Top Banner
Centre for Indonesian Law, Islam and Society Melbourne Law School Mengakhiri Pernikahan Anak di Indonesia: Peran Pengadilan POLICY PAPER 19 Cate Sumner
36

POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

Dec 22, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

Centre for Indonesian Law, Islam and SocietyMelbourne Law School

Mengakhiri Pernikahan Anak di Indonesia: Peran Pengadilan

POLICY PAPER 19

Cate Sumner

Page 2: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

2

CILIS POLICY PAPERS

The CILIS Policy Paper Series is edited by Professor Tim Lindsey and Dr Helen Pausacker. It aims to offer policy-makers and the public informed and concise analysis of current issues that involve the Indonesian legal system. The papers can be downloaded without charge from http://law.unimelb.edu.au/centres/cilis/research/publications/cilis-policy-papers

The editors thank Kathryn Taylor for her work on the design and layout of this Policy Paper and the Australia Indonesia Partnership for Justice for its support for the Bahasa Indonesia translation of this paper.

CENTRE FOR INDONESIAN LAW, ISLAM AND SOCIETY

The Centre for Indonesian Law, Islam and Society (CILIS), located in the Melbourne Law School, was established in 2013. The Director of the Centre is Professor Tim Lindsey AO, Redmond Barry Distinguished Professor and Malcolm Smith Professor of Asian Law in the Melbourne Law School. The Deputy Director is Dr Helen Pausacker, who is also a Principal Researcher in the Asian Law Centre. The Centre Manager is Kathryn Taylor and the Centre Administrator is Debbie Yu.

The objectives of the Centre for Indonesian Law, Islam and Society (CILIS) are to:

• create a global centre of excellence for research on Indonesian law, governance and legal culture at the University of Melbourne with a particular focus on the state legal system, Islamic legal traditions, and their relationships with Indonesian society.

• promote interdisciplinary approaches to understanding contemporary Indonesian legal issues at the University of Melbourne.

• attract researchers/specialists of the highest calibre in the study of contemporary Indonesian legal issues to the University of Melbourne.

• function as a think-tank for issues related to Indonesian law, Islam and society.• enhance community understandings of Indonesian law, Islam and society.

The Centre website can be accessed at http://law.unimelb.edu.au/centres/cilis

COPYRIGHT

All information included in the CILIS Policy Papers is subject to copyright. Please obtain permission from the original author(s) or the Centre for Indonesian Law, Islam and Society ([email protected]) before citing from the Policy Papers. The Policy Papers are provided for information purposes only. The Centre for Indonesian Law, Islam and Society does not guarantee the accuracy of the information contained in these papers and does not endorse any views expressed or services offered therein.

ISSN 2202-1604 (PRINT) ISSN 2202-1612 (ONLINE)

2020

FRONT COVER IMAGE: Max Muller

Page 3: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

3

Mengakhiri Pernikahan anak di indonesia: Peran Pengadilan

Cate suMner

ABSTRAK

UNICEF dan Badan Statistik Indonesia (BPS) memperkirakan bahwa satu dari sembilan anak perempuan di Indonesia (11 persen) menikah sebelum menginjak usia 18 tahun, menempatkan Indonesia dalam barisan sepuluh negara teratas di dunia dalam hal jumlah pengantin anak perempuan. Sedangkan anak laki-laki hanya satu dari seratus anak laki-laki di Indonesia yang menikah sebelum usia 18 tahun. Pada September 2019, badan legislatif Indonesia sepakat untuk merevisi UU Perkawinan 1974 guna menaikkan batas usia dimana orang tua perlu memberi persetujuan untuk menikahkan anak perempuannya, dari 16 tahun menjadi 19 tahun, sehingga batas usia menjadi sama baik untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Amandemen legislatif ini melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi Indonesia pada Desember 2018, dalam sebuah perkara yang diajukan tiga orang pemohon perempuan yang menikah saat masih dibawah umur. Namun, amandemen terhadap UU Perkawinan yang sudah ada sejak 45 tahun lalu tersebut tidak mengubah fakta bahwa masih belum ada batas usia minimum absolut yang ditetapkan oleh undang-undang di Indonesia, karena orang tua masih dapat meminta dispensasi kepada pengadilan Indonesia untuk menikahkan anak laki-laki atau anak perempuannya yang masih berusia dibawah 19 tahun. Naskah ini menganalisis temuan penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan oleh Australia Indonesia Partnership for Justice berdasarkan analisis terhadap lebih dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa setiap tahun ada dua juta anak perempuan Indonesia yang berusia dibawah 19 tahun menikah di Indonesia. Alih-alih menjadi titik dimana seorang hakim mengabulkan atau menolak dispensasi untuk anak perempuan atau anak laki-laki untuk menikah, 14,000 perkara dispensasi pernikahan yang saat ini masuk ke pengadilan justru dapat menjadi titik penting dimana rentang integrasi layanan konseling, hukum, pendidikan, beasiswa dan kesehatan reproduksi digerakkan guna memastikan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki di Indonesia menerima manfaat pendidikan dasar 12 tahun dan menunda untuk memiliki anak sampai usianya melewati 18 tahun. Naskah ini mengajukan sejumlah rekomendasi yang dapat meningkatkan kemampuan hakim untuk dapat menilai sudut pandang anak laki-laki dan anak perempuan dengan akurat saat mempertimbangkan perkara dispensasi kawin di Indonesia.

Page 4: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

4

CATE SUMNER

Selama 25 tahun, Cate Sumner telah bekerja di Timur Tengah, Asia dan kawasan Pasifik, berfokus pada akses terhadap per-adilan, hak asasi manusia dan reformasi peradilan. Sepanjang karirnya, Cate pernah bekerja di firma hokum internasional Baker & McKenzie di Kairo, PBB (UNRWA) baik sebagai Petu-gas Urusan Pengungsi (Refugee Affairs Officer) di jalur Gaza dan sebagai Petugas Hukum di Yerusalem, Kementrian Luar Negeri dan Perdagangan di Canberra, dan International Devel-opment Law Organisation (IDLO) kantor Manila dan Sydney.

Pada tahun 2005, Cate mendirikan Law & Development Partners untuk bekerja di bidang akses terhadap peradilan, identitas hukum, dan program-program reformasi peradilan di seluruh kawasan Asia dan Pasifik. Fokusnya adalah untuk meningkatkan akses terhadap peradilan bagi perempuan, penyandang disabilitas, dan anak-anak yang rentan. Salah satu focus khususnya adalah mengenai bagaimana kelompok-kelompok tersebut dapat mengakses sistem hukum formal dan sistem pencatatan sipil.

Cate telah bekerja sebagai penasihat program-program akses terhadap peradilan di Indonesia sejak tahun 2005 dan di kawasan Pasifik sejak tahun 2011 bersama den-gan UN Women, dan program pengembangan bilateral yang didukung oleh Pemerin-tah Australia, Denmark, Selandia Baru, Swedia dan Amerika Serikat. Cate juga telah mengontribusikan dokumen-dokumen analisis dan policy think-tanks termasuk Centre for Global Development, UN Women, the World Bank Justice for the Poor Series, dan Lowy Institute for International Policy.

Pada September 2019, Cate menerima Churchill Trust Fellowship untuk melakukan penelitian tentang dampak investasi dapat berkontribusi terhadap layanan hukum bagi perempuan dan anak.

Page 5: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

5

Mengakhiri Pernikahan anak di indonesia: Peran Pengadilan1

Cate suMner

Kesehatan dan pendidikan merupakan komponen kunci yang para ekonom sebut sebagai sumber daya manusia …cara terbaik sebuah negara untuk membuka jalan bagi produktivitas dan inovasi, mengentaskan kemiskinan, menciptakan peluang, dan membangun kemakmuran.

Berinvestasi pada sumber daya manusia saat ini dapat membantu mereka meningkatkan pendapatannya esok. Namun tanpa sumber daya manusia—yaitu, bagi mereka yang tidak sehat dan tidak terpelajar—hampir tidak mungkin terhindar dari kemiskinan. (Bill and Melinda Gates Foundation, 2019: 8)

PENDAHULUAN

UNICEF dan Badan Statistik Indonesia (BPS) memperkirakan bahwa satu dari sembilan anak perempuan di Indonesia (11 persen) menikah sebelum menginjak usia 18 tahun (BPS dan UNICEF, 2017), menempatkan Indonesia dalam sepuluh negara teratas dalam jumlah pengantin anak perempuan.2 Dibandingkan dengan satu dari 100 anak laki-laki di Indonesia yang menikah sebelum usia 18 tahun.3 Pada September 2019, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat untuk merevisi UU Perkawinan 1974 untuk manikkan batas usia dimana orang tua dapat memberikan persetujuannya untuk menikahkan anak perempuannya dari 16 tahun menjadi 19 tahun, menjadikan batas usia yang sama baik untuk anak laki-laki dan anak perempuan. UU ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2019.4 Amandemen ini melaksanakan putusan Mahkaman

1 Metodologi, statistik dan temuan utama dalam analisis putusan dispensasi nikah ini diproduksi bersama oleh Leisha Lister dan Cate Sumner dalam kapasitas mereka sebagai Senior Adviser untuk Indonesia Australia Partnership for Justice (IAPJ). Penulis mengaui kontribusi tim peneliti kegiatan analisis putusan AIPJ2 yang terdiri dari Theodora Shah Putri, AIPJ Activity Manager for Transparency, Accountability and Anti-Corruption; Pak Wahyu Widiana, AIPJ Senior Adviser; Haemiwan Fathony dan Triatmoko of HaROL <www.harol.id>; serta lebih dari 12 universitas dan mitra CSO, termasuk MaPPI UI, UCY, LPA Gowa, LPA Sulawesi Selatan, ICJ Makassar, UIN Bandung, FPMP Sulawesi Selatan, Pusat Hukum dan Hak Asasa Manusia UII, Pusat Kagian Perlindungan Anak UI, LBH Makassar, dan UIN Banten.

2 Lihat Girls not Brides website: <https://www.girlsnotbrides.org/where-does-it-happen/atlas/#/>.

3 Komunikasi dengan Kantor UNICEF Indonesia, 22 Oktober 2019.

4 UU No 16 of 2019 tentang Perubahan Hukum No 1 tahun 1974 tentang Pernikahan.

Page 6: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

6

Konstitusi Indonesia yang dibuat pada bulan Desember 20185 dalam sebuah perkara yang diajukan oleh tiga orang pemohon perempuan yang menikah saat masih dibawah umur.

