11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Hipertensi 2.1.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah sebuah kondisi medis saat seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal. Akibatnya, volume darah meningkat dan saluran darah menyempit. Oleh karena itu, jantung harus memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi ke setiap sel di dalam tubuh (Puspitorini, 2008). Hipertensi merupakan faktor utama penyebab kematian karena stroke dan faktor yang memperberat infark miokard (serangan jantung). Kondisi tersebut merupakan gangguan yang paling umum pada tekanan darah. Hipertensi merupakan gangguan asimptomatik yang sering terjadi dengan peningkatan tekanan darah secara persisten. Diagnosa hipertensi pada orang dewasa dibuat saat bacaan diastoliknya di atas 90 mmHg dan bila
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah sebuah
kondisi medis saat seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah di atas normal. Akibatnya, volume darah meningkat dan
saluran darah menyempit. Oleh karena itu, jantung harus
memompa lebih keras untuk menyuplai oksigen dan nutrisi ke
setiap sel di dalam tubuh (Puspitorini, 2008).
Hipertensi merupakan faktor utama penyebab kematian
karena stroke dan faktor yang memperberat infark miokard
(serangan jantung). Kondisi tersebut merupakan gangguan yang
paling umum pada tekanan darah. Hipertensi merupakan
gangguan asimptomatik yang sering terjadi dengan peningkatan
tekanan darah secara persisten. Diagnosa hipertensi pada orang
dewasa dibuat saat bacaan diastoliknya di atas 90 mmHg dan
bila tekanan darah multiple sistoliknya di atas 140 mmHg
(Potter, 2005).
Tekanan darah adalah kekuatan darah dalam menekan
dinding pembuluh darah. Setiap kali berdetak (sekitar 60-70 kali
per menit dalam keadaan istirahat), jantung akan memompa
darah kita melewati pembuluh darah (Puspitorini, 2008).
12
Tekanan darah sistolik adalah tekanan dalam arteri yang terjadi
saat dipompanya darah dari jantung ke seluruh tubuh. Tekanan
darah diastolik adalah tekanan dalam arteri saat jantung
beristirahat (Marliani&Tantan, 2007). Tekanan darah sistolik
pada orang dewasa yang sehat adalah antara 90 dan 120
mmHg. Tekanan darah diastolik pada orang dewasa yang sehat
adalah 60 dan 80 mmHg (Muhammadun, 2010).
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National
Committee On Prevention, Detection, Evaluation, And The
Treatment Of High Blood Pressure), yang dikajioleh 33 ahli
hipertensi nasional Amerika Serikat. Data terbaru menunjukan
jika nilai tekanan darah yang sebelumnya dipertimbangkan
normal ternyata dapat menyebabkan peningkatan resiko
komplikasi kardiovaskuler. Sehingga mendorong pembuatan
klasifikasi baru pada JNC 7, yaitu terdapat pra hipertensi
dimana tekanan darah sistolik pada kisaran 120 – 139 mmHg
dan tekanan darah diastolik pada kisaran 80 – 89 mmHg.
Hipertensi level 2 dan 3 disatukan menjadi level 2. Tujuan dari
klasifikasi JNC 7 adalah untuk mengidentifikasi individu –
individu yang dengan penanganan awal berupa perubahan gaya
hidup, dapat membantu menurunkan tekanan darahnya ke level
hipertensi yang sesuai dengan usia (Puspitorini, 2008).
13
Table 2.1 : Klasifikasi Hipertensi Menurut Joint National Committee
Jika angka sistolik (atas) dan diastolik (bawah) berada
dalam rentang salah satu dari kategori di atas normal, maka
secara keseluruhan termasuk dalam kategori hipertensi.
NM Kaplan (Bapak Ilmu Penyakit Dalam) memberikan batasan
dengan membedakan usia dan jenis kelamin sebagai berikut
(Puspitorini, 2008) :
“ Priausia < 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring ≥130/90 mmHg, pria usia >45 tahun, dikatakan hipertensi jika tekanan darahnya >145/95 mmHg, wanita dikatakan hipertensi jika mempunyai tekanan darah ≥160/95 mmHg”.
