Top Banner
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) I. Definisi Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang irreversibel. Keterbatasan aliran udara ini berhubungan dengan respon inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel yang berbahaya. 1 PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema. 1,2 Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK adalah: 2 1. Faktor host : faktor genetik (defisiensi α-1 anti tripsin), jenis kelamin laki-laki, dan anatomi saluran napas (hiperreaktivitas bronkus) 2. Faktor exposure : kebiasaan merokok, pekerjaan, polusi lingkungan, infeksi bronkopulmoner berulang dan sosial ekonomi. II. Epidemiologi 1
35

PPOK

Jul 20, 2016

Download

Documents

ppok
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PPOK

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

I. Definisi

Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary

Disease (COPD) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara

yang irreversibel. Keterbatasan aliran udara ini berhubungan dengan respon

inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel yang berbahaya.1

PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema.1,2

Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK

adalah: 2

1. Faktor host : faktor genetik (defisiensi α-1 anti tripsin), jenis kelamin

laki-laki, dan anatomi saluran napas (hiperreaktivitas bronkus)

2. Faktor exposure : kebiasaan merokok, pekerjaan, polusi lingkungan,

infeksi bronkopulmoner berulang dan sosial ekonomi.

II. Epidemiologi

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akhir-akhir ini semakin menarik

untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus

meningkat. PPOK merupakan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat dan

Eropa Barat. Data di AS menyebutkan bahwa angka kejadian PPOK adalah

sebanyak 15 juta orang dan 1,5 juta kasus baru per tahun. PPOK tercatat sebagai

penyebab kematian keempat di AS dengan angka sekitar 115.00 kematian terjadi

pada tahun 2000 dan biaya pengobatannya lebih besar dari asma. Pada tahun

2020, The Global Burden of Disease Studies menyatakan bahwa PPOK akan

menduduki peringkat tiga penyakit penyebab kematian dan peringkat dua belas

1

Page 2: PPOK

penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat penyakit penting yang

menimbulkan kecacatan.1

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI

tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam dan

merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara

berkembang.3 Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat

seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya

kemajuan industri. Dari hasil penelitian Nawas dkk di Rumah Sakit Persahabatan

Jakarta, didapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26%, kedua terbanyak setelah

tuberkulosis paru (65%).3 PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan

menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Dari fakta di atas dapat

disimpulkan bahwa PPOK cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh

meingkatnya angka harapan hidup, kebiasaan merokok dan polusi udara.4

III. Klasifikasi 2

Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan

WHO adalah sebagai berikut:

Stadium 0

Derajat berisiko PPOK :

- Siprometri normal

- Kelainan kronik (batuk, sputum produktif)

Stadium I

PPOK ringan :

- VEP1 / KVP < 75%

- VEP1 > 80% prediksi

2

Page 3: PPOK

Dengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)

Stadium II

PPOK sedang :

- VEP1 / KVP < 75%

- 30% < VEP1< 80% prediksi

(IIA : 50% < VEP1< 80% prediksi)

(IIB : 30% < VEP1< 50% prediksi)

Dengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produkrtif)

Stadium III

PPOK berat :

- VEP1 / KVP < 75%

- VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 < 50% prediksi + gagal nafas.

IV. Patogenesis

Pada bronkitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil.

Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal

(emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,

terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi

sesak nafas. Pada saluran nafas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan

pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran

nafas, sehingga menghambat pembukaan saluran nafas. Lumen saluran nafas kecil

berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat

sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan

oleh beberapa derajat penebalan dan hipertrofi otot polos pada bronkiolus

3

Page 4: PPOK

respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO2 meningkat dan

dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernafasan juga

mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal nafas.1,5

Menurut Hipotesis Elastase – Anti Elastase, di dalam paru terdapat

keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah

terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik

elastase dan elastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru.

Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya perangsangan pada paru antara

lain oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak

atau oleh adanya defisiensi alfa- 1 antitripsin. 6,7

Pada PPOK terjadi penyempitan saluran nafas dan keterbatasan aliran udara

karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan dan

vasokontriksi otot polos bronkus seperti terlihat pada gambar 1.1

Gambar 1. Perbandingan jalan nafas normal dan PPOK

Proses pernafasan PPOK dibanding normal terlihat pada gambar 2.

Saluran nafas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama ekspirasi

diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru. Perlekatan

alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan jalan nafas

ketika ekspirasi dan menyebabkan air trapping pada alveoli dan hiperinflasi.

