dipertahankan. Namun kompensasi yang terjadi tidak banyak pada pembuluh

perifer sehingga terjadi penurunan diastolik dan penurunan tekanan nadi. Oleh

sebab itu, pemeriksaan klinis yang seksama sangat penting dilakukan karena

pemeriksaan yang hanya berdasarkan pada perubahan tekanan darah sistolik dan

frekuensi nadi dapat menyebabkan kesalahan atau keterlambatan diagnosa dan

penatalaksanaan (Mackersie RC, Tiwary AD and SR, 1999). Sebuah penelitian

menyebutkan bahwa hipotensi diidentifikasi sebagai penanda adanya cedera

intraabdomen pada pasien trauma tumpul(Farrath et al., 2012)

Setelah primary survey selesai baru dilakukan secondary survey berupa

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang lengkap.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan dasar diagnosis cedera intraabdomen.

Pada pasien dengan hipotensi paska trauma, sangat penting untuk mengevaluasi

apakah pasien tersebut mengalami cedera abdomen atau tidak. Tingkat

Page 24: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

20

kewaspadaan yang tinggi terhadap terjadinya cedera intraabdomen dan

pemeriksaan yang komperhensif sangat diperlukan dalam manajemen trauma

secara umum. Beberapa alat diagnostik yang digunakan dalam menegakan

diagnosis adanya cedera intraabdomen pada pasien trauma tumpul abdomen adalah

riwayat dan mekanisme trauma, pemeriksaan fisik, laboratorium, foto polos

abdomen, ultrasonografi, diagnostik peritoneal lavage, CT scan abdomen, dan

laparoskopi (van der Vlies et al., 2011).

Rumah sakit pusat trauma menggunakan beberapa algoritme dalam

manajemen pasien trauma tumpul abdomen. Penggunaan algoritme ini bertujuan

untuk mempermudah dalam manajemen trauma tumpul, mencakup manajemen

awal, cara diagnostik dan tatalaksana. Mattox, dkk. Dalam buku Trauma edisi ke –

7 membuat algoritme sederhana dalam menajemen trauma tumpul abdomen. dalam

algoritme ini dijelaskan bahwa penggunaan CT scan abdomen berdasarkan stabil

atau tidaknya hemodinamik pasien. Algoritme ini juga digunakan di RSUP

Sanglah dalam manajemen pasien trauma tumpul.

Gambar 2. Algoritme manajemen trauma tumpul abdomen (Mattox & Ernest

Moore & David Feliciano, 2013)

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa pasien trauma tumpul abdomen

dengan hemodinamik stabil, dilakukan pemeriksaan CT scan untuk menilai apakah

Page 25: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

21

ada cedera organ intraabdomen. Pada protokol ini tidak terlihat bahwa penggunaan

CT scan berdasarkan indikasi yang selektif. Manajemen trauma tumpul seperti ini

juga digunakan di RSUP Sanglah saat ini.

Beberapa senter trauma yang lain menggunakan algoritme yang berbeda

dalam manajemen trauma tumpul abdomen. American collage of surgeon juga

mengeluarkan algoritme dalam manajemen trauma tumpul abdomen. Perbedaanya

adalah, penggunaan CT scan untuk evaluasi pasien trauma tumpul abdoemn

dengan hemodinamik stabil, atas dasar tinggi atau rendahnya risiko terjadinya

cedera intraabdomen.

Gambar 3. Algoritme manajemen trauma tumpul abdomen. Penggunaan CT scan

yang selektif (Feliciano, 2003).

Ketersediaan ultrasonografi atau CT scan di rumah sakit merubah protokol

manajemen trauma tumpul abdomen. manajemen trauma tumpul abdomen

berdasarkan alat penunjang yang ada di rumah sakit digambarkan pada diagram

berikut ini :

Page 26: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

22

Gambar 4. Protokol manajemen trauma tumpul abdomen. berdasarkan alat

penunjang diagnostik yang tersedia (Iqbal et al., 2014)

Penegakan diagnosis cedera intraabdomen pada pasien trauma tumpul

abdomen secara umum berdasarkan anamnesis tentang riwayat trauma,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan ini dilakukan saat

secondary survey dalam penilaian awal pasien trauma.

1. Riwayat trauma

Mekanisme terjadinya trauma sangat penting dalam menentukan

kemungkinan cedera organ intraabdomen yang lebih spesifik. Semua informasi

harus diperoleh dari saksi mata kejadian trauma, termasuk mekanisme cedera,

tinggi jatuh, kerusakan interior dan eksterior kendaraan dalam kecelakaan

kendaraan bermotor, kematian lainnya di lokasi kecelakaan, tanda vital, kesadaran,

adanya perdarahan eksternal, jenis senjata dan mekanisme lain yang bisa

menunjang diagnostik(Schurink G, 1997).

Informasi tentang kejadian trauma (mekanisme trauma), keterangan saksi

mata, catatan dari paramedik sangat penting untuk diketahui pada setiap pasien

trauma sehingga bisa mendeteksi cedera organ yang mungkin terjadi pada pasien.

Pada kecelakaan lalu lintas, yang perlu diketahui adalah kecepatan dan arah dari

Page 27: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

23

kecelakaan (kendaraan), kerusakan kendaraan, penggunaan “seat-belts”, atau

terlempar dari kendaraan (Schurink G, 1997). Selain itu, riwayat AMPLE (Alergy,

Medication, Past illness, Last meal, Environment) penting diketahui untuk

mengetahui kondisi penyerta pasien yang mengalami trauma.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan abdomen harus dilakukan dengan cara yang teliti dan

sistematis dengan urutan : inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi. Pada saat

pasien datang ke rumah sakit, mekanisme trauma dan pemeriksaan fisik cukup

akurat dalam menentukan cedera intraabdomen pada pasien dengan kesadaran baik

dan responsif, meskipun terdapat keterbatasan pemeriksaan fisik.

a. Inspeksi

Penderita harus diperiksa secara menyeluruh, mulai dari bagian depan

sampai belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum sesuai anatomi

abdomen. Inspeksi untuk melihat adanya goresan/laserasi, robekan, luka,

benda asing yang tertancap serta status hamil pada perempuan. Adanya

jejas, laserasi di dinding perut, atau perdarahan dibawah kulit

(hematome)setelah trauma dapat memberikan petunjuk adanya

kemungkinan kerusakan organ di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey

Turner Sign) atau umbilicus (Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan

retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya lambat dalam beberapa jam sampai

hari. Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena

kemungkinan adanya pneumoperitonium, dilatasi gaster, atau adanya iritasi

peritoneal. Pergerakan pernafasan perut yang tertinggal merupakan salah

satu tanda kemungkinan adanya peritonitis. Laserasi abdomen yang terlihat

sesuai pola sabuk pengaman mobil (Seat Belt Sign) sering ditemukan

sebagai tanda klinis terjadinya cedera organ intraabdomen (Beal et al.,

2016). Sebuah penelitian menyatakan bahwa pada pasien trauma tumpul

abdomen, nyeri perut disertai dengan takikardi, nyeri lepas, distensi

abdomen, defans muscular, adanya laserasi abdomen (seat belt sign),

ekimosis merupakan faktor prediktif dalam mengidentifikasi cedera intra-

abdomen (Poletti PA, et al., 2004).

