POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN B.J HABIBIE MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Politik Luar Negeri Indonesia Oleh : Fiqih Adhalistiya Susanto 140120400111062 Marisya Anugrah 145120401111008 Riza Mola Melati 145120401111004 Safira Rizki Amalia 145120401111003 Yuni Kurnia 145120401111014 Kelas A-HI-2 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
26
Embed
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN B.J HABIBIE
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASAPEMERINTAHAN PRESIDEN B.J HABIBIE
MAKALAHUNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Politik Luar Negeri Indonesia
Oleh :
Fiqih Adhalistiya Susanto
140120400111062
Marisya Anugrah 145120401111008
Riza Mola Melati 145120401111004
Safira Rizki Amalia 145120401111003
Yuni Kurnia 145120401111014
Kelas A-HI-2
UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HUBUNGAN INTERNASIONAL
MARET 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah Politik Luar Negri Indonesia, Politik Luar
Negri dibedakan menjadi 6 masa atau periode, yang setiap
masanya ditandai dengan adanya presiden atau pemerintahan yang
berganti atau berbeda. Periode pertama adalah Periode Presiden
pertama Indonesia yaitu Ir. Soekarno, Periode kedua adalah
Soeharto, Periode ketiga B.J Habibie, Periode keempat
Abdurahman Wahid, diteruskan dengan periode Megawati
Soekarnoputri dan yang terakir adalah Periode Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Setiap periode memiliki fokus kebijakan
atau politik luar negri sendiri, walaupun sering tetap
digunakan, dalam pelaksanaan pencapaian fokus tersebut setiap
presiden memiliki cara dan karakteristik yang berbeda-beda.
Perbedaan fokus dan cara mencapai fokus tersebut dipengaruhi
oleh berbagai aspek, yaitu isue global yang terjadi saat itu;
kasakteristik internal suatu negara, termasuk pembuat
keputusan atau Foreign Policy Maker dan siapa yang berpengaruh
dalam pemerintahan saat itu; kemudia psikology pemimpin,
bagaimanakah karakteristik seorang pemimpin, ideologi dan
kepercayaan yang dimilikinya.
Pada akir periode kedua yaitu akhir periode presiden
Soeharto, terjadi banyak sekali masalah yang membuat keadaaan
domestik atau keadaan Indonesia sendiri kacau balau. Keadaan
domestic yang kacau balau terlebih lagi pada tahun 1998
terjadi demo besar-besaran yang dilakukan mahasiswa yang
dipicu oleh berbagai masalah domesti seperti krisis moneter,
KKN dan kekuasaan ABRI yang luas. Tragedi 1998 tersebut
mengakiri masa pemerintahan Soeharto, yang kemudian
dilanjutkan oleh Habibie selaku Wakil Presiden Republik
Indonesia. Ditengah kekacauan yang ditinggalkan oleh periode
sebelumnya, Presiden Habibie tidak hanya harus memulihkan
keadaan domestik namun juga harus memulihkan Politik Luar
Negri Indonesia yang terkena akibat dari Tragedi 1998.
Presiden Habibie bertanggung jawab akan kelanjutan politik
domestik dan politik luar negri. Terjadinya masalah pada
periode Soeharto mengakibatkan politik luar negri Indonesia
ikut mengalami kemunduran, walaupun pada masa periode Soeharto
banyak sekali kemajuan yang dicapai Indonesia dalam Politik
dan Kebijakan Luar Negrinya. Tugas Periode berikutnyalah untuk
memulihkan kekacauan Politik Luar Negri Indonesia
sepeninggalan Presiden Soeharto.
Berdasarkan uraian diatas, kami penulis tertarik untuk
membuat makalah dan mempresentasikan makalah yang berjudul
Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Pemerintahan Presiden
B.J Habibie.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil biografi B.J Habibie ?
2. Bagaimana awal mula B.J Habibie menjadi presiden
Indonesia ?
3. Bagaimana keadaan politik, ekonomi, sosial pada masa
pemerintahan B.J Habibie?
4. Siapa sajakah yang berpengaruh dalam pembuatan Foreign
Policy periode B.J Habibie dan apa peran mereka dalam
pembentukan Foreign Policy tersebut?
5. Apakah fokus Foreign Policy pada periode Presiden B.J
Habibie?
6. Bagaimanakah Kebijakan atau cara yang diambil dalam
memenuhi Fokus Foreign Policy pada periode B.J Habibie?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan profil biografi B.J Habibie.