2.1.3 Penyebab Hipertensi
2.1.3.1 Hipertensi Primer
14
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang
tidak atau belum diketahui penyebabnya (terdapat kurang dari
90% kasus dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer
kemungkinan memiliki banyak penyebab. Perubahan pada
jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama – sama
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hipertensi primer
adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi
sebagai akibat dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan.
Seseorang yang pola makannya tidak terkontol dan
mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas,
merupakan pencetus awal timbulnya penyakit tekanan darah
tinggi. Hal tersebut juga terjadi pada seseorang yang berada
dalam lingkungan atau kondisi stres tinggi sangat mungkin
terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang – orang
yang kurang olahragapun bisa mengalami tekanan drah tinggi
(Muhammadun, 2010).
2.1.3.2 Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan
akibat dari adanya penyakit lain. Jika penyababnya diketahui
maka disebut dengan hipertensi sekunder. Timbulnya penyakit
hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi,
dan kebiasaan seseorang. Hipertensi sekunder adalah suatu
kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah tinggi
sebagai akibat seseorang mengalami atau menderita penyakit
15
lainnya seperti gagal ginjal, gagal jantung, atau kerusakan
sistem hormon tubuh. Sedangkan pada ibu hamil tekanan darah
secara umum meningkat pada saat kehamilan berusia 20
minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di atas
normal (Muhammadun, 2010).
2.1.4 Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I
– cinverting enzyme (ACE).ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diperoduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. oleh ACE yang terdapat di paru – paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikan tekanan
darah malalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang di
sekresikan keluar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolitasnya. Untuk mengencerkannya, volume
cairan ekstraseluler akan di tingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya volume darah
16
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan
darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang
memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume
cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Muhammadun,
2010).
2.1.5 Gejala Hipertensi
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan
timbulnya gejala apapun. Masa laten ini menyelubungi
perkembangan hipertensi sampai terjadi kerusakan organ yang
spesifik. Walaupun menunjukan gejala, gejala tersebut biasanya
ringan dan tidak spesifik. Meskipun jika kebetulan beberapa
gejala muncul bersamaan dan diyakini berhubungan dengan
hipertensi, gejala – gejala tersebut sering kali tidak ada
hubungannya dengan hipertensi. Akan tetapi jika hipertensinya
berat dan tidak diobati dapat timbul gejala, seperti sakit kepala,
kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, mata berkunang
– kunang, mudah marah, susah tidur, dll. Kadang penderita
hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
“koma” karenan pembengkakan otak. Keadaan yang disebut
17
ensefalopati hipertensi ini memerlikan penanganan medis
secepat mungkin (Muhammadun, 2010).
2.1.6 Faktor Resiko Hipertensi
Faktor resiko dari suatu penyakit bukanlah penyebab
timbulnya penyakit tersebut, faktor resiko hanyalah pemicu dari
penyakit itu. Resiko hipertensi tergantung pada jumlah dan
keparahan dari faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan tidak
dapat dimodifikasi. Faktor–faktor yang tidak dapat dimodifikasi
antara lain faktor genetik, jenis kelamin, umur, dan etnis.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi diantaranya stres,
nutrisi, dan obesitas (Marliani&Tantan, 2007).
2.1.6.1 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1. Umur
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya
usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam
tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan
hormon. Satu dari lima pria berusia diantara 35-40 tahun
memiliki tekanan darah yang tinggi. Angka prevalensi tersebut
menjadi dua kali pada usia di antara 45-54 tahun. Sebagian dari
mereka yang berusia 55-64 tahun mengidap penyakit ini. Pada
usia 65-74 tahun prevalensinya menjadi lebih tinggi lagi sekitar
60% menderita hipertensi (Rohaendi, 2008).