4

Page 5: PPOK

Saluran nafas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena proses inflamasi

dan fibrosis, lumen saluran nafas akan tertutup oleh sekresi mukus yang terjebak

didalamnya akibat bersihan mukosilier kurang sempurna.4

Ekspirasi Normal PPOK

Ekspirasi dengan mudah karena elastic recoil Kesulitan ekspirasi karena

alveolus normal dan bronkus normal penurunan elastic recoil

alveolus dan

penyempitan bronkus

Gambar 2. Proses pernafasan normal dan PPOK

V. Diagnosis

1. Anamnesis3

Adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang

produktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau

gejala, riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit

sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan

perawatan di rumah sakit sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit

terhadap aktivitas.

5

Page 6: PPOK

2. Pemeriksaan fisik 7,8

Pernafasan pursed lips

Takhipnea

Dada emfisematous atau barrel chest

Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater

Bunyi nafas vesikuler melemah

Ekspirasi memanjang

Ronki kering atau wheezing

Bunyi jantung jauh

3. Diagnosis pasti dengan uji spirometri:3

FEV1/ FVC < 75%

Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV1 pasca

bronkodilator, 80% prediksi.

4. Laboratorium 9

Darah rutin : Hb, Ht, leukosit Khusus : Defisiensi kadar alpha 1 antitripsin (kongenital).

5. Foto toraks 9

Hiperlusensi regional dan gambaran bronkovaskuler kasar,

Gambaran jantung mengecil.

Diafragma datar dan lenting (overinflasi).

6. Kultur dan sensitiviti kuman 6

6

Page 7: PPOK

Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman

terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika

tidak ada respon terhadap antibiotik yang dipakai sebagai pengobatan pada

permulaan penyakit.

VI. Diagnosis Banding PPOK

Asma

SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)

Pneumotoraks

Gagal jantung kronik

Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,

destroyed lung

VII. Perbedaan asma dengan PPOK

ASMA PPOK

TIMBUL PADA USIA MUDASAKIT MENDADAKRIWAYAT MEROKOKRIWAYAT ATOPISESAK DAN MENGI BERULANGBATUK KRONIK BERDAHAKHRBREVERSIBILITIVARIABILITI HARIANEOSINOFIL SPUTUMNETROFIL SPUTUMMAGROFAG SPUTUM

+++++/-+++++

+++++++++-+

--+++++

+++-+-+-

7

Page 8: PPOK

Tes Diagnostik

SpirometriKapasitas

Radiology

Pathology

Inflamasi

ASMA

Obstruksi dapat reversible sepenuhnya

Biasanya normalHiperinflasi hanya pada eksaserbasi, namun normal di luar serangan

Hyperplasia kelenjar mucusStruktur alveolar utuh

Sel Mast dan eosinophils mendominasiLimfosit CD4+

PPOK

Obstruksi tidak reversible sepenuhnya

Berkurang (dengan emphysema)Hiperinflasi cenderung lebih persisten. Penyakit bullous dapat ditemukan

Metaplasia kelenjar mucusKerusakan jaringan alveolar (emphysema)

Makrofag dan neutrofil mendominasi Limfosit CD8+

Penatalaksanaan

Kortikosteroid Inhalasi

Leukotriene modifier

Anticholinergic inhalasi

Untuk kasus ringan hingga berat persisten

Digunakan sebagai medikasi pengontrol

Hanya digunakan pada eksaserbasi. Tidak diindikasikan untuk maintenance

Untuk kasus sedang hingga berat

Tidak direkomendasikan

Digunakan untuk maintenance dan selama eksaserbasi

VIII. Penatalaksanaan

8

Page 9: PPOK

A. Penatalaksanaan PPOK Stabil :

1. Obat-obatan2. Edukasi3. Nutrisi4. Rehabilitasi5. Rujukan ke spesialis paru/rumah sakit

1.Obat-obatan Bronkodilator

Macam - macam bronkodilator :

Agonis ß-2 : fenoterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol,

salmeterol. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan

jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai

obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek

panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi

akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi

subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat

Antikolinergik : ipratropium bromide, oksitroprium bromide Digunakan

pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga

mengurangi sekresi lendir.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,

karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu

penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi ß-2 dan steroid belum

memuaskan. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet

9

Page 10: PPOK

biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan

bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut

Kortokosteroid

Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam bentuk

oral, setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari, terutama

bagi penderita dengan uji steroid positif.

