Top Banner

of 27

Politik

Jul 20, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PolitikPolitik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.[1] Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles) politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

[sunting] Ilmu politik[sunting] Teori politikTeori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb. Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.

[sunting] Lembaga politikSecara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa

pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik. Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen. Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan. Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.

[sunting] Partai dan Golongan [sunting] Hubungan InternasionalDalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional. Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar. Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan

unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB. Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia. Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan mempengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

[sunting] Masyarakatadalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.

[sunting] KekuasaanDalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

[sunting] Negaranegara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933

[sunting] Tokoh dan pemikir ilmu politik[sunting] Tokoh-tokoh politik [sunting] Pemikir-pemikir politik[sunting] Mancanegara Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

[sunting] Indonesia Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.

[sunting] Perilaku politikPerilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:

Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat Ikut serta dalam pesta politik Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas Berhak untuk menjadi pimpinan politik Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

PENGUATAN PERAN MASYARAKAT DALAM PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK January 27, 2009Filed under: Uncategorized ozidateno @ 11:54 PENGUATAN PERAN MASYARAKAT DALAM PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK KASUS PERUMUSAN PERDA KABUPATEN KOTA DI SUMATERA BARAT Oleh: Rozidateno Putri Hanida ABSTRAK Tulisan singkat ini adalah sebuah hasil kajian terhadap peran masyarakat dalam perumusan kebijakan publik pada level terendah di era otonomi daerah, yaitu perumusan peraturan daerah di Kabupaten-Kota. Selama ini dinilai bahwa keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan adalah bentuk keterlibatan yang semu, masyarakat hanya terlibat dalam kegiatan seremonial, sedangkan pada tahapan yang lebih tinggi, banyak kasus usulan

kebijakan yang merupakan kepentingan dasar masyarakat hilang di tengah jalan, tanpa masyarakat mampu mengadvokasinya. Melalui usaha meningkatkan posisi tawar dari masyarakat dan usaha dari pemerintah dengan mempersiapkan diri dengan meningkatkan pengetahuan di bidang perundang-undangan dan kebijakan diharapkan peran masyarakat dalam perumusan kebijakan menjadi sesuatu hal yang nyata. Kata Kunci: Penguatan peran masyarakat, Perumusan Kebijakan Publik, Peraturan daerah PENDAHULUAN Jika di pelajari secara lebih seksama, sistem pemerintahan Daerah yang baru, tersirat bahwa dari UU No 22/1999, sebetulnya tersirat keinginan untuk membangun sistem pemerintahan yang lebih demokratis, dimana proses politik dan pemerintahan bekerja secara lebih efektif. Selain itu UU ini juga merupakan upaya perombakan total dari UU yang sebelumnya (UU No 5/1974) yang sangat sentralistik. Yang mana pada saat ini terlihat sedang berlangsung arus balik kakuasaan dari pusat ke daerah. Dengan redaksi yang lain dapat dikatakan bahwa pemerintahan daerah yang dirancang melalui UU No 22/1999 secara total ingin menggeser satu titik fokus ke titik fokus yang lainnya. Artinya, sistem pemerintahan daerah berdasarkan UU No 22 tahun 1999, mencoba mengganti konsep pemebangunan yang selama ini diterapkan pemerintah orde Baru, yaitu dari sentralisasi ke desntralisasi. Pemerintah di zaman Orde Baru, melakukan banyak sekali kesalahan dalam menjalankan roda kekeuasaannya. Salah satunya adalah terlalu banyaknya memebrikan perintah dan abaaba tanpa memeperhatikan keinginan masyarakat yang di perintahnya. Seperti, seringnya pemerintah zaman Orde Baru memeperkirakan, mengasumsikan, atau juga merawak-rawak apa yang sebenarnya diinginkan oleh masyarakat. Sebuah negeri di perkirakan atau diasumsikan akan sangat terbantu perekonomiannya dengan menanam pohon pinus, maka dibuatlah kebijakan oleh pemerintah bahwa seluruh rakyat yang ada di wilayah negeri itu ditannami pohon pinu. Tanpa pernah kepada masyarakat diperkenalkan sifat pohon pinus yang menyerap air. Sebagai akaibat negeri itu kekurangan sumber air. Pertanyaan kemudian adalah benarkah masyarakat di wilayah negeri itu memerlukan penanaman pohon pinus dilahannya atau masyarakat butuh sumber air yang dikelola dengan baik agar lahan itu bisa menjadi lebih produktif. Sehingga pada tahapan berikutnya, kebijakan pemerintah untuk menanam pohon pinus di lahan yang ada menuai protes dari masyarakat, bahkan tidak jarang protes dalam bentuk kekerasan, dimana masyarakat langsung menebang pohon pinus yang ada. Pada akhirnya dana yang dialokasikan untuk peningkatan perekonomian rakyat yang ada karena di rawak-rawak tersebut hanya menuai kerugian. Cerita ini hanya sebentuk kecil rasa sok tahu yang dimiliki oleh pemerintah. Pada hal yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah bentindak sebagai fasilitator, yaitu berfungsi dan bertindak mengolah aspirasi masyarakat, guna terumuskannya kebijakan publik yang partisipatif. Hal yang kemudian harus disadari oleh pemerintah adalah bahwa penyelenggaraan pemerintah butuh dukungan semua pihak. Dalam konteks perumusan fisi dan misi dan rencana strategis Kota/Daerah masyarakat perlu diajak konsultasi, mau kemana kota dan daerah di arahkan. Bukan sejedar diinformasikan setelah visi dan strategi dirumuskan secara eksklusif. Misalnya dalam penentuan pajak dan retribusi, masyarakat perlu di dengar pendapatnya sebelum peraturan daerah tentang pajak dan retribusi itu ditetapkan. Dalam pengaturan retribusi pelayanan di bidang pertanahan masyarakat pemilik lahan perlu diajak konsultasi, dan masyarakat lainnya perlu didengar pendapatnya. Bukan diam-diam Perda ditetapkan, lalu disana-sini masyarakat pemilik lahan mengeluh dan protes dengan retribusi pelayanan yang diterapkan. Disatu sisi pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan laju pembangunan, sedangka disisi lain, masyarakat sebagai subjek sekaligus

sebagai objek dari kebijakan yang menginginkan kebijakan yang membumi, yang menyentuh dan yang memperhatikan kepentingan mereka. UU No 22/1999 yang menjadi ujung tombak pembuka kran kehidupan yang lebih demokratis. Hal lain kenapa peran masyarakat (partisipasi) harus didorong tinggi, adalah dalam usaha untuk mewujudkan good governance atau tata kepemerintahan yang baik. Di Sumatera Barat sebenarnya partisipasi (penguatan peran masyarakat) tidaklah hal yang asing. Budaya masyarakat Minangkabau mengutamakan sistim mambasuik dari bumi dalam setiap pengambilan kebijakan. Artinya kebijakan yang akan dirumuskan oleh pemerintah adalah harus merupakan aspirasi masyarakat bawah. Hanya saja realita yang sekarang ini kita lihat adalah bahwa segala keinginan dan aspirasi masyarakat terabaikan, dikarenakan oleh rasa sok tahu dari pemerintah, dan prilaku marawak-rawak seperti tadi dikemukakan di atas. Tulisan ini ingin mendiskusikan bagaimana proses perumusan peraturan daerah di Kabupaten- kota, dan bagaimana peran masyarakat, serta kendala dan usaha masyarakat Kabupaten-Kota untuk bisa berperan dalam perumusan peraturan daerah dengan mengambil kasus Perumusan Peraturan daerah di dua Kabupaten-Kota yang ada di Sumatera Barat yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kota Solok. KEBIJAKAN PUBLIK: PERATURAN DAERAH KABUPATEN-KOTA Thomas R. Dye dalam buku yang ditulis oleh Hegel Nagi S. Tangkikisan, 2003 memeberikan pengertian yang mengenai kebijakan publik yaitu sebagai apa yang tidak dilakukan maupun yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Pengertian ini kemudian dikembangkan dan diperdebatkan oleh ilmuwan, yang berkecimpung di ilmu kebijakan publik sebagai penyempurnaan. Seperti yang di kemukakan oleh Anderson (1975) memberikan defenisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan penjabatpenjabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah: 1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan 2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah 3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar di lakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan. 4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tersebut atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. 5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif di dasarkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Sesuai dengan ketentuan pasal 69 Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No 32 tahun 2004 menyaakan bahwa Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan juga penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tingggi. Dalam pasal 18 menyatakan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang antara lain, Bersama dengan Gubernur, Bupati dan Walikota membentuk Peraturan Daerah. Dalam pasal 19 ayat (1) huruf d, DPRD mempunyai hak mengadakan perubahan atas rancangan Peraturan Daerah. Dari ketiga peraturan tersebut menunjukan bahwa Pemerintah Daerah (Eksekutif) berperan dalam membentuk Peraturan Daerah, sedangkan DPRD mempunyai hak memberi persetujuan dan mempunyai hak mengadakan perubahan terhadap materi Peraturan Daerah. Sedangkan dalam pasal 19 ayat (1) huruf f menyatakan bahwa DPRD (legislatif) juga mempunyai hak mengajukan Rancangan Peraturan Daerah atau yang lebih dikenal dengan hak inisiatif DPRD. Hak inisiatif ini hanya terkadang dan sewaktu-waktu dipergunakan DPRD. Terkait dengan itu dalam penyelenggaraa pemerintahan yang demokratis, penyusunan

