Page 1
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)
I. Definisi
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
yang irreversibel. Keterbatasan aliran udara ini berhubungan dengan respon
inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel yang berbahaya.1
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema.1,2
Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK
adalah: 2
1. Faktor host : faktor genetik (defisiensi α-1 anti tripsin), jenis kelamin
laki-laki, dan anatomi saluran napas (hiperreaktivitas bronkus)
2. Faktor exposure : kebiasaan merokok, pekerjaan, polusi lingkungan,
infeksi bronkopulmoner berulang dan sosial ekonomi.
II. Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akhir-akhir ini semakin menarik
untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus
meningkat. PPOK merupakan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat dan
Eropa Barat. Data di AS menyebutkan bahwa angka kejadian PPOK adalah
sebanyak 15 juta orang dan 1,5 juta kasus baru per tahun. PPOK tercatat sebagai
penyebab kematian keempat di AS dengan angka sekitar 115.00 kematian terjadi
pada tahun 2000 dan biaya pengobatannya lebih besar dari asma. Pada tahun
2020, The Global Burden of Disease Studies menyatakan bahwa PPOK akan
menduduki peringkat tiga penyakit penyebab kematian dan peringkat dua belas
1
Page 2
penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat penyakit penting yang
menimbulkan kecacatan.1
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI
tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam dan
merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara
berkembang.3 Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya
kemajuan industri. Dari hasil penelitian Nawas dkk di Rumah Sakit Persahabatan
Jakarta, didapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26%, kedua terbanyak setelah
tuberkulosis paru (65%).3 PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan
menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Dari fakta di atas dapat
disimpulkan bahwa PPOK cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh
meingkatnya angka harapan hidup, kebiasaan merokok dan polusi udara.4
III. Klasifikasi 2
Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan
WHO adalah sebagai berikut:
Stadium 0
Derajat berisiko PPOK :
- Siprometri normal
- Kelainan kronik (batuk, sputum produktif)
Stadium I
PPOK ringan :
- VEP1 / KVP < 75%
- VEP1 > 80% prediksi
2
Page 3
Dengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)
Stadium II
PPOK sedang :
- VEP1 / KVP < 75%
- 30% < VEP1< 80% prediksi
(IIA : 50% < VEP1< 80% prediksi)
(IIB : 30% < VEP1< 50% prediksi)
Dengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produkrtif)
Stadium III
PPOK berat :
- VEP1 / KVP < 75%
- VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 < 50% prediksi + gagal nafas.
IV. Patogenesis
Pada bronkitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil.
Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal
(emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,
terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi
sesak nafas. Pada saluran nafas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan
pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran
nafas, sehingga menghambat pembukaan saluran nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat
sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan
oleh beberapa derajat penebalan dan hipertrofi otot polos pada bronkiolus
3
Page 4
respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO2 meningkat dan
dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernafasan juga
mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal nafas.1,5
Menurut Hipotesis Elastase – Anti Elastase, di dalam paru terdapat
keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah
terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dan elastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru.
Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya perangsangan pada paru antara
lain oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak
atau oleh adanya defisiensi alfa- 1 antitripsin. 6,7
Pada PPOK terjadi penyempitan saluran nafas dan keterbatasan aliran udara
karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan dan
vasokontriksi otot polos bronkus seperti terlihat pada gambar 1.1
Gambar 1. Perbandingan jalan nafas normal dan PPOK
Proses pernafasan PPOK dibanding normal terlihat pada gambar 2.
Saluran nafas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama ekspirasi
diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru. Perlekatan
alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan jalan nafas
ketika ekspirasi dan menyebabkan air trapping pada alveoli dan hiperinflasi.
4
Page 5
Saluran nafas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena proses inflamasi
dan fibrosis, lumen saluran nafas akan tertutup oleh sekresi mukus yang terjebak
didalamnya akibat bersihan mukosilier kurang sempurna.4
Ekspirasi Normal PPOK
Ekspirasi dengan mudah karena elastic recoil Kesulitan ekspirasi karena
alveolus normal dan bronkus normal penurunan elastic recoil
alveolus dan
penyempitan bronkus
Gambar 2. Proses pernafasan normal dan PPOK
V. Diagnosis
1. Anamnesis3
Adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang
produktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau
gejala, riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan
perawatan di rumah sakit sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit
terhadap aktivitas.