Namun, amandemen terhadap UU Perkawinan yang sudah ada sejak 45 tahun lalu ini tidak mengubah fakta bahwa belum ada batas umum minimum pernikahan absolut yang ditetapkan oleh UU di Indonesia, karena orang tua masih dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan Indonesia untuk meminta dispensasi dalam rangka menikahkan anak laki-laki atau anak perempuannya yang berusia dibawah 19 tahun. Sementara itu, langkah positifnya adalah jika semua orang tua mematuhi amandemen UU tersebut, maka akan berdampak pada kenaikan yang dramatis pada angka permintaan dispensasi pernikahan yang diajukan ke pengadilan, dengan perkiraan sekitar dua juta.6 Pada tahun 2018, kurang lebih ada 14,000 perkara dispensasi yang diajukan ke pengadilan dengan total 190,000 anak perempuan yang diperkirakan menikah dibawah usia 16 tahun.7

Temuan penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan oleh Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2, 2019a) (https://aipj.or.id/), berdasarkan analisis pada lebih dari 1000 perkara dispensasi pernikahan di Indonesia, diperkirakan hanya 3 persen pernikahan yang melibatkan anak perempuan dibawah umur di Indonesia yang diajukan dispensasinya ke pengadilan, sesuai dengan hukum Indonesia. Dengan begitu, berarti ada 97 persen pernikahan yang melibatkan anak perempuan dibawah umut yang dilakukan tanpa persetujuan dari pengadilan. Pada sejumlah kecil permintaan dipensasi yang diajukan ke pengadilan, 99 persennya dikabulkan oleh hakim.

Amandemen UU Perkawinan tidak akan mengubah pola pernikahan tidak terdaftar dan dibawah umur di Indonesia kecuali pemerintah Indonesia dengan kerja samanya dengan pengadilan dan organisasi masyarakat sipil akar rumput, bekerja untuk mengubah sikap, meningkatkan layanan pendukung dan informasi bagi anak perempuan dan anak laki-laki, serta meningkatkan pengetahuan dalam masyarakat mengenai persyaratan hukum untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan. Mengubah hasil bagi anak perempuan dan anak laki-laki dengan adanya putusan Mahkamah Konstutisi dan amandemen legislatif juga akan membutuhkan sejumlah sumber daya pelatihan untuk para hakim dan petugas pengadilan tentang bagaimana menentukan kepentingan terbaik anak saat permohonan dispensasi nikah diajukan ke pengadilan.

Putusan Mahkamah Konstitutsi pada 2018 menyorot pada peran kunci pengadilan Indonesia untuk mengakhiri pernikahan anak. Argumen yang disampaikan oleh

5 Putusan Mahkamah Konstitusi Indonesia No 22/PUU-XV/2017.

6 Komunikasi UNICEF pada 14 Oktober 2019 tentang persentase anak perempuan Indonesia yang menikah sebelum usia 19 tahun, perkiraan menurut SUSENAS 2018.

7 Lihat: Mahkamah Agung, 2019; dan juga komunikasi UNICEF pada Mei 2019 UNICEF mengenai persentase anak perempuan Indonesia yang menikah dibawah usia 19 tahun, perkiraan menurut SUSENAS, 2018.

Page 7: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

7

Mahkamah Konstitusi akan menjadi hal penting bagi para hakim Indonesia untuk dipertimbangkan saat menyidangkan permohonan dispensasi nikah di masa depan, juga bagi pembuat kebijakan di Indonesia yang bertujuan untuk mencapai target Sustainable Development Goal 5.3 pada tahun 2030 dan ‘mengeliminasi seluruh praktik berbahaya seperti pernikahan anak, pernikahan dini, dan pernikahan paksa’. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) meluncurkan Strategi Nasional untuk Pencegahan Pernikahan Anak dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk 2020-2024 (RPJMN) dan telah menetapkan target 8,7 persen untuk jumlah perempuan berusia 20-24 tahun yang menikah saat masih berusia dibawah 18 tahun – hal ini akan menghasilkan pengurangan sebesar 2,5 persen dari jumlahnya saat ini (BAPPENAS, 2019).

Naskah ini meninjau perkembangan-perkembangan ini dan mengajukan sejumlah rekomendasi tertentu yang akan meningkatkan kemampuan para hakim untuk menilai sudut pandang anak laki-laki dan anak perempuan dengan lebih akurat saat mempertimbangkan permohonan dispensasi nikah di Indonesia.

BATAS USIA UNTUK MENIKAH DAN MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA

Meskipun batas usia laki-laki dan perempuan di Indonesia untuk menikah tanpa persetujuan orang tua sudah ditetapkan pada usia 21 tahun, pasal 7(1) UU No 1 tahun 1974 tentang Pernikahan mengingat (seperti yang telah disebutkan) bahwa salah satu orang tua dapat memberi persetujuan untuk menikahkan anak perempuannya yang berusia 16 tahun ke atas atau anak laki-laki berusia 19 tahun ke atas. Ketentuan inilah yang dianggap diskriminatif oleh Mahkamah Konstitusi dan baru-baru ini diamandemen oleh DPR.

UU Perlindungan Anak tahun 2002, pasal 268 menyatakan bahwa:

Orang tua bertanggung jawab atas pegasuhan, perawatan, pendidikan dan perlindungan atas anaknya dan … mencegah pernikahan anaknya saat masih dalam usia anak (dibawah usia 18 tahun).

UU No 16 tahun 2019 mengamandemen UU Perkawinan 1974 menyatakan bahwa:

Dengan mempertimbangkan bahwa:

a) Negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunannya melalui pernikahan yang sah, [dan] mejamin hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sesuai mandat UUD 1945;

b) Pernikahan anak berdampak negatif pada pertumbuhan anak dan

8 UU No 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Page 8: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

8

akan mengakibatkan tidak terpenuhinya hak dasar anak, seperti hak perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil anak, hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, dan hak sosial anak

Pasal 7:

1) Pernikahan hanya diizinkan jika baik pihak laki-laki dan perempuan sudah mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun.

2) Dalam hal penyimpangan usia yang disyaratkan sesuai ayat (1), orang tua pihak laki-laki dan pihak perempuan dapat meminta dispensasi dari Pengadilan dengan alasan sangat mendesak dan disertai dengan bukti pendukung yang mencukupi.

3) Saat mengabulkan dispensasi sesuai ayat (2) Pengadilan harus mendengarkan pendapat dari calon pengantin perempuan dan calon pengantin laki-laki yang akan dinikahkan. (penekanan ditambahkan)

Seperti yang sudah disebutkan, amandemen terhadap pasal 7 UU Perkawinan ini masih mengizinkan orang tua untuk mengajukan dispensasi pada pengadilan Indonesia untuk menikahkan anak laki-laki atau anak perempuan mereka yang belum berusia 19 tahun tanpa ditetapkannya batas usia minimum, meskipun dengan persyaratan yang baru dimana perlu ada ‘alasan yang sangat mendesak disertai dengan bukti pendukung yang mencukupi’. Organisasi masyarakat sipil Indonesia telah meminta dimasukkannya batas usia minimum ke dalam amandemen legislatif terbaru, namun tidak berhasil (Nuraini, 2018; Arubone, 2019).

Pengalaman tiga pemohon perempuan pada perkara Mahkamah Konstitusi sudah tidak asing bagi organisasi masyarakat sipil Indonesia yang berkerja dalam bidang kebijakan untuk mengakhiri pernikahan anak, dan mereka juga mengulanginya secara ringkas disini, karena mereka menawarkan masukan terkait pengalaman hidup pengantin anak perempuan di Indonesia, dan mengapa melanjutkan reformasi hukum di bidang ini sangatlah penting.

Ibu Endang dari Indramayu menikah saat berusia 14 tahun dengan seorang laki-laki 37 tahun. Keadaan ekonomi keluarga disebutkan sebagai alasan utama pernikahan ini. Pengadilan menyidangkan bahwa sebagai konsekuensi dari pernikahan tersebut, Ibu Endang harus putus sekolah saat duduk di kelas dua Sekolah Menengah Pertama. Setelah pernikahannya, Ia meneruskan kehidupannya dalam kemiskinan sebagai akibat pendidikannya yang tidak selesai. Menikah di usia belia juga menyebabkan Ibu Endang menderita komplikasi kesehatan.

Ibu Maryanti dari Bengkulu Tengah menikah di usia 14 tahun dengan laki-laki berusia 33 tahun. Keadaan ekonomi keluarga menjadi latar belakang pernikahan ini dan fakta bahwa keluarganya berhutang pada calon pengantin laki-laki. Akibat menikah di usia belia, Ibu Maryanti tidak menyelesaikan pendidikan dasarnya dan mengalami beberapa

Page 9: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

9

kali keguguran.

Ibu Rasminah dari Indramayu menikah saat berusia 13 tahun dengan seorang laki-laki berusia 25 tahun. Faktor ekonomi keluarga disebut sebagai alasan utama pernikahan ini. Ibu Rasminah tidak menyelesaikan ujian di akhir pendidikan dasarnya akibat keadaan ekonomi keluarganya tersebut. Ia melahirkan anak pertamanya pada usia 14 tahun dan kini telah menikah empat kali, dua kali saat usianya masih belia. Pengadilan menyidangkan bahwa seluruh pernikahan Ibu Rasminah terjadi akibat alasan ekonomi. Pada wawancara baru-baru ini, Ibu Rasminah teringat bagaimana perasaannya saat pertama kali menikah di usia 13 tahun:

‘Mimpi saya hanyalah bersekolah dan bermain, tapi tidak bisa. Saya harus menikah dan mengurus anak’, katanya. ‘Anda tidak akan bisa membayangkan bagaimana rasanya bagi saya. Saya masih ingat ibu saya berkata bahwa saya sudah tidak lagi duduk di SD, dan harus menikah, supaya ada yang menjamin bahwa saya diberi makan, dan bisa menyediakan makanan. Pertama kali saya bertemu [mantan suami saya] adalah di kondangan tetangga, mereka menunjuk ke arah dia, dan menyuruh saya untuk ikut dengan dia.’ (Wibawa, 2019)

Mahkamah Konstitusi menyidangkan argumen yang mengizinkan orang tua untuk menyetujui pernikahan anak perempuannya yang berusia dibawah batas minimum adalah melanggar UUD Indonesia, karena hal ini mengakibatkan perlakuan yang berbeda terhadap anak perempuan, dan diskriminasi terhadap mereka, terutama terkait dengan hak atas kesehatan, pendidikan dan peluang atas mata pencaharian. Hal ini juga meningkatkan risiko mereka mengalami kekerasan dan segala bentuk eksploitasi anak. Disebutkan bahwa:

Adanya ketidak-setaraan dalam hukum dan diskriminasi dalam ketentuan batas usia menikah bagi laki-laki dan perempuan dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan telah mengakibatkan kerugian konstitusional, baik riil dan potensial, bagi Pemohon dan perempuan secara umum, karena hak mereka sebagai anak tidak terpenuhi akibat pernikahan dibawah usia 18 tahun. Hak anak-anak ini adalah hak mendasar dan dijamin dalam UUD 1945, yang meliputi, hak atas kesehatan, hak atas pendidikan hak untuk tumbuh kembang, hak untuk bermain, dan hak-hak yang lain.9

Para hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia juga didukung dengan sejumlah data global dan data Indonesia yang juga relevan bagi hakim Pengadilan Agama dan Pengadilan Umum yang menyidangkan permohonan dispensasi nikah. Hal ini termasuk referensi untuk:

• Meningkatnya risiko kematian ibu melahirkan secara signifikan bagi anak perempuan yang melahirkan sebelum menginjak usia 18 tahun, dibandingkan dengan perempuan berusia 18 tahun keatas;

9 Putusan Mahkamah Konstitusi Indonesia No 22/PUU-XV/2017, ayat 73.

Page 10: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

10

• Meningkatnya risiko kematian anak secara signifikan bagi anak perempuan yang melahirkan sebelum menginjak usia 18 tahun, dibandingkan dengan perempuan berusia 18 tahun keatas;

• Semakin tingginya insiden pada kehamilan dan isu kesehatan terkait melahirkan bagi anak perempuan yang melahirkan sebelum menginjak usia 18 tahun;

• Insiden isu psikologis, termasuk depresi, diasosiaikan dengan pernikahan anak dan kehamilan;10

• Fakta bahwa anak perempuan yang menikah dibawah usia 18 tahun, secara signifikan memiliki kecil kemungkinan untuk menyelesaikan pendidikan 12 tahun dibandingkan dengan perempuan yang menikah di usia 18 tahun keatas;11 dan

• Meningkatnya risiko eksploitasi dan kekerasan terhadap anak.

