Nama: Anggun Octaviearly PrayitnoNIM: 121610101042
1. Prosedur Penegakan Diagnosa Dalam Bidang Konservasi GigiDalam
menegakkan diagnosa, ada dua pemeriksaan yang harus dilakukan oleh
operator, yaitu pemeriksaan Subyektif dan Pemeriksaan Obyektif.1.1.
Pemeriksaan SubyektifPemeriksaan Subyektif adalah pemeriksaan yang
mencakup tanya jawab antara pasien dengan operator, dimana hal ini
mencakup dari identitas pasien seperti nama pasien, pekerjaan
pasien, tempat tinggal pasien (alamat), atau nomor telepon yang
dapat dihubungi. Kemudian dulanjutkan dengan menanyakan keluhan
penderita dan juga gejala-gejala yang dirasakan pasien, seperti
rasa sakit yang timbul saat makan dingin atau panas, jenis sakit
yang dirasakan (tajam, linu, cekot-cekot, berulang), dan riwayat
munculnya penyakit (spontan atau dirangsang), keadaan umum
penderita (riwayat medis), dan alergi terhadap sesuatu.Dari
pemeriksaan Subyektif ini didapatkan data sebagai berikut:Nama:
FadhilahPekerjaan: SwastaAlamat: Jalan Al-Mubarok Nomor 62 Desa
Petung Kecamatan Bangsalsari Kabupaten JemberJenis Kelamin:
PerempuanUmur: 14 tahunKeluhan Utama : Pasien pernah merasakan
sakit pada gigi belakang kanan bawah. Gigi berlubang sekitar dua
tahun yang lalu. Mulai terasa sakit bila minum dingin saat enam
bulan yang lalu. Pasien pernah sakit gigi selama dua hari tanpa
tahu penyebabnya.Riwayat Medis: Pernah sakit TypusAlergi terhadap:
0 (Tidak ada)Sebelum diperiksa oleh operator, pasien ditanyakan
terlebih dahulu tentang gejala yang timbul atau apa yang dirasakan
pasien saat giginya sakit, dan bagaimana sakitnya, serta pertanyaan
lain yang nantinya akan dicocokkan dengan dilakukannya suatu
pemeriksaan.Sakit : Dingin: + Panas: 0 Manis: 0 Asam: 0 Tajam: 0
Linu: + Cekot-celot: 0 Berulang: 0 Kemeng: 0 Lamanya: 2 hari
Mengunyah: + Spontan: 0 Setempat: + Menjalar: 0
1.2. Pemeriksaan ObyektifSetelah selesai dilakukan pemeriksaan
Subyektif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan Obyektif, dan dapat
pula dilakukan pemeriksaan penunjang untuk dapat memastikan atau
membantu dalam penegakan diagnosa. Dalam pemeriksaan ini melihat
apakah ada keterkaitan antara pemeriksaan mengenai gejala subyektif
yang dirasakan pasien dengan hasil pemeriksaan yang nantinya
dilakukan oleh operator. Pemeriksaan ini antara lain meliputi
:1.2.1. Pemeriksaan EkstraoralPemeriksaan ekstraoral yaitu suatu
pemeriksaan yang terdiri dari pemeriksaan asimetri wajah, dan
pembengkakan kelanjar limfe (kelenjar submandibular dan submental).
Cara melakukan pemeriksaannya yaitu dengan melakukan perabaan
(palpasi) pada bagian leher pasien. Letak dari kelenjar limfe
tersebut antara lain sebagai berikut : Kelenjar limfa submental:
terletak di segitiga antara platisma dan m.omohioid, menerima
aliran dari dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar
mulut bagian depan, dan 1/3 bawah lidah. Kelenjar limfa
submandibula: terletak di sekitar kelenjar liur submandibula,
menerima aliran darikelenjar liur submandibula, bibir atas,
bagianlateralbibir bawah, rongga hidung, bagian anterior rongga
mulut, palatum mole, dan 2/3 bagian lidah.Apabila pada saat teraba
terdapat kelainan maka pada kartu status di tandai dengan "+",
namun bila tidak ada maka "0", "-" apabila tidak diperiksa.
Pembengkakan pada kelenjar getah bening, bisa dikarenakan beberapa
hal terkait kelenjar limfe ini merupakan suatu pertahanan apabila
terdapat sesuatu yang tidak sinkron. Karena kelenjar getah bening
merupakan kumpulan sel-sel yang terbungkus kapsul dimana sel
tersebut akan menghasilkan suatu pertahanan apabila terdapat
antigen asing. Sepertihalnya apabila terdapat infeksi yang terjadi
pada daerah terkait/terdekat dari kelenjar limfe tersebut, selain
ini bisa saja karena adanya sel kanker yang menyebar, maka biasanya
terjadi keabnormalan pada kelenjar limfenya, atau bisa saja karena
penyakit lain yang masih berhubungan dengan kelenjar limfe
tersebut.Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, menunjukkan
bahwa pada kelenjar limfe submandibula ataupun submental tidak
terjadi kelainan/pembengkakan, maka kemungkinan tidak ada
infeksi.1.2.2. Pemeriksaan intraoralPemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan secara visual, palpasi, perkusi, tekan, dan juga
pemeriksaan untuk dapat mengetahui vitalitas gigi.1.2.2.1.
Pemeriksaan VisualDari pemeriksaan visual ada beberapa hal yang
dapat diperhatikan, antaralain : Melihat apakah ada pembengkakan
intra oral atau tidak.Pembengkakan berarti kemungkinan pada daerah
tersebut terjadi inflamasi atau mungkin terdapat abses. Melihat
apakah ada fistula atau tidak.Apabila terdapat fistula maka pasti
terdapat abses pada daerah setempat, karena fistula merupakan jalan
keluarnya dari abses tersebut. Dari kasat mata dapat dilihat apakah
ada gigi yang mengalami karies.Dapat diperhatikan pula kariesnya
apakah hanya karies superfisial, karies media atau karies prifunda.
Melihat apakah ada fraktur mahkota atau tidak. Melihat apakah ada
perubahan warna gigi atau tidak.Perubahan warna gigi juga dapat
berkaitan dengan gigi tersebut masih hidup atau tidak, kemungkinan
abila sudah mati, maka terjadi perubahan warna mulai dari
keabu-abuan hingga kehitaman. Melihat apakah ada perbedaan warna
gingiva apabila dibandingkan dengan gingiva normal. Melihat apakah
ada debrisnya atau tidak.Namun untuk melihat adanya debris perlu
bantuan sonde lurus atau bengkok yang kemudian digoreskan ke daerah
mahkota gigi untuk dapat mengetahui di daerah tersebut terdapat
debris atau tidak, hal ini tentunya berkaitan dengan penilaian skor
debris. Melihat apakah ada kalkulusnya atau tidak.Apabila
kalkulusnya banyak berarti mengindikasikan bahwa penderita
mempunyai oral hygiene yang buruk. Namun ada skor/index tertentu
untuk mengukur kalkulusnya. Melihat apakah ada polip atau
tidak.Dari hasil pemeriksaan karies, apabila diketahui adanya
perforasi maka perlu diperiksa polip pulpa (massa jaringan lunak
dalam kavitas yang berasal dari jaringan pulpa) dan polip jaringan
ikat (massa jaringan lunak dalam kavitas yang berasal dari jaringan
ikat di bawah bifurkasi gigi). Kegoyangan gigi pula dapat kita
lihat secara visual dengan bantuan instrumen atau jari kemudian
mencoba menggerak-gerakkan gigi pada arah tertentu.Hasil
pemeriksaan visual yang dilakukan pada pasien tersebut menunjukkan
bahwa tidak ada pembengkakan intraoral, fistula tidak ada, gigi
karies ada yaitu karies profunda pada pada gigi 46 dan telah
mengalami perforasi, terjadi perubahan warna pada gigi 46, dan
terjadi kegoyangan derajat 2 (kegoyangan pada gigi tersebut apabila
digerakkan pada arah bukolingual atau mesiodistal), gingiva
mengalami hiperemi, dan polip tidak ada. Dari rongga mulut pasien
terlihat penuh dengan kalkulus yang menumpuk berwarna kekuningan
hingga kehijauan.
Gigi 46 yang mengalami karies seperti berikut ini :
Gambar diambil dari arah oklusal
Gambar diambul dari arah bukal1.2.2.2. Pemeriksaan PalpasiTes
palpasi dilakukan dengan meraba jari telunjuk sepanjang mukosa
fasial dan lingual di atas region apical gigi. Nyeri pada saat
palpasi bisa saja menunjukan adanya suatu abses pada tulang
alveolar stadium lanjut atau penyakit periapikal lainnya. Palpasi
juga dapat menunjukan pembengkakan yang tidak disertai nyeri.Hasil
pemeriksaan pada pasien menunjukkan tidak ada pembengkakan, ataupun
nyeri pada saat dilakukan perabaan (palpasi). Maka pada kartu
status dituliskan "0"1.2.2.3. Pemeriksaan PerkusiPemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui adanya keradangan pada jaringan
periondontal. Tes perkusi dilakukan dengan mengetuk pelan permukaan
oklusal atau incisal darigigi yang diduga mengalami karies dan gigi
di sebelahnya menggunakan ujung tangkai kaca mulut untuk mendeteksi
adanya nyeri.Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan pada pasien,
pada saat diperkusi pasien tidak mengalami kesakitan dan tidak
merasakan apapun. Maka pada kartu status dituliskan "0".1.2.2.4.
Pemeriksaan TekananPemeriksaan ini tujuannya sama dengan
pemeriksaan perkusi yaitu untuk dapat mengetahui adanya keradangan
pada jaringan periodontal. Namun bedanya dengan perkusi yaitu
tekanan yang diberikan. Apabila pada saat perkusi tekanan yang
diberikan hanya sekedar ketukan maka pada saat pemeriksaan tekanan
intensitas tekanan yang diberikan lebih besar. Apabila tekanan
diberikan pada daerah oklusal dan pasien merasakan sakit, maka
kemungkinan ada kelainan pada periapikal.Hasil pemeriksaan tekanan
pada pasien didapatkan pasien merasakan sakit pada saat ditekan.
Maka pada kartu status diberi tanda "+", untuk dapat memastikan
apakah ada keterkaitan pada jaringan periodontalnya maka nanti akan
dapat dibuktikan setelah diberlakukannya pemeriksaan penunjang
(radiografi).1.2.2.5. Pemeriksaan Vitalitas GigiPemeriksaan
vitalitas gigi dilakukan berurutan apabila gigi tersebut tidak
mengalami perforasi. Apabila pada gigi pasien belum terdapat
perforasi atau lubang pada pulpa, maka tes vitalitas yang dilakukan
antara lain: Tes termal Tes yang dilakukan untuk tes termal umumnya
adalah tes termal dingin, karena tes termal panas dapat merusak
jaringan pulpa. Tes termal dingin dilakukan dengan menempelkan
cotton pellet yang telah disemprot dengan ethil chloride pada
bagian servikal gigi (bila gigi utuh), pada dasar kavitas (bila
terdapat kavitas), atau pada puncak cusp (pada anak-anak). Bila
gigi yang dites terasa sakit, pada kartu status diberi tanda + yang
berarti gigi tersebut vital. Bila tidak terasa sakit, maka
dilanjutkan ke tes berikutnya. Tes kavitas Dengan melakukan
pengeburan pada dasar kavitas (cavity entrance) menggunakan round
bur. Bila terasa sakit, pada kartu status diberi tanda + yang
berarti gigi tersebut vital. Bila tidak terasa sakit, maka
dilanjutkan ke tes berikutnya. Tes jarum Miller Dengan memasukkan
jarum Miller melalui lubang pada pulpa sampai pada ujung apikal
gigi, sedalam panjang gigi rata-rata. Kemudian dilakukan foto
rontgen dengan jarum Miller tetap menancap pada gigi. Bila terasa
sakit, maka pada kartu status diberi tanda + yang berarti gigi
tersebut vital. Bila tidak, maka dapat disimpulkan bahwa gigi
tersebut sudah non-vital. Apabila pada gigi pasien sudah terdapat
perforasi, maka langsung dilakukan tes jarum Miller.Dari hasil
pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, mengingat pasien tersebut
pada gigi 46 telah mengalami perforasi pada akar gigi bagian distal
maka operator langsung melakukan tes menggunakan jarum miller,
ternyata setelah jarum miller dimasukkan hingga 22 mm baru terasa
sakit. Namun ini tidak menjadikan bukti bahwa masih ada kemungkinan
bahwa gigi tersebut masih vital. Maka pemeriksaan dilanjutkan
dengan pemeriksaan penunjang untuk dapat mengetahui seberapa dalam
jarum miller tersebut, apakah sudah mencapai apeks atau tidak. Dan
juga pada akar gigi mesial belum dilakukan tes kavitas, seharusnya
pada akar gigi mesial dilakukan tes kavitas karena pada daerah
tersebut pulpanya masih tertutup mahkota, maka tidak dapat
diketahui apakah pada akar gigi mesial masih vital atau
tidak.Berikut ini gambar gigi yang telah dilakukan pemeriksaan
vitalitas dengan menggunakan jarum miller :
1.2.3. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang merupakan
suatu pemeriksaan yang dipergunakan untuk dapat mendukung suatu
diagnosa atau membantu dalam menegakkan diagnosa. Pemeriksaan
penunjang sebenarnya bermacam-macam namun yang digunakan saat ini
adalah pemeriksaan radiografi, yang bertujuan untuk melihat keadaan
ruang pulpa, keadaan saluran akar, keadaan periapikal, keadaan
jaringan periodontal, dan mendukung tes jarum Miller. Selain itu
pemeriksaan radiografi juga dapat digunakan pada saat setelah
dilakukan pengisian bahan saluran akar, hal ini dimungkinkan untuk
mengetahui apakah bahan pengisi saluran akar telah benar dalam
pengaplikasiannya atau tidak.Dari pemeriksaan vitalitas gigi dengan
menggunakan jarum miller pada gigi 46 akar distal, telah didapatkan
hasil radiografi sebagai berikut :
Pada gambar tersebut terlihat jarum miller telah melebihi dari
apeks, oleh karena itu tadi pada pemeriksaan vitalitas gigi saat
dimasukkan jarum miller hingga 22 mm terasa sakit, hal ini bukan
karena terkena syaraf pulpa yang masih hidup, tapi dikarenakan
terkena jaringan dibawah apeks gigi.Pada pemeriksaan tekanan,
penderita merasakan sakit, hal ini diperkuat dengan adanya infeksi
pada jaringan periodontal dengan terbentuknya abses pada daerah
sekita akar gigi tersebut, terlihat adanya gambaran radiolusen yang
mengitari daerah akar gigi dari mesial , apek, hingga
distal.Terlihat pula lamina dura yang telah terputus, dan adanya
pelebaran periodontal space, juga di daerah bifurkasi terlihat pula
gambaran radiolusen namun tidak ada resopsi pada daerah bifurkasi.
Tulang alveolar sedikit mengalami penurunan secara horizontal. Dan
mengingat penderita pada saat di tes kegoyangan dan ternyata
terjadi kegoyangan derajat dua, maka kemungkinan kegoyangan ini
dikarenakan adanya abses yang mengitari gigi tersebut sehingga
perlekatan dari gigi tersebut yang seharusnya kuat malah menjadi
berkurang.2. DiagnosisDalam bidang Konservasi Gigi ada lima
diagnosis kelainan pulpa dan 4 diagnosis kelainan periapikal,
antaralain sebagai berikut :2.1. Diagnosis Kelainan Pulpa2.1.1.
Pulpitis ReversiblePulpitis reversible merupakan proses inflamasi
ringan yang apabila penyebabnya dihilangkan maka inflamasi
menghilang dan pulpa akan kembali normal. Faktor -faktor yang
menyebabkan pulpitis reversible, antara lain stimulus ringan atau
sebentar seperti karies insipient, erosi servikal, atau atrisi
oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontium
yang dalam dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin
terbuka.Gejala Pulpitis reversible bersifat asimtomatik dapat
disebabkan karena karies yang baru muncul dan akan kembali normal
bila karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik, apabila
ada gejala (bersifat simtomatik) biasanya berbentuk pola khusus.
Aplikasi stimulus dingin atau panas, dapat menyebabkan rasa sakit
yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera reda.
Stimulus panas dan dingin menimbulkan nyeri yang berbeda pada pulpa
normal. Ketika panas diaplikasikan pada gigi dengan pulpa yang
tidak terinflamasi, respon awal yang langsung terjadi (tertunda),
namun jika stimulus panas ditingkatkan maka intensitas nyeri akan
meningkat. Sebaliknya, jika stimulus dingin diberikan, pulpa normal
akan segera terasa nyeri dan menurun jika stimulus dingin
dipertahankan. Berdasarkan observasi hal ini, respon dari pulpa
sehat maupun terinflamasi tampaknya sebagian besar disebabkan oleh
perubahan dalam tekanan intrapulpa.
2.1.2. Pulpitis IrreversiblePulpitis irreversible merupakan
inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih walaupun penyebabnya
dihilangkan dan lambat atau cepat pulpa akan menjadi nekrosis.
Pulpa irreversible ini seringkali merupakan akibat atau
perkembangan dari pulpa reversible. Dapat pula disebabkan oleh
kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas
selama prosedur operatif,traumaatau pergerakan gigi dalam perawatan
ortodontic yang menyebabkan terganggunya aliran darah pulpa.Pada
awal pemeriksaanklinispulpitis irreversibel ditandai dengan gejala
suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh
hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin;
bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan
oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan
bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut
jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara
spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali
dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau
menyentak-nyentak, dan umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa
sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat
keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada
tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan
rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke
telinga bila bawah belakang yang terkena. Menentukan lokasi nyeri
pulpa lebih sulit dibandingkan nyeri pada periapikal/periradikuler
dan menjadi lebih sulit jika nyerinya semakin intens.Stimulus
eksternal, seperti dingin atau panas dapat menyebabkan nyeri
berkepanjangan.Nyeri pada pulpitis irreversible berbeda dengan
pulpa yang normal atau sehat. Sebagai contoh, aplikasi panas pada
inflamasi ini dapat menghasilkan respon yang cepat dan aplikasi
dingin, responnya tidak hilang dan berkepanjangan. Walaupun telah
diklaim bahwa gigi dengan pulpitis irreversible mempunyai ambang
rangsang yang rendah terhadap stimulasi elektrik, menurut Mumford
ambang rangsang persepsi nyeri pada pulpa yang terinflamasi dan
tidak terinflamasi adalah sama.
2.1.3. Pulputis Hiperplastis KronisPulpitis hiperplastik kronis
atau polip pulpa adalah suatu inflamasi pulpa produktif yang
disebabkan oleh suatu pembukaan karies luas pada pulpa muda.
Gangguan ini ditandai oleh perkembangan jaringan granulasi,
kadang-kadang tertutup oleh epitelium dan disebabkan karena iritasi
tingkat rendah yang berlangsung lama.Secara histopatalogis,
permukaan polip pulpa ditutup epitelium skuamus yang
bertingkat-tingkat. Polip pulpa gigi decidui lebih mungkin tertutup
oleh epitelium skuamus yang bertingkat-tingkat atau berstrata
daripada polip pulpa pada gigi permanen. Epitelium semacam itu
dapat berasal dari gingiva atau sel epitel mukosa atau lidah yang
baru saja mengalami deskuamasi. Jaringan di dalam kamar pulpa
sering berubah menjadi jaringan granulasi, yang menonjol dari pulpa
masuk ke dalam lesi karies. Jaringan granulasi adalah jaringan
penghubung vaskular, muda dan berisi neutrofil polimorfonuklear,
limfosit dan sel-sel plasma. Jaringan pulpa mengalami inflamasi
kronis. Serabut saraf dapat ditemukan pada lapisan
epitel.Terbukanya pulpa karena karies yang lambat dan progresif
merupakan penyebabnya. Untuk pengembangan pulpitis hiperplastik
diperlukan suatu kavitas besar yang terbuka, pulpa muda yang
resisten dan stimulus tingkat rendah yang kronis. Iritasi mekanis
yang disebabkan karena pengunyahan dan infeksi bakterial sering
mengadakan stimulus.Pulpitis hiperplastik kronis tidak mempunyai
gejala kecuali selama mastikasi apabila tekanan bolus makanan
menyebabkan rasa yang tidak menyenangkan.
2.1.4. Nekrosis Pulpa ParsialisNekrosis pulpa adalah kematian
pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis irreversibel yang tidak
dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai darah ke
pulpa. Nekrosis pulpa parsialis adalah kematian pulpa sebagian
dimana menunjukkan gejala seperti pulpitis irreversibel dengan
nyeri spontan.Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang
kaku sehingga tidak memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila
terjadi peningkatan jaringan dalam ruang pulpa menyebabkan
kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya terjadi nekrosis
likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis
irreversibel didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa
yang terbuka, proses nekrosis akan tertunda dan jaringan pulpa di
daerah akar tetap vital dalam jangka waktu yang lama. Jika terjadi
hal sebaliknya, mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat dan
total.
2.1.5. Nekrosis Pulpa TotalisNekrosis pulpa totalis merupakan
kematian pulpa secara keseluruhan. Pada nekrosis pulpa totalis
tidak menunjukkan gejala dan tidak ada respon terhadap tes termal
dan tes listrik.
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan subyektif dan obyeksif serta
pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis Suspect Nekrosis Pulpa
Totalis. Diagnosis ini didapatkan dari pertimbangan sebagai
berikut: Dari pemeriksaan Subyektif : Pasien mengutarakan
keluhannya bahwa dia mengalami karies sekitar 2 tahun yang lalu dan
sakit gigi yang teramat sangat pada 6 bulan yang lalu selama 2
hari. Maka kemungkinan pada saat itu gigi pasien tersebut telah
mengalami pulpitis irreversibel, karena tanpa adanya rangsangan
tapi gigi tersebut ternyata masih terasa sakit. Namun pada saat ini
pasien tersebut tidak pernah merasakan sakit apapun, kemungkinan
kedua gigi tersebut telah mengalami kematian pulpa, sehingga tidak
ada syaraf yang dapat menyalurkan respon dari luar. Dari
pemeriksaan obyektif : Setelah di tes jarum miller sedalam 22 mm
pada gigi 46 akar distal pasien merasakan sakit, ternyata setelah
dilihat melalui foto rontgen nampak ujung jarum miller telah
melebihi dari apeks gigi, berarti akar distal dari gigi tersebut
telah mati. Lalu bagaimana dengan akar mesial?Kembali merujuk pada
foto rontgen terlihat adanya abses yang mengitari/mengelilingi gigi
46 tersebut. Berarti kemungkinan akar mesial dari gigi 46 juga
telah mengalami kematian pulpa. Karena operator tidak melakukan tes
kavitas maka diagnosis hanya sebatas suspect nekrosis pulpa
totalis. Seandainya saat itu apabila dilakukan tes kavitas pada
akar mesial gigi 46 dan ternyata terasa sakit, maka diagnosisnya
yaitu nekrosis pulpa partialis.
2.2. Diagnosis Kelainan Periapikal2.2.1. Dental GranulomaDental
granuloma merupakan lesi yang berbentuk bulat dengan perkembangan
yang lambat yang berada dekat dengan apex dari akar gigi, biasanya
merupakan komplikasi dari pulpitis. Terdiri dari massa jaringan
inflamasi kronik yang berprolifersi diantara kapsul fibrous yang
merupakan ekstensi dari ligamen periodontal.Gambaran radiografi
yaitutampak gambaran radiolucent dengan batas tepi yang kadang
terlihat jelas pada periapikal. Umumnya berbentuk bulat. Gigi yang
bersangkutan akan menunjukkan hilangnya gambaran lamina dura.
Biasanya tidak disertai adanya resorbsi akar, namun ada juga yang
menunjukkan gambaran resorbsi akar.Dental Granuloma dapat
disebabkan oleh berbagai iritan pada pulpa yang berlanjut hingga ke
jaringan sekitar apeks maupun yang mengenai jaringan periapikal.
Iritan dapat disebabkan oleh organisme seperti: bakteri dan virus;
dan non-organisme seperti: iritan mekanis, thermal, dan
kimia.2.2.2. Kista PeriapikalKista adalah rongga patologis yang
berisi cairan bahan setengah cair atau gas biasanya berdinding
jaringan ikat dan berisi cairan kental atau semi likuid, dapat
berada dalam jaringan lunak ataupun keras seperti tulang. Rongga
kista di dalam rongga mulut selalu dibatasi oleh lapisan epitel dan
dibagian luarnya dilapisi oleh jaringan ikat dan pembuluh
darah.Kista radikuler disebut juga kista periapikal. Kista ini
merupakan jenis kista yang paling sering ditemukan. Kista radikuler
terbentuk oleh karena iritasi kronis gigi yang sudah tidak vital.
Kista ini tumbuh dari epitel rest of Malassez yang mengalami
proliferasi oleh karena respon terhadap proses radang yang terpicu
oleh karena infeksi bakteri pada pulpa yang nekrosisKista
periapikal adalah kista yang terbentuk pada ujung apeks (akar) gigi
yang jaringan pulpanya sudah nonvital/mati. Kista ini merupakan
lanjutan dari pulpitis (peradangan pulpa). Dapat terjadi di ujung
gigi manapun, dan dapat terjadi pada semua umur. Ukurannya berkisar
antara 0.5-2 cm, tapi bisa juga lebih. Bila kista mencapai ukuran
diameter yang besar, ia dapat menyebabkan wajah menjadi tidak
simetri karena adanya benjolan dan bahkan dapat menyebabkan
parestesi karena tertekannya syaraf oleh kista tersebut. Dalam
pemeriksaan rontgen kista radikuler akan terlihat gambaran
radiolusen berbatas jelas.Pola umum pertumbuhan suatu kista terjadi
karena adanya stimulasi (cytokinase) pada sisa-sisa sel epitel
pertumbuhan yang kemudian mengalami proliferasi dan di dalam
pertumbuhannya tidak menginvasi jaringan sekitarnya. Sisa epitel
tersebut kemudian akan berproliferasi membentuk massa padat.
Kemudian massa akan semakin membesar sehingga sel-sel epitel di
bagian tengah massa akan kehilangan aliran darah, sehingga aliran
nutrisi yang terjadi melalui proses difusi akan terputus. Kematian
sel-sel dibagian tengah massa kista tersebut akan menyebabkan
terbentuk suatu rongga berisi cairan yang bersifat hipertonis.
Keadaan hipertonis akan menyebabkan terjadinya proses transudasi
cairan dari ekstra lumen menuju ke dalam lumen. Akibatnya terjadi
tekanan hidrostatik yang berakibat semakin membesarnya massa kista.
Proses pembesaran massa kista dapat terus berlangsuung, kadang
sampai dapat terjadi parastesia ringan akibat ekspansi massa
menekan daerah saraf sampai timbulnya rasa sakit.Kista ini tidak
menimbulkan keluhan atau rasa sakit, kecuali kista yang terinfeksi.
Pada pemeriksaan radiografis, kista periapikal memperlihatkan
gambaran seperti dental granuloma yaitu lesi radiolusen berbatas
jelas di sekitar apeks gigi yang bersangkutan dantepinya seperti
lapisan tipis yang kompak seperti lamina dura.Hampir semua kista
radikuler berasal dari granuloma periapikal yang terjadi
sebelumnya.Kista ini juga disebabkan oleh berlanjutnya peradangan
yang awalnya terjadi pada pulpa, yang kemudian meluas hingga
jaringan periapikal di bawahnya.2.2.3. Abses Periapikal AkutAbses
periapikal akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal
gigi, yang disertai pembentukan eksudat. Abses periapikal akut
disebabkan masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi
yang terinfeksi.(ingel) Abses periapikal akut ditandai dengan nyeri
yang spontan, adanya pembentukan nanah, dan pembengkakan.
Pembengkakan biasanya terletak divestibulum bukal, lingual atau
palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses periapikial
akut juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti
meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses periapikal
akut akan mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi
akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan
respon.Secara histologi abses periapikal akut menunjukkan adanya
lesi destruktif dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN
yang rusak, debris, dan sel serta eksudat purulen. Gambaran
radiografis abses periapikal akut, terlihat penebalan pada ligamen
periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal2.2.4. Abses
Periapikal KronisAbses periapikal kronis merupakan keadaan yang
timbul akibat lesi yang berjalan lama yang kemudian mengadakan
drainase ke permukaan. Abses periapikal kronis disebabkan oleh
nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat juga
disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi. Abses adalah
kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini merupakan suatu
kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih,
organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang
dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses periapikal kronis
merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi
menyebar kebagian tubuh lainnya.Abses periapikal kronis berkembang
dan membesar tanpa gejala yang subjektif, hanya dapat dideteksi
dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula didaerah
sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses
apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang terbentuk
akibat drainasi abses. Abses periapikal kronis pada tes palpasi dan
perkusi tidak memberikan respon non-sensitif, Sedangakn tes
vitalitas tidak memberikan respon. Gambaran radiografis abses
apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga kerusakan
jaringan periradikuler dan interradikuler.Setelah melihat dari
hasil pemeriksaan radiografi, ternyata pasien juga mengalami
kenainan periapikal. Maka diagnosisnya pasien tersebut terdapat
Abses periapikal kronis.
3. Rencana Perawatan3.1. Pertimbangan Rencana PerawatanDalam
menentukan rencana perawatan ada beberapa hal yang dijadikan bahan
pertimbangan , antaralain sebagai berikut :3.1.1. Banyaknya
jaringan gigi yang tersisa.Dari pemeriksaan telah diketahui bahwa
pada gigi 46 setengah mahkotanya telah hilang dikarenakan karies,
kedalaman kariesnya pada kavitas saat dilakukan pemeriksaan
berkisar sekitar 8,5 mm. Kemungkinan gigi tersebut masih dapat
dipertahankan dengan perawatan saluran akar dan dilanjutkan dengan
restorasi.3.1.2. Fungsi gigi.Hal ini berkaitan dengan pemilihan
jenis restorasi yang nantinya diaplikasikan pada gigi tersebut
terkait apakah gigi yang akan dilakukan restorasi merupakan gigi
yang mempunyai beban oklusi atau tidak.Dari pemeriksaan diketahui
bahwa gigi 46 merupakan gigi yang penting dalam pengunyahan
makanan, dan gigi ini merupakan gigi yang dikenai beban oklusi,
oleh karena itu restorasi yang digunakan harus kuat dan tahan
lama.3.1.3. Posisi atau lokasiPosisi dari gigi tersebut penting
untuk dipertimbangkan, contohnya apabila gigi tersebut berada di
anterior maka pasti memerlukan estetika. Namun bila di posterior
kemungkinan tidak terlalu mementingkan estetika.Diketahui bahwa
gigi yang bersangkutan merupakan gigi pada posterior maka pemilihan
bahan bisa menggunakan alloy atau amalgam apabila tidak
memungkinkan di restorasi menggunakan porselen mengingat harganya
jauh lebih mahal.3.1.4. Morfologi atau anatomi saluran
akarMorfologi atau anatomi dari saluran akar pada gigi 46 telah
dapat dipertimbangkan setelah melihat dari pemeriksaan radiografi,
diketahui bahwa saluran akar lurus dan tidak bengkok, apabila
bengkok maka menjadi pertimbangan jika ingin direstorasi dengan
menggunakan mahkota pasak.3.1.5. Retensi dan resistensiRetensi dan
resistensi dari gigi tersebut patut dipertimbangankan, dimana pada
retensi maka sebagai operator harus dapat berpikir restorasi apa
yang sekiranya dapat diaplikasikan dan tidak mudah lepas dari gigi
tersebut (perlekatan yang baik dengan gigi tersebut).Resistensi
juga penting untuk dipikirkan , apakah gigi tersebut setelah
direstorasi dapat menahan beban kunyah atau tidak. Semakin lebar
istmus kavitas oklusoproksimal, resistensi gigi terhadap fraktur
semakin rendah. Bentuk resistensi sangat penting, karena bentuk
resistensi yang kurang menyebabkan restorasi atau gigi pecah.
Pertimbangan yang dipikirkan pada gigi 46 dimana mahkotanya telah
hilang setengah pada bagian distal, kemungkinan dapat dilakukan
restorasi pada gigi tersebut dengan sebelumnya dilakukan perawatan
saluran akar terlebih dahulu, kemudian dapat diberi pasak inti pada
saluran akar distal pada gigi tersebut. Apabila menginginkan
estetika, maka dapat dipilihkan bahan porselen fuse to metal,
mengingat ada dua kelebihan yaitu kekuatan (metal) dan estetika
(porselen)3.1.6. Keadaan jaringan periodontalSetelah dilakukan
pemeriksaan radiografi pada gigi 46, diketahui terdapat abses yang
belum meluas pada gigi tersebut, absesnya hanya sekitar gigi
tersebut. Walaupun begitu tidak ada penurunan tulang alveolar yang
signifikan, sehingga kemungkinan dapat dilakukan perawatan.
Kegoyangan gigi berada pada derajat 2, ini berarti batas maksimal
apabila memang akan dilakukan perawatan. Kegoyangan juga
kemungkinan karena adanya abses yang meliputi pada daerah
periodontal space (periodontal space yang melebar) dan menyebabkan
perlekatan dari gigi tersebut dengan jaringan periodontalnya
berkurang.3.1.7. Keadaan rongga mulut pasienSebanarnya ini sangat
penting untuk diperhatikan berkenaan dengan prognosisnya. Keadaan
rongga mulut pasien sangat buruk setelah dibuktikan dengan
melakukan pemeriksaan ditemukan banyak kalkulus pada keseluruhan
gigi, walaupun penilaian yang benar seharusnya harus ada index
debris dan kalkulus untuk menentukan seberapa buruk tingkat
kebersihan rongga mulut pasien. Apabila telah kita pikirkan
sebelumnya bahwa perawatan saluran akar akan dapat ditentukan
keberhasilannya apabila ada kerjasama yang baik antara pasien
dengan operator, pasien tersebut diketahui mempunyai OH yang buruk,
maka kemungkinan akan sulit dilakukan perawatan. Kemungkinan untuk
perawatan yang akan dilakukan sebelumnya harus ada pembersihan
kalkulusnya terlebih dahulu, kemudian pasien diberi DHE agar dapat
merubah kebiasaan buruk dan mengetahui cara yang benar untuk dapat
menjaga kebersihan rongga mulut.3.1.8. Tingkat ekonomi
pasienTingkat perekonomian pasien berkesinambungan dengan pemilihan
perawatan yang akan dilakukan, apabia pasien termasuk orang yang
kurang dalam hal perekonomian, maka memang sulit untuk dapat
dilakukan perawatan saluran akar dan perawatan lanjutan
(restorasi).Diketahui bahwa pasien perekonomiannya dalam tingkatan
rendah, walaupun telah banyak pertimbangan perawatan yang telah
dipikirkan, maka jalan terakhir gigi tersebut dapat
diekstraksi.
3.2. Pemilihan Rencana Perawatan3.2.1. Perawatan Saluran
AkarTahapan perawatan saluran akar secara umum sebagai berikut :
Preparasi intrakoronal Pulp debridement Pengukuran panjang kerja
Preparasi saluran akar Sterilisasi saluran akar Tes bakteri
Obturasi saluran akarSebelumnya harus diingat bahwa terdapat abses
pada gigi 46 yang mengelilingi gigi tersebut, maka langkah yang
terpenting yaitu pembuangan cairan abses terlebih dahulu.3.2.2.
Teknik PengisianAda beberapa teknik dalam pengisian bahan pengisi
saluran akar, antara lain sebagai berikut: Single cone.Teknik ini
dilakukan dengan memasukkan kon gutta point tunggal ke dalam
saluran akar dengan ukuran sesuai dengan diameter preparasinya.
Untuk menambah adaptasi gutta point dan kerapatannya terhadap
dinding saluran akar ditambahkan semen saluran akar (sealer).
KondensasiTeknik ini dilakukan dengan memasukkan guttap point ke
dalam saluran akar, kemudian dilakukan kondensasi atau penekanan
kearah lateral maupun kearah vertikal. Indikasi teknik ini jika
bentuk saluran akarnya oval atau tidak teratur. Kloropercha /
eucaperchaTeknik ini dilakukan dengan melunakkan ujung guttap point
utama dengan kloroform atau eucalyptol dan dimasukkan ke dalam
saluran akar hingga guttap point akan berubah bentuk sesuai dengan
saluran akarnya terutama daerah apikal. Kon dikeluarkan lagi untuk
menguapkan bahan pelarutnya. Setelah saluran akar diulasi semen
guttap point dimasukkan ke dalam saluran akar dan ditekan hingga
seluruh saluran akar terisi sempurna. KompaksiTeknik ini dilakukan
dengan menggunakan alat McSpadden Compactor atau Engine Plugger
yaitu alat yang mirip file tipe H (Hedstrom). Akibat putaran dan
gesekan dengan dinding saluran akar mampu melunakkan guttap point
dan mendorong ke arah apikal. TermoplastisTeknik ini dilakukan
dengan menggunakan alat Ultrafil atau Obtura, yaitu alat yang
bentuknya mirip pistol dan mampu melunakkan guttap point serta
mendorong ke dalam sakuran akar ke arah apikal.3.2.3. Pemilihan
RestorasiGigi yang akan dilakukan perawatan adalah gigi posterior.
Gigi posterior menerima beban kunyah lebih besar dibandingkan
dengan gigi anterior, karena itu pertimbangan dalam pemilihan
restorasi juga berbeda. Faktor yang paling utama dalam menentukan
restorasi adalah banyaknya jaringan gigi sehat yang tersisa .Gigi
yang tidak berisiko fraktur dan memiliki sisa jaringan cukup
banyak, diindikasikan menggunakan restorasi sederhana. Kavitas yang
tidak meliputi proksimal dapat direstorasi dengan komposit high
strength untuk gigi posterior.Logam cor sepeti alloy emas, mahkota
emas, makota metal porselen, dan restorasi all porcelain, merupakan
restorasi pilihan pada gigi posterior yang telah dirawat
endodontik. Restorasi ini melindungi gigi dengan baik, walaupun
membutuhkan pembuangan jaringan dan biayanya cukup besar.Gigi
posterior secara umum tidak menggunakan mahkota pasak sebagai
restorasi. Ukuran kamar pulpa yang besar menyebabkan gigi posterior
lebih baik direstorasi dengan onlay atau mahkota penuh. Mahkota
pasak menjadi pilihan jika restorasi yang lain tidak memiliki
retensi yang cukup untuk menggantikan struktur gigi yang hilang,
karena beberapa penelitian menyatakan bahwa restorasi mahkota pasak
dapat meningkatkan risiko fraktur.Setelah dilakukan diskusi dengan
kelompok, yang harus dipikirkan yaitu retensi dari gigi tersebut
setelah kehilangan setengah mahkotanya, maka pasak inti bisa
menjadi pilihan.Namun selain itu juga dapat diterapkan restorasi
overlay. Overlay adalah suatu restorasi yang menutupi satu atau
lebih kuspid dengan menggabungkan prinsip restorasi ekstrakoronal
dan intrakoronal.5,6 Overlay paling diindikasikan dan secara umum
digunakan sebagai restorasi tuang untuk gigi tunggal. Perlindungan
yang diberikan merupakan perlindungan keseluruhan kuspid pada gigi
posterior yang telah melemah akibat karies ataupun restorasi
terdahulu. Restorasi ini didesain untuk mendistribusikan tekanan
oklusal gigi sebagai cara meminimumkan kemungkinan faktur
dikemudian hari.3.2.4. Bahan RestorasiBahan restorasi yang
digunakan untuk mendukung dalam kekuatannya menahan beban oklusi
karena gigi yang akan direstorasi merupakan gigi posterior yaitu
porselen fuse to metal.Metal porselen merupakan restorasi yang
menggabungkan sifat baik dari logam dan porselen. Memiliki kekuatan
dari logam dan sifat estetik dari porselen .Bahan yang sering
digunakan untuk metal porselen adalah emas-porselen. Bentuk
restorasi dengan bahan porselen dapat berupa inlay, onlay, overlay
dan mahkota prostetik. Bahan yang dapat digunakan untuk restorasi
metal porselen salah satunya adalah emas porselen, pengurangan
jaringannya sebanyak 1,8 hingga 2 mm. Metal porselen kuat terhadap
fraktur karena didukung oleh logam.Restorasi PFM adalah tipe
porselen gigi yang paling umum digunakan. Berdasarkan perbedaan
temperatur ada tiga tipe porselen gigi yaitu; regular felspathic
porcelain (temperatur tinggi 1200-1400oC), aluminous porcelain
(temperatur sedang 1050-1200oC), dan metal bonding porcelain
(temperatur rendah 800-1050oC). PFM merupakan metal bonding
porcelain.PFM terdiri atas beberapa lapisan yang difusikan secara
kimia pada dasar kerangka metal. Substruktur metal mendukung
keramik dan membuat keramik bertahan lama terhadap beban dari
kekuatan mulut.3.2.5. Pertimbangan TerakhirPertimbangan terakhir
tentu dipikirkan oleh seorang operator mengingat pasien yang akan
dirawatnya mampu atau tidak untuk membayar semua rencana perawatan
diatas. Apabila pasien tidak mampu membayar, kurang kooperatifnya
pasien, dan OH yang buruk maka keputusan terakhir yaitu gigi
tersebut harus di ekstraksi. Walaupun ada beberapa hal yang
diakibatkan apabila pengekstraksian gigi tersebut benar-benar
dilakukan, seperti halnya gigi sebelahnya yang kemungkinan akan
bergeser sehingga akan mengganggu oklusinya, dan gigi antagonisnya
akan mengalami ekstrusi.4. PrognosisPrognosis adalah prediksi dari
kemungkinan perawatan, durasi dan hasil akhir suatu penyakit
berdasarkan pengetahuan umum dari patogenesis dan kehadiran faktor
risiko penyakit. Prognosis muncul setelah diagnosis dibuat dan
sebelum rencana perawatan dilakukan.Prognosis dari kasus kali ini
diragukan hal ini karena beberapa hal yang menjadi pertimbangan,
seperti: Apabila pasien telah dilakukan perawatan saluran akar
namun pasien tidak dapat menjaga OH, maka kemungkinan keberhasilan
perawatannya akan menurun. Keberhasilan perawatan akan meningkat
apabila pasien kooperatif dan dapat menjaga kebersihan rongga
mulutnya dengan baik. Prognosis menjadi buruk apabila dilakukan
ekstraksi pada gigi tersebut mengingat akan ada masalah baru jika
gigi tersebut dicabut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bence Richard. 1990. Endodontik Klinik. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia2. Grossman, l.i., oliet, s. & del rio, c.
e. 1988. Endodontic practice. 11 th ed. Lea and febiger. 3. Harty,
f.j. 1995. (penerjemah. L. Yuwono) Endodonti klinis. Cetakan ke
3.Penerbit hipokrates. 184-194. Ingle, j.i. & bakland, l.k.
1994. Endodontics. 4th ed. Philadelphia. Lea and febiger. 4.
Walton, r.e. & torabinejad, m.1998. (penerjemah. N. Sumawinata)
Prinsip dan Praktek Ilmu Endodonsi. Cetakan ke i. Jakarta. Penerbit
buku kedokteran egc.