PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PRODUKSI PEPTON DARI IKAN PETEK (Leiognathus equulus) SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN MIKROBA BIDANG KEGIATAN: PKM Penelitian Diusulkan oleh: Saptari Joan Tatra C340900 01 Angkatan 2009 Saraswati C340900 04 Angkatan 2009 Nurrokhmatunni sa’ C340900 62 Angkatan 2009 Nur Aziezah Hapsari C340900 67 Angkatan 2009 Virjean Pricillia C340900 81 Angakatan 2009 Yulian Nur Hanifa C340900 82 Angkatan 2009
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
PRODUKSI PEPTON DARI IKAN PETEK (Leiognathus equulus)SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN MIKROBA
BIDANG KEGIATAN:
PKM Penelitian
Diusulkan oleh:
Saptari Joan Tatra C34090001 Angkatan 2009
Saraswati C34090004 Angkatan 2009
Nurrokhmatunnisa’ C34090062 Angkatan 2009
Nur Aziezah Hapsari C34090067 Angkatan 2009
Virjean Pricillia C34090081 Angakatan 2009
Yulian Nur Hanifa C34090082 Angkatan 2009
Ragil Pratiwi G34080033 Angkatan 2008
Cheanty Lebang MM G34080123 Angkatan 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan : Produksi Pepton dari Ikan Petek
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, Ms. Mphil Saptari Joan Tatra NIP. 19580511 198505 1 002 NIM. C34090001
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Dosen PendampingKemahasiswaan
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS Dra. Pipih Suptijah, MBANIP. 19581228 198503 1 003 NIP. 19531001 198503 2 001
A. JUDUL PROGRAM
Produksi Pepton dari Ikan Petek (Lelognathus equulus) sebagai Media
Pertumbuhan Mikroba.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keaneragaman hayatinya,
terutama kekayaan yang terkandung di laut. Kekayaan alam tersebut sangat
melimpah dan dapat memberikan manfaat bagi manusia. Salah satu pemanfaatan
sumber daya hayati tersebut adalah penggunaan ikan-ikan hasil tangkap
sampingan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk yang meiliki nilai jual
tinggi baik di pasaran regional maupun internasional.
Hasil tangkap sampingan dapat digolongkan menjadi beberapa macam yaitu
hasil samping pemanfaatan sumber daya ikan rucah (by catch) dan multispesies,
hasil samping saat panen raya yang mengakibakan sebagian ikan yang tertangkap
tidak dapat ditangani dengan baik, sisa produk ikutan dalam industri pengolahan
ikan dan limbah industri pengolahan ikan. Hasil samping yang mayoritas berupa
ikan rucah (by catch) akhirnya dibuang ke laut lagi karena tidak menguntungkan
bagi nelayan. Hasil samping ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi
produk bernilai ekonomis tinggi dengan memperhatikan proses produksi yang
baik. Salah satu pemanfaatannya adalah dengan mengolah hasil samping tersebut
menjadi produk berupa pepton, minyak ikan, dan tepung ikan, misalnya pada
ikan petek yang merupakan jenis ikan rucah, dapat digunakan sebagai bahan baku
tepung ikan, pakan ternak, ataupun pupuk. Selain itu, ikan petek memiliki
kandungan gizi yang baik terutama protein.