Disidangkan oleh pengadilan:

Salah satu masalah mendasar yang terjadi saat anak-anak dinikahkan oleh orang tuanya dengan calon suami yang lebih tua dengan alasan ekonomi adalah anak pada dasarnya tidak mampu memberi persetujuannya atas tindakan hukum yang diambil termasuk penikahan. Anak perempuan tidak memiliki hak atas tubuhnya sendiri, karena anak harus mematuhi orang tua atau keluarga, agar menikah dengan laki-laki yang mereka tidak kenal. ‘Eksploitasi’ anak yang terjadi ini tidak berhenti saat mereka perlu menentukan apakah ingin menikah atau tidak, namun ini juga memperngaruhi relasi kuasa pada saat penikahan yang dapat berujung pada kekerasan dalam rumah tangga. Anak perempuan yang menikah dengan laki-laki yang lebih tua rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.12

Seperti yang telah disebutkan, pengaturan memutuskan pada tanggal 13 Desember 2018 bahwa pasal 7(1) UU Perkawinan tidaklah konsisten dengan prinsip-prinsip non-diskriminasi dalam UUD. Hal ini memberi batas waktu kepada badan legislatif Indonesia, maksimal tiga tahun untuk mengamandemen UU Perkawinan. Amandemen yang dhasilkan ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 14 Oktober 2019.

10 Putusan Mahkamah Konstitusi Indonesia No 22/PUU-XV/2017, tentang konsekuensi kesehatan, ayat 74-84.

11 Putusan Mahkamah Konstitusi Indonesia No 22/PUU-XV/2017, tentang konsekuensi pendidikan, ayat 85-91.

12 Putusan Mahkamah Konstitusi Indonesia No 22/PUU-XV/2017, ayat 98.

Page 11: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

11

Peran pengadilan dalam mengakhiri pernikahan anak di Indonesia terdiri dari dua lapis. Yang pertama adalah untuk menegakkan hak dasar sebagaimana yang dimaksud oleh Mahkamah Konstitusi yang menjamin kesetaraan perlakuan dan peluang bagi anak perempuan dan anak laki-laki, perempuan dan laki-laki. Peran yang kedua terkait dengan ketentuan saat ini yang memungkinkan orang tua untuk mengajukan perkara ke pengadilan meminta dispensasi untuk menikahkan anak mereka yang masih dibawah umur sesuai ketentuan UU Perkawinan.

PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DI INDONESIA SAAT INI

Pada 2018, 13,880 perkara dispensasi anak diputuskan di Pengadilan Agama bagi warga negara beragama Islam, angka tersebut adalah 20 kali lipat kenaikan selama 14 tahun terakhir, dengan 631 perkara yang diputus di Pengadilan Agama pada tahun 2005.13 Sebaliknya, pada tahun 2018, hanya 201 permohonan dispensasi nikah yang diputus di Pengadilan Umum bagi warga negara non-muslim, merefleksikan jumlah populasi non-muslim Indonesia yang relatif kecil, sekitar 10 sampai 15 persen dari total populasi. Dengan kata lain, ada sejumlah besar permohonan dispensasi nikah Indonesia yang disidangkan di Pengadilan Agama, dan jumlah ini terus bertumbuh secara dramatis.

Meskipun permohonan dispensasi nikah diajukan oleh orang tua atau wali,14 orang yang paling terdampak dari hasil perkara ini adalah tentunya anak perempuan atau anak laki-laki yang dispensasinya dimohonkan ke pengadilan. Konvensi Hak Anak dan UU Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan bahwa anak memiliki hak untuk menyatakan apa yang mereka pikir harusnya terjadi saat orang dewasa mengambil keputusan yang berdampak pada diri mereka dan agar pendapat merekapun turut dipertimbangkan.15 Sebagai negara peserta Konvensi Hak Anak, Indonesia telah berkomitmen untuk memastikan bahwa anak memiliki kesempatan untuk didengarkan dalam proses hukum dan administrasi apapun yang mempengaruhi dirinya, baik secara langsung maupun melalui perwakilan.

Dari tahun 2018 sampai 2019, Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) berkolaborasi dengan sebuah perusahaan Indonesia yang memiliki spesialisasi dalam teknologi machine-reading (HaRol <www.harol.id>) dan lebih dari 12 universitas dan mitra CSO telah melakukan analisis atas lebih dari 1,000 permohonan dispensasi nikah Indonesia. Para adviser AIPJ2 dan mitra CSO mengembangkan sebuah survey yang terdiri dari kurang lebih tiga puluh pertanyaan untuk menganalisis permohonan dispensasi nikah, dan lebih dari 160 perkara telah dibaca dan dianalisis oleh para

13 Lihat data perkara Mahkamah Agung, 2019 dan 2005 yang disediakan oleh Badan Peradilan Agama.

14 UU No 16 tahun 2019, 6 pasal 7(2).

15 Konvensi Hak-Hak Anak, pasal 12; dan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 2, 10 dan 24.

Page 12: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

12

peneliti mitra CSO. Kemudian, HaRol menggunakan teknologi machine-read ini untuk menganalisis 873 permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama dan 40 di Pengadilan Umum dengan pertanyaan yang sama yang digunakan oleh universitas dan peneliti CSO.16

Dari kombinasi machine-read dan pembacaan putusan oleh manusia ini, ada sembilan poin utama muncul, yang akan penting bagi pemerintah Indonesia untuk dipertimbangkan, karena hal ini dapat mengembangkan Strategi Nasional dan Rencana Aksi untuk Pencegahan Pernikahan Anak:

Prevalensi

Lebih dari 95 persen pernikahan anak perempuan di Indonesia terjadi tanpa pengabulan dispensasi nikah oleh hakim seperti yang disyaratkan oleh undang-undang di Indonesia. Analisis putusan AIPJ2 menemukan bahwa 35 persen permohonan dispensasi nikah yang dikaji, adalah perkara yang diajukan oleh orang tua atas nama anak perempuan mereka, dan 65 persen atas nama anak laki-laki mereka.17 Pada tahun 2018, Pengadilan Agama menerima 13,880 permohonan dispensasi nikah. UNICEF memperkirakan bahwa ada 190,533 anak perempuan Indonesia berusia antara 20-24 tahun yang menikah saat berusia dibawah pada tahun 2018.18

Data-data ini menyebutkan bahwa kurang lebih ada 5,000 permohonan dispensasi nikah pada tahun 2018 (35 persen dari 14,000 perkara) diajukan ke pengadilan oleh orang tua atas nama anak perempuan, jumlah yang mewakili hanya 3 persen dari jumlah anak perempuan dibawah usia 16 tahun yang diperkirakan menikah pada tahun 2018.

OutcOme

99 persen perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama dikabulkan permintaan dispensasi nikahnya oleh hakim, untuk menikahkan anak berusia dibawah batas usia pernikahan yang sah.

16 Metodologi dan temuan untuk penelitian AIPJ2 dapat sepenuhnya dicari melalui: <https://aipj.or.id/pages/publication/decision-analysis-of-marriage-dispensation-cases-in-indonesia>.

17 Perbedaan persentase jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan antara atas nama anak laki-laki dan atas nama anak perempuan terlihat pada analisis putusan, ini dikarenakan perbedaan batas usia yang ditentukan dalam UU Perkawinan sebelum diamandemen. Ada lebih banyak perkara yang diajukan orang tu atas nama anak lakinya saat mereka diwajibkan meminta dispensasi nikah saat anak laki-laki tersebut berusia dibawah 19 tahun dibandingkan dengan anak perempuan dibawah usia 16 tahun. Akan sangat menarik untuk mengamati apakah jumlah perkara yang diajukan ke pengadilan atas nama anak laki-laki dan anak perempuan akan sama setelah amandemen UU Perkawinan.

18 Komunikasi dengan Kantor UNICEF Indonesia pada 8 Mei 2019 tentang permodelan dari SUSENAS, 2018.

Page 13: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

13

sudut Pandang anak

Anak adalah pihak yang paling terkena dampak putusan pengadilan. Namun, hanya 55 persen putusan yang dengan jelas mengindikasikan bahwa anak yang dispensasi nikahnya dimohonkan, hadir saat persidangan. Empat-puluh-lima persen putusan tidak mengindikasikan dengan jelas apakah anak hadir saat persidangan atau apakah sudut pandangnya dipertimbangkan oleh hakim saat sidang.

satu dari emPat Orang PeremPuan dalam Perkara Perceraian, menikah saat Belum cukuP umur

Dalam lebih dari 500,000 perkara perceraian di Indonesia yang dianalisis dengan menggunakan teknologi machine-read (AIPJ2, 2019b), 24 persen pihak istri masih belum cukup umur saat menikah, dibandingkan dengan 2 persen pihak suami yang masih belum cukup umur saat menikah. UNICEF memperkirakan bahwa 11 persen anak perempuan di Indonesia menikah dibawah usia 18 tahun (BPS dan UNICEF, 2020). Namun, 24 persen perempuan dalam perkara perceraian menikah saat belum cukup umur, hal ini mengindikasikan tingkat perceraian yang tinggi bagi perempuan yang menikah dibawah usia 18 tahun.

disaBilitas

Hanya satu dari 1000 putusan merujuk pada anak penyandang disabilitas, namun pada 2015 Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS) menemukan bahwa 9 persen populasi Indonesia hidup dengan kondisi disabilitas, sementara WHO memperkirakan bahwa sekitar 15 persen perempuan, laki-laki dan anak-anak di dunia hidup dengan kondisi disabilitas.

usia anak dalam PermOhOnan disPensasi nikah

Rata-rata usia anak perempuan dalam permohonan dispensasi nikah adalah 14,5 tahun, sementara while rata-rata usia anak laki-laki dalam permohonan dispensasi nikah adalah 16,5.

