LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS GANDUSARI TRENGGALEK Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek Disusun oleh: Wahyu Fajar, dr. Faradina Sulistiyani, dr. Najwal Fitri Yazid, dr. M. Fath Al Haqqi Sanis S., dr.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS GANDUSARI
TRENGGALEK
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek
Disusun oleh:
Wahyu Fajar, dr.
Faradina Sulistiyani, dr.
Najwal Fitri Yazid, dr.
M. Fath Al Haqqi Sanis S., dr.
Program Dokter Internsip Indonesia
Kabupaten Trenggalek
Jawa Timur
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Laporan Upaya Kesehatan Masyarakat.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini. Oleh karena itu, saran dan kritik membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Trenggalek, September 2014
Penulis
3
Halaman Pengesahan
Laporan Upaya Kesehatan Masyarakat
Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia di Puskesmas Gandusari Kabupaten Trenggalek
Disusun oleh:
Wahyu Fajar, dr.
Faradina Sulitiyani, dr.
Najwal Fitri Yazid, dr.
M. Fath Al Haqqi Sanis S., dr.
Telah diperiksa dan disetujui
Oleh:
Pembimbing Dokter Internsip Puskesmas Gandusari
Dr. MALUKYANTONIP. 19640603 200212 1 003
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan
pembangunan bangsa. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia
Sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap orang hidup dalam lingkungan yang sehat,
berperilaku hidup bersih dan sehat, mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Dinkes, 2009).
Visi pembangunan kesehatan saat ini adalah Indonesia Sehat 2014 untuk
mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Visi ini dituangkan kedalam
empat misi salah satunya adalah meningkatkan kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani (Depkes RI, 2009).
Misi pembangunan kesehatan tersebut diwujudkan dengan menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Perilaku
hidup bersih dan sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
atas hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya
sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat
(Dinkes, 2009). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dilakukan melalui pendekatan
tatanan yaitu: PHBS di rumah tangga, PHBS di sekolah, PHBS di tempat kerja, PHBS di
institusi kesehatan dan PHBS di tempat umum.
Puskesmas sebagai penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan
terdepan, kehadirannya di tengah masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai pusat
pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai pusat komunikasi
masyarakat. Di samping itu keberadaan puskesmas di suatu wilayah dimanfaatkan
sebagai upaya-upaya pembaharuan (inovasi) baik di bidang kesehatan masyarakat
maupun upaya pembangunan lainnya bagi kehidupan masyarakat sekitarnya, sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu keberadaan
puskesmas dapat diumpamakan sebagai “agen perubahan” di masyarakat sehingga
masyarakat lebih berdaya dan timbul gerakan-gerakan upaya kesehatan yang
bersumber pada masyarakat.
Hal tersebut sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat yang
menjelaskan bahwa puskesmas mempunyai tiga fungsi yaitu yang pertama sebagai
5
pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, yang kedua pusat
pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang ketiga pusat pelayanan kesehatan strata
pertama.
Namun dalam pelaksanaanya puskesmas masih menghadapi berbagai masalah
antara lain yang pertama kegiatan yang dilaksanakan di puskesmas kurang berorientasi
pada masalah dan kebutuhan masyarakat setempat tetapi lebih berorientasi pada
pelayanan kuratif bagi pasien yang datang ke puskesmas. Yang kedua keterlibatan
masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat
pertama belum dikembangkan secara optimal. Sampai saat ini puskesmas kurang
berhasil menumbuhkan inisiatif masyarakat dalam pemecahan masalah dan rasa
memiliki puskesmas serta belum mampu mendorong kontribusi sumberdaya dan
masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Disadari untuk mengatasi masalah tersebut sesuai dengan salah satu asas
penyelenggaraan puskesmas yaitu pemberdayaan masyarakat. Artinya puskesmas
wajib menggerakkan dan memberdayakan masyarakat agar berperan aktif dalam
penyelenggaraan setiap upaya kesehatan, terutama dalam berperilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS).
Berkenaan dengan pentingnya peran promosi kesehatan dalam pelayanan
kesehatan, telah ditetapkan kebijakan Nasional promosi kesehatan sesuai dengan Surat
Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004. Kebijakan dimaksud
juga didukung dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
daerah.
Untuk melaksanakan upaya kesehatan wajib tersebut di puskesmas diperlukan
tenaga fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM) untuk mengelola promosi
kesehatan di puskesmas secara professional dan mampu untuk mengelola serta
menyelenggarakan pelayanan yang bersifat promotif dan preventif.
1.2 Tujuan
Sebagai acuan bagi petugas puskesmas untuk menyelenggarakan kegiatan
promosi kesehatan di wilayah kerja puskesmas.
6
Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2.1 Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan
yang bergerak bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi
didalamnya terdapat usaha untuk memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku
masyarakat. WHO merumuskan promosi kesehatan sebagai proses untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya.
Dapat disimpulkan promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang
dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri,
maupun dalam organisasi dan lingkungannya. Menurrut Green, promosi kesehatan
adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait
dengan ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perilaku
dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan.
2.1.1 Tujuan Promosi Kesehatan
Tujuan utama promosi kesehatan adalah:
Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat
Peningkatan perilaku masyarakat
Peningkatan status kesehatan masyarakat
Menurut Green (1990) tujuan promosi kesehatan terdiri tiga tingkatan, yaitu:
1. Tujuan program
Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu
tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
2. Tujuan pendidikan
Merupakan dekskripsi perilaku yang akan dicapai dapat mengatasi masalah
kesehatan yang ada.
7
3. Tujuan perilaku.
Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai (perilaku yang
diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan dan
sikap.
2.1.2Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Adapun visi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosialnya sehingga produktif secara
ekonomi maupun sosial.
2. Pendidikan kesehatan di semua program kesehatan baik pemberantasan penyakit
menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan maupun
program kesehatan lainnya dan bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan indiividu, kelompok, maupun masyarakat.
Misi promosi kesehatan merupakan upaya yang harus dilakukan dan
mempunyai keterkaitan dalam pencapaian suatu visi. Misi promosi kesehatan adalah:
1. Advokasi (advocation)
Merupakan perangkat kegiatan yang terencana yang ditujukan kepada para
penentu kebijakan dalam ranggka mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik.
