MAKNA SYARAT, PERALATAN, DAN SESAJI DALAM UPACARA SIRAMAN PERNIKAHAN DI LINGKUNGAN KRATON YOGYAKARTA: SEBUAH KAJIAN SEMIOTIKA Tugas Akhir Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Dian Dwi Marlina NIM 094114006 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Embed
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25517/2/094114006_full[1].pdf · viii ABSTRAK Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam Upacara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MAKNA SYARAT, PERALATAN, DAN SESAJI
DALAM UPACARA SIRAMAN PERNIKAHAN
DI LINGKUNGAN KRATON YOGYAKARTA:
SEBUAH KAJIAN SEMIOTIKA
Tugas Akhir
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Dian Dwi Marlina
NIM 094114006
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT atas segala
karunia rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul Makna
Syarat, Peralatan, dan Sesaji Dalam Upacara Siraman Pernikahan Di Lingkungan
Kraton Yogyakarta dapat terselesaikan. Penulisan Karya Ilmiah inidimaksudkan
untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program
Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih disertai
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Yoseph Yapi Taum M.Hum., selaku pembimbing pertama,
2. Prof. Dr. Praptomo Baryadi Isodarus M.Hum., selaku pembimbing kedua,
3. Dosen Prodi Sastra Indonesia USD: Drs. Hery Antono M.Hum.,Dr. Paulus Ari
Subagyo M.Hum.,Dr. Yoseph Yapi Taum M.Hum., Prof. Dr. Praptomo
4. Sekeretariat Program Studi Sastra Indonesia yang telah membantu dalam hal
administrasi,
5. Perpustakaan USD yang telah memberikan fasilitas buku-buku sebagai
sumber pustaka,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Marlina, Dian Dwi.2014. “Makna Syarat, Peralatan, dan Sesaji dalam UpacaraSiraman Pernikahan Di Lingkungan Kraton Yogyakarta: Sebuah KajianSemiotika”. Skripsi Strata I (S-1). Program Studi Sastra Indonesia, JurusanSastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini mengungkap topik makna syarat, peralatan, dan sesaji upacarasiraman pernikahan bagi pecinta budaya Indonesia. Makna syarat, peralatan, dansesaji diungkap bukan hanya dari segi fisik, tetapi juga dikaji makna dan ideologiyang terkandung didalamnya serta untuk ditinjau kegunaanya.Tujuan penelitianini untuk mengungkapkan dan mendeskripsikan makna syarat, perlengkapan, dansesaji upacara siraman pernikahan di lingkungan Kraton Yogyakarata saat ini.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentangfolklor dan Semiotika Roland Barthes. Teori folklor digunakan untuk memahamimakna syarat, peralatan, dan sesajiupacara siraman dalam kaidah ilmu folklor.Roland Barthes digunakan untuk mengkaji makna denotatif dan makna konotatif.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data,metode pustaka, metode wawancara, metode observasi, metode analisis data, danmetode penyajian hasil analisis data.
Kesimpulan penelitian ini ada dua hal, yaitu: Pertama, siramanberdasarkan makna fisik yaitu misalnya kain mori berwarna putih yangmempunyai makna ideologi untuk mengingatkan manusia bahwa kelak manusiaakan mati, dsb.,dan Kedua, kehadiran agama Islam di lingkungan KratonYogyakarta turut mewarnai upacara siraman pernikahan yang terdapat dilingkungan Kraton Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Marlina, Dian Dwi. 2014. “Meaning requirement, celebration, and an offering inBaptism of Kraton Wedding Ceremony In Yogyakarta Court: semioticsstudy a piece of “. Thesis Strata I (S-I). Indonesian Literature StudiesProgram, Indonesian Literature Field of Study, Faculty of Letters, SanataDharma University.
This thesis is to state topict the meaning requirement, celebration, and anoffering in Baptism of wedding ceremony for lover Indonesian culture. Themeaning requirement, celebration, and an offering being unfolded not just fromit’s physical side, but to examined on that meaning in contained as well as forconsidered purpose.The purpose of this study was to state and to describe themeaning requirement, celebration, and an offering in Baptism of kraton weddingceremony in yogyakarta court now.
Teory underlayment that used on research is teory about folklor andsemiotics Roland Barthes. Folklor teory used for complete the meaningrequirement, celebration, and an offering in Baptism of wedding ceremony on rulefolklor. Roland Barthes used for to learn the meaning denotative andkonotative.The method used in this study is a book method, interview method,observation method, analysis informations method,and presenting result analysisinformations methode.
In conclusion, the research to have two situation is First, Baptism to bebased on phisique meaning is for example mori textile white color that to have themeaning ideology for remind human that human afterwards will dead, etc., andSecond, the presence of Islam in yogyakarta court also influence the Baptismwedding ceremony.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu. Untuk menemukan sesuatu
dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu.
Untuk itu, pengamat mulai mencatat atau menghitung dari satu, dua, tiga, dst.
Berdasarkan pertimbangan dangkal demikian, kemudian peneliti
menyatakan bahwa penelitian kuantitatif mencakup setiap jenis penelitian yang
didasarkan atas perhitungan presentase, rata-rata, cikuadrat, dan perhitungan
statistik lainnya. Dengan kata lain, penelitian kuantitatif melibatkan diri pada
perhitungan atau angka atau kuantitas.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu
penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik,
perspektif kedalam, etnometodologi, the Chicago School, fenomenologis, studi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982:3).
Penelitian kualitatif dari sisi definisi lainnya dikemukakan bahwa hal itu
merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah
dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau
sekelompok orang (Moleong, 2006:5).
Dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
memanfaatkan wawancara terbuka dengan para narasumber serta menggunakan
teori Roland Barthes mengenai mitos. Berdasarkan pandangan Roland Barthes
mengenai mitos, maka dapat ditarik kesimpulan dari bagan pemaknaan mitos
mengenai upacara siraman pernikahan berdasarkan perlengkapan, syarat, dan
sesaji yang digunakan. Berikut ini ilustrasi yang akan digunakan sebagai dasar
untuk mengungkapkan wujud denotatif dan konotatif dalam upacara siraman
pernikahan.
Bahasa
Mitos
Bagan 2
Ilustrasi Kerja Semiotika Roland Barthes dalam perlengkapan Siraman
1. PenandaKlenthing
2. PetandaTempat air yang terbuat daritanah liat, bentuknya samadengan kendi tetapi klenthingtidak ada corongnya
3. Tanda (Makna Denotatif)I PENANDA
(Penanda Konotatif)II PETANDA(Petanda Konotatif)
Terbuat dari tanahliat, Untuk hajatanyang bersifat baikdan bahagia.
III TANDA(Tanda Konotatif)
Agar setelah membina rumah tangga calon pengantin bahagia dan langgeng, Agar selaluingat bahwa calon pengantin juga berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Bahasa
Mitos
Bagan 3
Ilustrasi Kerja Semiotika Roland Barthes dalam Syarat Siraman
Bahasa
Mitos
Bagan 4
Ilustrasi Kerja Semiotika Roland Barthes dalam Sajen Siraman
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian hasil analisis data ada dua tahapan, yaitu: 1) secara
informal, dan 2) secara formal. Tahapan secara informal adalah penyajian hasil
analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993:145).
Sedangkan tahapan secara formal adalah tahapan penyajian hasil analisis data
dengan menggunakan kaidah (Mastoyo, 2007:93). Di dalam tahapan penyajian
1. PenandaMori
2. PetandaKain berwarna putih yangsering digunakan untukmembungkus jenasah
2. PetandaNasi yang dibentuk kerucutmenyerupai bentuk gunung, danmempunyai ciri khas diujungatas tumpeng terdapat telur,cabai merah, terasi bakar,bawang merah, dan ayam utuh.Serta disekeliling tumpenfdililiti kacang panjang rebus.
3. Tanda (Makna Denotatif)I PENANDA
(Penanda Konotatif)II PETANDA(Petanda Konotatif)
Mengerucut ke atasIII TANDA
(Tanda Konotatif)Mengingatkan calon pengantin agar selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
hasil analisis data di sini, penulis akan menggunakan tahapan penyajian data
secara formal.
1.8 Sistematika Penyajian
Skripsi ini akan dibagi menjadi tiga bab. Bab I yaitu pendahuluan
sebagai pengantar. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.
Bab II membahas makna syarat, peralatan, dan sesaji dalam upacara
siraman pernikahan di lingkungan Kraton Yogyakarta, yang dibagi menjadi
beberapa sub-bab. Dalam bab ini akan dijelaskan makna syarat upacara siraman
pernikahan, makna peralatan upacara siraman pernikahan, makna sesaji upacara
siraman pernikahan.
Bab III merupakan penutup. Semua deskripsi yang ada dan disertai
data-data yang sudah dianalisis akan disimpulkan hingga diperoleh suatu
kesimpulan mengenai makna syarat, peralatan, dan sesaji dalam upacara siraman
pernikahan bagi masyarakat Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
BAB II
MAKNA SYARAT, PERALATAN, DAN SESAJI UPACARA SIRAMAN
PERNIKAHAN
Pembahasan mencakup tiga aspek, yaitu: 1) makna syarat dalam
upacara siraman, 2) makna peralatan dalam upacara siraman, dan 3) makna sesaji
dalam upacara siraman. Berikut ini akan dibahas satu per satu dari aspek di atas.
2.1 Makna Syarat Dalam Upacara Siraman
2.1.1 Air Tujuh Sumber
Air tujuh sumber khusus siraman pernikahan di Kraton Yogyakarta
diambil dari tujuh sumur yang terdapat di dalam Kraton Yogyakarta. Tujuh
dari kata pitulungan, yang dalam bahasa Indonesia mempunyai arti
perbuatan atau sesuatu yang dipakai untuk menolong. Orang Jawa zaman
dahulu sangat mempercayai angka-angka ganjil seperti angka 5,7,9, dan 11
karena dipercaya mempunyai makna tersendiri.
Air tujuh sumber ini tidak diambil oleh sembarang abdi dalem kraton.
Di dalam kraton, ada orang yang khusus ditugaskan untuk mengambil air
yang berasal dari tujuh sumur ini. Abdi yang ditugaskan pun tergantung
dari perintah GKR Hemas, namun tetap menggunakan pakem bahwa yang
mengambil harus dari kerabat Haji tertua yang dipercayai oleh kraton.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2.1.2 Kain Mori
Kain mori merupakan kain berwarna putih, yang biasanya digunakan
untuk membungkus jenasah. Namun, ternyata di dalam siraman pernikahan
kain mori bukan hanya sekedar mempunyai kegunaan sebagai pembungkus
jenasah, kain mori digunakan oleh calon pengantin untuk kemben. Dalam
bahasa Indonesia kemben mempunyai arti kain/jarit kecil penutup dada saat
siraman pernikahan.
Kain mori digunakan dalam siraman karena kain mori yang
berwarna putih itu mempunyai makna suci, bersih, dsb. Selain itu, kain
mori yang lazimnya digunakan sebagai pembungkus jenasah itu juga
mengingatkan kepada calon pengantin pada kematian. Dari kain yang suci
dan bersih ini calon pengantin memulai kesucian saat berikrar akan mulai
mengarungi bahtera rumah tangga dan calon pengantin juga kelak akan
berakhir suci pula saat ajal sudah menjemput salah satu calon pengantin ini.
Gambar 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
2.1.3 Kain Bangun Tulak
Bangun tulak disebut juga kain bango tulak. Bangun tulak adalah
sejenis kain dengan motif kuno, yang menurut kepercayaan memiliki daya
tangkal terhadap segala macam gangguan kekuatan gaib yang jahat. Kain
bangun tulak ini berwarna biru dengan warna putih ditengahnya. Tetapi,
ada juga kain bangun tulak yang pinggirnya berwarna merah, hijau, dan
biru.
Bangun tulak merupakan lambang penolak bala. Warna biru
merupakan lambang dari bumi sedangkan warna putih merupakan lambang
dari langit. Bangun tulak juga merupakan salah satu syarat kain yang
digunakan dalam siraman.
Gambar 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
2.1.4 Kliwatan Sembagi
Kliwatan sembagi adalah kain berwarna biru yang digunakan untuk
siraman. Kliwatan sembagi digunakan sebagai alas duduk saat calon
pengantin melakukan siraman. Kliwatan sembagi dipercayai juga
digunakan sebagai penolak bala, agar saat siraman berlangsung bisa
berjalan dengan lancar tanpa suatu halangan apapun.
2.1.5 Letrek
Letrek juga merupakan bagian dari syarat siraman. Letrek berwarna
kuning, mempunyai kegunaan sama dengan kliwatan sembagi dan bangun
tulak. Letrek digunakan sebagai penolak bala yang nantinya akan
digunakan sebagai alas duduk oleh calon pengantin saat siraman
berlangsung.
