Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Terakreditasi A SK BAN –PT NO: 3095/SK/BAN-PT/Akred/S/VIII/2019 Potensi Sekuritisasi Oleh Pemerintah Kolombia Terhadap Krisis Pengungsi Venezuela Tahun 2014-2018 Skripsi Diajukan untuk Ujian Sidang Jenjang Sarjana Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Oleh Nadia Viranissa 2016330099 Bandung 2019
39
Embed
Potensi Sekuritisasi Oleh Pemerintah Kolombia Terhadap ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Universitas Katolik Parahyangan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Terakreditasi A
SK BAN –PT NO: 3095/SK/BAN-PT/Akred/S/VIII/2019
Potensi Sekuritisasi Oleh Pemerintah Kolombia Terhadap Krisis
Pengungsi Venezuela Tahun 2014-2018
Skripsi
Diajukan untuk Ujian Sidang Jenjang Sarjana
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Oleh
Nadia Viranissa
2016330099
Bandung
2019
Universitas Katolik Parahyangan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Terakreditasi A
SK BAN –PT NO: 3095/SK/BAN-PT/Akred/S/VIII/2019
Potensi Sekuritisasi Oleh Pemerintah Kolombia Terhadap Krisis
Pengungsi Venezuela Tahun 2014-2018
Skripsi
Nadia Viranissa
2016330099
Pembimbing
Sylvia Yazid, S.IP., MPPM., Ph.D.
Bandung
2019
iii
ABSTRAK
Nama : Nadia Viranissa
NPM : 2016330099
Judul : Potensi Sekuritisasi Oleh Pemerintah Kolombia Terhadap Krisis
Pengungsi Venezuela Tahun 2014-2018
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan potensi sekuritisasi isu selama
krisis pengungsi Venezuela terjadi. Penelitian ini melihat potensi pemerintah
Kolombia dalam mengamankan masalah migrasi, khususnya dalam kurun waktu
tahun 2014-2018. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian
“apakah krisis pengungsi di Venezuela pada tahun 2014-2018 berpotensi
mendorong sekuritisasi isu oleh Pemerintah Kolombia?". Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, penulis menggunakan konsep Keamanan Non-Tradisional dan
teori sekuritisasi yang dikemukakan oleh Copenhagen School. Analisis pada
penelitian ini berpusat pada potensi sekuritisasi, dengan mengidentifikasi kriteria
dari seluruh indikator sekuritisasi yaitu; ancaman eksistensial, objek referensi, aktor
sekuritisasi, tindak tutur aktor sekuritisasi, respon audiens dan tindakan luar biasa.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang mengambil sumber data dari
dokumen-dokumen. Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar kriteria dari
indikator sekuritisasi sudah terpenuhi. Namun, kriteria dari indikator 'extraordinary
measures' tidak terpenuhi. Kebijakan pemerintah Kolombia tidak merefleksikan
tindakan emergency yang dilakukan untuk menghadapi ancaman vital. Maka itu,
krisis pengungsi Venezuela dikatakan berpotensi mendorong sekuritisasi isu
dimasa yang akan datang. Namun, Pemerintah Kolombia memilih untuk tidak
melakukan sekuritisasi isu.
Kata Kunci: Keamanan Non-Tradisional, Sekuritisasi, Venezuela, Kolombia,
Krisis Pengungsi, Kebijakan Migrasi, Copenhagen School
iv
ABSTRACT
Name : Nadia Viranissa
Student Number : 2016330099
Title : The Potential of Securitization by the Colombian
Government Towards Venezuelan Refugee Crisis 2014-2018
This thesis intends to explain the potential of securitization during the Venezuelan
refugee crisis. It looks at the potential of the Colombian Government in securitizing
the issue of migration, specifically from the time period of 2014 to 2018. This
thesis answers the question of “whether the Venezuelan refugee crisis in 2014-2018
enhance the potential of securitization by the Colombian Government?”. To answer
this question, the thesis uses the concept of Non-Traditional Security and theory of
Securitization by Copenhagen School. More specifically, the analysis centers on
the potential of securitization by examining the criteria of the securitization
indicators , such as; ‘existential threat’, ‘referent object’, ‘securitizing actors’,
‘speech act’, response of the audience, and ’extraordinary measures’. This thesis
uses the qualitative method which uses documents as sources of the analysis. The
analysis of the thesis has proven that most of the criteria for securitization was
fulfilled. But, the criteria of 'extraordinary measures' indicator were not fulfilled.