Produk dari minyak ikan dan tepung ikan selama ini sudah dikembangkan
akan tetapi tidak memiliki nilai jual yang tinggi, sehingga dibutuhkan suatu jenis
produk dengan bahan baku ikan yang memiliki nilai jual yang tinggi seperti
pepton ikan. Pepton dalam bioteknologi biasanya digunakan untuk media
pertumbuhan mikroba, karena merupakan salah satu sumber nitrogen bagi
mikroorganisme. Menurut Dufossë et al. (2001) pepton ikan adalah produk
turunan atau derivat dari hidrolisis protein yang larut dalam air dan tidak
mengalami proses koagulasi pada air panas. Kebutuhan pepton dalam bidang
bioteknologi sangat tinggi. Selama ini kebutuhan pepton di Indonesia dipenuhi
melalui impor dan harga yang sangat mahal. Menurut Biro Pusat Statistik (1998)
impor pepton dan turunannya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun
1997, pepton dan turunannya sebesar 1.602.415 kg dengan nilai sebesar US
$3.362.761. Sedangkan dari bulan Januari sampai bulan Agustus 1998 impor
pepton Indonesia sebesar 862.123 kg dengan nilai sebesar US $ 3.759.272. Pepton
dalam bioteknologi biasanya digunakan untuk media pertumbuhan mikroba,
karena merupakan salah satu sumber nitrogen bagi mikroorganisme.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada beberapa ikan rucah dari
ikan gulamah (Argyrosomus sp.) (Praptono 2006) dan ikan selar (Caranx
leptolepis) (Saputra 2008) menunjukkan bahwa hasil samping perikanan tangkap
dapat menghasilkan pepton yang dapat dikembangkan lebih luas dalam bidang
bioteknologi. Hal ini yang melatarbelakangi penelitian lebih lanjut untuk
mendapatkaan pepton dari jenis ikan rucah lainnya, salah satunya adalah ikan
petek sebagai media pertumbuhan mikroba.
C. PERUMUSAN MASALAH
a. Pemanfaatan hasil tangkap sampingan dari jenis ikan rucah.
b. Ikan rucah dari ikan petek yang berpotensi sebagai penghasil pepton.
c. Pepton yang dapat digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba dengan
kualitas yang baik dan murah.
d. Perbandingan kualitas pepton dari ikan petek dengan gulamah dan ikan
selar.
D. TUJUAN
Tujuan dari pengembangan produksi pepton dari hasil tangkap sampingan
yang diterapkan pada ikan petek sebagai media pertumbuhan mikroba dan
membandingkan kualitas pepton yang dihasilkan oleh ikan petek antara ikan
gulamah dan ikan selar sehingga dapat meningkatkan kemajuan di bidang
bioteknologi.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
a. Meningkatkan nilai ekonomis dari hasil tangkap sampingan.
b. Mengoptimalkan penggunaan hasil tangkap sampingan sebagai bahan baku
pepton.
c. Memberikan alternatif sumber pepton sebagai media pertumbuhan mikroba
yang murah dan memiliki kualitas yang baik.
d. Menghasilkan produk dengan nilai guna yang lebih dengan membandingkan
kualitas pepton dari ikan petek dengan ikan gulamah dan ikan selar.
F. KEGUNAAN
a. Bagi Perguruan Tinggi
Pengembangan sumber pepton dari hasil tangkap sampingan akan memicu
jiwa kreatif dan inovatif mahasiswa dalam menciptakan sebuah produk bahan
baku media pertumbuhan mikroba yang bermanfaat di bidang bioteknologi.
Kondisi ini dapat menumbuhkan iklim kompetitif di kalangan mahasiswa untuk
bersaing melalui pengembangan intelektualitas dan kreatifitas, sehingga secara
tidak langsung dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi.
Program ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan Tinggi.
Dengan program ini pula akan meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya dalam penerapan di bidang bioteknologi yang dapat
dikembangkan lebih lanjut.
b. Bagi Mahasiswa
Pelaksanaan program ini akan merangsang mahasiswa berpikir positif,
kreatif, inovatif dan dinamis. Pelaksanaan program ini menuntut mahasiswa
untuk dapat bekerja dalam tim yang akan menumbuhkan kesolidan dan kekuatan
tim.
Program ini akan menambah wawasan dan pengalaman mahasiswa dalam
berkarya dalam menerapkan teknologi sederhana yang berhasil guna, selain dapat
menumbuhkan sikap kepedulian mahasiswa terhadap tuntutan peneliti dalam
bidang bioteknologi.
c. Bagi Masyarakat
Adanya pemanfaatan hasil tangkap sampingan ini diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan khususnya para nelayan. Produk pepton yang
dihasilkan memiliki harga yang murah dengan bahan baku yang mudah
diperoleh.. Selain itu, dengan adanya program ini, masyarakat pesisir diharapkan
dapat peduli terhadap pengolahan hasil tangkap sampingan untuk mendapatkan
produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi.
G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Ikan Pepetek
Ikan pepetek merupakan salah satu jenis ikan air laut. Ikan pepetek
merupakan ikan yang euryhaline sehingga bisa hidup di air payau dan laut.