Warna merupakan perlambang dari apa saja yang ada di dunia.
Letrek bermakna agar manusia di dunia tidak kekurangan sandang dan
pangan. Serta letrek juga bermakna agar manusia di dunia kuat dan tabah
menerima segala macam cobaan.
Gambar 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
2.1.6 Klasa Bangka
Klasa Bangka merupakan tikar yang dianyam dari daun pandan.
Klasa Bangka ini jauh-jauh hari sudah dipersiapkan karena klasa Bangka
ini tidak membeli, tetapi ada abdi dalem yang khusus di tugaskan untuk
menganyam klasa ini. Klasa Bangka mempunyai makna sebagai
perlambang dunia.
Daun pandan yang digunakan untuk membuat klasa bangka ini
banyak ditemukan di daerah pesisir pantai. Di Yogyakarta banyak sekali
tumbuhan pandan, sehingga jika ingin membuat anyaman dari daun pandan
tidak susah mencarinya.
Gambar 4
KlasaBangka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2.1.7 Daun-daunan
2.1.7.1 Daun Beringin
Daun beringin digunakan sebagai syarat siraman. Pohon
beringin banyak ditanam di lingkungan Kraton Yogyakarta. Daun
beringin mempunyai makna kokoh dan kuat. Dimaksudkan agar
calon pengantin saat membina rumah tangga agar sekokoh dan kuat
seperti beringin. Diterpa banyak ujian hidup agar bisa mengatasi
meskipun sesulit apapun itu ujian yang diperoleh.
Daun beringin juga memiliki makna semoga calon pengantin
selalu mendapatkan perlindungan (pengayoman) serta dapat
mencapai apa yang di cita-citakan (yang diinginkan). Pohon beringin
berasal dari kata ber-ingin, yaitu keinginan.
Gambar 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2.1.7.2 Daun Ilalang
Daun ilalang digunakan sebagai syarat siraman yang
mempunyai makna agar saat siraman berlangsung tidak ada halangan
suatu apapun. Daun ilalang merupakan tanaman liar yang bisa
tumbuh di tempat manapun. Filosofi yang dapat dipetik dari daun
ilalang adalah nantinya calon pengantin meskipun tinggal dimana
pun bisa bertahan.
Gambar 6
2.1.7.3 Daun Mojo
Mojo adalah tumbuhan yang jika berbuah buahnya seperti
jeruk namun buahnya tidak enak dan sangat pahit. Orang Jawa
mengambil makna dari pohon mojo ini bahwa sepahit-pahitnya
hidup saat calon pengantin menjalani rumah tangga dapat
mengatasinya. Pahit getirnya hidup yang kelak akan dijalani pasti
bisa diatasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Dari pahit getirnya hidup yang diibaratkan pada pohon mojo
inilah calon mempelai bisa memetik hikmahnya. Yang digunakan
untuk siraman adalah daun mojonya. Daun mojo juga
melambangkan kekuatan dan kejayaan.
Gambar 7
2.1.7.4 Daun Dhadhap Srep
Srep berasal dari kata asrep yang dalam bahasa Indonesia
mempunyai arti sejuk, teduh, dan dingin. Daun dhahap srep
digunakan dalam siraman bermakna agar nanti setelah berumah
tangga, calon pengantin bisa menghadapi semua persoalan dengan
kepala dingin. Daun dhadhap srep melambangkan ketentraman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Gambar 8
2.1.7.5 Daun Kluwih
Kluwih berasal dari kata linuwih yang dalam bahasa
Indonesia mempunyai arti yang paling, sangat menonjol/pandai
(dalam ilmu pengetahuan). Daun kluwih juga digunakan sebagai
syarat siraman. Diharapkan agar calon pengantin setelah berumah
tangga agar selalu diberi kelebihan rizky.
Gambar 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2.1.7.6 Daun Jati
Jati berasal dari kata sejati. Pohon jati adalah pohon yang
berdaun lebar, kokoh dan kuat. Dimaksudkan agar calon pengantin
setelah berumah tangga bisa kokoh dan kuat seperti pohon jati.
Meskipun diterpa ujian dan cobaan bertubi-tubi namun calon
mempelai bisa tetap saling memepertahankan rumah tangganya.
Gambar 10
2.1.7.7 Daun Awar-awar
Awar-awar berasal dari kata penawar. Dimaksudkan agar
calon pengantin terhindar dari marabahaya yang akan mengganggu.