The Colombian Government policies did not reflect the emergency measures taken
to end the vital threat. Therefore, the Venezuelan Refugee Crisis does enhance the
potential of securitization in the future. However, the Government of Colombia has
(Jakarta, 2018) 7-9. 11 UNHCR, “Venezuela Situation: Responding to The Needs of People Displaced from
Venezuela” United Nations High Commissioner for Refugees (2018) 3-5.
4
(CLAP).12 Program CLAP bertujuan untuk mempermudah akses masyarakat
miskin terhadap pangan. Namun, seperti program pemerintah lainnya yang kurang
pengawasan, program ini tidak lepas dari masalah inefisiensi, korupsi dan bias
politik pemerintah.13 Berdasarkan hasil survey Norwegian Peacebuilding
Research Centre, sebanyak 71% masyarakat Venezuela menyalahkan pemerintah
atas kelangkaan pangan yang dialami dan sebanyak 79% menyampaikan opini
negatif mengenai rezim Nicolás Maduro.14
Saat ini, pemerintah Venezuela terus bergantung kepada militer khususnya
dalam menangani protes masyarakat terhadap pemerintah. Angkatan militer
diberikan wewenang untuk mengendalikan titik-titik distribusi kebutuhan pokok
seperti pelabuhan dan bandar udara.15 Kuatnya posisi militer lantas
meminimalisir kemungkinan masyarakat untuk menjatuhkan Nicolás Maduro
dari posisinya sebagai presiden.
Sejak tahun 2015, sebanyak 2,3 juta masyarakat Venezuela memutuskan
untuk bermigrasi ke negara tetangga agar dapat bertahan hidup.16 Namun, 60%
diantaranya meninggalkan negara tanpa dokumen identifikasi yang sah, sehingga
mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan izin tinggal di negara tujuan.17
12 Moises Rendon, “The Maduro Diet: Food vs Freedom in Venezuela” Centre for Strategic
Studies and International Studies (Washington, 2018) July 9, 2018,
accessed February 5, 2019, https://www.csis.org/analysis/maduro-diet-
food-v-freedom-venezuela 13 Ibid. 14 David Smilde “The Venezuelan Crisis, Regional Dynamics and The Colombian Peace
Process” Norwegian Peacebuilding Research Centre (Norwegia, 2016) 7-9. 15 Diego Moya Ocampos, “Venezuela Elections 2018: Military and Institutional backing
Could Keep Maduro in Power Despite Sanctions” LACC (United Kingdom, 2018) 1-3. 16 UNHCR, “Venezuela Situation: Responding to The Needs of People Displaced from
Venezuela” United Nations High Commissioner for Refugees (2018) 3-5. 17 Ibid.
Perpindahan penduduk secara masif dari Venezuela juga dapat dilihat sebagai
ancaman bagi stabilitas domestik dan keamanan negara Kolombia. Bentuk
ancaman dari krisis pengungsi yang sedang dialami mendorong potensi
pemerintah Kolombia untuk melakukan sekuritisasi isu sebagai upaya
penanganan. Untuk itu, penelitian ini mengangkat topik: Potensi Sekuritisasi
Isu Oleh Pemerintah Kolombia Terhadap Krisis Pengungsi Venezuela
Tahun 2014-2018.
1.2 Identifikasi Masalah
1.2.1 Deskripsi Masalah
Menurut data yang diambil oleh Congress Research Service, pada tahun 2018
Kolombia telah menerima sekitar 1,4 juta pengungsi Venezuela.18 Jumlah ini
menjadikan Kolombia sebagai negara dengan jumlah pengungsi terbesar diantara
negara-negara Amerika Latin. Namun, diluar angka tersebut masih banyak
masyarakat Venezuela yang masuk ke Kolombia melalui jalur yang tidak dijaga
oleh petugas imigrasi Kolombia, sehingga sulit untuk menghitung jumlah
keseluruhannya.
