PREDIKSI MODEL PERUBAHAN ZONASI SPESIES LAMUN BERDASARKAN VARIASI KEDALAMAN SEBAGAI ISU KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PULAU BARRANG LOMPO KEPULAUAN SPERMONDE KOTA MAKASSAR SKRIPSI OLEH: MUSTONO L111 11 263 JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
89
Embed
PREDIKSI MODEL PERUBAHAN ZONASI SPESIES LAMUN … · laut, Geologi Laut, Metode Teknik Survei dan Oseanografi Fisika. Selain itu, Selain itu, penulis juga aktif pada organisasi Himpunan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PREDIKSI MODEL PERUBAHAN ZONASI SPESIES LAMUN BERDASARKAN VARIASI KEDALAMAN SEBAGAI ISU
KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PULAU BARRANG LOMPO KEPULAUAN SPERMONDE KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
OLEH:
MUSTONO L111 11 263
JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2016
ii
ABSTRAK
MUSTONO. Prediksi Model Perubahan Zonasi Spesies Lamun Berdasarkan Variasi Kedalaman Sebagai Isu Kenaikan Muka Air Laut Di Pulau Barrang Lompo Kepulauan Spermonde Kota Makassar. Dibimbing oleh Amir Hamzah Muhiddin dan Supriadi
Pemanasan global adalah isu lingkungan yang diduga menyebabkan terjadinya perubahan iklim secara global. Salah satu dampak dari perubahan itu adalah naiknya muka air laut yang diprediksikan meningkat antara 9-88cm dari Tahun 1990 hingga Tahun 2100. Disisi lain, lamun adalah tumbuhan laut yang sangat sensitif terhadap perubahan kedalaman dimana perubahan ini dapat menyebabkan perubahan zonasi lamun.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi spesies lamun berdasarkan kedalaman dan memprediksi perubahan potensi zona sebaran spesies lamun bedasarkan perubahan kedalaman akibat isu kenaikan muka air laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2015 di Pulau Barrang Lompo Kepulauan Spermonde Kota Makassar. Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi spesies lamun, pola sebaran, frekuesi kemunculan, pengukuran kedalaman, pemetaan batimetri. Data sebaran awal diperlukan sebagai data dasar yang menjadi acuan untuk memodelkan zona sebaran spesies lamun jika terjadi perubahan kedalaman akibat isu kenaikan muka air laut sebesar 0,5 meter dan 1 meter, pemodelan ini dilakukan menggunahan aplikasi Surfer 10.
Dari hasil penelitian ini ditemukan 8 spesies lamun dengan karakteristik pola sebaran dan rentang kedalaman yang berbeda dimana spesies Enhalus acoroides berada pada rentang kedalaman maksimum 2,53m hingga minimum 0,51m; Thalassia hemprichii berada pada rentang kedalaman maksimum 2,53m hingga minimum 0,47m Halophila ovalis berada pada rentang kedalaman maksimum 2,53m hingga minimum 0,46m; Cymodocea rotundata berada pada rentang kedalaman maksimum 1,58m hingga minimum 0,20m; C. Serulata berada pada rentang kedalaman maksimum 2,53m hingga minimum 0,47m; Halodule uninervis berada pada rentang kedalaman maksimum 1,54m hingga minimum 0,30m; H. pinifolia berada pada rentang kedalaman maksimum 2,23m hingga minimum 0,48m dan Syringodium isoetifolium berada pada rentang kedalaman maksimum 1,65m hingga minimum 0,48m dengan dua model pola sebaran yaitu model sebaran yang meningkat seiring bertambahnya kedalaman dan yang menurun seiring dengan penambahan kedalam. Hasil prediksi pola sebaran lamun memperlihatkan perubahan model potensi pola sebaran komposisi jenis dari pola sebaran awal ke pola sebaran setelah kenaikan muka air laut 0,5m dan 1m.