5
Page 6
2. Pemeriksaan fisik 7,8
Pernafasan pursed lips
Takhipnea
Dada emfisematous atau barrel chest
Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
Bunyi nafas vesikuler melemah
Ekspirasi memanjang
Ronki kering atau wheezing
Bunyi jantung jauh
3. Diagnosis pasti dengan uji spirometri:3
FEV1/ FVC < 75%
Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV1 pasca
bronkodilator, 80% prediksi.
4. Laboratorium 9
Darah rutin : Hb, Ht, leukosit Khusus : Defisiensi kadar alpha 1 antitripsin (kongenital).
5. Foto toraks 9
Hiperlusensi regional dan gambaran bronkovaskuler kasar,
Gambaran jantung mengecil.
Diafragma datar dan lenting (overinflasi).
6. Kultur dan sensitiviti kuman 6
6
Page 7
Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman
terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika
tidak ada respon terhadap antibiotik yang dipakai sebagai pengobatan pada
permulaan penyakit.
VI. Diagnosis Banding PPOK
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung
VII. Perbedaan asma dengan PPOK
ASMA PPOK
TIMBUL PADA USIA MUDASAKIT MENDADAKRIWAYAT MEROKOKRIWAYAT ATOPISESAK DAN MENGI BERULANGBATUK KRONIK BERDAHAKHRBREVERSIBILITIVARIABILITI HARIANEOSINOFIL SPUTUMNETROFIL SPUTUMMAGROFAG SPUTUM
+++++/-+++++
+++++++++-+
--+++++
+++-+-+-
7
Page 8
Tes Diagnostik
SpirometriKapasitas
Radiology
Pathology
Inflamasi
ASMA
Obstruksi dapat reversible sepenuhnya
Biasanya normalHiperinflasi hanya pada eksaserbasi, namun normal di luar serangan
Hyperplasia kelenjar mucusStruktur alveolar utuh
Sel Mast dan eosinophils mendominasiLimfosit CD4+
PPOK
Obstruksi tidak reversible sepenuhnya
Berkurang (dengan emphysema)Hiperinflasi cenderung lebih persisten. Penyakit bullous dapat ditemukan
Metaplasia kelenjar mucusKerusakan jaringan alveolar (emphysema)
Makrofag dan neutrofil mendominasi Limfosit CD8+
Penatalaksanaan
Kortikosteroid Inhalasi
Leukotriene modifier
Anticholinergic inhalasi
Untuk kasus ringan hingga berat persisten
Digunakan sebagai medikasi pengontrol
Hanya digunakan pada eksaserbasi. Tidak diindikasikan untuk maintenance
Untuk kasus sedang hingga berat
Tidak direkomendasikan
Digunakan untuk maintenance dan selama eksaserbasi
VIII. Penatalaksanaan
8
Page 9
A. Penatalaksanaan PPOK Stabil :
1. Obat-obatan2. Edukasi3. Nutrisi4. Rehabilitasi5. Rujukan ke spesialis paru/rumah sakit
1.Obat-obatan Bronkodilator
Macam - macam bronkodilator :
Agonis ß-2 : fenoterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,
salmeterol. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai
obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi
akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi
subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat
Antikolinergik : ipratropium bromide, oksitroprium bromide Digunakan
pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi ß-2 dan steroid belum
memuaskan. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet
9
Page 10
biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut
Kortokosteroid
Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam bentuk
oral, setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari, terutama
bagi penderita dengan uji steroid positif.
Ekspektoran
Gunakan obat batuk hitam (OBH)
Mukolitik
Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid
Antitusif
Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu
2.Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi pengobatan dari asma
3.Nutrisi
10
Page 11
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK dikarenakan bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Keseimbangan nutrisi antara protein, lemak, dan karbohidrat diberikan
dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan
meningkatnya derajat sesak. Pemberian karbohidrat yang berlebihan
menghasilkan Co2 yang berlebihan.