2. Faktor Genetik
18
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu
menyebabkan keluarga tersebut mempunyai resiko menderita
hipertensi. Individu dengan orang tua hipertensi mempunyai
resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
individu yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat
hipertensi. Pada individu yang anggota keluarganya mempunyai
riwayat hipertensi haruslah berhati–hati walaupun belum ada
tes genetik secara konsisten. Karena dalam garis keluarga pasti
punya struktur genetik yang sama (Gray, Huon H, dkk, 2005).
3. Jenis Kelamin
Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi dari pada
wanita, namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden
pada wanita akan meningkat. Sehingga pada usia di atas 65
tahun, insiden pada wanita lebih tinggi (Rohaendi, 2008).
Perbandingan antara pria dan wanita ternyata wanita
lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri (Jawa
Tengah) di dapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11%
dari wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6%
pada pria dan 17,4% pada wanita. Di daerah perkotaan
Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita.
Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6% pada
pria dan 13,7% pada wanita (Rohaendi, 2008).
19
4. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam
dari pada orang berkulit putih. Belum diketahui secara pasti
penyebabnya, namun pada orang berkulit hitam ditemukan
kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap
vasopressin lebih besar (Gray, Huon H, dkk, 2005).
2.1.6.2 Faktor yang dapat dimodifikasi
1. Stres
Salah satu tugas saraf simpatis adalah merangsang
pengeluaran hormon adrenalin. Hormon ini dapat menyebabkan
jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan penyempitan
kapiler darah tepi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan darah. Hipertensi akan mudah muncul
pada orang yang sering mengalami stres dan mengalami
ketegangan pikiran yang berlarut – larut (Muhammadun, 2010).
2. Obesitas
Obesitas adalah ketidak seimbangan antara konsumsi
kalori dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk
lemak (jaringan sub kutan tirai usus, organ vital jantung, paru
dan hati) yang menyebabkan jaringan lemak aktif sehingga
beban jantung meningkat. Obesitas juga didefinisikan sebagai
kelebihan berat badan sebesar 20% atau lebih dari berat badan
ideal. Prevalensi obesitas menunjukan peningkatan sesuai
dengan penambahan usia pada umumnya berat badan laki – laki
20
mencapai puncaknya pada usia 36-65 tahun dan pada wanita
antara 55-65 tahun. Selanjutnya berat badan akan menurun baik
pada laki- laki maupun perempuan. Semakin besar massa tubuh,
semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen
dan nutrisi kepada jantung. Jadi volume darah yang diedarkan
melalui pembuluh darah meningkat mencapai kekuatan tahanan
pada dinding arteri. Pada penyelidikan dibuktikan bahwa curah
jantung dan volume darah sirkulasi penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang
setara. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal,
sedangkan aktivitas saraf simpatis meningkat dengan aktivitas
renin plasma yang rendah (Rohaendi,2008).
3. Nutrisi
Sodium adalah penyebab peting dari hipertesi esensial,
asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran
berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak langsung
akan meningkatkan tekanan darah. Konsumsi garam yang
dianjurkan setiap harinya tidak lebih dari 6 gram, setara satu
sendok teh (Muhammadun, 2010).
4. Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya
bagi tubuh, seperti tar, nikotin, dan gas karbon monoksida.
Merokok sangat besar peranannya meningkatkan tekanan
21
darah, hal ini disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam
rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh –
pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran
darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk
memompa darah keseluruh tubuh melalui pembuluh darah yang
sempit. Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun
secara perlahan disamping itu jika masih merokok obat yang
dikonsumsi tidak akan bekerja secara optimal dan dengan
berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat
(Muhammadun, 2010).
2.1.7 Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan Penatalaksanaan hipertensi pada penderita
hipertensi adalah untuk menurunkan hipertensi dan mencegah
terjadinya komplikasi hipertensi. Penatalaksanaan ini termasuk
farmakologis dan non–farmakologis menurut Saloma (2007).
Penatalaksanaan secara farmakologis adalah dengan
meminum obat-obatan anti hipertensi yang telah diberikan oleh