Kata Kunci : lamun, kedalaman, prediksi model, zonasi, kenaikan muka air laut.
iii
PREDIKSI MODEL PERUBAHAN ZONASI SPESIES LAMUN BERDASARKAN VARIASI KEDALAMAN SEBAGAI ISU
KENAIKAN MUKA AIR LAUT DI PULAU BARRANG LOMPO KEPULAUAN SPERMONDE KOTA MAKASSAR
Oleh: MUSTONO
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
iv
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1993 di
Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Anak pertama dari
dua bersaudara dari pasangan Ayahanda PATA dan
ibunda SADARIA. Pada Tahun 2005 lulus dari SD Negeri
6 Bila, Tahun 2008 lulus dari SMP Negeri 2 Dua Pitue.
Tahun 2011 lulus dari SMA Negeri 1 Dua Pitue. Pada
tahun yang sama, melalui Seleksi SNMPTN, menjadi
mahasiswa pada Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan
Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Selama kuliah di Jurusan Ilmu Kelautan, penulis aktif sebagai asisten di
beberapa mata kuliah seperti Pemetaan Sumberdaya Hayati Laut, Akustik
Taufik Kurahman; Samsul Basri; Nur Isatul Mukminin; Anisah
Suryakarimah; Wulan Sari Usman,S.Kel; Andi Riandika; Fismat
Manruli; Abdul Waris; Abdillah Salihin Terima kasih atas bantuannya
selama penelitian.
8. Teman-teman Jurusan Ilmu Kelautan dan teman seperjuangan
KEDUBES.
9. Teman-teman Jurusan Ilmu Kelautan dan teman seperjuangan HMIK JIK-
UH, serta teman yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan namanya
satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan kalian semua maka tulisan ini
tidak akan pernah mencapai akhir yang baik, oleh karena itu sekali lagi penulis
ucapkan terima kasih setulus-tulusnya, tanpa kalian semua tidak akan ada
artinya.
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
D. Ruang lingkup .......................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
A. Kenaikan muka air laut. ............................................................................ 4
B. Kenaikan muka air laut global .................................................................. 5
C. Dampak kenaikan .................................................................................... 5
D. Pasang surut ............................................................................................ 6
E. Ekosistem Padang Lamun ..................................................................... 11
III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 19
A. Waktu Dan Tempat ................................................................................ 19
B. Alat Dan Bahan ...................................................................................... 19
C. Prosedur Kerja ....................................................................................... 20
D. Analisis Data .......................................................................................... 24
1. Pembuatan peta zonasi awal ................................................................. 24
E. Bagan alur penelitian.............................................................................. 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 28
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 28
B. Kondisi Pasang Surut dan Batimetri Lokasi Penelitian ........................... 28
C. Peta kontur batimetri .............................................................................. 30
D. Peta sebaran lamun ............................................................................... 32
E. Frekuensi kemunculan berdasarkan kedalaman ................................... 37
F. Pola Sebaran lamun ............................................................................... 40
G. Peta model perubahan zonasi sebaran spesies lamun sebelum dan setelah kenaikan muka air laut +0,5 meter dan +1 meter ....................... 41
H. Peta overlay model perubahan zona spesies lamun sebelum dan setelah kenaikan muka air laut +0,5 dan +1 meter ................................. 48
I. Hasil prediksi model potensi zonasi lamun setelah kenaikan muka air laut .................................................................................................... 51
J. Luasan model perubahan zona. ............................................................. 53
x
V. KESIMPULAN ....................................................................................... 54
A. Kesimpulan ............................................................................................ 54
B. Saran ..................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56
1. Karakteristik pasang surut di lokasi penelitian. ............................................... 30 2. Potongan profil sacara vertikal ....................................................................... 32 3. Distribusi lamun bedasarkan jumlah plot pada setiap rentang kedalaman ..... 36 4. Kedalaman maksimum dan minimum ............................................................ 41 5. Luasan model perubahan zona spesies lamun .............................................. 53
xii
DAFTAR GAMBAR
No Hal