4.Rehabiltasi
Latihan pernapasan dengan pursed-lips
Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)
Latihan otot pernapasan dan ekttremiti
B. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah :
Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup
sehari.
Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari.
Bila infeksi dapat diberikan antibiotik spektrum luas (termasuk S.
pneumonia, H. influenzae, M. catarrhalis)
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah sakit :3
11
Page 12
Terapi oksigen terkontrol, melalui nasal pronge 1-4 L/mnt
Sasaran: PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90%
Bronkodilator : inhalasi agonis ß2 (dosis dan frekuensi
ditingkatkan) + antikolinergik
Pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5mg/ kgbb/jam)
Steroid : prednison 30-40 mg PO selama 10-14 hari
Steroid intravena : pada keadaan berat.
C. Pembedahan :
Pada PPOK berat (bila dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan
mekanik paru) Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
1. Bulektomi
2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey
(LVRS)
3. Transplantasi paru
IX. Prognosis
Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat.
Pada pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak
nafas yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila
pasien itu datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien
akan sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50
tahun dengan sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat
atau meninggal.8
ILUSTRASI KASUS
12
Page 13
Identitas Pasien
Nama : Tn. Syarif Hasan
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Status : Menikah
Masuk RS : 02 November 2010
Tanggal Pemeriksaan : 04 November 2010
Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 bulan yang lalu pasien sering mengeluhkan sesak nafas. Sesak
nafas tersebut hilang timbul. Kadang siang kadang malam. Sesak semakin
bertambah saat pasien sedang berjalan. Pasien masih belum terganggu
dengan keluhan ini karena sesak berkurang dengan istirahat.
Satu bulan yang lalu pasien masuk RSUD AA untuk dirawat inap karena
serangan sesaknya. Selain itu pasien juga sering batuk yang kadang
disertai dahak agak kental berwarna putih. Tidak ada darah. Batuk
biasanya muncul bersamaan dengan sesak nafas.
13
Page 14
Dua hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas hebat disertai batuk
berdahak sehingga dibawa ke IGD RSUD AA sekitar pukul 03.00 WIB
dan kemudian langsung dirawat di bangsal Nuri II.
Tidak terjadi penurunan berat badan yang signifikan sejak pasien sesak
nafas dan batuk. Nafsu makan biasa. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat asma ada
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung.
Pasien memiliki riwayat sakit maag.
Riwayat minum OAT sebelumnya ada 1 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga
Belum pernah ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Ventilasi di rumah cukup baik. Di kamar terdapat 2 jendela masing-
masing berukuran ±1 m2 yang biasanya dibuka.
Pasien sudah merokok sejak ± 27 tahun yang lalu (usia 15 tahun), Sehari ia
menghabiskan ± 1 bungkus. Sejak umur 20 tahun ia menghabiskan ± 2
bungkus. Pasien baru berhenti merokok sekarang ini dikarenakan sesak
nafas semakin bertambah.
14
Page 15
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 75 x/menit, irama reguler
Nafas : 26 x/menit, ekspirasi memanjang
Suhu : 36,7ºC
Penampilan : pink puffer
Pemeriksaan Fisik
Kepala
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Mulut : pursed-lips breathing
Thoraks
Paru
Inspeksi : Bentuk dada tidak Barrel-shape, gerakan nafas simetris,
gerakan otot bantu nafas (-), retraksi iga (-)
Palpasi : benjolan (-), Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Hipersonor kanan = kiri
Auskultasi : Ekspirasi memanjang, vesikuler melemah
ronki kering (+/+) dan wheezing (+/+).