Luas wilayah perbatasan antara Kolombia dan Venezuela adalah sebesar 1,378
mil, dengan 7 titik perbatasan resmi.19 Dari seluruh kota yang ada di Kolombia,
Cúcuta merupakan kota yang paling dituju oleh pengungsi. Pada tahun 2018,
jumlah pengungsi yang masuk menggunakan passport atau dokumen sah berjumlah
376,572 jiwa. Sedangkan jumlah pengsungsi yang masuk secara illegal atau tanpa
18 Congressional Research Service, “The Venezuela Regional Migration Crisis” (Washington DC,
2018) 1-2. 19 Ibid.
6
dokumen sah berjumlah 442,262 jiwa.20 Pada bulan Juni 2018, pihak pemerintah
Kolombia telah mengadakan survey di 1.109 titik resmi di 413 kota untuk
menghitung, mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi terkait pengungsi
yang masuk tanpa dokumen sah.21
Sebagai negara yang telah meratifikasi United Nations Convention on Refugee
tahun 1951, Pemerintah Kolombia berusaha untuk memperjuangkan Hak Asasi
Manusia (HAM) yang dimiliki oleh setiap individu, termasuk pengungsi dari
Venezuela.22 Sebagai bentuk komitmennya terhadap konvensi United Nations (UN)
terkait pengungsi, pemerintah Kolombia saat ini sedang berusaha untuk
memberikan bantuan serta perlindungan terhadap para pengungsi dengan
memberikan izin tinggal dan bekerja sementara kepada pengungsi yang masuk
menggunakan dokumen sah. Namun, pemerintah Kolombia memperkirakan biaya
untuk menyediakan bantuan seperti kesehatan, pendidikan, dan pangan
membutuhkan biaya sekitar 0,23% hingga 0,41% dari total Gross Domestic Product
(GDP) negara.23 Untuk itu, diperlukan tindakan lain dalam menangani krisis
pengungsi yang terjadi.
Di sisi lain, Presiden Kolombia Iván Duque Márquez tetap berusaha untuk
menjaga stabilitas domestik dengan menempatkan tentara bersenjata di seluruh titik
perbatasan. Hal ini dilakukan sebagai respon dari terjadinya krisis pengungsi dan
meningkatnya kasus kriminal yang melibatkan pengungsi Venezuela. Pada tahun
20 Dany Bahar dan Meagan Dooley, “Integrating Venezuelans into the Colombian Labor Market”
Brookings Global Economy and Development (2018) 3-5. 21 Ibid. 22 United Nations High Commissioner for Refugees, “The Refugee Convention 1951” (1990) 12-
13. 23 Ibid.
7
2018, para pengungsi yang berada di daerah sekitar Catatumbo dilaporkan
melakukan tindak kriminal dengan menyelundupkan cocaine ke dalam negeri.24
Kasus serupa juga terjadi di sekitar wilayah perbatasan timur dan selatan Kolombia.
Selain kasus penyelundupan cocaine, kasus kekerasan antara pihak militer
Kolombia dan Venezuela juga terjadi. Pada bulan Februari 2018, sebanyak 567
tentara militer Venezuela mengunjungi wilayah perbatasan Kolombia dan
menghambat bantuan internasional Amerika Serikat yang sedang di distribusikan
melalui wilayah tersebut.25 Keberadaan militer Venezuela lantas menghambat
proses distribusi dan menyebabkan kericuhan di wilayah perbatasan.