PerBedaan usia dalam PermOhOnan disPensasi nikah

Delapan dari sepuluh anak laki-laki memiliki calon istri yang secara kontemporer berada dalam rentang usia 16-19. Namun, hanya tida dari sepuluh anak perempuan yang memiliki calon suami yang secara kontemporer berada dalam rentang usia 16-19.

alasan PermOhOnan disPensasi nikah

Tujuh dari sepuluh permohonan dispensasi nikah, calon pengantin perempuan tidak dalam keadaan hamil. Alasan yang disampaikan oleh hakim dalam mengabulkan permintaan izin menikah ini adalah:

• anak berisiko mengganggu nilai agama atau norma sosial.

Page 14: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

14

• Baik anak perempuan dan anak laki-laki saling mencintai.

Perwakilan hukum

Tidak adak referensi yang menyebutkan bahwa 14,000 anak perempuan dan anak laki-laki yang orang tuanya mengajukan dispensasi ke pengadilan agar dinikahkan, mendapat akses atas perwakilan hukum independen.

PERKARA SIAPA?

Terjadi isu teknis pada karakterisasi permohonan dispensasi nikah oleh pengadilan Indonesia yang memiliki sejumlah konsekuensi yang signifikan baik untuk anak perempuan dan anak laki-laki, dan khususnya apakah sudut pandang mereka akan didengarkan dan dipertimbangkan secara terpisah dari sudut pandang orang tua mereka.

Dalam undang-undang hukum perdata terdapat perbedaan antara dua jenis perkara perdata: sebuah permohonan dan gugatan. Perbedaan mendasar antara kedua jenis perkara ini adalah permohonan dianggap sebagai permohonan kepada pengadilan oleh hanya salah satu pihak dimana aspek mendasar dari masalah tersebut tidak diperdebatkan, sementara gugatan melibatkan paling tidak dua pihak – seorang penggugat dan tergugat – dan masalah yang diajukan kepada hakim adalah masalah yang disengketakan. Sebuah contoh permohonan adalah perkara pengesahan pernikahan dimana suami dan istri mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk secara formal mengakui keabsahan pernikahan sejak tanggal pernikahan secara agama mereka lakukan, sebagai upaya mendaftarkan pernikahan mereka secara formal.19 Pasangan yang menikah datang sebagai satu pihak dan perkara yang diajukan ke pengadilan bukanlah sengketa. Sebaliknya, sebuah perkara perceraian memiliki dua pihak yang membawa masalah yang diperdebatkan ke hadapan hakim untuk diputuskan.

Sebuah permohonan dispensasi nikah saat ini dikategorikan sebagai permohonan, meskipun memiliki beberapa aspek tertentu yang sebenarnya bersifat gabungan antara kedua jenis perkara perdata tersebut. Di Indonesia, pihak yang mengajukan permohonan dispensasi nikah adalah orang tua atau wali dari anak yang akan dinikahkan. Namun, adalah tanggung jawab hakim untuk menentukan apakah pernikahan anak tersebut memenuhi kepentingan terbaik anak sebagai hal yang terpisah dari argumen yang disampaikan ke hadapan pengadilan oleh orang tua atau pemohon dalam permohonan. Dalam hal ini, adalah jelas bahwa sebuah dispensasi nikah merupakan perkara dimana hakim harus mempertimbangkan lebih dari satu sudut pandang saja.

19 UU Perkawinan, pasal 2. Sesuai penjelasan detail dibawah, agar sebuah pernikahan diakui di negara Indonesia, maka pertama-tama pernikahan harus dilakukan secara agama, lalu didaftarkan secara formal pada kantor pemerintah terkait.

Page 15: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

15

Di Indonesia, kedua jenis perkara perdata, permohonan dan gugatan, biasanya disidangkan di hadapan majelis yang terdiri dari tiga orang hakim, kecuali jika undang-undang menentukan pengaturan yang berbeda.20 Namun, ada perbedaan antara sistem Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama dalam hal dispensasi nikah. Pengadilan Agama mengakui sifat rumit perkara ini dan disidangkan oleh majelis yang terdiri dari tiga orang hakim. Namun, pada Pengadilan Umum, perkara jenis ini umumnya disidangkan oleh satu hakim saja.

Mencari cara agar majelis hakim dapat mendengar langsung dari anak perempuan atau anak laki-laki yang dimohonkan izin pernikahan oleh orang tuanya adalah hal yang sangat penting, jika hakim dapat menentukan kepentingan terbaik bagi anak. Penelitian AIPJ2 menunjukkn bahwa dalam 99 persen permohonan dispensasi nikah anak yang dianalisis, para hakim mengabulkan permintaan orang tua untuk menikahkan anaknya, dan dalam separuh perkara tersebut tidak jelas apakah hakim telah mempertimbangkan sudut pandang anak sama sekali, atau apakah anak memiliki kedewasaan yang disyaratkan untuk melakukan pernikahan yang diajukan, dan mempertimbangkannya sebagai kepentingan terbaiknya dalam jangka waktu panjang.

Pada bulan November 2019, Mahkamah Agung Indonesia menyelesaikan Pedoman Praktis dalam Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.21 Hal yang menarik, pasal 1(11) menyebutkan bahwa seluruh permohonan dispensasi nikah akan disidangkan oleh satu hakim saja, baik di Pengadilan Umum maupun di Pengadilan Agama, walaupun jika permohonan yang disidangkan memiliki tingkat kerumitan tinggi. Namun, Pedoman Praktis tersebut menyebutkan bahwa hakim harus mendapatkan sudut pandang anak perempuan atau anak laki-laki yang permohonannya sedang diajukan, serta mempertimbangkan informasi kesehatan dan pendidikan yang lain, saat menentukan apakah mengabulkan permintaan dispensasi nikah akan memenuhi kepentingan terbaik anak. Yang lebih penting, hakim harus mempertimbangkan sudut pandang tersebut dalam memutus, dan jika tidak maka putusan akan dianggap batal demi hukum.22

Secara spesifik, hakim harus mendengarkan apakah anak menginginkan pernikahan untuk dilakukan dan apakah anak sudah siap secara psikologis untuk melakukan pernikahan. Hakim juga harus mempertimbangkan apakah ada paksaan psikologis, seksual atau ekonomi terhadap anak dan/atau keluarganya terkait dengan pernikahan tersebut.23 Hakim dapat: mendengar sudut pandang anak tanpa kehadiran orang

20 Pasal 11(1 dan 2), UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

21 Peraturan Mahkamah Agung (Peraturan) No 5 tentang 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin; and Jamaluddin, 2019.

22 Peraturan Mahkamah Agung No 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin pasal 13.

23 Peraturan Mahkamah Agung No 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin pasal 14.

Page 16: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

16

tuanya; mengizinkan seorang pendamping untuk membantu anak pada persidangan, dan mencari laporan medis, psikologis dan sosial dari profesional guna membantu hakim dalam memutus.24

Hakim juga harus memberi nasihat kepada orang tua dan calon suami atau istri untuk memastikan bahwa mereka memahami risiko pernikahan termasuk hal-hal terkait: kemungkinan berhentinya pendidikan bagi anak; dampak terhadap anak perempuan jika memiliki anak sebelum menginjak usia 18 tahun; dampak ekonomi, sosial dan psikologis pernikahan bagi anak; dan potensi terjadinya sengketa dan kekerasan dalam rumah tangga. Sekali lagi, jika hakim gagal memberikan nasihat ini maka putusan dispensasi nikah akan dianggap batal demi hukum.25

Pedoman Praktis juga menyatakan bahwa jika pemohon membawa permohonan dispensasi nikah atas nama anak menghadapi kesulitan finansial, maka Ia dapat meminta pembebasan biaya pengadilan.26

Akan penting untuk memonitor apakah amandemen terhadap UU Perkawinan, dikombinasikan dengan persyaratan Pedoman Praktis baru Mahkamah Agung, akan membawa perubahan dalam cara penanganan permohonan dispensasi nikah di pengadilan.

MITRA KOLABORASI UTAMA – KEMENTRIAN AGAMA

Di Indonesia, sebuah pernikahan harus sah menurut agama kedua pasangan dan juga harus didaftarkan pada negara.27 Jika kedua pasangan tidak mendaftarkan pernikahan mereka dalam jangka waktu tertentu, mereka dapat mendaftar ke pengadilan dan meminta pengesahan pernikahan retrospektif. Di Indonesia, Pengadilan Agama adalah pengadilan hukum keluarga bagi warga negara beragama Islam. Mereka memiliki peran penting dalam mengesahkan pernikahan yang sah menurut hukum Islam namun belum terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) dan karena itu akta/buku nikah belum dapat diterbitkan.

Buku nikah merupakan dokumen penting bagi pihak perempuan, sebagai bukti nyata atas tanggal pengesahan hubungan. Hal ini juga penting bagi anak hasil pernikahan tersebut, karena dokumen ini akan memungkinkan mereka mendapatkan akta kelahiran

24 Peraturan Mahkamah Agung No 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin pasal 15.

25 Peraturan Mahkamah Agung No 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin pasal 12.

26 Peraturan Mahkamah Agung No 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin pasal 9.

27 UU Perkawinan, pasal 2

Page 17: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

17

yang menyebutkan nama kedua orang tua mereka.28 Pada tahun 2018, hampir 60,000 pasangan meminta pengesahan pernikahan ke Pengadilan Agama, dibandingkan dengan 13,000 permohonan pada satu dekade yang lalu, hal ini menunjukkan meningkatnya pentingnya memiliki akta kelahiran dan dokumen identitas hukum lain untuk mendapatkan akses terhadap pendidikan, pekerjaan dan berbagai macam layanan sosial.29

Selama 20 tahun terakhir, jumlah pernikahan secara Islam yang terdaftar di Kementrian Agama tetap konstan di angka kurang lebih 2 juta pernikahan per tahunnya.30 Namun, selama waktu tersebut, populasi Indonesia telah meningkat 27 persen dari 209 juta pada tahun 1999 menjadi 265 juta pada tahun 2018. Hal ini berarti bahwa gap yang cukup lebar pada jumlah perempuan dan laki-laki yang tidak mendaftarkan pernikahan mereka.

Seperti yang sudah disebutkan, pada tahun 2018 UNICEF memperkirakan bahwa 19 persen perempuan berusia 20 sampai 24 tahun menikah sebelum menginjak usia 19 tahun.31 Amandemen tahun 2019 terhadap UU Perkawinan berarti bahwa agar pernikahan tersebut dapat didaftarkan, orang tua anak perempuan harus mendapatkan izin pengadilan. Temuan penelitian AIPJ2 menyebutkan bahwa hanya 3 persen yang mangajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan dalam rangka menikahkan anak perempuannya. Implikasi hal ini adalah dari tahun 2020 dan selanjutnya, kurang lebih dua juta anak perempuan di Indonesia akan melakukan pernikahan yang tidak terdaftar. Jumlah ini setara dengan total jumlah pernikahan terdaftar di Indonesia setiap tahunnya.

28 Pada tahun 2016, Menteri Dalam Negeri menerbitkan peraturan yang menyatakan bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan yang menikah sah secara agama dapat menandatangani Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa mereka adalah orang tua anak dan bahwa Kartu Keluarga mereka membuktikan pernikahan mereka secara agama (Menteri Dalam Negeri. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 9 tahun 2016 tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran. Namun, banyak pasangan dengan pernikahan secara agama yang Kartu Keluarganya tidak dapat membuktikan fakta bahwa mereka telah menikah menurut agama, tidak bisa mendapatkan akta kelahiran yang menyebutkan nama kedua orang tuanya untuk anak mereka. Ketiadaan nama ayah pada akta ini dapat mendatangkan konsekuensi sosial dan hukum yang signifikan di Indonesia. Detail lebih lanjut mengenai penjelasan dokumentasi identitas hukum termasuk buku nikah dan akta kelahiran serta interaksi yang kompleks antara peraturan perndang-undangan Indonesia dan praktik Kantor Urusan Agama dan kantor catatan sipil, silakan merujuk pada Sumner (2016) and (2015) dan Sumner and Kusumaningrum (2014).

29 Data Laporan Tahunan Mahkamah Agung tahun 2018 dan 2009 didapatkan dari Badan Peradilan Agama, Untuk kepentingn akta elahiran dan akta/buku nikah, lihat Sumner (2010); Sumner and Lindsey (2010); dan Hanmer and Elephante (2016).

30 Kementrian Agama, Rekapitulasi Data Peristiwa Nikah dan Rujuk Seluruh Indonesia 1999-2018.

31 Komunikasi Kantor UNICEF Indonesia pada Oktober 2019 menurut permodelan UNICEF dari data SUSENAS 2018 data dan perkiraan data SUPAS.

Page 18: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

18

Pada akhir tahun 2018, Kementrian Agama meluncurkan Basis Data buku nikah versi terbaru (SimKAH) yang terkoneksi dengan Basis Data SIAK milik Kementrian Dalam Negeri. Di KUA seluruh Indonesia, para petugas akan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) setiap pernikahan dan kolom data pribadi the SimKAH akan terisi secara otomatis dari Basis Data SIAK Kementrian Dalam Negeri. Jika satu atau lebih pasangan nikah berusia dibawah umur diizinkan untuk menikah oleh UU Perkawinan Indonesia, buku nikah tidak akan dapat dicetak sampai nomor putusan dispensasi nikah dimasukkan. Pada tahun 2019, Kementrian Agama untuk pertama kalinya akan memiliki data real-time dan terpisah antara anak perempuan dan anak laki-laki yang menikah di Indonesia dan mengajukan permintaan untuk mendapatkan buku nikah.

Salah satu pendorong terjadinya pernikahan anak di Indonesia adalah gagalnya pihak-pihak yang mengesahkan pernikahan secara agama dalam menjelaskan bahwa pernikahan harus didaftarkan di Kantor Urusan Agama agar sah di mata negara. Di Bangladesh, inisiatif Akses terhadap Informasi (a2I) telah mengembangkan SMS solution yang melibatkan pemuka agama setempat, termasuk Qazi (terdaftar di pemerintah untuk mengesahkan pernikahan), untuk meminta Basis Data pencatatan sipil pusat (Birth Registration Information System - BRIS) untuk memeriksa kelayakan anak untuk menikah. Jika calon pengantin perempuan atau laki-laki masih berusia dibawah batas usia pernikahan di Bangladesh, maka Qazi tidak akan mendaftarkan pernikahan dan akan menyatakan pernikahan tersebut tidak sah. Selain Qazi, ada lebih dari 85,000 penghulu informal32 di seluruh negeri yang juga mengesahkan pernikahan menurut sudut pandang agama. Para penghulu informal ini juga dapat mengakses SMS solution ini untuk memverifikasi usia. Data dari sistem dapat juga digunakan untuk memahami prevelansi perkara pernikahan anak di daerah tertentu yang mendukung target intervensi untuk mencegah pernikahan anak agar tidak terjadi. Setelah uji coba solusi ini berhasil, kini solusi ini diperluas ke 59 kabupaten dengan bekerja sama dengan Plan International Bangladesh, dalam menjangkau lebih banyak orang yang melakukan pernikahan dalam lingkup formal maupun informal.33

Faktor lain yang berkontribusi menyebabkan pernikahan yang tidak terdaftar dan pernikahan anak adalah kemiskinan. Survey tahun 2015 yang menmutakhirkan Basis Data Terpadu Pemerintah Indonesia dengan data 40 persen rumah tangga termiskin34 menunjukkan bahwa 4 dari 10 perempuan dan laki-laki menikah hidup dalam kategori 40 persen rumah tangga di Indonesia tidak mampu mendapatkan akta/buku nikah. Untuk menurunkan angka pernikahan tidak terdaftar di Indonesia, Kementrian Agama harus

32 Plan International Bangladesh menyarankan bahwa Unit Inovasi Tata Kelola dibawah kuasa Perdana Menteri menyimpan daftar penghulu.

33 Informasi mengenai inisiatif Akses Informasi di Bangladesh, (a2I) yang disampaikan pada penulis oleh Kantor Pusat Plan International pada tanggal 31 Oktober 2019 dan Plan International Bangladesh pada tanggal 13 November 2019.

34 Data Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBTD) 2015 yang disampaikan pada penulis oleh TNP2K, bulan Juli 2019.

Page 19: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

19

menyingkirkan hambatan-hambatan seperti tidak adanya kesadaran, biaya, jarak dan kerumitan yang dihadapi oleh pasangan menikah dalam kategori 40 persen rumah tangga termiskin tersebut dalam mendaftarkan pernikahannya pada saat mereka menikah menurut agama. Dan juga penting bagi Kementrian Agama untuk melibatkan pemuka agama yang memimpin upacara pernikahan dan mencari mekanisme untuk memeriksa apakah pengantin perempuan dan laki-laki sudah berusia 19 tahun atau belum, seperti sistem SMS yang diujicobakan di Bangladesh.

Di saat yang sama, penting bagi pengadilan di Indonesia untuk mengentaskan hambatan pengetahuan, jarak dan masalah keuangan bagi orang tua yang mengajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan Indonesia. Harus ada pertimbangan untuk membebaskan biaya pada seluruh permohonan dispensasi nikah. Biaya pengadilan untuk permohonan dispensasi nikah dapat bervariasi tergantung pada biaya pemanggilan para pihak namun biaya bagi orang tua untuk mengajukan permohonan dispensasi nikah adalah kurang lebih Rp 200,000. Biaya pengadilan ini sama dengan separuh dari pendapatan bulanan per kapita orang yang hidup dibawah garis kemiskinan di Indonesia, yaitu Rp 410,670 (BPS, 2019a). Mahkamah Agung Indonesia mengakui bahwa kategori 40 persen rumah tangga termiskin termasuk dalam Basis Data Terpadu Tim Nasional untuk Percepatan Pengentasan Kemiskinan ini berhak atas pembebasan biaya pengadilan.35 Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa anak perempuan yang berasal dari rumah tangga dengan quintile pengeluaran terendah memiliki kemungkinan empat kali lebih tinggi untuk menikah dibawah usia 18 tahun (BAPPENAS, 2019).

Kementrian Agama adalah mitra utama dalam meningkatkan kesadaran di Indonesia bahwa: cara terbaik mencapai kepentingan anak dan Indonesia adalah dengan memastikan anak menyelesaikan pendidikan sekolah 12 tahun; bahwa anak muda memiliki kebebasan yang sama dengan orang dewasa dalam menentukan keinginannya untuk menikah; dan bahwa anak perempuan harus mendapatkan kesempatan untuk tidak hamil sampai usianya mencapai 18 tahun. Sebuah kampanye informasi masal peru dikembangkan oleh pemerintah Indonesia, dan Kementrian Agama pada khususnya, untuk mengomunikasikan alasan mengapa pernikahan harus didaftarkan di KUA bagi warga negara Muslim dan di catatan sipil bagi warga negara non-Muslim.

MUNCULNYA MASALAH KEBIJAKAN UTAMA

Mengingat bahwa pihak legislatif Indonesian kini sudah menaikkan usia dimana orang tua dapat secara legal memberi persetujuan bagi anak perempuannya untuk menikah, pemerintah Indonesia menghadapi sejumlah masalah kebijakan penting:

masalah kePatuhan

35 Peraturan Praktik Mahkamah Agung No 1 tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum di Pengadilan Bagi Masyarakat Tidak Mampu memutakhirkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum.

Page 20: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

20

Legislatif Indonesia telah mengamandemen UU Perkawinan, namun saat ini ratusan ribu orang tua di seluruh wilayah Indonesia menikahkan anak perempuan mereka tanpa persetujuan pengadilan (AIPJ2, 2019). Menaikkan batas usia dari 16 menjadi 19 tahun bagi anak perempuan tidak akan meningkatkan kepatuhan terhadap hukum Indonesia di kota dan desa kecuali dilakukan aksi bersama pada berbagai sisi.

masalah kaPasitas

Jika seluruh orang tua Indonesia mengikuti amandemen UU Perkawinan yang baru, akan ada tambahan dua juta perkara di pengadilan Indonesia yang melibatkan permintaan untuk anak perempuan menikah dibawah usia 19 tahun (menurut perkiraan UNICEF, pada tahun 2018, 19 persen perempuan berusia antara 20-24 tahun menikah saat belum menginjak usia 19 tahun).36 Hal ini akan menyebabkan 140 kali lipat kenaikan pada jumlah permohonan dispensasi nikah yang saat ini disidangkan oleh pengadilan Indonesia, memperbesar total beban perkara yang saat ini ada 550,000 perkara yang diterima dalam satu tahun oleh Pengadilan Agama. Hal ini akan menciptakan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan jumlah hakim dan petugas pengadilan untuk menangani kenaikan angka perkara dispensasi nikah. Jika pengadilan tidak mampu menangani jumlah perkara ini dengan tepat waktu, maka akan banyak orang tua yang akan mengabaikan mereka, dan menikahkan anak-anak mereka yang dibawah umur secara ilegal.

masalah suara anak

Dalam separuh jumlah perkara yang dianalisis, putusan tidak mengindikasikan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki yang permohonan nikahnya dimohonkan, memiliki kesempatan menyampaikan sudut pandangnya di hadapan hakim. Sudut pandang anak laki-laki atau anak perempuan sangat penting, karena akan ada bagian dalam permohonan dispensasi nikah dimana remaja melakukan penjajakan dan mungkin meyakini bahwa pernikahan adalah satu-satunya cara melakukan hubungan usia remaja yang dapat diterima secara sosial. Ada beberapa permohonan dispensasi nikah yang diputus di Indonesia dimana hakim tidak mengabulkan dispensasi nikah bahkan ketika anak perempuan yang bersangkutan sedang hamil, karena mereka melihat bahwa pernikahan tidak dapat memenuhi kepentingan terbaik anak dalam jangka waktu panjang dan akan menambah masalah kehamilan remaja.37

masalah OutcOme

Pada bagian permohonan yang sampai ke pengadilan hakim hampir selalu mengabulkan

36 Komunikasi dengan Kantor UNICEF Indonesia, 14 Oktober 2019.

37 Sebagai contoh: Pengadilan Agama Wates, Putusan No 63/Pdt.P/2018/PA.Wt, 30 Agustus 2018 (Sumaryati binti Kasan Miharjo); Pengadilan Agama Wates, Putusan No 52/Pdt.P/2018/PA.Wt, 27 Juli 2018 (Tomi Widodo bin Sukmawi); Pengadilan Agama Wates, Putusan No 21/Pdt.P/2018/PA.Wt, 19 Maret 2018 (Supardi bin Siswo Kartodemejo).

Page 21: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

21

permintaan dispensasi nikah. Di masa depan, akan penting bagi para hakim Indonesia untuk mendemonstrasikan pertimbangannya untuk kepentingan anak dalam putusan mereka, dengan mempertimbangkan dampak signifikan pada pendidikan, kesehatan dan mata pencaharian bagi anak perempuan/perempuan muda yang menikah dibawah usia 19 tahun.

Alih-alih hakim hanya mengabulkan atau menolah permintaan dispensasi bagi anak perempuan/anak laki-laki untuk dinikahkan, 14,000 dispensasi nikah yang saat ini sampai ke pengadilan dapat menjadi titik dimana sejumlah konseling terintegrasi terkait hukum, pendidikan, beasiswa, dan layanan kesehatan reproduksi dapat dimobilisasikan guna memastikan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki di Indonesia dapat mengenyam pendidikan 12 tahun dan terhindar dari kehamilan sampai usia mereka mencapai delapan belas tahun.

langkah selanjutnya

Pernikahan anak merupakan masalah rumit di setiap negara dan membutuhkan intervensi di berbagai tingkat dalam periode waktu yang signifikan untuk berdampak pada norma sosial yang berkontribusi pada penikahan anak perempuan dibawah umur. Lima strategi berikut akan dapat mengatasi masalah-masalah terkait kepatuhan, kapasitas dan outcome yang terjadi dalam perkara pernikahan anak.

mengatasi masalah kePatuhan

Mengubah hati dan pikiran anak, orang tuanya, pemuka agama dan sejumlah pekerjaan sosial, petugas kesehatan, pendidikan, dan lain-lain pada sejumlah lembaga pemerintah mengenai usia yang tepat bagi anak perempuan dan anak laki-laki untuk menikah akan membutuhkan kampanye sosial besar yang menargetkan berbagai kelompok melalui cara yang mereka anggap masuk akal. Siklus pernikahan anak yang tidak terdaftar dan kehamilan pada pengantin anak saat ini, seringnya diikuti dengan perceraian, bukanlah jalur yang akan mengarahkan menuju remaja kohort yang berkembang, terpelajar dan sehat atau keluarga sehat. Menciptakan ruang bagi hubungan remaja di luar/selain pernikahan dan memberi informasi yang tepat mengenai hubungan yang sehat dan kesehatan reproduksi bagi anak dan remaja akan menjadi tantangan namun sangat penting.

1. Melaksanakan kampanye nasional yang mengadvokasi batas minimum usia untuk menikah 18 tahun keatas, konsisten dengan UU Perlindungan Anak Indonesia, dan hal ini menormalisasikan dan menerima hubungan remaja selain pernikahan.

• Kementrian Agama, BAPPENAS dan CSO berkolaborasi pada amandemen terhadap UU Perkawinan yang menetapkan batas usia minimum 18 tahun yang tidak memungkinkan hakim untuk mengabulkan dispensasi nikah yang diminta.

• Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan dan Budaya berkolaborasi

Page 22: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

22

pada hubungan yang sehat dan kurikulum kesehatan reproduksi untuk siswa/i sekolah di tingkat sekolah dasar dan menengah pertama guna meningkatkan pengetahuan anak perempuan dan anak laki-laki tentang hubungan dalam dan diluar pernikahan dan bagaimana cara menghindari kehamilan remaja.

• Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berkolaborasi dengan Kementrian Pendidikan dan Budaya serta Kementrian Agama dalam kebijakan yang jelas untuk mendukung anak perempuan yang menikah dan/atau hamil agar tetap dapat bersekolah dan menyelesaikan pendidikan 12 tahun. Saat ini, anak-anak perempuan ini didorong untuk meninggalkan atau pindah sekolah dan mengambil program pendidikan penyetaraan. Sebuah pernyataan menjelaskan bahwa pendidikan 12 tahun merupakan hak dasar bagi anak di seluruh wilayah Indonesia, terlepas dari kondisi pribadi, baik keadaan hamil atau menikah, ini adalah pesan yang penting untuk disampaikan pada naka-anak perempuan dan laki-laki serta keluarga mereka. Dukungan dapat berupa beasiswa dan mentoring untuk mendorong anak perempuan agar menyelesaikan 12 tahun pendidikan di sekolah. Di Indonesia, anak perempuan yang menikah dibawah usia 18 tahun memiliki kemungkinan paling tidak empat kali lipat lebih rendah dalam menyelesaikan pendidikan menengah atau setara (BPS dan UNICEF, 2020).

• Pemerintah Indonesia melakukan kampanye nasional untuk menciptakan ruang bagi hubungan remaja selain pernikahan sebagai bagian dari Strategi Nasional untuk Mengakhiri Pernikahan Anak. Hal ini juga termasuk memberdayakan anak muda dalam kampanye agar dapat menyampaikan aspirasi mereka terkait pernikahan modern, hubungan yang sehat dan keluarga berencana.

• Catatan Pedoman diterbitkan ole Presiden Indonesia, Menteri Kesehatan atau lembaga Indonesia lain yang selaras dengan pedoman World Health Organisation, merekomendasikan penurunan angka pernikahan dibawah usia 18 tahun. Perkiraan menyebutkan 10 persen pengurangan pada angka pernikahan anak dapat berkontribusi pada 70 persen pengurangan tingkat kematian ibu di sebuah negara (WHO, 2018 dan WHO, 2011).

• Kementrian Agama mempertimbangkan untuk mengujicoba sebuah SMS solution yang memungkinkan pemuka agama setempat untuk meminta pada basis data catatan sipil pusat untuk memeriksa kelayakan calon pengantin perempuan dan laki-laki untuk menikah, dan menyampaikan pemberitahuan pernikahan menurut agama kepada KUA melalui cara elektronik.

• Kementrian Agama melakukan kampanye nasional yang diarahkan pada orang tua, pemuka agama dan anak-anak, memberi informasi bahwa kepentingan anak dan Indonesia dapat tercapai dengan cara terbaik dengan penyelesaian pendidikan 12 tahun bagi anak dan untuk anak peremuan

Page 23: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

23

menunda pernikahan dan kehamilan sampai mencapai usia 18 tahun atau lebih. Di saat yang sama, sebuah kampanye informasi masal perlu disampaikan oleh pemerintah Indonesia guna mengomunikasikan alasan mengapa pernikahan harus didaftarkan di KUA atau catatan sipil.

2. Mengentaskan hambatan pengetahuan, jarak dan masalah keuangan bagi orang tua yang mengajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan Indonesia.

• Pengadilan Indonesia dan Kementrian Agama mempertimbangkan untuk mendanai pelaksanaan layanan mobile agar permohonan dispensasi nikah bagi keluarga yang tinggal di daerah terpencil dapat disidangkan dengan biaya terjangkau dan nyaman secara keliling.

mengatasi masalah kaPasitas dan OutcOmes, termasuk suara anak

Amandemen pada UU Perkawinan berpotensi untuk meningkatkan total beban perkara Pengadilan Agama dari 555,000 permohonan yang diajukan pada tahun 2018 menjadi 2,5 juta permohonan jika seluruh orang tua di Indonesia segera mengikuti amandemen yang diajukan terhadap UU Perkawinan. Sementara maslah kepatuhan dan hambatan terhadap permohonan yang diajukan ke pengadilan seperti yang disebutkan di atas akan harus diatasi terlebih dahulu, pengadilan Indonesia, BAPPENAS dan Kementrian Keuangan akan perlu mempertimbangkan bagaimana cara untuk menyerap kenaikan permintaan layanan pengadilan dengan cara yang menjadkan pegadilan dapat diakses oleh semua kelompok dari berbagai sosial demografi dan memberi outcomes bagi anak perempuan dan anak laki-laki yang menggalakkan kebutuhan mereka akan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan secara jangka panjang.

3. Lembaga pemerintah Indonesia mengalokasikan sumber daya anggaran yag mencukupi dan mengembangkan pedoman untuk memastikan anak perempuan dan anak laki-laki yang berisiko mengalami pernikahan anak dapat menerima nasihat, dukungan dan layanan rujukan yang mereka butuhkan, termasuk untuk ikut menerima informasi dalam permohonan dispensasi nikah yang diajukan ke pengadilan Indonesia. Hal ini mencakup:

• Mendanai jalur komunikasi anak bebas biaya yang menyediakan konseling dan rujukan terhadap layanan hukum, kesehatan dan layanan lain melalui layanan telepon atau chatbot.

• Menyediakan pendanaan sekaligus memfasilitasi akses untuk anak perempuan dan anak laki-laki dalam permohonan dispensasi nikah terhadap pengacara anak independen yang dapat memberi nasihat hukum dan perwakilan dalam permohonan dispensasi nikah, serta menghadirkan sudut pandang anak yang dispensasi nikahnya dimohonkan di pengadilan, secara independen terlepas dari orang tua.

Page 24: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

24

• Menyediakan pendanaan dan memfasilitasi laporan dari petugas sosial atau psikolog yang menjelaskan: kondisi pribadi anak dan keluarga yang dispensasi nikahnya dimohonkan; apakah anak masih bersekolah; sudut pandang anak terhadap pernikahan yang akan dilakukan dan apakah anak terpaksa untuk menikah dengan calon pengantin; dan dampak pengabulan permintaan dispensasi terhadap anak.

• Mendukung jasa paralegal yang menghubungkan anak perempuan serta keluarganya di desa di seluruh Indonesia, dengan layanan-layanan yang disebut di atas.

• Menargetkan beasiswa dan layanan mentoring untuk mendukung kebijakan pemerintah Indonesia, yaitu menempuh pendidikan selama 12 tahun bagi anak perempuan, termasuk risiko pernikahan anak atau anak yang sudah menikah.

4. Mahkamah Agung Indonesia perlu menyediakan pedoman dan sumber daya pelatihan bagi para hakim tentang bagaimana mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak perempuan atau anak laki-laki saat memutus permohonan dispensasi, termasuk:

• Sebelum, selama dan setelah permohonan di pengadilan, anak perempuan dan anak laki-laki yang menjadi subyek permohonan dispensasi nikah harus menerima nasihat tentang bagaimana mengakses layanan nasihat hukum independen, konseling, dan layanan lain yang sesuai dari layanan pemerintah daerah

• Terlepas dari dikabulkan atau tidaknya dipensasi nikah, anak harus menerima layanan pendukung untuk membantu anak dan keluarganya agar tetap dapat menempuh pendidikan 12 tahun dan menerima informasi kesehatan reproduksi yang sesuai guna mengurangi risiko kehamilan remaja.