Dalam hal ini kegiatan advokasi merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi para
pembuat keputusan agar dapat mempercayai dan meyakini bahwa program
kesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan melalui kebijakan atau
keputusan-keputusan.
2. Menjembatani (mediate)
Kegiatan pelaksanaan program-program kesehatan perlu adanya suatu
kerjasama dengan program lain di lingkungan kesehatan, maupun lintas sektor yang
terkait. Untuk itu perlu adanya suatu jembatan dan menjalin suatu kemitraan
dengan berbagai program dan sektor-sektor yang memiliki kaitannya dengan
kesehatan. Oleh karena itu promosi kesehatan memiliki peran yang penting dalam
mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini.
8
3. Kemampuan / ketrampilan (enable)
Masyarakat diberikan suatu ketrampilan agar mereka mampu dan
memelihara serta meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Adapun tujuan dari
pemberian ketrampilan kepada masyarakat adalah dalam rangka meningkatkan
pendapatan keluarga sehingga diharapkan dengan peningkatan ekonomi keluarga,
maka kemampuan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga akan
meningkat.
2.1.3 Sasaran Promosi Kesehatan
Berdasarkan pentahapan upaya promosi kesehatan, maka sasaran dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Sasaran primer (primary target)
Sasaran umumnya adalah masyarakat yang dapat dikelompokkan menjadi
kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil, dan menyusui anak
untuk masalah KIA serta anak sekolah untuk kesehatan remaja dan lain sebagainya.
Sasaran promosi ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat
(empowerment).
2. Sasaran sekunder
Sasaran sekunder dalam promosi kesehatan adalah tokoh-tokoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh adat serta orang-orang yang memiliki kaitan serta berpengaruh
penting dalam kegiatan promosi kesehatan.
3. Sasaran tersier (tertiary target)
Adapun yang menjadi sasaran tersier dalam promosi kesehatan adalah
pembuat keputusan (decision maker) atau penentu kebijakan (policy maker). Hal ini
dilakukan dengan suatu harapan agar kebijakan-kebijakan atau keputusan yang
diikeluarkan oleh kelompok tersebut akan memiliki efek dampak serta pengaruh
bagi sasaran skunder maupun sasaran primer dan usaha ini sejalan dengan strategi
advokasi (advocacy).
9
2.1.4 Strategi Promosi Kesehatan
Sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1193/Menkes/SK/X/2004 tentang kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Surat
keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan. Di daerah, strategi dasar utama Promosi
Kesehatan adalah (1) Pemberdayaan (2) Bina Suasana dan (3) Advokasi serta
dijiwai semangat (4) Kemitraan. Berdasarkan strategi dasar tersebut di atas,
maka strategi promosi kesehatan puskesmas juga dapat mengacu strategi dasar
tersebut dan dapat dikembangkan sesuai sasaran, kondisi puskesmas dan
tujuan dari promosi tersebut.
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan dan
meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu, keluarga dan
masyarakat untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, menciptakan
lingkungan sehat serta berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya
kesehatan.
Pemberdayaan terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang
diselenggarakan puskesmas harus memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
a . Pemberdayaan individu
Pemberdayaan terhadap individu dilakukan oleh setiap
petugas kesehatan puskesmas terhadap individu-individu yang
datang memanfaatkan pelayanan puskesmas. Disamping itu, individu-
individu yang menjadi sasaran kunjungan misal, upaya keperawatan
kesehatan masyarakat, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Tujuan dari upaya tersebut adalah memperkenalkan
perilaku baru kepada individu yang mungkin mengubah perilaku yang
selama ini dipraktekkan oleh individu tersebut.
Metode yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari
dialog, demonstrasi, konseling dan bimbingan. Demikian pula media
komunikasi yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari
10
lembar balik, leaflet, gambar/foto (poster) atau media lain yang mudah
dibawa untuk kunjungan rumah.
b. Pemberdayaan keluarga
Pemberdayaan keluarga yang dilakukan oleh petugas puskesmas
yang melaksanakan kunjungan rumah terhadap keluarga yaitu keluarga dari
individu pengunjung puskesmas atau keluarga-keluarga yang berada di
wilayah kerja puskesmas.
Tujuan dari pemberdayaan keluarga juga untuk memperkenalkan
perilaku baru yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini
dipraktekkan oleh keluarga tersebut.
Metode dan media komunikasi yang digunakan untuk pemberdayaan
keluarga dapat berupa pilihan atau kombinasi. Metodenya antara lain
dialog, demonstrasi, konseling dan media komunikasi seperti lembar balik,
leaflet, gambar/foto (poster) atau media lain yang mudah dibawa untuk
kunjungan rumah.
c. Pemberdayaan masyarakat.
Pergerakan atau pengorganisasian masyarakat diawali dengan
membantu kelompok masyarakat mengenali masalah-masalah yang
meganggu kesehatan, sehingga masalah tersebut menjadi masalah bersama.
Kemudian masalah tersebut dimusyawarahkan untuk dipecahkan bersama.
Bererapa yang harus dilakukan oleh puskesmas dalam pemberdayaan
masyarakat yang berwujud UKBM:
Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, bina keluarga
- KIA, KB, Gizi, Imunisasi 6 166 Asi eksklusif, tnd bhy pd bumil, P4K, sos KSPR, Gaky
- Penyakit Menular Potensial (Diare,DBD,TB,ISPA,dll) 16 289 diare, tipoid, DBD
- Kesehatan Lingkungan
- Narkoba (NAPZA) 7 220 bahaya asap rokok
- Penyakit Menular Sexual (AIDS, dll)
- Kesehatan Reproduksi Remaja
- Kesehatan Usila
- Makanan dan Minuman
39
- Lain-lain: 12 235 PHBS, CTPS
JAMKESMAS/JAMPERSAL
- Kesehatan Gigi Mulut
- Kesehatan Jiwa
- Lain – lain Tabel Laporan Kegiatan Promosi Kesehatan di Tingkat Puskesmas Gandusari Tribulan Pertama Tahun 2014
40
Berdasarkan laporan kegiatan promosi kesehatan Puskesmas Gandusari tribulan pertama
tahun 2014, telah dilakukan bina suasana melalui pertemuan dengan lintas program di tingkat
puskesmas dan lintas sektor, LSM serta organisasi profesi serta diselenggarakannya
penyuluhan mengenai typhoid, DBD, diare, dan PHBS dilaksanakan dengan siaran keliling
terutama melalui kelompok posyandu.
