Top Banner
13

Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

Mar 27, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah
Page 2: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

Policy Paper

PETA JALAN MENUJU PENYELENGGARAAN E-PEMILU

Tim Penyusun:

Sri Nuryanti

Nyimas Latifah Letty Aziz

Dini Suryani

Pusat Penelitian Politik (P2 Politik) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Jakarta, 2018

Page 3: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

Diterbitkan oleh:

Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2 Politik - LIPI) Gedung Widya Graha LIPI, Lt. XI dan IIIJl. Jend. Gatot Subroto KAV-10, Jakarta 12710 - INDONESIATlp./fax : 021 - 520 7118 | Website: www.politik.lipi.go.id Twitter: @PolitikLIPI

ISBN: 978-602-5991-07-3

Desain Cover dan Isi: Anggih Tangkas Wibowo

iv + 8 hlm; 21 x 29,7 cm | Cetakan I, 2018

© Pusat Penelitian Politik - LIPI, 2018

Policy Paper

PETA JALAN MENUJU PENYELENGGARAAN E-PEMILU

Tim Penyusun:

Sri NuryantiNyimas Latifah Letty AzizDini Suryani

Page 4: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

DAFTAR ISI

Policy Paper:

Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu ........................................ 1

* Pendahuluan ............................................................................................ 1

* Kelebihan dan Kekurangan e-Pemilu ................................................. 5

* Rekomendasi Kebijakan ........................................................................ 7

* Referensi .................................................................................................... 8

Page 5: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah
Page 6: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

1Policy Paper - Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu -

A. PENDAHULUAN

Penyelenggaraan pemilu di Indonesia selama ini dianggap sebagai pemilu yang sangat

kompleks dan rumit. Hal ini didasari dari proses penyelenggaraan tahapan pemilu yang sangat detail dan memerlukan banyak rujukan dan dalam proses pemilunya menggunakan metode manual baik dalam pemungutan suara, penghitungan hasil pemilu maupun dalam penuntasan sengketa pemilu. Hal ini membuat penyelenggaraan pemilu selalu dikatakan sebagai sistem yang kompleks, yang memerlukan banyak biaya dan banyak tenaga yang terlibat. Metode manual itu yang kemudian memunculkan diskusi panjang tentang upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalisir biaya, sumber daya manusia yang terlibat, tetapi menghasilkan hasil pemilu yang akurat, akuntabel dan cepat. Pilihan untuk menggunakan metode manual adalah pilihan sistem penyelenggaraan pemilu yang dimuat dalam UU dan peraturan turunannya. Dengan keinginan yang berusaha untuk meminimalisir biaya, sumber daya manusia yang terlibat sebagai penyelenggara dan mendapatkan hasil yang cepat dan akurat tersebut, memunculkan pemikiran untuk menggunakan teknologi. Sayangnya untuk beralih menggunakan teknologi untuk keperluan pemilu khususnya untuk

pemungutan dan penghitungan suara, bukan hal yang mudah dilaksanakan mengingat harus ada perubahan dalam pengaturan dan prosesnya.

Untuk peralihan penyelenggaraan pemilu dari metode manual ke e-pemilu diperlukan beberapa cara sebagai berikut: pertama-tama yang perlu dilakukan adalah pembenahan dari sisi peraturan dan payung hukum lainnya. Hal itu disebabkan oleh keperluan bagi adanya landasan hukum bekerjanya penyelenggara pemilu untuk mengakomodir perubahan metode penyelenggaraan pemilu di lapangan yang dikeluhkan berbiaya banyak. Oleh sebab itu, tulisan ini bermaksud membahas peta jalan menuju penyelenggaraan e pemilu yang didahului dari kajian pengaturan kepemiluan (electoral laws), proyeksi kelebihan dan kekurangan dalam penerapan e-pemilu dan rekomendasi kebijakan e-pemilu yang dapat diambil oleh para pemangku kepentingan.

Sebagaimana diketahui, pengaturan terhadap sistem Pemilukada langsung adalah dengan diterbitkannya UU No 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota menjadi Undang-Undang. Beberapa

Policy Paper

Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu

Page 7: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

Policy Paper - Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu - 2

hal baru terkait dengan perubahan sistem Pemilukada Langsung antara lain Pemilukada Langsung dilakukan secara serentak pada bulan Desember 2015, Februari 2017 dan Juni 2018, syarat dukungan bagi calon perseorangan dan pemilukada dilaksanakan dengan sistem satu putaran. Untuk mengatasi komplikasi penyelenggaraan pemilukada serentak dan pemilu serentak 2019, muncullah wacana untuk penjajagan penggunaan teknologi informasi dalam membantu penyelenggaraan pemilu yang kompleks dan rumit itu.

Sehubungan dengan hal di atas maka dalam proses perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu pada tahun 2017, para legislator telah mengeluarkan wacana e-pemilu. Sistem e-pemilu ini khususnya mengenai e-voting, e-counting, dan e-recap. Sistem e-voting, yakni pemungutan dan penghitungan sura secara elektronik. Namun demikian, hal tersebut memerlukan kajian pada kenyataannya Indonesia masih belum siap menerapkan e-voting mengingat dalam penyelenggaraan e-pemilu perlu mempersiapkan kerangka hukumnya, keamanan sistem, kesiapan teknologi, dan kesiapan penyelenggara, tenaga IT dan masyarakat serta kesiapan anggaran. Dalam hal ini aturan mengenai e-voting haruslah bersesuaian dengan konstitusi tidak hanya tercantum pada UU Pemilu tetapi juga UU atau peraturan lainnya mengingat teknologi ini berkenaan dengan kedaulatan rakyat dan kehidupan demokrasi seluruh warga negara. Oleh karena itu, jika Indonesia telah memutuskan menggunakan e-voting, maka proses selanjutnya akan menuju kepada penggunaan e-counting dan

e-recap. Tujuan penggunaan ketiga sistem tersebut adalah sebagai alat untuk memajukan demokrasi, membangun kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu, dan meningkatkan kredibilitas hasil pemilu, serta meningkatkan efisiensi proses pemilu secara keseluruhan.

Sehubungan dengan kondisi di Indonesia, pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilu selama ini masih dilakukan secara manual. Proses pemungutan suara dilakukan dengan menggunakan prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (LUBER JURDIL) yang dimaksudkan untuk memberikan penghormatan akan pelaksanaan hak pilih masing-masing warga negara Indonesia yang memenuhi hak pilih, menjamin kerahasiaan pilihannya, dilakukan secara langsung oleh yang bersangkutan, berlaku umum sepanjang yang bersangkutan memenuhi syarat, dilakukan dengan penuh kejujuran dan memenuhi rasa keadilan. Proses pemungutan suara ini dilakukan secara manual dengan melakukan pencoblosan pada nama orang, nama partai atau nomor partai untuk surat suara DPR/DPRD, dan mencoblos tanda gambar partai, nomor atau foto untuk surat suara pada pemilihan DPD dan pada Pilpres. Sistem manual ini berlaku pula dengan penghitungan suaranya, prosesnya disaksikan oleh panitia pemungutan suara dan juga oleh saksi dari masyarakat. Sejauh ini praktik pelaksanaan pemilu di Indonesia dapat dikatakan the best practice in the world, karena meskipun surat suara yang harus dicoblos ada beberapa, dilakukan pada waktu yang singkat karena dimulai pemungutan dan penghitungan suara dilakukan pada satu

Page 8: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

3Policy Paper - Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu -

penggelembungan suara atau jual beli suara rawan terjadi.

Apabila dirunut dari awal, proses demokratisasi di Indonesia telah berlangsung dua puluh tahun. Sejak 1999, pemilihan umum (pemilu) di Indonesia berlangsung secara lebih demokratis. Salah satunya ditandai dengan peserta partai politik yang tidak dibatasi hanya tiga saja sebagaimana yang terjadi di masa Orde Baru. Pada tahun 2004, Indonesia melakukan terobosan dengan melaksanakan pemilu presiden secara langsung yang pada periode sebelumnya dipilih oleh DPR. Pemilihan presiden secara langsung oleh masyarakat ini kemudian diikuti oleh pemilihan langsung kepala daerah (pilkada) pada tahun 2005. Pada 2019, Indonesia kembali mencipta sejarah pemilu baru dengan melakukan pemilu serentak antara pilpres, pemilu DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD RI.

Dalam proses perancangan undang-undang yang mendasari pemilu serentak, UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, muncul wacana mengenai penerapan e-pemilu dari para legislator. Munculnya wacana mengenai e-pemilu salah satunya dipicu oleh isu pembiayaan pemilu yang semakin besar pada Pemilu Serentak 2019 bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem pencatatan, pemberian, penghitungan dan rekapitulasi suara, dalam pemilu politik melibatkan teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, e-pemilu pada dasarnya meliputi e-voting, e-counting, dan e-recapitulation (e-recap).

hari (pemungutan suara dimulai pagi hari sampai tengah hari dilanjutkan dengan penghitungan suara sampai selesai di TPS/Tempat pemungutan suara), dan teknikalitas lain-lain yang membuat penyelenggaraan pemilu di Indonesia kompleks. Meskipun demikian, pemilu di Indonesia biasanya dilakukan dengan aman, dan menghasilkan angka partisipasi pemilih yang lumayan masih tinggi diatas 70%. Oleh karena itu, wajar apabila pemilu di Indonesia dikategorikan pemilu yang sukses secara proses maupun hasil. Lain halnya dengan di banyak negara yang proses pemungutan suaranya, setelah selesai pemungutan, surat suara di bawa ke tempat khusus dan penghitungannya dilakukan oleh penyelenggara pemilu tanpa melibatkan masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia saat ini dikatakan belum memunculkan kebutuhan untuk penggunaan e-voting atau e-counting. Selain hal ini karena kebiasaan penyelenggaraan pemilu selama ini dilakukan manual dan relatif baik penyelenggaraannya, juga karena e- voting dan e-counting merupakan barang baru yang belum dikenalkan ke masyarakat. Mungkin perlu mulai dikenalkan beberapa penggunaan teknologi informasi dalam pemilu seperti e-recap yang ditengarai akan memunculkan hasil yang cepat, akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian, untuk e-pemilu yang mulai bisa dikenalkan adalah terkait dengan e-recap dikarenakan yang kerap terjadi kecurangan adalah penggelembungan suara. Selain itu, Indonesia dikenal sebagai negara yang proses rekapitulasi penghitungan suaranya terpanjang di dunia karena bertingkat-tingkat. Untuk pemilihan anggota DPR sampai lima tingkat sehingga peluang

Page 9: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

Policy Paper - Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu - 4

E-pemilu, khususnya e-voting telah dilaksanakan dalam pemilihan kepala desa dan dusun di beberapa daerah di Indonesia. Misalnya di Kabupaten Bantaeng (Sulawesi Selatan) dan Kabupaten Jembrana (Bali). Akan tetapi wacana pelaksanaan e-pemilu di tingkat nasional mendapat penolakan dari berbagai kalangan, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan berbagai organisasi masyarakat sipil. Penolakan sistem e-pemilu tersebut terutama terhadap e-voting dan e-counting, karena beberapa hal, Pertama, ada kendala infrastruktur di beberapa wilayah di Indonesia, misalnya kendala aliran listrik, di mana tidak setiap tempat pemungutan suara (TPS) memilikinya. Kedua, sistem penghitungan suara secara manual saat ini dinilai lebih inklusif terhadap pelibatan aktif berbagai aktor. Proses penghitungan dapat dilakukan secara bersama-sama baik oleh penyelenggara pemilu, calon kandidat dan partai politik, pemilih dan masyarakat umum tanpa ada sekat. Proses seperti ini juga dinilai lebih akuntabel karena setiap elemen yang ada dapat mengkonfirmasi keabsahan suara. Bahkan, menurut berbagai ahli, proses pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilu di Indonesia menjadi standar transparansi internasional.

Meskipun dua unsur dari e-pemilu, yaitu e-voting dan e-counting masih mendapat resistensi berbagai pihak untuk dilaksanakan, KPU menilai bahwa e-recap bisa jadi lebih dibutuhkan oleh Indonesia dalam jangka waktu dekat. Hal ini dikarenakan dalam pemilu Indonesia rekapitulasi penghitungan suara dilaksanakan secara bertingkat. Untuk pemilihan yang bersifat nasional,

seperti pemilihan presiden dan anggota legislatif di tingkat pusat (DPR dan DPD RI), rekapitulasi suara dilakukan dalam lima tingkatan. Suara di tingkat TPS direkapitulasi lalu dibawa ke tingkat kelurahan/desa. Dari tingkat desa direkapitulasi ke tingkat kabupaten/kota. Dari kabupaten/kota, suara direkapitulasi ke tingkat provinsi. Dari tingkat provinsi pada akhirnya akan dilakukan rekapitulasi suara secara nasional. Proses panjang ini, yang disinyalir sebagai negara dengan proses rekapitulasi suara terpanjang di dunia, secara tidak langsung memberi kesempatan akan terjadinya berbagai kecurangan. Misalnya terjadinya penggelembungan atau pengurangan suara pada saat kertas suara dibawa ke tingkat yang lebih tinggi untuk direkapitulasi. Masalah lain yang dapat terjadi adalah adanya kesalahan pada teknis pencatatan perolehan suara di form C1 atau terjadinya kesalahan hitung hasil perolehan suara pada form C1. Dengan e-recap, masalah-masalah tersebut diharapkan dapat diminimalisasi atau bahkan dicegah sama sekali untuk terjadi.

Proses e-recap sejatinya telah dilaksanakan dalam pilpres 2014. KPU berinisiatif untuk mengunggah hasil pemindaian formulir C1 ke website resmi mereka. Hal ini lalu dimanfaatkan oleh sebuah organisasi independen bentukan masyarakat bernama Kawal Pemilu yang berhasil melakukan proses rekapitulasi penghitungan suara dengan jauh lebih cepat daripada KPU dan hasilnya hampir sama dengan hasil rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU. Pada pilkada serentak tahun 2015 dan 2017, KPU sudah melakukan secara resmi sistem e-recap ini dengan meminta

Page 10: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

5Policy Paper - Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu -

Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk memotret atau memindai kemudian menggunggah formulir C1.

Meskipun e-pemilu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh masih belum dapat dilaksanakan, tetapi mengingat adanya potensi kecurangan pemilu terutama dalam proses rekapitulasi penghitungan suara, penting untuk mempertimbangkan secara lebih jauh pelaksanaan e-recap. E-recap harus dikaji, dikembangkan, dan dilaksanakan sebagai salah satu tahapan dari peta jalan menuju e-pemilu.

B. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN E-PEMILU Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya bahwa pada prinsipnya ada tiga jenis penerapan teknologi informasi dalam e-pemilu, yakni pemungutan suara elektronik (e-voting), penghitungan suara elektronik (e-counting), dan rekapitulasi suara elektronik (e-recap). Namun, dalam hal ini KPU masih enggan mengadopsi sistem e-voting mengingat permasalahan terkait sistem tersebut masih cukup banyak. Ada beberapa alasan mengapa e-voting belum bisa diterapkan sampai pemilu 2019 sebagai berikut :

1. Perlu ada perubahan undang-undang yang mengatur penggunaan e-voting yang disebutkan secara tegas (sebaiknya diberikan ketentuan untuk uji coba sistem terlebih dahulu).

2. KPU perlu melakukan kajian mendasar mengenai kesiapan penggunaan e-voting.

3. Perlu ada perencanaan dan persiapan secara komprehensif dalam penggunaan e- voting.

4. Perlu ada pelatihan tenaga operator dan tenaga IT di semua tingkat yang menggunakan IT untuk pemilu khususnya dalam kaitannya dengan pengoperasian e-voting.

5. Mesin harus standby di TPS dan harus ada ketersediaan saluran listrik. Kendalanya, tidak semua TPS sudah memiliki aliran listrik.

6. Keterbatasan tenaga ahli IT yang bisa standby terkait dengan terjadinya kerusakan mesin di TPS apabila sewaktu-waktu ada problem atau mesinnya ngadat. Resikonya pemilu/pilkada bisa tertunda.

7. Keterbatasan anggaran mengingat penggunaan mesin merupakan investasi jangka panjang yang pada awalnya harus dibayar mahal. Tidak hanya soal pembeliannya tetapi juga perawatan mesin tersebut dalam jangka panjang dan ketersediaan tempat penyimpanan yang baik.

8. Perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga bisa saja mesin yang digunakan saat ini tidak bisa digunakan lagi untuk pemilu/pilkada 5 tahun ke depan.

9. Mengukur kesiapan masyarakat dalam menerima dan memahami teknologi baru dengan menggunakan e-voting. Kultur yang selama ini terbangun bahwa pemilu/pilkada merupakan ‘pesta demokrasi’ menjadi hilang.

Page 11: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

Policy Paper - Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu - 6

10. Tren penggunaan e-voting saat ini menurun di banyak negara. Belanda, Paraguai dan Jerman yang pernah menerapkan sistem ini sudah tidak melanjutkan lagi. Sementara di Amerika Serikat, hanya sebagian daerah yang menggunakan e-voting, sedangkan yang lain menggunakan e-counting.

Terlepas dari persoalan tersebut, KPU mempertimbangkan adanya pemanfaatan sistem rekapitulasi secara elektronik. Penggunaan sistem e-recap baru akan diterapkan secara nasional pasca Pemilu 2019. E-recap ini sudah dikembangkan saat Pilkada DKI Jakarta dan Tangerang di mana hasilnya bisa diketahui dalam 1 x 24 jam. Caranya adalah KPU menyediakan lembar formulir C1 dengan format khusus yang bisa terbaca datanya saat di lakukan pemindaian dengan alat khusus. “Secara elektronik sudah tidak bisa dimanipulasi karena Formulir C1 sudah dilengkapi dengan tandatangan digital yang akan otomatis hilang bila ada perubahan data sedikit saja. Intinya pemungutan suara tetap manual, tetapi C1-nya ada format khusus.

Kelebihan penggunaan teknologi e-recap sebagai berikut :

1. Efisiensi waktu sehingga lebih cepat dan efisien dalam proses penghitungan suara yang selama ini bisa memakan waktu berbulan-bulan. Lamanya waktu menyebabkan tenaga SDM di TPS juga banyak dan anggaran honorarium melonjak sehingga menjadi penyumbang biaya

terbesar dalam Pemilu atau Pilkada.

2. Meminimalisir kecurangan di tingkat kelurahan dan kecamatan, khususnya human error dan hasilnya bisa langsung dilihat oleh masyarakat dan langsung dikirim ke pusat. Secara teknis, prosesnya menggunakan sim card.

Dengan demikian penggunaan teknologi e-recap dapat mengurangi election fraud dan politisasi serta bisa meredam keresahan di masyarakat dengan sistem e-recap yang cepat, efisien, efektif, akurat, transparan dan akuntabel.

Kekurangan yang mungkin terjadi dalam penggunaan sistem e-pemilu, khususnya e-recap adalah kemungkinan sistemnya di hack, baik mesin maupun operatornya. Saat ini sistem pelayanan publik belum terdigitalisasi dengan baik dan belum dapat diakses dengan lancar sehingga mempengaruhi kepercayaan publik. Permasalahan lainnya adalah:

1. Masalah Sistem informasi partai politik (Sipol) pada akhir 2017 seringkali tidak bisa diakses bahkan sistemnya tidak berfungsi selama beberapa waktu. Dengan demikian Sipol ini tidak dapat dijadikan acuan dalam pendaftaran mengingat juga tidak tercantum dalam UU Pemilu. Padahal dalam buku panduan Internationl Foundation of Electoral System (IFES) dan International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) menyebutkan penggunaan teknologi seharusnya

Page 12: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

7Policy Paper - Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu -

tercantum di dalam UU bahkan tidak hanya di UU mengenai pemilu saja.

2. Masalah Sistem informasi pencalonan (Silon) yang mana pemilih dapat melihat riwayat hidup dan dokumen-dokumen yang diserahkan calon legislatif (caleg) pada saat pendaftaran kepada KPU. Di sini ada caleg yang bersedia datanya bisa diakses oleh publik dan ada yang tidak bersedia. Namun, karena ada kesalahan sistem maka ada caleg yang bersedia datanya bisa diakses publik tetapi tidak bisa dibuka oleh publik. Ini tentunya merugikan si caleg.

3. Masalah Sistem informasi data pemilih (Sidalih). Dalam hal ini Sidalih ternyata belum efektif menghapus data pemilih ganda yang membuka peluang manipulasi suara pada tahap rekapitulasi. Banyak jumlah pemilih yang tercatat lebih dari satu kali mengakibatkan inefisiensi biaya logistik dan penyalahgunaan hak pilih. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya penduduk yang melakukan perekaman KTP elektronik lebih dari satu kali.

Sehubungan dengan beberapa permasalahan di atas maka dibutuhkan tenaga teknik informatika yang cukup, baik secara kuantitas maupun kualitas. Sementara jumlah tenaga IT di tingkat pusat yang dimiliki oleh KPU belum memadai apalagi dengan tenaga IT di KPUD.

C. REKOMENDASI KEBIJAKAN Berdasarkan kajian diatas dan sekaligus untuk menjawab beberapa persoalan yang masih dalam pelaksanaan e-pemilu, khususnya dalam pelaksanaan e-recap maka diperlukan perbaikan para pemangku kepentingan sebagai berikut :

a) Bagi Pembuat Undang-undang

1. Perlu dibuat klausul pada undang-undang pemilu yang mengikat penyelenggara pemilu untuk mengembangkan roadmap penggunaan IT dalam kurun waktu tertentu.

2. Perlu pembuatan kebijakan yang memberikan peluang kepada penyelenggara pemilu untuk melakukan uji coba penggunaan IT tersebut yang disupervisi secara khusus.

3. Perlu pengaturan yang komprehensif sebagaimana yang sudah dimuat dalam UU lain seperti UU ITE yang berimplikasi pada pembuatan roadmap penggunaan IT dalam pemilu.

b) Bagi Penyelenggara Pemilu

1. Perlu dilakukan studi komprehensive mengenai roadmap, penjelasan akademis, praktis dan legal formal atas e-pemilu, sebelum penyelenggaraan pemilu sehingga ketika undang-undang memerintahkan untuk menggunakan e-pemilu, penyelenggara pemilu sudah mempunyai kesiapan yang matang.

Page 13: Policy Paper · 2020. 8. 12. · bila dibandingkan dengan Pemilu 2014. E-pemilu disinyalir dapat melaksanakan pemilu secara lebih efisien. E-pemilu dapat didefinisikan sebagai sebuah

Policy Paper - Peta Jalan Menuju Penyelenggaraan e-Pemilu - 8

2. Penyelenggara pemilu perlu melakukan ujicoba, dan simulasi sistem e-pemilu sehingga penyelenggara pemilu memahami dan mengetahui celah yang masih memunculkan potensi pelanggaran dan mampu merespons akuntabilitas penggunaan sistemnya.

3. Perencanaan anggaran yang matang dalam penyiapan infrastruktur e-recap dan proses implementasi e-recap.

4. Diperlukan tenaga ahli IT baik secara kuantitas maupun kualitas baik di tingkat pusat (KPU) dan di daerah (KPU Provinsi, Kabupaten, Kota) untuk menjamin sistem informasi bisa berjalan maksimal dan tanpa masalah.

5. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas tenaga IT dan tenaga pendukung dengan memberikan training reguler sehingga bisa menjadi tenaga IT yang handal dan menjamin sistem teknologi yang berkelanjutan untuk siklus pemilu selanjutnya.

6. Melakukan sosialisasi agar masyarakat melek teknologi dan sekaligus meningkatkan kepercayaan publik.

c) Bagi Masyarakat

1. Perlu diberikan sosialisasi yang masif mengenai peta jalan menuju penerapan e-pemilu.

2. Masyarakat perlu dilibatkan dalam ujicoba dan pengetesan sistem e-pemilu sebelum diterapkan.

3. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa e-pemilu ditujukan untuk memudahkan penyelenggaraan pemilu dan menjamin hak pilih seluruh pemilih yang mempunyai hak pilih.

4. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa sistem yang dikembangkan untuk e- pemilu adalah sistem yang kebal terhadap pembajakan oleh manusia maupun sistem yang didesain menghindari kecurangan pada waktu penyelenggaraan pemilu.

REFERENSI

Draft Kajian Penerapan Teknologi KPU pada Pemilu dan Pilkada : Proses Pemungutan, Penghitungan dan Rekapitulasi Suara. Komisi Pemilihan Umum, 2015.

Karim, Abdul Gaffar & Mada Sukmajati, 2014. Roadmap for Electoral Governance Education in Indonesia, 2014-2015.