Menurut Nelson (1994), ikan pepetek diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Perciformes
Famili : Leiognathidae
Genus : Leiognathus
Spesies : Leiognathus equulus
Gambar 1 Ikan pepetek (Leiognathus equulus)Sumber: Sarjono (1995)
Ikan pepetek mempunyai bagian dorsal memanjang dan tergolong pada
keluarga Leiognathidae yang masih berkerabat dengan keluarga Carangidae.
Jenis ini merupakan jenis ikan yang kecil. Panjang tubuhnya tidak lebih dari 15
cm, badannya tinggi dan bentuknya pipih. Daging dari jenis ini tidak begitu
banyak (Djuhanda 1981).
Daerah penyebaran ikan pepetek terdapat di seluruh perairan Indonesia
terutama Laut Jawa, Selat Malaka, sepanjang perairan Kalimantan, Sulawesi
Selatan, Laut Arafuru, ke utara sampai Teluk Bengal, Teluk Siam, sepanjang Laut
Cina Selatan, Pasifik Barat, Laut Merah, Afrika bagian timur, perairan utara
Australia, dan Philipina. Pada umumnya ikan ini hidup pada dasar perairan yang
berlumpur, terutama di daerah muara-muara sungai (Sarjono 1995).
Ikan ini umumnya dikonsumsi dengan diolah terlebih dahulu menjadi ikan
asin. Karena dagingnya tidak terlalu banyak, masyarakat biasa mengonsumsinya
dengan digoreng kering lalu dikonsumis bersama tulangnya karena tulangnya
menjadi renyah (Bahar 2004). Ikan pepetek memiliki 176 kkal energi, 32 g
protein, dan 4,4 g lemak dalam 100 g berat ikan (Irianto dan Soesilo 2010).
2. Protein ikan dan Asam Amino
Protein merupakan senyawa yang mengandung berbagai asam amino
membentuk rantai panjang dengan ikatan peptida. Senyawa protein merupakan
konstituen pengisi jaringan otot ikan yang paling penting. Ikan mengandung
protein 18-22% per 100 gram daging ikan yang dapat dimakan (Peterson dan
Johnson 1987). Protein ikan menurut jenisnya dapat digolongkan menjadi tiga
jenis yaitu protein sarkoplasma, miofibril, dan stroma. Komposisi protein ikan
tersebut berbeda menurut jenis dan spesiesnya (Fennema 1976).
Protein miofibril merupakan bagian terbesar dalam jaringan daging ikan
dan bersifat dalam larut garam (Hall dan Ahmad 1992). Kadar protein miofibril
pada otot ikan berkisar antara 75% sampai 85% dari total protein otot ikan
(Govindan 1985). Protein miofibril pada otot ikan mengandung miosin, aktin,
aktomiosin, dan tropomiosin. Miosin merupakan komponen miofibril yang
mampu mnegalami denaturasi dan agregasi. Proses denaturasi akan menghasilkan
molekul-molekul gel dari miosin dengan sifat elastis yang akan tergabung akibat
adanya proses agregasi (Wong 1989).
Protein sarkoplasma merupakan protein yang larut dalam air dan secara
normal ditemukan di dalam plasma sel, yaitu protein tersebut berperan sebagai
enzim yang diperlukan untuk proses metabolisme anaerob sel otot. Kandungan
protein sarkoplasma lebih banyak pada ikan pelagis dibanding dengan ikan
demersal. Bagian otot gelap spesies ikan tertentu mengandung sedikit protein
sarkoplasma daripada otot putihnya (Suzuki dalam Shahidi dan Botta 1994).
Protein stroma merupakan protein yang membentuk jaringan ikat. Komponen
penyusun protein ini adalah kolagen dan elastin. Protein ikan menurut sifat
kelarutannya dapat digolongkan menjadi tiga kelas yaitu protein mioplastik,
protein miofibril dan protein miostroma (Okuzumi dan Fujii 2000). Protein
mioplastik pada otot ikan berkisar antara sepersepuluh sampai seperlima dari total
protein otot ikan.
Protein merupakan sumber makanan yang sangat penting bagi tubuh
karena berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh sekaligus sebagai zat
pembangun dan zat pengatur. Protein juga digunakan sebagai sumber nutrien
dalam pertumbuhan bakteri. Hal ini karena protein mengandung sumber C, H, O,
N, S, dan P yang merupakan elemen penting dalam kebutuhan nutrisi
pertumbuhan bakteri (Todar 2005). Molekul protein akan mengendap karena
terdenaturasi, namun denaturasi belum tentu menyebabkan koagulasi bisa saja
hanya menyebabkan flokuasi yaitu protein mengendap lalu kembali pada keadaan
semula (Syacherie et al. 1995 dalam Rachman 2003). Protein akan mengalami
kondisi isoelektrik ketika muatan gugus amino dan karbonil saling mentralkan
yang mnyebakan molekul-molekul protein bermuatan netral.
Asam amino merupakan senyawa penyusun protein yang membentuk sel
tubuh manusia dan hewan. Asam amino dibagi dalam dua kelompok utama yaitu
asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial tidak
dapat diproduksi diproduksi oleh tubuh sehingga harus disuplai lewat maknaan,
sedangkan asam amino non esensial dapat diproduksi di dalam tubuh. Berbagai
jenis asam amino menyatu dalam ikatan peptida untuk menghasilkan protein.
Beberapa fungsi asam amino esensial dan non esensial yang dibutuhkan oleh
manusia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Beberapa fungsi asam amino esensial dan non esensial
Asam Amino Fungsi1. Esensial
Histidin Prekusor histamin, penting untuk pertumbuhan fisik dan mental sempurna serta menanggulangi penyakit rematik.
Isoleusin Pertumbuhan bayi dan keseimbangan nitrogen bagi orang dewasa.
Leusin Merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas.
Lisin Untuk crosslinking protein dalam biosintesis karnitin dan menyembuhkan penyakit herpes kelamin.
Metionin Produksi sulfur, menjaga kenormalan metabolisme, sebgai antioksidan dan merangsang serotinin sehingga dapat menghilangkan kantuk.
Arginin Terlibat dalam sintesis urea di hati dan memperlancar peredaran darah.
Phenilalanin Untuk prekusor tirosin, katekolamin dan melanin.Treonin Menyumbangkan nitrogen.Triptofan Prekursor nikotinamin dan produksi serotinin pada otak.Valin Pada penyakit anemia, menggantikan posisi asam
glutamat dalam hemoglobin.2. Non esensial
Alanin Prekursor glukogenik, pembawa N dari jaringan ke permukaan untuk ekskresi N.
Aspartat Biosintesis urea, prekursor glukogenik, dan prekursor pirimidin.
Sistein Sebagai prekursor taurin (misalnya proses kunjugasi asam empedu).
Glutamat Produksi antara-dalam reaksi interkonversi asam amino, prekursor prolin, ornitin, arginin, poliamin, neurotransmiter α-amino butirat (GABA), sumber NH3.
Glisin Prekursor dalam proses biosintesis purin dan neurotransmiter.
Serin Komponen fosfolipid, prekursor sfingolipid, prekursor etanolamin dan kholin.
Tirosin Prekursor katekolamin dan melanin.Prolin Pembentukan kolagen dan penyerapan zat-zat gizi bagi
tubuh.Glutamin Donor kelompok amino yntuk berbagai reaksi non asam
amino pembawa N.Sumber: Lender (1992)
Asam amino dalam protein tersedia dengan jumlah dan proporsi yang
diperlukan untuk memenuhi persyaratan minimun seseorang, dapat menghasilkan
energi untuk bekerja optimum walaupun pemasukannya rendah.
3. Pepton
Dufosse et al. (2001) menyatakan pepton ikan adalah suatu produk
turunan atau derivat dari hidrolisat protein yang larut dalam air dan tidak
mengalami proses koagulasi pada air panas. Pepton ikan ini merupakan produk
yang sangat memiliki nilai ekonomis penting pada industri perikanan, karena
memiliki harga pasar yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan produk
sampingan lainnya seperti silase ikan dan tepung ikan.
Hidrolisat protein ikan dibuat dengan mencerna ikan menggunakan enzim
proteolitik, seperti papain, ficin, tripsin, pankreatin, pronase atau enzim yang
diisolasi dari mikroorganisme proteolitik pada temperatur dan pH optimum yang
dibutuhkan oleh enzim. Hidrolisat disentrifuse untuk menghilangkan sisik dan
tulang lalu dikeringkan untuk membuat bubuk protein. Peptida pada hidrolisat
ikan memiliki peran fungsional. Aktivitas biopeptida tergantung pada bahan
mentah dan kondisi hidrolisis (Venugopal 2006).
Enzim proteolitik ditapis untuk menghidrolisis protein ikan. Pancreaten,
papain, dan pepsin cocok untuk proses ini. Studi mengenai pencernaan protein
menyatakan bahwa penggunaan papain pada pH 7,0 memberikan kelarutan
maksimum pada beberapa jam pertama. Suhu 40 °C lebih dianjurkan untuk dapat
memperoleh peptida yang lebih panjang pada saat pencernaan protein. Hidrolisat
protein dari ikan berlemak memberikan produk dengan kandungan lemak yang
signifikan. Bubuk yang berasal dari ikan berlemak rendah, umumnya memiliki
kandungan protein sebesar 92%, lemak sebesar 1,7%, dan abu sebesar 6,4%.
Proses pembuatan hidrolisat protein ikan dari hasil tangkapan samping, dengan
perlakuan enzim papain pada suhu hidrolisat sebesar 55 °C selama 2 jam
menghasilkan bubuk hidrolisat protein dengan kandungan protein sebanyak 90%
(Venugopal 2006).
Satu dari beberapa penggunaan potensial enzim untuk modifikasi dan
peningkatan protein adalah dengan mengontrol proses hidrolisis. Berbagai produk
dengan nilai jual tinggi dapat dihasilkan dari ikan berlemak tinggi dan ika
berlemak rendah. Produk dari ikan berlemak rendah umumnya disebut konsentrat
‘tipe A’ yang mengandung paling sedikit 67,5% protein kasar (basis kering), dan
tidak mengandung lebih dari 0,75% lemak. Produk tipe ini biasanya tidak
berwarna, tawar, dan tidak berbau. Konsentrat yang dihasilkan dari ikan berlemak
tinggi menghasilkan produk ‘tipe B’ dengan kandungan lemak lebih dari 10% dan
masih memiliki aroma ikan yang jelas (Shahidi dan Botta 1994).
4. Protease Papain
Protease merupakan enzim proteolitik yang bekerja memecah protein
menjadi asam amino dan polipeptida. Protease bekerja mengkatalis reaksi
pemutusan ikatan protein, sehingga reaksi dapat berjalan dengan cepat. Katalisator
adalah zat yang mempercepat reaksi kimia. Katalis mengalami perubahan secara
fisik selama reaksi tetapi tetap kembali ke kedudukan semula setelah reaksi
berakhir. Enzim adalah katalisator protein untuk reaksi kimia dalam sistem
biologis ( Rodwell et al. 1985). Protease merupakan enzim yang berperan dalam
reaksi yang melibatkan pemecahan/pembentukan protein. Enzim ini dalam
mekanisme kerjanya membutuhkan air dan tergolong dalam kelas hidrolase.
Protease digolongkan menjadi peptidase (eksopeptidase) dan proteinase
(endopeptidase). Istilah peptidase ditujukan untuk protease pemecah peptida,
sedangkan proteinase ditujukan untuk protease pemecah protein (Suhartono
1989).
Papain merupakan salah satu enzim pemecah protein dari tanaman pepaya
yang relatif mudah diperoleh. Apabila dibandingkan dengan enzim proteolitik
lainnya, papain relatif tahan terhadap panas. Untuk aktivitasnya, enzim papain
memerlukan suhu optimum 60-75 °C dan pH optimum 4,5-7. Penggunaan papain
sampai saat ini masih terbatas pada beberapa industri terutama industri makanan.
Di Indonesia, papain banyak digunakan sebagai pengempuk daging dan penjernih
pada industri bir (Suhartono 1989).
Protease dapat digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsi dan
karakteristiknya dan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kelas enzim protease
Kelas protease ContohSerin protease Tripsin, kimotripsin, elastase,
murni dilakukan dengan mengambil 1 ml kultur murni dan dimasukkan ke dalam
9 ml media yang telah diberi pepton, kemudian kultur yang telah dimasukkan ke
dalam media diinkubasi dalam suhu 37°C selama 24 jam. Pengamatan OD
(Optical Density) dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 600 nm dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bakteri
setiap 2 jam sekali.
I. JADWAL KEGIATAN PROGRAM
Penelitian ini akan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan
pada Tabel 3 , seperti dibawah ini :
Tabel 3 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian
URAIANBulan I Bulan II Bulan III
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41. Persiapan fasilitas &
Peralatan
1. Pembuatan pepton ikan
2. Penghitungan rendemen
3. Analisis proksimat 4. Uji Derajat Putih, Uji
Sensori, dan Uji Pertumbuhan Mikroba
5. Pengumpulan hasil penelitian
6. Evaluasi kerja
7. Pembuatan laporan
J. RANCANGAN BIAYADaftar Rancangan biaya yang akan digunakan untuk menyediakan bahan
penelitian ini tercantum pada Tabel 4 berikut iniTabel 4 Biaya Bahan
No. Uraian Jumlah1. Ikan Pepetek Rp 30.0002. Akuades Rp 250.0003. Campuran selen Rp 150.0004. H2SO4 Rp 100.000 5. NaOH Rp 150.0006. HCl Rp 100.0007. Pelarut heksan Rp 100.0008. NaCl Rp 80.0009. Ethanol Rp 120.00010. Air Rp 35.00011. Nutrient Agar Rp 300.00012. H3BO3 Rp 195.00013. HCl Rp 195.00014. Enzim papain Rp 500.000
Total Rp 2.305.000Alat-alat yang digunakan dalam pengolahan pepton antara lain pisau,
hot plate (untuk inaktivasi enzim), lemari es (untuk penyimpanan dingin), spray
dryer. Alat untuk uji pertumbuhan bakteri antara lain inkubator, bunsen,
spektrofotometer, pipet volumetrik, erlenmeyer, jarum ose, tabung reaksi, dan
autoklaf. Alat lain yang digunakan adalah destilator, labu ukur, destruktor, labu
kjedhal (uji total nitrogen, protein, dan nilai NTT/NTB, soxhlet, kertas saring
bebas lemak, kapas, dan tanur (uji kadar lemak). Adapun rancangan biaya untuk
mempersiapkan alat penelitian tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5 Biaya Peralatan
N0 Uraian harga satuan jumlah biaya
1Penyewaan laboratorium 10 kali Rp. 150.000 Rp 1.500.000
2 Penyewaan alat- alat laboratorium - pisau 10 kali Rp. 5.000 Rp 50.000 - timbangan analitik 10 kali Rp. 50.000 Rp 500.000 - cawan porselen 10 kali Rp. 50.000 Rp 500.000
- jarum ose 10 kali Rp. 10.000 Rp 100.000 - termometer 2 kali Rp. 30.000 Rp 60.000 - desikator 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000 - tabung reaksi 10 kali Rp. 50.000 Rp 500.000 - gelas Erlenmeyer 10 kali Rp. 30.000 Rp 300.000 - tabung kjeldahl 2 kali Rp. 85.000 Rp 170.000 - tabung sokhlet 2 kali Rp. 75.000 Rp 150.000 - pemanas 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000 - destilator 2 kali Rp. 60.000 Rp 120.000
- Autoklaf 2 kali Rp.150.000 Rp 300.000 - buret 2 kali Rp. 70.000 Rp 140.000 - tanur 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000 - shaker bath 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000 - homogenizer 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000
- alat ekstraksi soxhlet
2 kali Rp. 40.000 Rp 80.000
- penangas air 2 kali Rp. 30.000 Rp 60.000 - kompor listrik 2 kali Rp. 30.000 Rp 60.000 - evaporator 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000 - labu takar 2 kali Rp. 25.000 Rp 50.000 - mortar 2 kali Rp. 35.000 Rp 70.000 - hot plate 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000 - inkubator 2 kali Rp. 50.000 Rp 100.000
- pipet volumetrik 10 kali Rp. 5.000 Rp 50.000
- Nilon berukuran 200,300, dan 750 mesh 2 kali Rp. 100.000 Rp 200.000
- oven 2 kali Rp. 20.000 Rp 40.000- spray Dryer 1 kali Rp. 100.000 Rp 100.000- spektrofotometer 1 kali Rp. 200.000 Rp 200.000
Total biaya Rp 6.100.000
Tabel 6 Biaya Lain-lain
No Produk Jumlah SatuanHarga satuan
(Rp)Total harga
(Rp)
1 Transportasi 200.000
2 Dokumentasi 100.000
3 Biaya Komunikasi 100.000
4 Laporan Penelitian 50.000
Total 450.000
Biaya Total = Biaya Peralatan + Biaya Bahan + Biaya lain - lain
= Rp 6.100.000 + Rp 2.305.000 + Rp 450.000 = Rp 8.855.000
K. DAFTAR PUSTAKA
Anglemier AF, Montegomery MW. 1976. Amino acid, peptides and protein. Di dalam: Fennema OR, editor. Principle of Food Science Part 1. New York: Marcel Dekker, Inc.