Meskipun, pemerintah Kolombia telah melakukan beberapa upaya seperti
memberikan izin tinggal dan bantuan kemanusiaan, Pemerintah Kolombia belum
sepenuhnya berhasil menangani krisis pengungsi. Pada kenyataannya, krisis
pengungsi masih menjadi ancaman vital yang harus segera ditangani. Pemerintah
Kolombia telah menyatakan bahwa masalah yang sedang dihadapi saat ini bukan
hanya masalah dalam lingkup domestik. Melainkan sebuah krisis yang berdampak
besar bagi negara-negara sekitar Venezuela. Untuk itu, penelitian ini fokus terhadap
potensi sekuritisasi isu oleh Pemerintah Kolombia terhadap krisis pengungsi
Venezuela tahun 2014-2018.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengkajian mengenai krisis pengungsi
24 Ibid. 25 Business Insider, “567 Venezuelan Soldiers Defected to Colombia” February 2, 2018, August
Venezuela serta indikator-indikator sekuritisasi isu yang telah dilakukan oleh
pemerintah Kolombia. Adapun, pembatasan kurun waktu yang dilakukan yaitu dari
tahun 2014 hingga tahun 2018. Hal ini dikarenakan, krisis pengungsi Venezuela
terjadi sejak tahun 2014 dan pemerintah Kolombia
Penulis memilih kurun waktu tersebut berdasarkan alasan berikut. Sejak tahun
2014, jumlah pengungsi Venezuela di Kolombia terus meningkat secara signifikan.
Hal tersebut, menjadikan Kolombia sebagai negara penerima pengungsi terbesar
diantara negara-negara Amerika Latin. Perpindahan penduduk secara masif tersebut
menyiratkan ancaman yang besar terhadap seluruh masyarakat Kolombia.
Menanggapi hal ini, pada tahun 2018 Pemerintah Kolombia menerapkan beberapa
kebijakan migrasi sebagai bentuk penyelesaian masalah.
1.2.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan deskripsi masalah yang sudah
dijelaskan oleh penulis pada sub-bab sebelumnya, maka muncul lah pertanyaan
penelitian / research question: "Apakah krisis pengungsi Venezuela pada tahun
2014-2018 berpotensi mendorong sekuritisasi isu oleh Pemerintah
Kolombia?"
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan bagaimana krisis pengungsi
Venezuela dapat memunculkan potensi bagi pemerintah Kolombia untuk
melakukan sekuritisasi isu. Penelitian ini dibantu dengan menggunakan data-data
dan teori-teori Hubungan Internasional yang relevan.
9
1.3.2 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dengan
memahami proses sekuritisasi isu melalui kasus Kolombia dan Venezuela. Dengan
adanya penelitian ini, penulis juga berharap tulisan ini dapat dijadikan sumber
informasi dalam penelitian serupa. Adapun kegunaan penelitian bagi penulis sendiri
adalah untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang topik yang
diangkat.
1.4 Kajian Literatur
Dalam beberapa tahun kebelakang, krisis pengungsi telah menjadi sebuah
agenda penting bagi dunia internasional. Hal ini dikarenakan, skala perpindahan
penduduk yang semakin luas dan dampaknya terhadap aspek-aspek kehidupan
masyarakat terutama, aspek keamanan negara.
Pada dasarnya, suatu negara memiliki kewajiban untuk memenuhi 5 nilai dasar
yang menjamin kehidupan seluruh masyarakat. Nilai-nilai tersebut adalah security,
freedom, order, justice dan welfare.26 Namun ketika nilai-nilai tersebut tidak
berhasil dipenuhi oleh negara, maka kondisi domestik akan bergejolak dan
mendorong masyarakat untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negara lain.
Hal ini, digambarkan dengan sangat jelas oleh masyarakat Venezuela yang
mengalami krisis kemanusiaan dan bermigrasi ke Kolombia.
Untuk dapat memahami alur pembahasan secara dalam dan menyeluruh, telah
digunakan tiga jurnal yaitu artikel jurnal karya Pontificia Universidad Javeriana,
26 Robert Jackson dan Georg Sørensen “ Introduction to International Relations” Oxford
University Press (United Kingdom, 2013) 5-7.
10
Günther Maihold, dan Enrique Gómez Ramírez.