15
Page 16
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di RIC V 1 jari medial LMC S
Perkusi : Batas-batas jantung
Kanan : RIC V linea sternalis dextra
Kiri : RIC V 1 jari medial linea mid clavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung normal, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+)/ N
Ekstremitas (Superior et inferior) : pitting udem (-), clubbing finger (-)
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium
Hasil laboratorium tanggal 2 September 2010 :
Darah rutin
Hb : 14,1 gr%
Leukosit : 9.400 /mm3
Eritrosit : 4.740.000 /mm3
Trombosit : 286.000/mm3
Hematokrit : 42,4 vol%
16
Page 17
Hitung Jenis Leukosit :
Eos bas net lym mon
4,3% 0,9% 56,3% 28,5% 10%
Pemeriksaan BTA sputum : I (negatif), II (negatif), III (negatif)
Kimia Darah
Glukosa (S) : 71 mg/dL
Kolesterol : 196 mg/dL
Dbilirubin : 0,2 mg/dL
Tbilirubin : 1,1 mg/dL
HDL-D : 36,7 mg/dL
TG-B : 76 mg/dL
AST : 32 IU/L
ALT : 21 IU/L
Albumin : 3,9 gr/dL
Total Protein : 6,7 gr/dL
2. Rontgen :
17
Page 18
Pulmo : dada emfisematous, sela iga sedikit melebar, corakan bronkovaskular
meningkat, kedua diafragma sedikit mendatar, dan sudut costofrenikus lancip,
kedua paru hiperinflasi (+) dan air fluid level (-)
Cor : tampak mengecil dan menggantung
Resume
Pasien Tn. SH, 42 tahun, masuk ke Nuri II RSUD AA melalui IGD pada
tanggal 2 November 2010 pukul 03.00 WIB dengan keluhan utama sesak nafas
hebat sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas sudah berlangsung lama ± 2 bulan dan
biasanya disertai batuk berdahak agak kental warna putih. Sesak muncul tidak
tentu biasanya saat aktivitas. Sesak berkurang dengan istirahat. Memiliki
kebiasaan merokok ± 2 bungkus per hari sejak 27 tahun yang lalu dan baru
berhenti sekarang ini karena sesak semakin bertambah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penampilan pink puffer, pursed-lips
breathing, gerakan otot bantu nafas leher (-), ekspirasi memanjang, ronki kering
(+/+) dan wheezing (+/+).
DAFTAR MASALAH:
PPOK Eksaserbasi Akut
RENCANA PEMERIKSAAN :
Spirometri AGD CT Scan Kultur dan sensitivitas kuman
18
Page 19
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : - istirahat/bed rest
- hentikan kebiasaan merokok
- hindari faktor pemicu seperti asap
- hindari aktivitas yang berlebihan
Farmakologi :
- IVFD D5 % 20 tts/i + aminofilin drip 1 ampul
- O2 1-3 L/i
- Nebulizer Combivent 3 x 1
- Dexamethasone 3 x 1 ampul
- Salbutamol sulfate 3 x 2 mg
- Ambroxol syr 3 x 2 cth
Follow Up
2 November 2010
S : sesak napas (+), batuk berdahak (+)
O : TD 110/90 mmhg, Nadi 95x/menit, RR 30/menit, T 36,5 C, wheezing
(+/+) dan ronki kering (+/+)
A : PPOK EA
P : - IVFD D5 % 20 tts/i + aminofilin drip 1 ampul
- O2 1-3 L/i
- Nebulizer Combivent 3 x 1
- Dexamethasone 3 x 1 ampul
- Salbutamol sulfate 3 x 2 mg
- Ambroxol syr 3 x 2 cth
19
Page 20
3 November 2010
S : sesak napas (+), batuk berdahak(+).
O : TD 110/80 mmhg, Nadi 80x/menit, RR 28/menit, T 36,4 C, wheezing
dan ronki kering (+/+)
A : PPOK EA
P : th/ lanjut
4 November 2010
S : sesak napas (+), batuk berdahak(+).
O : TD 120/80 mmhg, Nadi 75x/menit, RR 26/menit, T 36,7 C, wheezing
dan ronki kering (+/+)
A : PPOK EA
P : th/ lanjut
5 November 2010
S : sesak napas (+), batuk berdahak(+).
O : TD 110/70 mmhg, Nadi 82x/menit, RR 23/menit, T 36,5 C, wheezing
dan ronki kering (+/+)
A : PPOK EA
P : th/ lanjut
20
Page 21
6 November 2010
S : sesak napas (+), batuk berdahak(+).
O : TD 120/80 mmhg, Nadi 85x/menit, RR 24/menit, T 36,7 C, wheezing
dan ronki kering (+/+)
A : PPOK EA
P : th/ lanjut
7 November 2010
S : sesak napas (+) tapi agak berkurang, batuk berdahak(+).
O : TD 110/80 mmhg, Nadi 76x/menit, RR 22/menit, T 36,5 C, wheezing
dan ronki kering (+/+)
A : PPOK EA
P : th/ lanjut
8 November 2010
S : sesak napas (+) tapi agak berkurang, batuk berdahak(+).
O : TD 120/80 mmhg, Nadi 77x/menit, RR 23/menit, T 36,5 C, wheezing
dan ronki kering (-/-)
A : PPOK EA
P : th/ lanjut
9 November 2010
S : sesak napas (-), batuk berdahak(+).
O : TD 100/80 mmhg, Nadi 76x/menit, RR 20/menit, T 36,4 C, wheezing
dan ronki kering (-/-)
A : PPOK EA
P : pasien pulang
21
Page 22
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis PPOK karena adanya keluhan sesak
napas yang disertai batuk produktif. Gejala sesak nafas sudah sering dirasakan
pasien berulang-ulang dalam 2 bulan terakhir, terutama dirasakan saat
beraktivitas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bunyi nafas vesikuler melemah,
ronki kering dan wheezing (+/+) ekspirasi memanjang. Pasien juga memiliki
riwayat merokok ± 2 bungkus per hari. Dari pemeriksaan penunjang terlihat
jumlah sel-sel mononuklear dalam batas normal.
Merokok merupakan faktor pemicu PPOK terbanyak (95% kasus) di
negara berkembang. Merokok dan polusi udara oleh asap menyebabkan hipertrofi
kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan produksi mukus, menyebabkan batuk
produktif. Pada bronkitis kronis (batuk produktif > 3 bulan/ tahun selama > 2
tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu, terjadi
destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema), yang
menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara dan
peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi sesak nafas. Dengan
berkembangnya penyakit kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser
dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernafasan juga mungkin akan hilang,
sehingga memicu terjadinya gagal nafas.
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti
pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan
selama 10-14 hari. Bila infeksi dapat diberikan antibiotik spektrum luas.
22
Page 23
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:
Terapi oksigen terkontrol, melalui nasal pronge 1-4 L/mnt Sasaran:
PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90%
Bronkodilator : inhalasi agonis ß2 (dosis dan frekuensi ditingkatkan) +
antikolinergik
Pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5mg/ kgbb/jam)
Steroid : prednison PO selama 10-14 hari
Steroid intravena : pada keadaan berat.
23
Page 24
DAFTAR PUSTAKA
1. Agustin H, Yunus F. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK). J Respir Indo Vol. 28, No. 3. Jakarta : Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia, 2008.
155-160
2. Mengunnegoro H, dkk. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: PDPI, 2001.
3. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. 105-107.
4. Price AS, Wilson CML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta; EGC, 2006, 785-788
5. Salim EM, Hermansyah, Suyata, et al. Standar Profesi Ilmu Penyakit
Dalam. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2000. 117-
119
6. Setiyanto H, Yunus F, Soepandi PZ, et al. Pola dan Sensitiviti Kuman
PPOK Eksaserbasi Akut yang Mendapat Pengobatan Echinacea Purpurea
dan Antibiotik Siprofloksasin. J Respir Indo Vol. 28, No. 3. Jakarta :
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas
Indonesia , 2008. 107-108
7. ER. Chronic Bronchitis, Emphysema, and Acute or Chronic Respiratory
Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Isselbacher KJ et al,
editor. Jakarta : EGC, 2000.
24
Page 25
8. Soemantri ES, Unaiyah A. Bronkitis Kronik dan Emfisema Paru. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FK UI, 1996.
872-889
9. Tierney LM, McPhee SJ, Padapakis MA. Diagnosis dan Terapi Kedokteran
(Penyakit Dalam); penerjemah Gofir A dkk. Jakarta: Salemba Medika,
2002. 84-93
25