Peraturan Daerah perlu mengikutsertakan masyarakat (berupa dengar pendapat) dengan tujuan agar dapat mengakomodir kepentingan masyarakat luas untuk dituangkan dalam Peraturan Daerah. Peran serta dari masyarakat itu tentu akan mempermudah sosialisasi dari penerapan substansi apabila Peraturan Daerah itu ditetapkan dan diundangkan. Sedangkan menurut Holl (1966) kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu: 1. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang di buat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat 2. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melaksanakan peraturan, penyanggahan, pemebentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat. 3. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Jika pada dasarnya kebijakan publik berorientasi pada pemecahan masalah rill yang terjadi di tengah masyarakat. Yang kemudian kebijakan publik akan melahirkan produk-produk hukum. Peraturan daerah Kabupaten-Kota adalah peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten-Kota. Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah yang diserahkan kepada Pemerintah KabupatenKota sebagai pelaksanaan serta penjabaran peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, terutama sebagai penjabaran pasal 11 ayat (2) Undang-Undang No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai contoh dapat penulis kisahkan kasus yang terjadi di Kabupaten Tanah Datar semenjak dilantiknya anggota legislatif hingga penelitian dilakukan (tahun 2005) sudah ada beberapa Peraturan Daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Datar. Peraturan Daerah itu antaranya: Perda No. 1 tahun 2005 tentang Protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Tanah Datar. PERDA No. 2 tahun 2005 tentang Patisipasi dan Tarnsparansi, PERDA No 3 tahun 2005 tentang Retribusi Tanda Daftar Perusahaan dan Tanda Daftar Gudang, Perda No. 4 tahun 2005 tentang Retribusi Izin Usaha Perdagangan dan Industri, dan Perda No 5 tahun 2005 tentang Retribusi Izin Tempat Usaha. Bahwa dalam perumusan Peraturan Daerah itu telebih dahulu Pemerintah Daerah (eksekutif) membentuk tim teknis yang akan mempersiapkan rancangan Perda, barulah kemudian rancangan perda itu diajukan kepada DPRD. Hampir tidak beberbeda dengan apa yang ditemukan di Kotamadya Solok, semenjak awal tahun 2005 hingga penelitian ini dilakukan telah melahirkan 10(sepuluh) Peraturan Daerah, Yaitu : 1. Perda No. 1 tahun 2005 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD Kota Solok. 2. Perda No. 2 tahun 2005 tentang Prosedur Perencanaan Pembangunan Partisipatif 3. Perda No. 3 Tahun 2005 tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 4. Perda No. 4 Tahun 2005 tentang Retribusi Izin Usaha Angkutan 5. Perda No 5 Tahun 2005 tentang APBD Kota Solok tahun 2005 6. Perda No 6 Tahun 2005 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Maksiat di Kota Solok. 7. Perda No 7 tahun 2005 tentang Pengawasan Kualitas Air 8. Perda No 8 tahun 2005 tentang Dokumen Analisis Mengenai Dampak Upaya Pengelolaan dan Pemanfaatan Lingkungan 9. Perda No. 9 tahun 2005 tentang Retribusi Penyedotan Kakus 10. Perda No. 10 tahun 2005 tentang Perhitungan APBD tahun Anggaran 2004.

Kasubag Perundang-Undangan Kota Solok menjelaskan bahwa untuk membuat sebuah perda, maka pemerintah terlebih dahulu memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, dan mengundang masyarakat terkait untuk ikut bersama merumuskan rancangan Perda, setelah rancangan Perda itu dibahas dan diteliti selanjutnya rancangan itu diajukan kepada Walikota melalui bagian hukum. Dalam kasus ini ditemukan belum ada pedoman khusus dalam proses perumusan sebuah Perda. Seperti yang dijelaskan oleh salah seorang anggota dewan di Kabupaten Tanah Datar, Bahwa dalam menyusun sebuah Perda, Anggota dewan akan berpedoman pada TATIB yang berlaku di Dewan, yaitu bagi Ranperda yang masuk terlebih dahulu itulah yang akan dibahas bersama Pemerintah Daerah. Memang tidak ada standar baku, akan tetapi anggota dewan akan melaksanakan semua hak dan tanggung jwabnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan standar baku anggota dewan dalam perumusan itu adalah tata tertib DPRD yang disusun oleh anggota dewan sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi. Hannya setiap akan menyusun perturan perundang-undangan baik anggota dewan maupun eksekutif harus menginngat beberapa peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah, hal ini dilakukan menurut informan adalah untuk agar peraturan daerah yang akan dibuat tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Kemudian rancangan Perda yang sudah selesai dibahas sebelum ditetapkan akan dibawa kepada Gubernur terlebih dahulu, ini untuk menghindari pembatalan yang akan berimplikasi sangat luas terhadap kehidupan bermasyarakat. PARTISIPASI: PENGUATAN PERAN MASYARAKAT Partisipasi adalah persoalan relasi kekuasaan, atau relasi ekonomi politik, yang dianjurkan oleh demokrasi. Partisipasi warga masyarakat berada dalam konteks governance, yakni korelasi antara negara (pemerintah) dan rakyat. Negara adalah pusat kekuasaan kewenngan dan kebijaksanaan yang mengatur (mengelola) alokasi barang-barang (sumber daya) publik pada masyarakat. Sedangkan di dalam masyarakat terdapat hak sipil dan hak politik, kekuatan masa dan kebutuhan hidup, dll. Dengan demikian partisipasi adalah jembatan penghubung antara negara dan masyarakat agar pengelolaan barang-barang publik membuahkan kesejahteraan dan human well being. Dari sudut pandang negara, demokrasi mengajarkan partisipasi sangat dibutuhkan untuk membangun pemerintahan yang akuntabel, transparan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Tiadanya partisipasi menabur pemerintahan yang otoriter dan korup, dari sisi masyarakat, partisipasi adalah kunci pemberdayaan, atau penguatan peran. Partisipasi memberikan ruang dan kapasitas masyarakat untuk kebutuhan dan hak-hak mereka, mengembangkan potensi dan prakarsa lokal, mengefektifkan peran masyarakat serta membangun kemandirian masyarakat. Dalam konteks governance, partisipasi menempatkan pada posisi yang sebenarnya (Sutoro Eko: 2003) Pertama; masyarakat bukanlah hamba (client) melainkan sebagai waraga negara (citizen). Jika hamba memperlihatkan kepatuhan secara total, maka konsep warga negara menganggap bahwa setiap individu adalah pribadi yang utuh dan mempunyai hak penuh untuk memiliki. Kedua; masyarakat bukan dalam posisi yang diperintah tetapi sebagai partner pemerintah dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan. Ketiga: partisipasi bukanlah pemeberian pemerintah tetapi sebagai hak warga negara. Keempat: masyarakat bukan sebagai sekedar objek pasif penerima manfaat kebijakan pemerintah, tetapi sebagai aktor atau subjek yang aktif menentukan kebijakan. Makna subtantif yang berikutnya adalah kontrol warga masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses politik yang terkait dengan pemerintah. Kita mengenal kontrol internal (self-control) dan kontrol eksternal. Artinya kontrol bukan saja menyangkut kapasitas masyarakat melakukan pengawasan (pemantauan) terhadap kebijakan (implementasi dan

resiko) dan tindakan pemerintah, tetapi juga kemampuan masyarakat melakukan penilaian secara kritis dan reflektif terhadap resiko-resiko atas tindakan mereka. Dalam kasus ini ditemukan bahwa peran masyarakat dalam perumusan Peraturan Daerah sudah cukup baik. Bentuk keterlibatan ini sangat bermacam-macam. Di Kabupaten Tanah Datar ditemukan keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan publik biasanya terjadi pada tahapan sebelum pembahasan legal drafting. Rancangan Peraturan Daerah yang sudah disiapkan oleh eksekutif dan diajukan kepada DPRD, oleh sekretaris dewan draft rancangan di copy dan dibagikan kepada masyarakat melalui peerintahan nagari atau cukup ditempel di papan pengumuman nagari, dengan harapan nantinya akan ada masyarakat yang akan tertarik dan akan mengkritisi ran perda. Atau cara lain yang dilakukan oleh Pementtah Kabupaten Tanah Datar dengan mendatangi langsung masyarakat. Kasusnya di Kota Solok, memperlihatkan bahwa partisipasi masyarakat Kota Solok dalam merumuskan Perda dirasakan sangat kurang, hal dalam temuan di lapangan disebabkan karena masyarakat acuh terhadap sebuah Perda dan merasakan Perda sebagai sebuah peraturan yang mengekang bagi kelompok tetentu. Walaupun bagi pemerintah Kota Solok partispasi masyarakat dirasakan kurang, namun pemerintah sendiri menyadari pentingnya partispasi masyarakat dalam perumusan sebuah Perda. Pemerintah Kota Solok mencoba membuka ruang yang lebih untuk masyarakat berpartispasi, bahkan dalam sebuah peraturan Daerah yang dimiliki oleh Kota Solok yaitu Perda No. 2 Tahun 2005 di dalamnya diatur tentang prosedur perencanaan pembangunan yang melibatkan komponen masyarakat. Dalam pembuatan Perturan daerah partisipasi masyarakat diberikan pada saat perumusan rancangan, dimana pemerintah meminta pendapat masyarakat melalui kelompok-kelompok tertentu tentang permasalahan-permasalahan sehingga diberlakukannya sebuah Perda. Selain itu peran masyarakat juga ada ketika memberikan tanggapan tentang rancangan perda tersebut. Dan ketika sebuah perda sudah ditetapkan, masih sangat penting peran masyarakat, yaitu saat dilakukan sosialisasi, agar masyarakat mengerti maksud dari sebuah Perda. Tim sosialisasi di Kota Solok juga melibatkan masyarakat dalam mensosialisasikan sebuah Perda, selain yang terlibat adalah kelompok pemuda, juga turut dilibatkan aparat Polres, Satpol PP dan elemen-elemen masyarakat yang lainnya. Namun hal yang cukup mengakhawatirkan dalam kasus ini ditemukan bahwa masyarakat sendiri masih menyadari bahwa keterlibatan masyarakat dalam perumusan Peraturan Daerah itu masih semu, karena masyarakat merasa tidak pada semua tahapan perumusan perda masyarakat merasa terlibat, masyarakat hanya terlibat pada tahapan-tahapan tertentu, dan tidak jarang keterlibatan masyarakat di Kabupaten Tanah Datar dan Kota Solok, hanya terjadi melalui obrolan yang berlangsung di warung dan di lapau-lapau. Walaupun ada kesadaran bahwa tidak pada semua perumusan Perda peran masyarakat akan sama tingginya. Misal, pada perda-perda yang menyangkut langsung pengaturan kehidupan masyarakat seharusnya partipasi atau peran masyarakat tinggi, dan ada perda yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat, masyarakat lebih banyak menerima, artinya peran masyarakat tidak begitu tinggi. Peran masyarakat dalam perumusan perda di Kabupaten Tanah Datar dan di Kota Solok, biasanya dilakukn dalam bentuk dialog-dialog, baik yang bersifat formal ataupun yang besifat informal, dan bentuk lainya seperti yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa di kota Solok keterlibatan mereka di wujudkan dengan melakukan kegiatan investigasi dan advokasi pemikiran, yaitu dengan melakukan dialog yang intens agar tercipta titik temu dari aspirasi masyarakat akan kebutuhannya yang terumuskan dalam sebuah Perda. KENDALA DAN USAHA YANG DILAKUKAN MASYARAKAT KABUPATEN-KOTA GUNA MENINGKATKAN PERANNYA DALAM PROSES PERUMUSAN PERATURAN DAERAH

Mengenai kendala yang dihadapi masyarakat dalam meningkatkan perannya dalam proses perumusan Peraturan Daerah adalah dengan jenjang sub ordinat antara tim perumus Perda Pemerintah Daerah dengan kelompok masyarakat dalam kegiatan perumusan. Di Kota Solok dan dikabupaten Tanah Datar di temukan bahwa menurut masyarakat partisipasi yang mereka berikan terkendala pada sistem penjaringan aspirasi. Ketika penjaringan aspirasi dilakukan, masyarakat dikumpulkan oleh camat, masyarakat di undang, tapi bagi masyarakat inilah kendalanya karena biasanya yang diundang dalam jaring aspirasi itu bersifat elitis, dan terkesan seremonial. Dan ini dekelompokan sebagai kendala ekstenrnal sebagai akibat dari sistem yang ada. Karena yang hadir dalam forum jaring aspirasi itu adalah wali nagari dan perangkatnya, dan masyarakat yang dinilai dan diposisikan sebagai tokoh dalam masyarakat. Untuk kendala yang seperti itu bagi masyarakat di Kabupaten Tanah Datar dan Kota Solok dalam meningkatkan perannya dalam perumusan Perda adalah dengan terus melakukan pengawalan dalam berbagai tahapan kegiatan perumusan Peraturan daerah. Serta juga masyarakat di kabupaten Tanah Datar dan Kota Solok terus meningkatkan posisi tawar yang masyarakat miliki dengan Pemerintah Daerah. Hal lain tentang kendala bagi masyarakat dalam berpartisipasi yang ditemukan dalam kasus ini adalah masih ada dikalangan masyarakat yang sama sekati tidak peduli dengan peran mereka dalam merumuskan kebijakan publik (perda), ini dikelompokan menjadi kendala intenal masyarakat. Masyarakat terlalu disibukan dengan urusan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Bagi masyarakat dalam kondisi ini mereka hanya berupaya atau tepatnya berharap agar dalam perumusan kebijakan publik (perda) pemerintah tidak menambah beban masyarakat. Seperti kondisi yang terjadi di Kota Solok, ketika Pemerinta Kota ingin mengatur keberadaan becak motor yang memang sudah sangat berkembang di kota ini, masyarakat tidak memperlihatkan peran yang sangat signifikan, padahal masalah yang akan diatur sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat, bukannya mereka tidak mau mengambil peran untuk bisa mempengaruhi arah kebijakan yang akan disusun dalam rancangan kebijakan perda tersebut, tetapi bagi masyarakat dari pada mereka harus mengahabiskan waktunya untuk hadir dalam perumusan itu, lebih baik mereka melakukan kegiatan yang jelas-jelas menguntungkan secara ekonomi, yaitu dengan menjalankan becak motor yang mereka punya. Kalaupun nanti keputusan pemerintah adalah dengan mengatur di Perda bahwa becak motor tidak boleh lagi beroperasi, maka itu bagi masyarakat akan dipikirkan nanti, ketika semua kekhwatiran masyrakat itu sudah dituangkan dalam perda. Walau bagi sebuah prosedur dalam sistem perumusan kebijakan publik, akan dinilai terlambat. KESIMPULAN Untuk mendukung terwujudnya pelaksanaan otonomi daerah, perancang Peraturan Daerah (baik dari eksekutif maupun legislatif) harus mempersiapkan diri dengan memperdalam pengetahuan bidang perundang-undangan dan kebijakan publik, sehingga proses penyusunan dan pembahasan bisa berjalan dengan efektif. Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis, penyususan Peraturan Daerah perlu mengikutserakan masyarakat (berupa dengar pendapat) dengan tujuan agar dapat mengakomodir kepentingan masyarakat luas untuk dituang kan dalam kebijakan berupa Peraturan Daerah. Peran serta masyarakat tentunya mempermudah sosialisasi dan penerapan substansi apabila peraturan daerah itu ditetapkan dan diundangkan. Untuk bisa meningkatkan peran masyarakat dalam perumusan kebijakan publik selain dengan harus proaktifnya pemerintah daerah dalam menjaring aspirasi masyarkat, masyarakat juga harus meningkatkan posisi tawarnya terhadap pemerintah. Sehingga ide-ide dan masukanmasukan yang disampaikan dapat benar-benar bisa lahir menjadi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) dan Peraturan Daerah (Perda). Selainnya masyarakat juga harus

melakukan pengawalan penuh terhadap usulan mereka, sehingga tidak lagi terjadi usulan yang hilang ditengah jalan atau hannya menjadi angin lalu bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan publik. Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Barat Nomor 13 Tahun 1983 tentang Nagari sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari. Peraturan Daerah Kabupaten Solok Nomor 4 Tahun 2001 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari. Jurnal /Surat Kabar/Majalah : Jurnal Prisma No 4 April 1995 (tahun XXII). Dilema Otonomi dan Ketergantungan. Jakarta: LP3ES Jurnal Wacana (edisi 7). Krisis dan Bencana Pembangunan: Kritik dan Alternatif. Yogyakarta: Insist Press Damsar, (1999), Membangun Nagari, Tagak Banagari: Konsep dan Aplikasi, Harian Singgalang Edisi 30 April 1999, Padang. Maschab, Mashuri, Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Makalah Seminar Depdagri dan Otonomi Daerah, tanpa tahun.

Peran Serta Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Written by Administrator Wednesday, 19 August 2009Dalam sebuah diskusi sebelum acara musrenbang dissebuah kabupaten yang kami fasilitasi, seorang tokoh masyarakat desa disebuah kabupaten di Jawa tengah mengeluh kepada kami tentang usulan pembangunan desanya yang tidak kunjung dipenuhi oleh pemerintah daerah. . Bagaimana tho pak, mengapa dalam anggaran pemerintah kabupaten tidak satupun usulan kami ditindak lanjuti? Kalau begini terus saya enggan untuk usul-usul lagi, karena pemerintah daerah dari Camat, Kepala Dinas maupun DPR tidak pernah memperhatikan usul dari masyarakat kecil AKTUALISASI PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH OLEH :RIHANDOYO, S.SOS, MM, MSi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO2008

I.

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Dalam sebuah diskusi sebelum acara musrenbang dissebuah kabupaten yang kami fasilitasi, seorang tokoh masyarakat desa disebuah kabupaten di Jawa tengah mengeluh kepada kami tentang usulan pembangunan desanya yang tidak kunjung dipenuhi oleh pemerintah daerah. Beliau mengatkan Pak, sebenarnya kami sudah berkali-kali usul tentang pembangunan di desa kami, diantaranya adalah tembok makam desa kami yang hampir rubuh serta atap SD di desa kami yang hampir ambruk di berbagai kesempatan termasuk di Musrenbang desa tetapi sampai sekarang pemerintah daerah belum juga merealisasikannya . Bagaimana tho pak, mengapa dalam anggaran pemerintah kabupaten tidak satupun usulan kami ditindak lanjuti? Kalau begini terus saya enggan untuk usul-usul lagi, karena pemerintah daerah dari Camat, Kepala Dinas maupun DPR tidak pernah memperhatikan usul dari masyarakat kecilApa yang terjadi dengan proses kebijakan public di Negara ini ? Mengapa masyarakat selalu tergopoh-gopoh menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah. Masyarakat diakar rumput hanya bisa menerima kebijakan pemerintah tanpa tahu alasannya, mengapa seolah-olah suara mereka tidak didengar lagi oleh para pembauat kebijakan. Kasus tersebut diatas hanyalah segelintir dari puluhan bahkan ratusan kasus dimana masyarakat selalu menjadi objek dari sebuah kebijakan publik yang seringa kali kurang berpihak pada kepentingan mereka. Permasalahan tersebut muncul karena masyarakat tidak mempunyai akses yang cukup untuk mendengarkan, mempertimbangkan dan menyuarakan aspirasi mereka ketika formulasi sebuah kebijakan dibuat. Perlu diingat kembali, bahwa cita-cita negara Republik Indonesia yang tertuang didalam alinea ke empat pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa :Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa............Berdasarkan pernyataan tersebut diatas, cita-cita berdirinya bangsa ini adalah memajukan kesejahteraan masyarakat. Namun, kesejahtaraan masyarakat tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya kemauan yang tulus dari pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk melibatkan masyarakat didalam pembuatan sebuah kebijakan publik. Hal tersebut ditekankan kembali oleh Tadao Chino, presiden ADB dengan tulisannnya pada International Helard Tribune yang menyatakan Apabila rakyat ingin memiliki akses yang baik terhadap pelayanan dan fasilitas publik, mereka membutuhkan suara dan partisipasi yang lebih besar dalam badan-badan pemerintahan dan organisasi civil society. Pemerintah harus melibatkan semua pihak yang memiliki kepedulian civil society, binis komunitas donor dan masyarakat itu sendiri serta menjamin bahwa pandangan mereka masing-masing diperhatikan. Hanya dengan membuat proses penyusunan kebijakan menjadi lebih partisipatoris, transparan dan akuntabel maka keberhasilan tersebut dapat dicapai (Tadao dalam Hetifah Sumarto, 2003; 5) Berdasarkan pendapat Tadao tersebut diatas, maka kesamaan hak, kesamaan kesempatan dan kesamaan kemampuan antara penguasa dan rakyat merupakan syarat yang mutlak terwujudnya tujuan yang berpihak terhadap masyarakat. Kesetaraan kedudukan tersebut dinyatakan dalam bentuk konkret melalui partisipasi masyarakat dalam proses politik. Proses politik merupakan bagian dari aras publik karena publik adalah sekelompok warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban, dan wujud nyata kesetaraan antara pemerintah dan rakyat diwujudkan dalam partisipasi mayarakat didalam proses kebijakan yang dijamin oleh konstitusi yang mengikat warga. Didalam era demokrasi dewasa ini proses partisipasi publik merupakan tolok ukur bagi pemerintah dalam pelaksanaan pemerintahan. Bahkan, Issu partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik tersebut juga telah menjadi issu global hal tersebut ditandai dengan munculnya issu Good Governance dalam mengelola kebijakan sebuah negara . M.M Billah menyatakan good governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat

mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu didalam tindakan dan kehidupan keseharian. Selanjutnya UNDP memberikan definisi The exercise of political, economic and admnistrative authority to manage a nation affair at all levels. UNDP memberikan kriteria kepemerintahan yang baik, kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

1. Partisipasi, menunjuk padapengambilan keputusan yang lembaga perwakilan.

keikutsertaan dilakukan

seluruh

warga

negara maupun

dalam melalui

secara

langsung

2. Penegakan hukum atau peraturan, penegakan hukum harus diterapkan secaraadil dan tegas.

3. Transparansi, seluruh proses pemerintahan dapat diakses dengan publik. 4. Responsif, lembaga pemerintah harus selalu tanggap terhadap kepentinganpublik.

5. Konsensus, Pemerintah harus dapat menjembatani perbedaan kepentinggan demitercapainya konsensus antar kelompok.

6. Keadilan, kesetaraan pelayanan bagi seluruh warga. 7. Efektifitas dan efisiensi, Merujuk pada proses pemerintahan yang dapat mencapaitujuan dan menggunakan dana seoptimal mungkin

8. Akuntabel, seluruh proses pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan. 9. VisiStrategis, pemerintah mempunyai visi jauh kedepan yang dapat mengantisipasi perubahan. Berdasarkan pendapat ahli dan 9 kriteria good governance tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi dan transparansi publik merupakan elemen yang penting bagi pencapaian tujuan pembangunan dan demokratisasi nasional. Pemerintah menanggapi berkembangannya issu tersebut dengan meluncurkan berbagai macam regulasi guna menjamin partisipasi masyarakat didalam pembangunan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan. Regulasi tersebut antara lain :1. Undang-undang No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum. 2. Undang-undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 3. Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bagian Kedelapan Hak turut serta dalam Pemerintahan. 4. Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 5. Peraturan Presiden No 74 Tahun 2001 tentang Tata cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 6. Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.BAB IV Penyelenggaraan Pemerintahan, 7. Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.8. Undang-Undang No 25 tahun 2003 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang. Pembangunan merupakan sebuah proses yang terencana yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu proses yang paling penting adalah perencanaan pembangunan. Oleh karena itu didalam proses perencanaan peran serta masyarakat mutlak diperlukan sebab didalam pembangunan masyarakat tidak hanya sebagai objek pembangunan saja tetapi juga subjek pembangunan. Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan tersebut diatas telah dinyatakan didalam Bab II Pasal 4 Huruf d yang menyatakan bahwa perencanaan pembangunan bertujuan untuk

mengoptimalkan partipasi masyarakat. Dengan demikian, Undang-Undang tersebut telah menjamin bahwa dalam setiap langkah perencanaan pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah partisipasi masyarakat wajib untuk didengar dan dipertimbangkan oleh pemerintah (lihat lampiran) . Namum, apa yang terjadi ? partisipasi masyarakat sampai saat ini hanya menjadi formalisme belaka, banyak input, keluhan, laporan seperti yang diceritakan diatas hanya bisa ditampung tanpa ada tindak lanjut. Oleh sebab itu maka permasalahan yang muncul adalah Mengapa proses Aktualiasasi Peran Serta Masyarakat di Dalam Proses Perencanaan Pembangunan Tidak Berjalan Dengan Baik ?

II. II.1

PEMBAHASAN. Tinjauan Kebijakan Publik

Dalam konsep demokrasi modern, kebijakan negara tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini publik (public opinion) juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan atau tercermin dalam kebijakan-kebijakan negara atau dengan kata lain setiap kebijakan negara haruslah selalu berorientasi pada kepentingan umum (public interest). Apabila kepentingan publik adalah sentral, maka menjadikan administrator publik (eksekutif) sebagai profesional yang proaktif adalah mutlak, yaitu administrator yang selalu berusaha meningkatkan responbilitas obyektif dan subyektif terhadap aspirasi masyarakat didalam membuat kebijakan publik. Selain itu didalam proses pembuatan kebijakan negara, administraror tidak boleh bersikap hampa nilai (value free) tetapi harus sarat dengan nilai (value laden). Hal tersebut dapat diartikan bahwa eksekutif dan legislatif harus lebih banyak memperhatikan kepentingan publik, sehingga pengertian publik dalam pengambilan kebijakan publik menjadi lebih bermakna. Horold D. Lasswell dan Abraham Kaplan memberikan arti kebijakan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. (M. Irfan Islamy, 2002: 17). Pengertian berikutnya dikemukakan oleh James A. Ander, bahwa kebijakan adalah suatu rangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. (M. Irfan Islamy, 2002: 17)Amara Raksasataya mengemukakan kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijakan memuat tiga elemen yaitu:1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai2. Taktik atau strategi yang diarah untuk mencapai tujuan yang diinginkan 3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. (M. Irfan Islamy, 2002: 17)Sama halnya dengan policy yang memiliki berbagai definisi dari para ahli, maka definisi kebijakan negara atau public policy pun juga beragam.Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan negara sebagai Apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. (M. Irfan Islamy; 2002 : 18)Selanjutnya Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka harus ada tujuannya (obyektifnya) dan kebijakan itu harus meliputi semua tindakan pemerintah. Jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Apabila pemerintah memilih tidak melakukan sesuatu, akan mempunyai dampak atau pengaruh yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan oleh pemerintah.Sedangkan David Easton memberikan arti kebijakan Negara sebagaiPengalokasian nilai-nilai secara paksa (syah) kepada seluruh anggota masyarakat. (M. Irfan Islamy; 2002 : 19)Berdasarkan definisi ini, Easton menegaskan bahwa hanya pemerintahlah yang secara sah dapat berbuat sesuatu kepada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tersebut dirupakan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena pemerintah yang oleh Easton disebut sebagai authorities in political system atau para penguasa dalam suatu sistem politik yang terlibat dalam masalah-masalah sehari-hari yang telah menjadi tanggung jawab atau perannnya.Berdasarkan beberapa pengertian kebijakan negara tersebut di atas dan

dengan mengikuti paham bahwa kebijakan negara harus mengabdi pada kepentingan masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan negara adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat.Intisari kebijakan negara tersebut mempunyai implikasi sebagai berikut:1. Bahwa kebijakan negara itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah.2. Bahwa kebijakan negara itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuknya yang nyata.3. Bahwa kebijakan negara baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi dengan maksud tertentu dan tujuan tertentu.4. Bahwa kebijakan negara itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat.Harus ditegaskan sekali lagi, bahwa administrator publik bukan membuat kebijakan negara atas nama kepentingan publik, tetapi benar-benar bertujuan untuk mengatasi masalah dan memenuhi keinginan seluruh anggota masyarakat. II.2 PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK Hal terpenting dalam pembicaraan kebijakan negara adalah perumusan kebijakan negara itu sendiri. Perumusan kebijakan suatu negara bukanlah suatu proses yang sederhana dan mudah. Ini disebabkan karena terdapat banyak faktor atau kekuatankekuatan yang berpengaruh terhadap proses pembuatan kebijakan negara tersebut. Suatu kebijakan negara harus dibuat bukan untuk kepentingan politisi, tetapi untuk meningkatkan kesejahteraan hidup anggota masyarakat secara keseluruhan.Setiap pembuatan keputusan memandang setiap masalah politik berbeda dengan pembuatan keputusan yang lain. Belum tentu suatu masalah yang dianggap masyarakat perlu dipecahkan oleh pembuat kebijakan negara dapat menjadi isu politik yang bisa masuk ke dalam agenda pemerintahan yang kemudian diproses menjadi kebijakan negara. Proses perumusan kebijakan negara yang begitu sulit dan rumit dilakukan masih dihadang lagi dengan permasalahan: apakah kebijakan negara itu sudah diantisipasikan akan mudah atau lancar diimplementasikan. Dan hasil implementasi kebijakan negara itu, baik yang berdampak atau mempunyai konsekuensi positif maupun negatif akan berpengaruh terhadap proses perumusan kebijakan negara berikutnya.Menurut M. Irfan Islamy, ada enam langkah dalam perumusan kebijakan negara ini, yaitu: 1. Perumusan Masalah Kebijakan NegaraBanyak orang menduga bahwa masalah-masalah kebijakan negara (policy problem) itu selalu siap ada dihadapan pembuat kebijakan atau sebagai sesuatu yang given. Dan dari sanalah seolah-olah proses analisis dan perumusan kebijakan negara itu dapat dimulai. Tetapi sebenarnya, kebanyakan para pembuat kebijakan harus mencari dan menentukan identitas masalah kebijakan itu dengan susah-payah barulah kemudian ia dapat merumuskan masalah kebijakan negara itu dengan benar. Usaha untuk mengerti dengan benar sifat dari masalah kebijakan negara itu sangat membantu di dalam menentukan sifat proses kebijakannya. 2. Penyusunan Agenda PemerintahJumlah problema-problema umum begitu banyaknya sehingga tidak dapat dihitung. Tetapi dari sekian banyak problema-problema umum itu, hanya sedikit yang memperoleh perhatian yang seksama dari pembuat kebijakan negara. Pilihan dan kecondongan perhatian pembuat kebijakan terhadap sejumlah kecil problema-problema umum itu menyebabkan timbulnya agenda kebijakan (the policy agenda). Dengan demikian agenda kebijakan berbeda dengan tuntutan-tuntutan dalam sistem politik (political demands) pada umumnya dan berbeda pula dengan prioritas-prioritas politik (political priorities) yang biasanya merupakan urutan-urutan daftar masalah (agenda items) dimana masalah-masalah yang terpenting berada di atas. 3. Perumusan Usulan Kebijakan NegaraSetelah beberapa masalah umum dapat dimasukkan ke dalam agenda pemerintah , maka langkah yang ketiga dalam proses perumusan kebijakan negara adalah perumusan usulan-usulan kebijakan negara (policy proposals). Perumusan usulan kebijakan negara adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. 4. Pengesahan Kebijakan NegaraSebagai suatu proses kolektif, pembuat keputusan bisa sekaligus berfungsi sebagai pengesah

keputusan tersebut, dan atau pembuat keputusan adalah pihak-pihak yang berbeda dengan pengesah keputusan. Oleh karena itu suatu usulan kebijakan yang dibuat oleh pembuat keputusan dapat saja usulan itu disetujui atau ditolak oleh pengesah kebijakan. Sekali suatu usulan kebijakan diadopsi atau diberikan legitimasi (pengesahan) oleh seseorang atau badan yang berwenang, maka usulan kebijakan itu berubah menjadi kebijakan (policy decesion) yang sah (legitimate) dalam arti dapat dipaksakan pelaksanaannya dan bersifat mengikat bagi orang atau pihak-pihak yang menjadi sasaran obyek dari kebijakan. 5. Pelaksanaan Kebijakan NegaraTugas dan kewajiban pejabat dan badan-badan pemerintah bukan hanya dalam perumusan kebijakan negara saja, tetapi juga mempunyai tugas dan kewajiban dalam pelaksanaan kebijakan negara tersebut. Kedua-duanya tidak ada satupun yang lebih penting dari yang lain. Semua kebijakan negara, apapun bentuk dan atau jenisnya dimaksudkan untuk mempengaruhi dan mengontrol perbuatan manusia sesuai dengan aturan-aturan dan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau negara. Suatu kebijakan negara akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggota-anggota masyarakat. 6. Penilaian Kebijakan NegaraPenilaian kebijakan adalah merupakan langkah terakhir dari suatu proses kebijakan. Sebagai salah satu aktivitas fungsional, penilaian kebijakan tidak hanya dilakukan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas sebelumnya yaitu pengesahan dan pelaksanaan kebijakan. Tetapi dapat terjadi pada seluruh aktivitas-aktivitas fungsional yang lain dalam proses kebijakan. Dengan demikian, penilaian kebijakan dapat mencakup tentang: isi kebijakan; pelaksanaan kebijakan; dan dampak kebijakan. Jadi penilaian kebijakan dapat dilakukan pada fase perumusan masalah; formulasi usulan kebijakan; implementasi; legitimasi kebijakan dan seterusnya. II.3 Pembahasan. Didalam kaitannya dengan proses pembangunan nasional untuk perencanaan pembangunan yang dituangkan didalam tahapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana kerja Pembangunan (RKP) dan APBN/D merupakan bagian dari sebuah kebijakan publik yang dikuatkan dengan Undang-Undang atau Perda. Produk-produk dokumen perencanaan tersebut merupakan bagian dari kebijakan publik sebab implikasi dari produk-produk perencanaan tersebut adalah masyarakat karena pada hakekatnya pembangunan dilaksanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyakat. Hal tersebut sesuai dengan intisari dari kebijakan publik yang telah disebutkan diatas, bahwa Dokumen-dokumen perencanaan pembangunan menetapkan tindakan-tindakan pemerintah dimasa datang, mempunyai visi, misi dan tujuan yang jelas serta senantiasa ditujukan untuk kepentingan seluruh anggota masyarakat. Perencanaan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat tidak akan berhasil tanpa peran serta masyarakat didalam pembuatan perencanaan tersebut. Menyadari akan pentingnya peran serta masyarakarakat, pemerintah mengharuskan didalam pembuatan perencanaan pembangunan baik pusat maupun daerah dilakukan musyawarah secara berjenjang dari tingkat bawah (bottom up). Proses tersebut diawali dengan Musrenbang desa, Musrenbang kecamatan, Musrenbang Kabupaten dan Musrenbang Provinsi dengan tujuan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat sesuai dengan amanat undangundang. Jika ditinjau dari proses kebijakan publik proses perencanaan pembangunan meliputi empat kegiatan yaitu perumusan masalah, perumusan agenda (agenda setting), perumusan usulan dan pengesahan usulan. Proses tersebut dimulai dari tingkat musrenbang desa dimana masyarakat desa dapat berpartisipasi untuk memberikan masukan tentang permasalahan yang dihadapi mereka beserta alternatif pemecahannya di tingkat desa untuk dibawa ditingkat musrenbang kecamatan dan selanjutnya dibawa ke musrenbang kabupaten maupun provinsi. Namun, ditingkat kabupaten, provinsi ataupun negara ini terjadi proses selanjutnya yaitu penyusunan agenda pemerintah, didadalam proses inilah terjadi penyaringan usulan-usulan untuk disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan politik atau pemerintah yang dapat

menyebabkan bias terhadap kepentingan publik terutama yang diusulkan masyarakat melalui musrenbang. Selanjutnya, setelah melalui tahapan agenda setting selanjutnya usulkan untuk proses legislasi yang dilakukan oleh pemerintah beserta DPR/D untuk ditetapkan sebagai Peraturan / Undang-Undang.Didalam penentuan kebijakan pembangunan daerah, aspirasi masyarakat dapat dilakukan melalui tiga jalur yaitu :1. Jalur Musrenbang dimana masyarakat dapat menayulurkan aspirasinya secara langsung sesuai dengan tingkatannnya.2. Jalur Politik atau melalui partai politik yang dilakukan oleh anggota dewan dalam masa reses.3. Jalur birokrasi yang dapat langsung disampaikan melalui SKPD maupun kepala daerah. Jalur musrenbang dapat dikatakan sebagai jalur utama didalam menyalurkan aspirasi dan peran serta masyarakat didalam penentuan perencanaan pembangunan. Melalui jalur inilah mayoritas aspirasi masyarakat disalurkan sebagai masukkan bagi proses perencanaan pembangunan selanjutnya. Walaupun dikatakan sebagai jalur utama aspirasi masyarakat, aspirasi yang disampaikan dijalur ini juga dapat dikatakan sebagai jalur yang paling lemah pada proses perumusan agenda dan usulan kegiatan. Masyarakat tidak banyak tahu seberapa besar peluang usulannya yang ditampung dan ditindaklanjuti dalam proses pembangunan atau seberapa besar persentase kegiatakegiatan yang tertuang didalam dokumen perencanaan yang berasal dari aspirasi musrenbang. Inilah problem utama partisipasi masyarakat yang dihadapi didalam proses kebijakan penentuan perencanaan pembangunan di Indonesia. Jika dilihat lebih lanjut maka penyebab lemahnya aspirasi masyarakat tersebut dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu :

1. Eksternal, yang dimaksud adalah kondisi diluar sistem birokrasi pemerintah yaitumasyarakat umum.

2. Internal, yang dimaksud adalah kondisi didalam sistem birokrasi pemerintah.Penyebab utama kelemahan dari sisi ekternal atau masyarakat termasuk didalamnya LSM, Kelompok-kelompok masyarakat dan civil society lainnya untuk lebih berperan serta dalam proses perencanaan pembangunan adalah kapasitas dan kapabilitas mereka yang tidak mencukupi untuk mengikuti proses perencanaan pembangunan tersebut. Pada berbagai kesempatan musrenbang tingkat kabupaten yang kami ikuti dapat simpulkan bahwa usulan-usalan mereka terlalu mikro dan lebih banyak pada pembangunan fisik saja misal dalam musrenbang tingkat kabupaten masyarakat masih mengusulkan perbaikan selokan desa, tembok makam rehab balai desa dan lain sebagainya. Disamping itu, didalam masyarakat sendiri terdapat hambatan kultur yang membuat iklim dan lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadi partisipasi. Didalam banyak kesempatan kami sering menemui dari sekian banyak masyarakat yang diundang dalam sebuah forum yang berani mengutarkan pendapat hanya segelitir orang, sebagian besar yang lain hanya diam tidak berpendapat bahkan menginginkan forum tersebut segara disudahi.Dari tahun ke tahun kapasitas mereka kami amati tidak banyak berkembang, lalu Apa penyebabnya ? karena mereka tidak atau kurang diberdayakan (dikembangkan). Dalam kasus ini terdapat dua pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kasus tersebut yaitu pemerintah dan partai politik. Pertama, Pemerintah selama ini memandang bahwa untuk berpartisipasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan cukup dengan menyampaikan permasalahan dan usulan saja. Namun, pemerintah tidak menyadari bahwa masyarakat sipil kita tidak mempunyai informasi yang cukup tentang Visi, Misi dan tujuan yang hendak dicapai. Hal tersebut menyebabkan usulan-usulan yang disampaikan oleh masyarakat tidak sesuai dengan program-program pemerintah. Dalam sebuah kesempatan yang sama kami bertemu dengan seorang tokoh masyarakat yang kemudian kami tanyakan Apakah bapak tahu tentang Visi dan Misi Kabupaten ini ? Mereka menjawab tidak tahu sama sekali dan belum pernah diberi tahu baik oleh aparatur pemerintah kabupaten maupun desa. Selajutnya kami bertanya kepada salah seorang perangkat desa apakah Panjenengan pernah membaca RPJM Kabupaten ini ? Mereka menjawab dengan bertanya RPJM itu

apa tho?. Hal ini menunjukkan bahwa dimasyarakat kelas bawah tidak kebagian informasi yang cukup tentang perencanaan pembangunan didaerahnya.Kedua, Partai politik yang merupakan bagian dari stuktur politik bangsa ini mempunyai lima fungsi yaitu :1. Pendidikan politik.2. Mempertemukan kepentingan.3. Agregasi kepentingan.4. Komunikasi politik .5. Seleksi kepemimpinan.Kenyataan yang terjadi, seringkali masyarakat dikecewakan oleh partai politik yang disebabkan fungsi-fungsi tersebut diatas tidak berjalan sebagaiman mestinya. Parpol lebih banyak memperjuangkan kepentingannya daripada kepentingan masyarakat luas. Seharusnya parpol melalui wakil-wakilnya di DPRD memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat paling tidak dengan memberikan contoh yang baik, mendengarkan keluhan masyarakat dan mengawal aspirasi masyarakat. Namun, dalam banya kesempatan kami temui para anggota dewan yang terhormat sering tidak hadir dalam acara musrenbang tingkat desa dan kecamatan, ataupun mereka hadir tetapi kurang interest dengan forum tersebut. Hal tersebut menyebabkan Masyarakat pesimis terhadap fungsi anggota dewan sebagai argregator dan artikulator kepentingan masyarakat, mereka menilai bahwa kehadiran wakil rakyat tidak banyak manfaatnya bagi forum tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan diatas selain faktor internal juga terdapat faktor internal pemerintah yang menyebabkan partisipasi masyarakat belum efektif di dalam sistem perencanaan pembangunan.Pertama, Sistem Perencanaan Pembangunan yang disusun dengan jadual yang ketat mengakibatkan masyarakat tidak mempunyai cukup waktu untuk menyampaikan seluruh aspirasinya. Sebagai contoh musrenbang provinsi yang menghadirkan pemangku kepentingan yang berjumlah ratusan orang hanya dilaksanakan dalam satu hari. Kondisi tersebut tidak memberikan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk menyampaikan seluruh aspirasinya.Kedua, Aparat birokrasi yang paling bawah ditingkat desa / kelurahan maupun kecamatan tidak memperoleh informasi yang cukup tentang program-program kabupaten / kota. Ada dua kemungkinan penyebab hal tersebut terjadi yaitu karena mereka tidak memperoleh informasi yang cukup dari kabupaten / kota atau mereka sendiri tidak ingin tahu perencanaan pembangunan daerah yang tertuang didalam dokumen-dokumen perancanaan pembangunan. Hal tersebut dapat dilihat dengan minimnya kecamatan atau kelurahan yang mempunyai buku atau dokumen RPJP daerah atau RPJM daerah.Ketiga, masih besarnya dominasi program-program pemerintah kabupaten, provinsi atau pemerintah pusat (top down) didalam menentukan kebijakan, program dan kegiatan didalam perencanaan pembangunan. Besarnya dominasi tersebut menyebabkan aspirasi-aspirasi masyarakat (Bottom up) mentah pada tahapan penentuan agenda dan usulan kebjakan. Keempat, terpisahnya jalur perencanaan kegiatan dan keuangan menyebabkan akses masyarakat untuk menentukan anggaran menjadi sangat terbatas. Masyarakat selama ini hanya mempunyai peran didalam perencanaan kegiatan melalui jalur musrenbang namun tidak mempunyai akses yang cukup dalam perencanaan keuangan melalui jalur KUA dan PPAS.Kelima, masyarakat tidak mempunyai mekanisme untuk memantau aspirasi mereka untuk sampai pada usulan rencana penganggaran. Selama ini tidak pernah ada prosentase yang jelas tentang jumlah program atau kegiatan yang berasal dari aspirasi masyarakat, program pemerintah maupun aspirasi melalui dewan. Masyarakat hanya pasrah menerima nasib mereka tanpa tahu alasannya mengapa usulan mereka tidak sampai pada penganggaran.Dengan tidak adanya penjelasan yang cukup kepada masyarakat tentang tidak jelasnya nasib aspirasi mereka dapat mengakibatkan hal-hal yang kontra produktif didalam pelaksanaan pembangunan selajutnya. Gejala tersebut dapat dilihat dengan banyaknya gejolak di lingkungan masyarakat ketika saluran-saluran komunikasi baik dengan pemerintah maupun politisi tersumbat. III. PENUTUP III.1 Kesimpulan. Peran serta masyarakat pengambilan kebutuhan kebijakan publik sudah direspon oleh

pemerintah melalui serangkaian regulasi yang menjamin peran serta aktif masyarakat. Dengan diluncurkannya UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional memberikan landasan bagi peran serta atau partisipasi aktif masyarakat di dalam perencanaan pembangunan nasional. Namun, di dalam implementasinya kebijakan tersebut dilapangan ditemukan banyak kendala baik yang berasal dari masyarakat, partai politik, pemerintah maupun sistem perencanaan pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu guna memperkuat aktualiasi peran serta masyarakat di dalam perencanaan pembangunan tidak cukup hanya di perbaiki pada satu sisi saja namun harus dilakukan secara komprehensif. III.2 Saran. Saran guna meningkatkan peran serta masyarakat di dalam penyusunan perencanaan pembangunan adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan kapasitas dan pengetahuan didalam penyusunan perencanaanpembangunan sebaiknnya dilakukan secara berkesinambungan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan penyusunan perencanaan pembangunan terhadap tokoh-tokoh masyarakat di pedesaan.

2. Diperlukan sosialisasi dokumen perencanaan pembangunan daerah sampaiketingkat pemerintahan yang paling bawah sehingga masyarakat dapat mengetahui program-program pembangunan pemerintah.

3. Perbaikan sistem perencanaan pembangunan dengan memberikan akses bagimasyarakat untuk merencanakan keuangan.

4. Perbaikan

sistem

perencanaan

pembangunan

dengan

membuat

sistem

pemantuan aspirasi masyarakat sehingga masyarakat tahu sampai sejauh mana aspirasi mereka dapat diterima oleh pemerintah.

Kebijakan publikDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar WikipediaMerapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakankebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuantujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.[1]

[sunting] Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William DunnTahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn. [1] adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan Agenda Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986)[2] diantaranya: 1. telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius; 2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis; 3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa; 4. menjangkau dampak yang amat luas ; 5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ; 6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya) Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama. Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.

Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder. 2.Formulasi kebijakan Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.[3] 3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.[4] Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.[5]Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbolsimbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.[6] 5. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.[7] Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. [8]

[9] [10] [11]

[sunting] Rujukan1. ^ a b William Dunn. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 1998, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal: 24 2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama a3 3. ^ Kebijakan Publik: teori dan Proses. Jakarta: PT Buku Kita. Hlm 33. 4. ^ , R. daniel. Lecture 7a Legitimation and Decision-Making, dalam www.www.csub.edu/~rdaniels/ppa_503_lecture7a.pp. 5. ^ Kesalahan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama b2

6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama b3 7. ^ Budi Winanrno, 2008. Jakarta:PT buku Kita. hal 225. 8. ^ Kesalahan pengutipan: Tag tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama a5 9. ^ Budi Winanrno,2008. jakarta: PT Buku Kita 10. ^ William N Dunn.1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press) 11. ^ R. Danie. Lecture 7a Legitimation and Decision-Making, dalam www.www.csub.edu/~rdaniels/ppa_503_lecture7a.pp. Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakankebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuantujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.[1] [sunting] Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn. [1] adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan Agenda Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986)[2] diantaranya: 1. telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius; 2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis; 3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa; 4. menjangkau dampak yang amat luas ; 5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;

6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya) Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama. Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih. Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder. 2.Formulasi kebijakan Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.[3] 3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.[4] Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah.[5]Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbolsimbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.[6] 5. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.[7] Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. [8]

Sistem Politik Di Indonesia Presentation Transcript

1. SISTEM POLITIK DI INDONESIA 2. PENDAHULUAN o SISTEM POLITIK o NEGARA 3. PENGERTIAN SISTEM POLITIK INPUT PROSES OUTPUT UMPAN BALIK 4. PENGERTIAN POLITIK o Austin Ranney mendefinisikan politik sebagai proses pembuatan kebijakan pemerintahan (public policy) o Harold D. Laswell menyebut bahwa politik itu menyangkut proses penentuan who get what, when and how o Ramlan Surbakti mendefiniskan politik sebagai proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat untuk menentukan kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam satu wilayah tertentu 5. Sistem Politik INPUT PROSES OUTPUT UMPAN BALIK 6. Input, Proses dan Output o Input dalam sebuah sistem politik adalah aspirasi masyarakat atau kehendak rakyato o o

Tuntutan Dukungan

o

o

Sikap apatis Proses dalam sistem politik mencakup serangkaian tindakan pengambilan keputusanbaik oleh lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif dalam rangka memenuhi atau menolak aspirasi masyarakat Output sistem politik berupa kebijakan publiko o

Pemenuhan aspirasi masyarakat

Penolakan/ketidaksediaan untuk memenuhi aspirasi masyarakat 7. Struktur Politik o Struktur politik merupakan keseluruhan bagian atau komponen (yang berupa lembaga-lembaga) dalam suatu sistem politik yang menjalankan fungsi atau tugas tertentu. o Tugas lembaga politik disebut fungsi o Rangkaian keseluruhan fungsi disebut proses o Rangkaian fungsi tersebut dalam bidang politik sehingga disebut proses politik 8. SISTEM POLITIK o Merupakan kesatuan antara struktur dan fungsi-fingsi politik o Stru ktur politik diibaratkan mesin sedangkan komponennya disebut fungsi 9. Fungsi Politik o Perumusan kepentingan o Pemaduan kepentingan o Pembuatan kebijakan umum o Penerapan kebijakan o Pengawasan pelaksanaan kebijakan 10. Funsi Politik yang lain o Komunikasi politik o Sosialisasi politik

Rekrutmen politik 11. Struktur Politik o Suprastruktur menjalankan outputo o o o o

o

Decision or rule making Rule application

o

Rile adjudication Infrastruktur menjalankan input Interest articulate=perumusan dan pengajuan kepentingan

Interest aggregation=pemaduan atau pengajuan kepentingan 12. Struktur Politik di Indonesia o Sistem politik demokrasi berdasarkan Pacasilao o o

Kedaulatan rakyat Pelaksanaan kedaulatan melalui sistem perwakilan

Didalam lembaa perwakilan selalu diusahakan permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan 13. Suprastruktur dan Infrastruktur Politik di Indonesia o Suprastruktur politik di Indonesiao o

Lembaga pelaksana fungsi pembuatan kebijakan umum/legislatif

Fungsi Legislasi

o o o o

Fungsi pengawasan/kontrol

Fungsi anggaran

Lembaga pelaksana fungsi penerapan kebijakan/eksekutif

Lembaga fungsi pengawasan pelaksana kebijakan/yudikatif 14. Mahkamah Agung dan Makhamah Konstitusi o Wewenang MAo o o

Mengadili pada tingkat kasasi Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang

o

Melaksanakan wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang Wewenang MK

o o o o

Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD Memutuskan pembubaran partai politik

Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu 15. Infrastruktur Politik di Indonesia o Lembaga swadaya masyarakat (civil society)o o o o

Community base organization seperti kelompok arisan, simpan pinjam

o

Civics group contoh NU Partai Politik Fungsi o o o o

Pendidikan politik

Penciptaan iklim yang kondusif serta perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk menyejahterakan masyarakat

Penyerap. Panghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitutional

Partisipasi politik warga negara

Rekrutman politik dalam proses pengisian jabatan politik Media massa 16. Macam-Macam Sistem Politik o Democracy is a form of government organized in accordance with the principles of polular souvereignty, political equality, popular consultation and majority rule (Austin Ranney, 1982:278)o o o o o

Kedaulatan rakyat Persamaan politik Konsultasi rakyat Pemerintahan mayoritas (majority rule) David Beetham dan Kevin Boyle 91995:47 menyatakan adanya minoritas permanen=kelompok

minoritas yang terbentuk atas dasar rasm agama, bahasam entisitas atau ciri permanen lainnyao o o o

Prinsip majority rule tidak cukup melindungi minoritas, oleh karena itu beberapa kebijakan dijalankan

Memberikan perwakilan proporsional

Memberikan hak veto

o

o

Memberikan otonomi khusus Otoriter/kediktatoran/totaliter artinya suatu bentuk pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi untuk memerintah dipegang dan dijalankan oleh satu orang/kelompok kecil elit Carl J friederich dan Zbiegniew Brzezinki, ciri-cirinya adalaho o o o o o

Negara memiliki sebuah ideologi resmi Mempunyai satu partai massa tunggal Mengawasi seluruh kegiatan penduduk dan sistem teror Monopoli media massa Kontrol ketat dari militer

Pengendalian terpusat 17. Partisipasi dalam Sistem Politik di Indonesia o Konvensionalo o o o o o o o

Suara dalam pemilu Terlibat dalam kampanye Membentuk dan bergabung dalam organisasi kemasyarakatan Melakukan diskusi politik

o

Melakukan komunikasi pribadi Non Konvensional Demonstrasi Mogok/boikot Pembangkangan sipil