1. Enhalus acoroides. ...................................................................................... 13 2. Halophila ovalis. ........................................................................................... 14 3. Thalassia hempricii. ..................................................................................... 14 4. Cymodocea rotundata. ................................................................................ 15 5. Cymodocea serrulata. ................................................................................. 16 6. Halodule pinifolia. ......................................................................................... 16 7. Halodule uninervis. ...................................................................................... 17 8. Syringodium isoetifolium. ............................................................................. 18 9. Lokasi Penelitian .......................................................................................... 19 10. Konstanta Doodson 39 jam .......................................................................... 21 11. Lembar identifikasi jenis ............................................................................... 23 12. Bagan alur penelitian ................................................................................... 27 13. Pasang surut 39jam. .................................................................................... 29 14. Prediksi pasang surut Makassar .................................................................. 29 15. Peta kontur batimetri .................................................................................... 31 16. Potongan profil secara vertikal .................................................................... 31 17. Peta sebaran awal spesies lamun yang ditemukan. ..................................... 33 18. Peta sebaran awal spesies lamun yang ditemukan. ..................................... 34 19. Frekuensi kemunculan pada kedalaman 0 – 0,5 meter ................................ 37 20. Frekuensi kemunculan pada kedalaman 0,5 – 1 meter ................................ 38 21. Frekuensi kemunculan pada kedalaman 1 – 1,5 meter ................................ 38 22. Frekuensi kemunculan pada kedalaman 1,5 – 2 meter ................................ 39 23. Frekuensi kemunculan pada kedalaman 2 – 2,5 meter ................................ 40 24. Pola sebaran lamun ..................................................................................... 40 25. Peta perubahan zona sebaran lamun Enhalus acoroides sebelum dan
setelah kenaikan muka air laut ..................................................................... 42 26. Peta perubahan zona sebaran lamun Halophila ovalis sebelum dan
setelah kenaikan muka air laut ..................................................................... 43 27. Peta perubahan zona sebaran lamun Thalassia hemprichii sebelum dan
setelah kenaikan muka air laut ..................................................................... 44 28. Peta perubahan zona sebaran lamun Cymodocea rotundata sebelum dan
setelah kenaikan muka air laut ..................................................................... 44 29. Peta perubahan zona sebaran lamun Cymodocea serulata sebelum dan
setelah kenaikan muka air laut. .................................................................... 45 30. Peta perubahan zona sebaran lamun Halodule pinifolia sebelum dan
setelah kenaikan muka air laut ..................................................................... 46 31. Peta perubahan zona sebaran lamun Halodule uninervis sebelum dan
setelah kenaikan muka air laut ..................................................................... 46 32. Peta perubahan zona sebaran lamun Syringodium isoetifolium sebelum
dan setelah kenaikan muka air laut .............................................................. 47 33. Peta perubahan zonasi sebaran tumbuhan lamun sebelum dan setelah
kenaikan muka air laut ................................................................................. 48 34. Peta model zona sebaran spesies lamun setelah kenaikan muka air laut
+0,5 dan +1 meter ........................................................................................ 49 35. Peta model zona sebaran spesies lamun setelah kenaikan muka air laut
+0,5 dan +1 meter ........................................................................................ 50 36. Peta model perubahan zonasi lamun setelah kenaikan 0,5 meter. ............... 51 37. Peta model perubahan zonasi lamun setelah kenaikan 1 meter. ................. 52
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal
1. Data pengamatan pasang surut 39 jam pada tanggal 22-23 November 2015 58 2. Sebaran Titik Sampling Lamun ...................................................................... 59 3. Contoh Data Batimetri .................................................................................... 69 4. Foto pengambilan data .................................................................................. 74 5. Perkiraan pasut kota Makassar…………………. ……………………………..73
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pemanasan global atau global warming merupakan suatu isu lingkungan
hidup yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan iklim secara global.
Perubahan iklim global ini terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang
lama, antara puluhan hingga ratusan tahun. Walaupun terjadi secara perlahan,
perubahan iklim ini tetap akan berdampak pada kehidupan mahluk hidup.
