Top Banner
0 PRE PLANNING SUPERVISI TERAPI SEFT UNTUK WARGA PRA LANSIA/ LANSIA/ PENDERITA HIPERTENSI DI RW XI KELURAHAN PUDAK PAYUNG SEMARANG Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Praktik Komunitas Pembimbing: Ns. Nurullya Rachma, M.Kep., Sp.Kom Disusun Oleh : PADRI SETIAWAN 22020114210XI3
21

Pre Planning Terapi Seft

Nov 14, 2015

Download

Documents

Padri Setiawan

terapi seft
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

0PRE PLANNING SUPERVISI

TERAPI SEFT UNTUK WARGA PRA LANSIA/ LANSIA/ PENDERITA HIPERTENSI DI RW XI KELURAHAN PUDAK PAYUNG SEMARANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Praktik Komunitas

Pembimbing: Ns. Nurullya Rachma, M.Kep., Sp.KomDisusun Oleh :PADRI SETIAWAN22020114210XI3PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015PREPLANING SUPERVISIINTERVENSI KEPERAWATAN TERAPI SEFT UNTUK WARGA PRA LANSIA/ LANSIA/ PENDERITA HIPERTENSI DI RW 5 KELURAHAN PUDAK PAYUNG SEMARANG

1. Latar Belakang MasalahPerubahan gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular tersebut meliputi penyakit degeneratif dan man made disease (penyakit akibat ulah manusia). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020 penyakit tidak menular akan menyebabkan 73% mortalitas dan 60% morbiditas di dunia. Negara yang paling merasakan dampaknya diperkirakan adalah Negara berkembang termasuk Indonesia. (Rahajeng & Tuminah, 2009).

Penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah serius saat ini adalah hipertensi. Hipertensi merupakan kondisi tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi di kalangan lansia didefiniskan dengan keadaan tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi disebut sebagai the silent killer atau pembunuh diam-diam karena orang dengan hipertensi tidak menampakkan gejala dan tidak sadar dengan kondisi yang dialami. (Smeltzer, 2004).Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang sering ditemulkan dimasyarakat dan biasanya ditemukan pada lanjut usia (lansia) (Taufan, 2011). Hipertensi merupakan penyebab kematian 6% diseluruh dunia dan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkolosis, yakni mencapai 6,7 % dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi memiliki gejala yang beragam sesuai dengan penyakit penyertanya misalnya pada gangguan fungsi sistem saraf pusat penderita biasanya merasakan pusing dan nyeri kepala. Hipertensi juga dikenal sebagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol sehingga penanganan dengan menghilangkan faktor risiko lebih diutamakan (Arif,2008).

Hiertensi sering tidak menampakkan gejala. Sekali individu terkena hipertensi maka tekanan darah individu tersebut harus selalu dipantau dengan interval yang teratur karena hipertensi merupakan kondisi penyakit seumur hidup. Hal ini menjadi pemicu bagi seseorang dengan hipertensi merasa tertekan secara emosional. Tekanan emosional tersebut muncul karena memikirkan kemungkinan sembuh dari penyakit hipertensi relative kecil, ancaman kematian bisa dating sewaktu-waktu, aturan diet atau terapi pengobatan yang ketat, dan komplikasi dari penyakit hipertensi yang bisa muncul di kemudian hari. Hal-hal tersebut menjadi sumber-sumber stress. Kondisi emosional yang tidak stabil dan stress ini akan memperparah penyakit hipertensi yang sedang didertia. Tekanan emosional yang tidak ditangani dengan baik akan menghambat aliran energy di dalam tubuhsehingga tubuh menjadi lemah dan mudah terkena penyakit. Pikiran-pikiran negatif yang muncul pada individu perlu dinetrlaisir dengan suatu kalimat doa dan penumbuhaan sikap positif dengan keyakinan bahwa setiap permasalahan pada pikiran, jiwa, dan rasa sakit yang dialami, individu tersebut ikhlas menerima dan mempasrahkan kesembuhannya pada Allah SWT. (Zainuddin, 2009; Saputra, 2012)

Perawat memiliki peran dalam menjaga kestabilan emosi pasien hipertensi dengan pemberian asuhan keperawatan secara mandiri berupa terapi komplementer yang bersifat nonfarmakologis. (Smeltzer, 2004). Terapi komplementer yang digunakan untuk menjaga kestabilan emosi pasien hipertensi adalah berupa terapi SEFT. Beban emosional (pikiran negatif) yang dialami individu menjadi penyebab utama dari penyakit fisik dan penyakit nonfisik yang dialami menjadi suatu dasar pengembangan terapi SEFT.

Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) termasuk dalam kategori teknik relaksasi dan salah satu bentuk mind-body therapy dari terapi komplementer dalam keperawatan. SEFT merupakan penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan metode pengetukan (tapping) pada beberapa titik tubuh tertentu. Terapi SEFT memiliki prinsip yang sama dengan akupuntur dan akupresur. Perbedaan SEFT dengan akupuntur dan akupresur adalah SEFT memiliki unsur spiritual, penggunaan lebih mudah, aman, cepat, dan sederhana karena menggunakan ketukan (tapping) ringan. (Zainuddin, 2009; Thayib, 2010; Saputra, 2012). Bentuk spiritual dalam SEFT adalah doa yang telah disepakati dan dipahami oleh klien pada saat akan dimulai hingga selesai terapi. Terapi SEFT bersifat universal sehingga bisa digunakan semua kalangan tanpa membeda-bedakan latar belakang keyakinan klien. (Zainuddin, 2009).Hasil penenlitian terkait pengaruh pemberian SEFT terhadap kondisi emosiaonal dan fisik beberapa diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Derison, MB., et.all kepada pasien sindrom koroner akut (SKA) Non Percutaneous Coronary Intervention (PCI) menunjukkan menunjukkan bahwa intervensi SEFT membantu menurunkan depresi, kecemasan, dan stress pada pasien SKA. Hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Psikolgi tentang pengaruh terapi SEFT terhadap penurunan tingkat stres kepada lansia penderita hipertensi didapatkan bahwa terjadi penurunan tingkat stress sebesar 23,286 sehingga dinyatakan bahwa terapi SEFT efekttif untuk menurunkan tingkat stress pada lansia penderita hipertensi. (Saraswati, EY, 2011).

Penelitian terkait pengaruh pemberian terapi SEFT terhadap tekanan darah penderita hipertensi yang dilakukan oleh Hendri, FR pada bulan April 2014 didapatkan bahwa terdapat penurunan tekanan darah secara bermakna pada kelompok penderita hipertensi yang diberika terapi SEFT 1x 15 menit yaitu rata-rata tekanan darah sistol dari 158,93 menjadi 157,47 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastole dari 88,67 menjadi 88,00 mmHg setelah diberikan terapi SEFT. Ada pengaruh secara bermakna terapi SEFT terhadap tekanan darah penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Penelitian yang dilakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi pada tahun 2013 terdapat selisih rata-rata tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah intervensi SEFT sebesar 13,20 mmHg dan selisih rata-rata tekanan darah diastolic setelah intervensi SEFT sebesar 10,60 mmHg.Hasil screening kesehatan yang dilakukan oleh kelompok kami yang dilakukan di RW XI Kelurahan Pudak Payung didapatkan data bahwa 60 warga mengalami hipertensi dengan mayoritas usia 40-60 tahun. Warga yang terkenaa hipertensi derajat dua sebanyak 35% dan hipertensi derajat tiga sebanyak 17%. Data pengkajian tentang kondisi emosional penderita hipertensi yang tidak stabil dan ditunjukkan melalui respon marah saat stress didapatkan hasil bahwa 58% dari 60 warga yang terkena hipertensi menyatakan jawaban iya saat diberi pertanyaan tersebut. Hasil pengkajian lain yang bisa menjadi suatu stressor adalah kondisi ekonomi warga yang tercatat sebagai penderita hipertensi menunjukkan bahwa sebanyak 73% dari 60 warga memiliki penghasilan Rp 1.423.500,00 dengan jumlah keluarga yang harus ditanggung berdasarkan tipe keluarga didapatkan bahwa 32% keluarga besar dan 10% multiple. Berdasarkan data tersebut diperoleh masalah keperawatan yaitu Perilaku kesehatan cenderung berisiko : Hipertensi pada warga RW V kelurahan Pudak payung Banyumanik Semarang (00188) berhubungan dengan kurang pemahaman, kurang dukungan sosial, pencapaian diri yang rendah, stress. Diagnosa keperawatan yang ditetapkan disesuaikan dengan masalah keperawatan dan penyebab yang didapat. Salah satu intervensi yang dapat diberikan yaitu dengan memberikan suatu teknik relaksasi berupa terapi SEFT yang dapat mengurangi salah satu penyebab terjadinya hipertensi yaitu stress dan menurunkan tekanan darah penderita yang terkena hipertensi. Terapi SEFT akan diberikan kepada penderita hipertensi di RW XI Kelurahan Pudak Payung sebagai bentuk intervensi dan kepada kader posyandu lansia sebagai media pelatihan dan pemberdayaan kader lansia di RW XI. Hal ini bertujuan agar Kader dapat mengetahui tentang terapi SEFT dan dapat diberikan ke warga RW XI terutama yang mengalami hipertensi untuk dilakukan secara rutin serta lebih memudahkan dalam proses intervensi selanjutnya bila dijumpai masyarakat yang berisiko hipertensi.2. Rencana Pelaksanaan

a. Sasaran

Warga pra lansia dan lansia di RW XI Kelurahan Pudak Payungb. Metode

Praktik bersamac. Media

PPT untuk menampilkan gambar gerakan. (leaflet SEFT sudah diberikan saat pertemuan pertama)d. Waktu Pelaksanaan

