Filsafat dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Posted on 23 Mei 2013 by Pakde sofa Filsafat dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Sebelum Metode Penelitian dengan pendekatan Kualitatif atau Metode Penelitian Kualitatif, akan diuraikan terlebih dahulu apa Perbedaan Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science) dengan Pengetahuan (Knowledge). Mengapa demikian ? Kedua metode Penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif digunakan untuk mengembangkan Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science). Oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu apa itu Ilmu Pengetahuan Ilmiah dan perbedaanya dengan Pengetahuan. Dengan dipahaminya Ilmu Pengetahuan Ilmiah akan mempermudah memahami Metode Penelitian Ilmiah dan kaitan antara keduanya. Berikut ini akan disinggung sedikit tentang Filsafat dan perbedaannya dengan Filsafat Ilmu Pengetahuan. Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat hukum-hukum yang bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang mendalam. Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas secara filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat. Apabila ilmu pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya tidak perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang penting data itu dianalisis secara mendalam. Persamaan dan perbedaan antara Filsafat dan Agama adalah sebagai berikut. Persamaan antara Filsafat dan Agama adalah semuanya mencari kebenaran. Sedang perbedaannya Filsafat bersifat rasional yaitu sejauh kemampuan akal budi, sehingga kebenaran yang dicapai bersifat relatif. Agama berdasarkan iman atau kepercayaan terhadap kebenaran agama, karena merupakan wahyu dari Tuhan YME, dengan demikian kebenaran agama bersifat mutlak. Kajian filsafat meliputi ruang lingkup yang disusun berdasarkan pertanyaan filsuf terkenal Immanuel Kant sebagai berikut: 1)Apa yang dapat saya ketahui (Was kan ich wiesen) Pertanyaan ini mempunyai makna tentang batas mana yang dapat dan mana yang tidak dapat diketahui. Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah suatu fenomena. Fenomena selalu dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini menjadi dasar bagi Epistomologi. Eksistensi Tuhan bukan merupakan kajian Epistomologi karena berada di luar jangkauan indera. Bahan kajian Epistomologi adalah yang berada dalam jangkauan indera. Kajian Epistomologi adalah fenomena sedang eksistensi Tuhan merupakan objek kajian Metafisika. Epistomologi meliputi: Logika Pengetahuan (Knowledge), Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science) dan Metodologi. 2)Apa yang harus saya lakukan (Was soll ich tun) Pertanyaan ini mempersoalkan nilai (values), dan disebut Axiologi, yaitu nilai-nilai apa yang digunakan sebagai dasar dari perilaku. Kajian Axiologi meliputi Etika atau nilai-nilai keutamaan atau kebaikan dan Estetika atau nilai-nilai keindahan. 3)Apa yang dapat saya harapkan (Was kan ich hoffen) Pengetahuan manusia ada batasnya. Apabila manusia sudah sampai batas pengetahuannya, manusia hanya bisa mengharapkan. Hal ini berkaitan dengan being, yaitu hal yang ”ada”, misalnya permasalahan tentang apakah jiwa manusia itu abadi atau tidak, apakah Tuhan itu ada atau tidak. Pertanyaan- pertanyaan tersebut tidak terjawab oleh Ilmu Pengetahuan Ilmiah, tetapi oleh Religi. Refleksi tentang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Filsafat dan Filsafat Ilmu PengetahuanPosted on 23 Mei 2013 by Pakde sofa
Filsafat dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Sebelum Metode Penelitian dengan pendekatan Kualitatif atau Metode Penelitian Kualitatif, akan
diuraikan terlebih dahulu apa Perbedaan Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science) dengan Pengetahuan
(Knowledge). Mengapa demikian ? Kedua metode Penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif digunakan
untuk mengembangkan Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science). Oleh karena itu perlu diketahui terlebih
dahulu apa itu Ilmu Pengetahuan Ilmiah dan perbedaanya dengan Pengetahuan. Dengan dipahaminya
Ilmu Pengetahuan Ilmiah akan mempermudah memahami Metode Penelitian Ilmiah dan kaitan antara
keduanya. Berikut ini akan disinggung sedikit tentang Filsafat dan perbedaannya dengan Filsafat Ilmu
Pengetahuan.
Secara singkat dapat dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya
memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu
pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen, kemudian
dianalisis agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat hukum-hukum
yang bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan untuk mendapatkan
unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang mendalam. Kemudian apa perbedaan
Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah,
maka filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan
memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya Psikologi objeknya
dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat objeknya tidak dibatasi pada satu bidang kajian saja dan
objeknya dibahas secara filosofis atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat.
Apabila ilmu pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci untuk menemukan pola-polanya,
maka filsafat tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu
pengetahuannya datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya tidak perlu
mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang penting data itu dianalisis secara
mendalam.
Persamaan dan perbedaan antara Filsafat dan Agama adalah sebagai berikut. Persamaan antara Filsafat
dan Agama adalah semuanya mencari kebenaran. Sedang perbedaannya Filsafat bersifat rasional yaitu
sejauh kemampuan akal budi, sehingga kebenaran yang dicapai bersifat relatif. Agama berdasarkan iman
atau kepercayaan terhadap kebenaran agama, karena merupakan wahyu dari Tuhan YME, dengan
demikian kebenaran agama bersifat mutlak.
Kajian filsafat meliputi ruang lingkup yang disusun berdasarkan pertanyaan filsuf terkenal Immanuel
Kant sebagai berikut:
1)Apa yang dapat saya ketahui (Was kan ich wiesen)
Pertanyaan ini mempunyai makna tentang batas mana yang dapat dan mana yang tidak dapat diketahui.
Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah suatu fenomena. Fenomena selalu dibatasi oleh ruang dan
waktu. Hal ini menjadi dasar bagi Epistomologi. Eksistensi Tuhan bukan merupakan kajian Epistomologi
karena berada di luar jangkauan indera. Bahan kajian Epistomologi adalah yang berada dalam jangkauan
indera. Kajian Epistomologi adalah fenomena sedang eksistensi Tuhan merupakan objek kajian
Metafisika. Epistomologi meliputi: Logika Pengetahuan (Knowledge), Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science)
dan Metodologi.
2)Apa yang harus saya lakukan (Was soll ich tun)
Pertanyaan ini mempersoalkan nilai (values), dan disebut Axiologi, yaitu nilai-nilai apa yang digunakan
sebagai dasar dari perilaku. Kajian Axiologi meliputi Etika atau nilai-nilai keutamaan atau kebaikan dan
Estetika atau nilai-nilai keindahan.
3)Apa yang dapat saya harapkan (Was kan ich hoffen)
Pengetahuan manusia ada batasnya. Apabila manusia sudah sampai batas pengetahuannya, manusia
hanya bisa mengharapkan. Hal ini berkaitan dengan being, yaitu hal yang ”ada”, misalnya permasalahan
tentang apakah jiwa manusia itu abadi atau tidak, apakah Tuhan itu ada atau tidak. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut tidak terjawab oleh Ilmu Pengetahuan Ilmiah, tetapi oleh Religi. Refleksi tentang
Being terbagi lagi menjadi dua, yaitu Ontologi yaitu struktur segala yang ada, realitas, keseluruhan
objek-objek yang ada, dan Metafisika yaitu hal-hal yang berada di luar jangkauan indera, misalnya jiwa
dan Tuhan.
Selanjutnya akan dibahas salah satu bidang kajian Filsafat, yaitu Filsafat Ilmu Pengetahuan, karena
bidang ini membahas hakekat ilmu pengetahuan ilmiah (science). Hakekat ilmu pengetahuan dapat
ditelusuri dari 4 (empat) hal, yaitu:
1)Sumber ilmu pengetahuan itu dari mana.
Sumber ilmu pengetahuan mempertanyakan dari mana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Ilmu
pengetahuan diperoleh dari pengalaman (emperi) dan dari akal (ratio). Sehingga timbul faham atau aliran
yang disebut empirisme dan rasionalisme. Aliran empirisme yaitu faham yang menyusun teorinya
berdasarkan pada empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya David Hume (1711-1776),
John Locke (1632-1704), Berkley. Sedang rasionalisme menyusun teorinya berdasarkan ratio. Tokoh-
tokoh aliran ini misalya Spinoza, Rene Descartes. Metode yang digunakan aliran emperisme adalah
induksi, sedang rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah tokoh yang
mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.
2)Batas-batas Ilmu Pengetahuan.
Menurut Immanuel Kant apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu hanya terbatas pada gejala
atau fenomena, sedang substansi yang ada di dalamnya tidak dapat kita tangkap dengan panca indera
disebut nomenon. Apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu adalah penting, pengetahuan
tidak sampai disitu saja tetapi harus lebih dari sekedar yang dapat ditangkap panca indera.
Yang dapat kita ketahui atau dengan kata lain dapat kita tangkap dengan panca indera adalah hal-hal
yang berada di dalam ruang dan waktu. Yang berada di luar ruang dan waktu adalah di luar jangkauan
panca indera kita, itu terdiri dari 3 (tiga) ide regulatif: 1) ide kosmologis yaitu tentang semesta alam
(kosmos), yang tidak dapat kita jangkau dengan panca indera, 2) ide psikologis yaitu tentang psiche atau
jiwa manusia, yang tidak dapat kita tangkap dengan panca indera, yang dapat kita tangkap dengan panca
indera kita adalah manifestasinya misalnya perilakunya, emosinya, kemampuan berpikirnya, dan lain-
lain, 3) ide teologis yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam.
3)Strukturnya.
Yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran. Yang ingin kita ketahui adalah objek,
diantara kedua hal tersebut seakan-akan terdapat garis demarkasi yang tajam. Namun demikian
sebenarnya dapat dijembatani dengan mengadakan dialektika. Jadi sebenarnya garis demarkasi tidak
tajam, karena apabila dikatakan subjek menghadapi objek itu salah, karena objek itu adalah subjek juga,
sehingga dapat terjadi dialektika.
4)Keabsahan.
Keabsahan ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa ilmu pengetahuan itu sah berarti
membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu nilai (axiologi), dan kebenaran itu adalah suatu relasi.
Kebenaran adalah kesamaan antara gagasan dan kenyataan. Misalnya ada korespondensi yaitu
persesuaian antara gagasan yang terlihat dari pernyataan yang diungkapkan dengan realita.
Terdapat 3 (tiga) macam teori untuk mengungkapkan kebenaran, yaitu:
a)Teori Korespondensi, terdapat persamaan atau persesuaian antara gagasan dengan kenyataan atau
realita.
b)Teori Koherensi, terdapat keterpaduan antara gagasan yang satu dengan yang lain. Tidak boleh
terdapat kontradiksi antara rumus yang satu dengan yang lain.
c)Teori Pragmatis, yang dianggap benar adalah yang berguna. Pragmatisme adalah tradisi dalam
pemikiran filsafat yang berhadapan dengan idealisme, dan realisme. Aliran Pragmatisme timbul di
Amerika Serikat. Kebenaran diartikan berdasarkan teori kebenaran pragmatisme.
Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang menelaah baik ciri-ciri ilmu pengetahuan
ilmiah maupun cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan ilmiah. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah adalah
sebagai berikut:
1)Sistematis.
Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan
setiap gejala selalu berlandaskan suatu teori. Atau dapat dikatakan bahwa teori dipergunakan sebagai
sarana untuk menjelaskan gejala dari kehidupan sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan
merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai dari persepsi sehari-hari/ bahasa
sehari-hari, observasi/konsep ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.
a)Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari).
Dari persepsi sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya disampaikan dalam bahasa
sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna. Dari observasi ini akan dihasilkan konsep ilmiah.
b)Observasi (konsep ilmiah).
Untuk memperoleh konsep ilmiah atau menyusun konsep ilmiah perlu ada definisi. Dalam menyusun
definisi perlu diperhatikan bahwa dalam definisi tidak boleh terdapat kata yang didefinisikan. Terdapat 2
(dua) jenis definisi, yaitu: 1) definisi sejati, 2) definisi nir-sejati.
Definisi sejati dapat diklasifikasikan dalam:
1)Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam kamus, yang biasanya bersifat deskriptif.
2)Definisi Stipulatif.
Definisi ini disusun berkaitan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian tidak dapat dinyatakan apakah
definisi tersebut benar atau salah. Benar atau salah tidak menjadi masalah, tetapi yang penting adalah
konsisten (taat asas). Contoh adalah pernyataan dalam Akta Notaris: Dalam Perjanjian ini si A disebut
sebagai Pihak Pertama, si B disebut sebagai Pihak Kedua.
3)Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan dengan pengukuran (assessment) yang banyak
dipergunakan oleh ilmu pengetahuan ilmiah. Definisi ini memiliki kekurangan karena seringkali apa yang
didefinisikan terdapat atau disebut dalam definisi, sehingga terjadi pengulangan. Contoh: ”Yang
dimaksud inteligensi dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang yang dinyatakan dengan skor
tes inteligensi”.
4)Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta atau fenomena atau istilah berdasarkan teori
tertentu. Contoh: Untuk mendefinisikan Superego, lalu menggunakan teori Psikoanalisa dari Sigmund
Freud.
Definisi nir-sejati dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1)Definisi Ostensif. Definisi ini menjelaskan sesuatu dengan menunjuk barangnya. Contoh: Ini gunting.
2)Definisi Persuasif. Definisi yang mengandung pada anjuran (persuasif). Dalam definisi ini terkandung
anjuran agar orang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh: ”Membunuh adalah tindakan
menghabisi nyawa secara tidak terpuji”. Dalam definisi tersebut secara implisit terkandung anjuran agar
orang tidak membunuh, karena tidak baik (berdosa menurut Agama apapun).
c)Hipotesis
Dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan-pernyataan yang mengandung informasi, 2 (dua)
pernyataan digabung menjadi proposisi. Proposisi yang perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis.
d)Hukum
Hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum.
e)Teori
Keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak bertentangan satu sama lain serta dapat
menjelaskan fenomena disebut teori.
2)Dapat dipertanggungjawabkan.
Ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan melalui 3 (tiga) macam sistem, yaitu:
a)Sistem axiomatis
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu fenomena atau gejala sehari-hari mulai dari kaidah
atau rumus umum menuju rumus khusus atau konkret. Atau mulai teori umum menuju fenomena/gejala
konkret. Cara ini disebut deduktif-nomologis. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu-ilmu
formal, misalnya matematika.
b)Sistem empiris
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari gejala/ fenomena khusus menuju
rumus umum atau teori. Jadi bersifat induktif dan untuk menghasilkan rumus umum digunakan alat
bantu statistik. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu pengetahuan alam dan sosial.
c)Sistem semantik/linguistik
Dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara menyusun proposisi-proposisi secara ketat.
Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu bahasa (linguistik).
3)Objektif atau intersubjektif
Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang banyak (intersubjektif). Ilmu pengetahuan
ilmiah itu bersifat otonom dan mandiri, bukan milik perorangan (subjektif) tetapi merupakan konsensus
antar subjek (pelaku) kegiatan ilmiah. Dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus ditopang oleh
komunitas ilmiah.
Cara Kerja Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Penjelasan tentang langkah-langkah Metodologis adalah sebagai berikut:
a.Langkah pertama. Ada masalah yang harus dipecahkan. Seluruh langkah ini (5 langkah) oleh Popper
disebut Epistomology Problem Solving. UntFILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pengetahuan adalah satu nilai yang sudah konfrehensif, sistematis dan koheren bahkan sampai terkesan teorities jika kita ingin menganalisa lebih dalam, ilmu pengetahuan sudah menjadi satu kebutuhan bagi manusia. Mau tidak mau sebenarnya kita sudah dijejali ilmu pengetahuan dari sekolahdasar hingga perkuliahan, tetapi ilmu pengetahuan tidak hanya ada di bangku pendidikan saja, jika pandangan kita tentang ilmu pengetahuan hanya berorientasi pada akademik, maka pandangan kita masih terlalu sempit untuk mendefinisikan ilmu pengetahuan.Dari aspek historis, ilmu-ilmu terapan sebenarnya jauh lebih tua dibandingkan dengn ilmu-ilmu apriori dan aposteriori. Penerapan tertua misalnya, seleksi antara tumbuhan dan hewan yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai obat (herbal), atau yang mengandung racun, pertukaran musim yang dapat dimamfaatkan bagi kebutuhan pertanian dll. Namun yang menjadikan suatu pengetahuan sebagai ilmiah bukannya pengetahuan itu dapat diterapkan, melainkan karena sifatnya sebagai hasil pemahaman secara teorities.Pada abad 15 ilmu pengetahuan semakin matang. Penggabungan pola pikir apriori dan aposteriori yang menjadi metode ilmiah, dan disitulah asal muala jaman Renaisans dan Humanisme. Manusia dilihat sebagai pribadi individual dan yang berkuasa (dari aspek kesenian, politik, filsafat, agama, gerakan-gerakan anti agama, teknik, dll).Bahkan ilmu pengetahuan tidak hanya bersifat kontemplatif dan teorities (Aristoteles), melainkan pertama tama mencari keuntungan dengan cara memperkuat kuasa manusia di bumi ini (Paham ini berkembang kuat di dunia barat)
Contohnya : Penemuan percetakan mempelancar perkembangan informasi dan penyebaran buku-buku pengetahuan, penemuan mesiu memperbesar kemungkinan memenangkan peperangan, dan penemuan kompas/radar memungkinkan manusia menrungi lautan.Selain itu ilmu pengetahuan juga harus dipondasikan dengan filsafat, seperti salah satunya adalah moral, walaupun ilmu dan moral adalah dua bidang yang memiliki karakteristik berbeda dan kendati keduanya menyangkut pengetahuan yang dimiliki manusia.Setiap ilmi pengetahuan memiliki paling kurang tiga komponen utama yang mendukungnya yaitu, ontologi (merupakan asas dalam menetapkan ruang lingkup yang menjadi objek telaah dan penafsiran tentang hakikat realitas dari objek telaah tersebut), epistemologi (asas tentang cara materi pengetahuan diperoleh dan dibentuk menjadi suatu tubuh pengetahuan, dan aksiologi (asas penggunaan pengetahuan yang telah diperoleh dalam tubuh pengetahuan.Maka sangat jelas bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah natural atau tidak berpihak ke kubu positif maupun negatif, tetapi dengan pondasi pondasi falsafah seharusnya ilmu pengetahuan menjadi salah satu nilai yang positif bagi manusia, maupun ditinjau dari perspektif religius, sosial, kebudayaan, dll. Dan ilmu pengetahuan harus mampu mempunyai kejelasan kejelasan yang obyektif terhadap kebenaran realitas
Penulis : Ramanda Ade Putra
Artikel Menarik Lainnyauk pemecahan masalah tersebut diperlukan kajian pustaka (inferensi logis) guna mendapatkan teori-teori
yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah.
b.Langkah kedua. Selanjutnya dari teori disusun hipotesis. Untuk menyusun hipotesis diperlukan
metode deduksi logis.
c.Langkah ketiga. Untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis perlu adanya observasi. Sebelum
melakukan observasi perlu melakukan interpretasi teori yang digunakan sebagai landasan penyusunan
hipotesis dalam penelitian adalah penyusunan kisi-kisi/dimensi-dimensi, kemudian penyusunan
instrumen pengumpulan data, penetapan sampel dan penyusunan skala.
d.Langkah keempat. Setelah observasi, selanjutnya melakukan pengukuran (assessment), penetapan
sampel, estimasi kriteria (parameter estimation). Langkah tersebut dilakukan guna mendapatkan
generalisasi empiris (empirical generalization).
e.Langkah kelima. Generalisasi emperis tersebut pada hakekatnya merupakan hasil pembuktian
hipotesis. Apabila hipotesis benar akan memperkuat teori (verifikasi). Apabila hipotesis tidak terbukti
akan memperlemah teori (falsifikasi).
f.Langkah keenam. Hasil dari generalisasi empiris tersebut dipergunakan sebagai bahan untuk
pembentukan konsep, pembentukan proposisi. Pembentukan atau penyusunan proposisi ini
dipergunakan untuk memperkuat atau memantapkan teori, atau menyusun teori baru apabila hipotesis
tidak terbukti.
Sumber dari buku karya Prof Heru Basuki
About these ads
Jumat, 11 November 2011
Makalah " Filsafat Ilmu Pengetahuan "
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah
ini kami membahas “Filsafat Ilmu Pengetahuan”, suatu permasalahan yang sedang di bicarakan
dalam mata kuliah Ilmu Filsafat ini
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah Filsafat Ilmu Pengetahuan
dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Ilmu
Filsafat”. Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi, dan saran, untuk itu rasa terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Ilmu Filsafat dan teman-
teman.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari sempurna maka segala kritik dan saran yang membangun akan kami terima.
Surabaya, 25 September 2011
PENYUSUN
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dalam perkembangan manusia yang dimulai dari zaman pra aksara menuju zaman yang
moderen secara tidak langsung juga mengubah pandangan pola pikir manusia yang menyangkut
berbagai hal dan dalam suatu pemikiran itu dalam konsep yang berbentuk modern sering disebut ilmu
filsafat
Sedangkan perkembangan filsafat itu sendiri dimulai sekitar 1000 SM dimana pada saat itu pola
pemikiran manusia yang mulai terbuka akan hal-hal yang bersifat realistis dan mulai ditinggalkan
paham-paham yang bersifat animisme, dinamisme, dll yang mempunyai suatu pemikiran bahwa
manusia itu tercipta berdasarkan sesuatu yang kebetulan dan mempercayai sesuatu yang bersifat
fatamorgana atau tidak nyata
Sehingga secara tidak langsung tumbuhlah berbagai masyarakat yang bersifat neomoderalis, tapi
selain itu terjadi masyarakat yang bersifat tertinggal, dimana pola pikir manusia yang masih terkotak-
kotak yang dibatasi dengan sesuatu yang bersifat mitos, dan dari permasalahan tersebut terjadi
fenomena yang sangat unik, Maka dari itu kelompok kami mencoba untuk memaparkan tentang
fenomena pemikiran manusia yang kami kaji dengan suatu metode modern yang berbasis pada
filosofi-filosofi yang berkembang sesuai dengan pola kehidupan yang mulai merasakan revolusi-
revolusi yang berpengaruh pada struktur kehidupan masyarakat tersebut
BAB 2
PEMBAHASAN
Apa itu Filsafat?Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis
dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak
diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu
membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa
khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti
perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin
ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Pengertian Filsafat Secara Etimologi
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan daribahasa
Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata
ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan
(sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”.
Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini
lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah
disebut "filsuf".
Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada [agama] lagi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani,
tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih
bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir
barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates,Plato dan Aristoteles.
Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat
bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini
menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Buku karangan plato yg terkenal adalah berjudul "etika, republik, apologi, phaedo, dan krito"
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan
meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.Segi-segi ini
dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu
pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang
bahani (materiil saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup
pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan
contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu
psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
Ilmu Pengetahuan Secara Etimologi
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam
kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu
sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya.
Syarat-syarat ilmu
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu
dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai
persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat
hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau
mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah
kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan
subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin
kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara
umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem
yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat
menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat
merupakan syarat ilmu yang ketiga.
Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak
bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu
yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang
dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena
itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu
pula.
Apa Itu Filsafat Ilmu Pengetahuan? Filsafat ilmu pengetahuan adalah salah satu cabang filsafat. Filsafat pertama-tama adalah sikap:
sikap mempertanyakan, sikap bertanya, yaitu bertanya dan mempertanyakan segala sesuatu,
mempertanyakan apa saja. Dengan kata lain filsafat sesungguhnya adalah metode, yaitu cara,
kecenderungan, sikap bertanya tentang segala sesuatu. Sikap bertanya itu sendiri adalah filsafat,
termasuk mempertanyakan “Apa itu filsafat?” Karena itu, ketika kita bertanya “Apa itu filsafat?” kita
sesungguhnya berfilsafat dan dengan demikian memperlihatkan secara paling konkret hakikat filsafat
itu sendiri.
Memang pada akhirnya setiap pertanyaan menemukan jawabannya. Tetapi, jawaban ini selalu
dipertanyakan lagi. Karena itulah, filsafat dianggap sebagai sesuatu yang bermula dari pertanyaan
dan berakhir dengan pertanyaan. (Memang hakikat filsafat adalah bertanya terus-menerus). Filsafat
adalah sikap bertanya itu sendiri. Bahkan pertanyaan itu sendiri merupakan sebuah jawaban. Dengan
kata lain, filsafat adalah sebuah sistem pemikiran, atau lebih tepat cara berpikir, yang terbuka:
terbuka untuk dipertanyakan dan dipersoalkan kembali. Filsafat adalah sebuah tanda dan bukan
sebuah tanda seru. Filsafat adalah pertanyaan dan bukan pertanyaan.
Filsafat berbeda dari ideologi dan dogma. Ideologi dan dogma cenderung tertutup, cenderung
menganggap kebenaran tertentu sebagai tidak bisa dipersoalkan dan diterima begitu saja.
Sebaliknya, filsafat dan ilmu pengetahuan pada umumnya tidak menerima kebenaran apapun
sebagai sesuatu yang telah selesai.
Memang betul bahwa secara etimologis filsafat itu berarti cinta akan kebenaran; suatu dorongan
terus-menerus, suatu dambaan untuk mencari dan mengejar dambaan. Tetapi, dalam pengetian ini,
yang pertama-tama mau diungkapkan adalah bahwa filsafat adalah sebuah upaya, sebuah proses,
sebuah pencarian, sebuah quest, sebuah perburuan tanpa henti akan kebenaran. Karena itu,
cinta (philo) dalam philosophia, tidak dipahami pertama-tama sebagai kata benda yang statis,
yang given, melainkan sebagai sebuah kata kerja, sebuah proses. Dalam arti itu, filsafat adalah
sebuah sikap yang dihidupi, yang dihayati dalam pencarian, dalam quest, dalam pertanyaan terus-
menerus.
Dalam filsafat ilmu pengetahuan, sikap ini muncul dalam bentuk sikap kritis yang ingin
meragukan terus kebenaran yang telah ditemukan. Karena itu pula, apa yang disebut sebagai
kebenaran dan yang pada titik tertentu diyakini sebagai kebenaran selalu akan diliputi tanda tanya.
Konkretnya dengan berfilsafat, dengan berupaya mencari kebenara, pada akhirnya orang semakin
memahami makna segala sesuatu, termasuk makna kehidupan ini, justru karena pencarian terus-
menerus tadi.
Pemahaman yang semakin jelas tentang filsafat. Pertama, filsafat dipahami sebagai upaya,
proses, metode, cara, dambaan untuk terus mencari kebenaran. Dambaan ini muncul dalam sikap
kritis untuk selalu mempersoalkan apa saja untuk sampai pada kebenaran yang paling akhir, yang
paling mendalam. Kedua, filsafat dilihat sebagai upaya untuk memahami konsep atau ide-ide.
Dengan bertanya orang lalu berpikir tentang apa yang ditanyakan. Dengan bertanya orang berusaha
menemukan jawaban atas apa yang ditanyakan. Maka, muncul ide atau konsep tertentu yang dapat
menjawab pertanyaan tadi. Tetapi yang menarik, sebagaimana telah dikatakan di atas, filsafat
sebagai sebuah sikap terus mencari, akan mempertanyakan kembali konsep atau ide tadi untuk lebih
memahaminya lagi. Maka akan terjadi proses mempertanyakaun konsep atau ide yang diajukan atas
sebuah pertanyaan, dan terus berulang hingga akhirnya akan sampai pada sebuah jawaban final,
yang paling ultima, yang paling mendasar, yang paling akhir yang dianggap paling benar.
Jawaban yang paling akhir dan paling benar itu tidak pernah akan ditemukan. Maka proses
bertanya dan bertanya terus-menerus itu akan bergulir terus tanpa henti sebagaimana hakikat filsafat
itu sendiri. Yang ditemukan hanyalah jawaban-jawaban sementara dalam bentuk konsep atau ide
atau pemikiran tertentu yang kemudian dipertanyakan dan dikritik terus-menerus. Karena itu, filsafat
pun akan terus berlangsung tanpa henti. Filsafat tidak pernah menemukan titik akhirnya, sebagai
sebuah pencarian dan perburuan akan kebenaran yang tidak mengenal titik akhir. Berkaitan dengan
inilah, filsafat sering disebut sebagai ilmu yang berupaya mencari “yang paling akhir”, “yang paling
dalam”, dan “yang paling benar”.
Dengan mengatakan bawha filsafat adalah upaya untuk memahami ide atau konsep, filsafat lalu
di lihat pula sebagai “pemikiran tentang pemikiran” atau “berpikir tentang berpikir” (Thinking about
thinking). Dengan kata lain, aktifitas seorang filsuf atau ahli filsafat adalah berpikir. Ketika Seorang
filsuf sedang berpikir , sesungguhnya ia melakukan “dialog” dalam dirinya tentang apa saja. Ia
bertanya dan berusa menemukan jawaban atas pertanyaanya sendiri, tetapi kemudian jawaban itu di
sanggah, di kritik, dan di pertanyakannya lagi. Maka, terjadilah proses bertanya dan menjawab dan
bertanya dan menjawab terus – menerus tanpa henti. Itulah filsafat, sebuah quest , sebuah
pencarian, sebuah question tentang berbagai ide.
Dengan demikian, filsafat, entah yang di pelajari di kelas, dibaca, didengar, atau dipraktekkan
sendiri sesungguhnya mengajak kita untuk mempertanyakan, mempersoalkan, mengkaji, dan
mendalami hidup ini dalam segala aspeknya. Sebagaimana di katakan dalam sokrates, “Hidup yang
tidak dikaji tidak layak di hidupi,” Artinya, menjalani kehidupan ini tanpa mempersoalkannya sama
dengan hidup sebagai orang buta. Maka, salah satu sikap yang akan muncul dengan sendirinya dari
filsafat adalah sikap kritis, yakni tetap mempertanyakan apa saja, sikap tidak puas dengan jawaban
yang ada, tidak percaya akan apa saja, dan selalu ingin tahu lebih dari yang sudah diketahui, atau
sebagaimana dikatakan Rene Descartes, seperti yang akan kita bahas kemudian, sikap
menyangsikan dan meragukan segala sesuatu, yang di anggap sebagai metode utama filsafat, dal
ilmu pengetahuan pada umumnya.
Filsafat itu sederhana sekali. Tidak lebih tidak kurang,hanya sikap yang selalu bertanya terus –
menerus. Sesuatu yang begitu alamiah, tetapi sekaligus begitu sukar karena manusia selalu
cenderung menjadi terbiasa dengan segala yang di alaminya sepanjang hidupnya. Apalagi, seperti
dikatakan di atas, kita cenderung terbiasa dengan perintah, pertanyaan, dan larangan sampai hilang
kecenderung bertanya, berfilsafat, kecenderungan mencari kebenaran dan lebih senang menerima
apa saja yang ada sebagai benar begitu saja. Oleh karena itu pula, filsafat dan berfilsafah, yang
sesunggunya sangat sederhana itu, menjadi sulit dan esotoris. Apalagi, karena cenderung bertanya
terus – menerus itu kalau diikuti terus akan sampai pada pertanyaan–pertanyaan mendasar yang
tidak pernah di tanyakan oleh manusia biasa hanya karena mereka menyepelekannya atau enggan
mempertanyakan karena terlalu mendasar. Dalam situasi seperti itu, dibutujkan orang-orang khusus,
yang secara khusus mengkhususkan aktifitasnya dengan melanjutkan tugas biasa tadi: Bertanya apa
saja. Dari mereka inilah, yang kemudian dikenal dengan istilah khusus sebagai para filsuf, kita belajar
banyak hal.
Filsafat di sebut juga sebagai ratu dan induk semua ilmu pengetahuan; ratu yang memahkotai
semua ilmu dengan sikap dasar selalu bertanya ini. Disebut induk karena dari sikap dasar bertanya
ini lahirlah berbagain ilmu yang demikian banyak sekarang ini. Tapi, kedua, ada satu perbedaan
dasar antara sikap bertanya dalam filsafat dan sikap bertanya dalam semua ilmu lainnya. Dalam
filsafat, kita memepertanyakan apa saja dari berbagai sudut, khususnya dari sudut yang paling umum
dan mendasar menyangkut hakikat, inti, penegertian paling mendasar. Sedangkan dalam ilmu
pengetahuan, yang di pertanyakan hanya satu saja kenyataan yang di gulumi oleh ilmu itu dan di
pertanyakan dari sudut pandang ilmu yang bersangkutan. Jadi, yang di persoalkan filsafat adalah
seluruh yaitu kenyataan dari sudut pandang yang paling mendasar.
CABANG-CABANG FILSAFATCabang-cabang ilmu filsafat ada banyak namun pada kesempatan ini kami hanya membahas
mengenai:
A. EPISTEMOLOGI
1. Pengertian Epistemologi
Manusia dengan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda
mesti akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, dari manakah saya berasal?
Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam? Apa hakikat manusia? Tolok ukur kebaikan dan
keburukan bagi manusia? Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia? Mana pemerintahan yang benar
dan adil? Mengapa keadilan itu ialah baik? Pada derajat berapa air mendidih? Apakah bumi
mengelilingi matahari atau sebaliknya? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Tuntutan fitrah
manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas
permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya.
Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang
tidak diketahuinya. Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa:
1. Hakikat itu ada dan nyata;
2. Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
3. Hakikat itu bisa dicapai, diketahui, dan dipahami;
4. Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan, dan makrifat atas hakikat itu. Akal dan pikiran manusia
bisa menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan tidak
tertutup bagi manusia.
Apabila manusia melontarkan suatu pertanyaan yang baru, misalnya bagaimana kita bisa
memahami dan meyakini bahwa hakikat itu benar-benar ada? Mungkin hakikat itu memang tiada dan
semuanya hanyalah bersumber dari khayalan kita belaka? Kalau pun hakikat itu ada, lantas
bagaimana kita bisa meyakini bahwa apa yang kita ketahui tentang hakikat itu bersesuaian dengan
hakikat eksternal itu sebagaimana adanya? Apakah kita yakin bisa menggapai hakikat dan realitas
eksternal itu? Sangat mungkin pikiran kita tidak memiliki kemampuan memadai untuk mencapai
hakikat sebagaimana adanya, keraguan ini akan menguat khususnya apabila kita mengamati
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada indra lahir dan kontradiksi-kontradiksi yang ada di antara para
pemikir di sepanjang sejarah manusia?Persoalan-persoalan terakhir ini berbeda dengan persoalan-
persoalan sebelumnya, yakni persoalan-persoalan sebelumnya berpijak pada suatu asumsi bahwa
hakikat itu ada, akan tetapi pada persoalan-persoalan terakhir ini, keberadaan hakikat itu justru masih
menjadi masalah yang diperdebatkan. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini. Seseorang
sedang melihat suatu pemandangan yang jauh dengan teropong dan melihat berbagai benda dengan
bentuk-bentuk dan warna-warna yang berbeda, lantas iameneliti benda-benda tersebut dengan
melontarkan berbagai pertanyaan-pertanyaan tentangnya. Dengan perantara teropong itu sendiri, ia
berupaya menjawab dan menjelaskan tentang realitas benda-benda yang dilihatnya. Namun, apabila
seseorang bertanya kepadanya: Dari mana Anda yakin bahwa teropong ini memiliki ketepatan dalam
menampilkan warna, bentuk, dan ukuran benda-benda tersebut? Mungkin benda-benda yang
ditampakkan oleh teropong itu memiliki ukuran besar atau kecil?. Keraguan-keraguan ini akan
semakin kuat dengan adanya kemungkinan kesalahan penampakan oleh teropong. Pertanyaan-
pertanyaan ini berkaitan dengan keabsahan dan kebenaran yang dihasilkan oleh teropong. Dengan
ungkapan lain, tidak ditanyakan tentang keberadaan realitas eksternal, akan tetapi, yang dipersoalkan
adalah keabsahan teropong itu sendiri sebagai alat yang digunakan untuk melihat benda-benda yang
jauh.
Keraguan-keraguan tentang hakikat pikiran, persepsi-persepsi pikiran, nilai dan keabsahan pikiran,
kualitas pencerapan pikiran terhdap objek dan realitas eksternal, tolok ukur kebenaran hasil pikiran,
dan sejauh mana kemampuan akal-pikiran dan indra mencapai hakikat dan mencerap objek
eksternal, masih merupakan persoalan-persoalan aktual dan kekinian bagi manusia. Terkadang kita
mempersoalkan ilmu dan makrifat tentang benda-benda hakiki dan kenyataan eksternal, dan
terkadang kita membahas tentang ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indra.
Semua persoalan ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi.
Dengan demikian, definisi epistemologi adalah suatu cabang dari filsafat yang mengkaji dan
membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat, tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran
ilmu, makrifat, dan pengetahuan manusia.
2. Pokok Bahasan Epistemologi
Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian
epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan. Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
1. Cakupan pokok bahasan, yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau
ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî. Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan
setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala hal
yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan, kemahiran, dan juga meliputi ilmu-ilmu
seperti hudhûrî, hushûlî, ilmu Tuhan, ilmu para malaikat, dan ilmu manusia.
b. Ilmu adalah kehadiran (hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini digunakan dalam
filsafat Islam. Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
c. Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika
(mantik).
d. Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum
diyakini.
e. Ilmu adalah pembenaran yang diyakini.
f. Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal.
g. Ilmu adalah keyakinan benar yang bisa dibuktikan.
h. Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak
berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
i. Ilmu ialah gabungan proposisi-proposisi universal yang hakiki dimana tidak termasuk hal-hal yang
linguistik.
j. Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
2. Sudut pembahasan, yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari
sudut mana subyek ini dibahas, karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan
psikologi. Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang
menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan
dibidang ontologi dan filsafat. Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga
menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan
ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas
dalam ilmu logika. Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia
terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat
berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi
ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan. Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî juga akan
menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman
penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi.
3. Metode Epistemologi
Dengan memperhatikan definisi dan pengertian epistemologi, maka menjadi jelaslah bahwa metode
ilmu ini adalah menggunakan akal dan rasio, karena untuk menjelaskan pokok-pokok bahasannya
memerlukan analisa akal. Yang dimaksud metode akal di sini adalah meliputi seluruh analisa rasional
dalam koridor ilmu-ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî. Dan dari dimensi lain, untuk menguraikan sumber
kajian epistemologi dan perubahan yang terjadi di sepanjang sejarah juga menggunakan metode
analisa sejarah.
4. Hubungan epistemologi dengan Filsafat
Pengertian umum filsafat adalah pengenalan terhadap eksistensi (ontologi), realitas eksternal, dan
hakikat keberadaan. Sementara filsafat dalam pengertian khusus (metafisika) adalah membahas
kaidah-kaidah umum tentang eksistensi. Dalam dua pengertian tersebut, telah diasumsikan mengenai
kemampuan, kodrat, dan validitas akal dalam memahami hakikat dan realitas eksternal. Jadi,
epistemologi dan ilmu logika merupakan mukadimah bagi filsafat.
B. LOGIKA
Pengertian Logika
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal
pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu
cabang filsafat.Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu
logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan
teratur.Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Ada cabang filsafat lain yang menaruh perhatian pada bahasa. Cabang itu sering disebut
logika.Logika ialah studi tentang inference (kesimpulan-kesimpulan).Logika berusaha menciptakan
suatu kriteria guna memisahkan inferensi yang sahih dari yang tidak sahih.Karena penalaran itu
terjadi dengan bahasa, maka analisis inferensi itu tergantung kepada analisis statement-
statement yang berbentuk premis dan konklusi.Studi tentang logika membukakan kenyataan bahwa
sahih dan tidaknya informasi itu tergantung kepada wujud statement yang mengandung premis dan
konklusi. Adapun yang dimaksud dengan wujud ialah jenis istilah yang terkandung di
dalam statement dan juga cara bagaimana istilah itu disusun menjadi statement.
Logika sebagai ilmu pengetahuan
Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan di mana obyek materialnya adalah berpikir
(khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang
ditinjau dari segi ketepatannya.
Logika sebagai cabang filsafat
Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis.Praktis di sini berarti logika dapat
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.Logika lahir bersama-sama dengan
lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-
pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan
menunjukkan kesesatan penalarannya.Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika
mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak.Secara tradisional, logika dipelajari
sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.logika tidak bisa
dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran
Dasar-dasar Logika
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika.Konsep itu menyatakan
bahwakesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh
isinya.Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara
kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis).Logika silogistik tradisional Aristoteles
dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.
Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif.Penalaran deduktif—
kadang disebut logika deduktif—adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen
deduktif.Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan
konsekuensi logis dari premis-premisnya.Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan
benar atau salah.Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya
merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.Contoh argumen deduktif:
1. Setiap mamalia punya sebuah jantung
2. Semua kuda adalah mamalia
3. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Penalaran induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari
serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Contoh argumen induktif:
1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
2. Kuda Australia punya sebuah jantung
3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
5. ...
6. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan
deduktif.
Deduktif Induktif
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.
Logika sebagai matematika murni
Logika masuk ke dalam kategori matematika murni karena matematika adalah logika yang
tersistematisasi.Matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang menggunakan
tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (logika simbolik). Logika tersistematisasi dikenalkan oleh
dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M) yang
mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.Puncak logika simbolik terjadi pada
tahun 1910-1913 dengan terbitnyaPrincipia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama
Alfred North Whitehead(1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1
872 - 1970).
Kegunaan logika
1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus,
tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas
sistematis
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir,
kekeliruan, serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana
tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Logika alamiah
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus
sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subyektif.Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.Logika ini bisa dipelajari dengan
memberi contoh penerapan dalam kehidupan nyata.
Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran, serta akal budi.Logika ilmiah menjadi ilmu
khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran.Berkat pertolongan
logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah, dan lebih
aman.Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
KRITIK ILMU-ILMUPada awalnya, perbedaan filsafat dan ilmu pengetahuan sangatlah kecil. Pada zaman Yunani kuno
hanya dibedakan empat ilmu, yaitu logika, ilmu pasti, ilmu pesawat dan kedokteran. Bahkan,
kedokteran dan logika lebih dipandang sebagai seni atau keahlian. Mulai zaman renaisans (sekitar
1800 dan sesudahnya) menghasilkan ilmu-ilmu yang kebanyakan sekarang. Seperti sosiologi,
psikologi dan psikoanalisis yang masih muda. Dan ada yang lebih muda lagi seperti ilmu ekologi (ilmu
keseimbangan lingkungan hidup).
Ilmu dibagi menjadi tiga kelompok :
1. Ilmu-ilmu formal :Matematika, logika, dll
2. Ilmu-ilmu empiris formal :Ilmu alam, ilmu hayati, dll
3. Ilmu-ilmu hermeneutis :Sejarah, ekonomi, dll
Beberapa orang mengatakan bahwa ilmu hermeneutis tidak ilmiah karena disini tidak dicapai
kepastian. Misalkan sejarah, disini tidak diterangkan sesuatu melainkan hanya dimengerti sesuatu,
hanya diberikan fakta-fakta dan tidak pernah dicapai suatu kepastian bahwa fakta ini benar. Orang
lain mengatakan bahwa ilmu-ilmu empiris formal memang selalu bersifat hipotesis sehingga antara
ilmu-ilmu empiris formal dan ilmu-ilmu hermeneutis tidak begitu penting. Nah, pertanyaan-pertanyaan
seperti inilah yang termasuk kritik ilmu-ilmu. Teori-teori tentang pembagian ilmu-ilmu,tentang metode
ilmu-ilmu, tentang dasar kepastian dan tentang jenis-jenis keterangan yang diberikan, tidak lagi
termasuk bidang ilmu
Fenomenologi pengetahuan dan ilmu pegetahuan
Terbentuknya pengetahuan manusia adalah adanya subjek dan objek. Keduanya merupakan suatu
kesatuan asasi bagi terwujudnya pengetahuan. Dalam sejarah filsafat pengetahuan dan ilmu
pengetahuan terjadi perdebatan tentang mana yang lebih pokok dan yang lebih dulu. Subjek manusia
dengan akal budinya, ataukah objek kenyataan yang diamati dan dialami di alam semesta ini. Muncul
persoalan pengetahuan, apakah pengetahuan manusia berasal dari akal budi manusia atau
pengalaman manusia akan realitas objektif di alam semesta ini, bersifat psikologis-subjektif atau
objektif-universal, berkaitan dengan struktur kesadaran subjektif atau kenyataan real yang melekat
pada objek dan lepas dari kesadaran subjektif tiap orang. Supaya terjadi pengetahuan subjek harus
terarah kepada objek, dan sebaliknya objek harus terbuka dan terarah pada subjek.
Pengetahuan adalah peristiwa yang terjadi dalam diri manusia. Manusia sebagai subjek pengetahuan
memegang peranan penting. Keterarahan manusia terhadap objek merupakan factor yang sangat
menentukan bagi munculnya pengetahuan manusia. Pada awalnya melalui unsur jasmaniah,
manusia memperoleh pengetahuan yang bersifat temporal, kongkret, jasmani-inderawi. Selanjutnya
dengan bantuan akal budinya, pengetahuan tersebut dapat ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu abstrak
dan universal. Pengetahuan yang bersifat abstrak umum dan universal tersebut melalui bahasa dapat
dikomunikasikan secara universal, dibakukan, dan diwariskan kemudian direfleksikan kembali
(dipelajari, dipersoalkan, didalami, diubah, dikembangkan dan ditemukan) menjadi pengetahuan baru
atau lebih sempurna. Jadi ilmu pengetahuan muncul karena apa yang sudah diketahui secara
spontan dan langsung, disusun dan diatur secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu
yang bersifat baku. Dalam ilmu pengetahun ada pakem, ada cara, ada pola tertentu yang baku dan
selalu bisa diikuti
Filsafat Pengetahuan dan Filsafat Ilmu Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang
dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sedangkan
Ilmu Pengetahauan adalah keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah di bakukan secara
sistematis. Ini berarti pengetahuan lebih spontan sifatnya, sedangkan Ilmu Pengetahuan lebih
sistematis dan reflektif. Dengan demikian, pengetahuan mencakup segala sesuatu yang di ketahui
manusia tanpa perlu berarti telah di bakukan secara sistematis. Pengetahuan mencakup penalaran,
penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu. Juga, mencakup praktek atau
kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum di bakukan secara
sistematis dan metodis.
Filsafat ilmu pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan dan mengkaji segala
persoalan yang berkaitan dengan ilmu penegtahuan.
Sebelum munculnya ilmu pengetahuan, manusia telah berupaya menjelaskan dan memahami
berbagai peristiwa tersebut melalui apa yang dikenal sebagai mitos atau cerita dongeng. Melalui
cerita-cerita dongeng, manusia berupaya menjelaskan secara masuk akal (reasonable) makna
berbagai peristiwa dan keterkaitannya dengan peristiwa lainnya. Melalui mitos-mitos itu manusia lalu
memahami pada tingkat yang sangat sederhana, misalnya, dari mana asal usul bumi ini, dari mana
munculnya manusia, bagaimana terjadinya gempa, guntur, kilat, dan seterusnya. Dengan
pemahaman yang sangat sederhana itu, mereka dapat menata kehidupannya secara lebih baik.
Melalui ilmu pengetahuan, berbagai peristiwa alam semesta lalu di jelaskan secara lain dalam
kerangka teori atau hukum ilmiah yang lebih masuk akal, dan klebih biasa dibuktikan dengan
berbagai perangkat metodis yang berkembang kemudian sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Fokus Filsafat Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis dan imajinatif. Tanpa imajinasi dan logika
dari seorang kopernikus, suatu gagasan besar tentang heliosentrisme tidak akan muncul. Begiti juga
halnya jika kita berbicara tentang ilmuan-ilmuan lain. Metode-metode ilmu pengetahuan adalah
metode-metode yang logis karena ilmu pengetahuan mempraktekan logika. Namun selain logika
temuan-temuan dalam ilmu pengetahuan dimungkinkan oleh akan budi manusia yang terbuka pada
realitis. Keterbukaan budi manusia pada realitas itu kita sebut imajinasi. Maka logika dan imajinasi
merupakan dua dimensi penting dari seluruh cara kerja ilmu pengetahuan.
Tak pernah ada imajinasi tanpa logika dalam ilmu pengetahuan. Keduannya akan berjalan
bersamaan. Namun pendekatan pertama tidaklah cukup. Ilmu pengetahuan telah berkembang
sebagai bagian dari hidup kita sebagai manusia dalam masyarakat. Dengan alasan itu, filsafat ilmu
pengetahuan pelu mengarahkan diri selain kepada pembicaraan tentang masalah metode ilmu
pengetahuan juga harus berbicara tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Implikasi sosial dan etis dari ilmu pengetahuan akan dibicarakan dalam konteks ini. Topik yang
dibicarakan disini antara lain adalah hubungan antara ilmu pengetahuan dengan life-world, antara
ilmu pengetahuan dan politik, bagaimana harus membangun ilmu pengetahuan dalam masyarakat.
Manfaat Belajar Filsafat Ilmu Pengetahuan Dengan mempelajari filsafat pengetahuan dan ilmu pengetahuan, khususnya cara kerja ilmu
pengetahuan. Seseorang akan memperoleh manfaat yang besar sekali bagi kerjanya kelak di
kemudian hari sebagai polisi, ahli hukum, wartawan, teknisi, ataupun sebagai manajer karena
pekerjaan-pekerjaan ini - dan semua pekerjaan lainnya – pada dasarnya berkaitan dengan upaya
memecahkan masalah tertentu. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan dibutukan demi memecahkan
berbagai persoalan yang berkaitan dengan perkejaan masing-masing orang secara lebih rasional,
tuntas, dan memuaskan. Yang dibutuhkan dari seseorang yang profesional dalam bidang
perkejaannya adalah, pertama-tama, kemampuan untuk melihat masalah: dimana masalahnya,
seberapa besar masalahnya, apa dampaknya, dan bagaimana mengatasinya. Ini sangat dibutuhkan
dalam bidang pekerjaannya. Sesungguhnya, inilah yang dipelajari dalam kaitan dengan filsafat ilmu
pengetahuan. Yang terutama di pelajari dalam masing-masing ilmu adalah kemampuan teknis dalam
masing-masing ilmu untuk memecahkan persoalan dari sudut ilmu masing-masing, sedangkan filsafat
ilmu pengetahuan lebih melatih mahasiswa untuk mampu melihat masalah, mampu melihat
sebabnya, apa akibatnya, dan apa solusinya.
Ilmu pengetahuan tidak hanya bersifat puritan-elitis, melainkan juga pragmatis. Dalam
pengertian, ilmu pengetahuan tidak hanya berhenti sekedar memuaskan rasa ingin tahu manusia.
Melainkan juga bermaksud membantu manusia untuk memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi manusia dalam hidupnya. Salah satu persoalan aktual yang dihadapi kita dalam konteks
Indonesia sekarang ini adalah problem modernisasi. Problem modernisasi adalah bagaimana
memecahkan masalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, maupun penyakit dengan
menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ternyata, ilmu pengetahuan dan teknologi, terlepas
dari akibat negatifnya yang pernah dialami manusia, sekurang-kurangnya hingga sekarang
membantu mengurangi penderitaan manusia dan meningkatkan kesejahteraannya, melalui apa yang
kita kenal sebagai proses modernisasi.
pengetahuan sendiri, melainkan merupakan suatu cabang dari filsafat.
BAB 3
KESIMPULAN
Filsafat merupakan segala pertanyaan baik yang bisa terjawab maupun yang belum atau
tidak akan pernah terjawab. Pengetahuan adalah kesan di dalam fikiran manusia yang terjadi dari
hasil penggunaan pancainderanya. Ilmu pengetahuan merupakan kumpulan dari pengetahuan yang
tersusun secara sistematis, metodis dan universal. Sedangkan filsafat ilmu pengetahuan adalah
pertanyaan-pertanyaan yang tersusun secara metodis, sistematis, dan koheran yang dapat
melahirkan ilmu pengetahuan- ilmu pengetahuan baru yang lebih bermanfaat.
Dengan mempelajari filsafat pengetahuan dan ilmu pengetahuan, khususnya cara kerja ilmu
pengetahuan. Seseorang akan memperoleh manfaat yang besar sekali bagi kerjanya kelak di
kemudian hari sebagai polisi, ahli hukum, wartawan, teknisi, ataupun sebagai manajer karena
pekerjaan-pekerjaan ini - dan semua pekerjaan lainnya – pada dasarnya berkaitan dengan upaya
memecahkan masalah tertentu. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan dibutukan demi memecahkan
berbagai persoalan yang berkaitan dengan perkejaan masing-masing orang secara lebih rasional,
tuntas, dan memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, A.Sony dan M. Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Kanisius: Yogyakarta
Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Kanisius: Yogyakarta
Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Logika. Asas-asas penalaran sistematis.Kanisus: Yogyakarta
http://lets-be1aar.blo.spot.con/0O7/09/aobjek-fi1safat.htm1 diakses tanggal 09 Oktober 4.
http ://sabrinafauza. wordpress .com/2009/ 11 / 1 7/obyek-fiIsafat diakses tanggal 09 Oktober 2010
http://gurutrenggaiek.b1ogspot.com/2009/l 2/obyek-filsafat-ilmu.html diakses tanggal 09 Oktober 2010
Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 33.
Lihat Juga Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004)
Mohammad Muslih, Filsafat ilmu, Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori llmu Pengetahuan.
(Yogyakarta: Belukar, 2005)
Musa As’ari, Filsafat Islam Sunnah Nabi Dalam Berfikir, (Yogyakarta: LESFI, 1999)
M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metodologi Studi Agama dalam Masyarakat Multikultural dan Multireligius,
Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Filsafat lAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 13 Mei 2000)
Noeng Muhadjir. Filsafat Ilmu: Positivisme, Pos-Positivisme dan Pos-Modernisme, (Yogyakarta: Rakesarasin)
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberti, 1991)
About these ads
Bagikan :
Share
Like this:
DISIMPAN DALAM LAIN-LAIN
Perihal andiagussalim
1. Pusat Rental Komputer & Jasa Pengetikan 2. Percetakan 3. Penerbitan 4. Fotography & Videography Lokasi :
Jln. Wijaya Kusuma Raya No. 62 Banta-bantaeng Makassar 90222
Komentar :
1.Pendahuluan
Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir
seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain. Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).
Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.
Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen (1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin
kaburnya garis batas antara ilmu dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie, 1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).
Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.
Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis akan jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang: “Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam”, dengan pertimbangan bahwa
latar belakang pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam (MIPA – Kimia).
2. Pengertian Filsafat
Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia (kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).
Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997), dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
3. Filsafat Ilmu
Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik.
Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.
Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984), dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya, prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta kerabunan intelektualnya.
4. Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan pengertian tentang strategi dan taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menjembatani putusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang beranjak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.
Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.
Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu
terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.
Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.
Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).
Pada pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan alam.
Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.
Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yang berhubungan
dengan hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).
Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.
5. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangatlah tepat dijadikan landasan pengembangan ilmu khususnya ilmu pengetahuan alam karena kenyataanya, filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan alam.
DAFTAR PUSTAKA
Bahm, Archie, J., 1980., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology; The Science Of Values; 44-49, World Books, Albuquerqe, New Mexico, p.1,11.
Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.
____________________., 1996., “Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte”, Cet.Ke-2, Gadjah Mada University Press Yogyakarta, p.8, 24-26, 40.
____________________., 1999., “Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran Dan Perkembangannya Sebagai Pengantar Untuk Memahami Filsafat Ilmu”, Makalah, Ditjen Dikti Depdikbud – Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta, p.1.
Nuchelmans, G., 1982., “Berfikir Secara Kefilsafatan: Bab X, Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam, Dialihbahasakan Oleh Soejono Soemargono”, Fakultas Filsafat – PPPT UGM Yogyakarta p.6-7.
Sastrapratedja, M., 1997., “Beberapa Aspek Perkembangan Ilmu Pengetahuan”, Makalah, Disampaikan Pada Internship Filsafat Ilmu Pengetahuan, UGM Yogyakarta 2-8 Januari 1997, p.2-3.
Soeparmo, A.H., 1984., “Struktur Keilmuwan Dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam”, Penerbit Airlangga University Press, Surabaya, p.2, 11.
The Liang Gie., 1999., Pengantar Filsafat Ilmu”, Cet. Ke-4, Penerbit Liberty Yogyakarta, p.29, 31, 37, 61, 68, 85, 93, 159, 161.
Van Melsen, A.G.M., 1985., “Ilmu Pengetahuan Dan Tanggung Jawab, Diterjemahkan Oleh K.Bartens”, Gramedia Jakarta, p.16-17, 25-26.
Van Peursen, C.A.,1985., “Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, Alih Bahasa Oleh J.Drost”, Gramedia Jakarta, p.1, 4, 12.
PENGERTIAN FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN SERTA PERBEDAANNYAPosted: March 29, 2010 in Kuliah Tags: pengertian filsafat, pengertian ilmu pengetahuan, perbedaan filsafat dan ilmu pengetahuan
23
1. PENGERTIAN FILSAFAT
Pengertian filsafat menurut para ahli yaitu:
Secara umum
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar
mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang
yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari
segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.