Top Banner
POSISI UMAT ISLAM DALAM PERKEMBANGAN ILMU DAN FILSAFAT Makalah Tugas Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan Pengampu: Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara (Koordinator) Oleh: Ahmad Fadhil NIM: 10.3.00.1.02.01.0012 1
31

Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Feb 25, 2023

Download

Documents

Ahmad Fadhil
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

POSISI UMAT ISLAM

DALAM PERKEMBANGAN ILMU DAN FILSAFAT

Makalah Tugas Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan

Pengampu:

Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara (Koordinator)

Oleh:

Ahmad Fadhil

NIM: 10.3.00.1.02.01.0012

1

Page 2: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2011-2012 M.

2

Page 3: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Pendahuluan

Al-Afghani pernah menyindir umat Islam yang gemar

bersikap romantis, yaitu membangga-banggakan prestasi kaum

Muslimin pada zaman dulu. Diceritakan di dalam buku Zu‘ama’

al-Islah bahwa Al-Afghani pernah dikunjungi oleh Shakib

Arsalan, lalu Arsalan mengemukakan bahwa bangsa Arab adalah

yang pertama-tama menyeberangi samudera Atlantis dan

menemukan benua Amerika. Al-Afghani pun menjawab, “Kini

umat Islam adalah umat yang setiap kali orang-orang berkata

kepada mereka, ‘Berprestasilah,’ mereka menjawab, ‘Dulu,

leluhur kami telah melakukan ini itu.’ Mereka hidup di

dunia khayal tentang prestasi leluhur mereka dan tidak

berpikir bahwa kemuliaan leluhur mereka tidak menafikan

kemunduran dan kerendahan mereka. Orang-orang Timur, jika

hendak berapologi atas kemunduran mereka saat ini, akan

mengatakan, ‘Apa kalian tidak tahu prestasi leluhur kami.’

Leluhur kalian memang orang-orang besar. Tapi, kalian tetap

seperti keadaan kalian saat ini. Kalian tidak pantas untuk

membangga-banggakan prestasi-prestasi leluhur kalian,

kecuali kalian berbuat seperti mereka.”1

Sikap tersebut tidak benar dan tidak produktif. Tapi

tidak benar juga sikap menolak jasa umat Islam terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan seperti yang diutarakan oleh

Ernest Renan. Menurut Renan, tidak mendorong berkembangnya

1 Al-Islam fi al-Fikr al-Gharbi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 13.3

Page 4: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

ilmu, filsafat, dan kajian bebas, melainkan penghalang

baginya.2

Tulisan ini posisi umat Islam dalam perkembangan

pemikiran ilmu pengetahuan, terutama ilmu filsafat. Tulisan

terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan

bahwa ilmu dan filsafat itu muncul di Timur, dan bukannya

di Barat. Bagian kedua menunjukkan pandangan Islam terhadap

akal. Dan bagian ketiga menunjukkan bahwa umat Islam

memainkan peran penting dalam perkembangan filsafat Barat,

baik pada zaman pertengahan maupun modern.

2 Al-Islam fi al-Fikr al-Gharbi: ‘Ard wa Munaqashah, Mahmud Hamdi Zaqzuq, Al-Kuwait: Dar al-Qalam, cetakan II, 1406 H./1986 M., h. 15.

4

Page 5: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Ilmu dan Filsafat Terbit di Timur

Menurut kamus, timur artinya arah mata angin tempat

matahari terbit, lawan barat tempat matahari terbenam.

Timur Dekat adalah bagian Timur yang dekat ke Eropa, lawan

Timur Jauh seperti Cina, Korea, dan Jepang, wilayah di

antara keduanya disebut Timur Tengah. Blok Timur artinya

negara-negara yang menganut paham komunis yaitu negara-

negara Eropa di sebelah Timur. Orang Timur artinya bangsa

yang diam di bagian Timur dunia (dari India sampai ke

Jepang), lawan orang Barat yaitu orang Eropa (orang yang

mendiami Benua Eropa). Ketimuran artinya yang bersifat

timur, misalnya seseorang mengatakan, “Kita harus

mempertahankan adat ketimuran kita.”3

Dalam bahasa Arab, Timur adalah sharq. Dari kata ini,

bisa diderivasi kata ishraq dan mashriq. Dalam bahasa Inggris

east dan orient. Echols dan Shadili mengatakan bahwa “The

Orient” artinya Asia Timur dan “Oriental” artinya orang

timur/Asia.4 Munir al-Ba‘labaki mengatakan, east itu al-sharq

dan al-mashriq itu al-buldan al-waqi‘ah sharqi urubah. Ba‘labaki

mengatakan orient itu al-sharq atau al-mashriq, orientalism itu

ma‘rifah wa dirasah al-lughat wa al-adab al-sharqiyyah dan orientalist itu

al-daris li al-lughat al-sharq wa fununuh wa hadaratuh.5

3 Kamus Umum Bahasa Indonesia, J.S. Badudu dan Sutan MohammadZain, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, cet. III, Desember 1996, h.1510.

4 Kamus Bahasa Inggris Indonesia, john m. Echols dan Hassan Shadili, Jakarta: Gramedia, cet. XXV, 2000, h. 205 dan 408.

5 Al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary, Munir al-Ba‘labaki, Beirut:Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 2005, h. 302 dan 638.

5

Page 6: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Bangsa-bangsa Barat, misalnya Perancis dan Inggris,

sangat memperhatikan dan mendorong kajian peradaban-

peradaban kuno sebagai warisan umat manusia. Mereka

membiayai dan mendorong penelitian-penelitian tentang

sejarah, bahasa, penggalian benda-benda peninggalan kuno

agar dapat merekonstruksi gambaran kehidupan pada masa lalu

dalam berbagai aspek. Mereka memasukkannya ke dalam mata

kuliah di perguruan tinggi, mengadakan seminar-seminar, dan

menerbitkan jurnal-jurnal ilmiah, sehingga kini kajian ini

sudah mencakup berbagai cabang keahlian yang mustahil

dikuasai oleh seseorang secara keseluruhan.6

Meskipun demikian, patut dikatakan bahwa terkadang

mereka melakukannya terkadang dengan mengikuti keinginan,

kepentingan, dan ideologi mereka sendiri.7

Bangsa-bangsa Timur terlambat dalam memperhatikan hal

ini. Mesir baru mulai mempelajari ilmu Pra Historis pada

abad 19 berkat jasa ilmuwan Inggris, Perancis, Jerman,

Hongaria terutama Flinders Petrie dan Jacques de Morgan

yang menemukan Kebudayaan Niqadah pada tahun 1895 dan

1897.8 Untuk kita orang Indonesia, mengetahui bahwa

Pithecanthropus Erectus, fosil tertua makhluk yang

menyerupai manusia modern yang ditemukan, itu dikenal di

dunia sebagai “Manusia Jawa” (insan jawah, homo javanensis) yang6 Ma‘alim Hadarat al-Sharq al-Adna al-Qadim, Muhammad Abu al-Mahasin

‘Usfur, Beirut: Dar al-Nahdah al-‘Arabiyyah, 1408 H./1987 M., h. d.7 Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, Ru’yah ‘Arabiyyah fi Tarikh al-Sharq al-

Adna al-Qadim wa Hadaratih, Kairo: Dar Quba li al-Tiba‘ah wa al-Nashr waal-Tawzi‘, 1998, cover belakang.

8 ‘Abd al-Latif Ahmad ‘Ali, Muhadarat fi Tarikh al-Sharq al-Adna al-Qadim, Beirut: Maktab Karidiyyah Ikhwan, 1991, h. 15-16.

6

Page 7: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

ditemukan oleh E. Dubois di Trinil Jawa Tengah pada tahun

1891 dan kini masih tersimpan di Musium Teyler di kota

Haarlem Belanda, boleh jadi mencukupi sebagai pendorong

mempelajari sejarah kuno. Boleh jadi leluhur kita telah

memiliki “peradaban” dan “kebudayaan”.

Mereka sering disebut hidup pada masa “Pra historis”.

Istilah “sebelum” dan “setelah” sejarah ini salah dan tidak

mengenakkan bagi kita, “Orang Timur”, tapi kadung lumrah.

Sebutan ini menurut al-Mahasin dan Ahmad ‘Ali salah. Kajian

tentang manusia pra historis adalah kajian historis juga.

Jika kita ingin menekankan bahwa mengenal tulisan adalah

peristiwa yang sangat penting dalam sejarah manusia, maka

menurut al-Mahasin lebih tepat kita menyebut masa itu

dengan nama “Masa sebelum mengenal tulisan” dan masa

setelahnya dengan sebutan “Masa dokumen tertulis atau masa

kodifikasi”, dan menurut Ahmad ‘Ali sebagai masa “Fajar

Sejarah”. Terkadang para ahli memperiodisasi sejarah

berdasarkan materi yang digunakan manusia untuk membuat

peralatan, seperti Zaman Batu dan Zaman Tembaga; atau

berdasarkan aspek ekonomi menjadi Zaman Berburu

(mengumpulkan makanan) dan Zaman memproduksi makanan. Tidak

ada batasan yang jelas antar periode-periode tersebut.9

9 Boucher de Perthes dan Edward Lartet dari Perancis diakuisebagai pendiri ilmu Sebelum Sejarah, juga Gabriel de Mortilllet,Joseph Dechelette. Lihat: Muhammad Abu al-Mahasin ‘Usfur, al-Sharq al-AdnaQabla ‘Usurih al-Tarikhiyyah, Kairo: Matba‘ah al-Misri, 1962, h. 2, footnoteno. 1-4; ‘Abd al-Latif Ahmad ‘Ali, Muhadarat fi Tarikh al-Sharq al-Adna al-Qadim, Beirut: Maktab Karidiyyah Ikhwan, 1991, h. 2-3, 14.

7

Page 8: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Kajian tentang peran Timur dalam perkembangan ilmu dan

filsafat hingga saat ini sangat penting. Penyebabnya adalah

masih adanya carut marut pemikiran dan etika seputar

orisinalitas, urgensi, dan posisi kebudayaan atau peradaban

Timur. Banyak ahli sejarah, saintis, dan filsuf Barat yang

berusaha memaksakan pandangan bahwa bangsa Yunani adalah

pencipta pemikiran, ilmu, etika, sosial, politik, seni,

matematika, astronomi, kedokteran, logika, dan filsafat.

Seolah-olah kebudayaan Yunani adalah ciptaan para jenius

yang tidak belajar kepada pendahulu, tidak didahului

kebudayaan lain, tidak berkaitan dengan Mesir Kuno, Kan’an,

Babilonia, Asyur, Persia, India, dan Cina. Seolah-olah

kebudayaan Yunani itu kemunculan dan perkembangannya murni

Eropa.10

Jika kita mengajukan pertanyaan, “Di manakah filsafat

dan ilmu pengetahuan lahir?” kepada orang terpelajar di

sekitar kita, maka kebanyakan dari mereka akan menjawab,

“Yunani.” Jawaban ini tidak benar. Ilmu dan filsafat

sesungguhnya terbit di Timur.

Mereka berpendapat bahwa sumber tertua filsafat adalah

flsafat Yunani. Tapi, kajian dan penelitian menyingkap

tabir bahwa pendapat itu tidak benar. Filsafat India lebih

tua daripada Filsafat Yunani. Ada keserupaan yang sempurna

antara tema-tema filsafat dan ilmu di India dengan tema-

tema filsafat dan ilmu di Yunani. Dalil-dalil yang pasti10 Al-Usul al-Sharqiyyah li al-‘Ilm al-Yunani, Mahmud Muhammad ‘Ali Muhammad,

Elharam: Ein for Human and Social Studies, cet. I, 1998, h. 5; Turathunawa Fajr al-‘Ilm al-Hadith, Wa’il Bashir al-Atasi, Damaskus: Wizarah al-Thaqafah, 1999, h. 11-13.

8

Page 9: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

lainnya mendorong banyak peneliti memastikan bahwa sumber

filsafat dan ilmu Yunani adalah filsafat dan ilmu India.

Beberapa ulama meragukan hal ini, tapi mereka tidak

memiliki dalil yang menguatkan keraguan ini.11

“Mukjizat Yunani” adalah omong kosong. Tidak mungkin

ilmu dan filsafat lahir secara tiba-tiba di Yunani tanpa

pendahuluan apa pun, tanpa berhutang budi pada bangsa dan

kebudayaan sebelumnya seperti yang dikatakan sejumlah orang

aneh penganut mazhab Erosentris. Timurlah sumber ilmu dan

filsafat yang selanjutnya dikembangkan oleh bangsa-bangsa

dari peradaban yang muncul belakangan. Orang-orang aneh itu

tahu bahwa kebudayaan tertua muncul di negeri-negeri Timur,

bahwa kebudayaan Timur sangat gemilang dan matang dalam

ukuran zamannya dan karena itu tentu saja berdiri di atas

pondasi ilmu; tapi mereka mengatakan bahwa ilmu timur

adalah ilmu yang berlandaskan pada pengalaman dan

eksperimen turun temurun; Cuma mengejar manfaat praktis

atau tidak dilandasi penelitian demi pengetahuan tentang

penyebab-penyebab fenomena semata-mata; tidak cemerlang

dalam aspek analisa rasional teoritis untuk mengungkap

prinsip umum di balik aplikasi praktis seperti yang dicapai

oleh peradaban Yunani.12

Sebagai contoh, mereka mengatakan bahwa bangsa Mesir

telah menggunakan matematika dalam mengukur tanah, menggali

sungai, dan tujuan praktis lainnya. Mereka juga menggunakan11 Al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba‘d Nawahiha ma‘a al-Muqaranah bi al-Falsafah

al-Gharbiyyah, Abu al-Nasr Ahmad al-Husayni, Kairo: Matba‘ah Misr, cet.I, h. 7.

12 Al-Usul al-Sharqiyyah li al-‘Ilm al-Yunani, h. 5-6.9

Page 10: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

matematika dan mekanika dalam membangun piramida yang

hingga sekarang masih menjadi keajaiban dunia untuk

menyimpan jenazah yang telah dimumi karena keyakinan akan

keabadian jiwa dan hisab pada hari akhir. Untuk hal ini,

diperlukan ilmu kimia dalam membalsem jenazah dan

memproduksi minyak, celupan, dan pewarna. Juga tujuan

keagamaan lainnya. Tapi, mereka mengatakan bahwa bangsa

Yunanilah yang telah menciptakan ilmu-ilmu tersebut dalam

bentuk teoritis murni, melampaui periode individual

inderawi kepada periode definisi dan bukti demonstratif,

mencapai hukum dan teori yang bersandar kepada demonstrasi

rasional. Bangsa Yunanilah yang pertama mengkaji ilmu-ilmu

dengan semangat ilmiah dan Aristoteleslah yang berjasa

mendirikan ilmu teoritis.13

Pandangan ini tidak ilmiah dan bertentangan dengan

prinsip-prinsip ilmiah yang menegaskan bahwa kebudayaan

saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan lainnya.

Kebudayaan terdahulu mempengaruhi kebudayaan yang kemudian.

Pandangan ini adalah salah satu buah sikap fanatik buta,

yaitu keyakinan seseorang bahwa dirinya memonopoli

kebenaran dan kebaikan sedangkan orang lain tidak

memilikinya. Sikap fanatik itu tercela karena membuat

seseorang tidak hanya menisbahkan pada dirinya segala

kebaikan, tapi juga membuat dirinya tidak dapat melihat

kelebihan dirinya kecuali dengan mengingkari kelebihan

orang lain.

13 Al-Usul al-Sharqiyyah li al-‘Ilm al-Yunani, h. 6.10

Page 11: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Na‘im Farh mengatakan bahwa sebuah kebudayaan boleh

jadi tidak orisinal dalam pengertian hasil ciptaan satu

masyarakat tertentu, melainkan buah dari komunikasi dan

asimilasi berbagai bangsa. Kian berkembang bangsa-bangsa

dan sarana-sarana komunikasi, kian jelas hal tersebut.14

Dan, berkaitan dengan akar Timur bagi kebudayaan Yunani,

banyak penulis yang telah menegaskannya. Di antaranya

Mustafa al-Nashshar dalam dua bukunya Madrasah al-Iskandariyyah

al-Falsafiyyah Bayna al-Turath al-Sharqi wa al-Falsafah al-Yunaniyyah dan

Tarikh al-Falsafah al-Yunaniyyah min Manzur Sharqi karya Mustafa al-

Nashshar.

Clement al-Iskandarani mengatakan bahwa Democritos

mempelajari hikmah dari Babilonia dan menukil amthal, asatir,

dan khurafat (fabel) Ahiqar ke dalam bahasa Yunani (al-

Ighriqiyyah) dalam bentuk yang sesuai dengan pola pikir

Yunani.15 Ahiqar adalah menteri Raja Ashur.16 Literatur

kisah Ahiqar tertua ditemukan oleh Delegasi Jerman (1906-

1908) di pulau al-Filah, Mesir, yang ditulis pada kertas-

kertas al-burdi pada zaman Kerajaan Iran pada masa

pemerintahan Darius dan Ahshuyirush, yakni pada abad 5 SM,

atau menurut perkiraan Edward Sachau, pada tahun 550-450

SM..17

14 Na‘im Farh, Mujaz Tarikh al-Sharq al-Adna al-Qadim al-Siyasi wa al-Ijtima‘i waal-Iqtisadi wa al-Thaqafi, Beirut: Dar al-Fikr, tt., h. 8.

15 Anis Farihah, Ahiqar Hakim min al-Sharq al-Adna al-Qadim, Beirut:Manshurat Kulliyyah al-‘Ulum wa al-Adab Jami‘ah Beirut al-Amrikiyyah,1962, h. 21. Amthal ini dipaparkan oleh Farihah pada h. 22-146 (dariteks berbahasa Arami, Suryani, dan Arab, dan dari kisah Alf Laylah waLaylah).

16 Ahiqar Hakim min al-Sharq al-Adna al-Qadim, h. 7.17 Ahiqar Hakim min al-Sharq al-Adna al-Qadim, h. 18-19.

11

Page 12: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Al-Husayni mengatakan bahwa akar filsafat Yunani ada

di India.18 Dia berdalil dengan perkataan Gorres, peneliti

Jerman yang hidup pada tahun 1776-1848, yang berpendapat

bahwa Iskandar dari Makedonia, ketika menyerang India,

mengambil beberapa buku India dalam bidang filsafat dan

logika, lalu mengirimkannya kepada gurunya, Aristoteles,

yang kemudian mengambil dan mensistematisasinya di dalam

filsafat dan logikanya. Phitagoras melakukan perjalanan ke

India, Mesir, dan Ashuria dan mempelajari rahasia-rahasia

ilmiah mereka. Democritos pun melakukan perjalanan ke

Mesir, Etiopia, Iran dan India untuk mempelajari ilmu.19

Aristoxinos, penulis ternama dalam ilmu alhan (nada)

yang hidup semasa dengan Socrates, menerangkan bahwa

beberapa ulama India datang ke Athena dan berdiskusi dengan

Socrates. Mereka memintanya untuk menjelaskan tujuan

filsafat. Socrates menjawab, “Mengkaji hal-hal yang

berkaitan dengan manusia.” Salah seorang dari mereka

tertawa dan bertanya, “Bagaimana seseorang dapat mengetahui

hal-hal yang berkaitan dengan manusia tanpa memiliki

pengetahuan yang sempurna tentang masalah ketuhanan.”20

18 Al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba‘d Nawahiha ma‘a al-Muqaranah bi al-Falsafahal-Gharbiyyah, Abu al-Nasr Ahmad al-Husayni, Kairo: Matba‘ah Misr, cet.I, h. 7, 8,.

19 Dikutip oleh al-Husayni dari buku Six Sistems of Indian Philosophy, h.386 karya Maxmuller dan buku History of European Morals vol. I, h. 96, karyaLeckey. al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba’d Nawahiha ma’a al-Muqaranah bi al-Falsafahal-Gharbiyyah, h. 8

20 Dikutip oleh al-Husayni dari buku India in European Thought &Literature, h. 8. Lihat al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba’d Nawahiha ma’a al-Muqaranah bi al-Falsafah al-Gharbiyyah, h. 9.

12

Page 13: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Clement al-Iskandarani (150-218 M) penulis Yunani

pertama yang menyebut nama Budha, mengatakan bahwa bangsa

Yunani mencuri filsafat dari orang-orang Barbar, dan yang

dia maksud dengan orang-orang Barbar adalah orang-orang non

Yunani. Teori Plato tentang Allah, keesaan-Nya, sifat-sifat

Dhatiyah-Nya, materi, alam, dan keabadian substansi roh

berasal dari India.21

Begitu juga halnya dengan Plotinus pendiri aliran Neo-

Platonisme, Pyrhoo pemuka aliran Sofisme Yunani,

Anaxagoras, semuanya belajar ke Timur, India atau Mesir.

Bukan dalam pandangan filosofis saja, tapi juga dalam gaya

hidup seperti vegetarian yang dilakukan oleh Phytagoras dan

asketisme yang dilakukan oleh sejumlah filsuf Yunani dan

Romawi.22

Arab sangat berpengaruh pada kebudayaan dan peradaban

Barat modern. Sigrid Hunke, seorang penulis Jerman, di

dalam buku Shams al-‘Arab Tasta‘ ‘Ala al-Gharb: Athar al-Hadarah

al-‘Arabiyyah fi Urubah, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh

Faruq Baidun dan Kamal Dasuqi dari buku berjudul Allahs Sonne

Uber Dem Adendland Unser Arabisches Erbe dan diterbitkan di Beirut

oleh Dar al-Jayl dan Dar al-Afaq al-Jadidah (cet. 8, 14413

H./1993 M.) pada menuliskan kata-kata Arab yang diserap ke

dalam bahasa Eropa.

21 Dikutip oleh al-Husayni dari buku The Intellectual Developmentof Europe, vol. I, h. 153, karya Draper. Lihat al-Falsafah al-HindiyyahDirasah Ba’d Nawahiha ma’a al-Muqaranah bi al-Falsafah al-Gharbiyyah, h. 10.

22 al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba’d Nawahiha ma’a al-Muqaranah bi al-Falsafahal-Gharbiyyah, h. 12-13.

13

Page 14: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Paparan ini tidak berarti mengagungkan Timur atas

Barat atau merendahkan Barat di hadapan Timur, atau

mengingkari jasa bangsa Yunani terhadap ilmu dan filsafat.

Pendahuluan ini hendak menyatakan bahwa ilmu adalah

akumulasi pemikiran manusia atau umat dari masa ke masa dan

menggugurkan klaim suatu bangsa tertentu adalah satu-

satunya pemilik dan pembangun ilmu dan bangsa tertentu

adalah tidak memiliki kemampuan dalam mengembangkan ilmu.

Karena itu, sikap fanatik, rasis, dan keyakinan akan satu

sumber pengetahuan adalah perilaku buruk yang harus

ditanggalkan.

Bangsa Yunani memiliki peran dan orisinalitas ilmiah.

Tapi, orisinalitas dan keistimewaan mereka itu tidak

berasal dari nol. Keagungan Yunani terletak pada kemampuan

mereka mentransfer khazanah kebudayaan lain yang tertangkap

oleh indera dan akal mereka, lalu melokalkannya. Artinya,

mencerna kebudayaan itu hingga selaras dengan lingkungan

mereka sendiri, sesuai dengan jati diri mereka, atau

mengkritisinya sedikit demi sedikit sehingga mereka

berhasil melampaui periode timur dalam ilmu dan memulai

periode baru yang berbeda.

Sifat akumulasi ilmu pengetahuan ini menunjukkan

adanya komunikasi dan dialog antar peradaban. Dialog itu

telah terjadi di masa lalu, dan juga akan berlangsung

sekarang dan di masa depan. Tidak ada penghalang antara

satu peradaban dengan peradaban lainnya. Semua peradaban

itu adalah milik umat manusia. Setiap orang dan setiap

14

Page 15: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

bangsa berhak dan berkewajiban mengembangkan atau

memperkaya warisan kebudayaan yang mereka terima dari

generasi terdahulu, yang pada waktunya dulu juga telah

memperkaya apa yang mereka terima dari generasi yang lebih

terdahulu. Setiap peradaban saling mempengaruhi satu dengan

lainnya tanpa kehilangan ciri khas mereka masing-masing

akibat keistimewaan tempat dan zaman masing-masing.

Cakrawala kemanusiaan itu sangat luas, palungnya

sangat dalam, dan bentangan zamannya sangat panjang. Dan

Yunani bukanlah ujung cakrawala, dasar palung, dan akhir

bentangan zaman. Al-‘Aqqad mengatakan manusia seyogyanya

melipat cakrawala itu, menyelami palung itu, dan mengarungi

bentangan zaman itu. Bukan saja karena hal ini akan

mengajarkan orang itu tentang sejarah seorang tokoh,23

membuatnya memahami sejarah sebuah bangsa, tapi juga karena

hal ini akan mewujudkan makna dirinya, mengantarkannya

kepada kesempurnaan, seiring dengan pengetahuannya tentang

satu dari sekian tujuan yang bisa diraih oleh kekuatan

manusia.24

Sikap Islam terhadap Akal

23 Untuk mengenal Ghandi misalnya, bacalah buku-buku: Ruh ‘Azim al-Mahatma Ghandi karya ‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad, Ghandi, Ghandi Nash’atuh,Ghandi Muqatil bila Hurub,

24 Ruh ‘Azim al-Mahatma Ghandi, Abbas Mahmud al-‘Aqqad, Kairo: ShirkahFann al-Tiba‘ah, tt., h. 5. Jalan paling mudah untuk melakukan haltersebut menurut al-‘Aqqad adalah mempelajari kehidupan tokoh-tokohagung, karena mereka serupa tapi juga sekaligus berbeda satu samalain. Mereka memberikan kepada kita bentuk-bentuk kemampuan, jenis-jenis fitrah, dan lebih dari itu mereka memiliki akhlak yang mulia.

15

Page 16: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Sebelum Islam bangsa Arab tidak memiliki pemikiran

filosofis. Mereka tidak berusaha mencari ‘illat atau relasi

antara premis dengan konklusi di dalam opini-opini dan

kisah-kisah yang tersebar di antara mereka. Mereka memang

mempunyai pengetahuan-pengetahuan astronomis dan fisika

yang berhubungan dengan pengetahuan-pengetahuan Kaldanian

dan Shabiah, serta pengetahuan-pengetahuan medis empiris

yang beriringan dengan mantra-mantra, peribahasa dan

kebijakan-kebijakan moral dan spiritual, tapi semua itu

tidak menyusun mazhab filsafat yang komprehensif.

Islam-lah yang membangkitkan pemikiran filsafat di

kalangan bangsa Arab. Hal ini tidak akan terjadi kecuali

karena Islam memiliki ajaran-ajaran yang memuat unsur-unsur

fundamental untuk transformasi revolusioner tersebut. Soko

guru struktur baru ini terdapat pada persepsi Islam tentang

manusia. Manusia adalah khalifah Allah. Penghormatan ini

didapat manusia karena akal yang menjadi karakteristik

istimewanya. Itu terlihat jelas di dalam al-Quran.25

Al-Ghazali di dalam Mishkah al-Anwar mengatakan bahwa

akal adalah “model dari cahaya Allah.” Al-Jahiz mengatakan

bahwa akal adalah “wakil Allah pada manusia.”

Islam memberikan pedoman untuk menghilangkan

penghalang akal untuk memperoleh pemahaman dan pemikiran

25 Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, Kairo:Maktabah Wahbah, Cetakan I, 1404 H./1984 M, h. 3-8. Tulisan inimenjadi bab pertama buku al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali wa Dikart, MahmudHamdi Zaqzuq, Kairo: Dar al-Ma‘arif, cetakan IV, 1997.; Al-Islam fi al-Fikr al-Gharbi: ‘Ard wa Munaqashah, Mahmud Hamdi Zaqzuq, Al-Kuwait: Dar al-Qalam,cetakan II, 1406 H./1986 M.; Al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali wa Dikart,Mahmud Hamdi Zaqzuq, Kairo: Dar al-Ma‘arif, cetakan IV, 1998.

16

Page 17: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

yang benar dengan mengidentifikasi penghalang-penghalang

tersebut. Yaitu:

1. Subordinasi pemikiran dan taklid buta.

2. Khurafat, waham, dan omong kosong perdukunan.

3. Penolakan pada tanggung jawab pribadi.

4. Ketakutan pada kekuasaan duniawi.26

Zaqzuq mengatakan, “Islam telah memenuhi semua syarat

yang dibutuhkan untuk terlaksananya gerakan pemikiran di

kalangan umat Islam. Gerakan pemikiran itu telah benar-

benar terjadi dan tersebar di seluruh negeri Islam.

Berbagai bentuk thaqafah tersebar di tengah-tengah mereka

dan terkoneksi dengan pemikiran Islam, tidak mereka tolak

begitu saja, tapi diuji terlebih dulu sisi-sisi positif dan

negatifnya.”27

Negeri Islam adalah negeri yang paling terbuka

terhadap filsafat dan para filsuf. Jika ada filsuf yang

pernah mendapat perlakuan tidak baik, maka itu karena

pengaruh politik, dan bukannya karena penolakan terhadap

filsafat atau pemasungan pemikiran. Islam tidak pernah

menghalangi kajian ilmu-ilmu alam seperti yang pernah

terjadi di Eropa pada abad-abad pertengahan.28

Penghargaan terhadap kebebasan pemikiran dicontohkan

oleh al-Quran.

1. Al-Quran memaparkan dengan jujur dan subtil

pendapat-pendapat kaum yang menentang pandangan dunia26 Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 9-11.27 Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 12.28 Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 12-

13.17

Page 18: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Islam, seperti para paganis, dahri, materialis, orang-orang

kafir dan orang-orang munafis, baru kemudian membantahnya

secara logis. Islam melarang keras memberi penilaian tentng

sesuatu tanpa didasari ilmu.

2. Kisah perdebatan para nabi dengan kaumnya memuat

dalil-dalil rasional yang mengindikasikan kemampuan akal

untuk mencapai keyakinan.29

Pemikiran filsafat adalah pemikiran yang evolutif dan

bukannya pemikiran yang stagnatif. Struktur filsafat,

sebagaimana dikatakan oleh Abu Bakar al-Razi (864-925 M)

dibangun oleh banyak generasi. Al-Razi (Manahij al-‘Ulama al-

Muslimin, Franz Rosenthal, diterjemahkan oleh Anis Farihah,

Beirut: Dar al-Thaqafah, 1980, h. 185) mengatakan,

“Ketahuilah, setiap filsuf yang hidup belakangan, jika

berkonsentrasi mengkaji filsafat, menekuninya dengan

bersungguh-sungguh, dan mengkaji hal-hal yang diperdebatkan

para filsuf karena sangat subtil dan rumit, maka dia akan

mengetahui pengetahuan para filsuf terdahulu itu, lalu

dengan kecerdasan dan ketekunannya dalam kajian dia akan

memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, karena dia akan

menjadi mahir berkat pengetahuan para filsuf terdahulu itu

dan menangkap pengetahuan-pengetahuan baru dan karena

kajian, perenungan, dan kesungguh-sungguhan meniscayakan

pertambahan pengetahuan.”30

29 Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 13-14.

30 Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 15,footnote nomor 1.

18

Page 19: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Sumbangan umat Islam untuk pemikiran dunia secara umum

misalnya pada:

1. Penciptaan ilmu aljabar.

2. Penambahan angka 0 bagi bilangan yang sudah

dikenal umat manusia hingga melahirkan revolusi dalam ilmu

hisab (aritmatika)

3. Penemuan logaritma oleh al-Khawarizmi (w. 847 M)

Kemudian, Zaqzuq mengemukakan tiga konsep penting

persembahan Islam yang memiliki pengaruh penting dalam

perkembangan pemikiran dan peradaban, yaitu: pertama,

prinsip ijtihad atau independensi rasional; kedua, konsep

tawfiq atau moderasi; ketiga, perspektif historis Islam.

Peran Islam terhadap Filsafat Eropa

A. Pengaruh Islam terhadap filsafat abad pertengahan

Sebelum membahas tema ini, Zaqzuq juga mengulas

pengaruh Islam terhadap filsafat abad-abad pertengahan. Dia

menganggap aneh sikap beberapa peneliti Eropa yang memberi

nilai sangat besar bagi pengaruh filsafat Yunani terhadap

filsafat Islam, sehingga sebagian dari mereka mengatakan

bahwa filsafat Islam itu tidak lebih daripada filsafat

Yunani yang ditulis dalam bahasa Arab, tapi pada waktu yang

sama memberi nilai sangat kecil, bahkan menolak sama sekali

adanya pengaruh filsafat Islam terhadap pemikiran Eropa.

Sebab, menurut Zaqzuq, mengambil dan memberi (al-akhdh wa al-

19

Page 20: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

ata’) adalah hukum yang berlaku pada setiap peradaban, baik

peradaban Eropa maupun Islam.31

Selanjutnya, Zaqzuq mengatakan bahwa relasi pemikiran

Barat Modern dengan pemikiran Islam terlihat pada poin-poin

berikut:

Pertama, penerjemahan filsafat dari bahasa Arab ke

bahasa Latin.

Sejak tahun 1130 para ulama Kristen di Eropa mulai

bersungguh-sungguh dalam menerjemahkan filsafat dari bahasa

Arab ke dalam bahasa Latin. Dunia Kristen Eropa bertemu

dengan dunia Islam di dua tempat, yaitu di Italia Selatan

dan Spanyol. Di Spanyol ada gerakan penerjemahan yang

sangat aktif. Ada perpustakaan bahasa Arab yang sangat

besar di salah satu masjid di kota Talitalah ketika kota

ini ditaklukkan oleh pasukan Kristen. Raymund, kepala uskup

Talitalah 1130-1150, lalu kepala uskup Spanyol, sangat

terlibat dalam penerjemahan filsafat dari bahasa Arab ke

bahasa Latin. Dia mendirikan lembaga penerjemahan dan

mengangkat Dominic Gondisalvi sebagai ketuanya, dan

menugasinya untuk menerjemahkan sejumlah buku-buku penting

dalam bidang filsafat dan sains. Terjemahan-terjemahan ini

lalu menjadi pondasi bagi filsafat Skolastik di Eropa.

Pada tahun 1220 M Frederick II menjadi kaisar. Dia

menguasai bahasa Arab dan sangat terpesona pada buku-buku

para filsuf Arab. Ilmu-ilmu Arab dikembangkan dengan penuh

gairah di istananya di Palermo dan diterjemahkan ke dalam

31 Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 28.20

Page 21: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

bahasa latin. Dia dan anaknya (Manfred) menghadiahkan

kepada Universitas Bologna dan Paris terjemahan buku-buku

filsafat dari bahasa Arab. Pada tahun 1224 dia mendirikan

Universitas Napoli dan menjadikannya gerbang untuk

memasukkan ilmu-ilmu Arab ke dunia Barat. Thomas Aquinas,

sebelum menjadi pendeta, telah belajar di universitas ini.

Boleh jadi ini adalah sebab perhatian besarnya terhadap

ajaran-ajaran para filsuf Arab.

Kedua, Avicennisme di Eropa.

Albertus Magnus dan Thomas Aquinas mengambil pendapat

Ibnu Sina dalam teori epistemologi, universalia, pemisahan

yang tegas antara esensi (mahiyah) dengan eksistensi

(wujud). Duns Scotus, dalam membangun pandangan

metafisikanya, juga mengambil pandangan Ibnu Sina. Sejumlah

pemikir mengatakan ada pengaruh Ibnu Sina dalam konsep

Cogito-nya Rene Descartes.

Carra de Vaux menegaskan adanya Avicennisme Latin pada

abad-abad pertengahan yang lebih diwarnai oleh unsur Arab

daripada unsur Augustinisme. Selain itu, Roger Bacon tidak

menyembunyikan bahwa dirinya adalah penggemar Ibnu Sina.

Teori Bacon tentang kesucian Pope sangat serupa dengan

teori Ibnu Sina tentang khilafah.

Ketiga, Farabianisme di Eropa.

Pendapat-pendapat al-Farabi juga berpengaruh terhadap

Albertus Magnus. Buku al-Farabi Ihsa’ al-‘Ulum berpengaruh

pada banyak pemikir Eropa abad pertengahan. Di dalam buku

ini al-Farabi menjelaskan objek ilmu-ilmu yang terkenal

21

Page 22: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

pada zamannya, serta faidah teoritis dan praktisnya.

Gundissalinus dari Spanyol pada abad 12 mengambil sebagian

besar isi buku ini ke dalam bukunya tentang klasifikasi

filsafat. Pada abad 13, Jerome de Moravie juga banyak

memanfaatkan pemikiran al-Farabi, khususnya pemikirannya

tentang musik.

Keempat, Averroisme di Eropa.

Bersama dengan Avicennisme, Averroisme adalah aliran

yang paling pesat perkembangannya di Eropa pada abad

pertengahan. Bahkan, pemikirannya menjadi pijakan bagi

perkembangan baru di dunia Barat. Pemikiran Thomas Aquinas

tidak dapat digambarkan tanpa pemikiran Ibnu Rushd. Pada

pertengahan abad 13 semua karya filsafat Ibnu Rushd telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Renan menegaskan

adanya Averroisme Latin di dalam bukunya Ibn Rushd wa al-

Rushdiyyah. Aliran ini hidup selama berabad-abad di Eropa

dan berkontribusi besar dalam wacana kebebasan pemikiran

pada abad-abad pertengahan di Eropa. William of Auvergne,

mitran di Paris, memuji Ibnu Rushd sebagai pembela

kebenaran yang sejati, mengutip banyak pemikirannya, dan

menilainya sebagai guru yang paling banyak benarnya. Thomas

Aquinas mengikuti Ibnu Rushd dalam menjelaskan relasi

filsafat dengan pengetahuan filosofis. Asin Palacios

mengatakan bahwa kesamaan antara Thomas Aquinas dengan Ibnu

Rushd tidak terbatas pada perspektif umum, konsep-konsep,

dan contoh-contoh, bahkan seringkali juga di dalam kata-

22

Page 23: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

kata. Menurut Palacios, ini bukan karena Aquinas dan Ibnu

Rushd merujuk akar pemikiran yang sama, tapi karena Aquinas

mengenal dan memanfaatkan pendapat-pendapat Ibnu Rushd.

Averroisme berkembang di Eropa sampai abad 17 dan

melahirkan mazhab Rasionalisme yang berkuasa di Eropa pada

abad Renaisance Eropa.

Kelima, Ghazalianisme di Eropa.

Pemikiran al-Ghazali berpengaruh secara langsung atau

tidak langsung terhadap dunia pemikiran Eropa, bahkan

terhadap pemikiran Eropa modern. Pengaruh ini pertama-tama

pada Raimund Martin dan Thomas Aquinas, lalu pada Pascal.

Martin, di dalam bukunya al-Ta‘nah al-Najla’ Didd al-Magharibah wa al-

Yahud, mengambil sebagian besar argumentasinya dari kitab

Tahafut al-Falasifah, sementara Aquinas membantah mazhab wahdah

al-‘uqul dengan argumentasi-argumentasi para teolog muslim

Ahlussunnah yang diketahuinya lewat al-Ghazali.

Salvador Gomez Nogales, ketika menerangkan relasi

filsafat Islam dengan filsafat Eropa, mengatakan, “Saya

sangat yakin bahwa ada pengaruh langsung dari filsafat

Islam terhadap Eropa pada abad-abad pertengahan. Lebih dari

itu saya katakan bahwa kalau bukan karena pengaruh filsafat

Islam terhadap agama Kristen ini, maka filsafat Kristen

tidak akan mampu melakukan langkah raksasa yang kita

apresiasi pada diri para jenius aliran Skolastisme seperti

St. Thomas, minimal tidak akan melakukan langkah raksasa

itu dengan kecepatan yang telah kita ketahui. …. Filsafat

23

Page 24: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Islam telah berpengaruh sangat besar dalam pemikiran Eropa

pada abad-abad pertengahan.”32

B. Pengaruh Islam terhadap pemikiran filsafat modern

Karena filsafat Eropa abad pertengahan mempengaruhi

filsafat Eropa modern, maka kita dapat mengatakan bahwa

filsafat Islam telah berpengaruh terhadap filsafat Eropa

modern. Tapi, yang ingin dibuktikan oleh Zaqzuq di dalam

bagian ini adalah pengaruh langsung filsafat Islam terhadap

filsafat Eropa modern. Aspek pertama yang dia ungkap adalah

pengaruh al-Ghazali terhadap Descartes.

Al-Ghazali menggunakan skeptisisme metodis sebagai

jalan untuk memperoleh keyakinan filosofis. Al-Ghazali

menjelaskan langkah-langkah keraguan metodis terutama di

dalam bukunya al-Munqidz min al-Dalal. Pertama, al-Ghazali

menegaskan pentingnya penolakan terhadap taklid dan

subordinasi pemikiran dan pentingnya independensi rasional

dalam pencarian kebenaran. Kedua, al-Ghazali mengkritik

pengetahuan-pengetahuan manusia mulai dari pengetahuan

inderawi hingga pengetahuan rasional. Ketiga, al-Ghazali

mendiskusikan masalah keyakinan, wacana akidah, dan problem

pembedaan pengetahuan manusia yang diperolehnya ketika

terjaga dan tertidur. Keempat, al-Ghazali menjelaskan

keraguan metafisis yang terwujud dalam persepsi tentang

setan penipu atau makhluk penyesat, hingga akhirnya sampai

kepada keyakinan filosofis yang tidak tergoyahkan dan32 Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 28-

35.24

Page 25: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

disebutnya sebagai kembalinya keyakinan terhadap aksioma-

aksioma rasional. Al-Ghazali, dengan metode rasional, dan

bukannya dengan metode mistis seperti yang dikatakan banyak

peneliti, sampai kepada pengetahuan tentang diri dan

pengetahuan tentang Allah.

Semua langkah yang dilakukan al-Ghazali tersebut

sangat berpengaruh terhadap pemikiran Descartes yang

disebut para ahli sejarah sebagai Bapak Filsafat Modern.

Langkah-langkah yang disebutkan al-Ghazali ini sama persis

dengan langkah-langkah yang ditetapkan oleh Descartes 500

tahun kemudian, dan selanjutnya metode Descartian ini

dianggap sebagai gerbang baru di dunia filsafat.

Zaqzuq telah menulis buku berkaitan dengan tema

pengaruh al-Ghazali terhadap Descartes ini dan

dipublikasikan dalam dua bahasa, Arab dan Inggris. Dalam

bahasa Arab judulnya al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali wa Dikart33

dan dalam bahasa Jerman judulnya Al Ghazalis Grundlegung der

Philosophie. Di dalam buku ini Zaqzuq menyimpulkan ada

kemiripan yang nyaris sempurna antara pemikiran al-Ghazali

dengan pemikiran Descartes. Dalam buku tersebut, Zaqzuq

hanya melakukan penelitian dengan pendekatan filosofis dan

tidak melakukan penelitian dengan pendekatan historis. Yang

terakhir ini, menurut Zaqzuq, telah dilakukan oleh peneliti

lain, yaitu ahli sejarah dari Tunisia, yaitu ‘Uthman al-

Ka‘‘ak, pada tahun 1976, yang menegaskan adanya bukti

material di perpustakaan Descartes yang mengafirmasi33 Al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali wa Dikart, Mahmud Hamdi Zaqzuq,

Kairo: Dar al-Ma‘arif, cetakan IV, 1998.25

Page 26: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

pengetahuan Descartes terhadap pemikiran al-Ghazali dan

terpengaruh oleh terjemahan buku al-Munqidh min al-Dhalal.

Ada aspek lain dalam pemikiran al-Ghazali yang

mempengaruhi filsuf Barat modern, yaitu kritik al-Ghazali

terhadap prinsip kausalitas yang menyatakan relasi sebab

dengan akibat hanya berbasis kepada kebiasaan dan sekadar

relasi temporal antara dua hal. Kritik seperti ini kita

dapati juga pada pemikiran David Hume. Bahkan, Hume tidak

menyebutkan hal yang baru dalam hal ini. Itulah yang

ditegaskan oleh Renan dalam perkataannya, “Hume, dalam

kritiknya terhadap prinsip kausalitas, tidak mengatakan

sesuatu yang di luar apa yang telah dikatakan oleh al-

Ghazali.”

Zaqzuq mengusulkan kajian-kajian komparatif lainnya

antara filsuf Islam dengan filsuf Eropa modern. Misalnya,

keterpengaruhan Spinoza oleh Ibnu Maimun (1135-1204 M) yang

terpengaruh oleh para filsuf muslim seperti terlihat di

dalam bukunya Dilalah al-Ha’irin.34

Mengaitkan kemunduran Islam pada saat ini dengan

ajaran Islam adalah sikap yang naif. Malik bin Nabi di

dalam buku Mushkilah al-Afkar fi al-‘Alam al-Islami mengatakan,

“Penyebab kemunduran dunia Islam pada saat ini bukan Islam.

Kemunduran ini adalah hukuman yang pantas dari Islam kepada

kaum Muslimin karena mereka telah meninggalkannya, dan

bukannya karena mereka memegang teguh ajarannya seperti

dianggap oleh beberapa orang yang naif.” Hal ini disebut34 Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 35-

38.26

Page 27: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

oleh Zaqzuq sebagai Khoja Complex, yaitu nalar bahwa Eropa

kini maju, agama yang dianut oleh kebanyakan orang Eropa

adalah Kristen, maka kemajuan Eropa adalah berkat Kristen;

dan negeri-negeri Arab kini terbelakanga, agama yang dianut

oleh kebanyakan orang Arab adalah Islam, maka kemunduran

bangsa-bangsa Arab adalah berkat Islam.35

Menurut Muhammad al-Bahi, Zaqzuq membuktikan, “Adanya

kesesuaian pemikiran antara al-Ghazali dengan Descartes dan

tidak mengklaim Descartes terpengaruh oleh al-Ghazali,

karena untuk klaim ini, keselarasan pemikiran tidak cukup

sebagai bukti, begitu juga kelebihduluan kronologis, tapi

harus ada bukti empiris yang menunjukkan pengaruh tersebut

baik secara langsung atau tidak langsung.”36

Langkah menuju pengetahuan dalam metode al-Ghazali:

Pertama, meragukan nilai-nilai pengetahuan inderawi

dan rasional yang diperoleh dari berbagai aliran.

Kedua, menemukan dua hakikat yang tidak dapat

diragukan, yaitu hakikat akal pada badan dan hakikat Allah

pada wujud. Akal manusia adalah nur ilahi di badan manusia

dan Allah adalah Cahaya Sempurna di dalam wujud. Di dalam

al-Ihya al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh al-Bahi,

mengatakan bahwa di dalam hati ada insting yang disebut nur

ilahi, akal, basirah batin, nurul iman, atau yakin. Di sini

dijelaskan relasi akal dengan syariat. Akal itu laksana

pondasi sedangkan syariat laksana bangunan. Wahyu tidak

35 Al-Islam fi al-Fikr al-Gharbi, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 15.36 Tadqim, Muhammad al-Bahi, dalam Al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali wa

Dikart, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 5.27

Page 28: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

akan memuat keterangan yang pasti yang bertentangan dengan

pengetahuan akal.

Ketiga, tasawuf, yaitu membersihkan hati dari ikatan-

ikatan badaniah inderawi dan fokus pada pengetahuan

rasional.

Keraguan al-Ghazali adalah penolakan untuk mengikuti

dan bertaklid kepada aliran-aliran dan sekte-sekte yang

berbeda-beda yang ada padazamannya, yang perbedaannya telah

mengakibatkan pecahnya kaum muslimin menjadi kelompok-

kelompok yang bermusuhan dan menyebabkan umat Islam lemah

dan mundur pada level politik, relasi-relasi sosial, dan

keterikatan pada dasar keimanan kepada Allah. Pada waktu

yang sama, keraguan ini berarti kritik terhadap aliran-

aliran tersebut.

Lalu, al-Bahi mengatakan bahwa metode penelitian al-

Ghazali adalah: dari keraguan, kepada keimanan kepada Allah

dan akal manusia, kepada tuntutan asketisme kepada ulama

peneliti. Seorang peneliti harus ragu, yakni menghindari

subordinasi pemikiran dan taklid, lalu harus menggunakan

akal dan tunduk kepada Kitabullah dan Sunnah yang sahih. Di

dalam al-Ihya al-Ghazali menegaskan, “Orang yang menyerukan

taklid buta dan mengasingkan akal secara keseluruhan adalah

orang yang bodoh, sedangkan orang yang mencukupkan diri

dengan akal dan mengabaikan cahaya-cahaya al-Quran dan

Sunnah adalah orang yang menipu diri sendiri.”37

37 Tadqim, Muhammad al-Bahi, dalam Al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali waDikart, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h. 6-8.

28

Page 29: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Berdasarkan penelitian tersebut, Zaqzuq, seperti Max

Horton, menyatakan bahwa filsafat di dunia Islam tidak mati

pasca al-Ghazali.38 Buku Al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali wa

Dikart adalah buku yang penting dibaca untuk mengetahui

secara lebih mendalam kesalahan persepsi populer yang

menuduh al-Ghazali sebagai orang yang telah membasmi

filsafat secara menyeluruh sehingga tidak pernah bangkit

kembali.39

38 Al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali wa Dikart, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h.9, footnote no. 1.

39 Al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali wa Dikart, Mahmud Hamdi Zaqzuq, h.11.

29

Page 30: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

Daftar Pustaka

Mahmud Hamdi Zaqzuq, Al-Islam fi al-Fikr al-Gharbi: ‘Ard wa Munaqashah,

Al-Kuwait: Dar al-Qalam, cetakan II, 1406 H./1986 M..

J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa

Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, cet. III,

Desember 1996, h. 1510.

‘Affaf Mas‘ad al-‘Abd, Dirasat fi Tarikh al-Sharq al-Aqsa,

Iskandariyyah: Dar al-Ma‘rifah al-Jami‘iyyah, tt..

John m. Echols dan Hassan Shadili, Kamus Bahasa Inggris

Indonesia, Jakarta: Gramedia, cet. XXV, 2000, h. 205

dan 408.

Munir al-Ba‘labaki, Al-Mawrid A Modern English-Arabic Dictionary,

Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 2005, h. 302 dan

638.

Muhammad Abu al-Mahasin ‘Usfur, Ma‘alim Hadarat al-Sharq al-Adna

al-Qadim, Beirut: Dar al-Nahdah al-‘Arabiyyah, 1408

H./1987 M., h. d.

Ru’yah ‘Arabiyyah fi Tarikh al-Sharq al-Adna al-Qadim wa Hadaratih,

Muhammad Khalifah Hasan Ahmad, Kairo: Dar Quba li al-

Tiba‘ah wa al-Nashr wa al-Tawzi‘, 1998, cover

belakang.

‘Abd al-Latif Ahmad ‘Ali, Muhadarat fi Tarikh al-Sharq al-Adna al-

Qadim, Beirut: Maktab Karidiyyah Ikhwan, 1991, h. 15-

16.

Mahmud Muhammad ‘Ali Muhammad, Al-Usul al-Sharqiyyah li al-‘Ilm al-

Yunani, Elharam: Ein for Human and Social Studies,

30

Page 31: Posisi Umat Islam Dalam Perkembangan Ilmu Dan Filsafat

cet. I, 1998, h. 5; Turathuna wa Fajr al-‘Ilm al-Hadith, Wa’il

Bashir al-Atasi, Damaskus: Wizarah al-Thaqafah, 1999,

h. 11-13.

Abu al-Nasr Ahmad al-Husayni, Al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba‘d

Nawahiha ma‘a al-Muqaranah bi al-Falsafah al-Gharbiyyah, Kairo:

Matba‘ah Misr, cet. I.

Anis Farihah, Ahiqar Hakim min al-Sharq al-Adna al-Qadim, Beirut:

Manshurat Kulliyyah al-‘Ulum wa al-Adab Jami‘ah Beirut

al-Amrikiyyah, 1962.

Abu al-Nasr Ahmad al-Husayni, Al-Falsafah al-Hindiyyah Dirasah Ba‘d

Nawahiha ma‘a al-Muqaranah bi al-Falsafah al-Gharbiyyah, Kairo:

Matba‘ah Misr, cet. I, h. 7, 8,.

Ruh ‘Azim al-Mahatma Ghandi, Abbas Mahmud al-‘Aqqad, Kairo:

Shirkah Fann al-Tiba‘ah, tt..

Mahmud Hamdi Zaqzuq, Dawr al-Islam fi Tatawwur al-Fikr al-Falsafi,

Kairo: Maktabah Wahbah, Cetakan I, 1404 H./1984 M.

Mahmud Hamdi Zaqzuq, al-Manhaj al-Falsafi Bayna al-Ghazali wa Dikart,

Kairo: Dar al-Ma‘arif, cetakan IV, 1997..

Mahmud Hamdi Zaqzuq, Al-Islam fi al-Fikr al-Gharbi: ‘Ard wa Munaqashah,

Al-Kuwait: Dar al-Qalam, cetakan II, 1406 H./1986 M..

31