Hari/tanggal: Selasa, 09 Desember 2014

Waktu

: 09.00 WIB s/d 09.45 WIB

Tempat

: Posko (Balai RT 04 RW XI)e. Setting tempat

f. Tahap KegiatanNoAcaraUraianMetodeEstimasi waktu

Pemeriksaan Tekanan Darah Sebelum Terapi SEFT (Bagi Penderita hipertensi)10 menit

1Pembukaan a. Mengucapkan salam

b. Memperkenalkan diri

c. Menyampaikan tujuan

d. Melakukan kontrak waktuCeramah 5 menit

2.Inti acaraa. Penyampaian ulang tentang inti terapi SEFT terletak pada doa, keikhlasan, dan kepasrahan kepada Tuhan YME:

b. Praktik terapi SEFT bersamaPraktik langsung15 menit

3.Penutupa. Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan terapi SEFT

b. Melakukan kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya

c. Salam penutup5 menit

Pemeriksaan Tekanan Darah Setelah Terapi SEFT (Bagi Penderita Hipertensi)10 menit

3. Evaluasia. Evaluasi Struktur1) Pre planning telah dibuat dan dikonsulkan oleh dosen pembimbing2) Waktu pelaksanaan sosialisasi terapi SEFT telah disepakati dan ditetapkan 3) Tempat dan perlengkapan serta media acara telah dipersiapkan 4) Surat undangan telah dibuat dan disebarb. Evaluasi Proses1) Tekanan darah sebelum diberikan terapi SEFT dapat diukur

2) Warga antusias dan aktif mengikuti kelangsungan acara3) Media dan alat bantu dapat digunakan secara efektif4) Acara dapat berjalan sesuai rencana5) Anggota kelompok dapat menjalankan peran masing-masingc. Evaluasi Hasil

Evaluasi dilakukan dengan mengobservasi pra lansia/ lansia/ penderita hipertensi tentang pelaksanaan terapi SEFT dengan indikator keberhasilan

1) Kognitif

1) 75% warga dengan hipertensi dapat menjelaskan definisi terapi SEFT secara singkat dan jelas 2) 75% warga dengan hipertensi dapat menyebutkan minimal 3 manfaat terapi SEFT dengan benar 3) 75% warga dengan hipertensi dapat menyebutkan 3 tahapan dalam terapi SEFT dengan benar 2) Afektif

a) 75% pra lansia/ lansia/ penderita hipertensi mau mengikuti setiap proses/ tahapan terapi SEFT (set-up, tune-in, tapping)

b) 75% pra lansia/ lansia/ penderita hipertensi mau melakukan ulang tahapan secara mandiri ataupun dipandu

3) Psikomotor

a) 100% penderita hipertensi telah diukur tekanan darah sebelum terapi SEFT dimulai

b) 75% penderita hipertensi dapat melakukan 3 tahapan terapi SEFT (set-up, tune-in, dan tapping) secara urut.

c) 75% penderita hipertensi dapat mengulangi the set-up words (doa) dengan menggosokan sore spot di dada, menyatakan keikhlasan (tune-in) dan melakukan tappingd) 75% penderita hipertensi dapat melakukan terapi SEFT dengan menotok 18 titik-titik tubuh dengan benar.

e) 75% penderita hipertensi dapat melakukan the gamut procedure dalam terapi SEFT

f) 100% penderita hipertensi telah diukur tekanan darah sesudah terapi SEFT dilaksanakan4. Lampiran Media Intervensi Leaflet terapi SEFT yang sudah dibagikan saat pertemuan pertama (Terlampir)LEMBAR EVALUASI TERAPI SEFTNama Pra Lansia/ Lanisa/ Penderita Hipertensi: .