Dampak yang terjadi dari isu pemanasan global antara lain: meningkatnya suhu
rata-rata bumi, mencairnya es di kutub, pergeseran musim dan kenaikan muka
air laut. Dampak tersebut akan memberikan pengaruh terhadap mahluk hidup,
khususnya di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Diprediksikan bahwa seiring dengan peningkatan suhu permukaan bumi
maka rata-rata permukaan air laut dari Tahun 1990 hingga Tahun 2100 akan
meningkat antara 9-88cm. Apabila suhu permukaan bumi terus meningkat hingga
separuh es Greenland dan Antartika meleleh maka akan terjadi kenaikan rata-
rata muka laut setinggi 6-7meter. Kenaikan permukaan ini dapat menyebabkan
bergesernya garis pantai, terendamnya daratan, dan pergeseran habitat mahluk
hidup (IPCC, 2007).
Lamun adalah tumbuhan air tingkat tinggi dan berbunga yang termasuk
ke dalam tumbuhan berbiji satu (monospesies cotyledonae) yang mempunyai
akar rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah dengan kemampuan adaptasi
untuk hidup pada lingkungan laut dan merupakan sumber utama produktivitas
primer yang penting bagi organisme laut di perairan dangkal (Nybakken, 1992).
Lamun dapat tumbuh di daerah pasang surut terbuka serta perairan pantai
berupa lumpur, pasir, kerikil dan patahan karang mati hingga kedalaman 4m
bahkan mencapai 90m (Dahuri, 2003)
2
Ekosistem lamun merupakan ekosistem yang dinamis sehingga
gangguan yang terjadi pada habitatnya akan menurunkan keseimbangan
ekologisnya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan fisik, seperti badai,
perubahan iklim dan pasang rendah yang membuka dan mengeringkan
ekosistem lamun sehingga dapat merubah struktur komunitas dan luasan wilayah
ekosistem lamun. Selain itu, gangguan pada habitat dapat berupa gangguan
biologis yang disebabkan aktivitas hewan penggali lubang seperti udang,
kepiting, dan beberapa spesies ikan serta aktivitas hewan pemakan lamun
seperti bintang laut, bulu babi, dan duyung laut. Di sisi lain, kondisi substrat
dasar, kecerahan perairan, adanya pencemaran dan kedalaman perairan sangat
berperan dalam menentukan komposisi jenis (Nainggolan, 2011).
Beberapa faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan lamun salah
satunya adalah kedalaman. Menurut Kiswara (1997), pola sebaran lamun secara
vertikal, berdasarkan kedalaman, dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori,
yaitu (1) Spesies lamun yang tumbuh di perairan dangkal atau selalu terpapar
langsung cahaya matahari saat air surut mencapai kedalaman kurang dari 1m
seperti saat surut terendah, contohnya: Halodule pinifolia, Halodule uninervis,
Serulata (CS), Halodule uninervis (HU), H. pinifolia (HP), dan Syringodium isoetifolium (SI),.
Gambar 37. Peta model perubahan zonasi lamun setelah kenaikan 1 meter.
53
Gambar 36 dan Gambar 37 di atas menggabarkan zona kemungkinan
setia spesies lamun bisa ditemukan. Dimana Gambar 36 prediksi kenaikan 0,5
meter dan Gambar 37 prediksi kanaikan 1 meter. Dua gambar di atas
memperlihatkan di zona potensi perpaduan antara spesies lamun.
J. Luasan model perubahan zona.
Luasan model perubahan zona spesies lamun dari isu kanaikan muka air
laut dapat kita lihat pada Tabel. 5
Tabel 5. Luasan model perubahan zona spesies lamun
No Nama spesies Luasan sebaran
awal (m2)
Luasan sebaran dengan variasi kedalaman (m2)
0,5 (m) 1 (m)
1 Enhalus acoroides 1328,24 3835,2 3390
2 Halophila ovalis 548,57 3832,3 3384
3 Thalassia hemprichii 1410,23 3825,7 3384
4 Cymodocea rotundata 1286,2 2128 658
5 C. Serulata 434,59 3825,7 3384
6 Halodule pinifolia 506,43 2033,8 595
7 H. uninervis 185,64 3501,8 2769
8 Syringodium isoetifolium 374,13 2287,4 958
Tabel 5 memperlihatkan tentang bagaimana perubahan luasan zona
potensi tumbuh setiap spesies lamun akibat perubahan kedalaman dari isu
kenaikan muka air laut. Dari tabel tersebut terlihat bagaimana pengaruh
perubahan kedalaman terhadap zona kemungkinan bisa tumbuh setiap spesies
lamun. Semakin tinggi kenaikan muka air maka zona kemungkinan tumbuh
lamun semakin berkurang. Berkurangnya area kemungkinan tumbuhnya lamun
tergantung pada kelandaian pantai yang akan terendam ketika terjadi kenaikan
muka air laut.
54
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari pembahasan hasil penelitian maka dapat disimpulkan:
1. Delapan spesies lamun ditemukan di pulau Barranglompo memiliki
rentang kedalaman dan pola sebaran berbeda antara spesies dimana
spesies Enhalus acoroides berada pada rentang kedalaman
maksimum -2,53 hingga minimum -0,51; Thalassia hemprichii berada
pada rentang kedalaman maksimum -2,53 hingga minimum -0,47
Halophila ovalis berada pada rentang kedalaman maksimum -2,53
hingga minimum -0,46; Cymodocea rotundata berada pada rentang
kedalaman maksimum -1,58 hingga minimum -0,20; C. Serulata
berada pada rentang kedalaman maksimum -2,53 hingga minimum -
0,47; Halodule uninervis berada pada rentang kedalaman maksimum
-1,54 hingga minimum -0,30; H. pinifolia berada pada rentang
kedalaman maksimum -2,23 hingga minimum -0,48 dan Syringodium
isoetifolium berada pada rentang kedalaman maksimum -1,65 hingga
minimum -0,48 dengan dua model pola sebaran berupa meningkat
seiring bertambahnya kedalaman dan menurun seiring dengan
penambahan kedalam.
2. Hasil perediksi didapatkan zonasi lamun akan mengalami perubahan
model potensi zona kemungkinan tumbuh jika terjadi perubahan
kedalaman akibat kenaikan muka air laut berupa pola sebaran,
komposis jenis dan pergeseran zona.
55
B. Saran
1. Dalam penelitian model sebaran sepeti penelitian ini disarankan
mengunakan Metode sampling acak dengan titk yang lebih rapat agar
menggambarkan area yang lebih detail
2. Kelemahan dari penelitian ini dikarenakan kurangnya parameter
lingkungan yang berpengaruh terhadap spesies lamun yang menjadi
dasar untuk memodelkan secara detail maka dari itu disarankan untuk
model lebih lanjut lebih memperhatikan semua parameter lingkungan
yang akan ikut berubah akibat pemanasan global.
56
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. DK Miharja Dan S Hadi, 1994. Pasang Surut Laut.Institut Teknologi Bandung. Bandung
Azkab M.H. 2006. Ada Apa Dengan Lamun. Majalah Semi Polpuler Oseana 31(3): 45-55.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, Dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Edisi Revisi. Pradnya Paramitha : Jakarta.
Hutabarat, S. Dan Stewart M. E, 1986. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
IPCC. (Intergovenrmental Panel On Climate Change. Climate Change 2001. The Scientific Basis. Contribution Of Working Group I To The Third Assessment Report Of The Intergovernmental Panel On Climate Change [Houghton, J.T., Y. Ding, D.J. Griggs, M. Noguer, P.J. Van Der Linden, X. Dai, K. Maskell, And C.A. Johnson (Editors)],. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom And New York, NY, USA, 881 Pp.
IPCC (Intergovenrmental Panel On Climate Change), Climate Change 2007. The Physical Science Basis. Summary For Policy Makers, Contribution Of Working Group I To The Fourth Assessment Report Of The Intergovenrmentalpanel On Climate Change..Http://Www.Ipcc.Ch/ , 2007.