41
DAFTAR PUSTAKA
Manda, Syamsur. 2006. Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), from: http://dinkes-sulsel.go.id/pdf/Perilaku_hidup_bersih_&_sehat.pdf
Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya Soemirat, Juli.2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Pres
Sumijatun, et al. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas. Jakarta : EGC
42
Laporan F2. Upaya Kesehatan LingkunganBAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan
sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program
(ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke
sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. Dikutip dari Antara News Jawa Timur
(2010) menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat tiga di dunia untuk penduduk
yang melakukan buang air besar sembarangan (BABs) setelah Cina dan India. Berdasarkan
studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam
mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi
dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v)
sebelum menyiapkan makanan 6 %. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku
pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan
air minum, tetapi 47,50 % dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas pada anak di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang. Studi
WHO 2009 menyebutkan bahwa 17% kematian anak balita di dunia disebabkan penyakit
diare. Menurut data yang ada di Departemen Kesehatan RI tahun 2006, diketahui sebanyak
41 Kabupaten yang tersebar di 16 propinsi melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) tentang
diare di wilayahnya. Pada tahun tersebut, jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak
10.980 atau 423 kasus per seribu penduduk, dan 277 diantaranya menyebabkan kematian
sehingga Case Fatality Rate (CFR) diperkirakan sebesar 2,5 persen.
Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah angka kesakitan penyakit sanitasi seperti diare
memang tergolong besar. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan
diare diantaranya melalui : (1) Program pembangunan sanitasi yang dilakukan Direktorat
Penyehatan Lingkungan, Sanitasi, dan Pencemaran air yang diarahkan pada perubahan
perilaku masyarakat tentang pentingnya sanitasi, (2) Program jasa lingkungan oleh USAID
dengan misi peningkatan kesehatan masyarakat melalui perbaikan pengelolaan air dan
perluasan akses masyarakat terhadap layanan sanitasi dan air bersih, (3) Program
43
WSLIC-3/PAMSIMAS yang didukung oleh Bank Dunia untuk meningkatkan penyediaan air
minum, sanitasi, dan derajat kesehatan masyarakat, (4) Program Cuci Tangan Pakai Sabun
(CPTS), Program Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (STOPS) dan sebagainya.
Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan
sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare
menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan
perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di
rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut,
kejadian diare menurun sebesar 94%.
Pemerintah juga telah memberikan perhatian di bidang higiene dan sanitasi dengan
menetapkan Open Defecation Free (ODF) yaitu sebuah kondisi dimana seluruh individu di
suatu daerah tidak lagi melakukan buang air besar sembarangan serta peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat pada tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
nasional (RPJMN) 2004-2009. Perhatian pemerintah tersebut dinilai sejalan dengan capaian
MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan
sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum
mendapatkan akses.
Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah telah melaksanakan beberapa kegiatan,
antara lain melakukan uji coba implementasi Community Lead Total Sanitation (CLTS) di 6
Kabupaten pada tahun 2005, dilanjutkan dengan pencanangan gerakan sanitasi total oleh
Menteri Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan kampanye cuci
tangan secara nasional oleh Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan
Perempuan tahun 2007. Sebagai tindak lanjut, dilakukan replikasi CLTS di berbagai lokasi
oleh berbagai lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang menghasilkan
perubahan perilaku buang air besar di sembarang tempat, sehingga pada tahun 2006 sebanyak
160 desa telah ODF dan tahun 2007 mencapai 500 desa. (Depkes, 2007).
Dalam hal ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, juga
mematok target ODF ("open defecation free" atau terbebas dari segala bentuk aktivitas buang
hajat sembarang tempat) di seluruh kecamatan, maksimal akhir tahun 2012. Tahapan untuk
mencapai target "ODF" se-Kabupaten Trenggalek itu telah dilakukan sejak lima tahun lalu
(2008). Kampanye ODF saat itu ditandai dengan peluncuran program jambanisasi serta
sosialisasi kesehatan terkait pentingnya jamban pribadi bagi setiap warga/rumah. Hasilnya
cukup siginifikan. Dalam kurun satu tahun sejak program jambanisasi diluncurkan,
pembangunan jamban di setiap rumah penduduk mulai dilakukan secara masif. Tahun 2008
44
lalu program ini telah berhasil mengembangkan 40 desa ODF dan pada tahun 2009
bertambah lagi menjadi 65 desa ODF.
Hasil program ODF di Trenggalek belum mencapai angka 50% dari keseluruhan desa
yang ada di Kabupaten Trenggalek. Oleh karena itu, kami mengangkat tema ini sebagai
pembahasan kami dengan harapan kami dapat memberikan sedikit kontribusi terhadap
keberhasilan program ODF di Trenggalek.
1.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan Umum
Meningkatkan jumlahnya desa yang bebas dari buang air besar (BAB) sembarangan
di Kecamatan Gandusari Kabupaten Trenggalek
Tujuan Khusus
Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap perubahan perilaku higiene sanitasi
lingkungan terutama dalam hal buang air besar pada tempatnya.
45
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang disebut juga Community-led Total
Sanitation (CLTS) merupakan pendekatan untuk merubah pola pikir dan perilaku higiene dan
sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. STBM merupakan
salah satu konsep untuk mempercepat pencapaian target MDGs poin ketujuh.
Saat ini STBM adalah sebuah program nasional di bidang sanitasi berbasis
masyarakat yang bersifat lintas sektoral. Program ini dicanangkan pada bulan Agustus 2008
oleh Menteri Kesehatan RI. Pada bulan September 2008 STBM dikukuhkan sebagai Strategi
Nasional melalui Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 bahwa dalam rangka memperkuat
upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen
Pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar yang berkesinambungan
dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015. Strategi Nasional
STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit
berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku.
STBM memiliki 5 (lima) pilar utama yakni :bebas buang air besar sembarangan atau
Open Defecation Free (ODF), mencuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan
makanan rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga, dan pengelolaan limbah cair
rumah tangga.
Indikator output 5 PILAR STBM : setiap individu dan komunitas mempunyai akses
terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang
air di sembarang tempat (ODF), setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air
minum dan makanan yang aman di rumah tangga, setiap rumah tangga dan sarana pelayanan
umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah,kantor, rumah makan, puskesmas, pasar,
terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang
mencuci tangan dengan benar, setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar,
setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.
Dalam Kepmenkes No 852/Menkes/SK/IX/2008 disebutkan bahwa terdapat 6 (enam)
strategi dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu: penciptaan lingkungan
yang kondusif (enabling environment), peningkatan kebutuhan (demand creation),
9 Tempat Ibadah : Masjid 55 55 9 19 28 50 6 9 15 53
Gereja 1 1 1 1 100 1 1 100
……………..
10 Pondok Pesantren 2 2 2 2 100 1 1 50
11 Sarana kesehatan
- Rumah Sakit
- Puskesmas 1 1 1 1 100 1 1 100
- Puskesmas Pembantu 2 2 2 2 100 2 2 100
- Pokesdes/Polindes 6 6 6 6 100 5 5 83
12 Pangkas rambut 2 2 1 1 50 1 1 100
13 Salon 8 8 6 6 75 4 4 66
14 Panti pijat
15 Industri
16 Institusi : Kantor 12 12 10 4 14 100 9 2 11 78
SD 31 31 14 11 25 80 14 10 24 96
SLTP 4 4 3 0 3 75 3 0 3 100
SLTA 3 3 1 2 3 1 1 1 2 66
PT
…………………
17 Pengelola TTU dikursus
Tabel Laporan Kegiatan Penyehatan Lingkungan Puskesmas Gandusari s/d tribulan II 2014
62
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 2008. Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, from: http://www.depkes.go.id/downloads/pedoman_stbm.pdf
Kesehatan Lingkungan. 2009. Penyakit Berbasis Lingkungan, from:http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2009/10/penyakit-berbasis-lingkungan.html
63
Laporan F3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga BerencanaBAB 1
PENDAHULUAN
3.1 Latar Belakang Masalah
Setiap harinya terdapat 800 wanita di dunia meninggal saat hamil maupun
melahirkan. Dari seluruh kematian ibu tersebut, 99% di antaranya terjadi di negara
berkembang. Terdapat 289.000 kasus kematian ibu di dunia pada tahun 2013. Kematian
ibu ini lebih banyak terjadi di pedesaan, daripada di kota. Ibu usia muda lebih beresiko
daripada usia tua. (WHO. 2014)
Menurut data WHO, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 9.900 orang dari 4,5 juta keseluruhan kelahiran pada tahun 2014. Hal itu sama dengan 66 pesawat Boeing 737 seri 400 jatuh dan seluruh penumpangnya meninggal. (Detik. 2013)
Jumlah kematian ibu secara nasional setiap tahun terus bertambah, sebelumnya pada 2011 berjumlah 4.985 sedangkan pada 2014 mencapai 5.118. Hal ini senada dengan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2014, angka kematian ibu meroket dari 228 pada 2007 menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013. Angka ini masih terbilang jauh dari target Target
MDGs yaitu angka kematian ibu yaitu 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Penyebab paling sering kematian ibu di dunia yang dilansir WHO pada 2014 paling banyak adalah karena perdarahan, kemudian disusul dengan infeksi. Penyebab ini sebenarnya dapat dicegah.( WHO. 2014) Kondisi ini diperburuk dengan masih tingginya kehamilan dengan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu sering dan terlalu banyak) sebanyak 62,7 %.
Faktor lainya disebabkan penderita anemia pada penduduk usia 15-24 tahun masih tinggi mencapai 18,4 persen. Usia perkawinan dini sebesar 46,7 persen dan angka kelahiran remaja umur 15-19 tahun sebesar 48 per 1000. Serta kebutuhan pelaynan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) masih tinggi sebesar 8,5 persen.
Kepala BKKBN, Prof dr Fasli Jalal, PhD mengatakan ada kaitan antara pertumbuhan laju penduduk dengan angka kematian ibu.
64
Mengingat laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang pesat, program keluarga berencana dapat menjadi salah satu pintu keluar untuk mengurangi angka kematian ibu.
Angka Kematian Bayi pada data SDKI 2014 mencapai 160.681 anak. Sedangkan pada 2013 AKB ini mencapai 32 per 100 ribu kelahiran hidup. SDKI 2014 menemukan bahwa terdapat 40 kematian bayi di pedesaan per 1.000 kelahiran hidup, yang bila kita bandingkan dengan angka kematian kota merupakan jumlah yang tinggi, yakni hanya 26 kematian per 1.000 kelahiran anak.
Penyebab kematian bayi baru lahir (neonatal) di Indonesia adalah asfiksia 27 %, komplikasi pada bayi baru lahir rendah 29 %, tetanus neonatorum 10 %, masalah pemberian makanan 10 %, infeksi 5 %, gangguan hematologik 6 %, dan lain-lain 13 %. Masalah ini sebenarnya dapat dicegah dengan mengoptimalkan masa kehamilan dan meakukan proses persalinan yang aman.
Masyarakat harus menjadikan kehamilan sebagai investasi. Untuk itu, untuk menghasilkan generasi yang baik membutuhkan perhatian lebih mulai dari gizi ibu dan anak di dalam kandungan sampai proses pemulihan pasca melahirkan dan pertumbuhan anak.
3.2 Permasalahan di Masyarakat
Masih adanya kasus kematian bayi, meningkatnya jumlah ibu hamil dengan
resiko tinggi, masih ada jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga non-kesehatan,
serta adanya jumlah bayi dengan berat badan lahir rendah, dan permasalahan yang
lainnya membuat kegiatan program KIA dan KB merupakan hal pokok yang masih perlu
menjadi perhatian serius.
3.3 Tujuan
3.3.1 Tujuan Umum
a. Menurunkan angka kematian ibu dan anak
b. Pemberdayaan masyarakat dalam deteksi dini Bumil dan Balita
c. memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA-KB secara
efektif dan efisien
65
3.3.2 Tujuan Khusus
a. pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu sesuai standar serta
menjangkau seluruh sasaran,
b. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada peningkatan pertolongan
oleh tenaga kesehatan secara berangsur,
c. Peningkatan deteksi dini resiko tinggi atau komplikasi kebidanan baik oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penganan dan
pengamatannya secara terus menerus,
d. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara adekuat dan pengamatan
secara terus menerus oleh tenaga kesehatan,
e. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu sesuai standar dan
menjangkau seluruh sasaran,
f. Peningkatan pelaksanaan kegiatan pelayanan keluarga berencana (KB).
3.4 Hasil dan Analisis Kegiatan
Hasil pelaksanaan kegaiatan pembinaan kesehatan keluarga di Puskesmas
Gandusari bulan Januari sampai dengan Juli 2014 dapat diuraikan sebagai berikut :
3.4.1 Jumlah Kematian Ibu dan Kematian Bayi
Dari 147 jumlah kelahiran hidup yang ada, tidak didapatkan kematian Ibu di
Puskesmas Gandusari pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, sedangkan
kematian bayi masih tercatat sebanyak 4 kasus. Secara rinci Kecenderungan Jumlah
Kematian Ibu dan Kematian Bayi di wilayah Puskesmas Gandusari pada bulan Mei -
Agustus 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Kecenderungan Jumlah Kematian Ibu dan Kematian Bayi di Puskesmas
Gandusari Bulan Januari – Juni 2014
Bulan Kelahiran Hidup Kematian Ibu Kematian Bayi
Mei 2014 49 0 3
Jun 2014 37 0 0
Juli 2014 34 0 1
Agust 2014 27 0 0
Jumlah 147 0 4
66
3.4.2 Cakupan Pemeriksaan Ibu Hamil
Cakupan pemeriksaan ibu hamil (K1) di Puskesmas Gandusari Mei-Agustus
2014 rata-rata sebesar 28 % dan cakupan K4 rata-rata sebesar 29 %, dari 495 ibu
hamil yang tercatat. Pencapaian cakupan K1 dan K4 terbanyak pada Desa Wonoanti,
yaitu masing-masing sebesar 33% dan 42%. Secara rinci distribusi frekuensi
Cakupan K1 dan K4 per Desa di wilayah Puskesmas Gandusari pada bulan Mei -
Agustus 2014 dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:
Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Cakupan K1 dan K4 per Desa di Puskesmas Gandusari
Diagram 2.2 Distribusi Balita Berdasarkan Desa Tahun 2014
79
BAB 3
PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan program gizi Puskesmas Gandusari tahun 2011 adalah sebagai berikut :
3.1 Penimbangan Bulanan
Bentuk kegiatan : Penimbangan dan pencatatan status gizi balita setiap bulan di
posyandu
Tujuan :
a. Untuk mengetahui jumlah balita yang mempunyai KartuMenuju Sehat (KMS)
b. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap kegiatan penimbangan setiap
bulan
c. Untuk mengetahui kelangsungan penimbangan setiap bulan
d. Untuk mengetahui pencapaian program setiap bulan
e. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan balita setiap bulan
f. Untuk mengetahui keadaan status gizi balita
Sasaran : Semua balita usia 0-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Gandusari
Pencapaian :
Pencapaian penimbangandari seluruh desa :
Balita yang mempunyai KMS (K/S) : 94,23 %
Partisipasi masyarakat (D/S) : 77,52 %
Kelangsungan penimbangan (D/K) : 82,27 %
Pencapaian penimbangan (N/D) : 61,80 %
Pencapaian program (N/S) : 47,91 %
Bawah garis merah (BGM) : 2,75%
Tempat : Ds Gandusari ada 6 posyandu
Ds. Ngrayung ada 5 posyandu
Ds. Jajar ada 3 posyandu
Ds. Wonorejo ada 5 posyandu
Ds. Sukorejo ada 8 posyandu
Ds. Wonoanti ada 7 posyandu
Pelaksana : Tim Posyandu
Sumber Dana : -
Penanggung jawab: Kepala Puskesmas
80
2.1 Penanggulangan Gizi
2.1.1 Pemberian Vitamin A
Bentuk kegiatan :
Pemberian paket pertolongan gizi dengan pemberian vit A berwarna biru
100.000IU untuk anak umur 6 s/d 11 bulan
Pemberian paket pertolongan gizi dengan pemberian vit A warna merah
200.000IU pada balita umur 12 s/d 60 bulan termasuk anak TK
Tujuan :
Mencegah timbulnya kekurangan vit A pada balita
Membantu daya tahan tubuh
Meningkatkan cakupan pemberian vit A
Sasaran :
Bayi umur 6 s/d 11 bulan berwarna biru
Anak umur 12 s/d 60 bulan berwarna merah
Sumber Dana : Droping dari Dinkes
Waktu : Bulan Februari dan Agustus
Pelaksana : Tim Posyandu
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
2.1.2 Penanggulangan Anemia
Bentuk kegiatan : Pemberian tablet Fe
Tujuan :
Mencegah anemia pada ibu hamil dan CPW
Menurunkan angka kelahiran bayi yang BBLR
Meningkatkan cakupan Fe pada ibu hamil
Sasaran : Semua ibu hamil di wilayah Puskesmas Gandusari
Pelaksana : Bidan
Sumber dana : Droping dari Dinkes
81
2.2 Pojok Gizi
Bentuk kegiatan :
Memberikan penyuluhan kepada pengunjung puskesmas yang memerlukan
Memberikan penyuluhan kepada pasien rawat inap
Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan gizi di puskesmas dalamrangka upaya
perbaikan gizi masyarakat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan dasar di
posyandu
Tujuan Khusus :
Pengunjung puskesmas memperoleh informasi akurat tentang status gizi
Pengunjung puskesmas memperoleh pelayanan konseling gizi yang sesuai
dengan kondisi gizinya
Pengunjung puskesmas memperoleh tindakan gizi sesuai dengan yang
dibutuhkan
Sasaran : Semua pengunjung puskesmas yang memerlukan pelayanan
gizi baik rawat jalan maupun rawat inap.
Tempat Pelaksanaan : Puskesmas Gandusari
Pelaksana : Petugas gizi
Waktu : Setiap hari
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
2.3 Pemantauan Status Gizi Balita / PSG
Bentuk kegiatan : Pemantauan status gizi balita melalui penimbangan di
Posyandu
Tujuan :
Mengetahui status gizi balita
Memperoleh gambaran status gizi balita : gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, gizi
buruk dari seluruh balita yang ada di wilayah Puskesmas Gandusari
Sasaran : Semua balita yang ada di wilayah Puskesmas Gandusari
Tempat Pelaksanaan : Di Posyandu wilayah Puskesmas Gandusari
Pelaksana : Pelakana Gizi
Anggaran : Dana Bansos
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
82
2.4 Monitoring Garam
Bentuk garam : Pemeriksaan sampel garam pada anak Sekolah Dasar di
wilayah Puskesmas Gandusari
Tujuan : Mengetahui bwalitas garam pada masyarakat melalui garam
yang dibawa anak dari rumah
Sasaran : Anak Sekolah Dasar Kelas IV, V, VI di SD
Pelaksana : Petugas gizi dan Petugas UKS
Sumber Dana : DAU 2014
2.5 Palpasi Gondok
Bentuk kegiatan : Pemeriksaan gondok pada anak Sekolah Dasar Kelas 1
dengan cara palpasi
Tujuan :
Mengetahui tingkat pembesaran kelenjar gondok
Mengetahui jumlah anak yang terkena pembesaran gondok
Mengetahui prestasi belajar anak yang terkena pembesaran kelenjar gondok
Sasaran : Anak Sekolah Dasar Kelas 1
Tempat Pelaksanaan : SDN 01 Gandusari
SDN 03 Ngrayung
SDN 01 Jajar
SDN 01 Wonorejo
SDN 02 Sukorejo
SDN 03 Wonoanti
Pelaksana : Petugas Gizi dan Petugas UKS
Penanggung Jawab : Kepala Puskesmas
Sumber Dana : DAU 2014
83
2.6 Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Balita
Bentuk kegiatan : Pemberian makanan tambahan apda balita berupa susu
bendera dan Mineral
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki status gizi balita
Memberikan makanan tambahan untuk memulihkan status gizi balita
Sasaran : Balita Gakin dan Non Gakin
Tempat Pelaksanaan : Puskesmas Gandusari
Sumber Dana : APBD I / Droping dari Dinkes
Waktu pelaksanaan : Oktober, Nopember, Desember
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
Data : Terlampir
2.7 Survey Kadarsi
Bentuk kegiatan : Wawancara langsung dengan ibu balita yang menjadi sample
di desa yang telah ditentukan
Tujuan umum : Terbentuknya keluarga sadar gizi melalui proses
pendampingan
Tujuan Khusus :
Supaya orang tua membawa balitanya ke Posyandu
Memberikan ASI ekklusif sampai 6 bulan
Makan aneka ragam makanan
Menggunakan garam beryodium
Minum suplemen gizi bagi balita, ibu hamil, dan ibu nifas
Sasaran : Balita, ibu hamil yang ada di wilayah Puskesmas Gandusari
yang menjadi sample
Tempat Pelaksanaan : Desa Gandusari
Desa Ngrayung
Desa Jajar
Desa Wonorejo
Desa Sukorejo
Desa Wonoanti
Sumber dana : DAU
Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
84
BAB 4
HASIL DAN ANALISIS KEGIATAN
4.1 Hasil Kegiatan Penimbangan Bulanan
Tabel 4.1 Hasil Kegiatan Pemantauan Pertumbuhan pada Juni dan September 2014
NO VARIABEL Ket.
PENCAPAIAN TARGET%
Juni 2014(%)
Sept 2014(%)
TREND
1.2.3.4.5.
Balita yang mempunyai KMSPartisipasi masyarakatKelangsungan penimbanganPencapaian penimbanganPencapaian program
: K/S: D/S: D/K: N/D: N/S
94,5390,0695,2865,4258,93
94,1690,1695,7569,0862,28
100801007070
Keterangan :Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui dari pemantauan pertumbuhan berdasarkan penimbangan bulanan selama satu tahun adalah :
- K/S terjadi penurunan sebesar 0,37% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- D/S terjadi peningkatan sebesar 0,10% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- D/K terjadi peningkatan sebesar 0,47% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- N/D terjadi peningkatan sebesar 3,66% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- N/S terjadi peningkatan sebesar 3,35% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita pada Juni dan September 2014
N VARIABEL PENCAPAIAN
85
O Juni 2014(%)
Sept 2014(%) TREND
1.2.3.4.
Gizi LebihGizi BaikGizi KurangGizi Buruk
0,00793,930,0470,007
0,00893,330,0540,005
Keterangan :Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa hasil
penimbangan dari Bulan Januari s/d Desember 2011 ialah :
- Gizi lebih terjadi peningkatan 0,001% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- Gizi baik terjadi penurunan 0,60% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- Gizi kurang terjadi peningkatan 0,007% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
- Gizi buruk terjadi penurunan 0,002% pada bulan September dibandingkan Juni 2014.
4.2 Hasil Kegiatan Penanggulangan Gizi4.2.1Hasil Kegiatan Pemberian Vit. A
Tabel 4.3 Hasil Pencapaian Vit. A Tahun 2014
NO VARIABEL
2014Target
SasaranPencapai
an1.2.
Vit. A merah (Balita)Vit. A biru (anak)
1386 (80%)442 (80%)
1630 (94%)164 (9,47%)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pencapaian pemberian vitamin A merah pada tahun 2014 mencapai target sasaran, yaitu melebihi 80% balita di puskesmas Gandusari.
4.2.2Hasil Kegiatan Penanggulangan AnemiaTabel 4.4 Penanggulangan Fe pada Ibu Hamil Juni – September 2014
NO VARIABEL PENCAPAIAN ( Orang )
86
Juni 2014
Juli 2014
Agust
2014
Sept 2014
1. Fe 90 tablet 37 30 37 27
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hasil penanggulangan anemia dengan pemberian Fe 90 tablet pada ibu hamil paling banyak diberikan pada bulan Juni dan Agustus 2014.
87
4.3 Hasil Distribusi TTDTabel 4.5 Distribusi TTD Tahun 2014
No. Variabel Jumlah
Tahun 2014
1 Jumlah Catin diperiksa62
2 Jumlah Catin dengan Hb > 12 gr %40
3 Jumlah Catin dengan Hb < 12 gr %22
4Jumlah Catin dengan Hb > 12 gr % yg beli TTD
56
5Jumlah Catin dengan Hb < 12 gr % yg beli TTD
6
6 Jumlah WUS beli TTD : a Remaja Putri /anak sekolah 0 / 8
b Pekerja wanita0
c WUS lain0
d Catin beli TTD62
e. TTD mandiri BPS0
7Jumlah Sekolah yang memberikan TTD Mandiri
4
( SLTP dan SLTA )
8Pondok Pesantren yg memberikan TTD Mandiri 0
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 62 orang (100%) calon engantin yang diperiksa mendapatkan imunisasi Tetanus.
88
4.4 Hasil Kegiatan Pojok GiziTabel 4.6 Pojok Gizi Juni – September 2014
NO. Kelompok Pengunjung
Jumlah Pengunjung
Juni 2014
Juli2014
Agust 2014
Sep 2014
1 Gizi Baik 0 0 0 0
2 Gizi Lebih 0 0 0 0
3 Kurang Energi Protein 11 9 7 3
4 Darah Tinggi 37 38 37 44
5 Diabetes Melitus 9 15 11 12
6 Lain - Lain (sebutkan) :
Thypoid11 12 12 16
GE5 3 2 3
DHF0 1 0 0
Pneomunia0 0 0 0
Stroke1 0 0 0
TB Paru0 2 1 1
CPW6 3 0 7
Hamil6 2 1 5
Asam urat1 7 5 6
Anemia0 1 0 0
Struma1 0 0 0
Gastritis 7 13 17 27
JUMLAH 88 106 93 124
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah pengunjung pojok gizi terbanyak pada bulan September 2014, sedangkan jumlah pengunjung pojok gizi terendah pada Juni 2014.
89
90
4.5 Hasil Survey Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Kadar Gizi tiap Desa Tabel 4.7 Hasil Survey Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Kadar Gizi tiap
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari hasil survey tersebut, di desa Wonoanti, tidak terdapat balita dengan berat badan sangat kurus pada tahun 2014.
Tabel 4.8 Hasil Survey Pemantauan Status Gizi dan Kadar Gizi per Desa di Wilayah Kerja
Puskesmas Gandusari pada Tahun 2014
PENCAPAIANK / S D / K D / S N / S
( % )( % ) ( % ) ( % )Gandusa
ri97,4 93,6 71,8 91,1
Ngrayung
92,5 93,6 69,2 86,6
Jajar 98,5 93,4 70,0 92,0
Wonorejo
97,6 97,7 72,6 95,4
Sukorejo 90,3 94,2 73,0 85,0
Wonoanti
90,8 89,3 72,9 81,1
Jumlah 97,4 93,6 71,8 91,1
Target 100% 100% 80% 70%
91
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2014 dari hasil survey cakupan tertinggi untuk balita yang mempunyai KMS (K/S) adalah desa Jajar. Cakupan tertinggi untuk pencapaian program (N/S) adalah desa Wonorejo.
92
BAB 5KESIMPULAN
Dalam pelaksanaan program Gizi di puskesmas Gandusari pada bulan Mei sampai
September tahun 2014 didapatkan beberapa data yang perlu kita garis bawahi yaitu Balita yang memiliki KMS (K/S) masih belum mencapai target, yaitu 94,16% pada September 2014. Kelangsungan penimbangan (D/K) mencapai 90,16% dari target keseluruhan. Pencapaian penimbangan (N/D) dan pencapaian program (N/S) sedikit di bawah target, yaitu masing- masing 69,08% dan 62,28% dari target 70%. Namun demikian, partisispasi masyarakat (D/S) jauh melebihi target, yaitu 94,16% dari target 80%.
Upaya meningkatkan cakupan K/S dapat dilakukan dengan cara pendataan secara berkala terhadap bayi baru lahir mengenai kepemilikan KMS. Upaya meningkatkan cakupan D/S dan N/D dapat dilakukan dengan mengadakan bulan penimbangan serta kunjungan ke sekolah taman kanak-kanak (TK), revitalisasi posyandu serta meningkatkan penyuluhan tentang aneka ragam makanan. Untuk meningkatkan cakupan N/S perlu adanya kerjasama yang kompak dalam melakukan posyandu, baik dari petugas puskesmas maupun para kader.
Balita dengan gizi lebih mengalami peningkatan sebesar 0,001% pada bulan September dibandingkan Juni 2014. Sedangkan balita dengan gizi buruk mengalami penurunan sebesar 0,002%.
Terjadinya peningkatan balita gizi lebih di wilayah Puskesmas Gandusari dikarenakan pengetahuan masyarakat yang kurang benar mengenai gizi yang baik untuk balita, sehingga pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan kenaikan berat badan. Serta asumsi masyarakat yang masih keliru bahwa gizi lebih berarti baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan mengenai gizi dan pola makan balita sehat terhadap tiap warga desa.
Masih adanya balita gizi buruk di wilayah Puskesmas Gandusari bukan masalah yang mudah dituntaskan. Penesuaian PMT pemulihan sebaiknya dilakukan, dengan memertimbangkan kesukaan makanan ataupun susu
93
balita gizi buruk. Hal ini perlu dilakukan untuk mengoptimalkan peningkatan berat badan balita gizi buruk . Namun demikian, usaha pemberian PMT ini telah menunjukkan hasil yang cukup membangggakan,, dengan turunnya angka balita gizi buruk pada Juni-September 2014.
94
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 2006. Program Kesehatan Gizi di Puskesmas. Diambil pada tanggal 20 Mei 2014. Diambil dari repository.usu.ac.id/bitstream
Suhardjo. 2003. Masalah Kesehatan Gizi di Indonesia. Diambil pada tanggal 22 Mei 2014. Diambil dari 2014 www.pkpu.or.id/berita.php?id.=19&no=131
Supariasa. 2001. Upaya Perbaikan Gizi Buruk di Indonesia. Diambil pada tanggal 20 Mei 2014.Diambil dari digilib.its.ac.id/.../ITS-Undergraduate-15169-Chapter1-189328.pdf /123456789/31806/5/Chapter%20I.pdf
Puskesmas Gandusari. 2011. Laporan Tahunan Puskesmas Gandusari Tahun 2011.
Puskesmas Gandusari. 2014. Laporan Bulanan Kesehatan Gizi Bulan Januari-April Puskesmas Gandusari Tahun 2014.
95
Laporan F5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit MenularBAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatnya kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut telah
diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang, dan terpadu
dengan menempatkan Puskesmas sebagai penanggungjawab penyelenggara upaya
kesehatan tingkat pertama.
Puskesmas wajib melaksanakan Program Pokok yang bersifat nasional dan
program tambahan yang bersifat lokal sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan
wilayah kerjanya. Fungsi Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan
terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan, yang
melaksanakan pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk
masyarakat yang berada di wilayah tersebut (Depkes, 1999).
Puskesmas tidak hanya berperan sebagai sarana pelayanan kesehatan yang bersifat
menyembuhkan penyakit (kuratif) saja, namun juga melalui pendekatan, pemeliharaan
dan peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh terpadu dan berkesinambungan
(Depkes, 1999).
Mengingat pentingnya peran Puskesmas, maka Puskesmas di tuntut untuk bekerja
secara optimal sesuai dengan tugas dan program-program yang sudah ditentukan. Salah
satu bentuk pertanggungjawaban dari Puskesmas terhadap penyelenggaraan pelayanan
kesehatan adalah mencegah terjadinya penyebaran penyakit menular di wilayah kerjanya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat
96
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mencegah dan menurunkan terjadinya penularan penyakit.
2. Menurunkan angka kesakitan, kematian dan lain-lain akibat penyakit menular
dalam usaha perbaikan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
3. Memutuskan mata rantai penularan penyakit melalui tindakan terhadap
lingkungan penular (vektor) penyakit dan manusia (imunisasi, pengobatan,
penyuluhan dan lain-lain).
97
BAB 2
JENIS PROGRAM
Kegiatan program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular Puskesmas
Gandusari tahun 2014 adalah sebagai berikut :
2.1. Program Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang
serupa tidak terjadi penyakit (Siregar & Matondang, 2005). Program imuniasi
merupakan sebuah keberhasilan dalam mencegah penyakit infeksi, hal ini terbukti
dari menurunnya insiden penyakit menular di Amerika Serikat dan negara lain sejak
pertengahan abad ke-20. Di Indonesia sejak tahun 1990, cakupan imunisasi dasar
atau yang disebut dengan Universal Child Immunization (UCI) telah mencapai lebih
dari 90% (Ranuh, 2005).
Tanpa imunisasi kira – kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena
penyaki campak. 2 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit batuk
rejan. 1 dari 100 kelahiran anak akanmeninggal karena penyakit tetanus. Dan dari
setip 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio.imunisasi akan dilakukan
dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit –
penyakit tertentu. Walau pun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini
telah tersedia dimasyarakat, tetapi tidak semua bayi telah di bawa untuk
mendapatkan imunisasi yang lengkap (UNICEF, 2007).
Program imunisasi di Puskesmas Gandusari dibagi 2 yaitu statis (di dalam
gedung), bersamaan dengan KIA dan dinamis (di luar gedung), bersamaan dengan
posyandu. Sasaran bayi umur 0-11 bulan, ibu hamil, calon pengantin wanita, murid
SD kelas I s/d kelas III.
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi
cacar. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang
hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteri (Siregar &
Martondang, 2005).
98
2.1.1. BCG
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Pada dasarnya,
untuk mencapai cakupan yang lebih luas, pedoman Depkes perihal imunisasi
BCG pada umur antara 0-12 bulan tetap disetujui.
Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun adalah 0.05 ml dan untuk anak 0.1
ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus kanan.
2.1.2.Hepatitis B
Program vaksinasi Hep B segera setelah lahir perlu lebih digalakkan
mengingat vaksinasi ini merupakan upaya yang sangat efektif untuk
memutuskan rantai transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
1. Hep B-1 diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat paling tidak
3.9% ibu hamil merupakan pengidap hepatitis dengan risiko transmisi
maternal ±45 %. Dosis 0.5ml secara i.m.
2. Hep B-2 diberikan dengan interval 4 minggu dari hep B-1 (saat bayi
berumur 1 bulan) dengan dosis 0.5 ml secara i.m
3. Hep B-3 diberikan dengan interval minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka
hep B-3 diberikan 2-5 buln setelah hep B-2, yaitu umur 3-6 bulan dengan
dosis 0.5 ml secara i.m.
2.1.3.Polio
Polio-0 diberikan saat bayi baru lahir, karena Indonesia merupakan
daerah endemis polio. Untuk imunisasi dasar (polio 2, 3, 4) interval di
antaranya tidak kurang dari 4 minggu, yaitu pada usia 2, 4, 6 bulan dengan
dosis 2 tetes.
2.1.4.DPT
Diberikan sebanyak 3 kali pada bayi usia 2 – 11 bulan dengan selang
waktu 3 bulan. Reaksi normal adalah anak panas selama 1 – 2 hari setelah
imunisasi.
2.1.5.Campak
Vaksin campak dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0.5 ml secara
subkutan dalam pada umur 9 bulan. Efek samping berupa panas ±1 minggu
99
setelah penyuntikan, timbul bintik-bintik merah seperti campak ± 1 minggu
setelah penyuntikan. Dianjurkan pemberian imunisasi campak ulangan pada
saat masuk sekolah dasar atau usia 5-6 tahun (Hadinegoro, 2005).
2.2. Pemberantasan Penyakit yang Ditularkan Binatang
2.2.1.Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi
virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa
gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile
illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue
(DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,
disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot,
tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri
menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada
pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga
nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat
menimbulkan kejang demam terutama pada bayi. Bentuk perdarahan yang paling sering
adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada
bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus,
petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole,
yang
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di
bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat
ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita
dengan syok. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini
terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi
yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan
100
perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat
mengalami syok.
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada
hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan
nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera
disusul dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal
tersebut
biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui
bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan.
Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan
limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok.
Definisi kasus DD/DBD
A. Secara Laboratoris
1. Presumtif Positif(Kemungkinan Demam Dengue)
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis
berikut; nyeri kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi
perdarahan, leukopenia, uji HI >_ 1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien
berasal dari daerah yang pada saat yang sama ditemukan kasus confirmed dengue
infection.
2. Corfirmed DBD (Pasti DBD)
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens,
dan atau isolasi virus.
B. Secara Minis
Kasus DBD
1. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.
2. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa
• uji tourniquet positif
• petekia, ekimosis, atau purpura
101
• Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan
• Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia < 100.00/pl
4. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
• Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis
kelamin.
• Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat
Nilai Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.
• Efusi pleura, asites, hipoproteinemi
Sindroma Syok Dengue
Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :