Page 1
DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL, FRAKSI ETIL ASETAT,
DAN PERASAN DAUN LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata Prain)
TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus ATCC 25923 DAN
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Palma Aprilia Talino Batuah
NIM :108114149
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 2
i
DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL, FRAKSI ETIL ASETAT,
DAN PERASAN DAUN LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata Prain)
TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus ATCC 25923 DAN
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Palma Aprilia Talino Batuah
NIM :108114149
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 3
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 4
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 5
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“There is only one way to learn. It’s through action.
Everything you need to know you have learn through your
journey.”
Paulo Coelho
Kupersembahkan karya ini untuk :
Tuhan Yesus,
Ayah dan ibu, kak icha, dek ria, sahabat,
dan semua orang yang memerlukan naskah skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 6
v
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat, kasih dan
kesempatan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “DAYA
ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL, FRAKSI ETIL ASETAT, DAN
PERASAN DAUN LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata Prain)
TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus ATCC 25923 DAN
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm) program studi
fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam proses pengerjaan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan,
dukungan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Pembimbing dan Penguji
yang telah memberi bimbingan, dukungan, saran dan meluangkan waktu
untuk berdiskusi bersama Penulis dalam proses pembuatan skripsi ini.
3. Dosen Penguji, Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. yang telah
meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan bimbingan, kritik, dan
saran yang berhubungan dengan skripsi penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 7
vi
4. Dosen Penguji, Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, M. Si., Apt. yang telah
meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan bimbingan, kritik, dan
saran yang berhubungan dengan skripsi penulis.
5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
6. Ibu Christophori Maria Ratna Rini Nastiti, M. Pharm., Apt., selaku Dosen
Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan semangat
kepada Penulis untuk menyelesaikan skripsi Penulis.
7. Bapak Wagiran, Bapak Mukminin, Mas Sigit, Mas Andri beserta Laboran dan
karyawan lain yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Ibu Maria Dwi Jumpowati, S. Si. yang telah bersedia menyediakan waktunya
untuk berdiskusi, memberikan saran, dan semangat untuk Penulis.
9. Teman-teman FKK B 2010 Farmasi Universitas Sanata Dharma atas
dukungan, semangat, dan canda tawa yang selalu menyeimbangkan
kejenuhan yang dialami Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia yang selalu menemani dan saling mendukung untuk
menyelesaikan skripsi ini.
11. Kakak, Adik, dan teman-teman senasib sepenanggungan angkatan 2010 di
Asrama Syantikara yang memberikan warna-warni kehidupan bagi Penulis
selama menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 8
vii
12. Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu yang telah
membantu secara langsung maupun tidak langsung demi kelancaran skripsi
ini.
Penulis menyadari dalam penulisan naskah skripsi ini masih terdapat
kekurangan. Penulis membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun
agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi
ini dapat berguna dan bermanfaat terutama demi kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu Farmasi, lebih khusus lagi dalam bidang Mikrobiologi Farmasi.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 9
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 10
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 11
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
PRAKATA ............................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
INTISARI ............................................................................................... xvii
ABSTRACT ............................................................................................... xviii
BAB I. PENGANTAR ................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................ 1
1. Rumusan masalah............................................................................ 4
2. Keaslian penelitian .......................................................................... 4
3. Manfaat penelitian .......................................................................... 6
B. TUJUAN PENELITIAN ..................................................................... 6
1. Tujuan umum ................................................................................. 6
2. Tujuan khusus ............................................................................... 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 12
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................... 8
A. Infeksi Luka Bakar .............................................................................. 8
B. Tanaman Sansevieria ........................................................................... 9
C. Ekstraksi .............................................................................................. 11
D. Kromatografi Lapis Tipis ..................................................................... 13
E. Senyawa Fitokimia .............................................................................. 15
F. Staphylococcus aureus ......................................................................... 18
G. Pseudomonas aeruginosa..................................................................... 19
H. Metode Uji Kepekaan Antibakteri ........................................................ 21
I. Landasan Teori .................................................................................... 22
J. Hipotesis .............................................................................................. 23
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................... 24
A. Jenis dan Rancangan Penelitian............................................................ 24
B. Variabel dan Definisi Operasional........................................................ 24
1. Variabel penelitian ............................................................................ 24
2. Definisi operasional ........................................................................... 25
C. Bahan Penelitian .................................................................................. 26
D. Alat Penelitian ..................................................................................... 26
E. Tata Cara Penelitian ............................................................................. 27
1. Determinasi daun S. trifasciata .......................................................... 27
2. Pengumpulan bahan daun S. trifasciata ............................................ 27
3. Pembuatan ekstrak daun S. trifasciata dengan metode maserasi ........ 27
4. Pembuatan fraksi etil asetat daun S. trifasciata dengan metode fraksinasi 28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 13
xii
5. Pembuatan perasan daun S. trifasciata ............................................... 28
6. Preparasi mikroba uji ........................................................................ 28
7. Sterilisasi peralatan dan media .......................................................... 29
8. Pengujian potensi antibakteri secara metode difusi sumuran ............. 29
9. Pengujian kepekaan antibiotik dengan menentukan nilai KHM dan KBM
dengan dilusi padat ........................................................................... 31
10. Uji fitokimia ekstrak daun S. trifasciata ............................................ 32
11. Kromatografi Lapis Tipis (Uji Penegasan Senyawa Flavonoid) ........ 34
F. Analisis Hasil ...................................................................................... 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 36
A. Pengumpulan Bahan dan Identifikasi Daun Sansevieria trifasciata ... 36
B. Penyiapan Bahan Daun S. trifasciata ................................................ 37
C. Maserasi, Fraksinasi, dan Pemerasan Daun S. trifasciata .................. 38
D. Pengujian Potensi Antibakteri Secara Metode Sumuran .................... 41
E. Uji Fitokimia Ekstrak Etanol, Fraksi Etil Asetat dan Perasan Daun
S. trifasciata ..................................................................................... 50
F. Uji Penegasan dengan Kromatografi lapis Tipis (KLT) ...................... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 59
A. Kesimpulan ....................................................................................... 59
B. Saran ............................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 60
LAMPIRAN ............................................................................................... 65
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................. 98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 14
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rendemen hasil ekstraksi, fraksinasi, dan pemerasan daun
S. trifasciata dengan pelarut etanol 96% dan etil asetat .......... 40
Tabel II. Uji aktivitas antibakteri fraksi etil asetat daun S. trifasciata .... 45
Tabel III. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun S. trifasciata ...... 46
Tabel IV. Uji aktivitas antibakteri perasan daun S. trifasciata ................ 48
Tabel V. Hasil uji fitokimia pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan
perasan daun S. trifasciata ..................................................... 50
Tabel VI. Hasil uji KLT pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat
dan perasan daun S. trifasciata ............................................... 56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 15
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman S. trifasciata ................................................................ 37
Gambar 2. Fraksinasi dengan etil asetat ........................................................ 40
Gambar 3. Reaksi uji Mayer ......................................................................... 52
Gambar 4. Reaksi flavonoid dengan natrium hidroksida ............................... 53
Gambar 5. Reaksi tanin dengan besi (III) klorida.......................................... 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 16
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi Tanaman S. trifasciata Prain ... 66
Lampiran 2. Sertifikat Hasil Uji Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 67
Lampiran 3. Sertifikat Hasil Uji Bakteri
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 ................................ 68
Lampiran 4. Foto Proses Penyiapan Bahan Daun S. trifasciata ................... 69
Lampiran 5. Kontrol Kontaminasi, Kontrol pertumbuhan bakteri S. aureus,
Kontrol pertumbuhan bakteri P. aeruginosa ........................... 70
Lampiran 6. Foto Variasi Konsentrasi Ekstrak Etanol, Fraksi Etil Asetat, dan
Perasan Daun S. trifasciata ..................................................... 72
Lampiran 7. Hasil Uji Antibakteri Fraksi Etil Asetat Daun S. trifasciata
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan
Metode Sumuran .................................................................... 73
Lampiran 8. Hasil Uji Antibakteri Fraksi Etil Asetat Daun S. trifasciata
terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan
Metode Sumuran .................................................................... 74
Lampiran 9. Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun S. trifasciata
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan
Metode Sumuran .................................................................... 75
Lampiran 10. Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun S. trifasciata
terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan
Metode Sumuran .................................................................... 76
Lampiran 11. Hasil Uji Antibakteri Perasan Daun S. trifasciata
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan
Metode Sumuran .................................................................... 77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 17
xvi
Lampiran 12. Hasil Uji Antibakteri Perasan Daun S. trifasciata
terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan
Metode Sumuran .................................................................... 78
Lampiran 13. Analisis Statistik .................................................................... 79
Lampiran 14. Hasil Uji Tabung Kandungan Fitokimia ................................. 86
Lampiran 15. Uji Penegasan Kandungan Flavonoid dengan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) .................................................................. 94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 18
xvii
INTISARI
Luka bakar dapat menyebabkan kecacatan, ketidaknyamanan, bahkan
kematian bagi penderita. Salah satu penyebab kematian bagi penderita luka bakar
adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa. Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain)
adalah salah satu tanaman hias yang memiliki banyak manfaat sebagai tanaman
antibakteri karena tanaman ini memiliki kandungan fitokimia antara lain saponin,
alkaloid, flavonoid, dan tanin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya
antibakteri pada tanaman S. trifasciata dengan pelarut etanol, etil asetat, dan
perasan air yang selanjutnya untuk mengetahui Kadar Hambat Minimum (KHM)
dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853. Masing-masing bahan dibuat dalam konsentrasi
100%, 75%, 50%, dan 25% v/v.
Uji daya antibakteri pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan
daun S. trifasciata terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853 dilakukan dengan metode difusi sumuran, untuk
mengetahui perbedaan hasil diameter zona jernih tiap konsentrasi dengan kontrol
negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat tidak memiliki
aktivitas antibakteri pada kedua bakteri. Ekstrak etanol menunjukkan zona jernih
pada bakteri S. aureus ATCC 25923 di konsentrasi 100% dan 75%. Setelah
dianalisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
aktivitas antibakteri yang bermakna antara ekstrak etanol daun S. trifasciata
dengan kontrol negatif. Pada perasan daun S. trifasciata menunjukkan aktivitas
antibakteri yang lemah pada S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853 masing-masing di konsentrasi 25%. Pada uji Kruskal
Wallis terdapat perbedaan tidak bermakna antara perasan daun S. trifasciata
dibandingkan dengan kontrol negatif. Berdasarkan uji kandungan fitokimia, fraksi
etil asetat tidak memiliki kandungan saponin, tanin, alkaloid, maupun flavonoid.
Ekstrak etanol dan perasan daun S. trifasciata memiliki kandungan flavonoid
yang dipertegas dengan uji KLT.
Kata kunci : S. trifasciata, luka bakar, daya antibakteri, etanol, etil asetat, perasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 19
xviii
ABSTRACT
Burn can cause disabilities, inconvenience, even death for patients. One
of the leading causes of death for patients with burn was infection caused by
Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa. Sansevieria trifasciata
Prain ornamental plants is one that has many benefits as plants antibacterial
because this plant contains phytochemical saponin, alkaloid, flavonoid, and
tannin. Research was meant to know antibacterial plant S.trifasciata with solvent
ethanol, ethyl acetate, and juice the next to know Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concetration (MBC) against
S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853. Each items made in
concentration 100%, 75%, 50%, and 25% v/v.
The antibacterial assay on ethanol extract, ethyl acetate fraction, and
juice S.trifasciata leaves against S. aureus ATCC 25923 and
P. aeruginosa ATCC 27853 was conducted using diffusion method to determine
difference between diameter result each concentration with negative control.
Results of the study showed that the ethyl acetate fraction does not have such
antibacterial on the two bacteria. Ethanol extract shows a clear zone on
S.aureus ATCC 25923 at concentration 100% and 75% in a repetition. After that
Kruskal Wallis test shows that there is no significant difference between ethanol
extract S. trifasciata leaves with negative control. In juice shows such
antibacterial is weak in S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853
each in 25%, Kruskal Wallis test was not significant difference compare with
negative controls. Based on phytochemical analysis, ethyl acetate fraction
S. trifasciata leaves did not contain saponin, tannin, alkaloids, and flavonoids.
Ethanol extract and juice S.trifasciata leaves contains flavonoid that confirm with
KLT test.
Key words : S. trifasciata, burn, antibacterial activity, ethanol, ethyl acetate, juice
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 20
1
BAB 1
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman
hayati, salah satunya tanaman. Tanaman yang tumbuh di negara Indonesia
memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai obat dan bahan baku
obat. Penggunaan tanaman sebagai obat sudah digunakan sejak zaman dahulu dan
telah disebarkan secara turun-temurun ataupun dari mulut ke mulut. Menurut
Fajiriah, Darmawan, Sundowo, dan Artanti (2007), tanaman secara fungsional
tidak lagi digunakan sebagai penghias saja, tetapi juga sebagai tanaman obat yang
multi fungsi. Pengobatan yang dilakukan dengan tanaman dipandang sebagai
alternatif yang terjangkau sehingga banyak diminati oleh masyarakat.
Pada saat ini luka bakar menjadi masalah yang diperhatikan banyak
orang. Luka bakar adalah luka pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas,
kimia, elektrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu masalah karena dapat
menyebabkan ketidaknyamanan, kecacatan, dan kematian. Di United State of
America (USA) sekitar 2,5 juta orang yang menderita luka bakar memerlukan
penanganan medik setiap tahun. Lebih dari 100.000 pasien masuk rumah sakit dan
sekitar 12.000 orang meninggal karena luka bakar tiap tahun (Mayhall, 2003).
Secara umum, semua luka bakar akan segera mengalami kontaminasi
setelah cedera, baik oleh flora endogen atau organisme residen dari fasilitas
perawatan (Soedarmo, dkk., 2008). Apabila luka bakar tidak diatasi dengan baik,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 21
2
maka dapat terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah satu penyebab kematian
pasien infeksi luka bakar yang dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya
bakteri. Bakteri yang sering ditemukan pada penyakit infeksi luka bakar adalah
Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa (Church, Elsayed, Reid,
Winston, dan Lindsay, 2006). Stafilokokus merupakan organisme penyebab
infeksi yang paling dominan, salah satunya pada luka bakar. Menjelang akhir
tahun 1950-an, bakteri gram negatif terutama spesies Pseudomonas muncul
sebagai organisme dominan. Pseudomonas dapat menyebabkan infeksi pada luka
bakar akibat adanya penurunan daya tahan tubuh. (Soedarmo, dkk., 2008).
Salah satu alternatif terapi dalam penyembuhan infeksi luka bakar
dengan menggunakan tanaman obat yang memiliki kandungan antibakteri.
Antibakteri bekerja menghambat serta membunuh bakteri penyebab infeksi
tersebut. Keberhasilan penggunaan antibakteri dalam mengobati infeksi sering
disertai dengan terjadinya resistensi bakteri, sehingga mengurangi efektifitas
antibakteri. Sampai saat ini para peneliti berusaha untuk mengembangkan dan
memperbaharui antibakteri. Banyaknya variasi obat antibakteri diharapkan dapat
menurunkan resistensi bakteri.
Tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain) merupakan salah
satu tanaman hias yang sudah mulai banyak dikenal oleh hampir semua
masyarakat Indonesia. Selain sebagai tanaman hias, tanaman ini juga dikenal
sebagai tanaman antipolutan karena kemampuannya dalam menyerap polutan
berbahaya yang terdapat di udara. S. trifasciata dapat tumbuh di dalam ruangan
(indoor) maupun di luar ruangan (outdoor). Spesies lainnya selain S. trifasciata,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 22
3
yaitu S. roxburghiana dan S. liberica juga telah banyak diteliti kandungan dan
manfaatnya dalam bidang kesehatan. Pada penelitian Sheela, Jeeva, Shamila,
Lekshmi dan Brindha (2012), tanaman Sansevieria jenis S. roxburghiana
memiliki kandungan kimia antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin yang
dapat berfungsi sebagai antibakteri. Berdasarkan penelitian dari Philip, Kaleena,
Vallivittan, dan Kumar (2011) tanaman S. roxburghiana dapat digunakan untuk
pengobatan penyakit infeksi dan diare pada manusia. Menurut Ikewuchi,
Ikewuchi, Ayalogu, dan Onyeike (2010), tanaman S. liberica memiliki kandungan
flavonoid dan saponin, selain itu juga memiliki kandungan alkaloid dan tanin
dalam jumlah yang sedikit. Sama halnya dengan tanaman S. trifasciata dimana
dalam penelitian Gitasari (2011), tanaman tersebut memiliki aktivitas dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Pemilihan pelarut dalam ekstraksi harus berdasarkan kemampuannya
dalam melarutkan zat aktif dalam bahan tanaman yang digunakan dengan
semaksimal mungkin. Etanol dan air merupakan pelarut polar yang dapat
melarutkan senyawa polar, seperti flavonoid glikosida, tanin, dan saponin (Lei,
Wang, Zhou, dan Duan, 2002). Etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semi
polar yang dapat melarutkan senyawa flavonoid aglikon yang bersifat kurang
polar (Pranoto, Ma’ruf, dan Pringgenies, 2012).
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu dilakukan pembuktian lebih lanjut
untuk memberdayakan tanaman S. trifasciata dalam upaya pengembangan
antibakteri dengan pengujian daya antibakteri daun S. trifasciata dengan berbagai
pelarut terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 23
4
berupa nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum
(KBM). Pembuktian tersebut diharapkan S. trifasciata dapat dijadikan sebagai
salah satu alternatif obat antibakteri.
1. Rumusan masalah
a. Apakah ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata
memiliki daya antibakteri pada bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853?
b. Berapa nilai KHM dan KBM dalam ekstrak etanol, fraksi etil asetat,
dan perasan daun S. trifasciata terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian mengenai daya antibakteri ekstrak
etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata belum pernah dilakukan.
Penelitian sebelumnya terkait dengan daya antibakteri terhadap salah satu jenis
tanaman Sansevieria, yaitu S. roxburghiana. Penelitian tentang tanaman
S. roxburghiana oleh Sheela, et al. (2012) menunjukkan bahwa daun
S. roxburghiana memiliki kandungan alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Pada
penelitian ini daun diekstraksi dengan menggunakan pelarut dietil eter, etanol, dan
aseton. Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa daun S. roxburghiana mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan Escherichia coli.
Pada penelitian Philip, et al. (2011) daun dan rhizome tanaman
S. roxburghiana memiliki kandungan karbohidrat, saponin, flavonoid, fenol,
alkaloid, antosianin, glikosida, dan protein. Tanaman ini diekstraksi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 24
5
menggunakan pelarut metanol, aseton, etil asetat dan air. Hasil uji antibakteri
menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan aseton daun S. roxburghiana
menghambat bakteri gram positif seperti Micrococcus luteus, Bacillus cereus,
Enterococcus spp., Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif seperti
Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas fluorescence,
Salmonella typhi, Salmonella paratyphi, Klebsiella pneumoniae, Shigella sonnei
dan Escherichia coli, dan juga menghambat jamur yaitu Cryptococcus spp. dan
Candida albican.
Penelitian lain yang menggunakan tanaman S. trifasciata yang diteliti
oleh Gitasari (2011) menunjukkan bahwa tanaman ini hanya dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus saja, dan diduga metabolit lainnya
tidak menunjukkan aktivitas penghambatan pada bakteri uji lain. Penelitian ini
dilakukan 2 tahap yaitu maserasi dan dilanjutkan dengan fraksinasi menggunakan
kromatografi kolom dengan pelarut kloroform:etil asetat (1:6 v/v). Selain itu,
pengujian daya antibakteri pada penelitian tersebut menggunakan metode difusi
agar cakram (paper disk). Kandungan fitokimia yang terdapat pada ekstrak kasar
daun S. trifasciata dalam penelitian ini adalah flavonoid, steroid, dan alkaloid.
Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya
adalah bahan tanaman Sansevieria trifasciata yang digunakan berasal dari kebun
obat Fakultas Farmasi Sanata Dharma dengan tiga perlakuan. Bahan akan
diekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut etanol, fraksinasi dengan
pelarut etil asetat dan pemerasan dengan air. Metode pengujian daya antibakteri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 25
6
pada penelitian ini menggunakan metode difusi sumuran dan metode dilusi untuk
melihat nilai KHM dan KBM.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ilmu
pengetahuan dalam bidang farmasi tentang khasiat tanaman S. trifasciata
sebagai tanaman antibakteri.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui daya antibakteri ekstrak
etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata yang dapat
dikembangkan menjadi alternatif pengobatan penyakit infeksi luka bakar
yang disebabkan oleh bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Memastikan tanaman Sansevieria trifasciata sebagai tanaman yang
memiliki daya antibakteri pada bakteri S. aureus ATCC 25923 dan bakteri
P. aeruginosa ATCC 27853 untuk dapat menambah alternatif obat antibakteri.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui daya antibakteri ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan
daun S. trifasciata pada bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 26
7
b. Mengetahui nilai KHM dan KBM dalam ekstrak etanol, fraksi etil asetat,
dan perasan daun S. trifasciata terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
bakteri P. aeruginosa ATCC 27853.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 27
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Infeksi Luka Bakar
Infeksi merupakan akibat dari invasi mikroorganisme patogen ke dalam
tubuh dan reaksi jaringan yang terjadi terhadap organisme dan toksinnya.
Sebenarnya hanya ada beberapa dari beribu-ribu mikroorganisme di alam ini yang
bersifat patogen terhadap manusia. Organisme lainnya berperan sebagai flora
normal dan mereka ini menimbulkan daya tahan tubuh alamiah terhadap invasi
mikroorganisme patogen (Corwin, 2008).
Luka bakar dapat timbul akibat kulit terpapar oleh suhu tinggi, syok
listrik, atau bahan kimia. Luka bakar diklasifikasikan berdasar pada kedalaman
dan luas daerah yang terbakar. Luka bakar adalah penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada anak, dan sebagian besar dapat dicegah. Luka bakar yang tidak
dicegah maka akan menimbulkan komplikasi yang berarti setiap luka bakar dapat
terinfeksi yang menyebabkan cacat lebih lanjut atau kematian. Infeksi adalah
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien yang awalnya bertahan
terhadap luka bakar luas. Infeksi luka bakar dapat disebabkan oleh agen-agen
penginfeksi salah satu contohnya adalah bakteri. Staphylococcus aureus
merupakan penyebab infeksi nosokomial paling sering pada pasien luka bakar di
rumah sakit (Corwin, 2008).
Luka bakar yang luas memengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh. Semua sistem terganggu, terutama sistem kardiovaskular. Karena semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 28
9
organ tubuh memerlukan aliran darah yang adekuat, maka perubahan fungsi
kardiovaskular memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan
pasien (Corwin, 2008).
B. Tanaman Sansevieria
Sansevieria trifasciata (mother-in-laws tongue) merupakan tanaman
yang telah banyak ditemukan di Indonesia yang dikenal dengan tanaman lidah
mertua. Ada juga yang menjulukinya snake plant (tanaman ular). Hal ini mungkin
dikarenakan corak beberapa jenis tanaman ini mirip dengan corak ular (Backer
dan Brink, 1968). Klasifikasi tanaman Sansevieria trifasciata Prain. adalah:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Bangsa : Liliales
Suku : Agavaceae
Marga : Sansevieria
Jenis : Sansevieria trifasciata Prain.
(Plantamor, 2012)
Keragaman jenis Sansevieria memang cukup besar. Anggota genus ini
mencapai 130-140 spesies bahkan lebih dari 200 spesies. Selain itu snake plant
mudah berubah bentuk menjadi penampilan baru yang lebih stabil. Hal seperti ini
merupakan penyimpangan yang mendasari tanaman ini memiliki banyak spesies.
S. trifasciata merupakan spesies yang paling banyak mengalami penyimpangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 29
10
Saat ini diduga lebih 60 varian dihasilkan. Di Indonesia, S. trifasciata hampir
dijumpai hingga pelosok daerah. Sosok tanaman ini lebih menarik, mudah
tumbuh, dan jarang mati, meski tidak dipelihara (Purwanto, 2006).
Secara morfologi, tanaman Sansevieria pada umumnya dicirikan dengan
daun yang tebal karena kandungan airnya yang tinggi. Pada beberapa jenis
Sansevieria, daun berkedudukan seperti roset mengelilingi batang semu. Disebut
batang semu karena Sansevieria sesungguhnya tidak memiliki batang. Pada jenis
yang lain, daun berbentuk silinder. Jenis yang lain mempunyai helaian daun kaku
seperti pedang. Sansevieria merupakan tanaman monokotil sehingga memiliki
akar serabut. Selain itu, Sansevieria memiliki rhizome yang tumbuh menjalar di
atas permukaan tanah atau tumbuh di dalam tanah. Bunga Sansevieria termasuk
berumah dua yaitu benang sari dan putik terletak pada bunga yang berbeda. Bunga
Sansevieria berbau harum, terlebih pada malam hari, dan mampu bertahan sampai
tujuh hari. Biji-biji Sansevieria bersifat diploid yaitu terdapat dua embrio dalam
satu biji (Backer dan Brink, 1968).
Banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman S. trifasciata
mengungkapkan bahwa tanaman ini memiliki banyak kandungan metabolit
sekunder. Bagian tanaman ini yang sering digunakan sebagai obat adalah daun
dan rhizome. Ekstrak daun S. trifasciata memiliki kandungan flavonoid, steroid
dan alkaloid (Gitasari, 2011). Selain itu tanaman ini juga mengandung senyawa
saponin, kardenolin dan sedikit senyawa tanin (Dewatisari, 2009). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Sunilson, et al. (2009), ekstrak etanol dan air daun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 30
11
S. trifasciata mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, tanin,
protein, dan karbohidrat.
Sansevieria secara umum juga memiliki peranan penting di bidang
kesehatan karena kandungan kimia yang beragam pada berbagai jenis tanaman ini.
Getah spesies tertentu dipercaya mengandung antiseptik. Bagian tumbuhan yang
paling banyak digunakan sebagai obat adalah daunnya yang sering digunakan
sebagai pembalut luka pada pengobatan tradisional. Daun mentah yang
dihancurkan dapat digunakan untuk luka cacar air oleh kelompok etnis asli Afrika.
Ekstrak daun biasanya dipergunakan sebagai obat tetes mata dan penyembuhan
bila terjadi pembengkakan atau infeksi (Dalimartha, 2006). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Sunilson, et al. (2009), ekstrak etanol dan air daun S. trifasciata
memiliki khasiat analgesik dan antipiretik yang tidak terlalu tinggi, sehingga
tanaman S. trifasciata ini dapat dijadikan alternatif pengobatan untuk mengatasi
demam dan inflamasi.
C. Ekstraksi
Dalam analisis fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan segar yang
kemudian dikeringkan sebelum diekstraksi. Bila ini dilakukan, pengeringan
tersebut harus dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya
perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus dikeringkan secepat-cepatnya,
tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan aliran udara yang baik. Setelah
betul-betul kering, tumbuhan dapat disimpan untuk jangka waktu lama sebelum
digunakan untuk dianalisis. Tata cara ini telah dilakukan pada herbarium yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 31
12
telah disimpan bertahun-tahun dalam analisis flavonoid, alkaloid, kuinon, dan
terpenoid (Harborne, 1987).
Ekstraksi merupakan suatu proses dalam upaya penarikan senyawa kimia
dari suatu tanaman, dimana senyawa tersebut akan terlarut dalam cairan pelarut
yang sesuai. Ekstrak merupakan hasil dari proses ekstraksi tersebut yang biasanya
merupakan sediaan kental. Ekstrak tersebut dapat menjadi sediaan kental karena
sebelumnya telah terjadi proses penguapan pelarut dan massa yang tidak
diperlukan (Dirjen POM, 2000).
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan
cara dingin misalnya pemerasan, maserasi dan perkolasi serta dapat pula
dilakukan dengan cara panas seperti soxlet, infusa, reflux, dan digesti. Pemilihan
metode dan jenis cairan penyari yang akan digunakan tergantung dari zat aktif
yang akan disari. Metode pemerasan digunakan untuk simplisia segar yang
diawali dengan penghancuran bahan dengan penambahan air, diperas kemudian
disaring. Metode infundasi merupakan cara sederhana untuk menyari kandungan
aktif dari simplisia yang larut dalam air panas. Perkolasi umumnya digunakan
untuk mengekstraksi serbuk kering terutama simplisia yang keras seperti kulit
batang, kulit buah, biji, kayu dan akar. Digesti adalah metode ekstraksi dengan
menggunakan pemanasan pada suhu 40°-50° C. Metode ini sangat tepat untuk
bahan yang memiliki kandungan zat aktif tahan terhadap panas (Direktorat Obat
Asli Indonesia, 2013).
Maserasi adalah salah satu metode ekstraksi dengan merendam serbuk
simplisisa dalam cairan penyari yang tidak menggunakan proses pemanasan atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 32
13
disebut juga ekstraksi dingin. Proses pemisahan senyawa dalam simplisia
menggunakan pelarut tertentu berdasarkan prinsip like dissolved like, dimana
suatu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar yang terdapat dalam simplisia
tersebut. Cairan penyari yang menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan
yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel (Pratiwi, 2008).
D. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pilihan teknik
pemisahan kandungan tumbuhan bentuk kromatografi planar. Metode KLT ini
lebih khas dibandingkan kromatografi lainnya seperti kromatografi kertas karena
kepekaan, kecepatan, dan dapat lebih dapat dimodifikasi. Kepekaan KLT
memungkinkan proses pemisahan dapat dilakukan dengan jumlah bahan yang
lebih sedikit menggunakan ukuran µg. Kecepatan KLT lebih besar karena
menggunakan fase diam yang lebih padat bila diaplikasikan pada plat. Metode
KLT dapat dimodifikasi, artinya selain dengan fase diam selulosa, beberapa fase
diam yang lain juga dapat diaplikasikan pada plat kaca atau penyangga lainnya
(Harborne, 1987).
Penggunaan KLT dalam beberapa bidang digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa dan menentukan banyaknya komponen dalam
campuran. Secara kualitatif, analisis KLT parameter yang digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 33
14
identifikasi adalah nilai Rf. Nilai Rf ini dapat diketahui dengan membandingkan
jarak yang ditempuh solut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak. Apabila
dua senyawa memiliki nilai Rf yang sama maka dua senyawa tersebut merupakan
dua senyawa yang identik jika diukur pada kondisi KLT yang sama (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Fase diam yang biasanya digunakan dalam KLT adalah silika dan
selulosa. Fase diam merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel
antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin
sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam proses
pengelusiannya. Pengaplikasian fase diam dilakukan diatas plat kaca, gelas, atau
aluminium pada ketebalan tertentu, biasanya dengan ketebalan 250 µm. Fase
gerak pada KLT merupakan campuran 2 pelarut organik agar daya elusi campuran
tersebut dapat disesuaikan sehingga terjadi pemisahan secara optimal. Pada bahan
yang bersifat polar seperti campuran metanol dan air sebaiknya menggunakan
campuran pelarut sebagai fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).
Tahap pertama dalam pelaksanaan KLT adalah penotolan sampel pada
plat yang telah disapukan fase diam. Proses penotolan tidak memerlukan sampel
dalam jumlah yang banyak, karena proses kromatografi akan menjadi tidak
optimal. Penotolan yang tidak tepat akan memberikan hasil yang bias seperti
bercak yang menyebar. Tahap selanjutnya adalah tahap pengembangan, dimana
plat yang telah ditotolkan sampel dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang
telah diisikan fase gerak. Bejana kromatografi sebelumnya harus dijenuhkan
dengan fase gerak dan harus tertutup rapat (Gandjar dan Rohman, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 34
15
Jarak yang ditempuh solut
Rf =
Jarak yang ditempuh fase gerak
(Gandjar dan Rohman, 2007).
E. Senyawa Fitokimia
Beberapa senyawa fitokimia dalam tanaman dapat dimanfaatkan sebagai
obat merupakan hasil metabolisme sekunder tanaman tersebut. Metabolisme
sekunder berbeda dari metabolisme primer yang berupa asam amino, karbohidrat,
nukleotida dan lemak. Hasil dari metabolisme sekunder berupa flavonoid, tanin,
saponin, alkaloid, dan lain-lain, dimana digunakan oleh tanaman untuk
melindungi diri dari serangan bakteri, jamur, dan hama lainnya. Hampir semua
tanaman mempunyai hasil metabolisme sekunder namun akan berbeda
kandungannya tergantung dari spesies dan kadarnya tergantung dari lingkungan
tempat tanaman hidup (Lenny, 2006).
Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol yang bersifat
polar, sehingga pada umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol,
metanol, butanol, dan aseton. Senyawa fenol memiliki sifat efektif menghambat
pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur. Mekanisme flavonoid dalam menghambat
pertumbuhan bakteri, yaitu dengan merusak permeabilitas dinding sel, mikrosom,
dan lisosom. Adanya gugus hidroksil pada gugus flavonoid dapat menyebabkan
perubahan komponen organik dan transpor nutrisi yang akhirnya akan
mengakibatkan timbulnya efek toksik bagi bakteri (Sabir, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 35
16
Menurut Stahl (cit., Herlianawati, 2005), fase gerak yang biasa
digunakan untuk menghasilkan pemisahan yang baik pada lempeng selulosa
adalah fase atas dari campuran butanol : asam asetat : air (40 : 50 : 10) v/v.
Pembanding baku yang biasanya digunakan pada kromatogram adalah rutin. Rutin
merupakan senyawa glikosida flavonol yang sangat umum terdapat dalam
tumbuhan (Harborne, 1987).
Tanin adalah senyawa polifenol yang dapat membentuk kompleks
dengan protein. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan yang letaknya terpisah dari
enzim dan sitoplasma. Tanin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tanin
terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terhidrolisis dapat dihidrolisis oleh
asam atau enzim seperti tannase. Tanin terkondensasi tidak terhidrolisis menjadi
molekul yang lebih sederhana dan tidak mengandung gugus gula (Trease dan
Evans, 2002). Mekanisme tanin dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah
dengan menghambat pembentukan dinding sel, sehingga sel bakteri akan mati
akibat lisisnya sel bakteri karena tekanan osmotik maupun fisik (Ngajow,
Abidjulu, dan Kamu, 2013).
Tanin merupakan senyawa asam karboksilat fenol yang dapat dipisahkan
menggunakan fase diam silika gel atau selulosa. Fase gerak yang digunakan
dalam identifikasi senyawa tanin bermacam ragam. Fase gerak yang umum
digunakan adalah toluene : etil format : asam format (50 : 40 : 10) v/v (Harborne,
1987).
Alkaloid merupakan senyawa organik yang berasal dari alam yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Di alam, alkaloid terdapat dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 36
17
bentuk bebas, sebagai garam dan N-Oksida. Sebagian besar alkaloid berasa pahit
dan mudah larut dalam pelarut organik (Harborne, 1987). Alkaloid berperan
sebagai antibakteri dengan mengganggu komponen penyusun peptidoglikan yang
menyebabkan lapisan dinding sel tidak terbentuk sehingga berdampak pada
kematian sel (Farida, Dewa, Titis, dan Endrawati, 2010).
Menurut Stahl (cit., Herlianawati, 2005), pemisahan alkaloid secara KLT
dapat menggunakan fase diam silika gel, alumina, selulosa atau kieselguhr.
Alkaloid secara umum dapat dideteksi secara visibel. Reagen yang biasa
digunakan adalah reagen Dragendorf yang akan menghasilkan warna cokelat atau
orange (visibel) yang tidak stabil ketika dilakukan penyemprotan reagen.
Saponin tersebar luas di berbgai jenis tumbuhan. Keberadaan saponin
sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air apabila
digojog menimbulkan buih yang stabil (Gunawan dan Mulyani, 2004). Saponin
bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu stabilitas membran sel sehingga
menyebabkan sel lisis. Bakteri mengalami kerusakan membran sel dan
menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu
protein, asam nukleat dan nukleotida (Darsana, Besung, dan Mahatmi, 2012).
Menurut Stahl (cit., Herlianawati, 2005), pengujian KLT untuk saponin
menggunakan fase gerak seperti campuran kloroform : metanol : air (65 : 35 : 10)
v/v untuk memisahkan campuran glikosida terpenoid yang netral. Fase diam yang
sering digunakan adalah silika gel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 37
18
F. Staphylococcus aureus
Taksonomi dari bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Cocci
Bangsa : Bacillales
Suku : Staphylococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus
(National Center for Biotechnology Information, 2014)
Staphylococcus aureus merupakan salah satu genus stafilokokus yang
berkaitan dengan medis. Perbedaan S. aureus dengan spesies yang lain adalah
bakteri ini bersifat Gram positif. S. aureus adalah pathogen utama pada manusia.
Hampir setiap orang pernah mengalami infeksi S. aureus selama hidupnya, dari
keracunan makanan yang berat atau infeksi kulit yang kecil, sampai infeksi yang
tidak bisa disembuhkan. Secara umum bakteri stafilokokus tumbuh dengan cepat
pada berbagai tipe media dan dengan aktif melakukan metabolisme, melakukan
fermentasi karbohidrat dan menghasilkan bermacam-macam pigmen dari warna
putih hingga kuning gelap. S. aureus sering menghemolisis darah, mengkoagulasi
plasma dan menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler dan toksin. S. aureus cepat
menjadi resisten terhadap beberapa antimikroba dan ini merupakan masalah besar
pada terapi (Brooks, Butel, dan Morse, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 38
19
Bakteri S. aureus pertama kali diteliti oleh seorang ahli fisika dari
Jerman, Anton Rosenbach pada tahun 1884. Bakteri ini merupakan bakteri non
motil (tidak bergerak), tidak memiliki spora dan memiliki struktur seperti anggur.
Ukuran diameter selnya sekitar 1 mikrometer, jadi hanya dalam jarak 1 millimeter
bakteri ini terdiri atas 1000 sel. Bakteri S. aureus terdapat di kulit dan membran
mukosa. Selain itu S. aureus juga dapat hidup berkoloni di membran nasal karena
bakteri ini suka hidup di tempat yang hangat dan lembab. S. aureus memiliki
dinding sel yang tebal dibandingkan dengan bakteri lainnya. Hal ini menjadi salah
satu penyebab obat antibakteri sulit masuk ke dalam sel dan membunuhnya.
(Freeman-Cook dan Freeman-Cook, 2006).
Infeksi S. aureus dapat juga berasal dari kontaminasi langsung dari luka,
misalnya pasca operasi infeksi stafilokokus atau infeksi yang menyertai trauma
osteomielitis kronik setelah patah tulang terbuka, meningitis yang menyertai patah
tulang tengkorak. Jika S. aureus menyebar dan terjadi bakterimia, maka biasanya
terjadi endokarditis, osteomielitis hematogenus akut, meningitis atau infeksi paru-
paru (Brooks, et al., 2001).
G. Pseudomonas aeruginosa
Taksonomi dari bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Bangsa : Pseudomonadales
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 39
20
Suku : Pseudomonadaceae
Marga : Pseudomonas
Jenis : Pseudomonas aeruginosa
(National Center for Biotechnology Information, 2014)
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif, motil,
aerobik, beberapa galur memproduksi pigmen larut air. P. aeruginosa sering ada
dalam jumlah sedikit pada flora normal usus dan kulit manusia dan merupakan
patogen utama dari kelompok jenis pseudomonas. P. aeruginosa bersifat invasive
dan toksigenik, mengakibatkan infeksi pada pasien dengan penurunan daya tahan
tubuh, dan merupakan patogen nosokomial yang penting. P. aeruginosa tersebar
luas di alam dan biasanya ada di lingkungan lembab di rumah sakit. P. aeruginosa
dapat bersifat saprofit pada orang sehat, tetapi dapat menyebabkan penyakit pada
manusia yang memiliki ketahanan tubuh yang tidak normal (Brooks, et al., 2001).
Ciri-ciri dari bakteri ini adalah berbentuk batang dengan ukuran 0,6 x 2
mikrometer. Merupakan bakteri gram negatif yang terlihat sebagai bentuk batang
tunggal, ganda, dan kadang-kadang dalam rantai pendek. Pseudomonas
aeruginosa bersifat aerobik obligat yang tumbuh dengan cepat pada berbagai tipe
media, kadang memproduksi bau manis (corn taco-like odor). Beberapa galur
menghemolisis darah. Pseudomonas aeruginosa tumbuh baik pada 37-42°C.
Pseudomonas aeruginosa pada biakan dapat memproduksi berbagai kelompok
koloni. Dari bentuk koloni yang berbeda mungkin juga memiliki aktivitas
biokimia dan enzimatik yang berbeda, dan memberi kepekaan yang berbeda
terhadap antimikroba (Brooks, et al., 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 40
21
H. Metode Uji Kepekaan Antibakteri
Dalam tahun-tahun belakangan ini, bakteri yang resisten terhadap obat
telah menyebabkan beberapa wabah infeksi yang serius, dengan banyak kematian.
Hal ini menyebabkan perlunya program survailans nasional dan internasional
untuk memantau resistensi antimikroba pada bakteri, dengan uji kepekaan
menggunakan metode yang dapat dipercaya dan menghasilkan data yang
sebanding. Ketersediaan informasi mikrobiologis dan epidemiologis akan
membantu klinisi dalam memilih obat antimikroba yang sesuai untuk pengobatan
infeksi mikroba (Vandepitte, et al., 2003).
Prinsip umum pada uji kepekaan antimikroba adalah mengukur
kemampuan zat antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri in vitro.
Kemampuan ini dapat diperkirakan melalui metode pengenceran (dilusi) dan
metode difusi. Pada uji difusi, cakram kertas atau sumuran yang diresapi
antibiotik dalam jumlah tertentu, diletakkan pada media agar yang telah ditanami
organisme uji secara merata. Suatu gradien konsentrasi zat antimikroba yang
terbentuk oleh difusi dari cakram atau sumuran dan pertumbuhan organisme uji
dihambat pada suatu jarak dari cakram atau sumuran yang terkait dengan
kepekaan organisme, disamping faktor-faktor lain (Vandepitte, et al., 2003).
Prinsip metode dilusi adalah larutan uji diencerkan hingga diperoleh
beberapa konsentrasi, kemudian masing-masing konsentrasi larutan uji
ditambahkan suspensi bakteri dalam media. Pada dilusi padat, tiap konsentrasi
larutan uji dicampurkan ke dalam media agar (Brooks, et al., 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 41
22
I. Landasan Teori
Infeksi luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi sehingga memerlukan penatalaksanaan khusus dalam upaya
penyembuhannya. Bakteri S. aureus dan P. aeruginosa merupakan bakteri yang
dapat menyebabkan infeksi luka bakar. Kedua bakteri ini terdapat dalam kulit
manusia dan dapat menjadi patogen apabila terjadi penurunan daya tahan tubuh
pada manusia. Sehubungan dengan itu diperlukan eksplorasi tanaman yang
memiliki aktivitas antibakteri yang dapat menjadi alternatif dalam penyembuhan
luka bakar.
Sansevieria dikenal sebagai tanaman hias dan memiliki banyak variasi
jenis. Salah satu jenis tanaman hias yang banyak terdapat di Indonesia adalah
S. trifasciata. Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman S. trifasciata yang
berfungsi sebagai senyawa antibakteri antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, dan
tanin (Qomariyah, Sarto, dan Pratiwi, 2012).
Proses ekstraksi menggunakan pelarut untuk mengambil senyawa yang
sesuai dengan tingkat kepolarannya. Pelarut etanol dan air merupakan pelarut
polar yang dapat mengambil senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin.
Pelarut semi polar seperti etil asetat dapat menarik senyawa flavonoid aglikon
(Pranoto, et al., 2012).
Dalam menguji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu metode difusi dan metode dilusi. Metode difusi dalam uji aktivitas
antibakteri dapat dilihat dengan adanya zona jernih atau zona hambat. Metode
dilusi untuk dapat mengetahui nilai KHM dan KBM pada suatu senyawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 42
23
antibakteri, sehingga dapat diketahui dosis yang sesuai untuk pengobatan dengan
tanaman S. trifasciata. Pengujian ini dilakukan untuk melihat aktivitas kandungan
dari tanaman S. trifasciata dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus
ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853.
J. Hipotesis
Ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata memiliki
daya antibakteri terhadap S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC
27853.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 43
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental dengan rancangan
acak lengkap pola satu arah. Penelitian eksperimental merupakan penelitian
dengan membandingkan kelompok murni perlakuan dan kelompok kontrol.
Rancangan penelitian ini dilakukan dengan pemilihan sampel acak dan memiliki
satu variabel bebas. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi
Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variable penelitian
a. Variabel bebas : berbagai konsentrasi ekstrak, fraksi dan perasan daun
Sansevieria trifasciata : 100, 75, 50, 25 % v/v.
b. Variabel tergantung : diameter zona jernih pertumbuhan
S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853.
c. Variabel pengacau terkendali : media penanaman bakteri, suhu inkubasi
(37 ºC) dan lama inkubasi (24 jam), kepadatan suspensi bakteri yang
dilakukan uji setara dengan larutan Mc Farland II (6.108
CFU/mL), asal daun
S. trifasciata, suhu penyimpanan bahan ekstrak daun S. trifasciata, umur
tanaman, tinggi tanaman (70 - 90 cm), lebar tanaman ( 3 - 4 cm), warna
tanaman (hijau tua dengan corak tepi kuning).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 44
25
d. Variabel pengacau tidak terkendali : kelembaban ruang penyimpanan
ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata.
2. Definisi operasional
a. Daun Sansevieria trifasciata adalah daun tanaman hias jenis Sansevieria
yang kaku dan keras, permukaan licin, ujung daun runcing, warnanya hijau,
panjang 30 - 120 cm, lebar 2,5 - 8 cm, kedua permukaan daun terdapat garis-
garis bergelombang berwarna hijau yang letaknya melintang, dan tepi daun
berwarna kuning.
b. Ekstrak etanol daun S. trifasciata adalah daun S. trifasciata basah yang
dimaserasi dengan pelarut etanol 96% dengan menggunakan shacker selama
24 jam, lalu dipekatkan dengan rotary evaporator.
c. Fraksi etil asetat daun S. trifasciata adalah ekstrak etanol daun
S. trifasciata yang dilarutkan dengan aquadest, lalu difraksinasi dengan
pelarut etil asetat dengan menggunakan corong pisah, lalu dipekatkan dengan
rotary evaporator.
d. Perasan daun S. trifasciata adalah daun S. trifasciata basah yang
dihaluskan dengan menggunakan blender serta ditambahkan air secukupnya,
lalu diperas dengan menggunakan kain.
e. Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang diperoleh dari
Laboratorium Balai Kesehatan Yogyakarta dengan nomor ATCC 25923.
f. Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negatif yang diperoleh dari
Laboratorium Balai Kesehatan Yogyakarta dengan nomor ATCC 27853.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 45
26
g. Daya antibakteri adalah kekuatan ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan
perasan daun S. trifasciata dalam menghambat dan membunuh
S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853 yang memiliki
perbedaan bermakna dibandingkan dengan kontrol negatif (DMSO 5%)
berupa zona jernih.
h. Zona jernih adalah zona atau daerah pada media yang menunjukkan
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu antibakteri.
C. Bahan Penelitian
Daun tumbuhan S. trifasciata yang diperoleh dari kebun obat Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, aquadest dari Laboratorium
Kimia Organik, etil asetat (General Labora®), etanol 96% teknis (General
Labora®), suspensi bakteri S. aureus ATCC 25923, suspensi bakteri
P. aeruginosa ATCC 27853, dimethyl-sulfhoxide (DMSO) 5% (Merck®), larutan
standar Mc Farland II, perak sulfadiazine (Burnazin®), media Nutrient Agar
(NA) (Oxoid®).
D. Alat Penelitian
Alat-alat gelas, yaitu Erlenmeyer, tabung rekasi, corong, labu ukur, pipet
tetes, cawan petri, batang pengaduk, gelas ukur, sendok, pelubang sumuran 6 mm,
blender (Cosmos®), Platform Shaker (Innova™ 2100), autoclave (Model KT-40,
ALP Co. Ltd Hamurasi Tokyo Japan), oven (memmert), rotary evaporator (Janke
dan Kunkel, Ika-labotechnik, RV 05-ST), inkubator (Mammert tipe BE 400,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 46
27
GmbH + CoKG-D91126, Swahaban FRG Germany microbiological safety
cabinet), neraca analitik (Scaltec Instruments Heiligen stadt Germany),
mikropipet, paper disc, vortex mixer, spreader, pinset, flakon, tempat
pengembang (Chamber) KLT, penyangga lempeng kaca, kertas saring, lempeng
kaca kromatografi lapis tipis.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi daun S. trifasciata
Daun S. trifasciata dideterminasi dengan mencocokkan ciri-ciri tanaman
dengan tanaman S. trifasciata menggunakan pustaka acuan Backer dan Brink
(1968).
2. Pengumpulan bahan daun S. trifasciata
Daun S. trifasciata diperoleh dari kebun obat Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Daun yang akan digunakan diambil pada
pagi hari. Kriteria daun yang diambil adalah memiliki panjang daun 70 – 90 cm,
lebar daun 3 – 4 cm, dan warna daun hijau tua dengan tepi corak berwarna kuning.
Daun S. trifasciata dicuci dengan air mengalir dan dipotong kecil-kecil ukuran 1 x
1 cm. lalu dibuat tiga perlakuan.
3. Pembuatan ekstrak etanol daun S. trifasciata dengan metode maserasi
Sebanyak 100 gram bahan daun segar yang telah dipotong kecil-kecil,
lalu dihaluskan dengan blender. Bahan selanjutnya dimasukkan dalam Erlenmeyer
dan ditambahkan pelarut etanol 96% sampai bahan terendam semua. Erlenmeyer
ditutup rapat dengan alumunium foil, lalu digojog dengan menggunakan shaker
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 47
28
selama 24 jam. Selanjutnya bahan disaring dengan menggunakan corong Buchner,
lalu dipekatkan dengan rotary evaporator, disimpan dalam lemari pendingin.
4. Pembuatan fraksi etil asetat daun S. trifasciata dengan metode fraksinasi
Sebanyak 100 gram bahan daun segar yang telah dipotong kecil-kecil,
lalu dihaluskan dengan blender. Bahan selanjutnya dimasukkan dalam erlenmeyer
dan ditambahkan pelarut etanol 96% sampai bahan terendam semua. Erlenmeyer
ditutup rapat dengan alumunium foil, lalu digojog dengan menggunakan shaker
selama 24 jam. Selanjutnya bahan disaring dengan menggunakan corong Buchner,
lalu dipekatkan dengan suhu 40°C. Bahan yang telah dipekatkan, ditambah
dengan aquadest sampai seluruh ekstrak larut sempurna, lalu dimasukkan ke
dalam corong pisah. Ditambahkan pelarut etil asetat dengan jumlah yang
sebanding dengan jumlah air yang ditambahkan ke dalam ekstrak etanol
(perbandingan 1:1), lalu corong pisah ditutup untuk selanjutnya digojog. Fase etil
asetat yang diperoleh kemudian ditampung, lalu dipekatkan dengan rotary
evaporator dan disimpan pada lemari pendingin.
5. Pembuatan perasan daun S. trifasciata
Sebanyak 100 g bahan daun segar yang telah dipotong kecil-kecil,
selanjutnya dihaluskan dengan penambahan aquadest menggunakan blender.
Bahan diperas dengan menggunakan kain saring.
6. Preparasi mikroba uji
Bakteri diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.
Bakteri yang digunakan adalah P. aeruginosa ATCC 27853 yang merupakan
bakteri gram negatif dan bakteri S. aureus ATCC 25923 yang merupakan bakteri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 48
29
gram positif. Mikroba uji disetarakan kekeruhannya dengan larutan standar Mc
Farland II dengan konsentrasi mikroba 6x108 CFU/mL.
7. Sterilisasi peralatan dan media
Peralatan yang digunakan dalam penelitian, terutama yang berhubungan
dengan bakteri uji seperti: tabung reaksi, cawan petri, jarum ose, pipet ukur,
flakon, dan lain-lain disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 20 menit.
Media NA yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu
121ºC selama 15 menit.
8. Pengujian potensi antibakteri secara metode difusi sumuran
a. Penyiapan larutan uji
Ekstrak etanol daun S. trifasciata dibuat berbagai variasi konsentrasi.
Konsentrasi yang dibuat adalah 100 %, 75 %, 50 %, dan 25 % v/v. DMSO
5% digunakan sebagai pelarut untuk membuat tingkat konsentrasi. Hal yang
sama juga dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan air.
b. Penyiapan larutan perak sulfadiazine (Burnazin®) sebagai kontrol positif
Kontrol positif yang digunakan adalah krim perak sulfadiazine
(Burnazin®). Konsentrasi kontrol positif yang dibuat adalah 1 %. Sebanyak
satu gram krim Burnazin® dilarutkan menggunakan DMSO 5% ke dalam
labu ukur 100 mL, kemudian divortex.
c. Penanaman isolat Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan
Staphylococcus aureus ATCC 25923 secara pour plate (metode tuang)
Suspensi bakteri P. aeruginosa ATCC 25923 dan
S. aureus ATCC 25923 ditambahkan sebanyak 0,5 mL ke dalam media NA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 49
30
secara aseptis. Selanjutnya media NA yang telah dicampur suspensi bakteri
dituang ke dalam cawan petri yang telah steril. Perlu dilakukan penggoyangan
untuk memastikan suspensi bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853 tercampur secara homogen dengan media NA.
Setelah memadat, diinkubasi secara terbalik selama 24 jam.
d. Pembuatan kontrol kontaminasi dan kontrol pertumbuhan bakteri uji
Uji potensi antibiotik secara difusi sumuran terlebih dahulu dibuat
kontrol pertumbuhan bakteri uji, kontrol pelarut, kontrol kontaminasi. Kontrol
pertumbuhan bakteri uji S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853 dibuat dengan mengambil 0,5 mL masing-
masing bakteri uji dan ditambahkan ke dalam media nutrient agar. Media NA
yang telah ditambahkan suspensi bakteri dituang ke dalam cawan petri steril
secara aseptis dan dibiarkan sampai memadat. Setelah agak mengering
diinkubasi secara terbalik selama 24 jam. Kontrol pelarut dilakukan dengan
membuat lubang sumuran dalam cawan petri yang telah berisi media yang
diinokulasikan bakteri uji secara aseptis dan diisi pelarut DMSO 5%. Kontrol
kontaminasi dilakukan dengan cara menuangkan media NA ke dalam cawan
petri steril.
e. Uji potensi antibiotik secara difusi sumuran
Secara aseptis, dibuat enam lubang sumuran dengan menggunakan
pelubang sumuran 6 mm pada permukaan media NA yang diatur dengan jarak
tertentu. Ekstrak etanol daun S. trifasciata dengan berbagai konsentrasi (100
%, 75 %, 50 %, dan 25 % v/v) diisikan pada sumuran. Setelah diinkubasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 50
31
selama 24 jam dengan suhu 37 ºC, cawan petri diamati zona jernih yang
dihasilkan. Daya antibakteri diamati berdasarkan diameter zona jernih yang
terbentuk dibandingkan dengan kontrol pelarut DMSO 5% diukur dengan
menggunakan penggaris. Hal yang sama juga dilakukan pada fraksi etil asetat
dan perasan air.
9. Pengujian kepekaan antibiotik dengan menentukan nilai KHM dan
KBM dengan dilusi padat
Penentuan nilai KHM dan KBM dilakukan dengan melakukan metode
dilusi padat. Metode ini dilakukan dengan menambahkan ekstrak etanol daun
S. trifasciata pada masing-masing konsentrasi yang menunjukkan zona jernih
pada uji potensiasi ke dalam tabung berisi 15 mL media NA dan 0,5 mL suspensi
bakteri S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853. Selanjutnya
tabung tersebut dituang ke dalam cawan petri dengan metode pour plate. Setelah
masa inkubasi, kekeruhan yang menunjukkan kepadatan pertumbuhan bakteri
diamati dan diberi penilaian menggunakan notasi (+) dan (-) jika tidak ada tampak
pertumbuhan bakteri pada media agar tersebut.
Dari pengamatan kekeruhan, dilakukan uji penegasan hasil dengan
dengan memilih cawan petri dengan tingkat kekeruhan (-) dan tingkat kekeruhan
(+). Selanjutnya, media agar yang memiliki tingkat kekeruhan (-) dicuplik 1 ose
lalu ditanam pada media agar baru dengan metode streak plate. Hal yang sama
juga dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan air.
Hasil uji yang digunakan adalah semua media yang memberikan
kejernihan media secara visual. KHM adalah konsentrasi terkecil yang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 51
32
menghambat bakteri, ditandai dengan S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853 masih dapat tumbuh pada hasil streak plate,
sedangkan KBM adalah konsentrasi terkecil yang dapat membunuh bakteri,
ditandai dengan keadaan S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853
sudah tidak dapat tumbuh pada hasil streak plate yang menandakan bakteri uji
mati karena larutan uji dengan konsentrasi tersebut.
10. Uji fitokimia ekstrak daun S. trifasciata
Uji fitokimia yang dilakukan adalah uji saponin, alkaloid, flavonoid dan
tanin. Kandungan senyawa fitokimia yang diuji memiliki sifat sebagai antibakteri.
a. Uji saponin
Uji busa : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil sebanyak satu
mililiter, ditambahkan lima mililiter air destilasi dan dikocok dalam tabung reaksi
selama 15 menit. Terbentuknya layer berupa busa setebal satu sentimeter pada
bagian atas menunjukkan adanya saponin. Hal yang sama dilakukan pada fraksi
etil asetat dan perasan daun S. trifasciata (Philip, et al., 2011).
b. Uji alkaloid
Uji Mayer : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil sebanyak dua
mililiter, ditambahkan dua mililiter asam klorida 1%. Selanjutnya ditambahkan
lima tetes reagen Mayer. Terbentuknya endapan warna hijau atau putih
menunjukkan indikasi adanya alkaloid. Hal yang sama juga dilakukan pada fraksi
etil asetat dan perasan daun S. trifasciata (Philip, et al., 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 52
33
c. Uji flavonoid
Uji asam sulfat : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil satu mililiter,
ditambahkan dengan asam sulfat pekat dan diamati perubahan warna menjadi
orange. Hal yang sama juga dilakukan pada etil asetat dan perasan daun
S. trifasciata (Philip, et al., 2011).
Uji natrium hidroksida : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil satu
mililiter, ditambahkan natrium hidroksida dan diamati perubahan warna menjadi
kuning. Hal yang sama juga dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan daun S.
trifasciata (Asih, 2009).
d. Uji tannin
Uji besi (III) klorida : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil satu
mililiter, ditambahkan dua mililiter besi (III) klorida 5%. Terbentuknya warna biru
tua atau hijau kehitaman mengindikasikan adanya tanin. Hal yang sama juga
dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan daun S. trifasciata (Philip, et al.,
2011).
Uji dengan larutan gelatin 1 % : ekstrak etanol daun S. trifasciata
diambil sebanyak tiga mililiter, ditambahkan ke dalam sepuluh mililiter aquadest,
dipanaskan selama 30 menit di atas waterbath. Setelah itu, hasil pemanasan,
disaring dengan kertas saring sebanyak lima mililiter. Hasil saringan tersebut
ditambahkan dengan natrium klorida 2% sebanyak satu mililiter. Apabila terdapat
endapan disaring dengan kertas saring. Selanjutnya hasil saringan ditambahkan
dengan gelatin 1% sebanyak lima mililiter. Apabila terdapat endapan, maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 53
34
mengindikasikan adanya tanin. Hal yang sama juga dilakukan pada fraksi etil
asetat dan perasan daun S. trifasciata (Sangi, Momuat, Kumaunang, 2012).
11. Kromatografi Lapis Tipis (Uji Penegasan Senyawa Flavonoid)
Fase diam yang digunakan adalah selulosa dan fase gerak yang
digunakan adalah n-butanol : asam asetat glasial : air (40 : 10 : 50) v/v. Ekstrak
etanol daun S. trifasciata ditotolkan sebanyak tiga mikroliter pada plat kaca KLT.
Pembuatan standar rutin dengan melarutkan 10 mg serbuk rutin dengan satu
mililiter etanol pra analisis 70 %. Standar rutin selanjutnya ditotolkan sebanyak
tiga mikroliter pada plat KLT. Hasil KLT dideteksi pada panjang gelombang 254
nm, 365 nm, pereaksi uap amonia, dan pereaksi semprot besi (III) klorida. Hal
yang sama juga dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan air.
F. Analisis Hasil
Berdasarkan uji potensi antibiotik, didapatkan data diameter zona jernih
yang kemudian diuji normalitas distribusi data tersebut dengan metode analisis
Shapiro-Wilk. Kriteria distribusi normal dilihat dari nilai kebermaknaan (p) >
0,05. Apabila distribusi normal, dianalisis statistic one way ANNOVA yang
dilanjutkan dengan LSD test untuk mengetahui adanya kebermakaan dalam
perbedaan hasil diameter zona jernih tiap konsentrasi uji dengan kontrol negatif.
Apabila distribusi tidak normal, dianalisis dengan metode Kruskal-Wallis yang
dilanjutnya dengan uji Post Hoc untuk melihat adanya kebermaknaan dalam
perbedaan hasil diameter zona jernih tiap konsentrasi dengan kontrol negatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 54
35
Berdasarkan data uji aktivitas antibakteri, dianalisis secara deskriptif
untuk menentukan KHM dan KBM. Analisis deskriptif dengan disertai data
pendukung berupa foto-foto dan disajikan dalam bentuk tabel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 55
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Bahan dan Identifikasi Daun Sansevieria trifasciata
Tanaman Sansevieria trifasciata yang digunakan pada penelitian ini
diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma. Bahan tanaman yang digunakan terletak jauh dari jalan raya, sehingga
dianggap tidak mengalami kontak langsung dengan polusi udara. Hal ini menjadi
perhatian karena tanaman S. trifasciata juga berfungsi sebagai antipolutan yang
menyerap racun yang berbahaya bagi kesehatan. Apabila mengandung racun
tanaman ini dapat membahayakan bila diolah menjadi salah satu alternatif
pengobatan.
Determinasi tanaman bertujuan untuk memastikan bahwa tanaman yang
digunakan benar-benar merupakan tanaman S. trifasciata. Determinasi tanaman
dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat , Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma menggunakan acuan Backer dan Brink (1968). Hasil determinasi
tersebut, tanaman Sansevieria yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
jumlah daun pada tiap tanaman dua hingga enam daun, daun tebal berdaging
sehingga kaku, berwarna hijau tua dengan tepi daun berwarna kuning, bentuk
daun linear-lanset, ukuran panjang 40 - 175 cm dan lebar 2,5 - 9 cm (termasuk
pangkal). Tepi daun yang berwarna kuning menunjukkan kekhasan dari tanaman
jenis S. trifasciata ini. Tanaman ini juga sering dijadikan tanaman hias. Dari
identifikasi tanaman yang dilakukan, tanaman yang digunakan pada penelitian ini
benar merupakan tanaman S. trifasciata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 56
37
Gambar 1. Tanaman Sansevieria trifasciata
B. Penyiapan Bahan Daun S. trifasciata
Penelitian ini menggunakan bahan daun S. trifasciata segar yang tidak
melalui tahap pengeringan. Tujuan penggunaan bahan segar ini agar kandungan
senyawa yang terdapat dalam daun tidak berkurang akibat dari proses
pengeringan. Daun dipotong pada bagian bawah lalu dicuci bersih untuk
menghilangkan kotoran-kotoran dan debu yang dapat mengganggu dalam proses
penelitian. Hal ini dikarenakan proses pengerjaan ini nantinya memerlukan
pengerjaan yang steril, sehingga adanya kotoran dan debu yang tidak dibersihkan
dengan sempurna akan menjadi agen kontaminan serta dapat memperburuk hasil
dalam perlakuan.
Selanjutnya daun dipotong dengan ukuran 1 x 1 cm lalu dihaluskan
dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel bahan dan meningkatkan luas
permukaan bahan. Luas permukaan bahan yang besar akan meningkatkan kontak
antara bahan dan penyari, sehingga penyari dapat bekerja secara optimal dalam
menarik senyawa dari bahan. Tanaman S. trifasciata ini terdapat banyak serat,
sehingga pemotongan bahan menjadi ukuran yang lebih kecil ini juga akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 57
38
meminimalkan gangguan dari serat daun tersebut. Pada penelitian ini pengambilan
senyawa-senyawa metabolit sekunder pada S. trifasciata menggunakan metode
maserasi dengan pelarut etanol, fraksinasi dengan etil asetat, dan dengan proses
pemerasan.
C. Maserasi, Fraksinasi, dan Pemerasan Daun S. Trifasciata
Daun S. trifasciata yang telah dihaluskan, dilakukan tiga perlakuan, yaitu
diekstrak dengan pelarut etanol (pelarut polar) dan pelarut etil asetat (pelarut semi
polar), serta dilakukan proses pemerasan dengan bantuan air. Ketiga pelarut ini
diharapkan dapat mengambil senyawa-senyawa metabolit sekunder yang terdapat
pada tanaman S. trifasciata secara optimal. Proses ekstraksi dengan pelarut etanol
dilakukan dengan metode maserasi, yaitu dengan cara merendam sejumlah bahan
segar dengan sejumlah cairan pelarut yang dikehendaki. Tujuan dari penggunaan
metode maserasi ini adalah agar semua senyawa metabolit sekunder dalam
tanaman S. trifasciata dapat terambil secara sempurna tanpa melalui proses
pemanasan karena maserasi merupakan salah satu proses ekstraksi dingin. Selain
itu, proses maserasi merupakan proses ekstraksi yang sederhana dan mudah untuk
dikerjakan.
Dalam proses maserasi ini, bahan ditimbang sebesar 30 g lalu
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL. Bahan direndam dengan pelarut etanol
96% sebanyak 150 mL (perbandingan 1:5 v/v). Pengadukan dilakukan dengan
cara digojog menggunakan shaker yang merupakan modifikasi dari proses
maserasi ini. Pengadukan dengan shaker ini mempercepat proses maserasi karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 58
39
pengadukan dilakukan secara konstan (maserasi mekanik). Proses pengadukan ini
dilakukan selama 24 jam dengan harapan pelarut sudah mengambil secara optimal
senyawa yang diinginkan dalam bahan tersebut. Setelah 24 jam pengadukan,
maserat kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 1.
Maserat tersebut dilanjutkan ke proses remaserasi, dimana tujuan dari remaserasi
ini adalah untuk memaksimalkan proses maserasi agar kandungan yang masih
tertinggal dapat terambil dengan pelarut yang baru. Proses remaserasi ini
dilakukan dengan mengganti pelarut yang lama dengan pelarut yang baru dan
diaduk dengan shaker selama 24 jam. Hasil maserasi dengan pelarut etanol 96%
berwarna coklat dengan bau ekstrak yang khas. Setelah melalui proses maserasi,
maserat diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator dan disimpan dalam
suhu 40ºC.
Pada proses fraksinasi dengan pelarut etil asetat, tanaman pada awalnya
dimaserasi dengan etanol 96 % terlebih dahulu, lalu dipekatkan. Setelah itu
ekstrak yang telah dipekatkan dicampur dengan air, lalu difraksinasi secara
ekstraksi cair-cair dengan pelarut etil asetat. Proses fraksinasi ini dilakukan karena
ketika dilakukan orientasi, bahan daun yang sudah dihaluskan sulit tercampur
secara sempurna dengan pelarut etil asetat pada saat akan dilakukan proses
maserasi. Etil asetat merupakan pelarut yang memiliki sifat semi polar. Maka dari
itu, tujuan dilakukan fraksinasi dengan pelarut etil asetat ini adalah untuk
mengambil secara optimal senyawa yang bersifat kurang polar yang terdapat
dalam daun S. trifasciata. Fraksinasi ini dilakukan dengan menambahkan ekstrak
kental etanol dengan aquadest perbandingan 1:1 v/v ke dalam corong pisah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 59
40
Setelah itu ditambahkan pelarut etil asetat, sehingga akan terjadi pemisahan
(Gambar 2.).
Gambar 2. Fraksinasi dengan etil asetat
Pada gambar 2, ditunjukkan bahwa etil asetat berada di atas dan aquadest
di bawah. Hal ini terjadi karena bobot jenis etil asetat (0,894 g/mL) lebih rendah
daripada bobot jenis aquadest (1,000 g/mL). Kandungan senyawa ekstrak etanol
yang bersifat semi polar akan larut dalam etil asetat dan sisanya akan larut dalam
aquadest. Proses fraksinasi ini dilakukan sebanyak tiga kali penambahan dengan
pelarut etil asetat. Setelah itu, hasil fraksinasi diuapkan dengan rotary evaporator
dan disimpan dalam oven dengan suhu 40ºC. Hasil ekstraksi menunjukkan warna
hijau tua dengan bau ekstrak khas.
Tabel I. Rendemen hasil ekstraksi, fraksinasi, dan pemerasan daun
S. trifasciata dengan pelarut etanol 96% dan etil asetat.
Pelarut Rendemen (%b/b) Wujud Warna
Etanol 96% 4, 56 Kental Coklat
Etil asetat 1,40 Kental Hijau tua
Perasan daun 25 Cair Hijau muda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 60
41
Hasil rendemen (Tabel I) menunjukkan bahwa hasil ekstrak dengan
etanol lebih banyak daripada dengan pelarut etil asetat. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kandungan senyawa pada daun S. trifasciata lebih banyak larut pada
pelarut etanol (pelarut polar), sedangkan lebih sedikit yang larut oleh pelarut etil
asetat (pelarut semi polar). Sehingga dapat dilihat bahwa pada daun S.trifasciata
lebih banyak larut dalam pelarut polar.
Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan proses pemerasan bahan
dengan bantuan air. Perlakuan ini sesuai dengan perlakuan empiris yang telah
dilakukan sejak jaman dahulu kala. Menurut Philip, Kaleena, Valivittan, dan
Kumar (2011), penggunaan daun tanaman Sansevieria secara tradisional dengan
cara dihaluskan dan diperas pada daerah tubuh yang terkena luka. Maka dari itu
pada penelitian ini, bahan yang telah dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil (1
x 1 cm), kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender, lalu disaring dengan
menggunakan kertas saring Whatman No. 1.
D. Pengujian Potensi Antibakteri Secara Metode Sumuran
Uji antibakteri pada penelitian ini menggunakan metode difusi secara
sumuran dimana media pertumbuhan akan dibuat lubang sumuran yang pada
masing-masing lubang tersebut akan diisi larutan ekstrak dari masing-masing
konsentrasi. Prinsip dari metode difusi adalah senyawa antibakteri pada ekstrak
etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata akan terdifusi ke dalam
media padat yang telah diinokulasikan bakteri uji yaitu S. aureus ATCC 25923
dan P. aeruginosa ATCC 27853. Tujuan dari metode difusi sumuran ini untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 61
42
melihat daya antibakteri ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun
S. trifasciata berdasarkan pada zona jernih. Pemilihan metode sumuran ini sesuai
dengan sifat bakteri yang digunakan yaitu S. aureus ATCC 25923 yang memiliki
sifat anaerob fakultatif dan P. aeruginosa ATCC 27853 yang memiliki sifat aerob.
Maka dari itu diharapkan senyawa antibakteri tanaman S. trifasciata dapat
terdifusi sampai ke dalam media untuk menghambat pertumbuhan bakteri
S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853. Hal ini pula yang
mendasari alasan penggunaan metode pour plate sebagai metode penanaman
isolat S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853.
Pada penelitian ini masing-masing ekstrak dibuat tingkat konsentrasi
(100%, 75%, 50%, dan 25%). Tujuan pembuatan tingkat konsentrasi ini untuk
mengetahui konsentrasi minimum dari ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan
perasan daun S. trifasciata dalam menghambat pertumbuhan bakteri
S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853. Ekstrak etanol, fraksi
etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata yang tidak ditambahkan dengan larutan
kontrol negatif DMSO 5% dianggap sebagai konsentrasi 100%. Tiap larutan
konsentrasi dibuat dengan menggunakan larutan DMSO 5% sebagai pelarut
karena ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata larut dalam
pelarut ini. DMSO dibuat konsentrasi 5% agar pelarut tersebut tidak memiliki
aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri. Menurut Sharma and Sharma (2011)
DMSO tidak akan memberikan aktivitas antibakteri pada konsentrasi kurang dari
15%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 62
43
Pada penelitian ini juga dilakukan kontrol negatif, kontrol media, kontrol
pertumbuhan bakteri, dan kontrol positif. Kontrol negatif bertujuan untuk
menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan tidak memberikan aktivitas
antibakteri. Kontrol negatif yang digunakan adalah larutan DMSO 5%. Kontrol
media bertujuan untuk melihat apakah dalam perlakuan terjadi kontaminasi atau
tidak. Kontrol media ini dibuat dengan menuangkan media NA ke dalam cawan
petri steril. Kontrol pertumbuhan bakteri bertujuan untuk melihat pertumbuhan
bakteri pada media tersebut. Kontrol pertumbuhan bakteri ini dibuat dengan
memasukkan bakteri S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853
masing-masing sebanyak 0,5 mL ke dalam masing-masing 25 mL media NA lalu
dituang ke dalam cawan petri steril secara pour plate.
Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah Burnazin®.
Kontrol positif bertujuan sebagai pembanding dengan perlakuan. Burnazin®
merupakan krim antibiotik yang mengandung perak sulfadiazine yang biasanya
digunakan untuk mengobati luka bakar. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia (2013), konsentrasi krim perak sulfadiazine yang
biasanya digunakan sebagai antibiotik pada penyakit infeksi luka bakar adalah 1
%. Krim ini terdiri atas dua komponen zat aktif yaitu perak dan sulfadiazine
dengan zat pembawa berupa emulsi oil in water (o/w) yang larut dalam air
(Widagdo, 2005).
Pemilihan kontrol positif ini juga berdasarkan pada kemiripan
mekanisme kerja perak sulfadiazine dan kandungan senyawa flavonoid, tanin,
alkaloid, dan saponin, yaitu sama-sama bekerja pada membran dan dinding sel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 63
44
dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme kerja perak sulfadiazine
adalah dengan melepaskan perak secara perlahan-lahan sampai mencapai kadar
toksik pada membran dan dinding sel bakteri sehingga menyebabkan kematian
pada bakteri tersebut. Zat pembawa berfungsi untuk meningkatkan kecepatan
absorpsi dan mempermudah penetrasi ke dalam luka bakar (Widagdo, 2005).
Flavonoid menghambat pertumbuhan bakteri dengan merusak permeabilitas
dinding sel, mikrosom, dan lisosom (Sabir, 2005). Tanin menyebabkan sel bakteri
lisis karena tekanan osmotik yang menghambat pembentukan dinding sel
(Ngajow, et al., 2013). Alkaloid mengganggu komponen penyusun peptidoglikan
sehingga lapisan sel tidak terbentuk (Farida, et al., 2010). Saponin mengganggu
stabilitas membran sel sehingga sel bakteri lisis (Darsana, et al., 2012).
S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853 pada penelitian
ini disetarakan dengan larutan Mc Farland II. Hal ini bertujuan untuk
menyetarakan jumlah S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853
dengan larutan Mc Farland II yaitu 6 x 108 CFU/mL. Pada penelitian ini,
pengujian potensi antibakteri dalam satu media NA masing-masing dibuat enam
sumuran yang diisi dengan empat tingkat konsentrasi ekstrak etanol, fraksi etil
asetat, dan perasan daun S. trifasciata, satu kontrol positif, dan satu kontrol
negatif. Ke dalam masing-masing lubang sumuran diinokulasikan sebanyak 50
µL. Setiap perlakuan dilakukan replikasi tiga kali. Setelah diinkubasi dalam suhu
ruangan selama 24 jam, hasil dilihat berdasarkan zona jernih yang terbentuk. Zona
jernih ini menggambarkan tidak adanya pertumbuhan bakteri di sekitar sumuran
akibat dari aktivitas ekstrak etanol, ekstrak etil asetat, maupun perasan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 64
45
menghambat pertumbuhan bakteri. Perhitungan diameter zona jernih dapat
dilakukan dengan menggunakan penggaris.
Data-data dari hasil perlakuan, selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan uji Kruskal-Wallis. Uji ini sesuai untuk membandingkan variabel-
variabel numerik yang memiliki jumlah kelompok lebih dari dua tak berpasangan
dan merupakan uji nonparametrik. Uji Kruskal-Wallis merupakan alternatif dari
uji one way ANOVA karena distribusi data tidak normal. Dalam analisis data ini,
perlakuan dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif.
Tabel II. Uji aktivitas antibakteri fraksi etil asetat daun S. trifasciata
perlakuan
Diameter zona jernih
S. aureus P. aeruginosa
1 2 3 1 2 3
Burnazin® 15 mm 16 mm 16,5mm 11 mm 14 mm 10 mm
DMSO 5% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
100% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
75% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
50% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
25% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Diameter lubang sumuran : 6 mm
Burnazin® : kontrol +
DMSO 5% : kontrol –
Pada Tabel II, fraksi etil asetat sama sekali tidak memberikan zona
jernih pada kedua biakan bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi etil asetat
tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853. Dalam penelitian ini fraksi etil asetat tidak
berpotensi untuk dikembangkan menjadi antibakteri. Berdasarkan hasil pengujian,
fraksi ini diperkirakan tidak menunjukkan keberadaan senyawa-senyawa seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 65
46
flavonoid, tanin, saponin, dan alkaloid yang dapat menghambat pertumbuhan
kedua biakan bakteri.
Tabel III. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun S. trifasciata
perlakuan
Diameter zona jernih
S. aureus P. aeruginosa
1 2 3 1 2 3
Burnazin® 16 mm 16,5mm 17,5 mm 17,5mm 25 mm 26 mm
DMSO 5% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
100% 21 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
75% 6 mm 20 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
50% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
25% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Diameter lubang sumuran : 6 mm
Burnazin® : kontrol +
DMSO 5% : kontrol –
Pada pengamatan ekstrak etanol 96%, zona jernih hanya tampak pada
bakteri S. aureus di konsentrasi 100% dan 75%. Berdasarkan tabel III, pada
perlakuan dengan bakteri S. aureus, rata-rata zona jernih pada konsentrasi 100%
adalah 21 mm. Nilai ini lebih besar daripada kontrol positifnya yaitu 21 mm.
Padahal zona jernih pada konsentrasi ini hanya tampak pada perlakuan replikasi
satu, sedangkan replikasi dua menunjukkan zona jernih pada konsentrasi 75%
yaitu sebesar 20 mm. Dalam menganalisis data dilakukan uji Kruskal Wallis,
ditemukan nilai p = 0,186 sehingga dapat diketahui bahwa tidak terdapat
perbedaan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun S. trifasciata dalam
menghambat pertumbuhan S. aureus ATCC 25923 dengan kelompok negatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri hanya terjadi
pada bakteri S. aureus ATCC 25923 (Gram positif), sedangkan pada bakteri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 66
47
P. aeruginosa ATCC 27853 (Gram negatif) tidak terjadi aktivitas antibakteri. Hal
ini dapat terjadi karena perbedaan komposisi dan struktur dinding sel pada bakteri
Gram positif dan Gram negatif. Struktur dinding sel Gram positif lebih sederhana
yaitu berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1 – 4 %) sehingga
memudahkan kandungan senyawa untuk masuk ke dalam sel. Sedangkan pada
struktur dinding sel Gram negatif lebih kompleks, yaitu berlapis tiga; lapisan
terluar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa lipopolisakarida yang berfungsi
menghalangi masuknya kandungan senyawa aktif dalam menghambat aktivitas
antibakteri, dan terdapat lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan
lipid tinggi (11 – 12 %) (Brooks, et al., 2005).