• Para hakim harus menerima laporan dari petugas sosial atau psikolog yang menjelaskan: kondisi pribadi anak yang dispensasi nikahnya dimohonkan, dan keluarganya; apakah anak masih bersekolah; sudut pandang anak terhadap pernikahan yang akan dilakukan dan apakah anak terpaksa untuk menikah dengan calon pengantin; dan dampak pengabulan permintaan dispensasi terhadap anak.

• Protokol/tata cara yang menjelaskan cara agar hakim dapat mewawancarai anak perempuan atau anak laki-laki dengan tepat atau mendengarkan sudut pandang anak.

5. Kementrian Keuangan, BAPPENAS dan Mahkamah Agung mempertimbangkan anggaran yang dibutuhkan agar permohonan dispensasi anak dapat diputus dengan tepat dan mendukung kepentingan terbaik anak, termasuk:

Page 25: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

25

• Meningkatkan jumlah hakim dan petugas pengadilan sesuai dengan meningkatnya jumlah permohonan dispensasi nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama, sebagai hasil dari amandemen UU Perkawinan pada tahun 2019.

• Pertimbangan untuk pembebasan biaya dalam seluruh permohonan dispensasi nikah karena penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa anak perempuan yang berlatar belakang dari rumah tangga dengan tingkat pengeluaran terendah, memiliki kemungkinan tiga kali lipat lebih tinggi untuk menikah sebelum menginjak usia 18 tahun (BPS dan UNICEF, 2020). Sebagai tindakan sementara, alokasi nasional pada anggaran Mahkamah Agung untuk membiayai pembebasan biaya pengadilan dalam permohonan dispensasi nikah akan perlu dinaikkan secara signifikan. Saat ini, alokasi pembebasan biaya pengadilan dalam anggaran tahunan diterima oleh Pengadilan Agama dari Mahkamah Agung dengan perhitungan sesuai kabupaten dan perkiraan dibuat pada satu tahun sebelumnya. Namun, tidak mungkin bagi Pengadilan Agama untuk memperkirakan berapa banyak permohonan dispensasi nikah yang akan diterima setiap kabupaten pada satu tahun sebelumnya. Direkomendasikan bahwa Mahkamah Agung mempertimbangkan sejumlah dana untuk pembebasan biaya pengadilan yang dikelola secara nasional daripada di tingkat kabupaten, serta sebuah mekanisme bagi pengadilan untuk mengakses hak ini sesuai kebutuhan.

• Anggaran untuk pengacara anak independen bagi seluruh permohonan dispensasi nikah.

• Anggaran untuk laporan pekerja sosial dalamseluruh permohonan dispensasi nikah.

• Fakta bahwa, mengingat desentralisasi sumber daya anggaran di Indonesia, penting untuk mata anggaran tersebut disepakati di pemerintah tingkat nasional, provinsi dan kabupaten.

Penting untuk ditelusuri apakah putusan Mahkamah Konstitusi Indonesia yang didiskusikan sebelumnya dan konsekuensi amandemen terhadap UU Perkawinan memiliki dampak terhadap persentase anak perempuan dan anak laki-laki yang menikah dibawah usia 18 tahun di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS), harus mempertimbangkan untuk memasukkan pertanyaan dalam sensus Indonesia yang akan dilakukan pada tahun 2020, mengenai usia pernikahan pertama bagi perempuan dan laki-laki, dan apakah pernikahan tersebut terdaftar. Pertanyaan-pertanyaan ini diperkenalkan pertama kali pada survey sensus (Pemutarkhiran Basis Data Terpadu, PBDT 2015) untuk 40 persen rumah tangga termiskin di Indonesia tahun 2015.

KESIMPULAN

Dalam pidato pelantikannya pada tanggal 20 Oktober 2019, Presiden Jokowi menetapkan visinya untuk Indonesia pada 2045, satu abad setelah kemerdekaan:

Page 26: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

26

Bapak Ibu, saudara-saudara sebangsa dan setanah air, Indonesia berpotensi untuk keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Saat ini kita berada di puncak bonus demografi, dimana populasi usia produktif jauh lebih tinggi daripada usia non-produktif. Hal ini merupakan tantangan yang besar sekaligus peluang yang luar biasa. Hal ini dapat menjadi masalah besar jika kita tidak dapat menyediakan lapangan pekerjaan, namun ini bisa menjadi peluang yang luar biasa jika kita mempu mengembangkan sumber daya manusia yang unggul, didukung dengan ekosistem politik dan ekonomi yang menguntungkan. (Tehusijarana, 2019)

Agar hidup ketiga perempuan yang membawa perkara pernikahan anak yang mereka alami ke Mahkamah Konstitusi Indonesia jangan sampai terulang lagi, maka akan membutuhkan lebih dari amandemen legislatif untuk menghentikan angka dua juta anak perempuan berusia dibawah 19 tahun yang dinikahkan setiap tahunnya di Indonesia. Lima strategi yang dijelaskan di atas akan membantu mengatasi masalah kepatuhan, kapasitas dan outcome yang rumit dan meningkat, sebagai hasil dari putusan Mahkamah Konstitusi dan amandemen UU Perkawinan.

10,000 hakim Pengadilan Agama dan Pengadilan Umum juga akan memainkan peran penting dalam menentukan apakah sudut pandang legislator Indonesia bahwa pernikahan anak telah berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan anak serta menghambat pemenuhan hak dasar mereka akan dijunjung tinggi dalam pengadilan Indonesia pada dekade mendatang. Visi Jokowi pada tahun 2045 berfokus pada generasi masa depan anak perempuan dengan tidak menikah di usia remaja, dan dapat menerima ‘hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dan hak asasi anak, hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, dan hak sosial anak’.38

38 Pembukaan UU No 16 tahun 2019 mengamandemen UU Perkawinan tahun 1974

Page 27: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

27

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis meyampaikan terima kasih atas kontribusi Pengadilan Keluarga Australia dan Mahkamah Agung Indonesia serta kolaborasinya yang sudah terjalin lama dibawah Nota Kesepahaman Dalam Kerja Sama Yudisial. Kolaborasi ini dimulai sejak tahun 2004 dibawah kepemimpinan Yang Mulia Diana Bryant AO, Pimpinan (Chief Justice) Pengadilan Keluarga Australia dan Yang Mulia Prof Dr Bagir Manan S.H., M.H, mantan Ketua Mahkamah Agung Indonesia kolaborasi ini masih berlanjut sampai saat ini melalui dukungan komitmen Ketua Mahkamah Agung saat ini, Yang Mulia William Alstergren dan Yang Mulia Hakim Agung Judy Ryan, Kepala Program Internasional Pengadilan Keluarga Australia, dan Yang Mulia Prof Dr M Hatta Ali SH MH, Ketua Mahkamah Agung Indonesia saat ini.

Dibawah kepemimpinan Yang Mulia Prof. Dr M. Hatta Ali, sebuah arahan Mahkamah Agung mengenai Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum (PERMA 3/2017) diadopsi pada tahun 2017 bertujuan untuk memberi pedoman pada hakim-hakim Indonesia mengenai prinsip-prinsip yang perlu dipertimbangkan saat menyidangkan dan memutus perkara yang melibatkan perempuan dan anak perempuan. Pelaksanaan Arahan Praktis ini diawasi oleh Kelompok Kerja Perempuan dan Anak Mahkamah Agung yang diketuai oleh Yang Mulia Hakim Agung Prof Dr Takdir Rahmadi, SH, LLM. Komitmen dan dedikasi para hakim dan petugas pengadilan yang terdiri dari Kelompok Kerja Perempuan dan Anak Mahkamah Agung akan sangat berharga karena pengadilan Indonesia harus bergulat dengan konsekuensi dari amandemen UU Perkawinan.

Penulis terus belajar dari paralegal, penelitian dan kerja advokasi Pemberdayaan CSO Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), beserta para stafnya yang bekerja di seluruh Indonesia, dan juga Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI) Universitas Indonesia.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut atas keterangan yang diterima sepanjang proses penulisan Naskah Kebijakan ini: Dr Sri Wiyanti Eddyono, Universitas Gadjah Mada; Nadira Irdiana, Research & Advocacy Associate, PUSKAPA Universitas Indonesia; Emilie Minnick dan Bheta Arsyad, Kantor UNICEF Indonesia; Shahnaz Rahman, Senior Project Manager- Pemberantasan Pernikahan Belia (Combatting Early Marriage) pada Bangladesh Project, Plan International Bangladesh; Hakim Agung Judy Ryan Pengadilan Keluarga Australia; Annina Wersun, OpenCRVS Product Owner, Kantor Pusat Plan International; Joan Wicitra, konsultan BAPPENAS untuk pengembangan Strategi Nasional untuk Pencegahan Pernikahan Anak; dan Nani Zulminarni, Direktur CSO Perempuan PEKKA.

Terima kasih juga kepada Bapak Wahyu Widiana, AIPJ, dan Ibu Rita Pranawati, MA Wakil Ketua, Komisi Perlindungan Anak Indonesia atas masukan mereka.

Page 28: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

28

Page 29: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

29

DAFTAR PUSTAKA

AIPJ2 (Australia Indonesia Partnership for Justice 2) (2019a) ‘Marriage Dispensation Case Analysis in Indonesia/ Analisa Putusan Dispensasi Kawin di Indonesia’ <https://aipj.or. id/pages/publ icat ion/decision-analysis-of-marriage-dispensation-cases-in-indonesia> and <https://aipj.or.id/pages/publication/analisis-putusan-dispensasi-kawin-di-indonesia>.

AIPJ2 (2019b) ‘Decision Analysis of Divorce Cases in Indonesia/ Analisa Putusan Perkara Perceraian di Indonesia’ <https://aipj.or.id/pages/publication/decision-analysis-of-divorce-cases-in-indonesia And https://aipj.or.id/pages/publication/analisis-putusan-perkara-perceraian-di-indonesia>.

Arubone, Bunaiya Fauzi (2019) ‘Bappenas Catat Tiga Provinsi Paling Tinggi Pernikahan Dini’, 12 March <https://nusantara.rmol.id/read/2019/03/12/381715/bappenas-catat-tiga-provinsi-paling-tinggi-pernikahan-dini>.

Badan Pusat Statistik (2019a) ‘Profil Kemiskinan di Indonesia September 2018’, No 07/01/Th. XXII, 15 January <https://www.bps.go.id/pressrelease/2019/01/15/1549/persentase-penduduk-miskin-pada-september-2018-sebesar-9-66-persen.html>.