Gambar 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2.1.8 Dlingo Bengle
Dlingo bengle merupakan dua jenis tanaman yang berbeda
namun merupakan satu kesatuan. Maksudnya adalah jika hanya
digunakan salah satunya seperti dlingo saja atau bengle saja,
khasiatnya akan berkurang. Dlingo bengle ini juga digunakan
sebagai syarat siraman. Dlingo bengle ini akan ditumbuk kemudian
di tusuk peniti dan disematkan di kain.
Dlingo bengle dipercaya berguna sebagai penangkal roh-roh
jahat yang akan mengganggu. Sebagai penolak bala agar terhindar
dari marabahaya.
Gambar 12
DlingoBengle
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
2.1.9 Londho Merang
Londho merang lebih dikenal dengan kulit padi. Kulit padi
dalam siraman digunakan sebagai pengganti shampo. Londho
merang dibakar kemudian direndam ke dalam air, setelah direndam
kemudian londho merang disaring dan airnya digunakan untuk
keramas.
Londho merang ini bagus digunakan sebagai ganti shampo
dan juga bagus untuk kesehatan rambut karena alami. Merang ini
nantinya disiramkan ke kepala calon pengantin kemudian digosok-
gosokkan seperti orang keramas.
Gambar 13
2.1.10 Kembang Setaman
2.1.10.1 Mawar
Bunga mawar mempunyai berbagai macam warna, tetapi
yang sering digunakan adalah warna merah muda. Bunga mawar
yang berwarna merah muda melambangkan kelembutan,
penghormatan, kebahagiaan, dan kekaguman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Mawar berasal dari kata awar-awar ben tawar, maksudnya
buatlah hati menjadi “tawar” tulus. Niat itu harus yang tulus berasal
dari hati dan tanpa pamrih.
Gambar 14
2.1.10.2 Melati
Melati berasal dari kata rasa melad saka njero ati.
Bermakna jika berucap atau berbicara hendaknya mengandung
ketulusan dari dalam hati yang paling dalam. Melati juga
mempunyai makna filosofis yaitu jika bertindak jangan hanya
sesuai dengan keinginan sesaat tapi hendaknya berasal dari dalam
hati (kalbu). Kalbu yang berasal dari kata anteping kalbu.
Bunga melati harum baunya dan berwarna putih. Bunga
melati melambangkan putih, kesucian, dan murni. Selain itu bunga
melati juga melambangkan kesederhanaan seseorang. Harum
baunya bunga melati tidak membuat orang bosan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Gambar 15
2.1.10.3 Kanthil
Kanthil berasal dari kata kanthi laku tansah kumanthil yang
mempunyai bermakna bahwa manusia itu jika ingin meraih
kesuksesan atau mempunyai keinginan itu tidak cukup hanya
berdoa saja, namun juga diimbangi dengan bekerja keras.
Selain itu kanthil juga memiliki makna tansah kumanthil-
kanthil yang artinya kasih sayang yang tiada terputus. Kathil
mempunyai warna putih juga mempunyai filosofi putih bersih dan
kesucian.
Gambar 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
2.1.10.4 Kenanga
Kenanga berasal dari kata keneng-a yang bermakna agar
semua anak turun selalu mengenang warisan leluhur seperti
pusaka, tradisi, kesenian, kebudayaan, dll.
Gambar 17
2.1.11 Dahan dan Bunga Kapas
Pohon kapas merupakan tumbuhan semak yang tumbuh
tidak hanya di Asia, namun pohon kapas juga tumbuh di beberapa
Negara. Bunga kapas serta dahan kapas juga merupakan bagian
dari siraman pernikahan. Dahan dan bunga kapas mempunyai
makna agar calon pengantin selalu hidup sejahtera, lahir batin, dan
cukup sandang pangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Gambar 18
2.1.12 Janur
Janur merupakan bagian penting dari sebuah pernikahan.
Untuk acara siraman pun janur juga digunakan sebagai
hiasan.Janur berasal dari kata Jan dan Nur. Kata Jan mempunyai
makna sejati dan sesungguhnya, sedangkan kata Nur mempunyai
arti cahaya atau petunjuk. Jadi kata janur berarti petunjuk sejati
dari Tuhan Yang Maha Esa.
Janur melambangkan petunjuk sejati kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Calon pengantin berharap agar rumah tangganya kelak
selalu diberi petunjuk serta kemudahan dalam berbagai macam
cobaan hidup.
Bunga Kapas
DahanPohonKapas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Gambar 19
2.1.13 Klapa Segandeng
Klapa Segandheng atau biasanya disebut kelapa juga
merupakan bagian dari siraman pernikahan. Segandheng
maksudnya dua buah kelapa yang diikat sabutnya satu sama lain.
Klapa segandheng mempunyai makna agar calon pengantin seia
sekata, selalu terikat tali kasih sayang hingga akhir hayat.
Klapa segandheng juga bermakna bahwa calon pengantin
mempunyai pikiran yang cerah dan penuh kematangan sehingga
siap dalam mengarungi bahtera rumah tangga ini. Calon pengantin
juga diharapkan agar kelak dapat berguna untuk keluarga dan
masyarakat.
Air dari Klapa Segandheng ini juga memiliki makna yang
sangat penting. Makna dari air klapa segandheng ini adalah suci
Janur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
dan bersih. Air klapa segandheng ini melambangkan calon
pengantin diharapkan suci dan bersih sampai akhir hayat.
Gambar 20
2.1.14 Daun Turi
Pohon turi juga merupakan bagian dari siraman
pernikahan. Pohon turi mengandung makna yaitu berupa harapan
dan petuah yang berasal dari tetua yang memberikan siraman
untuk calon pengantin. Kata turi berasal dari kata ditutur nang
mburi.
Gambar 21
KlapaSegandheng
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2.2 Makna Peralatan Dalam Upacara Siraman
2.2.1 Siwur
Siwur berasal dari kata sinuwun ing dhuwur. Siwur yang
digunakan dalam siraman berbeda dengan siwur yang digunakan
oleh masyarakat pada umumnya. Siwur yang digunakan untuk
siraman di Kraton Yogyakarta khusus putra/putri dari permaisuri
berasal dari emas asli zaman dahulu, tetapi zaman sekarang hanya
bersepuh emas saja. Sedangkan putra/putri yang berasal dari selir
zaman dahulu menggunakan siwur dari perak asli, sedangkan zaman
sekarang hanya bersepuh perak saja.
Terdapat perbedaan di dalam warna siwur yang digunakan
untuk menyirami calon pengantin laki-laki dan perempuan. Calon
pengantin putri yang berasal dari keturunan kraton maka saat
siraman menggunakan siwur yang bersepuh emas, sedangkan calon
pengantin laki-laki yang bukan berasal dari keturunan kraton dan
juga termasuk orang biasa maka saat siraman menggunakan siwur
yang bersepuh perak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Gambar 22 Gambar 23
2.2.2 Konyoh Manca Warna
Konyoh manca warna merupakan lulur atau bedak basah
yang terbuat dari tepung beras dan kencur serta diberi pewarna.
Sesuai dengan kata manca warna, konyoh ini menggunakan lima
macam warna yaitu: merah, kuning, hijau, biru, dan putih.
Disetiap warna-warna tersebut terdapat masing-masing
maknanya. Warna merah melambangkan keberanian, warna kuning
melambangkan harapan atau cita-cita, warna hijau melambangkan
ketaqwaan, warna biru melambangkan kemuliaan, sedangkan warna
putih melambangkan kesucian.
Konyoh manca warna melambangkan kemanunggalan
warna cahaya (pamor) “sarana pembuka aura”, agar berbagai macam
warna cahaya berkumpul menjadi satu. Jika sarana pembuka aura
tersebut sudah berkumpul menjadi satu maka aura tersebut akan
membuat calon pengantin laik-laki menjadi tampan dan calon
Siwurbersepuhemas
Siwurbersepuhperak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
pengantin perempuan menjadi cantik. Secara simbolik, konyoh
manca warna ini bermakna agar segala cahaya yang berupa aura tadi
menyatu di dalam tubuh calon pengantin, sehingga calon pengantin
juga tampak berwibawa dan indah dipandang.
Gambar 24
2.2.3 Tempayan Dari Kuningan
Tempayan dari kuningan ini digunakan sebagai tempat air
tujuh sumber yang nantinya akan ditaburi bunga setaman dan klapa
segandheng. Air tujuh sumber yang mempunyai makna pitulungan
atau pertolongan dalam bahasa Indonesia. Air tujuh sumber,
kembang setaman, dan klapa segandheng ini nantinya digunakan
untuk siraman calon pengantin.
Gambar 25
Tempayandarikuningan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
2.2.4 Klenthing
Klenthing terbuat dari tanah liat dan memiliki bentuk seperti
kendhi. Perbedaanya klenthing dan kendhi yaitu jika klenthing itu
memiliki corong namun pendek sedangkan kendhi memiliki corong
namun corongnya agak panjang. Berbeda pula dengan kendil, jika
kendil itu sama-sama terbuat dari tanah liat namun bentuknya seperti
kwali tetapi kecil yang biasa digunakan untuk membuat gudheg, dsb.
Di masyarakat pada umumnya, saat siraman pernikahan
yang digunakan bukan klenthing namun kendhi. Di Kraton
Yogyakarta saat siraman yang digunakan klenthing. Klenthing
dipercayai digunakan untuk acara yang bersifat baik, sedangkan
kendhi untuk acara yang bersifat kematian. Saat siraman ini nantinya
klenthing ini akan di pecahkan oleh Haji tertua yang dipilih oleh
GKR Hemas sendiri sambil mengucapkan Wis pecah pamore (sudah
berakhir masa remajanya).
Gambar 26
Klenthing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Kendhi
Gambar 27
Kendil
Gambar 28
2.2.5 Bokor
Bokor merupakan tempat bunga setaman. Biasanya oleh
masyarakat luar digunakan sebagai tempat cuci tangan. Bokor
terbuat dari kuningan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Gambar 29
2.2.6 Batik Grompol
Batik grompol merupakan batik yang digunakan sebagai
kemben atau kain bermotif yang dililitkan diseputar badan saat akan
melakukan siraman pernikahan. Batik ini mempunyai makna suatu
pengharapan bahwa calon pengantin dalam kehidupannya akan
diberi banyak keturunan. Biasanya batik yang digunakan sebagai
kemben itu tergantung apa perintah dari GKR Hemas selaku Ratu
dan ibu dari putri yang dinikahkan. Namun, batik yang digunakan
tetap mempunyai makna.
Kata grompol berasal dari kata dompol-grombol. Batik
grompol juga memiliki makna lain yaitu harapan. Maksudnya bahwa
agar calon pengantin selalu senantiasa diberikan anugrah, agar selalu
hidup tentram, rukun, banyak rizky, diberi banyak keturunan, serta
agar calon pengantin memiliki masa depan yang cerah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Gambar 30
2.2.7 Yuyu Sekandang
Kain batik tenun yang berwarna coklat dan bergaris-garis
benang berwarna kuning. Untuk daerah Yogyakarta Batik yuyu
sekandang ini digunakan pada saat acara siraman calon pengantin
sebagai alas tempat duduk. Batik yuyu sekandang ini mengandung
makna harapan. Harapan agar kelak calon pengantin mempunyai
banyak keturunan serta dikaruniai rizky yang berlimpah.
Gambar 31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
2.2.8 Batik Nogosari
Batik nogosari mempunyai makna kesuburan dan
kemakmuran. Calon pengantin diharapkan agar kelak memiliki
banyak keturunan dan dalam mencari rizky lancar.
Gambar 32
2.2.9 Batik Truntum
Batik truntum berasal dari bahasa Jawa yaitu teruntum-
tuntum yang mempunyai makna tumbuh lagi. Calon pengantin
diharapkan kelak setelah berkeluarga memiliki kehidupan yang
harmonis, penuh kasih sayang baik dengan istri, anak, orang tua,
maupun masyarakat.
Gambar 33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
2.2.10 Batik Sido Mukti
Sida mukti berasal dari kata sida dan mukti. Kata sida
memili makna jadi atau menjadi, sedangkan kata mukti memiliki
makna bahagia. Jadi, batik sida mukti mempunyai makna agar calon
pengantin selalu diberi kebahagiaan baik dalam keadaan susah
maupun senang.
Gambar 34
2.2.11 Batik Sido Asih
Sido asih dalam bahasa Jawa kata sido adalah jadi atau
terus-menerus, sedangkan kata asih memiliki sayang. Kata sido asih
melambangkan kasih sayang yang terus-menerus. Diharapkan calon
pengantin selalu menyayangi sampai akhir hayat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Gambar 35
2.2.12 Batik Cakar Ayam
Batik cakar ayam berasal dari kata cakar dan ayam. Batik
ini memiliki makna filosofi cakar ayam yang melambangkan
semangat hidup manusia yang terus-menerus. Selain itu, batik ini
juga mempunyai makna yang mengandung harapan yaitu, calon
pengantin dapat mencari nafkah sendiri, banyak rizky, banyak anak,
tentram, dan sejahtera sepanjang masa.
Gambar 36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
2.2.13 Batik Simbar Lintang
Batik simbar lintang ini mempunyai makna hidup yang
kekal pada motif batiknya. Namun di balik itu, batik simbar lintang
memiliki makna simbolik yang mengandung arti suatu harapan dan
kebahagiaan. Calon pengantin diharapkan mendapatkan anugerah
yang berupa kesentosaan, kebahagiaan, makmur sandang pangan,
dan sejahtera selama-lamanya.
Gambar 37
2.2.14 Batik Sida Luhur
Batik sida luhur digolongkan ke dalam motif semen. Pola
semen mengkiaskan proses hidup diatas tanah, dimana proses ini
menggambarkan kehidupan. Kata sida luhur berasal dari kata sida
dan luhur. Sida mempunyai arti jadi atau menjadi, sedangkan luhur
mengandung pengertian terpuji, tinggi, serta berwibawa. Di dalam
batik sida luhur ini mempunyai lambang bahwa agar calon pengantin
mempunyai harapan agar kelak dapat hidup bahagia, mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
pangkat yang tinggi, suka berbuat adil, mempunyai budi yang luhur,
serta tabah dalam menghadapi segala macam cobaan.
Gambar 38
2.3 Makna Sesaji Dalam Upacara Siraman
Bagi orang Jawa, upacara tradisi selamatan merupakan tradisi yang
sudah dilestarikan dan elekat sampai sekarang. Seiring berjalannya waktu
ada beberapa orang yang sudah melupakan tradisi ini tetapi banyak orang
yang masih melestarikan tradisi yang dimiliki.
Sesaji dalam siraman pernikahan meliputi: tumpeng robyong,
tumpeng megono, tumpeng asrep-asrepan dan tumpeng gundhul. Tumpeng
berbentuk kerucut seperti gunung, tetapi gunung tidak runcing seperti
tumpeng. Tumpeng menurut orang Jawa berasal dari kata yen metu kudu
seng mempeng (bila melakukan sesuatu hal haruslah bersungguh-sungguh).
Tumpeng berbentuk seperti gunung karena orang Jawa percaya bahwa
gunung merupakan tempat tinggal para dewa. Filosofi yang dapat diambil
dari gunung juga bahwa manusia itu jika berjalan harus ndungkluk (melihat
ke bawah) karena diatas langit masih ada langit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
2.3.1 Tumpeng Robyong
Tumpeng robyong adalah tumpeng yang digunakan untuk
hajatan yang bersifat bergembira, misalnya pernikahan, khitanan,
dsb. Tumpeng robyong mempunyai ciri khas terdapat cabe merah
dipuncak tumpengnya. Tumpeng robyong dililiti oleh kacang
panjang rebus disekitar tumpeng dan lauk-pauknya berasal dari
gudhangan. Terdapat ayam bakar, terasi bakar,telur rebus utuh, dan
bawang merah utuh.
Tumpeng robyong menggunakan berbagai macam sayuran.
Hiasan tumpeng robyong menyimbolkan variasi manusia yang
bermacam-macam bentuk maupun kepribadiannya. Variasi manusia
tersebut banyak menjadikan perbedaan yang harus disikapi jika
manusia berinteraksi terhadap satu sama lain. Jika tidak menghargai
perbedaan maka akan terjadi konflik. Filsafat hidup orang Jawa
adalah menghindari konflik, dengan cara manusia saling menghargai
sehingga tercipta keharmonisan.
Tumpeng robyong juga menunjukan bahwa hajad mantu
saat itu di robyong-robyong oleh para tetua, sanak saudara, keluarga,
dan handai taulan. Maksudnya di robyong-robyong yaitu dibantu
oleh sanak saudara agar bebannya menjadi ringan. Jadi bisa ditarik
kesimpulan bahwa tumpeng robyong melambangkan kebersamaan
dan sifat gotong royong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Gambar 39
Pada tumpeng robyong terdapat hiasan yang ditusuk pada