Page 28: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

24

Gambar 5. Seat belt sign, jejas menyerupai sabuk pengaman pada pasien

trauma tumpul abdomen(Trauma, 2012).

b. Auskultasi

Pada auskultasi dinilai apakah ada bising usus atau tidak. Pada robekan

(perforasi) usus, bising usus selalu menurun, bahkan kebanyakan

menghilang sama sekali. Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks

kemungkinan menunjukkan adanya trauma diafragma. Perdarahan

intraperitoneum atau kebocoran (ekstravasasi) usus dapat memberikan

gambaran ileus, mengakibatkan hilangnya bunyi usus. Cedera pada struktur

yang berdektan seperti cedera tulang iga, tulang belakang, panggul juga

dapat menyebabkan ileus meskipun tidak terdapat cedera di intraabdomen,

sehingga tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada cedera

intraabdominal (Hoff et al., 2002).

c. Perkusi

Manuver ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat menunjukkan

adanya peritonitis tetapi masih meragukan. Perkusi juga dapat menunjukan

bunyi timpani akibat dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi redup

bila ada hemiperitoneum. Perkusi redup hati yang menghilang

menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang berarti

kemungkinan terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus. Nyeri

Page 29: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

25

ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis

umum(Schurink G, 1997).

d. Palpasi

Nyeri abdomen merupakan tanda klinis yang dievaluasi saat palpasi. Nyeri

juga dapat bersifat spontan tanpa dilakukan palpasi. Lokasi nyeri sangat

penting untuk mengetahui kemungkinan organ yang terkena. Nyeri

abdomen secara menyeluruh merupakan tanda yang penting kemungkinan

peritonitis akbat iritasi peritoneum, baik oleh darah maupun isi usus.

Kecenderungan untuk menggerakan dinding abdomen (voluntary guarding)

dapat menyulitkan pemeriksaan abdomen. Sebaliknya defans muscular

(involuntary guarding) adalah tanda yang penting dari iritasi peritoneum.

Palpasi menentukan adanya nyeri tekan superfisial, nyeri tekan dalam, atau

nyeri lepas. Nyeri lepas terjadi ketika tangan yang menyentuh perut

dilepaskan tiba - tiba, dan biasanya menandakan peritonitis yang timbul

akibat adanya darah atau isi usus yang mengiritasi peritonium (Rostas et

al., 2015).

Cedera abdomen sering disertai oleh cedera organ lain, terutama pada kasus

trauma multiple. Identifikasi cedera lain ini dapat memprediksi apakah ada organ

intraabdomen yang mengalami cedera setelah terjadinya trauma. Fraktur kosta

kanan, terutama yang dibawah sering disertai cedera organ dibawahnya yaitu hati.

Evaluasi hati sangat diperlukan jika menemukan pasien dengan fraktur kosta kanan

bawah. Fraktur kosta kiri bawah berhubungan dengan cedera limpa, karena limpa

tepat berada di bawah kosta tersebut. Ditemukanya kontusio di midepigastrium

menandakan kemungkinan cedera organ dibawahnya seperti duodenum dan

pancreas. Fraktur pelvis terutama yang tidak stabil sering disertai trauma pada

urogenital seperti buli-buli dan uretra. Sedangkan fraktur pada prosesus

transversalis lumbal sering menyebabkan trauma pada ginjal(van der Vlies et al.,

2011).

Fraktur prlvis merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

cedera intraabdomen. Tile mengklasifikasikan fraktur pelvis berdasarkan stabil dan

tidaknya cincin pelvis. Fraktur pelvis yang tidak stabil biasanya terjadi akibat

cedera dengan energi yang tinggi. Biasanya disertai dengan cedera organ lainya,

Page 30: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

26

seperti : cedera kepala, toraks, dan abdomen. 60-80% pasien dengan fraktur pelvis

berkekuatan tinggi memiliki hubungan lain dengan cedera abdomen dan

muskuloskeletal, 12% berhubungan dengan cedera urogenital dan 8% berhubungan

dengan cedera pleksus lumbosacralis. Kejadian keseluruhan cedera genitourinaria

yang berhubungan dengan patah tulang pelvis adalah sebesar 12%, yang paling

sering adalah cedera kandung kemih. Pria danwanita sama-sama cenderung

mengalami cedera pada kandung kemih tapikerusakan pada uretra pria lebih sering

terjadi dibandingkan wanita. Patah tulang ekstremitas dan tulang belakang juga

bisa terjadi pada pasien dengan fraktur pelvis.Perdarahan dapat menyertai fraktur

pelvis terutama akibat patah tulang terbuka, cedera pada jaringan lunak, dan

perdarahan vena lokal.Gangguan cincin pelvis yang tidak stabil akibat translasi dan

rotasi menyebabkan deformitas, nyeri, dan kecacatan yang signifikan. Perdarahan

merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan

keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi.

Evaluasi pasien secara lengkap sangat penting pada pasien dengan fraktur pelvis

berkekuatan-tinggi karena sering berhubungan dengan cedera yang lain. (Corwin et

al., 2014).

Pemeriksaan fisik abdomen pada ssat awal sering gagal untuk mendeteksi

cedera abdomen yang signifikan pada pasien multitrauma. Penundaan dalam

mendiagnosis menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas, rawat

inap berkepanjangan, dan akhirnya, biaya kesehatan lebih besar. Gejala fisik yang

tidak jelas, kadang ditutupi oleh nyeri akibat trauma ekstraabdominal dan

dikaburkan oleh intokasi atau trauma kepala, merupakan penyebab utama tidak

terdeteksinya cedera intraabdomen. Lebih dari 75% pasien dengan trauma

abdomen yang membutuhkan tindakan bedah segera, pada awalnya mempunyai

gejala klinik yang tidak khas (benign physical examination), sehingga ahli bedah

yang kurang waspada dan menganggap tidak ada cedera intraabdoemen(Hoff et al.,

2002). Suatu penelitian menyatakan bahwa dari 437 pasien-pasien trauma tumpul

abdomen, 47% tidak mempunyai gejala klinik yang khas pada evaluasi awal, 44%

ditemukan dari hasil “diagnostic test” dan 77% dari mereka didapatkan trauma

intra abdominal. Tanda peritonitis merupakan mandatori untuk dilakukan

laparotomi tanpa menunggu hasil-hasil tes-tes diagnostik. Oleh karena itu,

Page 31: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

27

pemeriksaan abdomen yang teliti, sistematik sangat dianjurkan pada setiap kasus-

kasus trauma abdomen(Beal et al., 2016).