Artikel jurnal pertama yang berjudul “Regional Response to The Crisis in
Venezuela: Safeguarding the Human Rights of Refugees and Migrants” ditulis oleh
Pontificia Universidad Javeriana. Jurnal ini membahas tentang krisis kemanusiaan
Venezuela dalam berbagai aspek serta bagaimana Kolombia menanggapi
perpindahan penduduk dalam jumlah yang sangat besar. Dalam artikel jurnal ini
dikatakan, selain mengalami krisis dalam aspek ekonomi dan sosial, masyarakat
Venezuela juga mengalami krisis institusional dan juga keamanan. Krisis
Institusional terjadi, karena pembagian kekuasaan yang tidak merata antara
pemerintah dengan rakyat. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya suatu lembaga
negara atau ombudsman yang mempunyai kewenangan untuk melindungi hak-hak
seluruh warganegara.27 Akibatnya, hukum yang diterapkan Venezuela bersifat
fluktuatif. Lebih dari itu, krisis institusional yang terjadi berdampak besar pada
aspek keamanan negara. UN telah menetapkan ibu kota Venezuela yaitu Caracas,
sebagai kota kedua yang paling berbahaya di dunia. Hal ini dapat dilihat dari 21,752
jumlah korban yang meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan oleh pihak
pemerintah pada tahun 2016.28
Di samping itu, artikel jurnal ini juga mengupas tentang bagaimana pemerintah
Kolombia menangani konflik yang terjadi antara masyarakat lokal dengan
pengungsi Venezuela, setelah memasuki lintas batas negara. Diskriminasi dan
xenophobia merupakan penyebab utama dari ketegangan di sepanjang wilayah
27 Pontificia Universidad Javeriana “Regional Responses to the Crisis in Venezuela: Safeguarding
the Human Rights of Refugees and Migrants” The Stanley Foundation (Colombia, 2018) 1-8. 28 Ibid.
11
perbatasan. Namun, kasus-kasus kriminal yang melibatkan para pengungsi asal
Venezuela juga menjadi penyebab lain dari ketegangan yang terjadi.
Artikel jurnal ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 2009, Kolombia telah
mengembangkan kebijakan luar negerinya terkait migrasi, namun hingga tahun
2017 kebijakan tersebut dinilai belum jelas oleh banyak negara.29 Adapun tantangan
yang saat ini dihadapi Kolombia adalah menangani masalah migrasi Venezuela
dengan mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) yang melekat dalam diri para
pengungsi.
Dalam artikel jurnal kedua yang berjudul “Colombia’s Peace and Venezuela’s
Turmoil: An Emerging Regional Crisis Landscape in South America”, Günther
Maihold berargumen bahwa hubungan antara Venezuela dan Kolombia semakin
terikat sejak Colombian Peace Process disepakati.30 Pada tahun 2016, Venezuela
memiliki peran yang penting dalam pembuatan peace agreement antara pemerintah
Kolombia dengan Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC). Walaupun
demikian, hubungan antara Venezuela dan Kolombia saat ini memasuki tahap
eskalasi konflik baru yang disebabkan oleh krisis pengungsi. Ketegangan yang
terjadi di seluruh wilayah perbatasan, dikhawatirkan dapat mengancam perdamaian
yang baru saja dinikmati masyarakat Kolombia setelah 50 tahun mengalami
konflik.
Sejak tahun 2018, pemerintah Kolombia mulai melakukan intervensi dengan
mengirimkan pasukan bersenjata untuk berjaga di beberapa titik perbatasan sebagai
29 Ibid. 30 Günther Maihold “Colombia’s Peace and Venezuela’s Turmoil: An Emerging Regional Crisis
Landscape in South America” Stiftung Wissenchaft Und Politik (Germany, 2018) 1-7.