Kiswara W. 1997. Struktur Komunitas Padang Lamun Perairan Indonesia. Inventarisasi Dan Evaluasi Potensi Laut-Pesisir, Geologi, Kimia, Biologi, Dan Ekologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Kiswara W. 2004. Kondisi Padang Lamun (Seagrass) Di Perairan Teluk Banten 1998-2001. Lembaga Penelitaian Oseanogerafik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Kuang, C.C. 2006. Sos Volunters Handbook. Edition. Available Online At: Www.Seagrasswatch.Org.
Kuriandewa. T. E.2009. Tinjauan Tentang Lamun Di Indonesia. Lokakarya Nasional 1 Pengelolaan Ekosistem Lamun. Sheraton Media. Jakarta.
Mappa, H Dan Kaharuddin. 1991. Geologi Laut. Bidang Penerbitan Tektonika Himpunan Mahasiswa Geologi. Fakultas Teknik UNHAS : Makassar.
McKenzie. L dan Rudi. y. 2013. Seagrass watch proceeding of a workshop for monitoring seagrass habitats in singapure.
Nainggolan, P., 2011. Distribusi Spasial Dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di Teluk Bakau, Kepulauan Riau. Skripsi, IPB. Bogor.
Nontji, Anugerah. 1993. Laut Nusantara. Djambatan : Jakarta.
Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Sebagai Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta.
Ongkosongo. O. S.R Dan Suyarso.1989. Pasang Surut. LIPI. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi. Jakarta.
57
Pugh, D.T.,1987. Tides Surges And Mean Sea Level. John Wiley And Sons. New York
Putuhena. J.D 2011. Perubahan Iklim Dan Resiko Bencana Pada Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Fakultas Kehutanan. Universitas Patimura.
Rani. C, Muhammad. E, Dedi. S, Ridwan. E, dan suharsono. 2002. Waktu bereproduksi karang acropora nobilis kaitanya dengan fase bulan dan kondisi pasang surut. LIPI. Pusat penelitian oseanologi. Jakarta.
Sambara, Z.R. 2014 Laju Penjalaran Rhizoma Lamun Yang Ditransplantasi Secara Multispesies Di Pulau Barrang Lompo (skripsi). Universitas Hasanuddin. Makassar
Setiyono, H. S, Sukmaningru, D. Haryo Dan Tri W.W. 1994. Laporan Penelitian Isu Kanaikan Muka Air Laut Global Pada Pesisir Pulau Jawa. Studi Kasus Di Tiga Kota Besar (Jakarta, Semarang Dan Surabaya). Pusat Studi Lingkungan Hiduplembaga Penlitian UNDIP. Semarang
Supriadi. Kaswadji, R.F. Begen, D.G. Hutomo, M. 2012 Produktifitas Komunitas Lamun Di Pulau Barranglompo Makassar. Jurnal Akuatika Vol. III No. 2
Supriyadi, I. H. 2008. Pemetaan Kondisi Lamun Dan Bahaya Ancamannya Denganmenggunakan Citra Satelit Alos Di Pesisir Selatan, Bitung-Manado, Sulawesi Utara. Oseanologi Dan Limnologi Di Indonesia. 34(3):445-459.
Soegiarto A. 1991.Peranan Perairan Air Laut Indonesia pada Isu Perubahan Iklim Global dengan Tekanan Pembahasan pada Kenaikan Paras Laut dan Pengembangan Wilayah Pesisir. Pidato Penerimaan Jabatan Guru Besar Luar Biasa Ilmu Oseanografi pada Institut Pertanian Bogor, 12 Oktober 1991. Bogor: IPB.
Takle. E s. 1997. Sea level rise. http://www.iitap.iasate.edu/gcp/sealevel. Akses 1 november 2015.
Triatmodjo, 1999. Teknik Pantai. Beta Offset : Yogyakarta.
Waycott, M., Mcmahon K, J. Mellors, A. Calladine, And D. Kleine. 2004. A Guide To Tropical Seagrasses Of The Indo-West Pacific. James Cook University, Townsville-Queensland-Australia
Wirasatriya. A. 2005. Kajian Kenaikan Muka Air Laut Sebagai Landasan Penanggulangan Rob Di Pesisir Kota Semarang. [Tesis]. Pasca Serjana Universitas Diponegoro Semarang. Semarang. Hal 13-14