Top Banner
WP/5/2018 WORKING PAPER PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN KETENAGAKERJAAN Donni Fajar Anugrah, Marissa Novita, Bambang Indra Ismaya, Ratna Rosalia Rahayu 2018 Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.
38

PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

1

WP/5/2018

WORKING PAPER

PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI

MANUFAKTUR DAN KETENAGAKERJAAN

Donni Fajar Anugrah, Marissa Novita, Bambang Indra Ismaya,

Ratna Rosalia Rahayu

2018

Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.

Page 2: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

0

Perubahan Struktural di Industri Manufaktur dan Ketenagakerjaan

Donni Fajar Anugrah, Marissa Novita, Bambang Indra Ismaya,

Ratna Rosalia Rahayu1

Abstrak

Seiring dengan kemajuan teknologi, kebutuhan tenaga kerja dengan keahlian yang sesuai dengan penggunaan teknologi baru dalam industri

manufaktur semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan perubahan teknologi terhadap peningkatan skilled labor dan mengidentifikasi faktor-faktor teknologi yang memengaruhi

peningkatan skilled labor. Untuk melihat hubungan antara faktor tersebut digunakan metode regresi panel pada data survei tahunan industri

manufaktur periode 2010-2015 yang diagregasi berdasarkan kode international standard industrial classification (ISIC) 3 digit. Untuk

mendapatkan informasi yang lebih detail, dilakukan variasi rentang periode pengamatan untuk melihat apakah ada perubahan jalur transmisi teknologi terhadap permintaan skilled labor. Penelitian ini juga dipertajam dengan

membagi kelompok industri berdasarkan intensitas research and development (R&D).

Hasil estimasi mengonfirmasi adanya shifting kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled labor ke skilled labor akibat perubahan teknologi (skill-biased technology change) di industri manufaktur. Dengan membagi periode pengamatan menjadi dua periode waktu (2010-2012 dan 2013-2015)

ditemukan fakta bahwa pengaruh teknologi masuk ke dalam industri manufaktur Indonesia melalui dua jalur transmisi, yaitu jalur foreign direct investment (FDI) dan jalur R&D. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan perubahan jalur transmisi teknologi antarkelompok industri. Pada kelompok industri teknologi rendah terjadi perubahan jalur transmisi

teknologi dari jalur R&D (2010-2012) menjadi jalur FDI (2013-2015). Sebaliknya, pada kelompok industri teknologi menengah-tinggi terjadi

perubahan jalur transmisi teknologi dari jalur FDI (2010-2012) menjadi jalur R&D (2013-2015). Di sisi lain, hasil regresi juga menunjukkan bahwa difusi teknologi baru melalui FDI, imported material, dan ekspor belum berlaku di

Indonesia.

Keywords: tenaga kerja, teknologi, panel data

JEL classification: C23, J24, O33

1 Penulis adalah para peneliti di Grup Riset Ekonomi (GRE), Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM), Bank Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Aida S. Budiman selaku Kepala Departemen dan Bapak Reza Anglingkusumo selaku Kepala Grup, atas bimbingan dan arahan yang diberikan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Zaki Fahmi selaku external reviewer dari World Bank atas saran dan masukan yang diberikan.

Page 3: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

1

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Indonesia telah mengalami transformasi struktur ketenagakerjaan dalam 20

tahun terakhir. Sektor primer, seperti sektor pertanian, memiliki nilai pangsa tenaga

kerja sebesar 55% pada tahun 1988 dan menjadi sektor utama bagi perekonomian

Indonesia. Meskipun masih menjadi sektor utama, pangsa sektor pertanian tersebut

mengalami penurunan hingga mencapai nilai pangsa sebesar 30,5% pada 2018.

Penurunan pangsa tersebut diiringi dengan kenaikan pangsa tenaga kerja di sektor

sekunder dan tersier, seperti sektor manufaktur dan sektor perdagangan. Pada

tahun 1988, pangsa tenaga kerja di sektor manufaktur dan sektor perdagangan

masing-masing sebesar 8,4% dan 15%. Pangsa kedua sektor tersebut mengalami

peningkatan masing-masing menjadi sebesar 14,1% dan 24,9% pada tahun 2018.

Meskipun tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur belum setinggi

sektor perdagangan, sektor manufaktur menjadi sektor utama penyumbang

perekonomian Indonesia dengan pangsa terhadap PDB rata-rata sebesar 21,6%

selama periode 2010-2018, tertinggi dibandingkan sektor lainnya.2

Perubahan struktur ketenagakerjaan juga merupakan dampak

perkembangan teknologi yang membawa perubahan komposisi, penyerapan tenaga

kerja, produktivitas sektoral, serta kapabilitas modal dasar perekonomian. Lebih

lanjut, kemajuan teknologi menyebabkan permintaan akan skilled labor relatif lebih

tinggi, sedangkan permintaan terhadap pekerja unskilled labor yang melakukan

kegiatan rutin relatif lebih rendah. Hal tersebut merupakan faktor pendorong yang

menyebabkan terjadinya perbedaan upah antara skilled labor dan upah unskilled

labor. Skilled Biased Technology Change (SBTC) merupakan efek dari pergeseran

dalam teknologi proses produksi yang menyebabkan produktivitas perusahaan

meningkat. Penyerapan teknologi tersebut tidak hanya membawa kemajuan yang

dapat membantu pekerja, tetapi juga menyebabkan pekerja dengan keterampilan

rendah menjadi tidak terpakai karena terjadi peralihan tugas dalam pekerjaan.