12
respon terhadap konflik kekerasan antara pengungsi Venezuela dengan masyarakat
lokal.31 Selain menyebabkan ketegangan di wilayah perbatasan, krisis pengungsi
juga menganggu infrastruktur kesehatan dan sistem distribusi pangan oleh
pemerintah Kolombia kepada masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah
perbatasan.32
Günther Maihold menambahkan, perlu ada perubahan ideologi politik
masyarakat Kolombia terhadap pengungsi Venezuela agar tidak menghambat arus
migrasi dan merugikan hubungan bilateral kedua negara. Hal ini, merupakan tugas
utama bagi pemerintah Kolombia, sebagaimana tidak ada dukungan yang dapat
diharapkan dari pemerintah Venezuela yang menutup diri dari negara-negara
Amerika Latin.
Artikel jurnal ketiga yang berjudul “The Venezuelan Migrant Crisis: A
Growing Emergency for The Region” karya Enrique Gómez Ramírez lebih
menekankan pada kerjasama regional yang dilakukan oleh negara-negara Amerika
Latin. Pada bagian awal, dijelaskan bahwa pengungsi Venezuela sudah mulai
memenuhi kota-kota besar di Kolombia, seperti Cúcuta dan Bogotá. Jumlah
pengungsi Kolombia yang berada di Bogotá adalah sekitar 23,5% dari total jumlah
pengungsi, dimana lebih dari 395,000 pengungsi memiliki intensi untuk menetap di
Kolombia selama lebih dari satu tahun.33 Dalam mengatasi krisis pengungsi yang
terjadi, Pemerintah Kolombia meminta bantuan dunia internasional.
Negara-negara Amerika Latin menganggap krisis pengungsi Venezuela
31 Ibid. 32 Ibid. 33 Enrique Gómez Ramírez “The Venezuelan Migrant Crisis: A Growing Emergency for The
Region” European Parliament Research Service (EU, 2018) 1-1.
13
sebagai suatu permasalahan regional yang perlu diselesaikan bersama. Maka itu,
telah diadakan konferensi tingkat tinggi di Bogotá, Quito, New York, Washington
DC dan Geneva untuk membahas upaya bersama.34 Kepala negara Kolombia,
Brazil, Argentina, Kosta Rika, Chili, Meksiko, Panama, Paraguay, Republik
Dominika, Uruguay dan Ekuador sepakat untuk bekerja sama dalam menangani
hal-hal seperti pengumpulan data pengungsi, dokumentasi, distribusi bantuan
kemanusiaan, perlindungan anak serta diskriminasi/xenophobia.35 Selain negara,
Non-Governmental Organizations (NGO) juga terlibat dalam penanganan krisis
pengungsi.
Setelah mengkaji artikel jurnal diatas, terdapat beberapa hal yang nantinya
ditambahkan oleh penulis dalam penelitian ini. Yang pertama, adalah penyebab
krisis kemanusiaan di Venezuela, serta dampaknya terhadap stabilitas domestik
Kolombia. Yang kedua, adalah sistem pemerintahan dan sistem pengambilan
keputusan di Kolombia. Yang terakhir, adalah potensi sekuritisasi isu oleh
pemerintah Kolombia terhadap krisis pengungsi Venezuela.
1.5 Kerangka Pemikiran
Dalam menjawab pertanyaan penelitian, konsep keamanan non-tradisional,
‘human security’, teori sekuritisasi oleh Copenhagen School, serta konsep
pengambilan keputusan 'rational actor model' digunakan sebagai pisau analisis.
Perubahan pola hubungan internasional dan berakhirnya perang dingin,
34 Ibid. 35 Ibid.
14
mempertimbangkan kembali konsep keamanan negara yang sebelumnya
menitikberatkan jenis ancaman militer yang bersifat state-centric.36 Secara umum,
konsep keamanan dibuat berdasarkan konflik militer antara satu negara dengan
negara lainnya pada masa perang dunia. Namun setelah berakhirnya perang, konsep
tersebut telah mengalami perubahan, yang diketahui sebagai ‘depeening and
widening of security concept’ dan melahirkan konsep keamanan-non tradisional.37
Berbeda dengan keamanan tradisional yang hanya fokus terhadap kekuatan
militer suatu negara, keamanan non-tradisional membahas isu-isu kontemporer
yang lebih luas serta mendalam. Hal ini ditunjukan oleh kajiannya yang membahas
tentang isu diluar pertahanan teritorial negara, serta bersifat people-centred.38 Saat
ini, kajian keamanan non-tradisional juga sering disebut sebagai human security.
Konsep human security dapat dikatakan relevan bagi seluruh masyarakat dunia,
karena ancaman seperti kelangkaan sumber daya, penyakit menular, perubahan
iklim, perdagangan manusia dan terorisme mengancam keamanan individu tanpa
mengenal lintas batas negara.39 Terdapat beberapa dimensi dalam konsep human
security yaitu: economic security, health security, community security, food
security, personal security, political security dan environmental security. Dalam
penelitian ini, konsep keamanan non-tradisional digunakan untuk memahami krisis
pengungsi sebagai salah satu ancaman dalam konsep human security.
Perkembangan konsep human security didukung secara penuh oleh United
36 Barry Buzan, “People, States and Fear” Harvester Press Group (1983) 1-2. 37 Barry Buzan dan Lene Hansen, “The Evolution of International Security Studies” Cambridge
University Press (Cambridge: United Kingdom, 2009) 187. 38 Ibid. 39 Barry Buzan dan Lene Hansen,“The Evolution of International Security Studies” Cambridge
University Press (Cambridge: United Kingdom, 2009), 202-204.
15
Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1994: Pertama, UNDP
memformulasikan konsep human security yang mempelajari tentang berbagai jenis
ancaman yang menghalangi individu untuk hidup dalam kesejahteraan.40 Maka dari
itu, konsep keamanan saat ini diaplikasikan kedalam sektor-sektor yang mengampu
kehidupan masyarakat seperti ekonomi, lingkungan, kesehatan, politik dan lain
sebagainya. Kedua, UNDP juga menekankan bahwa menjaga keamanan individu
sama pentingnya dengan menjaga keamanan teritorial. Untuk itu, upaya dalam
lingkup global sangat dibutuhkan untuk menangkal segala ancaman non-militer,
terutama di negara-negara yang mengalami kemiskinan atau keterbelakangan.41
Perkembangan konsep human security memberikan ruang untuk
mempertimbangkan kembali hubungan antara krisis pengungsi dengan keamanan
internasional. Krisis pengungsi dapat dilihat sebagai ancaman bagi keamanan
negara, masyarakat dan individu didalam suatu negara, dalam kasus ini adalah
Kolombia. Faktanya, kedatangan para pengungsi ke negara tujuan dapat menjadi
penyebab kesulitan ekonomi, memudarkan identitas budaya, serta melemahkan
institusi yang berkuasa dalam suatu negara.42
Aktivitas migrasi secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu,
voluntary migration dan forced migration.43 Voluntary migration mengacu pada
perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain karena alasan yang bersifat
tidak memaksa seperti pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan, forced migration
40 United Nations Development Programme (UNDP) “Human Development Report 1994” Oxford
University Press (Oxford: 1994) 1-5. 41 Ibid. 42 Paul D. Williams “Security Studies: An Introduction” Routledge (New York, 2008) 473-474. 43 Ibid.
16
mengacu pada perpindahan penduduk dari satu negara ke negara lain karena alasan
ekonomi, perang, bencana alam, etnis, dan politik sehingga masyarakat terpaksa
untuk meninggalkan tempat tinggal nya. Perpindahan penduduk dari Venezuela ke
Kolombia dapat dikategorikan sebagai forced migration.
Untuk memahami potensi sekuritisasi yang dilakukan oleh pemerintah
Kolombia terhadap krisis pengungsi Venezuela, maka penulis menggunakan teori
sekuritisasi yang dicetuskan oleh Copenhagen School. Teori Copenhagen School
mendukung penuh perluasan konsep keamanan tradisional dan menempatkan
batasan analitis terhadap konsep tersebut.44 Teori ini fokus terhadap bagaimana
konsep keamanan diaplikasikan dalam isu-isu kontemporer yang bersifat
intersubjektif.