Pada saat uji fitokimia, terdeteksi keberadaan flavonoid pada ekstrak
tersebut, sehingga peneliti menganggap aktivitas antibakteri tersebut terjadi
karena aktivitas flavonoid berperan dalam menghambat aktivitas antibakteri. Uji
aktivitas antibakteri tersebut tidak dilanjutkan dengan uji KHM dan uji KBM. Hal
ini dikarenakan aktivitas daya hambat pada konsentrasi tersebut lemah. Menurut
Stout (cit., Rita, 2010), daya hambat bakteri ≥ 20 mm termasuk dalam kategori
sangat kuat, 10 – 20 mm kategori kuat, 5 – 10 mm kategori sedang, dan ≤ 5 mm
kategori lemah. Daya hambat dalam kategori ini merupakan rata-rata daya hambat
murni yang telah dikurangi dengan diameter sumuran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 67
48
Tabel IV. Uji aktivitas antibakteri perasan daun S. trifasciata
perlakuan
Diameter zona jernih
S. aureus P. aeruginosa
1 2 3 1 2 3
Burnazin® 10 mm 11 mm 10 mm 11,5mm 10 mm 10 mm
DMSO 5% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
100% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
75% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
50% 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm 6 mm
Konsentrasi
25% 10 mm 6 mm 6 mm 11 mm 6 mm 6 mm
Diameter lubang sumuran : 6 mm
Burnazin® : kontrol +
DMSO 5% : kontrol –
Berdasarkan tabel IV, dapat diketahui bahwa terdapat zona jernih pada
tingkat konsentrasi 25% terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853. Masing-masing perlakuan terhadap kedua bakteri
tersebut hanya terjadi pada satu replikasi saja. Zona jernih yang terbentuk pada
konsentrasi tersebut adalah sepuluh milimeter terhadap bakteri S. aureus ATCC
25923 dan lima milimeter terhadap bakteri P. aeruginosa ATCC 27853. Menurut
Pelczar, Chan, dan Krieg (1988), setiap kenaikan konsentrasi akan meningkatkan
nilai diameter dari zona jernih, namun pernyataan tersebut tidak sesuai dengan
penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2010) juga mengalami
hal yang serupa, dimana peningkatan konsentrasi tidak harus sebanding dengan
besarnya nilai diameter zona jernih yang dihasilkan. Hal tersebut dapat terjadi
karena perbedaan difusi dan konsentrasi senyawa antibakteri pada media agar.
Berdasarkan analisis uji Kruskal-Wallis, pada perlakuan terhadap bakteri
S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853 diketahui sama-sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 68
49
memberikan nilai p = 0,026. Dari hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa
paling tidak terdapat perbedaan zona jernih perasan daun S. trifasciata terhadap
dua kelompok. Dari kesimpulan tersebut maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc
untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan. Analisis Post Hoc
untuk uji Kruskal-Wallis adalah uji Mann-Whitney. Dalam uji ini, kelompok yang
dibandingkan adalah kelompok kontrol negatif dan kelompok konsentrasi 25%
(yang memberikan nilai zona jernih). Hasil dari uji Mann-Whitney memberikan
hasil yang sama untuk bakteri S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC
27853, yaitu nilai p = 0,317. Nilai p > 0,05 menunjukkan perbedaan yang tidak
bermakna.
Ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata yang
digunakan dalam penelitian ini memberikan hasil yang berbeda. Fraksi etil asetat
daun S. trifasciata tidak menunjukkan aktivitas antibakteri. Ekstrak etanol daun
S. trifasciata menunjukkan aktivitas antibakteri pada konsentrasi 100% dan 75 %
meskipun hanya ditunjukkan pada bakteri S. aureus ATCC 25923 saja. Namun
setelah diuji secara statistik, konsentrasi yang menunjukkan aktivitas antibakteri
tidak menunjukkan perbedaan aktivitas dengan kelompok lain. Perasan daun
S. trifasciata menunjukkan aktivitas antibakteri pada konsentasi terendah yaitu
25% pada masing-masing bakteri. Secara statistik, aktivitas antibakteri perasan
daun S. trifasciata konsentrasi 25% pada masing-masing bakteri ini menunjukkan
hasil berbeda tidak bermakna apabila dibandingkan dengan kontrol negatif.
Pada penelitian ini, secara garis besar menunjukkan hasil negatif. Hal ini
kemungkinan dapat disebabkan karena kandungan senyawa dalam ekstrak etanol,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 69
50
fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata memiliki kadar yang rendah,
sehingga kurang mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus ATCC
25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853 dalam media NA. Kandungan senyawa
yang terdapat dalam bahan ini tidak signifikan sebagai antibakteri (Jamal, Agusta,
dan Praptiwi, 2000).
E. Uji Fitokimia Ekstrak dan Perasan Daun S. trifasciata
Uji fitokimia ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa dalam
ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata secara kualitatif.
Uji ini juga dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya kandungan senyawa yang
berfungsi sebagai antibakteri pada tanaman S. trifasciata. Uji fitokimia yang
dilakukan adalah uji saponin, uji alkaloid, uji flavonoid, dan uji tanin yang
dilakukan secara uji tabung.
Tabel V. Hasil uji fitokimia pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan
perasan daun S. trifasciata
Uji Fitokimia Fraksi Etil Asetat Ekstrak Etanol Perasan
Saponin - - -
Alkaloid - - -
Flavonoid
Pereaksi H2SO4
Pereaksi NaOH
-
-
-
+
+
+
Tanin
Pelarut FeCl3
Penambahan
gelatin 1%
-
-
-
-
-
-
+ : menunjukkan hasil positif
- : tidak menunjukkan hasil positif
a. Uji saponin
Uji saponin yang digunakan pada penelitian ini adalah uji busa, dimana
ekstrak sebanyak satu mililiter ditambahkan lima mililiter aquadest. Hasil positif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 70
51
pada uji ini adalah akan terbentuk busa setebal satu sentimeter. Saponin memiliki
glikosil yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus terpenoid / steroid sebagai
gugus non polar. Pada saat dilakukan gojogan akan terbentuk misel karena
senyawa gugus polar dan non polar tersebut yang memiliki sifat aktif permukaan.
Keadaan misel tersebut akan kelihatan seperti busa. Namun pada pengujian
dengan ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan tidak terdapat busa setelah
dilakukan penggojogan. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol, ekstrak etil
asetat, maupun perasan tidak memiliki kandungan saponin.
b. Uji alkaloid
Uji alkaloid pada penelitian ini menggunakan pereaksi uji Mayer dimana
ke dalam dua mililiter masing-masing bahan ditambahkan asam klorida 1%,
karena alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa. Lima tetes larutan Mayer
mengandung merkuri klorida dan kalium iodida ditambahkan. Prinsip identifikasi
dengan larutan Mayer ini adalah reaksi pengendapan karena adanya penggantian
ligan. Endapan tersebut terjadi karena adanya kompleks antara kalium dan
alkaloid. Pada pereaksi Mayer, larutan merkuri klorida akan bereaksi dengan
kalium iodida membentuk kalium tetraiodomerkurat(II). Alkaloid mengandung
atom nitrogen yang memiliki pasangan elektron bebas akan berekasi dengan ion
logam K+ pada kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-
alkaloid yang mengendap (Marliana, Suryanti, dan Suyono, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 71
52
Gambar 3. Reaksi uji Mayer
(Marliana, et al., 2005)
Hasil positif akan terbentuk endapan putih atau hijau. Namun pada
penelitian ini, baik ekstrak etanol, ekstrak etil asetat, maupun perasan tidak
menunjukkan endapan pada saat perlakuan. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak
etanol, ekstrak etil asetat, maupun perasan daun S. trifasciata tidak memiliki
kandungan alkaloid.
c. Uji flavonoid
Uji flavonoid yang digunakan pada penelitian ini menggunakan pereaksi
asam sulfat dan pereksi basa natrium hidroksida encer. Hasil positif pada pereaksi
asam sulfat akan menunjukkan perubahan warna menjadi orange, sedangkan pada
pereksi basa natrium hidroksida akan menunjukkan perubahan warna menjadi
kuning. Menurut Mabry (cit., Sjahid, 2008) Flavonoid memiliki gugus orto
dihidroksi, sehingga dengan penambahan asam sulfat akan menghasilkan warna
orange. Penambahan bahan yang mengandung flavonoid dengan pereaksi natrium
hidroksida akan menghasilkan warna kuning. Menurut Markham (cit., Kumalasari
dan Sulistyani, 2011), flavonoid adalah senyawa polifenol yang memiliki sifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 72
53
asam lemah, sehingga dengan penambahan basa kuat seperti natrium hidroksida
akan melarutkan senyawa fenol tersebut.
Gambar 4. Reaksi flavonoid dengan natrium hidroksida
(Robinson (cit., Mulyani dan Laksana, 2011))
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa perasan daun S. trifasciata
terjadi perubahan warna pada pereaksi asam sulfat menjadi warna orange dan
pereaksi natrium hidroksida menjadi warna kuning kehijauan. Perubahan warna
ini sebenarnya tidak terlalu mencolok, maka dari itu dapat diketahui bahwa
perasan daun S. trifasciata memiliki kandungan flavonoid, sedangkan pada
ekstrak etanol hasil positif berupa warna kuning hanya ditunjukkan pada saat
penambahan pereaksi natrium hidroksida. Maka dari itu pada ekstrak etanol ini
perlu dilakukan penegasan untuk memastikan keberadaan flavonoid dengan
dilakukan KLT. Pada fraksi etil asetat tidak menunjukkan adanya perubahan
warna saat ditambahkan dengan perekasi natrium hidroksida dan asam sulfat. Hal
ini menunjukkan bahwa fraksi etil asetat tidak memiliki kandungan flavonoid.
d. Uji tanin
Uji tanin pada penelitian ini menggunakan uji dengan pereaksi besi (III)
klorida yang dilihat perubahan warna menjadi biru tua atau hijau. Apabila larutan
besi (III) klorida ditambahkan kedalam ekstrak diperkirakan salah satu gugus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 73
54
hidroksil yang terdapat pada senyawa tanin yang merupakan senyawa fenolik
akan bereaksi dengan larutan tersebut. Pada penelitian ini ekstrak etanol tidak
terlihat perubahan warna menjadi biru tua atau hijau pada saat penambahan
pereaksi besi (III) klorida. Hal yang sama juga terjadi pada fraksi etil asetat dan
perasan daun S. trifasciata, sehingga dapat diketahui bahwa tidak terdapat tanin
dalam ketiga bahan tersebut.
Gambar 5. Reaksi tanin dengan besi (III) klorida
(Sangi, et al., 2012)
Selain pengujian dengan menggunakan larutan besi (III) klorida,
dilakukan juga pengujian dengan penambahan larutan gelatin 1 %. Hasil positif
bila terbentuk endapan pada saat penambahan gelatin 1%. Gelatin 1 %
merupakan protein dan senyawa tanin akan bereaksi dengan protein membentuk
kopolimer yang tidak larut air sehingga membentuk endapan (Harborne, 1987).
Reaksi yang terjadi adalah ikatan hidrogen jenis intermolekul, karena atom H
yang terikat dengan atom O dan N berasal dari dua molekul. Atom H dari molekul
tanin terikat dengan atom O pada gelatin dan atom H pada molekul gelatin terikat
dengan atom O pada tanin (Sa’adah, 2010). Pada hasil pengamatan ekstrak etanol,
fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata ketiganya tidak menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 74
55
adanya endapan, sehingga dapat disimpulkan ketiga bahan tersebut tidak memiliki
kandungan tanin.
F. Uji Penegasan Senyawa Flavonoid dengan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT)
Uji penegasan untuk memastikan ada tidaknya kandungan fitokimia
dalam bahan daun S. trifasciata menggunakan metode kromatografi lapis tipis
(KLT) plat kaca. Pada uji tabung yang telah dilakukan sebelumnya, hasil positif
ditunjukkan pada uji flavonoid ekstrak etanol dan perasan daun S. trifasciata,
maka dari itu uji penegasan KLT yang dilakukan untuk mempertegas senyawa
flavonoid kedua bahan tersebut. Fase diam yang digunakan adalah selulosa karena
sesuai dengan senyawa flavonoid yang memiliki sifat polar. Fase gerak yang
digunakan adalah campuran pelarut n-butanol : asam asetat glasial : air (40 : 10 :
50) v/v yang memiliki sifat polar. Pertimbangan kepolaritasan menjadi alasan
pemilihan fase gerak dan fase diam. Pada senyawa yang bersifat polar, akan lebih
mudah terelusi pada fase gerak yang bersifat polar.
Bejana kromatografi yang telah diisikan fase gerak dijenuhkan terlebih
dahulu dengan tujuan agar proses pemisahan pada KLT dapat berlangsung secara
maksimal. Pembanding yang digunakan adalah rutin. Rutin merupakan senyawa
golongan flavonoid glikosida yang sering ditemukan dalam tanaman. Penggunaan
pembanding bertujuan sebagai pendekatan untuk mengidentifikasi senyawa
flavonoid yang ada pada daun S. trifasciata. Elusi dilakukan sepanjang 10
sentimeter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 75
56
Tabel VI . Hasil uji KLT ekstrak etanol dan perasan daun S. trifasciata
Perlakuan
Nilai Rf
Sinar UV
254 nm
Sinar UV
365 nm
Uap
Amonia
Pereaksi
semprot
FeCl3
Ekstrak
etanol
Sampel
Rf 1 1 1 1
Warna kuning kuning
kehijauan kuning hijau
Rutin
Rf Tidak
tampak
0,73 0,73 0,73
Warna kuning
kehijauan
kuning
kehijauan hijau
Perasan
Sampel Rf Tidak
tampak
0, 68 Tidak
tampak
0,72
Warna kuning hijau
Rutin
Rf Tidak
tampak
0,55 0,55 0,75
Warna kuning
kuning
muda hijau
Pada tabel VI, ditunjukkan bahwa ekstrak dan perasan daun S. trifasciata
memiliki kandungan flavonoid. Hal ini ditunjukkan dengan bercak yang
ditimbulkan jika dilihat pada deteksi pada UV 254 nm, 365 nm, uap amonia, dan
pereaksi semprot FeCl3. Pereaksi uap amonia merupakan pendeteksi yang
biasanya digunakan untuk mempertegas senyawa flavonoid secara kualitatif pada
KLT. Hasil positif yang ditunjukkan adalah warna kuning. Senyawa flavonoid,
ketika ditambahkan basa (amonia) maka akan membentuk ikatan antara NH3+
dengan gugus OH pada flavonoid. Menurut Robinson (cit., Kumalasari dan
Sulistyani, 2011), flavonoid dengan uap amonia membentuk struktur konoid pada
cincin B yang akan membuat ikatan rangkap terkonjugasi menjadi lebih panjang
sehingga akan meningkatkan intensitas warnanya. Pada ekstrak etanol warna
kuning tampak setelah dilakukan deteksi dengan uap ammonia. Pada perasan daun
S. trifasciata juga menunjukkan warna kuning. Berdasarkan hasil positif yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 76
57
dihasilkan, ekstrak etanol dan perasan daun S. trifasciata mengandung senyawa
flavonoid.
Selain diuapi dengan amonia, deteksi senyawa flavonoid juga dilakukan
dengan penyemprotan dengan larutan besi (III) klorida. Cara ini merupakan cara
yang sederhana dan paling sering dilakukan. Hasil positif akan menimbulkan
warna hijau. Hal ini dapat terjadi karena flavonoid merupakan senyawa fenol,
sehingga penyemprotan dengan besi (III) klorida akan mengakibatkan
pembentukan kompleks antara gugus fenol dengan Fe (Harborne, 1987). Pada
ekstrak etanol dan perasan daun S. trifasciata, menunjukkan hasil yang positif
yaitu berwarna hijau. Hal ini semakin mempertegas adanya senyawa flavonoid
pada kedua ekstrak tersebut. Berdasarkan uji penegasan dengan KLT, dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanol dan perasan daun S. trifasciata mengandung
flavonoid, dimana kandungan flavonoid ini yang diperkirakan memberikan
aktivitas antibakteri pada bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853.