Penelitian terkait dampak penyerapan teknologi terhadap perubahan struktur

tenaga kerja di Indonesia masih terbatas. Salah satunya adalah penelitian oleh Lee

dan Wie (2013) yang menganalisis dampak perubahan teknologi terhadap

perubahan kompetensi tenaga kerja dan perbedaan upah di Indonesia pada periode

2 Data tenaga kerja sampai dengan Februari 2018.

Page 4: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

2

2000-2006. Hasil estimasi penelitian tersebut menunjukkan bahwa pergeseran

komposisi tenaga kerja tidak hanya didorong oleh realokasi angkatan kerja

antarindustri, tetapi juga didorong oleh perubahan di dalam industri yang

menunjukkan adanya SBTC. Namun, penelitian tersebut hanya mencakup industri

manufaktur secara keseluruhan tanpa mengklasifikasi industri berdasarkan tingkat

teknologi. Padahal, perbedaan teknologi produksi di tiap-tiap industri menyebabkan

perbedaan karakteristik industri, terutama dalam hal komposisi tenaga kerja dan

tingkat upah.

Penelitian ini akan membagi industri berdasarkan tingkat teknologi untuk

melihat dampak teknologi terhadap tiap-tiap kelompok industri. Selain itu,

penelitian ini akan menggunakan timeframe terbaru, yaitu periode 2010-2015. Pada

periode tersebut, perkembangan teknologi terjadi secara cepat dengan munculnya

internet of things dalam setiap aspek perekonomian.

1.2. Tujuan Riset

Berdasarkan paparan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1) Mengidentifikasi hubungan perubahan teknologi terhadap peningkatan skilled

labor.

2) Mengidentifikasi faktor-faktor teknologi yang memengaruhi peningkatan skilled

labor.

1.3. Sistematika Pembahasan

Penulisan penelitian ini terdiri atas 5 (lima) bagian yang diawali dengan

bagian 1 Pendahuluan. Selanjutnya, bagian 2 (dua) berisikan konsep teori dan studi

literatur. Pada bagian 3 (tiga) akan dijabarkan tentang model dan metodologi serta

data yang digunakan dalam penelitian ini. Bagian 4 (empat) berisikan analisis hasil

pengujian empirik dari riset ini serta uraian terkait perkembangan struktur tenaga

kerja dan dampak teknologi terhadap struktur tenaga kerja. Terakhir, Bagian 5

(lima) berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. AB II TINJAUAN

PUSTAKA

Page 5: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

3

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Konsep Teori

2.1.1. Tenaga Kerja

Secara umum tenaga kerja adalah individu yang menawarkan keterampilan

dan kemampuan untuk memproduksi barang atau jasa agar perusahaan dapat

meraih keuntungan dan untuk itu individu tersebut akan memperoleh upah sesuai

dengan keterampilan yang dimilikinya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

menggolongkan penduduk usia 15-64 tahun sebagai tenaga kerja. Sementara itu,

Indonesia menggolongkan penduduk usia 10 tahun ke atas sebagai tenaga kerja

dengan alasan banyaknya jumlah penduduk yang bekerja berusia 10-14 tahun dan

65 tahun ke atas (Ananta, 1990). Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Ketenagakerjaan, yang

dimaksud dengan tenaga kerja adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga

kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

Permintaan produsen atas tenaga kerja berbeda dengan permintaan

konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu

memberikan manfaat (utility) kepada si pembeli. Namun, pengusaha

mempekerjakan seseorang karena seseorang itu membantu memproduksi barang

atau jasa untuk dijual kepada masyarakat. Permintaan terhadap tenaga kerja dapat

terjadi berdasarkan bertambahnya permintaan terhadap suatu barang

(Simanjuntak, 1985). Dengan demikian, untuk mempertahankan tenaga kerja yang

digunakan perusahaan, permintaan masyarakat terhadap produk perusahaan

harus tetap stabil dan bila memungkinkan meningkat. Untuk menjaga stabilitas

permintaan produk perusahaan serta kemungkinan pelaksanaan ekspor,

perusahaan harus memiliki kemampuan bersaing, baik untuk pasar dalam negeri

maupun luar negeri. Oleh karena itu, diharapkan permintaan perusahaan terhadap

tenaga kerja dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan (Sumarsono, 2003).

Permintaan atas tenaga kerja sangat ditentukan oleh sifat permintaan atas

barang-barang yang diproduksinya. Pengusaha akan terus menambah jumlah

pekerja selama pekerja tambahan tersebut dapat menghasilkan penjualan

tambahan yang melebihi upah yang dibayarkan kepadanya. Seorang pengusaha

akan berhenti menambah jumlah pekerjanya apabila tambahan pekerja yang

terakhir hanya menghasilkan tambahan produksi yang sama nilainya. Ini adalah

Page 6: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

4

syarat yang perlu dipenuhi apabila perusahaan ingin memaksimalkan

keuntungannya. Secara formula, syarat untuk memaksimalkan keuntungan

perusahaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut.

𝑊 = 𝑀𝑃𝑃𝐿 .............................................................................................................. (1)

W adalah tingkat upah dan 𝑀𝑃𝑃𝐿 adalah produksi marginal pekerja yang keduanya

dinyatakan dalam nilai fisikal (dalam nilai riil) dan bukan dalam nilai uang (Sukirno,

2005).

Grafik 1 pada subgrafik (a) menunjukkan bahwa semakin banyak tenaga

kerja yang digunakan, semakin sedikit produksi marginal yang diciptakan oleh

setiap tambahan pekerja. Misalnya, tingkat upah dalam perekonomian adalah 𝑊𝐴.

Kegiatan produksi mencapai produksi marginal sebanyak 𝑀𝑃𝑃𝐿 = 𝑊𝐴 jika

perusahaan menggunakan tenaga kerja sebanyak 𝐿𝐴. Pada subgrafik (b) terlihat

tingkat upah 𝑊𝐴 sebanyak 𝐿𝐴 tenaga kerja akan digunakan. Untuk memaksimalkan

keuntungan perusahaan akan digunakan tenaga kerja sehingga tingkat produksi

marginal sama nilainya dengan 𝑊0. Misalnya, kesamaan itu dicapai pada 𝑊0 = 𝑀𝑃𝑃0

sehingga permintaan tenaga kerja sebanyak 𝐿0. Hubungan antara tingkat upah 𝑊0

dan permintaan tenaga kerja ditunjukkan oleh titik B. Untuk memaksimalkan

keuntungan, perusahaan harus menggunakan tenaga kerja sehingga upah sama

dengan produksi marginal yang akan dicapai pada 𝑊1 = 𝑀𝑃𝑃1. Hubungan antara

upah 𝑊1 dengan tenaga kerja 𝐿1 ditunjukkan oleh titik C. Permintaan tenaga kerja

oleh perusahaan tersebut diperoleh dari menarik satu garis melalui titik A, B dan C,

yaitu kurva 𝐷𝐿.

Grafik 1. Kurva Permintaan Tenaga Kerja

Sumber: Sukirno (2005)

Permintaan tenaga kerja merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan

antara tingkat upah dan jumlah tenaga kerja yang diminta. Semakin besar

permintaan barang dan jasa dari masyarakat, semakin besar pula permintaan

Page 7: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

5

tenaga kerja perusahaan ke masyarakat. Perusahaan meminta tenaga kerja karena

kemampuannya menghasilkan barang dan jasa. Permintaan tenaga kerja berkaitan

dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi secara

keseluruhan. Haryani (2002) menyatakan faktor-faktor yang memengaruhi

permintaan jumlah tenaga kerja di pasar tenaga kerja adalah sebagai berikut.

1) Tingkat Upah

Tingkat upah akan memengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan.

Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang

selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Kondisi

ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang

juga dapat mengurangi permintaan tenaga kerja. Penurunan jumlah tenaga

kerja akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect).

Kenaikan upah dengan asumsi bahwa harga barang-barang modal yang lain

tetap menyebabkan pengusaha cenderung menggantikan tenaga kerja dengan

mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian tenaga kerja

dengan mesin disebut efek substitusi (substitution effect).

2) Teknologi

Yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah

kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh

lebih besar daripada kemampuan manusia.

3) Produktivitas

Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dapat dicapai dan

keseluruhan sumber daya yang dipergunakan per satuan waktu. Peningkatan

produktivitas tenaga kerja merupakan sasaran yang strategis karena

peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat bergantung pada

kemampuan tenaga manusia yang memanfaatkannya (Sumarsono, 2003).

Dengan demikian, jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh

tingkat produktivitas tenaga kerja itu sendiri.

4) Kualitas Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat.

Kualitas tenaga kerja tecermin dari tingkat pendidikan, keterampilan,

pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

Page 8: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

6

5) Fasilitas Modal

Pada suatu industri, dengan asumsi bahwa faktor-faktor produksi yang lain

bersifat konstan, semakin besar modal yang ditanamkan, semakin besar

permintaan tenaga kerja yang dibutuhkan.

2.1.2. Skill Biased Technology Change

Hipotesis dalam konsep skill biased technology change (SBTC) menyatakan

bahwa permintaan terhadap skilled labor akan meningkat jika terdapat penyerapan

teknologi baru di sebuah lingkungan kerja. Terjadinya SBTC tersebut selanjutnya

memberikan dampak terhadap perbedaan upah di antara tenaga kerja industri yang

disebabkan oleh adanya peningkatan upah untuk tenaga kerja berketerampilan

tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja berketerampilan rendah.

Pendekatan dasar SBTC digunakan dalam beberapa literatur (Bound dan

Johnson, 1989); Berman, Bound, dan Griliches, 1994); dan Autor, Katz, dan

Krueger, 1998) yang memodelkan SBTC dalam fungsi produksi dengan bentuk

sebagai berikut.

𝑌 = 𝑓(𝑁𝐻 , 𝑁𝐿) = 𝐴[𝛼(𝑔𝐻𝑁𝐻)(𝜎−1)/𝜎 + (1 − 𝛼)(𝑔𝐿𝑁𝐿)(𝜎−1)/𝜎](𝜎−1)/𝜎

.................................. (2)

Y adalah jumlah output, 𝑁𝐻 merupakan input tenaga kerja berkeahlian tinggi, dan

𝑁𝐿 merupakan input tenaga kerja berkeahlian rendah. 𝜎 > 0 merupakan elastisitas

dari input tenaga kerja dan 𝐴, 𝛼, 𝑔𝐻, serta 𝑔𝐿 adalah parameter teknologi yang

mungkin berbeda pada setiap periode. Pada beberapa aplikasinya, 𝑁𝐻 diukur dengan

jumlah lulusan perguruan tinggi, sedangkan 𝑁𝐿 diukur dengan jumlah lulusan

sekolah meskipun pada beberapa studi pendefinisian kategori tenaga kerja ini lebih

fleksibel.

Selanjutnya, permintaan high-skilled labor dapat diukur melalui pendekatan

marginal produk dari dua kelompok tenaga kerja yang direpresentasikan oleh rasio

upah kedua kelompok tenaga kerja tersebut (𝜔𝐻/𝜔𝐿). Dengan memodifikasi ke dalam

bentuk logaritma dan diferensial pertama terhadap waktu, perubahan share upah

tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut.

∆ log (𝜔𝐻

𝜔𝐿) = ∆ log [

𝛼

1−𝛼] + ( 𝜎 − 1)/𝜎∆𝑙𝑜𝑔 (

𝑔𝐻

𝑔𝐿) − 1/ 𝜎∆𝑙𝑜𝑔 (

𝑁𝐻

𝑁𝐿) ....................................... (3)

Hal yang pertama kali perlu diamati pada persamaan (3) adalah perubahan

dalam upah harus menggambarkan perubahan dari suplai tenaga kerja berkeahlian

tinggi atau perubahan teknologi. Dalam persamaan tersebut digunakan asumsi

Page 9: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

7

bahwa variabel lain yang memengaruhi upah relatif (contoh: harga sewa, efisiensi,

upah premium, dan tingkat institusi) diabaikan. Lebih lanjut, ketika tidak ada

perubahan teknologi, tingkat upah relatif dari skilled labor akan bervariasi

mengikuti suplai relatif tenaga kerja tersebut.

Persamaan (3) menunjukkan bahwa hanya SBTC yang mampu membawa ke

kondisi kesenjangan upah. Pergeseran pada parameter A atau pergeseran proporsi

gH dan gL menyebabkan produktivitas dari kedua kelompok keahlian tersebut tidak

berubah dan hanya memengaruhi tingkat upah. Selain itu, SBTC turut berperan

dalam peningkatan α atau peningkatan gH terhadap gL. Peningkatan pada α akan

menyebabkan peningkatan pada produktivitas marginal dari skilled labor dan pada

saat yang sama akan menurunkan produktivitas marginal dari unskilled labor.

Kondisi tersebut dikenal dengan istilah extensive SBTC. Di sisi lain, intensive SBTC

terjadi pada saat perubahan teknologi meningkatkan produktivitas marginal dari

skilled labor tanpa perlu menurunkan produk marginal dari unskilled labor.

2.2. Studi Literatur

Penelitian mengenai pergeseran struktur tenaga kerja pada awalnya

dilakukan oleh beberapa penelitian di Amerika Serikat (AS). Bound dan Johnson

(1989) melakukan analisis terkait perubahan struktur upah yang terjadi di AS pada

periode 1979-1987 yang mungkin disebabkan oleh pergeseran struktur permintaan

produk, skilled-labor saving technology, dan perubahan upah yang diterima oleh

lower skilled labor. Penelitian tersebut membuktikan bahwa penyebab utama

perubahan struktur upah adalah adanya kombinasi perubahan teknologi produksi

sehingga menyebabkan penurunan permintaan tenaga kerja kasar dan peningkatan

permintaan terhadap tenaga kerja terdidik.

Penelitian lain dilakukan oleh Berman, Bound, dan Griliches (1994) yang

mengkaji pergeseran permintaan dari unskilled ke arah skilled labor di industri

manufaktur AS setelah tahun 1980 yang disebabkan oleh adanya production labor-

saving technology change. Production labor-saving technology change yang terjadi

dibuktikan dengan beberapa hal, yaitu: (1) adanya peningkatan penggunaan skilled

labor di 450 industri manufaktur yang tidak berasal dari adanya realokasi tenaga

kerja antarindustri; (2) kegiatan perdagangan dan pembangunan industri

pertahanan hanya memiliki sedikit efek terhadap realokasi tenaga kerja; dan (3)

peningkatan pekerja nonproduksi berkorelasi tinggi dengan investasi untuk

komputer dan R&D. Autor, Katz, dan Krueger (1998) juga mengonfirmasi adanya

Page 10: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

8

peningkatan permintaan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

sebagai dampak komputerisasi pada industri di US periode 1940-1996.

Pergeseran struktur tenaga kerja akibat SBTC pada negara berkembang juga

dikaji oleh Berman, Bound, dan Machin (1997) dan Machin dan Reenen (1998).

Berman, Bound, dan Machin (1997) membuktikan bahwa terdapat peningkatan

proporsi skilled labor di negara OECD meskipun upah relatif stabil. Machin dan

Reenen (1998) memperluas cakupan analisis yang sebelumnya dilakukan oleh

Berman, Bound dan Griliches (1994) dengan membandingkan di enam negara OECD

dan menemukan bahwa perubahan teknologi melalui intensitas R&D sangat erat

kaitannya dengan peningkatan skilled labor. Meskipun demikian, pada kasus di

India, Berman, Somanathan, dan Tan (2005) membuktikan adanya skill upgrading

yang terlihat dari adanya peningkatan output dan capital skill yang tidak disebabkan

oleh SBTC.

Penelitian lain terkait dengan perubahan struktur tenaga kerja dilakukan

oleh Graetz dan Michaels (2015) dan Acemoglu dan Restrepo (2017). Graetz dan

Michaels (2015) mengkaji dampak ekonomi akibat penggunaan robotisasi dengan

menggunakan data panel industri di tujuh belas negara pada periode 1993-2007

dan menemukan bahwa penggunaan robot dapat meningkatkan produktivitas

tenaga kerja dan nilai tambah pada industri yang berkontribusi terhadap

pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Acemoglu dan Restrepo (2017) mengkaji

mengenai pengaruh peningkatan penggunaan robot pada industri di pasar tenaga

kerja lokal di AS pada periode tahun 1990-2007 dengan menggunakan model

persaingan antara robot dan tenaga manusia dalam proses produksi dengan tugas

yang berbeda. Hasil kajian tersebut menemukan bahwa penggunaan robot dapat

mengurangi jumlah pekerja dan biaya upah dan secara positif meningkatkan

produktivitas meskipun hal tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran tenaga

kerja.

Dalam penelitian lain, Acemoglu dan Restrepo (2017) lebih lanjut menemukan

bahwa penerapan teknologi baru akan menyebabkan terjadinya kelebihan pasokan

tenaga kerja karena tugas yang sebelumnya dilakukan oleh pekerja dapat

digantikan dengan otomatisasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan

otomatisasi akan mengurangi pasokan tenaga kerja, tetapi mendorong terciptanya

tugas-tugas baru yang membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian lebih tinggi. Hal

tersebut juga dikaji oleh Ramaswamy (2018) yang menemukan bahwa peningkatan

otomatisasi tidak akan menyebabkan hilangnya pekerjaan secara agregat karena

Page 11: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

9

akan ada permintaan untuk jenis pekerja terampil atau spesialisasi baru dalam

pekerjaan. Sebaliknya, low skilled labor dalam pekerjaan rutin memiliki potensi yang

lebih tinggi untuk kehilangan pekerjaan.

Penelitian lain terkait dengan pergeseran struktur tenaga kerja di Asia

dilakukan oleh Seo dan Lee (2002) dan Lim dan Han (2018). Seo dan Lee (2002)

mengkaji korelasi antara teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan peningkatan

keterampilan kerja pada periode 1993-1999 di Korea. Penelitian tersebut

menemukan bahwa teknologi informasi dan komunikasi di sektor industri Korea

berkorelasi positif dengan peningkatan keterampilan pekerja selama periode 1993-

1999, terutama pada periode 1996-1999. Sementara itu, Lim dan Han (2018)

mengkaji dampak penerapan teknologi terhadap upah dan produktivitas di

Singapura. Hasil analisis kajian tersebut menyatakan bahwa penerapan teknologi

informasi dan komunikasi (TIK) yang lebih besar di Singapora menghasilkan

pertumbuhan produktivitas yang nyata dan upah yang lebih tinggi yang efeknya

lebih besar di sektor jasa meskipun dampak pada unskilled labor belum dapat

dirasakan.

Sementara itu, beberapa penelitian terkait dengan perubahan struktur tenaga

kerja di Indonesia telah dilakukan oleh Gropello dan Sakellariou (2010) dan Lee dan

Wie (2013). Gropello dan Sakellariou (2010) menganalisis peningkatan proporsi

skilled labor di tujuh negara di Asia Timur, termasuk di Indonesia. Hasil kajian ini

membuktikan adanya peningkatan proporsi skilled labor pada periode 1997-2005 di

Indonesia. Peningkatan proporsi skilled labor tersebut terutama terjadi di sektor jasa

dan perdagangan meskipun di industri manufaktur belum terlihat peningkatan yang

signifikan. Selain itu, Lee dan Wie (2013) menganalisis dampak perubahan teknologi

terhadap produktivitas industri melalui skill upgrading yang memengaruhi

komposisi pekerja nonproduksi (skilled labor) di Indonesia pada tahun 2000-2006.

Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat pengaruh skilled biased

technology change (SBTC) pada peningkatan kompetensi tenaga kerja di Indonesia

melalui kegiatan impor dan investasi asing yang masuk ke Indonesia membawa

teknologi.

1 BAB III DATA, METODOLOGI, DAN MODEL

Page 12: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

10

3. Data, Metodologi, dan Model

3.1. Data

Penelitian ini menggunakan data industri manufaktur di Indonesia yang

bersumber dari data survei industri besar sedang (SIBS) dari BPS. Pada data SIBS

terdapat informasi dari responden dalam level perusahaan. Tabel 1 menyajikan

informasi dari SIBS yang digunakan untuk menganalisis dampak perubahan

teknologi terhadap struktur tenaga kerja.

Tabel 1. Variabel yang Digunakan dalam Penelitian

Variabel Keterangan

Share tenaga kerja nonproduksi Menggunakan data jumlah tenaga kerja

nonproduksi/jumlah tenaga kerja di perusahaan

Upah/gaji TK nonproduksi Upah/gaji tenaga kerja nonproduksi, yaitu upah pekerja yang melakukan kegiatan supervisi, marketing,

sales, dan administrasi.

Upah/gaji TK produksi Upah/gaji tenaga kerja di bagian produksi

Fixed Capital Modal tetap perusahaan yang meliputi tanah,

bangunan, mesin, kendaraan, dan aset tetap lainnya.

Output Total nilai barang yang diproduksi perusahaan

R&D dan HD

Menggunakan pendekatan pengeluaran

lainperusahaan yang mencakup biaya R&D dan Human Development

Export Persentase nilai barang yang diekspor

Import Persentase nilai bahan baku yang diimpor

FDI Menggunakan pendekatan besar modal asing di

perusahaan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data antarindustri

manufaktur secara time series untuk melihat perubahan komposisi tenaga kerja

berketerampilan tinggi. Meskipun demikian, data SIBS dalam bentuk level

perusahan memiliki kelemahan, yaitu tidak semua sampel perusahaan menjadi

responden pada tahun yang sama. Hal tersebut menyebabkan adanya data yang

tidak tersedia pada tahun-tahun tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini

menggunakan data dalam bentuk level industri yang diagregasi berdasarkan kode

industri ISIC 3 digit. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun

2010 s.d. 2015.

Selain itu, data level industri diklasifikasi menurut tingkat intensitas R&D

yang dikeluarkan oleh OECD, yaitu terbagi menjadi industri teknologi rendah,

industri teknologi menengah-rendah, industri teknologi menengah-tinggi, dan

industri teknologi tinggi. Namun, penelitian ini difokuskan pada kelompok

klasifikasi industri teknologi rendah dan industri teknologi menengah-tinggi.

Page 13: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

11

Jumlah cross section dan sampel pada setiap kelompok industri dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Data yang Digunakan dalam Penelitian

Kelompok Industri Jumlah Cross

Section

Jumlah

Data

Seluruh industri 69 414

Industri teknologi rendah 25 150

Industri teknologi menengah-tinggi 18 108

3.2. Model

Dampak perkembangan teknologi terhadap struktur tenaga kerja di industri

manufaktur diukur dengan menggunakan model pendekatan yang telah

dikembangkan oleh Lee dan Wie (2013) yang melihat perubahan proporsi tenaga

kerja berketerampilan tinggi sebagai berikut.

∆𝑆𝑗𝑡𝑛 = 𝛽0 + 𝛽1∆𝑙𝑛 (

𝑊𝑗𝑡𝑛

𝑊𝑗𝑡𝑝) + 𝛽2∆𝑙𝑛 (

𝐾𝑗𝑡

𝑌𝑗𝑡) + 𝜀𝑗𝑡 ................................................................. (4)

∆𝑆𝑗𝑡𝑛 adalah perubahan komposisi tenaga kerja nonproduksi di perusahaan j pada

tahun t, 𝑊𝑗𝑡𝑛 dan 𝑊𝑗𝑡

𝑝 adalah upah/gaji tenaga kerja nonproduksi dan produksi di

perusahaan j pada tahun t, 𝐾𝑗𝑡 adalah modal tetap (fixed capital) di perusahaan j

pada tahun t, dan 𝑌𝑗𝑡 adalah nilai tambah perusahaan j pada tahun t. Dalam

persamaan tersebut 𝛽0 merupakan bias perubahan teknologi yang dimiliki

antarindustri.

Tenaga kerja nonproduksi merupakan tenaga kerja yang tidak berkaitan

langsung dengan produksi, seperti operator mesin, melainkan pekerja yang

mengawasi dan mengelola perusahaan. Oleh karena itu, tenaga kerja nonproduksi

diasumsikan sebagai tenaga kerja dengan keterampilan lebih tingi, sedangkan

tenaga kerja produksi diasumsikan sebagai tenaga kerja dengan keterampilan lebih

rendah.

Dalam penelitian ini, model tersebut dikembangkan dengan menambahkan

variabel eksternal yang menggambarkan saluran masuknya teknologi baru yang

menyebabkan peningkatan kualitas tenaga kerja, seperti biaya R&D, biaya Human

Development, nilai produk yang diekspor, bahan baku yang diimpor, dan investasi

asing yang masuk sehingga persamaan di atas menjadi sebagai berikut.

Page 14: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

12

∆𝑆𝑗𝑡𝑛 = 𝛽0 + 𝛽1∆ ln (

𝑊𝑗𝑡𝑛

𝑊𝑗𝑡𝑝) + 𝛽2∆ ln (

𝐾𝑗𝑡

𝑌𝑗𝑡) + 𝛽3∆ ln 𝑦 + 𝛽4 (

𝑅&𝐷𝑗𝑡

𝐼𝑛𝑣𝑠𝑡𝑗𝑡 ) +𝛽5 (

𝐻𝐷𝑗𝑡

𝐼𝑛𝑣𝑠𝑡𝑗𝑡 ) + 𝛽6 (

𝐹𝐷𝐼

𝐼𝑛𝑣𝑠𝑡𝑗𝑡 ) +

𝛽7 (𝐸𝑥𝑝𝑜𝑟𝑡𝑗𝑡

𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝑗𝑡 ) + 𝛽8 (

𝐼𝑚𝑝𝑜𝑟𝑡𝑗𝑡

𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡𝑗𝑡 ) + 𝜀𝑗𝑡 ............................................................................ (5)

Pemilihan variabel untuk mengetahui pengaruh perkembangan teknologi

terhadap perubahan struktur ketenagakerjaan dilihat berdasarkan komposisi

tenaga kerja nonproduksi (skilled labor) terhadap total tenaga kerja. Variabel beserta

referensinya adalah sebagai berikut.

1) Upah/Gaji Nonproduksi dan Produksi

Perubahan komposisi tenaga kerja di industri manufaktur dapat diukur dengan

menggunakan pendekatan upah tenaga kerja. Perubahan komposisi tenaga

kerja di industri dipengaruhi oleh adanya perbedaan upah antara skilled labor

dan unskilled labor (Bound dan Johnson, 1989).

2) Kapital

Menurut Chennells dan Reenen (1999), penambahan teknologi akan

meningkatkan kapital industri yang selanjutnya akan meningkatkan

permintaan skilled labor dibandingkan dengan unskilled labor. Lebih lanjut,

peningkatan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan bergeser dan

menciptakan titik keseimbangan baru untuk upah skilled labor yang lebih

tinggi. Contohnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Berman et al., (1994),

investasi terhadap komputerisasi (peningkatan kapital teknologi) menyebabkan

terjadinya peningkatan kualitas kompetensi pekerja.

3) Research & Development

Menurut Berman, Bound, dan Griliches (1994), peningkatan pekerja

nonproduksi di industri murni disebabkan oleh dorongan kebutuhan

perusahaan tersebut. Peningkatan pekerja nonproduksi tersebut akan memiliki

korelasi terhadap investasi R&D. Selain itu, menurut Chennells dan Reenen

(1999), pada perusahaan dengan pengeluaran R&D yang intensif memiliki upah

skilled labor yang relatif lebih tinggi.

4) Human Development

Menurut Horstein, Krusell, dan Violante (2005), unskilled labor merupakan

spesialis dalam pekerjaannya dan membutuhkan sejumlah pelatihan agar dapat

mengerjakan berbagai pekerjaan yang dapat dilakukan oleh skilled labor. Oleh

Page 15: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

13

karena itu, peningkatan biaya pelatihan dan pengembangan tenaga kerja akan

berdampak pada peningkatan kompetensi pekerja sehingga akan meningkatkan

skilled labor di perusahaan.