2. Untuk menjelaskan awal mula B.J Habibie menjadi
presiden Indonesia.
3. Untuk menjelaskan keadaan politik, ekonomi, sosial
pada masa pemerintahan B.J Habibie.
4. Untuk menjelaskan siapa yang berpengaruh dalam
pembuatan Foreign Policy periode B.J Habibie dan apa
peran mereka dalam pembentukan Foreign Policy.
5. Untuk menjelaskan fokus Foreign Policy pada periode
Presiden B.J Habibie.
6. Untuk menjelaskan Kebijakan atau cara yang diambil
dalam memenuhi Fokus Foreign Policy pada periode B.J
Habibie.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Biografi sekilas B.J Habibie
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf
Habibie atau yang biasa dikenal dengan sebutan Bapak
Bj.Habibie merupakan mantan presiden ketiga Negara Republik
Indonesia dengan masa kemimpinan yang termasuk kedalam jangka
yang amat pendek yaitu hanya sekitar setahun. Dengan masa
jabatan yang terhitung dari tanggal 21 Mei 1998 – 20 Oktober
1999 presiden ini telah mampumenghadirkan warna serta dinamika
dalam masa kepemimpinannya.1 Presiden ketiga ini merupakan
menteri riset dan teknologi pertama Republik Indonesia.2 Bj.
Habibie termasuk salah seorang insane yang mampu mengharumkan
nama Indonesia di kanca dunia, karena apabila kita melihat
lebih rinci terkait biografi beliau banyak hal yang
menunjukkan bahwa ia merupakan salah satu bangs Indonesia yang
berwawasan tinggi dan kompeten dalam sepakterjangnya.
Contohnya saja beliau pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-
Blohm atau MBB Hamburg yang merupakan suatu perusahaan pesawat
terbang ternama di Jerman selama 4 tahun pada tahun 1965
hingga 1969 dengan posisi sebagai Kepala Peneliti dan
1 http://www.profilpedia.com/2014/05/biografi-bj-habibie-sang-presiden-ke-3.html diakses pada Rabu, 29 April 2015
Pengembangan pada Analisis Struktur Pesawat terbang, dan
karirnya yang bagus cenderung meningkat hingga ia dipercaya
menjadi Vice President sekaligus direktur Teknologi di MBB periode
1973-1978.3 Beliau juga sempat meraih penghargaan atas
pembuatan pesawat terbang kelas internassional pada ajang
tahunan yang diselenggarakan di Beijing, China tahun 1992 dari
pemerintah China yaitu Theodhore van Karman Award, yang
dianugerahkan oleh International Council for Aeronautical
Sciences) pada pertemuan tahunan dan konggres ke-18 ICAs.4
Beliau mempunyai prestasi pendidikan yang terbilang amat baik
yaitu dengan dengan menempuh perkuliahan S1 di Teknik Mesin
Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch
Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955, kemudian
ia menikah dengan istrinya yaitu ibu Hasri Ainun Besari pada
tahun 1964.5
2. Awal mula B.J Habibie menjadi presiden Indonesia
Era pemerintahan B J Habibie dimulai dengan tuntutan
rakyat Indonesia akan adanya reformasi pemerintahan dari
sistem otokrasi ke sistem demokrasi. Semangat demokratisasi
pun digalakkan untuk menggalang dukungan rakyat terhadap
pemerintahannya. Namun, rakyat Indonesia pada masa itu hanya3 http://profil.merdeka.com/indonesia/b/baharuddin-jusuf-habibie/ diaksespada 29 April 2015
4http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/27/biografi-dan-sejarah-kepimpinan- seorang-bj-habibie-546528.html diakses pada 29 April 20155 http://profil.merdeka.com/indonesia/b/baharuddin-jusuf-habibie/ diaksespada 29 April 2015
melihat era pemerintahan Habibie sebagai era transisioal
pemerintahan Orde Baru dengan era reformasi yang dianggap
masih membawa carut marut Orde Baru. Di sisi lain, Habibie
menghadapi sisa kebobrokan Orde Baru yang meninggalkan krisis
moneter di Indonesia. Fokus politik luar negeri Indonesia
kemudian ditata untuk membangun kembali ekonomi Indonesia dan
memperbaiki stabilitas keamanan di Indonesia. Instrumen yang
digunakan Hbibie untuk dapat memenuhi kepentingan nasional
Indonesia dalam masa transisi antara lain pengelolaan
investasi swasta, diplomasi terhadap bantuan asing,
perdagangan bebas, kekuatan militer dan sistem politik yang
demokratis.6 Sementara itu, Indonesia juga harus menyelesaikan
berbegai persoalan yang menjadi warisan Orde Baru yang
menyebabkan munculnya krisis legitimasi yang cukup parah.
Untuk mengatasi hal tersebut, Habibie mencoba melakukan
berbagai aksi untuk mendapatkan dukungan internasional.7
Setelah menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden RI,
Suharto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden B.J.
Habibie. Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie
diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden
Republik Indonesia yang baru di Istana Negara. Pada tanggal 21
Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden
Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden dihadapan
ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung. Pada tanggal
itu pula, dan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Presiden menunjuk
Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi
6 Widhiasih, 2013.7 Mashad, 2008:185.
presiden, serta pelantikannya dilakukan di depan Ketua
Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu,
Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai
presiden yang ke-3. Naiknya Habibie menjadi presiden
menggantikan Presiden Soeharto menjadi polemik dikalangan ahli
hukum. Sebagian ahli menilai hal itu konstitusional, namun ada
juga yang berpendapat inkonstitusional. Adanya perbedaan
pendapat itu disebabkan karena hukum yang kita miliki kurang
lengkap, sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda.
Diantara mereka menyatakan pengangkatan Habibie menjadi
presiden konstitusional, berpegang pada Pasal 8 UUD 1945 yang
menyatakan bahwa "Bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak
dapat melakukan kewajibannya, ia diganti oleh Wakil Presiden
sampai habis waktunya". Tetapi yang menyatakan bahwa naiknya
Habibie sebagai presiden yang inkonstitusional berpegang pada
ketentuan Pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "Sebelum
presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan
sumpah atau janji di depan MPR atau DPR". Sementara, Habibie
tidak melakukan hal itu dan ia mengucapkan sumpah dan janji di
depan Mahkamah Agung dan personil MPR dan DPR yang bukan
bersifat kelembagaan. Dalam ketentuan lain yang terdapat pada
Tap MPR No. VII/MPR/1973, memungkinkan bahwa sumpah dam janji
itu diucapkan didepan Mahkamah Agung. Namun, pada saat Habibie
menerima jabatan sebagai presiden tidak ada alasan bahwa
sumpah dan janji presiden dilakukan di depan MPR atau DPR,
Artinya sumpah dan janji presiden dapat dilakukan di depan
rapat DPR, meskipun saat itu Gedung MPR/DPR masih diduduki dan
dikuasai oleh para mahasiswa. Bahkan Soeharto seharusnya
mengembalikan dulu mandatanya kepada MPR, yang mengangkatnya
menjadi presiden. Apabila dilihat dari segi hukum materiil,
maka naiknya Habibie menjadi presiden adalah sah dan
konstitusional. Namun secara hukum formal hal itu tidak
konstitusional, sebab perbuatan hukum yang sangat penting
yaitu pelimpahan wewenang atau kekuasaan dari Soeharto kepada
Habibie harus melalui acara resmi yang konstitusional. Apabila
perbuatan hukum itu dihasilkan dari acara yang tidak
konstitusional, maka perbuatan hukum itu menjadi tidak sah.
Pada saat itu memang DPR tidak memungkinkan untuk bersidang,
karena Gedung DPR/MPR diduduki oleh puluhan ribu mahasiswa dan
para cendekiawan. Dengan demikian, hal ini dapat dinyatakan
sebagai suatu alasan yang kuat dan hal itu harus dinyatakan
sendiri oleh DPR. 8
3. Keadaan politik, ekonomi, sosial pada masa pemerintahan
B.J Habibie
Bangsa dan negara saat itu kacau balau pasca pengunduran
diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan
maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah
Indonesia. Bahkan dia harus menghadapi perpecahan militer yang
saat itu terjadi pertentangan kubu Wiranto, Prabowo dan
berbagai faksi militer internal lainnya. Segera setelah8 Tio Sandiago, masa pemerintahan BJ Habibie, diakses melalui http://wartasejarah.blogspot.com/2014/11/masa-pemerintahan-presiden-bj-habibie.html pada 18 November 2014.
mempengaruhi perubahan kebijakan Habibie terhadap Timor-Timur.