Pada penelitian ini menggunakan bahan yang segar, tanpa melalui tahap
pengeringan, sehingga bahan yang dihasilkan dari proses ekstraksi memiliki
jumlah yang sedikit. Hasil ekstraksi yang sedikit menyebabkan sulitnya
mendeteksi keberadaan kandungan senyawa fitokimia dalam tanaman dengan
metode yang digunakan. Hal ini merupakan keterbatasan dalam penelitian ini.
Hasil pada penelitian ini berbeda dengan penelitian lainnya. Berdasarkan
penelitian Gitasari (2011), daun S. trifasciata dapat menghambat aktivitas
antibakteri pada Staphylococcus aureus, dimana pada penelitian tersebut daun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 77
58
S. trifasciata memiliki kandungan flavonoid, steroid, dan alkaloid. Sementara itu.
Pada penelitian ini daun S. trifasciata memiliki kemampuan menghambat aktivitas
antibakteri pada bakteri S. aureus dan P. aeruginosa, namun perbedaannya tidak
signifikan sehingga belum dapat disimpulkan memiliki daya antibakteri yang baik
pada kedua bakteri tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 78
59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Fraksi etil asetat daun S. trifasciata tidak memiliki daya antibakteri pada
bakteri S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853.
2. Ekstrak etanol daun S. trifasciata memiliki daya antibakteri terhadap bakteri
S. aureus ATCC 25923, tetapi dengan perbedaan yang tidak bermakna
dibandingkan dengan kontrol negatif. Ekstrak etanol daun S. trifasciata tidak
memiliki daya antibakteri pada bakteri P. aeruginosa ATCC 27853.
3. Perasan daun S. trifasciata memiliki daya antibakteri pada
S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853 dibandingkan
dengan kontrol negatif, tetapi perbedaannya tidak bermakna.
4. Ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan perasan daun S. trifasciata terhadap
bakteri S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853 tidak
memiliki nilai KHM dan KBM.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dengan tanaman S. trifasciata menggunakan
simplisia kering.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan tanaman S. trifasciata menggunakan
bakteri lain, seperti: Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae.
3. Perlu dilakukan penelitian tentang daya antibakteri tanaman Sansevieria jenis
lain, seperti : Sansevieria liberica dan Sansevieria ehrenbergii.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 79
60
DAFTAR PUSTAKA
Asih, I. A. R. A., 2009, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon dari Kacang
Kedelai (Glycine max), Jurnal Kimia, 33 - 39.
Backer, C. A., and Brink, R. C., 1968, Flora of Java : Spermatophytes Only, vol
III, Wort’ RS-Noordhoff N.V., Groningen, Nedherlands, pp. 162.
Brooks, G. F., Butel, J. S., and Morse, S. A., 2001, Medical Microbiology, 22nd
Ed, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, Salemba Medika, Jakarta, pp. 317 - 326, 371 -
375.
Church, D., Elsayed, S., Reid, O., Winston, B., dan Lindsay, R., 2006, Burn
Wound Infections, Clinical Microbiology Reviews, 19 (2), 403 - 434.
Corwin, E. J., 2008, Handbook of Pathophysiology, 3rd
ed, diterjemahkan oleh
Subekti, Nike, B., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta., pp. 127 -
134.
Dalimartha, S., 2006, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 4, Puspa Swara,
Jakarta, pp. 54.
Darsana, I. G. O., Besung, I. N. K., dan Mahatmi, H., 2012, Potensi Daun
Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) dalam Menghambat
Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli secara In vitro, Indonesia Medicus
Veterinus, 1(3), 337 - 351.
Dewi, 2010, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda
Citrifolia, Linnaeus) Terhadap bakteri Pembusuk Daging Segar, Skripsi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, pp. 23 – 33.
Dewitasari, W. F., 2009, Uji Anatomi, Metabolit Sekunder, dan Molekuler
Sansevieria trifasciata, Tesis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, pp.
19.
Direktorat Obat Asli Indonesia, 2013, Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan
Berbasis Ekstrak, Volume 2, Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Republik Indonesia, Jakarta, pp. 3 - 17.
Dirjen POM, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp 32.
Fajiriah, S., Darmawan, A., Sundowo, A., dan Artanti, N., 2007, Isolasi Senyawa
Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Dendrophtoe
pentandra L. Miq yang Tumbuh pada Inang Lobi-Lobi, Pusat Penelitian
Kimia-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Volume 2 (1), pp. 17 - 20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 80
61
Farida, R., Dewa, M., Titis, N., dan Endrawati, 2010, Manfaat Sirih Merah (Piper
crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif
dan Gram Negatif, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, Volume
1 (1), pp. 23-27.
Farouk, A.E., Faizal A.H.G., and Ridzwan B.H., 2007, New Bacterial Species
solated from Malaysian Sea Cucumbers with Optimized Secreted
Antibacterial Activity, American Journal of Biochemistry and
Biotechnology, Volume 1, pp. 64 - 69.
Freeman-Cook, L. and Freeman,-Cook, K., 2006, Staphylococcus aureus
Infections, Chelsea House Publishers, USA, pp. 26 - 28.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, pp. 328, 353 - 355, 359 - 361, 366.
Gitasari, Y. D., 2011, Aktivitas Antibakteri Fraksi Aktif Daun Lidah Mertua
(Sansevieria trifasciata Prain), Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor,
pp. 1 - 34.
Gunawan, D., dan Mulyani, S., 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi), Jilid I,
Penebar Swadaya, Jakarta, pp. 87 - 90.
Harborne, J.R., 1987, Phytochemical methods. In: A Guide to Modern Techniques
of Plants Analysis, Chapman and Hall, London, pp.4 - 5.
Herlianawati, M., 2007, Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Umbi Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steen) terhadap Staphylococcus aureus
ATCC 25923 dan Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Skripsi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pp. 23-36.
Hugo, W.B. and Russell, A.D., 1987, Pharmaceutical Microbiology, 6th Edition,
Blackwell Science, London, pp. 242-243.
Ikewuchi, C., Ikewuchi, C., Ayalogu, O., dan Onyeike, N., 2010, Proximate and
Phytochemical Profile of Sansevieria liberica Gerome and Labroy, J.
Appl. Sci. Environ. Manage., Vol. 14 (2), pp. 103 – 106.
Jamal, Y., Agusta, A., Praptiwi, 2000, Komponen Kimia dan Efek Antibakteri
Minyak Atsiri Kulit Buah dan Daun Jeruk Kasturi (Citrus microcarpa
Bunge.), Majalah Farmasi Indonesia, 11 (2), pp. 77-85.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia , 2013, Daftar Obat Esensial
Nasional, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 54.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 81
62
Kumalasari, E., dan Sulistyani, N., 2011, Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol
Batang Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) terhadap
Candida albicans Serta Skrining Fitokimia, Jurnal Ilmiah Kefarmasian,
1 (2), pp. 51 – 62.
Lei, Z., Wang, H., Zhou, R., dan Duan, Z., 2002, Influence of Salt Added to
Solvent on Extractive Distilation, Chem Eng, 149(56), pp. 87.
Lenny, S., 2006, Isolasi dan Uji Bioaktivitas Kandungan Kimia Utama Puding
Merah dengan Metoda Uji Brine Strimp, Skripsi, Universitas Sumatera
Utara, Medan, pp. 23.
Marliana, S. D., Suryanti, V., Suyono, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi, 3 (1), 26-31.
Mayhall, C. G., 2003, The Epidemiology of Burn Wound Infections : Then and
Now, http://cid.oxfordjournals.org/ , diakses tanggal 30 April 2013.
Mulyani, S., dan Laksana, T., 2011, Analisis Flavonoid dan Tannin dengan
Metoda Mikroskopi-Mikrokimiawi, Majalah Obat Tradisional, 16 (3),
pp. 109 – 114.
Nasional Center for Biotechnology Information, 2014, Taxonomy Browser, NCBI,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser/wwwtax.cgi, diakses
tanggal 3 Juni 2014.
Ngajow, M., Abidjulu, J., dan Kamu, V. S., 2013, Pengaruh Antibakteri Ekstrak
Kulit Batang Matoa (Pometia pinnata) terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus secara In vitro, Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE, 2 (2), 128-132.
Pelczar, M.L., Chan, E.C.S., Krieg, N.R., 1988, Control Of Microorganisms, the
Control of Microorganisms by Physics Agents, Mc Graw-Hill
International, New York, pp. 469 - 509.
Philip, D., Kaleena, P. K., Vallivittan, K., and Kumar, C. P., 2011, Phytochemical
Screening and Antimicrobial Activity of Sansevieria roxburghiana
Schult. and Schult. F., Middle-East Journal of Scientific Research, 10
(4), 512 - 518.
Plantamor, 2012, Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Prain.), Informasi Spesies,
http://www.plantamor.com/index.php?plant=1411, diakses tanggal 30
Mei 2014.
Pranoto, E., Ma’ruf, W., Pringgenies, D., 2012, Kajian Aktivitas Bioaktif Ekstrak
Teripang Pasir (Holothuria scabra) terhadap Jamur Candida albicans,
Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 1(1), pp. 1-8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 82
63
Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Erlangga, Jakarta, pp. 136 - 147.
Purwanto, A. W., 2006, Sansevieria: Flora Cantik Penyerap Racun, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, pp. 8 - 12.
Qomariyah, N., Sarto, M., dan Pratiwi, R., 2012, Antidiabetic Effects of a
Dcoction of Leaves of Sansevieria trifasciata in Alloxan-Induced
Diabetic White Rats (Rattus norvegicus L.), ITB Journal Science, 44 (4),
308 - 316.
Rita, W. S., 2010, Isolasi, Identifikasi, dan Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa
Golongan Triterpenoid pada Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria
(Berg.) Roscoe), Jurnal Kimia 4, 1 (4), pp. 24.
Sa’adah, L., 2010, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L.), Skripsi, Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim, Malang, pp. 34 – 42.
Sabir, A., 2005, Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propilis Trigona Sp Terhadap
Bakteri Streptococcus mutans (In vitro), Majalah Kedokteran Gigi (Dent.
J.), Volume 38, pp. 135 - 141.
Sangi, M. S., Momuat, L. I., Kumaunang, M., 2012, Uji Toksisitas dan Skrining
Fitokimia Tepung Gabah pelepah Aren (Arenga pinnata), Jurnal Ilmiah
Sains, 12 (2), 127 - 133.
Sharma, A., and Sharma, K., 2011, Should Solubility and Zone of Inhibition Be
the Only Criteria for Selection of Solvent in Antimirobial Assay,
Advances in Biological Research, 5 (5), 241 - 247.
Sheela, D. J., Jeeva, S., Shamila, I. M., Lekshmi N. C. J., Brindha J. R., 2012,
Antimicrobial Activity and Phytochemical Analysis of Sansevieria
roxburghiana Leaf, Asian Journal of Plant Science and Research, 2 (1),
41 - 44.
Sjahid, L., R., 2008, Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru
(Eugenia uniflora L.), Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta, pp. 17 – 20.
Soedarmo, S. S. P., dkk, 2008, Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Edisi Kedua,
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, pp. 2.
Sunilson, A., Jayaraj, P., Varatharajan R., Thomas, J., James, J., dan Muthappan,
M., 2009, Analgesic and Antipyretic Effects of Sansevieria trifasciata
Leaves, Afr. J. Trad. CAM, 6 (4), pp. 529-533.
Sutarma, 2000, Kultur Media Bakteri, Temu Teknis Fungsional non Peneliti, Balai
Penelitian Veteriner, Bogor, pp. 52-57.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 83
64
Trease dan Evans, 2002, Pharmacognosy, 15th Edition, University of Nothingham,
UK, pp. 214 - 227.
Vandepitte, J., et. al, 2003, Basic Laboratory Procedures in Clinical
Bacteriology, 2nd
Ed, diterjemahkan oleh Setiawan, Lyana, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 97 - 99.
Widagdo, T., 2004, Perbandingan Pemakaian Aloe vera 30 %, 40 %, dan Silver
Sulfadiazine 1 % Topikal pada Penyembuhan Luka Bakar Derajat II,
Laporan Penelitian, Universitas Diponegoro, Semarang, pp. 16-18.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 84
65
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 85
66
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi Tanaman S. trifasciata Prain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 86
67
Lampiran 2. Sertifikat Hasil Uji Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 87
68
Lampiran 3. Sertifikat Hasil Uji Bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 88
69
Lampiran 4. Foto Proses Penyiapan Bahan Daun S. trifasciata
Foto daun S. trifasciata setelah diblender
Foto ekstrak etanol daun S. trifasciata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 89
70
Lampiran 5. Kontrol Kontaminasi, Kontrol pertumbuhan bakteri S. aureus,
Kontrol pertumbuhan bakteri P. aeruginosa
Foto kontrol kontaminasi
Foto Kontrol pertumbuhan S. aureus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 90
71
Foto kontrol pertumbuhan P. aeruginosa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 91
72
Lampiran 6. Foto Variasi Konsentrasi Ekstrak Etanol, Fraksi Etil Asetat, dan
Perasan Daun S. trifasciata
Keterangan :
1 : konsentrasi 100 %
2 : konsentrasi 75 %
3 : konsentrasi 50 %
4 : konsentrasi 25 %
1 2 3 4 Foto variasi konsentrasi perasan daun
S. trifasciata
1 2 3 4
3 1 2 4
Foto variasi konsentrasi ekstrak
etanol daun S. trifasciata
Foto variasi konsentrasi fraksi etil
asetat daun S. trifasciata
1 2 3 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 92
73
Lampiran 7. Hasil Uji Antibakteri Fraksi Etil Asetat Daun S. trifasciata terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan Metode Sumuran
Foto Uji Antibakteri Fraksi Etil Asetat Daun S. trifasciata terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923
Keterangan :
A : Kontrol positif, Burnazine® (perak sulfadiazine) 10 %
B : Konsentrasi 100 % v/v fraksi etil asetat daun S. trifasciata
C : Konsentrasi 75 % v/v fraksi etil asetat daun S. trifasciata
D : Konsentrasi 50 % v/v fraksi etil asetat daun S. trifasciata
E : Konsentrasi 25 % v/v fraksi etil asetat daun S. trifasciata
F : Kontrol negatif, DMSO 5%
a
b
d
c
e
f
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 93
74
Lampiran 8. Hasil Uji Antibakteri Fraksi Etil Asetat Daun S. trifasciata terhadap
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan Metode Sumuran
Foto Uji Antibakteri Fraksi Etil Asetat Daun
S. trifasciata terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Keterangan :
A : Kontrol positif, Burnazine® (perak sulfadiazine) 10 %
B : Konsentrasi 100 % v/v fraksi etil asetat daun S. trifasciata
C : Konsentrasi 75 % v/v fraksi etil asetat daun S. trifasciata
D : Konsentrasi 50 % v/v fraksi etil asetat daun S. trifasciata
E : Konsentrasi 25 % v/v fraksi etil asetat daun S. trifasciata
F : Kontrol negatif, DMSO 5%
a
b c
d
e
f
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 94
75
Lampiran 9. Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun S. trifasciata terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan Metode Sumuran
Foto Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
S. trifasciata terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923
Keterangan :
A : Kontrol positif, Burnazine® (perak sulfadiazine) 10 %
B : Konsentrasi 100 % v/v ekstrak etanol daun S. trifasciata
C : Konsentrasi 75 % v/v ekstrak etanol daun S. trifasciata
D : Konsentrasi 50 % v/v ekstrak etanol daun S. trifasciata
E : Konsentrasi 25 % v/v ekstrak etanol daun S. trifasciata
F : Kontrol negatif, DMSO 5%
a
b
c
d
e
f
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 95
76
Lampiran 10. Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun S. trifasciata terhadap
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan Metode Sumuran
Foto Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
S. trifasciata terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Keterangan :
A : Kontrol positif, Burnazine® (perak sulfadiazine) 10 %
B : Konsentrasi 100 % v/v ekstrak etanol daun S. trifasciata
C : Konsentrasi 75 % v/v ekstrak etanol daun S. trifasciata
D : Konsentrasi 50 % v/v ekstrak etanol daun S. trifasciata
E : Konsentrasi 25 % v/v ekstrak etanol daun S. trifasciata
F : Kontrol negatif, DMSO 5%
f
e
d
c
a
b
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 96
77
Lampiran 11. Hasil Uji Antibakteri Perasan Daun S. trifasciata terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan Metode Sumuran
Foto Uji Antibakteri Perasan Daun
S. trifasciata terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923
Keterangan :
A : Kontrol positif, Burnazine® (perak sulfadiazine) 10 %
B : Konsentrasi 100 % v/v perasan daun S. trifasciata
C : Konsentrasi 75 % v/v perasan daun S. trifasciata
D : Konsentrasi 50 % v/v perasan daun S. trifasciata
E : Konsentrasi 25 % v/v perasan daun S. trifasciata
F : Kontrol negatif, DMSO 5%
f
c
b
a
e
d
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 97
78
Lampiran 12. Hasil Uji Antibakteri Perasan Daun S. trifasciata terhadap
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dengan Metode Sumuran
Foto Uji Antibakteri Perasan Daun
S. trifasciata terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
Keterangan :
A : Kontrol positif, Burnazine® (perak sulfadiazine) 10 %
B : Konsentrasi 100 % v/v perasan daun S. trifasciata
C : Konsentrasi 75 % v/v perasan daun S. trifasciata
D : Konsentrasi 50 % v/v perasan daun S. trifasciata
E : Konsentrasi 25 % v/v perasan daun S. trifasciata
F : Kontrol negatif, DMSO 5%
e
d
c
f
a
b
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 98
79
Lampiran 13. Analisis Statistik
A. Uji normalitas
3. Ekstrak etanol daun S. trifasciata
S. aureus
Case Processing Summary
perlakuan Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
zona hambat
0 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
1 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
2 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
3 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
4 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
5 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
Tests of Normalitya,c,d
perlakuan Kolmogorov-Smirnovb Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
zona hambat
1 .385 3 . .750 3 .000
2 .385 3 . .750 3 .000
5 .253 3 . .964 3 .637
a. zona hambat is constant when perlakuan = 0. It has been omitted.
b. Lilliefors Significance Correction
c. zona hambat is constant when perlakuan = 3. It has been omitted.
d. zona hambat is constant when perlakuan = 4. It has been omitted.
= p < 0.05, artinya memiliki distribusi tidak normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 99
80
3. Perasan daun S. trifasciata
S. aureus
Case Processing Summary
kelompok
perlakuan
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
zona
hambat
0 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
1 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
2 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
3 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
4 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
5 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
Tests of Normalitya,b,c,d
kelompok
perlakuan
Kolmogorov-Smirnove Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
zona
hambat
4 .385 3 . .750 3 .000
5 .385 3 . .750 3 .000
a. zona hambat is constant when kelompok perlakuan = 0. It has been omitted.
b. zona hambat is constant when kelompok perlakuan = 1. It has been omitted.
c. zona hambat is constant when kelompok perlakuan = 2. It has been omitted.
d. zona hambat is constant when kelompok perlakuan = 3. It has been omitted.
= p < 0.05, artinya memiliki distribusi tidak normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 100
81
P. aeruginosa
Case Processing Summary
perlakuan Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
zona hambat
0 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
1 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
2 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
3 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
4 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
5 3 100.0% 0 0.0% 3 100.0%
Tests of Normalitya,b,c,d
perlakuan Kolmogorov-Smirnove Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
zona hambat 4 .385 3 . .750 3 .000
5 .385 3 . .750 3 .000
a. zona hambat is constant when perlakuan = 0. It has been omitted.
b. zona hambat is constant when perlakuan = 1. It has been omitted.
c. zona hambat is constant when perlakuan = 2. It has been omitted.
d. zona hambat is constant when perlakuan = 3. It has been omitted.
= p < 0.05, artinya memiliki distribusi tidak normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 101
82
B. Uji kruskal-Wallis
1. Ekstrak etanol daun S. trifasciata
S. aureus
Kruskal-Wallis Test
Ranks
perlakuan N Mean Rank
zona hambat
1 3 8.67
2 3 8.33
3 3 5.50
4 3 5.50
5 3 12.00
Total 15
Test Statisticsa,b
zona hambat
Chi-Square 6.179
df 4
Asymp. Sig. .186
a. Kruskal Wallis Test
3. Grouping Variable:
perlakuan
= menunjukkan p > 0,05 , artinya tidak memiliki perbedaan aktivitas
antibakteri antar kelompok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 102
83
2. Perasan daun S. trifasciata
S. aureus
Kruskal-Wallis Test
Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank
zona hambat
1 3 6.00
2 3 6.00
3 3 6.00
4 3 8.33
5 3 13.67
Total 15
Test Statisticsa,b
zona hambat
Chi-Square 11.056
df 4
Asymp. Sig. .026
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: kelompok
perlakuan
= nilai p < 0,05, artinya paling tidak terdapat perbedaan antivitas
antibakteri antara dua kelompok. Maka dari itu dilanjutkan dengan uji Post Hoc
(uji Mann-Whitney) antara egativ egative dan konsentrasi yang memberikan
aktivitas antibakteri (25%).
Mann-Whitney Test
Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
zona hambat
0 3 3.00 9.00
4 3 4.00 12.00
Total 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 103
84
Test Statisticsa
zona hambat
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 9.000
Z -1.000
Asymp. Sig. (2-tailed) .317
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700b
a. Grouping Variable: kelompok perlakuan
b. Not corrected for ties.
= p > 0,05, artinya egativ egative dan konsentrasi 25% memberikan
hasil berbeda tidak bermakna.
P. aeruginosa
Kruskal-Wallis Test
Ranks
perlakuan N Mean Rank
zona hambat
0 3 7.50
1 3 7.50
2 3 7.50
3 3 7.50
4 3 10.67
5 3 16.33
Total 18
Test Statisticsa,b
zona hambat
Chi-Square 12.736
df 5
Asymp. Sig. .026
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: perlakuan
= nilai p < 0,05, artinya paling tidak terdapat perbedaan antivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 104
85
antibakteri antara dua kelompok. Maka dari itu dilanjutkan dengan uji Post Hoc
(uji Mann-Whitney) antara egativ egative dan konsentrasi yang memberikan
aktivitas antibakteri (25%).
Mann-Whitney Test
Ranks
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
zona hambat
0 3 3.00 9.00
4 3 4.00 12.00
Total 6
Test Statisticsa
zona hambat
Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 9.000
Z -1.000
Asymp. Sig. (2-tailed) .317
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700b
a. Grouping Variable: perlakuan
b. Not corrected for ties.
= p > 0,05, artinya egativ egative dan konsentrasi 25% memberikan
hasil berbeda tidak bermakna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 105
86
Lampiran 14. Hasil Uji Tabung Kandungan Fitokimia
No Senyawa
fitokimia
Perlakuan Hasil Gambar
Ekstrak etanol daun S. trifasciata
1 Saponin Uji busa
1 ml ekstrak
tanaman + 5
ml aquadest
dikocok
(+) :
terbentuk
busa setinggi
1 cm.
Tidak
terbentuk
busa
Hasil
negatif
2 Alkaloid Uji Mayer
2 ml ekstrak
tanaman + 2
ml HCl + 3
tetes reagen
Mayer. (+) :
terdapat
endapan
warna hijau
atau putih
Tidak
terdapat
endapan.
Hasil
negatif
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 106
87
3 Flavonoid Uji asam
sulfat
3 ml
ekstrak + 1
ml H2SO4
(+) : warna
orange
Uji
natrium
hidroksida
3 ml
ekstrak + 1
ml NaOH
(+) : warna
kuning
Uji asam
sulfat
Terbentuk
warna
hitam
pekat.
Hasil
negatif
Uji
natrium
hidroksida
Terbentuk
warna
kuning.
Hasil
positif.
Uji asam sulfat
Uji natrium hidroksida
4 Tanin Uji FeCl3
1 ml
ekstrak + 2
ml FeCl3
(+) : warna
biru tua
atau hijau
kehitaman
Uji dengan
larutan
gelatin
3 ml
ekstrak +
Uji FeCl3
Warna
menjadi
cokelat.
Hasil
negatif.
Uji
dengan
larutan
gelatin
Tidak
terdapat
Uji FeCl3
Kontrol Perlakuan
Kontrol Perlakuan
Perlakuan Kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 107
88
10 ml air
dipanaskan
Saring 5
ml + 1 ml
NaCl 2%
disaring
+ 5 ml
gelatin 1%
(+) : ada
endapan
endapan.
Hasil
negatif
Uji dengan larutan gelatin
Perasan daun S. trifasciata
1 Saponin Uji busa
1 ml ekstrak
tanaman + 5
ml aquadest
dikocok
(+) :
terbentuk
busa setinggi
1 cm.
Tidak
terbentuk
busa. Hasil
negatif.
Kontrol
Perlakuan
Perlakuan Kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 108
89
2 Alkaloid Uji Mayer
2 ml ekstrak
tanaman + 2
ml HCl + 3
tetes reagen
Mayer. (+) :
terdapat
endapan
warna hijau
atau putih
Tidak
terdapat
endapan.
Hasil
negatif.
3 Flavonoid Uji asam
sulfat
3 ml
ekstrak + 1
ml H2SO4
(+) : warna
orange
Uji
natrium
hidroksida
3 ml
ekstrak + 1
ml NaOH
(+) : warna
kuning
Uji asam
sulfat
Terbentuk
warna
orange.
Hasil
positif
Uji
natrium
hidroksida
Terbentuk
warna
kuning
kehijauan.
Hasil
positif
Uji asam sulfat
Kontrol Perlakuan
Perlakuan Kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 109
90
Uji basa
4 Tanin Uji FeCl3
1 ml
ekstrak + 2
ml FeCl3
(+) : warna
biru tua
atau hijau
kehitaman
Uji dengan
larutan
gelatin
3 ml
ekstrak +
10 ml air
dipanaskan
Saring 5
ml + 1 ml
NaCl 2%
disaring
+ 5 ml
gelatin 1%
Uji FeCl3
Warna
menjadi
cokelat.
Hasil
negatif
Uji
dengan
larutan
gelatin
Tidak
terdapat
endapan.
Hasil
negatif
Uji FeCl3
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan Kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 110
91
(+) : ada
endapan
Uji dengan larutan gelatin
Fraksi etil asetat daun S. trifasciata
1 Saponin Uji busa
1 ml ekstrak
tanaman + 5
ml aquadest
dikocok
(+) :
terbentuk
busa setinggi
1 cm.
Tidak
terbentuk
busa. Hasil
negatif.
Kontrol
Perlakuan
Perlakuan Kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 111
92
2 Alkaloid Uji Mayer
2 ml ekstrak
tanaman + 2
ml HCl + 3
tetes reagen
Mayer. (+) :
terdapat
endapan
warna hijau
atau putih
Tidak
terdapat
endapan.
Hasil
negatif.
3 Flavonoid Uji asam
sulfat
3 ml
ekstrak + 1
ml H2SO4
(+) : warna
orange
Uji
natrium
hidroksida
3 ml
ekstrak + 1
ml NaOH
(+) : warna
kuning
Uji asam
sulfat
Terbentuk
warna
orange.
Hasil
negatif
Uji
natrium
hidroksida
Terbentuk
warna
kuning
kehijauan.
Hasil
negatif
Uji asam sulfat
Uji natrium hidroksida
Kontrol Perlakuan
Perlakuan Kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 112
93
4 Tanin Uji FeCl3
1 ml
ekstrak + 2
ml FeCl3
(+) : warna
biru tua
atau hijau
kehitaman
Uji dengan
larutan
gelatin
3 ml
ekstrak +
10 ml air
dipanaskan
Saring 5
ml + 1 ml
NaCl 2%
disaring
+ 5 ml
gelatin 1%
(+) : ada
endapan
Uji FeCl3
Warna
menjadi
cokelat.
Hasil
negatif
Uji
dengan
larutan
gelatin
Tidak
terdapat
endapan.
Hasil
negatif
Uji FeCl3
Uji dengan larutan gelatin
Perlakuan Kontrol
Perlakuan Kontrol
Perlakuan Kontrol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 113
94
Lampiran 15. Uji Penegasan Kandungan Flavonoid dengan Kromatografi Lapis
Tipis (KLT)
Deteksi Ekstrak etanol Perasan
Sinar UV
254 nm
Keterangan :
P : Pembanding rutin
S1 : Sampel 1 ekstrak etanol
daun S. trifasciata
S2 : Sampel 2 ekstrak etanol
daun S. trifasciata
Fase diam : selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam
asetat glasial : air (40 : 10 :
50) v/v
Keterangan :
P : Pembanding rutin
S1 : Sampel 1 perasan daun
S. trifasciata
S2 : Sampel 2 perasan daun
S. trifasciata
Fase diam : selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam
asetat glasial : air (40 : 10 :
50) v/v
P
A S2
A
S1
A
P
A
S1
A
S2
A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 114
95
Sinar UV
365 nm
Keterangan :
P : Pembanding rutin
S1 : Sampel 1 ekstrak etanol
daun S. trifasciata
S2 : Sampel 2 ekstrak etanol
daun S. trifasciata
Fase diam : selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam
asetat glasial : air (40 : 10 :
50) v/v
Keterangan :
P : Pembanding rutin
S1 : Sampel 1 perasan daun
S. trifasciata
S2 : Sampel 2 perasan daun
S. trifasciata
Fase diam : selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam
asetat glasial : air (40 : 10 :
50) v/v
P
A
S1
A
S2
A
S2
A
S1
A
P
A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 115
96
Uap
amonia
Keterangan :
P : Pembanding rutin
S1 : Sampel 1 ekstrak etanol
daun S. trifasciata
S2 : Sampel 2 ekstrak etanol
daun S. trifasciata
Fase diam : selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam
asetat glasial : air (40 : 10 :
50) v/v
Keterangan :
P : Pembanding rutin
S1 : Sampel 1 perasan daun
S. trifasciata
S2 : Sampel 2 perasan daun
S. trifasciata
Fase diam : selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam
asetat glasial : air (40 : 10 :
50) v/v
P
A
S1
A
S2
A P
A
S2
A
S1
A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 116
97
Pereaksi
semprot
FeCl3
Keterangan :
P : Pembanding rutin
S1 : Sampel 1 ekstrak etanol
daun S. trifasciata
S2 : Sampel 2 ekstrak etanol
daun S. trifasciata
Fase diam : selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam
asetat glasial : air (40 : 10 :
50) v/v
Keterangan :
P : Pembanding rutin
S1 : Sampel 1 perasan daun
S. trifasciata
S2 : Sampel 2 perasan daun
S. trifasciata
Fase diam : selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam
asetat glasial : air (40 : 10 :
50) v/v
S2
A
P
A P
A
S2
A
S1
A S1
A
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Page 117
98
BIOGRAFI PENULIS
PALMA APRILIA TALINO BATUAH
lahir pada tanggal 11 April 1992 di Pontianak dari
pasangan Bapak Yulius Jamil dan Ibu Ancela.
Pada tahun 1996 penulis menjalani pendidikan di
TK SUSTER Pontianak, selanjutnya pada tahun
1998 penulis melanjutkan pendidikan di SD
SUSTER Pontianak. Pada tahun 2004 penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Gembala Baik
Pontianak. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3
Pontianak pada tahun 2007. Setelah tamat, pada tahun 2010 penulis diterima
sebagai salah satu mahasiswi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan di
dalam dan luar kampus. Kegiatan dalam kampus yang diikuti seperti panitia
TITRASI (Tiga Hari Bersama Farmasi) pada tahun 2011, ketua panitia Komisi
Pemilihan Umum Gubernur BEMF dan Ketua DPMF Farmasi, dan panitia Donor
Darah JMKI pada tahun 2010. Kegiatan kepanitian di luar kampus yang diikuti
adalah sebagai panitia dalam Dies Natalis Asrama Syantikara ke-60.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI