Top Banner

of 12

PKL BANDUNG

Mar 02, 2016

Download

Documents

PKL BANDUNG
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IIPERILAKU PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA BANDUNG

2.1. Pedagang Kaki LimaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya. Istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Kalau dahulu sebutannya adalah pedagang emperan jalan, lama-lama berubah menjadi Pedagang Kaki Lima.Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta tahun 1990, istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah, arti yang kedua adalah lantai (tangga) di muka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana Kota bahwa bagian depan (serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah Pedagang Kaki Lima dimasyarakatkan. Menurut Winardi dalam Haryono (1989), Pedagang Kaki Lima (street trading/street hawker) adalah salah satu usaha dalam perdagangan dan salah satu wujud sektor informal dan orang yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal.

2.2.Karakteristik Pedagang Kaki Lima Beberapa karakteristik Pedagang Kaki Lima menurut Rachbini (1994) dalam bukunya Ekonomi Informal Perkotaan berdasarkan International Labour Organization/ ILO mendefinisikan perdagangan Pedagang Kaki Lima yaitu kegiatan untuk kemudahan memulai usaha kecil dari sebuah keluarga, jangkauan pelayanannya intensif dalam tenaga kerja dan teknologi terapan, tidak membutuhkan teknologi tertentu serta pasar tidak teratur dan penuh persaingan. Karakteristik dalam mendefinisikan kerja dari Pedagang Kaki Lima sebagai berikut: a) Pola kegiatan tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan dan penerimaan.b) Tidak tersentuh oleh peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintahc) Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omsetnya biasanya kecil dan perhitungan hariand) Umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya.e) Tidak mempunyai keterkaitan dengan usaha lain yang besar.f) Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.g) Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan tenaga kerjah) Umumnya tiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari lingkungan hubungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama i) Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan lainnya. j) Pedagang Kaki Lima adalah pedagang yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah,k) Pedagang Kaki Lima belum dapat menggunakan bantuan meskipun pemerintah telah menyediakannya.

2.2.1. Kriteria Pedagang Kaki Lima di Kota BandungKepala Kantor Sosial Kota Bandung, Sambas menyebutkan, di Kota Bandung terbagi dalam 3 kriteria yaitu yang secara terus menerus beroperasi selama 24 jam, 8 jam dan 4 jam. PKL permanen yang menggunakan suatu tempat biasa publik atau privat secara tetap untuk melakukan aktivitas perdagangannya serta meninggalkan perangkat utamanya di tempat tersebut; misal Pedagang Kaki Lima yang berjualan di trotoar.

PKL semi permanen yang menggunakan ruang biasa publik atau privat secara tetap pada waktu-waktu tertentu tetapi kemudian membereskan semua perangkatnya setelah jam dagang usai, misal Pedagang Kaki Lima yang berjualan di pasar. PKL mobile bergerak dari satu tempat ke tempat Lain, yang selanjutnya terbagi dua: pedagang asongan dan pedagang keliling

2.2.2. Barang dan jasa Pedagang Kaki LimaMenurut Hidayat dalam Prisma menyatakan jenis barang dan jasa yang diperdagangkan oleh Pedagang Kaki Lima terdiri dari: a) Kebutuhan primer seperti makan dan minumb) Kebutuhan sekunder seperti tekstil, rokok dan koran c) Kebutuhan jasa perorangan Pedagang Kaki Lima biasanya beraktifitas pada ruang-ruang yang mempunyai lokasi strategis, baik pada ruang umum maupun ruang privat. Ruang umum yang sering digunakan seperti badan jalan, got, taman Kota, trotoar, jembatan penyeberangan, halte dan sebagainya sementara ruang privat seperti pada fasilitas umum yang terdapat di wilayah sektor formal. Aktivitas pedagang informal biasanya memakai sarana dan prasarana yang sangat sederhana, seperti menggunakan gerobak/ kereta dorong, warung, gelaran/ meja kursi dan payung. Namun demikian keberadaan pedagang informal masih sangat dibutuhkan bagi sebagian besar masyarakat.

2.3. Pedagang Kaki Lima di Kota BandungTiap tahun jumlah pedagang Kaki Lima terus menerus meningkat. Di samping ini merupakan data Pedagang Kaki Lima yang diungkapkan Satuan Polisi Pamong Praja, yang memenuhi jalan-jalan Kota Bandung, dari tahun 1999 sampai dengan 2005.NoTahunJumlah%

1.19999000-

2.20011688087,33

3.2003172782,37

4.20052649024,90

Tabel 2.1. Data Pedagang Kaki Lima di Kota Bandung

Jika tidak ditertibkan Pedagang Kaki Lima akan semakin banyak, trotoar serta badan jalan akan disalahgunakan oleh pedagang untuk dijadikan tempat usaha, melainkan bukan untuk untuk kepentingan umum yang sebagaimana mestinya.

2.3.1. Aktivitas Pedagang Kaki Lima di Kota BandungAktivitas Pedagang Kaki Lima yang merupakan suatu pelanggaran hukum, karena Pedagang Kaki Lima sehari-harinya menjajakan dagangannya di trotoar dan badan jalan, yang sangat pengguna fasilitas umum. Terutama kawasan 7 titik di Bandung yang tidak diperbolehkan untuk berjualan adalah Jl.Oto Iskandardinata, Jl. Merdeka, sekitar Alun-alun, Jl. Dewi Sartika, Jl. Asia Afrika, Jl. Dalem Kaum, Jl. Kepatihan. Berikut ini adalah aktifitas Pedagang Kaki Lima di Kota Bandung:

Gambar 2.1. PKL di Jl. Dalem Kaum dan Jl.KepatihanSumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.2. PKL di Jl. Oto Iskandar Dinata dan Jl.Pasar BaruSumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.4. PKL di Jl. Tegalega dan Alun-alun BandungSumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.5. PKL di Jl. Merdeka dan di Jl. Asia AfrikaSumber: Dokumentasi Pribadi

2.4. Faktor Kedisiplinan Pedagang Kaki LimaMenurut Listiani faktor kedisplinan Pedagang Kaki Lima terbagi atas 3 dampak, yaitu:

2.4.1. Dampak LingkunganKurang memperhatikan kebersihan dan berlokasi di tempat yang padat lalu lintas. Jumlah Pedagang Kaki Lima dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan akibat tingginya angka urbanisasi dan terbatasnya jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor formal. Ketidaksadaran Pedagang Kaki Lima terhadap dagangannya akan kebersihan lingkungan, yang membuat tampak kotor dan semerawut. Penggunaan trotoar untuk pejalan kaki melainkan digunakan untuk berdagang yang mengkibatkan kemacetan lalu lintas.

2.4.2. Dampak EkonomiPedagang Kaki Lima merupakan kegiatan ekonomi skala kecil dengan modal relatif minim. Aksesnya terbuka sehingga mudah dimasuki usaha baru, konsumen lokal dengan pendapatan menengah ke bawah, teknologi sederhana/ tanpa teknologi, jaringan usaha terbatas, kegiatan usaha dikelola satu orang atau usaha keluarga dengan pola manajemen yang relatif tradisional. Selain itu, jenis komoditi yang di perdagangkan cenderung komoditi yang tidak tahan lama seperti makanan dan minuman.

2.4.3. Dampak Sosial Budaya Sebagian besar pelaku berpendidikan rendah dan pendatang dengan jumlah anggota rumah tangga yang besar. salah satu Pedagang Kaki Lima yang memiliki ciri khas kemandirian.

2.5. Peraturan Pedagang Kaki Lima 1. Peraturan Daerah Kota Madya Bandung nomor 06/1995 tentang ketertiban kebersihan dan keindahan di wilayah Kota Bandung2. Keputusan Walikota Bandung nomor 511.23 /kep1322-hub/2001 tanggal 11 Desember 2001 tentang lokasi bebas dari kegiatan Pedagang Kaki Lima di Kota Bandung.3. Instruksi Walikota Bandung nomor 004 thn 2001 tanggal 16 Mei tentang penertiban dan pembongkaran bangunan/ kios yang bersifat permanen di trotoar serta tidak sesuai dengan peruntukanya4. Keputusan Walikota Bandung nomor 511.23/kep.1778-hub/2003 tanggal 21 Nopember 2003 tentang tim penertiban dan penataan pedagang kaki lima di Kota Bandung5. Peraturan Daerah nomor 06/2004 tentang Kota Bandung, melakukan penataan dengan relokasi Pedagang Kaki Lima dengan pertimbangan sebagai berikut :a) Amanat Peraturan Daerah dan visi misi Kota Bandungb) Masyarakat pada umumnya berkeinginan Kotanya tertibc) Perlu adanya penataan-penataan terhadap lokasi yang dipergunakan Pedagang Kaki Lima.d) Meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya Pedagang Kaki Lima di Bandung.

2.5.1. Satuan Polisi Pamong Praja Satuan Polisi Pamong Praja, adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Satuan polisi Pamong Praja merupakan perangkat daerah yang dapat berbentuk Dinas Daerah atau Lembaga Teknis Daerah.Upaya untuk melaksanakan K3 yaitu ketertiban, keindahan dan kenyamanan maka Pemerintah Kota Bandung menugaskan Satuan Polisi Pamong Praja untuk melaksanakan undang-undang K3 dengan:Visi : Terwujudnya Kota Bandung yang tentram, tertib dan tata hukumMisi :1. Menimbulkan ketaatan masyarakat terhadap Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota2. Menumbuhkan serta peran serta masyarakat dalam bidang kenyamanan dan ketertiban umum serta penegakan Peraturan Walikota 3. Memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan Peraturan Walikota4. Mengembangkan kemampuan Satuan.

2.6. Lokasi yang Ditetapkan Sebagai Tempat Penampungan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Tujuh Titik Kota BandungLokasi yang ditetapkan Pemerintah Kota Bandung sebagai tempat penampungan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Tujuh Titik antara lain:1. Jl. Dewi Sartika 2. Toko Dezon Jl. Asia Afrika3. Toko Ria Jl. Otto Iskandar Dinata 4. Lingkungan Pasar Gedebage

2.6.1. Tempat Relokasi untuk Kawasan Tujuh Titik di BandungDibawah ini adalah gambar relokasi sebagai berikut :

Gambar 2.6. Relokasi Jl. Dewi Sartika dan Parkiran Mesjid Alun-alunSumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.7. Relokasi Pasar Gedebage dan Toko RiaSumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.8. Relokasi Toko DezonSumber: Dokumentasi Pribadi

2.7. Pemaparan Masalah Tentang Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Tujuh Titik Berikut ini beberapa permasalahan yang terkait dengan Pedagang Kaki Lima di kawasan Tujuh Titik: Pelanggaran Peraturan Daerah K3 kepada Satuan Polisi Pamong Praja Pasal 49 ayat (1) Perda nomor.11 tahun 2005 berbunyi bahwa setiap orang atau badan hukum yang melakukan perbuatan berupa :Berusaha atau berdagang di trotoar; badan jalan/jalan, taman, jalur hijau dan tempat-tempat lain yang bukan peruntukkannya tanpa izin dari Walikota Kurangnya kesadaran Pedagang Kaki Lima terhadap Peraturan Daerah serta minimnya informasi tentang relokasi dan manfaat berjualan di relokasi.

2.8. Dampak yang Mungkin Terjadi Apabila Pedagang Kaki Lima Tidak Pindah ke Relokasi Jalan akan di salahgunakan sebagai tempat untuk berjualan dan aktifitas kendaraan pun akan terganggu dan menimbulkan kemacetan. Keindahan Kota akan terganggu karena ke semrawutan Pedagang Kaki Lima dengan seenaknya menjajakan dagangannya. Ketidaksadaran Pedagang Kaki Lima terhadap kebersihan lingkungan. Trotoar tidak akan berfungsi sebagaimana fungsinya. Karena pejalan kaki harus berjalan di badan jalan yang dapat menimbulkan kecelakaan.

6