Umur

:

1. LEMBAR EVALUASI KOGNITIF KADER/ PENDERITA HIPERTENSI TENTANG TERAPI SEFTNoPROSEDURYa Tidak

1.Kader/ penderita hipertensi dapat menyebutkan definisi singkat terapi SEFT dengan benar:SEFT adalah terapi gabungan dari akupuntur atau akupresur yang menggunakan unsur spiritualitas (doa,keikhlasan kepasrahan)

2.Kader/ penderita hipertensi dapat menyebutkan minimal 3 manfaat (emosional dan fisik) terapi SEFT dengan benar

a. Mengatasi Masalah Fisik seperti:

1) Sakit Kepala2) Nyeri Punggung3) Maag, 4) Asma5) Sakit Jantung, 6) Kelebihan Berat Badan, 7) Alergi,dan sebagainya.b. Mengatasi Masalah Emosional seperti:

1) Takut (phobia)2) Trauma3) Depresi4) Cemas5) Kecanduan Rokok6) Stress7) Sulit Tidur, 8) Mudah Marah, atau Sedih,

3Kader/ penderita hipertensi dapat menyebutkan 3 tahapan dalam terapi SEFT dengan benara. The set-up (doa dan menggosokkan area nyeri di dada/ sore spot atau mengetuk karate chop)

b. The tune-in (penanaman keikhlasan dengan mengulang kalimat yang diajarkan)

c. Tapping (mengetuk 17 titik + 1 titik gamut spot diikuti dengan the gamut procedure)

2. LEMBAR EVALUASI AFEKTIF TERAPI SEFTNoPROSEDURYaTidak

1.Pra lansia/ lansia/ penderita hipertensi mau melakukan the set-up (doa dan menggosok sore spot)

2.Pra Lansia/ Lansia/ penderita hipertensi mau melakukan the tune-in (mengulang kalimat penanda keikhlasan)

3. Pra Lansia/ Lansia/ penderita hipertensi mau melakukan pengetukaan (tapping) pada 18 titik yang diajarkan

3. LEMBAR EVALUASI PSIKOMOTOR TERAPI SEFT

Tekanan darah sebelum: ..mmHg

NoPROSEDURYATIDAK

1Menjauhkan alat/ benda yang mengganggu konsentrasi

2Minum air putih (dianjurkan 1 gelas)

3Cari posisi nyaman, letakkan kedua telapak tangan di atas paha

4Tarik dan hembuskan nafas

5Bayangkan berkah Tuhan mulai mengalir masuk melalui ubun-ubun, masuk ke dada, mengalir dan keluar melalui jari-jari

6.Memfokuskan pikiran/ energi tubuh kearah keyakinan negatif (penyakit yang dialami: hipertensi)

7.Membaca doa sebanyak 3x dengan menggosok area nyeri di dada (sore spot):

Masalah Fisik:

Ya tuhan, meskipun saya merasa sakit pusing, tengkuk berat dan keluhan lain karena darah tinggi, saya ikhlas menerimanya, saya pasrah kepada-mu sepenuhnya atas kesembuhan darah tinggi saya. ESEMBUHAN DARAH TINGGI SAYA.

8.Merasakan rasa sakit yang kita alami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit

9.Memulai tune in:

Ya tuhan, saya ikhlas, saya pasrahkan kesembuhan saya (masalah fisik)

10.Melakukan pengetukan di 18 titik tubuh (bagian kanan)

11.Melakukan the gamut procedure (Menutup mata, Membuka mata, Mata digerakkan kuat ke kanan bawah, Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah, Memutar bola mata searah jarum jam, Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam, Bergumam dengan berirama selama 3 detik, Menghitung 1,2,3,4,5 kemudian akhiri dengan gumaman yang sama selama 3 detik.

12.Mengulangi tapping di 17 titik (hingga karate chop) (bagian kiri)

13.Ambil nafas dan buang nafas

14.Bayangkan semua penyakit keluar bersamaan dengan nafas yang dibuang

15.Bersyukur (Alhamdulillah/ Puji Tuhan)

16.Minum air putih (dianjurkan 1 gelas)

Tekanan Darah sesudah: ..mmHgDAFTAR PUSTAKA

Derison, MB., et.all. Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) terhadap tingkat Gejala Depesi, Kecemasan, dan Stress pada Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) Non Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Bandung: Universitas PadjajaranDewi, M. 2012. Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedon Technique (SEFT) Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi Tahun 2012. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Medikal Bedah

Hendri, FR. 2014. Pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Semarang: Program Studi Keperaawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

Rahajeng, E & Tuminah, S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, 580-587

Saputra, A. (2012). Buku Terapi Emotional Freedom Technique. Yogyakarta: NQ Publishing

Smeltzer, S.C. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Ed.8. Vol.2. Jakarta: EGC

Thayib, S. (2010). Preview Spiritual Emotional Freedom Technique. Surabaya: LoGOS Institute

Zainuddin, A.F . (2009). Spiritual Emotion Freedom Technique. Jakarta: Afzan Publishing

Keterangan :

Mahasiswa

Pra Lansia dan Lansia

Fasilitator

Mengorganisir daftar hadir dan tekanan darah

D

A

C

B

C

B