Ekspektoran

Gunakan obat batuk hitam (OBH)

Mukolitik

Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid

Antitusif

Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu

2.Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada

PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena

PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi

adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan

fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari

pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi pengobatan dari asma

3.Nutrisi

10

Page 11: PPOK

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK dikarenakan bertambahnya

kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena

hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan

derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.

Keseimbangan nutrisi antara protein, lemak, dan karbohidrat diberikan

dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan

meningkatnya derajat sesak. Pemberian karbohidrat yang berlebihan

menghasilkan Co2 yang berlebihan.

4.Rehabiltasi

Latihan pernapasan dengan pursed-lips

Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)

Latihan otot pernapasan dan ekttremiti

B. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah :

Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup

sehari.

Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari.

Bila infeksi dapat diberikan antibiotik spektrum luas (termasuk S.

pneumonia, H. influenzae, M. catarrhalis)

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah sakit :3

11

Page 12: PPOK

Terapi oksigen terkontrol, melalui nasal pronge 1-4 L/mnt

Sasaran: PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90%

Bronkodilator : inhalasi agonis ß2 (dosis dan frekuensi

ditingkatkan) + antikolinergik

Pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5mg/ kgbb/jam)

Steroid : prednison 30-40 mg PO selama 10-14 hari

Steroid intravena : pada keadaan berat.

C. Pembedahan :

Pada PPOK berat (bila dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan

mekanik paru) Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

1. Bulektomi

2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey

(LVRS)

3. Transplantasi paru

IX. Prognosis

Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat.

Pada pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak

nafas yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila

pasien itu datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien

akan sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50

tahun dengan sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat

atau meninggal.8

ILUSTRASI KASUS

12

Page 13: PPOK

Identitas Pasien

Nama : Tn. Syarif Hasan

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Buruh

Status : Menikah

Masuk RS : 02 November 2010

Tanggal Pemeriksaan : 04 November 2010

Anamnesis

Autoanamnesis

Keluhan Utama

Sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak 2 bulan yang lalu pasien sering mengeluhkan sesak nafas. Sesak

nafas tersebut hilang timbul. Kadang siang kadang malam. Sesak semakin

bertambah saat pasien sedang berjalan. Pasien masih belum terganggu

dengan keluhan ini karena sesak berkurang dengan istirahat.

Satu bulan yang lalu pasien masuk RSUD AA untuk dirawat inap karena

serangan sesaknya. Selain itu pasien juga sering batuk yang kadang

disertai dahak agak kental berwarna putih. Tidak ada darah. Batuk

biasanya muncul bersamaan dengan sesak nafas.

13

Page 14: PPOK

Dua hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas hebat disertai batuk

berdahak sehingga dibawa ke IGD RSUD AA sekitar pukul 03.00 WIB

dan kemudian langsung dirawat di bangsal Nuri II.

Tidak terjadi penurunan berat badan yang signifikan sejak pasien sesak

nafas dan batuk. Nafsu makan biasa. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma ada

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

Pasien memiliki riwayat sakit maag.

Riwayat minum OAT sebelumnya ada 1 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga

Belum pernah ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Ventilasi di rumah cukup baik. Di kamar terdapat 2 jendela masing-

masing berukuran ±1 m2 yang biasanya dibuka.

Pasien sudah merokok sejak ± 27 tahun yang lalu (usia 15 tahun), Sehari ia

menghabiskan ± 1 bungkus. Sejak umur 20 tahun ia menghabiskan ± 2

bungkus. Pasien baru berhenti merokok sekarang ini dikarenakan sesak

nafas semakin bertambah.

14

Page 15: PPOK

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Komposmentis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 75 x/menit, irama reguler

Nafas : 26 x/menit, ekspirasi memanjang

Suhu : 36,7ºC

Penampilan : pink puffer

Pemeriksaan Fisik

Kepala

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik

Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

Mulut : pursed-lips breathing

Thoraks

Paru

Inspeksi : Bentuk dada tidak Barrel-shape, gerakan nafas simetris,

gerakan otot bantu nafas (-), retraksi iga (-)

Palpasi : benjolan (-), Fremitus kanan = kiri

Perkusi : Hipersonor kanan = kiri

Auskultasi : Ekspirasi memanjang, vesikuler melemah

ronki kering (+/+) dan wheezing (+/+).

15

Page 16: PPOK

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di RIC V 1 jari medial LMC S

Perkusi : Batas-batas jantung

Kanan : RIC V linea sternalis dextra

Kiri : RIC V 1 jari medial linea mid clavicula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung normal, bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak

teraba

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+)/ N

Ekstremitas (Superior et inferior) : pitting udem (-), clubbing finger (-)

Pemeriksaan Penunjang :

1. Laboratorium

Hasil laboratorium tanggal 2 September 2010 :

Darah rutin

Hb : 14,1 gr%

Leukosit : 9.400 /mm3

Eritrosit : 4.740.000 /mm3

Trombosit : 286.000/mm3

Hematokrit : 42,4 vol%

16

Page 17: PPOK

Hitung Jenis Leukosit :

Eos bas net lym mon

4,3% 0,9% 56,3% 28,5% 10%

Pemeriksaan BTA sputum : I (negatif), II (negatif), III (negatif)

Kimia Darah

Glukosa (S) : 71 mg/dL

Kolesterol : 196 mg/dL

Dbilirubin : 0,2 mg/dL

Tbilirubin : 1,1 mg/dL

HDL-D : 36,7 mg/dL

TG-B : 76 mg/dL

AST : 32 IU/L

ALT : 21 IU/L

Albumin : 3,9 gr/dL

Total Protein : 6,7 gr/dL

2. Rontgen :

17

Page 18: PPOK

Pulmo : dada emfisematous, sela iga sedikit melebar, corakan bronkovaskular

meningkat, kedua diafragma sedikit mendatar, dan sudut costofrenikus lancip,

kedua paru hiperinflasi (+) dan air fluid level (-)

Cor : tampak mengecil dan menggantung

Resume

Pasien Tn. SH, 42 tahun, masuk ke Nuri II RSUD AA melalui IGD pada

tanggal 2 November 2010 pukul 03.00 WIB dengan keluhan utama sesak nafas

hebat sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas sudah berlangsung lama ± 2 bulan dan

biasanya disertai batuk berdahak agak kental warna putih. Sesak muncul tidak

tentu biasanya saat aktivitas. Sesak berkurang dengan istirahat. Memiliki

kebiasaan merokok ± 2 bungkus per hari sejak 27 tahun yang lalu dan baru

berhenti sekarang ini karena sesak semakin bertambah.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan penampilan pink puffer, pursed-lips

breathing, gerakan otot bantu nafas leher (-), ekspirasi memanjang, ronki kering

(+/+) dan wheezing (+/+).

DAFTAR MASALAH:

PPOK Eksaserbasi Akut

RENCANA PEMERIKSAAN :

Spirometri AGD CT Scan Kultur dan sensitivitas kuman

18

Page 19: PPOK

RENCANA PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi : - istirahat/bed rest

- hentikan kebiasaan merokok

- hindari faktor pemicu seperti asap

- hindari aktivitas yang berlebihan

Farmakologi :

- IVFD D5 % 20 tts/i + aminofilin drip 1 ampul

- O2 1-3 L/i

- Nebulizer Combivent 3 x 1

- Dexamethasone 3 x 1 ampul

- Salbutamol sulfate 3 x 2 mg

- Ambroxol syr 3 x 2 cth

Follow Up

2 November 2010

S : sesak napas (+), batuk berdahak (+)

O : TD 110/90 mmhg, Nadi 95x/menit, RR 30/menit, T 36,5 C, wheezing

(+/+) dan ronki kering (+/+)

A : PPOK EA

P : - IVFD D5 % 20 tts/i + aminofilin drip 1 ampul

- O2 1-3 L/i

- Nebulizer Combivent 3 x 1

- Dexamethasone 3 x 1 ampul

- Salbutamol sulfate 3 x 2 mg

- Ambroxol syr 3 x 2 cth

19

Page 20: PPOK

3 November 2010

S : sesak napas (+), batuk berdahak(+).

O : TD 110/80 mmhg, Nadi 80x/menit, RR 28/menit, T 36,4 C, wheezing

dan ronki kering (+/+)

A : PPOK EA

P : th/ lanjut

4 November 2010

S : sesak napas (+), batuk berdahak(+).

O : TD 120/80 mmhg, Nadi 75x/menit, RR 26/menit, T 36,7 C, wheezing

dan ronki kering (+/+)

A : PPOK EA

P : th/ lanjut

5 November 2010

S : sesak napas (+), batuk berdahak(+).

O : TD 110/70 mmhg, Nadi 82x/menit, RR 23/menit, T 36,5 C, wheezing

dan ronki kering (+/+)

A : PPOK EA

P : th/ lanjut

20

Page 21: PPOK

6 November 2010

S : sesak napas (+), batuk berdahak(+).

O : TD 120/80 mmhg, Nadi 85x/menit, RR 24/menit, T 36,7 C, wheezing

dan ronki kering (+/+)

A : PPOK EA

P : th/ lanjut

7 November 2010

S : sesak napas (+) tapi agak berkurang, batuk berdahak(+).

O : TD 110/80 mmhg, Nadi 76x/menit, RR 22/menit, T 36,5 C, wheezing

dan ronki kering (+/+)

A : PPOK EA

P : th/ lanjut

8 November 2010

S : sesak napas (+) tapi agak berkurang, batuk berdahak(+).

O : TD 120/80 mmhg, Nadi 77x/menit, RR 23/menit, T 36,5 C, wheezing

dan ronki kering (-/-)

A : PPOK EA

P : th/ lanjut

9 November 2010

S : sesak napas (-), batuk berdahak(+).

O : TD 100/80 mmhg, Nadi 76x/menit, RR 20/menit, T 36,4 C, wheezing

dan ronki kering (-/-)

A : PPOK EA

P : pasien pulang

21

Page 22: PPOK

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis PPOK karena adanya keluhan sesak

napas yang disertai batuk produktif. Gejala sesak nafas sudah sering dirasakan

pasien berulang-ulang dalam 2 bulan terakhir, terutama dirasakan saat

beraktivitas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bunyi nafas vesikuler melemah,

ronki kering dan wheezing (+/+) ekspirasi memanjang. Pasien juga memiliki

riwayat merokok ± 2 bungkus per hari. Dari pemeriksaan penunjang terlihat

jumlah sel-sel mononuklear dalam batas normal.

Merokok merupakan faktor pemicu PPOK terbanyak (95% kasus) di

negara berkembang. Merokok dan polusi udara oleh asap menyebabkan hipertrofi

kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan produksi mukus, menyebabkan batuk

produktif. Pada bronkitis kronis (batuk produktif > 3 bulan/ tahun selama > 2

tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu, terjadi

destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema), yang

menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara dan

peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi sesak nafas. Dengan

berkembangnya penyakit kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser

dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernafasan juga mungkin akan hilang,

sehingga memicu terjadinya gagal nafas.

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti

pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan

selama 10-14 hari. Bila infeksi dapat diberikan antibiotik spektrum luas.

22

Page 23: PPOK

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui nasal pronge 1-4 L/mnt Sasaran:

PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90%

Bronkodilator : inhalasi agonis ß2 (dosis dan frekuensi ditingkatkan) +

antikolinergik

Pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5mg/ kgbb/jam)

Steroid : prednison PO selama 10-14 hari

Steroid intravena : pada keadaan berat.

23

Page 24: PPOK

DAFTAR PUSTAKA

1. Agustin H, Yunus F. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK). J Respir Indo Vol. 28, No. 3. Jakarta : Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia, 2008.

155-160

2. Mengunnegoro H, dkk. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Jakarta: PDPI, 2001.

3. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. 105-107.

4. Price AS, Wilson CML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta; EGC, 2006, 785-788

5. Salim EM, Hermansyah, Suyata, et al. Standar Profesi Ilmu Penyakit

Dalam. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2000. 117-

119

6. Setiyanto H, Yunus F, Soepandi PZ, et al. Pola dan Sensitiviti Kuman

PPOK Eksaserbasi Akut yang Mendapat Pengobatan Echinacea Purpurea

dan Antibiotik Siprofloksasin. J Respir Indo Vol. 28, No. 3. Jakarta :

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas

Indonesia , 2008. 107-108

7. ER. Chronic Bronchitis, Emphysema, and Acute or Chronic Respiratory

Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Isselbacher KJ et al,

editor. Jakarta : EGC, 2000.

24

Page 25: PPOK

8. Soemantri ES, Unaiyah A. Bronkitis Kronik dan Emfisema Paru. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FK UI, 1996.

872-889

9. Tierney LM, McPhee SJ, Padapakis MA. Diagnosis dan Terapi Kedokteran

(Penyakit Dalam); penerjemah Gofir A dkk. Jakarta: Salemba Medika,

2002. 84-93

25