Kritik dan tekanan tinggi terhadap Habibie mengenai isu Timor-
Timur berasal dari Amerika Serikat dan Australia. Dalam
pertemuan tahunan CGI (Consultative Group on Indonesia) di
Paris akhir bulan Juni 1998, Amerika Serikat mengkritik keras
mengenai isu pelanggaran HAM di Timor-Timur. Lalu Kongres AS
pun pada bulan Oktober 1998 secara tegas menunda bantuan
peralatan militer dan pelatihak pasukan untuk Indonesia. Hal
ini dapat disimpulkan secara jelas bahwa kritik AS bukan atas
dasar status politik Timor-Timur, melainkan mengenai isu
pelanggaran HAM yang terjadi di sana. Dengan kata lain, demi
mendapatkan bantuan ekonomi dari AS, pemerintah Habibie harus
memikirkan jalan lain dalam menghadapi kritik ini, yaitu
dengan cara melakukan perubahan kebijakan mengenai isu Timor-
Timur. 10
Setelah kebijakan referendum ditetapkan, hal ini menimbulkan
efek salah satunya dengan terjadinya pelanggaran HAM oleh
milisi pro-Indonesia di sana. Melihat hal ini, Sekretaris
Jenderal PBB, Koffi Annan memberikan ultimatum kepada
pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan kasus tersebut
dan menghentikan kekerasan yang ada di sana, dan sebagai
tambahannya, Koffi Annan mengirimkan pasukan perdamaian PBB
yang dipimpin oleh komando pasukan Australia guna menciptakan
dan menjaga perdamaian.11
10 Kai He, Indonesia’s Foreign Policy After Soeharto : International Pressure, Democratization, and Policy Change, Oxford University Press, 2007, page 12. Diakses melalui https://coretcoretkuliah.wordpress.com/2010/05/23/the-dynamics-of-indonesia-australia-relations-over-east-timor-in-habibie-era-1998-1999/ pada 23 Mei 2010 oleh Eduardus.11 D.Murphy dan J.McBeth, (1999) ‘Scorched Earth: East Timor’, Far Eastern Economic Review, 162, halaman 10–14. Diakses melalui
4. Aktor yang berpengaruh dalam pembuatan Foreign Policy
periode B.J Habibie dan apa peran mereka dalam
pembentukan Foreign Policy
Politik luar negeri tentu tidak lepas dari peran aktor
pembuat kebijakan luar negeri. Polugri era reformasi diwarnai
oleh peran dari beberapa aktor: presiden, sebagai aktor utama,
serta TNI sebagai aktor sekunder.
a. Presiden
Sebagai presiden, Habibie memang berperan besar dalam
proses pengambilan kebijakan. Pada awal masa
pemerintahannya, banyak terdapat permasalahan legitimasi
dan krisis moneter, yang mengakibatkan kurangnya
kepercayaan masyarakat domestik dan internasional
terhadapnya.Untuk memperoleh dukungan internasional,
Habibie menghasilkan dua Undang-Undang (UU) menyangkut
masalah Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu,
pemerintahan B.J. Habibie pun berhasil mendorong
ratifikasi empat konvensi internasional dalam masalah
hak-hak pekerja, serta membentuk Komnas Perempuan. Dalam
permasalahan Timor-Timur, Habibie juga berusaha mencari
dukungan internasional dengan menawarkan referendum,
apakah Timor-Timur ingin tetap menjadi bagian dari
https://coretcoretkuliah.wordpress.com/2010/05/23/the-dynamics-of-indonesia-australia-relations-over-east-timor-in-habibie-era-1998-1999/ pada 23 Mei 2010 oleh Eduardus.
Republik Indonesia ataukah ingin melepaskan diri dari
Indonesia.Sayangnya, kebijakan referendum Habibie yang
dimaksudkan untuk mencari dukungan internasional ini
malah berbalik menyerang Habibie karena ternyata Timor-
Timur lebih memilih opsi yang kedua untuk memerdekakan
wilayahnya sendiri terlepas dari Indonesia.Rakyat
menganggap Habibie bertanggung jawab atas lepasnya
Timor-Timur dari Indonesia.Belum lagi isu tindakan
kekerasan yang dilakukan TNI di wilayah Timor-Timur,
sehingga dunia internasional juga menganggap Habibie
tidak mampu mengendalikan TNI, karena TNI mendukung
referendum Timor-Timur namun nyatanya terdapat tindak
kekerasan yang dilakukan TNI di Timor-Timur.12
b. TNI
Pada masa reformasi era presiden BJ Habibie, TNI adalah
salah satu aktor politik luar negeri yang cukup
berpengaruh dalam kepemerintahan negara Republik
Indonesia.Dalam masa pemerintahan Presiden BJ Habibie
yang melanjutkan era Soeharto, beliau membuat kebijakan
terkait reformasi militer.Ada beberapa hal yang perlu
dicatat sebagai bagian positif penataan militer pada era
ini dalam hal penataan masalah pertahanan dan kemanan
serta perubahan paradigma militer.Pada tanggal 1
Februari 1999, BJ Habibie mengesahkan UU No.4 tahun 1999
tentang Susduk MPR, DPR dan DPRD. Didalam Undang-Undang
ini diatur tentang keberadaan militer didalam
kelembagaan MPR, DPR dan DPRD sebagai berikut :12 Ganewati, 2008.
Jumlah anggota MPR sebanyak 700 orang : DPR, 500
orang. Utusan Daerah 135 orang.
Jumlah anggota DPR sebanyak 500 orang dimana
anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang.
Jumlah Anggota DPRD I sekurang-kurangnya 45 orang
dan maksimal 100 orang termasuk 10% ABRI yang
diangkat.
Anggota DPRD II sekurang-kurangnya 20 orang dan
maksimal 45 orang termasuk 10% ABRI yang
diangkat.
Jumlah Jumlah anggota DPR / MPR ABRI yang
diangkat di dalam UU No.4 tahun 1999, lebih
sedikit jumlahnya dibandingkan Undang-Undang
sebelumnya UU No.5 tahun 1995 sebanyak 75
orang.Selain itu, Habibie melakukan perubahan
dalam ABRI dengan merubah nama ABRI menjadi TNI,
serta memisahkan TNI dengan Polri.
5. Fokus Foreign Policy pada periode Presiden B.J Habibie.
Politik luar negeri Indonesia dari awal merdeka hingga
sekarang mengalami banyak pasang surut seiring dengan
perubahan tampuk kepemimpinan.Lain pemimpin, lain karakter dan
fokus politik luar negerinya.Hal ini karena berdasarkan skema
tahapan pembuatan kebijakan luar negeri Kegley menjabarkan
bahwa hal-hal yang mempengaruhi pembuatan kebijakan luar
negeri ada 3 yaitu kondisi internasional, kondisi domestik,
karakter pemimpin.
Fokus politik luar negeri Indonesia pun berubah-ubah dari masa
ke masa mengikuti perubahan kondisi politik global dan politik
domestik yang ada. Sering kali, fokus politik luar negeri di
era kepemimpinan tertentu menjadi pembeda politik luar negeri
di era kepemimpinan tersebut dengan era kepemimpinan lain.
Fokus politik luar negeri Indonesia era awal reformasi pun tak
luput dari sorotan meskipun B.J Habibie, presiden di awal
reformasi, hanya menjabat tidak kurang dari 2 tahun.
Dalam menjalankan politik luar negeri era reformasi, terdapat
3 fokus utama yaitu pemulihan citra Indonesia, mendahulukan
stabilisasi sosial dan politik, memobilisasi sumber daya demi
memperoleh bantuan ekonomi.
a) Pemulihan citra Indonesia
Fokus pertama adalah pemulihan citra Indonesia di mata
internasional.Sebab, ketika orde baru berada di ambang
kehancuran, banyak permasalahan yang diwariskan kepada
kepemimpinan yang baru, utamanya adalah krisis
multidimensional yang menyebabkan keterpurukan yang
dialami Indonesia tidak sebatas permasalahan ekonomi-
politik tetapi juga merambah ke aspek sosial-
budaya.Menurut Dhurorudin Mashad.13
Realitas ekonomi dan politik domestik pasca orde baru
telah menyebabkan posisi dan kredibilitas Indonesia di
13 Ganewati, 2007:185.
luar negeri sangat merosot. Pemulihan citra ini dilakukan
agar pemerintah Indonesia yang belum mendapat legitimasi
yang kuat di lingkungan domestik karena dianggap hanya
meneruskan langkah orde baru, mendapat dukungan
internasional lagi selepas krisis.Upaya pemulihan citra
ini memperoleh keberhasilan, meskipun tidak sepenuhnya,
dibuktikan dengan Indonesia diberi kepercayaan oleh dua
institusi penting di kancah internasional yakni IMF dan
World Bank.
b) Mendahulukan stabilisasi sosial, ekonomi dan
politik
Fokus kedua adalah mendahulukan stabilisasi ekonomi,
sosial dan politik.Hal ini karena pemerintahan
B.J.Habibie hirau cukup besar terhadap perbaikan dalam
negeri akibat krisis multidimensional.14
Karakter politik luar neneri Indonesia era pemerintahan
BJ Habibie dikatakan no profile, hal tersebut karena tidak
adanya peranan Indonesia secara jelas dalam implementasi
politik luar negerinya. Dalam usaha menjaga stabilitas
sosial, ekonomi dan politik dalam negeri Habibie
berusaha mendapatkan dukungan internasional melalui
berbagai cara, antara lain : pemerintahan Habibie
menghasilkan dua Undang- Undang (UU) yang berkaitan
dengan perlindungan atas hak asasi manusia yaitu UU
no.5/1998 mengenai Pengesahan Convention against Torture
and other Cruel,Inhuman or Degrading Treatment or14 Ganewati, 2007:185.
Punishment dan UU no.29/1999 mengenai Pengesahan
Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination 1965.Selain itu, pemerintahan Habibie
berhasil mendorong ratifikasi empat konvensi
internasional dalam masalah hak-hak pekerja.
Pembentukan Komnas Perempuan juga dilakukan pada masa
pemerintahan Habibie. akan tetapi Habibie kurang
berhasil dalam menyikapi masalah Timor-Timur. Pada
kasus Timor-Timur Juni 1998 Habibie mengeluarkan
pernyataan adanya pemberlakuan otonomi seluas-luasnya
untuk provinsi Timor Timur. Hingga pada akhirnya
Indonesia harus kehilangan Timor- Timur, akibatnya
Habibie kehilangan kepercayaan baik dimata masyarakat
internasional maupun domestik.
c) Memobilisasi sumber daya demi memperoleh bantuan ekonomi.
Implementasi yang dilakukan Habibie terutama lebih
ditekankan pada upaya pendekatan kepada Barat, utamanya
Eropa.sebagai upaya untuk memperoleh dukungan
kepemimpinannya yang mewarisi carut-marutnya ekonomi dan
politik. Kepemimpinan Habibie akhirnya mendapat dukungan
internasional ketika menawarkan referendum kepada Timor-
Timur. Dengan catatan positif bidang HAM Habibie relatif
berhasil menarik perhatian internasional sebagai
kompensasi atas minimnya legitimasi dalam negeri, seperti
terlihat dalam hubungan Habibie dan IMF.jika di era
Soeharto, IMF mendesak menghentikan proyek pembuatan
pesawat rancangan Habibie yang berbiaya tinggi,
belakangan di era Habibie justru tidak dipersoalkan lagi.
IMF dan bank dunia justru mencairkan program bantuan
untuk mengatasi krisis ekonomi sebesar 43 milliar dolar
AS, bahkan menawarkan tambahan bantuan sebesar 14 milliar
dolar AS. 15
6. Kebijakan atau cara yang diambil dalam memenuhi Fokus
Foreign Policy pada periode B.J Habibie.
Korelasi antara legitimasi politik dari publik kepada
pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan luar negeri
dapat digambarkan melalui 4 pola umum, yaitu :
States will compromise in deeds when political legitimacy is
low and international pressure is high.
States will compromise in words when both political
legitimacy and international pressure are low.
States will balance externally when both political legitimacy and
international pressure are high.
States will balance internally when political legitimacy is high
and international pressure is low.16
Di tingkat domestik, ia melakukan restorasi mengenai
kebebesan pers, selain itu ia juga melepaskan beberapa
tahanan politik di era rezim Soeharto, dan juga
memperkenalkan undang-undang yang memungkinkan untuk
15 Ganewati, hal.186-187.16 Op.Cit. Kai He. Page 8.
dilakukannya pengalihan kewenangan politik dan fiskal
kepada daerah atau yang lebih dikenal dengan kebijakan
otonomi daerah. Di tingkat internasional, Habibie melakukan
“terobosan” dalam hal isu Timor-Timur, dimana yang selama
23 tahun berada di bawah kontrol Indonesia. Hal ini
dikarenakan atas dasar keinginan Habibie untuk memperoleh
simpati publik internasional dan berharap untuk mendapatkan
bantuan dana untuk menangani krisis finansial yang sedang
dialami Indonesia. Walaupun pendekatan-pendekatan ini
berhasil mendapatkan beberapa pujian baik dari tingkat
internasional, namun di tingkat domestik pelaksanaan
kebijakan baru ini dianggap sebagai contoh kasus dari usaha
Habibie yang gagal.17
17 Op.Cit. Kai He. Page 10.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf
Habibie atau yang biasa dikenal dengan sebutan Bapak
Bj.Habibie merupakan mantan presiden ketiga Negara
Republik Indonesia dengan masa kemimpinan yang termasuk
kedalam jangka yang amat pendek yaitu hanya sekitar
setahun. Dengan masa jabatan yang terhitung dari tanggal
21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999 presiden ini telah
mampumenghadirkan warna serta dinamika dalam masa
kepemimpinannya. Era pemerintahan B J Habibie dimulai
dengan tuntutan rakyat Indonesia akan adanya reformasi
pemerintahan dari sistem otokrasi ke sistem demokrasi.
Semangat demokratisasi pun digalakkan untuk menggalang
dukungan rakyat terhadap pemerintahannya. Setelah
menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden RI, Suharto
menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden B.J. Habibie.
Pada saat itu juga Wakil Presiden B.J. Habibie diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik
Indonesia yang baru di Istana Negara. Kondisi politik,
sosial dan ekonomi pada saat itu mewarisi kebobrokan pada
masa orde baru, negala saat itu mengalami inflasi yang
tinggi, penurunan mata uang rupiah terhadap dolar, serta
keadaan politik yang diwarnai dengan lepasnya timor-
timur. Aktor yang berperan saat itu dominan presiden
dengan TNI. Sedangkan fokus kebijakan polugrinya adalah
pemulihan citra Indonesia, mendahulukan stabilisasi
sosial, ekonomi dan politik, memobilisasi sumber daya
demi memperoleh bantuan ekonomi. Di tingkat domestik, ia
melakukan restorasi mengenai kebebesan pers, selain itu
ia juga melepaskan beberapa tahanan politik di era rezim
Soeharto, dan juga memperkenalkan undang-undang yang
memungkinkan untuk dilakukannya pengalihan kewenangan
politik dan fiskal kepada daerah atau yang lebih dikenal
dengan kebijakan otonomi daerah. Di tingkat
internasional, Habibie melakukan “terobosan” dalam hal
isu Timor-Timur, dimana yang selama 23 tahun berada di
bawah kontrol Indonesia.
SARAN
Pemerintahan habibie yang pada awalnya memperoleh
jabatan dengan penyerahan mandat tanpa melakukan
pemilihan umum sulit diterima karena Indonesia sebagai
negara Demokrasi harus melakukan semua hal dengan
persetujuan rakyat secara bersama-sama. Pemerintahan era
ini muncul karena ingin merubah sistem pemerintahan era
orde baru yang otokrasi menjadi demokrasi seharusnya
mampu membasmi semua masalah yang berangsur selama orde
baru tetapi penyelesaian tersebut tak membuahkan hasil
yang memuaskan. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan
Habibie dalam kebijakan domestik dan luar negerinya
menghasilkan beberapa kebanggaan dan prestasi namun
disisi lain keputusan Habibie dalam kebijakan referendum
tentang Timor-Timur tersebut adalah kesalahan terbesar
yang dilakukan Habibie pada masa pemerintahannya dan
diharapkan hal-hal serupa tersebut tidak terjadi di
pemerintahan – pemerintahan selanjutnya agar Indonesia
memiliki kedaulatan dalam segala hal. Hal-hal yang
terjadi di masa pemerintahan yang lampau dapat di jadikan
tolak ukur, pembelajaran, serta pengalaman dalam
melakukan kebijakan dalam negara untuk saat ini dan di
masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Kai He, Indonesia’s Foreign Policy After Soeharto : International Pressure,Democratization, and Policy Change, Oxford University Press, 2007,page 12. D.Murphy dan J.McBeth, (1999) ‘Scorched Earth: East Timor’, FarEastern Economic Review, 162, halaman 10–14.
Wuryandari, Ganewati, dkk. 2007. Politik Luar Negeri Indonesia di TenghPusaran Politik Domestik. Jakarta: Pusat Penelitian Politik- LIPI