Bahar Burhan. 2004. Panduan Praktis Memilih dan Menangani Produk Perikanan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
[BPS]. 1998. Statistika Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.
Djuhanda. 1981. Dunia Ikan. Bandung: Armico.
Dufosse L, Broise DDL, Guerard F. 2001. Evaluation of Nitrogenous Substrates Such as Peptones from Fish: A New Methode on Gompertz Modeling of Microbial Growth. J Microbiology. 42: 32-39.
Fennema OR. 1976. Principle of Food Science. New York: Deker Inc.
Govindan TK. 1995. Fish Processing Technology. New Delhi: Oxford and IBH PublisingCo. PVT, Lad.
Hall GM, Ahmad NH. 1992. Surimi and minced fish product. Di dalam:Hall GM, editor. Fish Processing Technology. New York: Blackie Academic and Professional.
Irianti HE, Soesilo Indroyono. 2010. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan.
Juniarso ET, Safari A, Pamungkas RA. 2007. Pemanfaatan Limbah Ikan menjadi Ekstrak Kasar Protease dari Isi Perut Ikan Lemuru (Sardinella Sp.) untuk
Proses Deproteinisasi Limbah Udang secara Enzimatik menjadi Kitosan. Jember: Universitas Jember.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.
Muhidin D. 2000. Agroindustri Papain dan Pektin. Jakarta: Penebar Swadaya.
Nelson J.S. 1994. Fishes of the World. Third edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Okumi M dan Fujii T. 2000. Nutritionaland Functional of Properties on Squid and Cuttlefish. Tokyo: National Cooperation of Squid Processor.
Peterson MS, Jhonson AH. 1978. Encyclopedia of Food Science. Connection: AVI Publishing Company.
Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Poernomo A. 1997. The Utilization of Cowtail Ray Viscery. [PhD Thesis] Sidney: The University of New South Wales.
Praptono B. 2006. Produksi pepton ikan gulamah (Argyrosomus sp.) sebagai sumber nitrogen media pertumbuhan [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Rahayu WP. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rodwell VW, Peter AM, Daryl KR, David MV. 1985. Biokimia (Harper’s Review of Biochemistry). Edisi ke-20. Darmawan I, penerjemah. Jakarta: EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Harper’s Review of Biochemistry.
Sarjono S. 1995. Hukum Dagang Laut bagi Indonesia. Jakarta: Simplex.
Shahidi F, Botta JR. 1994. Seafood Chemistry, Processing Tecnology and Quality. London: Blackie Academic & Professional.
Saputra D. 2008. Pembuatan pepton ikan selar ( Caranx leptolepis) hasil tangkap sampingan (HTS) pada kondisi post rigor dan busuk. [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Suhartono MT. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Tababaka T. 2004. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sp.) sebagai bahan tambahan kerupuk [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Venugopal V. 2006. Seafood Processing. New York: CRC Press.
Volk W, Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Walsh G. 2002. Protein Biochemistry and Biotecnology. New York: John Wiley and Sons.
Wijayanti A. 2009. Kajian Penyaringan dan Lama Penyimpanan dalam Pembuatan Fish-Peptone dari Ikan Selar Kuning (Caranx leptolepis) [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.