Badilag (Badan Peradilan Agama) (2019) ‘Rekapitulasi Data Perkara Yang Diterima Mahkamah Syar’iyah/ Pengadilan Agama Yurisdiksi Mahkamah Syar’iyah Aceh/ Pengadilan Tinggi Agama Seluruh Indonesia of 2018’. Data provided by Badilag to the author.

BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembanguan Nasional) (2019) ‘Menyambut Pengesahan Perubahan UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan untuk Anak Indonesia’, presentation at National Seminar on Welcoming the Revision to the 1974 Marriage Law, Hotel Millenium, Jakarta, 16 October.

Bill and Melinda Gates Foundation (2019) ‘Goalkeepers Report’ <https://www.gatesfoundation.org/goalkeepers/report/2019-report/#ExaminingInequality>.

BPS and UNICEF (2020) ‘Factsheet: Child Marriage in Indonesia’, English: <https://www.unicef.org/indonesia/reports/child-marriage-in-indonesia>.

Hanmer, Lucia and Elephante, Marina (2016) ‘The Role of Identification in Ending Child Marriage’, World Bank, 1 January <http://documents.worldbank.org/curated/en/130281472492551732/The-role-of-identification-in-ending-child-marriage-Identification-for-Development-ID4D>.

Jamaluddin Mohammad (2019) ‘Konsultasi Publik: “Rancangan Peraturan Mahkamah Agung Tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Nikah”’, Rumah Kitab, 26 September <https://rumahkitab.com/konsultasi-publik-rancangan-peraturan-mahkamah-agung-tentang-pedoman-mengadili-dispensasi-nikah/>.

Page 30: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

30

Nuraini, R (2018) ‘Bappenas: Pencegahan Perkawinan Belia Harus Terpadu dan Menyeluruh’, JPP, 24 April <https://jpp.go.id/humaniora/sosial-budaya/320111-bappenas-pencegahan-perkawinan-belia-harus-terpadu-dan-menyeluruh>.

Ministry of Religion (1999-2018) ‘Rekapitulasi Data Peristiwa Nikah dan Rujuk Seluruh Indonesia 1999-2018’. Data provided by Ministry of Religion to the author.

Supreme Court (Mahkamah Agung) (2019) ‘Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI 2018: Era Baru Peradilan Modern Berbasis Teknologi Informasi’. Jakarta: Supreme Court.

Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga PEKKA (2014) ‘Menguak Keberadaan dan Kehidupan Perempuan Kepala Keluarga’. Jakarta: SMERU and Seknas PEKKA

Sumner, C (2010) ‘Access to Justice: Empowering Female Heads of Households in Indonesia’. PEKKA and AusAID <www.familycourt.gov.au/wps/wcm/connect/fbd64e65-229d-4c73-8c2c-d446f4fd5d2d/Access_to_Just ice_Ju ly2010.pdf%3FMOD%3DAJPERES%26CONVERT_TO%3Durl%26CACHEID%3Dfbd64e65-229d-4c73-8c2c-d446f4fd5d2d>.

Sumner C (2015) ‘Indonesia’s Missing Millions: Erasing Discrimination in Birth Certification in Indonesia’, Centre for Global Development <https://www.cgdev.org/publication/indonesias-missing-millions-erasing-discrimination-birth-certification-indonesia>.

Sumner C (2016) ‘Birth Registration for All in Indonesia: A Roadmap for Cooperation’, Plan International <https://www.plan.org.au/-/media/plan/documents/reports/plan-international-birth-registration-for-all-in-indonesia-a-roadmap-for-cooperation.pdf>.

Sumner C and Kusumaningrum S (2014) ‘Baseline Study on Legal Identity: Indonesia’s Missing Millions’. DFAT, PEKKA and PUSKAPA UI <www.cpcnetwork.org/wp-content/uploads/2015/02/AIPJ-PUSKAPA-BASELINE-STUDY-ON-LEGAL-IDENTITY-Indonesia-2013.pdf>.

Sumner, C and Lindsey, T (2010) Court Reform: Indonesia’s Islamic Courts and Access to Justice for the Poor. The Lowy Institute for International Policy <https://www.lowyinstitute.org/publications/courting-reform-indonesia-islamic-courts-and-justice-poor>.

Tehusijarana, Karina M (2019) ‘“The Main Thing Is Not the Process, but the Result”: Jokowi’s Full Inauguration Speech’, The Jakarta Post, 20 October <https://www.thejakartapost.com/news/2019/10/20/the-main-thing-is-not-the-process-but-the-result-jokowis-full-inauguration-speech.html>.

UN Women (2011) ‘Progress of the World’s Women: In Pursuit of Justice’ <https://www.unwomen.org/en/digital-library/publications/2011/7/progress-of-the-world-s-women-in-pursuit-of-justice>.

Page 31: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

31

UNICEF Indonesia and BPS (2016) ‘Progress on Pause: An Analysis of Child Marriage Data in Indonesia’ <www.medbox.org%2Fchild-marriage-in-indonesia-progress-on-pause%2Fdownload.pdf&usg=AOvVaw1KD4X0FxWYiKToyI9Fybi9>.

Wibawa, Tasha (2019) ‘Indonesia Raises Minimum Age for Marriages in a Bid to End Child Brides’, ABC News, 29 September <https://www.abc.net.au/news/2019-09-29/indonesia-raises-minimum-age-for-girls-to-marry/11523894>.

World Bank (2011) ‘2012 World Development Report, Gender Equality and Development’ <https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/4391>.

WHO (World Health Organization) (2011) ‘Preventing Early Pregnancy and Poor Reproductive Outcomes among Adolescents in Developing Countries’. Geneva: WHO.

WHO (2018) ‘Adolescent Pregnancy’, 23 February <https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/adolescent-pregnancy>.

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia

Law No 1 of 1974 on Marriage

Law No 48 of 2009 on Judicial Power

Law No 35 of 2014 on Changes to Law No 23 of 2002 on Child Protection

Law No 16 of 2019 on Changes to Law No 1 of 1974 on Marriage

Supreme Court Circular Letter (Surat Edaran) No 10 of 2010 on Guidelines for the Provision of Legal Aid

Supreme Court Regulation (Peraturan) No 1 of 2014 on the Provision of Legal Services for Court Clients Facing Financial Hardship (Pedoman Layanan Hukum bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan)

Supreme Court Regulation No 5 of 2019 on Guidelines to Ruling on Marriage Dispensation Petitions (Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin)

Supreme Court Regulation No 3 of 2017 on Guidelines for Judging the Cases of Women Facing the Law (Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum)

Minister for Home Affairs. Regulation (Peraturan Menteri Dalam Negeri) No 9 of 2016 on Accelerating and Increasing the Coverage of Birth Certificates (Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran)

Minister for Home Affairs. Regulation No 47 of 2016 on Village Government Administration (Administrasi Pemerintahan Desa)

Page 32: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

32

Minister for Home Affairs. Circular Letter No 471/1768/ SJ on the Acceleration of the Publication of Electronic ID Cards and Birth Certificates (Percepatan Penerbitan KTP-el dan Akta Kelahiran), 12 May 2016

Internasional

United Nations Convention on the Rights of the Child, ratified in Indonesia through Presidential Decision No 36 of 1990

Perkara Pengadilan/Putusan

Constitutional Court of Indonesia Decision No 22/PUU-XV/2017

Wates Religious Court, Decision No 63/Pdt.P/2018/PA.Wt, 30 August 2018

Wates Religious Court, Decision No 52/Pdt.P/2018/PA.Wt, 27 July 2018

Wates Religious Court, Decision No 21/Pdt.P/2018/PA.Wt, 19 March 2018

Page 33: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

33

Page 34: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

34

No. Title Author(s)No 1 (2013) ‘Trials of People Smugglers in Indonesia:

2007-2012’Dr Melissa Crouch and Dr Antje Missbach

No 2 (2013) ‘Indonesia and Australia in the Asian Century’

Mr Richard Woolcott AC

No 3 (2013) ‘Is Indonesia as Corrupt as Most People Believe and Is It Getting Worse?’

Professor Howard Dick and Associate Professor Simon Butt

No 4 (2014) ‘Clemency in Southeast Asian Death Penalty Cases’

Dr Daniel Pascoe

No 5 (2014) ‘Incubators for Extremists? Radicalism and Moderation in Indonesia’s Islamic Education System’

Professor Jamhari Makruf

No 6 (2014) ‘Recrowning Negara Hukum: A New Challenge, A New Era’

Professor Todung Mulya Lubis

No 7 (2014) ‘The 2014 Indonesian Elections and Australia-Indonesia Relations’

Dr Dave McRae

No 8 (2014) ‘Drug-Related Crimes Under Vietnamese Criminal Law: Sentencing and Clemency in Law and Practice’

Dr Nguyen Thi Phuong Hoa

No 9 (2015) ‘Death Penalty and the Road Ahead: A Case Study of Indonesia’

Professor Todung Mulya Lubis

No 10 (2016) ‘Islam, Democracy and the Future of the Death Penalty’

Professor Dr Jimly Asshiddiqie, SH

No 11 (2016) ‘The Hidden Driver of Deforestation: Why Effecting Reform of Indonesia’s Legal Framework is Critical to the Long-term Success of REDD+’

Arjuna Dibley and Josi Khatarina

No 12 (2016) ‘Sentencing People-Smuggling Offenders in Indonesia’

Dr Antje Missbach

No 13 (2016) ‘Combating Corruption in Yudhoyono’s Indonesia: An Insider’s Perspective’

Professor Denny Indrayana

Cilis PoliCy PaPer series

Page 35: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

35

No. Title Author(s)No 14 (2018) ‘Stalemate: Refugees in Indonesia -

Presidential Regulation No 125 of 2016’Antje Missbach, Yunizar Adiputera, Atin Prabandari, Ganesh Cintika, Frysa Yudha Swastika and Raditya Darningtyas

No 15 (2018) ‘Demand-Side Constitutionalism: How Indonesian NGOs Set the Constitutional Court’s Agenda and Inform the Justices’

Dr Dominic J Nardi, Jr

No 16 (2018) ‘The Second Decade - Looking Back, Looking Forward: Women’s Access to the Religious Courts of Indonesia’

Cate Sumner with Nani Zulminarni

No 17 (2018) ‘Normalising Intolerance: Elections, Religion and Everyday Life in Indonesia’

Dr Sandra Hamid

No 18 (2019) ‘Islamic Preaching and State Regulation in Indonesia’

Julian Millie, Dede Syarif and Moch Fakhruroji

The CILIS Policy Paper Series is freely available for download at

http://law.unimelb.edu.au/centres/cilis/research/publications/cilis-policy-papers.

Page 36: POLICY PAPER 19 - PEKKA ID · POLICY PAPER 19 Cate Sumner. 2 ... dari 1,000 perkara dispensasi pernikahan dan setengah juta perkara perceraian di Indonesia. UNICEF memperkirakan bahwa

Centre for Indonesian Law, Islam and Society Melbourne Law School

The University of Melbourne www.law.unimelb.edu.au/centres/cilis

[email protected]

CRICOS Provider Code 00116K