Menurut Barry Buzan dan Ole Wæver, terdapat 3 konsep utama terkait
keamanan: Yang pertama adalah ‘sectors’, yang digambarkan sebagai arena dari
interaksi keamanan antara dua negara seperti politik, ekonomi, lingkungan dan
sosial.45 Yang kedua adalah ‘regional security complexes’, yang didefinisikan
sebagai serangkaian proses keamanan yang saling berkaitan, sehingga tidak dapat
diselesaikan secara terpisah. Konsep ini mengacu pada masalah keamanan antara
dua negara yang menghasilkan interaksi keamanan regional. Konsep yang terakhir
adalah, sekuritisasi yaitu proses konstruksi sebuah ancaman secara diskursif.
Konsep sekuritisasi diformulasikan oleh Ole Wæver pada tahun 1995, menurut
beliau sekuritisasi merupakan sebuah proses pengangkatan isu non-keamanan
44 Barry Buzan, Ole Wæver dan Jaap de Wilde “Security: A New Framework Analysis” Lynne
Reinner (UK, 1998) 1-19. 45 Ibid.
17
menjadi isu keamanan. Sehingga, isu yang sebelumnya dilihat sebagai 'normal
politics' berubah menjadi 'emergency politics'. Hal itu dilakukan sebagai bentuk
penyelesaian masalah yang dilakukan oleh negara dalam menghadapi ancaman
yang menimpa. Lebih dari itu, menurut Barry Buzan dan Ole Wæver, dalam proses
sekuritisasi konsep keamanan dibangun oleh norma relatif dan subyektif.46 Untuk
itu, ‘state of emergency’ suatu negara dapat dibangun melalui tutur kata dan tidak
selalu berdasarkan konsep realitas.47 Rangkaian proses sekuritisasi menurut
Copenhagen School diilustrasikan oleh gambar dibawah ini.
Gambar 1.1 Proses Sekuritisasi Isu Menurut Copenhagen School
46 Barry Buzan, Ole Wæver dan Jaap de Wilde “Security: A New Framework Analysis” Lynne
Reinner (UK, 1998) 1-19. 47 Ibid.
Securitizing Actor
Extraordinary Measures
Existential Threat
Referent Object
Urgency
18
Sumber: Melly Caballero Anthony, “An Introduction to Non-traditional Security Studies: A
Transnational Approach”.48
Berdasarkan gambar yang diambil dari buku "An Introduction to Non-
traditional Security Studies: A Transnational Approach" karya Melly Caballero
Anthony terdapat beberapa indikator utama dalam proses sekuritisasi. Barry Buzan
dan Ole Wæver berargumen bahwa terdapat 4 indikator dalam rangakaian proses
sekuritisasi. Yang pertama adalah munculnya ‘existential threat’ dan ‘referent
object’. 'existential threat’ merupakan entitas yang dianggap mengancam ‘referent
object’ baik secara diskursif maupun nyata. Sedangkan ‘referent object' dapat
mengacu kepada suatu kelompok masyarakat, negara atau bangsa. Indikator yang
kedua adalah keberadaan ‘securitizing actors’ yang akan mengangkat isu non-
keamanan menjadi isu keamanan melalui ‘speech act’. ‘securitizing actors’ dalam
hal ini mengacu kepada perwakilan negara atau pemerintah seperti presiden atau
elit politik. Lebih dari itu, pengangkatan masalah harus direpresentasikan kedalam
sebuah pernyataan atau ‘speech act’ yang disampaikan, secara langsung maupun
tidak langsung kepada audiens.
Indikator yang ketiga adalah respon audiens terhadap pernyataan aktor
sekuritisasi. Menurut Ole Wæver, pernyataan yang telah di deklarasikan oleh
perwakilan pemerintah perlu diterima dan diartikulasikan dnegan baik oleh para
audiens. Hal tersebut dapat dilihat dari ada atau tidaknya tindakan yang
memunculkan perdebatan antara aktor sekuritisasi dengan audiens. Indikator yang
terakhir adalah ‘extraordinary measures’. Jika deklarasi masalah sudah diterima
48 Melly Caballero Anthony, “An Introduction to Non-traditional Security Studies: A