Cedera intraabdomen pada trauma tumpul sering disertai dengan trauma

multipel. Trauma thoraks, trauma kepala, dan trauma terhadap ekstremitas sering

menyertai trauma abdomen akibat mekanisme trauma yang kompleks. Terdapat

beberapa scoring system untuk trauma dan secara garis besar dapat diklasifikasikan

menjadi tiga jenis berdasarkan komponen-komponen yang digunakan, yaitu skor

anatomis, skor fisiologis, dan skor kombinasi. Untuk skor fisiologis, Revised

Trauma Score (RTS) merupakan skor yang paling sering digunakan. RTS terdiri

dari tiga komponen yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), systolic blood pressure

(SBP), dan respiratory rate (RR). Komponen skor ini merupakan komponen vital

yang harus dinilai pada suatu trauma abdomen yang disertai trauma penyerta yang

lain. Beberapa studi menyebutkan bahwa GCS < 14 sebagai faktor prediktif

terjadinya cedera intraabdomen, tetapi disertai dengan cedera laian seperti cedera

thoraks dan ekstremitas. Penurunan GCS tersendiri tanpa ada cedera yang

menyertai pada studi tersebut tidak mengindikasikan dilakukan CT scan abdomen

untuk evaluasi cedera intraabdomen(Rostas et al., 2015). Penelitian lain juga

menyebutkan bahwa GCS < 14 sebagai salah satu faktor yang memprediksi adanya

cedera intraabdomen pada pasien trauma tumpul abdomen. Penurunan kesadaran

yang diukur melalui GCS disebabkan oleh faktor intrakranial dan ekstrakranial.

Faktor ekstrakranial yang paling sering sebagai penyebab penurunan kesadaran

adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Pasien tidak sadar yang disebabkan

oleh trauma kepala yang disertai dengan trauma abdomen harus menjadi perhatian

khusus untuk mencegah mortalitas.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan dalam manajemen pasien

trauma adalah : laboratorium, foto toraks dan abdomen, ultrasonografi, DPL, CT

scan dan laparoskopi diagnostik. Pemeriksaan dilakukan tergantung pada stabilitas

hemodinamik pasien dan prediksi tingkat keparahan cedera. Pasien trauma tumpul

abdomen dengan hemodinamik stabil dapat dievaluasi dengan Ultrasonografi

(USG) abdomen, atau CT scan. Pasien trauma tumpul dengan ketidakstabilan

Page 32: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

28

hemodinamik harus dievaluasi dengan USG di ruang resusitasi jika tersedia, atau

dengan lavage peritoneum untuk menyingkirkan cedera intraabdomen (Vlies,

2017).

Pemeriksaan laboratorium di awal kejadian trauma hanya sedikit memberi

arti kecuali digunakan sebagai data dasar dalam monitor perkembangan klinik

selanjutnya. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara serial, seperti misalnya

serial haematocrit dan hemoglobin untuk monitor kehilangan darah, amylase untuk

monitor adanya trauma pancreas. Pemeriksaan laboratorium awal yang diperlukan

dalam manajemen trauma abdomen antara lain:

Complete Blood Count (CBC), menilai penurunan hemoglobin (Hb),

hematokrit (Hct) dan platelet (PLT)

Blood Urea Nitrogen (BUN), mungkin meningkat menandakan adanya

disfungsi ginjal.

Kadar elektrolit dalam serum mungkin menunjukkan abnormalitas.

Analisa gas darah, yang mengidentifikasi adanya asidosis metabolik.

Tes koagulasi, yang menunjukkan pemanjangan PT dan APTT, untuk

menilai adanya koagulopati

Pemeriksaan transaminase untuk menilai kemungkinan cedera hati.

Complete Blood Count (CBC) merupakan pemeriksaan lab sederhana yang cepat

bisa dilakukan, meliputi komponen hemoglobin, hematokrit dan platelet.

Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) diperlukan untuk data dasar bila terjadi perdarahan

terus menerus, demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit (Hct). Hb dan Hct

yang cenderung menurun saat diperiksa lebih dari satu kali, menandakan

kemungkinan adanya proses perdarahan didalam perut yang sedang berlangsung.

Tanda ini sebagai faktor prediktif terjadinya cedera intraabdomen sehingga

diperlukan pemeriksaan penunjang lainya. Pemeriksaan leukosit yang melebihi

20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup

banyak terutama pada cederaa lienalis. Serum amilase yang meninggi

menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus.

Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma terjadi pada hati.

Hematokrit serial merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengevaluasi

pasien trauma. Penurunan hematokrit merupakan tanda kehilangan darah yang

Page 33: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

29

banyak, Respon terhadap resusistasi akan menjadi pertimbangan dalam

pengambilan keputusan.(Vlies, 2017). Penelitian di Amerika mempelajari tentang

beberapa hasil tes laboratorium abnormal pada pasien yang mengalami cedera

intraabdomen. Beberapa studi menunjukkan defisit basa (< -6 mEq/L) adalah

prediktif pada cedera intra-abdomen. Hematuria (25-50 RBC/hpf) diprediksi empat

kali lipat peningkatan risiko cedera intra-abdomen. Tingkat hematokrit kurang dari

30% meningkatkan kemungkinan cedera intraabdomen lebih banyak daripada

hematokrit <36%. Penurunan Hct lebih dari 5% sangat signifikan berhubungan

dengan cedera intraabdomen. Penanda laboratorium lainnya termasuk peningkatan

jumlah WBC dan peningkatan laktat, kurang berguna untuk mengidentifikasi

pasien dengan cedera intraabdomen. Transaminase hati yang meningkat (aspartate

aminotransferase atau alanine aminotransferase) adalah petanda adanya

kerusakan hati (Holmes, Wisner, et al., 2009)

Foto polos abdomen berguna untuk melihat adanya udara atau cairan bebas

intraabdomen. Dibutuhkan kurang lebih 800 ml cairan bebas baru bisa terlihat pada

foto polos abdomen. Foto tegak dapat menunjukan udara bebas intraperitoneal

yang disebabkan oleh perforasi organ visera berongga, adanya nasogastric tube

pada rongga thoraks (cedera diaphragma). Pemeriksaaan rontgen servikal lateral,

toraks anteroposterior (AP), dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan

pada penderita dengan multitrauma. Pada penderita yang hemodinamik stabil,

maka pemeriksaan rontgen abdomen dalam keadaan terlentang dan tegak mungkin

berguna untuk mengetahui adanya uadara ekstraluminal di retroperitoneum atau

udara bebas di bawah diafragma. Hilangnya bayangan pinggang (psoas shadow)

juga menandakan adanya cedera retroperitoneum. Bila foto tegak

dikontraindikasikan karena nyeri atau patah tulang punggung, dapat digunakan

foto samping sambil tidur (left lateral decubitus) untuk mengetahui udara bebas

intraperitoneal(Jansen, Yule and Loudon, 2008).

Pengenalan diagnostic peritoneal lavage (DPL) pada tahun 1965

memberikan metode yang aman dan murah yang dengan cepat dapat

mengidentifikasi adanya cedera intraabdomen. DPL merupakan tes cepat dan

akurat yang digunakan untuk mengidentifikasi cedera intraabdomen setelah trauma

tumpul pada pasien hipotensi paska trauma tanpa indikasi yang jelas untuk

Page 34: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

30

laparotomi eksplorasi abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL sebagai berikut :

nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya, Trauma pada bagian bawah

dari dada, hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas, pasien cedera

abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak), pasien cedera

abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang), dan patah tulang

pelvis. Sedangkan kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah : pasien hamil,

pernah operasi abdominal, operator tidak berpengalaman dan bila hasil DPL

nantinya tidak akan merubah penatalaksanaan. Kriteria standar untuk lavage

peritoneal yang positif meliputi aspirasi setidaknya 10 mL darah, lavage berdarah,

sel darah merah hitung lebih besar dari 100.000 / mm3, sel darah putih hitung lebih

besar dari 500/mm3, amilase lebih besar dari 175 IU / dL, atau deteksi empedu,

bakteri, atau serat makanan(Ikegami et al., 2014).

Di Amerika Serikat Ultrasonografi (USG) telah digunakan dalam beberapa

tahun terakhir untuk evaluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen. Tujuan

evaluasi USG untuk mencari cairan bebas intraperitoneal. Hal ini dapat dilakukan

dengan cepat dan tidak invasive, dengan tingkat keakuratan sama dengan DPL

untuk mendeteksi hemoperitoneum. USG juga dapat mengevaluasi hati dan limpa

meskipun tujuan USG adalah untuk mencari cairan bebas di intrapreitoneal. Mesin

portabel dapat digunakan di ruangan resusitasi atau di gawat darurat pada pasien

dengan hemodinamik stabil tanpa menunda tindakan resusitasi pada pasien

tersebut. Keuntungan lain dari USG daripada diagnostik peritoneal lavage adalah

USG merupakan tindakan yang noninvasif. USG dapat mendeteksi adanya laserasi

pada hati dan ginjal, namun tidak mampu secara tepat memastikan seberapa dalam

dan luas laserasi yang terjadi. Tidak diperlukan adanya tindakan lebih lanjut

setelah USG dinyatakan negatif pada pasien yang stabil. Sensitivitas berkisar dari

85% sampai 99%, dan spesifisitas dari 97% sampai 100%. Sebuah studi

mengemukanan bahwa USG pada trauma tembus tidak dapat diandalkan seperti

pada trauma tumpul(Radwan and Abu-Zidan, 2006).

Computed Tomography Abdomen (CT Scan Abdomen) adalah metode yang

paling sering digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma abdomen

tumpul yang stabil. Metode pencitraan CT scan telah membawa perubahan besar

dalam penanganan pasien dengan trauma tumpul abdomen. Manfaat terbesarnya

Page 35: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

31

adalah penurunan jumlah pasien yang memerlukan tindakan pembedahan dan

operasi non terapiutik. Saat ini keakuratan CT scan dalam menilai tingkat beratnya

cedera intraabdomen masih dipertanyakan. Suatu penelitian menyatakan bahwa

grading trauma hati preoperative dengan CT scan dihubungkan dengan penemuan

saat operasi, hanya 16% yang sesuai. Harus ditekankan untuk mengambil tindakan

intervensi operasi didasarkan pada stabilitas hemodinamik pasien tanpa

memperhatiakan grading CT scan (Mariappan and Madhusudhanan, 2016).

CT merupakan prosudur diagnostik dimana kita perlu memindahkan pasien

ke tempat scanner, pemberian kotras intravena, dan pemeriksaan CT harus

mengenai regio abdomen secara keseluruhan termasuk daerah pelvis. Diperlukan

banyak waktu, sehingga dilakukan pada pasien trauma abdomen dengan

hemodinamik stabil dan tanpa tanda peritonitis. Dengan CT scan, dapat

memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan serta tingkat

dari kerusakan organ tersebut. CT juga mendiagnosis kerusakan organ

retroperitoneal maupun daerah pelvis yang kadang kadang sulit diperiksa secara

fisik, FAST maupun DPL. Kontraindikasi relative penggunaan CT scan antara lain

: pasien yang tidak kooperatif, alergi terhadap bahan kontras, dan penundaan

sampai alat CT siap digunakan. Pemeriksaan fisik yang akurat dan laboratorium

sederhana bisa memprediksi adanya cedera intraabdomen tanpa segera melakukan

tindakan CT scan, sehingga penggunaanya bisa lebih minimal dan mengurangi

biaya dan paparan radiasi (Mohamed El Wakeel, 2015).

CT scan abdomen memiliki akurasi yang tinggi, sensitivitasnya antara 92%

sampai 97,6% dan spesifisitas setinggi 98,7%, dan memiliki negative predictive

value yang sangat tinggi yaitu hampir 97%. Beberapa studi mengatakan bahwa

pasien dengan kecurigaan trauma tumpul abdomen harus dirawat di rumah sakit

selama paling sedikit 24 jam untuk observasi meskipun hasil CT abdomen negatif.

Walaupun ada studi yang menjelaskan bahwa CT scan negatif dapat menjadi

patokan untuk memulangkan pasien dan selanjutnya rawat jalan (Garber et al.,

2000).

Pemeriksaan CT abdomen juga memiliki batasan yaitu diperlukan petugas

yang ahli untuk melakukannya dan dokter spesialis radiologi untuk membuat

interpretasi hasil. Pemeriksaan CT abdomen walaupun sangat sensitif terhadap

Page 36: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

32

organ padat, tetapi tidak menunjukkan adanya robekan pada mesenterium, cedera

pada usus terutama robekan yang kecil, cedera diafragma bila rekonstruksi sagital

dan coronal tidak dilakukan, dan cedera pankreas bila dilakukan segera setelah

trauma. Adanya cairan bebas intraperitoneal pada keadaan tidak adanya cedera

pada organ padat dapat menyebabkan keraguan dimana terdapat 25% lesi pada

usus tidak terdeteksi. Sehingga disarankan untuk dilakukan pemeriksaan

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) bila disepakati untuk tatalaksana konservatif.

Kerugian CT abdomen lainya yaitu perlunya mentransfer pasien ke unit CT scan,

bahaya radiasi yang didaptkan, pasien dapat tidak koperatif atau mengambil posisi

yang baik bila kesakitan atau dengan penurunan kesadaran. Gagal ginjal atau

riwayat syok anafilaktik sebelumnya dapat menghalangi penggunaan CT abdomen.

Pemeriksaan tanpa menggunakan kontras dapat menurunkan sensitifitas CT

abdomen dalam mendiagnosis cedera organ padat (Vadodariya, Hathila and Doshi,

2014).

Meski keunggulan CT dibandingkan dengan radiologi konvensional telah

terbukti untuk diagnosis cedera intraabdomen, namun penggunaan CT scan masih

kontroversi. Banyak studi menganalisa apakah CT scan dilakukan secara rutin pada

setiap trauma tumpul atau selektif digunakan sesuai temuan klinis yang signifikan.

CT scan menjadi modalitas utama pemeriksaan penunjang untuk diagnosis cedera

intraabdomen pada pasien dengan hemodinamik yang stabil. Tetapi karena

mahalnya biaya yang diperlukan dan banyaknya hasil CT scan yang negatif serta

paparan radiasi menyebabkan strategi lain dalam diagnostik mulai dikembangkan

(Brenner and Hall, 2007).

Salah satu masalah yang paling menarik tentang evaluasi obyektif trauma

tumpul abdomen dengan CT scan adalah apa yang harus dilakukan ketika

ditemukan adanya cairan bebas tanpa tanda-tanda organ padat atau cedera

mesenterika. Ditambah dengan sensitivitas yang relatif kurang bagi CT scan untuk

mendiagnosa cedera viskus berongga, itu menciptakan dilema bagi dokter bedah.

Pilihan yang baik untuk pasien adalah pembedahan eksplorasi abdomen dan

menerima tingkat resiko yang signifikan pada laparotomi nontherapeutic.

Keakuratan CT berkisar antara 92% sampai 98% dengan tingkat positif palsu dan

negatif palsu yang rendah. Indikasi Computerized tomography (CT) adalah: gejala

Page 37: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

33

cedera intraabdomen muncul lebih dari 24 jam setelah trauma, hasil DPL yang

meragukan, adanya kontraindikasi relative untuk DPL, kecurigaan trauma

retroperitoneal seperti adanya hematuria. Sedangkan kontraindikasi dari CT scan

adalah : adanya indikasi untuk laparotomi, kehamilan, agitasi, dan alergi terhadap

media kontras (Vadodariya, Hathila and Doshi, 2014).

Aplikasi diagnostik dan terapeutik dari laparoskopi digunakan dalam

banyak bidang, termasuk juga trauma tumpul abdomen. Indikasi penggunaan

laparoskopi dalam trauma abdomen masih diperdebatkan, tetapi laparoskopi

diagnostik sudah sering dipergunakan untuk evaluasi cedera intraabdomen,

sehingga dapat menentukan manajemen pasien selanjutnya. Syarat mutlaknya

adalah hemodinamik harus stabil. Kelemahan penggunaan laparoskopi pada trauma

abdomen diantaranya : pasien membutuhkan anestesi umum, resiko pneumothraks

pada cedera diaphragm, resiko emboli gas pada trauma vena besar, peningkatan

TIK pada pasien trauma kepala, masalah waktu dan biaya(Justin, Fingerhut and

Uranues, 2017).

Page 38: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

34

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIANDAN HIPOTESA

PENELITIAN

3.1 Kerangka berpikir

Diagnosis cedera intraabdomen pada pasien trauma tumpul abdomen

dengan hemodinamik stabil di RSUP Sanglah belum menggunakan protokol yang

baku. Penggunaan CT scan abdomen dalam mendiagnosis cedera intraabdomen

rutin digunakan pada pasien trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil.

Sehingga menyebabkan banyaknya hasil CT scan negatif dan biaya perawatan

akan semakin tinggi. Penggunaan CT scan secera selektif telah dikembangkan

beberapa negara dengan menilai beberapa prediktor klinis yang didapat dari pasien.

Beberapa prediktor klinis yang didapat dari pemeriksaan fisik pasien

trauma tumpul abdomen sangat penting dinilai untuk menentukan apakah pasien

tersebut mengalami cedara intraabdomen apa tidak. Beberapa penelitian telah

dilakukan di beberapa negara mengenai beberapa prediktor yang kemungkinan bisa

menjadi tanda atau gejala adanya cedera intraabdomen. Beberapa prediktor klinis

yang digunakan dalam memprediksi cedera intraabdomen pada penelitian ini

adalah : jejas di abdomen, nyeri abdomen, GCS < 14, gross hematuria, fraktur

pelvis yang tidak stabil, nyeri tekan di iga bawah, tekanan darah sistolik, dan

frekuensi nadi. Lesi intraabdomen dinilai dari hasil CT scan abdomen yang

dilakukan pada pasien.

3.2 Konsep Penelitian

1. Jejas di regio abdomen

2. Nyeri abdomen

3. Gross Hematuria

4. Fraktur pelvis tidak stabil

5. SBP < 100 mmHg

6. Nadi > 100 x/menit

7. Nyeri tulang iga bawah

8. GCS < 14

CT scan

abdomen

Lesi

intraabdomen

Page 39: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

35

3.3 Hipotesa Penelitian

1. Jejas di regio abdomen sebagai prediktor lesi intraabdomen pada penderita

trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP Sanglah,

Denpasar

2. Nyeri abdomen pasca trauma sebagai prediktor lesi intraabdomen pada

penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar

3. Hematuria makroskopik pasca trauma sebagai prediktor lesi intraabdomen

pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar

4. Fraktur pelvis yang tidak stabil sebagai prediktor lesi intraabdomen pada

penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar

5. Frekuansi nadi > 100 kali/menit saat pasien datang sebagai prediktor lesi

intraabdomen pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat

konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar

6. Tekanan darah sistolik < 100 mmHg saat pasien datang sebagai prediktor

lesi intraabdomen pada penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat

konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar

7. Nyeri tulang iga bawah (IX, X,XI)sebagai prediktor lesi intraabdomen pada

penderita trauma tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP

Sanglah, Denpasar

8. GCS < 14 sebagai prediktor lesi akut intraabdomen pada penderita trauma

tumpul abdomen yang dirawat konservatif di RSUP Sanglah, Denpasar

Page 40: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

36

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui

prediktor dibutuhkanya CT scan pada pasien trauma tumpul abdomen yang dirawat

konservatif di RSUP Sanglah. Pasien yang mengalami trauma tumpul abdomen

dengan hemodinamik stabil yang dikakukan CT scan, dilihat ada tidaknya lesi pada

CT scan, kemudian dilihat ada atau tidaknya faktor risiko terjadinya cedera

intraabdomen

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan melalui pengamatan rekam medis pasien di Instalasi Rekam

Medis RSUP Sanglah Denpasar. Data diambil selama 3 tahun, yaitu dari Januari

tahun 2014 sampai dengan Desember 2016.

4.3 Sumber Data

4.3.1 Populasi

Populasi target (target population) adalah semua pasien dengan trauma

tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil tanpa tanda peritonitis yang

dirawat konservatif.

Pasien trauma

tumpul

abdomen

Hemodinamik

stabil CT Scan

Abdomen

Lesi positif

Lesi negatif

Faktor risiko

positif

Faktor risiko

negatif

Faktor risiko

positif

Faktor risiko

negatif

Page 41: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

37

Populasi terjangkau (accessible population) adalah semua pasien dengan

trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil tanpa peritonitis yang

diterima di RSUP Sanglah Denpasar sejak kurun waktu terhitung Januari

2014 sampai Desember 2016.

Sampel yang diinginkan (intended sample) adalah sampel yang dipilihdari

populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Subyek yang diteliti (actual study subjects) adalah subyek yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.2 Kriteria Inklusi

Seluruh penderita berusia lebih dari 12 tahun yang mengalami trauma tumpul

abdomen yang dirawat konservatif dan dilakukan CT scan abdomen, yang datang

ke RSUP Sanglah Denpasar pada Januari tahun 2014 sampai dengan Desember

2016.

4.3.3 Kriteria Eksklusi

a. Pasien hamil

b. Pasien dengan riwayat intoksikasi saat masuk rumah sakit

c. Pasien yang dalam perjalanan terapi mengalami perdarahan dan peritonitis

sehingga harus menjalani laparotomi

d. Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap pada bagian hasil CT scan

abdomen.

4.3.4 Sampel Penelitian

Sampel penelitian dihitung mengguankan rumus dari WHO. (Lwanga S.K. and

Lemeshow S., 1991)

Page 42: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

38

Keterangan :

n : Besar sampel minimal

P1 : Proporsi lesi intraabdomen pada CT scan pada pasien trauma tumpul

abdomen yang dengan hasil pemeriksaan fisik abdomen abnormal yaitu

58,5% (Farrath et al. 2012)

P2 : Proporsi lesi intraabdomen pada CT scan pada pasien trauma tumpul

abdomen dengan hasil pemeriksaan fisik abdomen normal yaitu 10%

(Michetti et al. 2010)

α : Tingkat kemaknaan (5%)

1 - β : Power (kemampuan penelitian) yang digunakan adalah 95%

Berdasarkan rumus besar sampel diatas maka diperoleh jumlah sampel minimal

untuk penelitian ini adalah 44 orang.

4.4 Variabel Penelitian

Klasifikasi dan Identifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok variabel, yaitu:

1. Variabel bebas adalah : jejas di regio abdomen, nyeri abdomen, gross

hematuria, fraktur pelvis tidak stabil, SBP < 100 mmHg, Frekuensi nadi >

100 x/menit, GCS < 14, Hemoglobin < 10 gr/dl

2. Variabel tergantung adalah lesi intraabdomen pada CT scan

4.5 Definisi Operasional Variabel

1. Trauma tumpul abdomen adalah trauma yang melibatkan daerah antara

diafragma pada bagian atas dan pelvis pada bagian bawah tanpa diserta

adanya trauma penetrans, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan,

ledakan, deselerasi atau kompresi.

Page 43: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

39

2. Lesi intraabdomen adalah lesi pada organ intraabdomen (organ padat dan/

atau organ berongga) setelah mangalami trauma tumpul, yang ditemukan

pada gambaran CT Scan abdomen yang dilakukan di ruang radiologi IGD

RSUP Sanglah menggunakan MSCT 8 slice, yang dibaca oleh ahli

radiologi.

3. Computed tomography abdomen adalah pencitraan rongga perut dan organ

didalamnya dengan menyuntikan/memasukan bahan kontras melalui

intravena dengan menggunakan alat Multi Slice Computed Tomography

(MSCT) scan, yang berfungsi untuk mengetahui anatomi dan kelainan pada

rongga perut dan organ-organ yang terdapat didalamnya.

4. Jejas regio abdomen adalah jejas, laserasi, robekan, atau perdarahan

dibawah kulit (hematome) atau ekimosis pada regio abdomen yang

disebabkan oleh trauma tumpul dengan energi yang tinggi

5. Nyeri abdomen adalah nyeri spontan, atau nyeri tekan, atau nyeri lepas

pada regio abdomen dengan Visual Analogue Scale (VAS) > 3, setelah

mengalami trauma tumpul abdomen

6. Gross hematuria adalah hematuria makroskopik yang terjadi pada pasien

setalah mengalami trauma tumpul

7. Fraktur pelvis tidak stabil adalah fraktur pelvis yang tidak stabil

berdasarkan klasifikasi Tile yang dinilai dari pemeriksaan fisik dan

radiologis yang disebabkan oleh trauma tumpul

8. SBP < 100 mmHg adalah tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg yang

diukur saat pasien datang ke UGD setelah mengalami trauma tumpul

9. Frekuensi nadi > 100 x/menit adalah frekuensi nadi lebih dari 100 kali

setiap menit yang diukur saat pasien datang ke UGD setelah mengalami

trauma tumpul

10. Nyeri tulang iga bawah adalah nyeri spontan atau nyeri tekan dengan VAS

> 3, pada tulang iga bawah (Iga IX, X, XI) kanan atau kiri pada pasien yang

mengalami trauma tumpul

11. GCS < 14 adalah Glasgow Coma Scale kurang dari 14 yang diukur saat

pasien datang setelah mengalami trauma tumpul abdomen

Page 44: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

40

4.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis

univariat, bivariat dan multivariat.

1. Analisis Univariat

Dalam penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan

karakteristik sosio-demografik, variabel bebas dan variabel tergantung dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase, serta menghitung nilai rata-rata

(mean) dan standar deviasi untuk variabel yang berskala numerik.

2. Anlaisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara masing-

masing variabel bebas secara tersendiri dengan variabel tergantung. Analisis

bivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik. Analisis regresi

logistik dilakukan guna mendapatkan Crude Odd Ratio (OR), 95% Confidence

Interval dan nilai p (p-value). Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel bebas dengan variabel

tergantung. Variabel-variabel bebas yang menunjukkan nilai p < 0,10 akan

dimasukkan dalam model untuk analisis multivariat.

3. Analisis Multivariat

Analisi multivariat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui

variabel bebas yang paling bermakna berhubungan degan variabel tergantung.

Analisis ini dilakukan dengan uji regresi logistik untuk menguji hubungan antara

beberapa variabel bebas sekaligus dengan variabel tergantung. Parameter statistik

untuk menilai hubungan dalam analisis ini adalah Adjusted OR, 95% CI, dan nilai

p. Nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara

statistik antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Nilai Adjusted OR = 1

menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel bebas dan tergantung. Sedangkan

nilai adjusted OR > atau < 1 menunjukkan adanya hubungan antara variabel bebas

dan tergantung.

Page 45: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

41

DAFTAR PUSTAKA

Alonso, M., Brathwaite, C., García, V., Patterson, L., Scherer, T., Stafford, P. and Young, J.

(1997) ‘Practice management guidelines for the nonoperative management of blunt injury to

the liver and spleen.’, The Journal of trauma, 43, pp. 1–32. doi: 10.1097/00005373-

199711000-00014.

Aziz, A., Bota, R. and Ahmed, M. (2014) ‘Frequency and pattern of intra-abdominal injuries

in patients with blunt abdominal trauma’, Journal of Trauma & Treatment, 3(3), p. 196. doi:

10.4172/2167-1222.1000196.

Beal, A. L., Ahrendt, M. N., Irwin, E. D., Lyng, J. W., Turner, S. V, Beal, C. A., Byrnes, M.

T. and Beilman, G. A. (2016) ‘Prediction of blunt traumatic injuries and hospital admission

based on history and physical exam’, World Journal Of Emergency Surgery. World Journal

of Emergency Surgery, 11(1), p. 46. doi: http://dx.doi.org/10.1186/s13017-016-0099-9.

Corwin, M. T., Sheen, L., Kuramoto, A., Lamba, R., Parthasarathy, S. and Holmes, J. F.

(2014) ‘Utilization of a clinical prediction rule for abdominal???pelvic CT scans in patients

with blunt abdominal trauma’, Emergency Radiology, 21(6), pp. 571–576. doi:

10.1007/s10140-014-1233-1.

Costa, G., Tierno, S. M., Tomassini, F., Venturini, L., Frezza, B., Cancrini, G. and Stella, F.

(2010) ‘The epidemiology and clinical evaluation of abdominal trauma. An analysis of a

multidisciplinary Trauma Registry’, Annali Italiani di Chirurgia, 81(2), pp. 95–102.

Deunk, J., Brink, M., Blickman, J. G. and Edwards, M. J. (2010) ‘Predictors for the Selection

of Patients for Abdominal CT After Blunt Trauma’, 251(3). doi:

10.1097/SLA.0b013e3181cfd342.

Elliot,D.C, Rodriguez, A. (1996) ‘Cost Effectiveness in Trauma Care. Surgical Clinics of

North America, 76:47-6’, Surgical clinics of North America, p. 76:47-62.

Erfantalab-Avini, P., Hafezi-Nejad, N., Chardoli, M. and Rahimi-Movaghar, V. (2011)

‘Evaluating clinical abdominal scoring system in predicting the necessity of laparotomy in

blunt abdominal trauma’, Chinese Journal of Traumatology English Edition. The Editorial

Board of Biomedical and Environmental Sciences, 14(3), pp. 156–160. doi:

10.3760/cma.j.issn.1008-1275.2011.03.006.

Farrath, S., Parreira, J. G., Perlingeiro, J. A. G., Solda, S. C. and Assef, J. C. (2012)

‘Predictors of abdominal injuries in blunt trauma.’, Revista do Colégio Brasileiro de

Cirurgiões, 39(4), pp. 295–301. Available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22936228.

Page 46: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

42

Feliciano, D. V (2003) ‘Evaluation of Abdominal Trauma, Grace S . Rozycki , MD , FACS ©

2003 American College of Surgeons Committee on Trauma Subcommittee on Publicatons’,

p. 2003.

Gad, M. A., Saber, A., Farrag, S., Shams, M. E. and Ellabban, G. M. (2012) ‘Incidence,

patterns, and factors predicting mortality of abdominal injuries in trauma patients’, North

American Journal of Medical Sciences, 4(3), pp. 129–134. doi: 10.4103/1947-2714.93889.

Garber, B. G., Bigelow, E., Yelle, J. D. and Pagliareilo, G. (2000) ‘Use of abdominal

computed tomography in blunt trauma: Do we scan too much?’, Canadian Journal of

Surgery, 43(1), pp. 16–21.

Garcia, C., Fuster, J., Bombuy, E., Sanchez, S., Ferrer, J. and Garcia-valdecasas, J. C. (2010)

‘Treatment of Liver Trauma : Operative or Conservative Management’, Gastroenterology

Research, 3(1), pp. 9–18. doi: 10.4021/gr2009.02.165w.

Grieshop NA, Jacobson LE, G. and GA, Thompson CT, S. K. (1995) ‘Selective use of

computed tomography and diagnostic peritoneal lavage in blunt abdominal trauma.’, J

Trauma, p. 38(5):727-31.

Griffith, J. R. (2003) Anatomy at a Glance, Journal of Pediatric and Adolescent Gynecology.

doi: 10.1016/S1083-3188(03)00003-2.

Hoff, W. S., Holevar, M., Nagy, K. K., Patterson, L., Young, J. S., Arrillaga, A., Najarian, M.

P. and Valenziano, C. P. (2002) ‘Practice management guidelines for the evaluation of blunt

abdominal trauma: the East practice management guidelines work group.’, The Journal of

trauma, 53(3), pp. 602–615. doi: 10.1097/01.TA.0000025413.43206.97.

Holmes, J. F., Mao, A., Awasthi, S., McGahan, J. P., Wisner, D. H. and Kuppermann, N.

(2009) ‘Validation of a Prediction Rule for the Identification of Children With Intra-

abdominal Injuries After Blunt Torso Trauma’, Annals of Emergency Medicine. Elsevier Inc.,

54(4), pp. 528–533. doi: 10.1016/j.annemergmed.2009.01.019.

Holmes, J. F., Wisner, D. H., McGahan, J. P., Mower, W. R. and Kuppermann, N. (2009)

‘Clinical Prediction Rules for Identifying Adults at Very Low Risk for Intra-abdominal

Injuries After Blunt Trauma’, Annals of Emergency Medicine. Elsevier Inc., 54(4), pp. 575–

584. doi: 10.1016/j.annemergmed.2009.04.007.

Ikegami, Y., Suzuki, T., Nemoto, C., Tsukada, Y. and Tase, C. (2014) ‘Usefulness of initial

diagnostic tests carried out in the emergency department for blunt trauma’, Acute Medicine &

Surgery, 1(2), pp. 70–75. doi: 10.1002/ams2.20.

Indradiputra, I. M. U. and Hartono, T. (2016) ‘Tatalaksana Konservatif Pasien Dewasa

dengan Trauma Tumpul Ginjal Derajat IV Terisolasi’, 43(2), pp. 123–126.

Page 47: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

43

Iqbal, Y., Taj, M. N., Ahmed, A., Rehman, Z. U. and Akbar, Z. (2014) ‘ORIGINAL

ARTICLE VALIDITY OF THE FAST SCAN FOR DIAGNOSIS OF INTRAABDOMINAL

INJURY IN BLUNT ABDOMINAL TRAUMA Yasmeen Iqbal , Muhammad Naeem Taj *,

Anis Ahmed **, Zia Ur Rehman , Zakia Akbar ***’, 26(1), pp. 52–56.

Jansen, J. O., Yule, S. R. and Loudon, M. A. (2008) ‘Investigation of blunt abdominal

trauma’, BMJ (Clinical research ed), 336(7650), pp. 938–942. doi:

10.1136/bmj.39534.686192.80.

José Gustavo Parreira and Juliano Mangini Dias Malpaga (2015) ‘Predictors of occult intra-

abdominal injuries in blunt trauma patients’, Revista do Colégio Brasileiro de Cirurgiões,

42(5), pp. 311–317. doi: 10.1590/0100-69912015005008.

Justin, V., Fingerhut, A. and Uranues, S. (2017) ‘Laparoscopy in Blunt Abdominal Trauma:

for Whom? When?and Why?’, Current Trauma Reports. Current Trauma Reports, 3(1), pp.

43–50. doi: 10.1007/s40719-017-0076-0.

Kementerian Kesehatan (2013) ‘Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.’

Lwanga S.K. and Lemeshow S. (1991) ‘Sample size determination in health studies A

practicle manual’, World Health Organization, p. 38.

Lynch, T. H., Martínez-Piñeiro, L., Plas, E., Serafetinides, E., Türkeri, L., Santucci, R. A. and

Hohenfellner, M. (2005) ‘EAU guidelines on urological trauma’, European Urology, 47(1),

pp. 1–15. doi: 10.1016/j.eururo.2004.07.028.

Mackersie RC, Tiwary AD, S. and SR, H. D. (1999) ‘Intra-abdominal injury following blunt

trauma. Identifying the high-risk patient using objective risk factors.’, Arch Surg, p. 124

(7):809-13.

Mattox & Ernest Moore & David Feliciano (2013) Trauma, Seventh Edition.

Mehta, N., Babu, S. and Venugopal, K. (2014) ‘An experience with blunt abdominal trauma:

evaluation, management and outcome.’, Clinics and practice, 4(2), p. 599. doi:

10.4081/cp.2014.599.

Njile, I. E. (2012) ‘Pattern and Early Treatment Outcome of Abdominal Injuries At

Muhimbili National Hospital Dar Es Salaam, Tanzania.’, Thesis, (September). doi:

10.1017/CBO9781107415324.004.

Poletti PA1, Mirvis SE, Shanmuganathan K, Takada T, Killeen KL, Perlmutter D, Hahn J, M.

B. (2004) ‘Blunt abdominal trauma patients: can organ injury be excluded without

performing computed tomography?’, J Trauma., 57(5):1072.

Radwan, M. M. and Abu-Zidan, F. M. (2006) ‘Focussed Assessment Sonograph Trauma

(FAST) and CT scan in blunt abdominal trauma: Surgeon’s perspective’, African Health

Page 48: PREDIKTOR KLINIS LESI INTRAABDOMEN PADA PENDERITA TRAUMA …

44

Sciences, 6(3), pp. 187–190. doi: 10.5555/afhs.2006.6.3.187.

Ricardo Ferrada, D. rivera (2011) Blunt Abdominal Trauma, Handbook In General Surgery.

doi: 10.1007/978-88-470-5403-5.

Rostas, J., Cason, B., Simmons, J., Frotan, M. A., Brevard, S. B. and Gonzalez, R. P. (2015)

‘The validity of abdominal examination in blunt trauma patients with distracting injuries’,

Journal of Trauma and Acute Care Surgery, 78(6), pp. 1095–1101. doi:

10.1097/TA.0000000000000650.

RSUP Sanglah (2015) Registrasi Pasien Traumatologi. Denpasar.

Salimi, J., Bakhtavar, K., Solimani, M., Khashayar, P., Meysamie, A. P. and Zargar, M.

(2009) ‘Diagnostic accuracy of CT scan in abdominal blunt trauma’, Chinese journal of

traumatology = Zhonghua chuang shang za zhi / Chinese Medical Association. The Editorial

Board of Biomedical and Environmental Sciences, 12(2), pp. 67–70. doi:

10.3760/cma.j.issn.1008-1275.2009.02.001.

Sander, M. A. (no date) ‘Kasus Serial Ruptur Lien Akibat Trauma Abdomen’, pp. 18–28.

Schurink G (1997) ‘The value of physical examination in the diagnosis of patients with blunt

abdominal trauma: a retrospective study’, Injury, 28(28), pp. 261–265.

She, W. H., Cheung, T. T., Dai, W. C., Tsang, S. H. Y., Chan, A. C. Y., Tong, D. K. H., She,

W. H., Cheung, T. T., Dai, W. C., Hy, S., Chan, A. C. Y., Tong, D. K. H. and Leung, G. K.

K. (2016) ‘Outcome analysis of management of liver trauma : A 10-year experience at a

trauma center’, 8(15), pp. 644–648. doi: 10.4254/wjh.v8.i15.644.

Tentilier, E. Masson, F. (2000) ‘Epidemiology of Trauma. In: Beydon, L., Carli, P. and Riou,

B., Eds., Severe trauma’, pp. 1–15.

Trauma, A. college of surgeons committee on (2012) ‘Initial assessment and management’,

Advanced trauma life support: ATLS student course manual, pp. 2–22.

Vadodariya, K., Hathila, V. and Doshi, S. (2014) ‘The role of computed tomography in blunt

abdominal trauma as investigative tool conducted at tertiary level hospital, Vadodara’,

International Journal of Medical Science and Public Health, 3(4), p. 433. doi:

10.5455/ijmsph.2014.260120145.

Vlies, C. H. Van Der (2017) ‘Changing patterns in diagnostic and treatment strategies in

blunt abdominal injury’.

van der Vlies, C. H., Olthof, D. C., Gaakeer, M., Ponsen, K. J., van Delden, O. M. and

Goslings, J. C. (2011) ‘Changing patterns in diagnostic strategies and the treatment of blunt

injury to solid abdominal organs.’, International journal of emergency medicine. Springer

Open Ltd, 4(1), p. 47. doi: 10.1186/1865-1380-4-47.