5) Ekspor dan Impor

Menurut Berman, Bound, dan Machin (1997), negara berkembang dengan

jumlah tenaga kerja berkompetensi rendah yang melimpah akan meningkat

upah skilled labor-nya jika negara tersebut membuka diri terhadap perdagangan

dengan negara lain. Kegiatan ekspor dan impor menjadi salah satu jalan masuk

teknologi ke industri. Lee, Jong-Wha, dan Wie (2013) juga menyebutkan bahwa

perkembangan teknologi tidak hanya dipengaruhi oleh investasi teknologi

domestik, tetapi juga dipengaruhi juga oleh spillover teknologi dari mitra dagang.

Ketika suatu negara memiliki nilai ekspor yang tinggi, kecenderungan

perusahaan untuk menyerap teknologi baru agar dapat menciptakan produk

yang mampu bersaing di pasar global juga akan semakin tinggi. Sementara itu,

pada negara berkembang, teknologi akan masuk melalui impor barang dari

negara maju sehingga memberikan dampak terhadap peningkatan kompetensi

tenaga kerja.

6) Foreign Direct Investment (FDI)

Menurut Borensztein, De Gregorio, dan Lee (1995) FDI merupakan salah satu

sarana penting dalam transfer teknologi di negara berkembang karena

kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan investasi

dalam negeri. Produktivitas FDI yang lebih tinggi sangat bergantung pada

ketersediaan sumber daya manusia. Sjöholm (2016) juga menunjukkan bahwa

FDI berkontribusi pada perubahan struktur ekonomi, yaitu pada kegiatan yang

bernilai tambah lebih tinggi yang berdampak pada peningkatan upah yang lebih

tinggi.

3.3. Metodologi

Sehubungan dengan persamaan di atas yang menggunakan perbandingan

data antarperusahaan manufaktur secara time series untuk melihat perubahan

komposisi tenaga kerja berketerampilan tinggi, estimasi dalam penelitian ini

menggunakan panel data. Panel data merupakan sekumpulan data cross section

yang masing-masing diamati selama periode waktu yang berurutan (Baltagi, 2005).

Penggunaan panel data dalam analisis memilki keunggulan dibandingkan dengan

data time series atau data cross section karena keberagaman data tiap-tiap individu

Page 16: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

14

dapat dikontrol. Selain itu, panel data memberikan informasi data dengan

variabilitas yang lebih tinggi, kolinearitas antarvariabel yang lebih rendah, dan lebih

efisien. Dalam penggunaannya, panel data digunakan untuk mempelajari

perubahan variabel dinamis yang berubah sepanjang waktu atau untuk

mengidentifikasi dan mengukur dampak perubahan variabel yang tidak dapat

terdeteksi pada data time series atau data cross section. Namun, penggunaan panel

data memiliki keterbatasan dalam hal desain dan pengumpulan data yang

mencakup seluruh variabel pada seluruh periode sehingga apabila data tidak

terpenuhi dapat menimbulkan distorsi dalam pengukuran.

Regresi panel merupakan teknik untuk memodelkan pengaruh variabel

penjelas terhadap variabel respons pada panel data. Regresi panel data berbeda

dengan regresi data time series dan cross-section, yaitu pada panel data terdapat dua

dimensi: cross-section dan waktu. Formulanya adalah sebagai berikut.

yit= α + β X’it +uit I = 1,…,N; t=1,…,T ............................................................... (6)

Secara umum, terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam melakukan

estimasi model panel data, yaitu model tanpa pengaruh individu (common effect) dan

model dengan pengaruh individu (fixed effect dan random effect). Pada model

common effect estimasi yang dilakukan menggabungkan seluruh data time series

dan cross section dengan menggunakan pendekatan ordinary least square (OLS)

dalam mengestimasi parameternya. Secara umum, persamaan model common effect

dituliskan sebagai berikut.

Yit= α + β Xit +εit .................................................................................................. (7)

dengan penjelasan:

Yit = Variabel yang dijelaskan pada unit pengamatan ke-i dan waktu ke-t

Xit = Variabel penjelas pada unit pengamatan ke-i dan waktu ke-t

β = Koefisien slope atau koefisien arah

α = Intersep model regresi

εit = Komponen error pada unit pengamatan ke-i dan waktu ke-t

Sementara itu, pada model fixed effect dilakukan teknik penambahan

variabel dummy dengan asumsi bahwa koefisien slope konstan dengan intersep yang

bervariasi antaranggota panel. Penambahan variabel dummy pada fixed effect model

membawa konsekuensi terhadap berkurangnya derajat kebebasan (degree of

Page 17: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

15

freedom) yang menyebabkan efisiensi parameter berkurang. Oleh karena itu,

selanjutnya berkembang pendekatan random effect model yang mengakomodasikan

perbedaan karakteristik individu dan waktu pada error dari model sehingga random

error pada model diurai menjadi error untuk komponen waktu dan error gabungan.

Page 18: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

16

4. Analisis Empirik

4.1. Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia

Sejalan dengan jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur yang mengalami

pertumbuhan yang stagnan, jumlah tenaga kerja di Industri Besar-Sedang (IBS) juga

mengalami pertumbuhan yang stagnan, yaitu rata-rata 0,9% per tahun selama

periode 2001-2015. Sementara itu, peningkatan jumlah tenaga kerja IBS meningkat

pesat selama periode 2008-2012 yang kemudian mengalami perlambatan

pertumbuhan pada periode 2013-2014 hingga akhirnya mengalami penurunan

jumlah tenaga kerja pada tahun 2015 (Grafik 2). Hal tersebut ditenggarai terjadi

sebagai dampak penurunan harga komoditas yang menyebabkan beberapa industri

batubara dan migas mengurangi jumlah pekerjanya. Selain itu, kinerja industri TPT

dan industri pengolahan kayu juga menurun sebagai akibat dari melemahnya nilai

rupiah dan keterbatasan pemodalan pada periode tersebut.

Secara keseluruhan, struktur ketenagakerjaan IBS di Indonesia masih

didominasi oleh tenaga kerja produksi yang bertanggung jawab pada proses

produksi, fabrikasi, perakitan, dan pekerjaan langsung terkait dengan produksi

dengan pangsa rata-rata pada periode 2001-2015 mencapai 84% dari total tenaga

kerja IBS. Di sisi lain, tenaga kerja nonproduksi yang bertugas sebagai supervisor,

sales, marketing, R&D, administrasi, dan tugas lain hanya mencapai 16% dari total

tenaga kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum industri di Indonesia

masih bersifat padat karya (labor intensive) dengan jumlah tenaga kerja yang

melimpah dan berkaitan langsung dengan proses produksi, seperti industri

makanan dan minuman (mamin) serta industri TPT. Di sisi lain, selama periode

2001-2015 belum terlihat adanya perubahan komposisi yang signifikan antara

tenaga kerja produksi yang merupakan unskilled labor dan tenaga kerja

nonproduksi yang merupakan skilled labor.

Page 19: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

17

Grafik 2. Tren Jumlah Pekerja Industri

Manufaktur

Grafik 3. Tren Rata-Rata Upah TK

Meskipun perubahan dalam komposisi tenaga kerja belum terlihat,

peningkatan yang signifikan pada upah tenaga kerja sudah terjadi, terutama pada

upah tenaga kerja nonproduksi (Grafik 3). Perhitungan upah tenaga kerja

didapatkan dari data upah seluruh perusahaan responden SIBS selama setahun

dibagi dengan jumlah agregat tenaga kerja. Berdasarkan data dari SIBS tersebut,

dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pekerja nonproduksi menerima upah

tahunan yang lebih tinggi dibandingkan dengan upah pekerja produksi. Jika dirata-

ratakan selama periode 2001-2015, upah pekerja nonproduksi lebih besar 1,84 kali

dibandingkan dengan upah pekerja produksi. Hal itu menunjukkan bahwa pekerja

nonproduksi memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja

produksi. Sementara itu, dilihat dari pertumbuhan kenaikan upah, selama periode

2001-2015 upah pekerja produksi rata-rata tumbuh sebesar 12,6%, lebih tinggi

dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan upah nonproduksi, yaitu sebesar

7,8%. Meskipun upah pekerja produksi tumbuh lebih tinggi, tetapi belum dapat

dikatakan bahwa peningkatan upah menunjukkan permintaan yang lebih tinggi

terhadap pekerja produksi mengingat kenaikan upah produksi masih diatur dalam

peraturan Upah Minimum Regional (UMR) yang setiap tahun mengalami kenaikan.

Di sisi lain, peningkatan upah pekerja nonproduksi menunjukkan adanya

permintaan skilled labor yang tidak dapat dipenuhi oleh pasar tenaga kerja

domestik. Kesenjangan upah tersebut akan terus meningkat apabila kebutuhan

skilled labor tidak dapat terpenuhi.

Page 20: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

18

Grafik 4. Share TK Berdasarkan

Tingkat Pendidikan

Grafik 5. Pertumbuhan TK

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Mengacu pada suplai tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikan yang

tersedia di Indonesia, terdapat pergeseran tenaga kerja dari tingkat pendidikan

rendah ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Grafik 4). Hal tersebut menunjukkan

adanya peningkatan kompetensi atau skill upgrading. Berdasarkan data BPS,

terdapat penurunan pangsa tenaga kerja yang memiliki pendidikan sekolah dasar

ke bawah (pendidikan rendah), yaitu sebesar 61% pada tahun 2001 menurun

menjadi 42% pada tahun 2018. Di sisi lain, tenaga kerja berpendidikan menengah

(SMP dan SLTA) mengalami kenaikan, yaitu dari 34% menjadi 46%. Sementara itu,

tenaga kerja berpendidikan tinggi (diploma/perguruan tinggi) mengalami kenaikan,

yaitu dari 5% menjadi 12%. Berdasarkan tren pertumbuhan itu, tenaga kerja

berpendidikan tinggi mengalami rata-rata peningkatan tertinggi, yaitu sebesar 7,8%

per tahun. Sementara itu, tenaga kerja berpendidikan menengah rata-rata tumbuh

sebesar 3,9% per tahun (Grafik 5). Tren pergeseran tingkat pendidikan yang terjadi

juga searah dengan perkembangan tenaga kerja sektoral yang bergerak dari sektor

pertanian yang sebelumnya dilakukan oleh petani dengan tingkat pendidikan

rendah ke sektor industri dan jasa yang memerlukan tenaga kerja dengan tingkat

pendidikan menengah-tinggi. Selain itu, pergeseran tingkat pendidikan tenaga kerja

juga merupakan dampak dari kebijakan pemerintah terkait dengan wajib belajar

sembilan tahun yang memengaruhi peningkatan suplai tenaga kerja di tingkat

pendidikan menengah.

Page 21: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

19

Grafik 6. Share Tingkat Pendidikan

Pengangguran/Angkatan Kerja

Grafik 7. Pertumbuhan Pengangguran

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Secara keseluruhan tingkat pengangguran di Indonesia memang mengalami

penurunan, tetapi secara nominal tingkat pengangguran yang berasal dari tingkat

pendidikan menengah-tinggi mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat dari

jumlah pengangguran yang berasal dari tingkat pendidikan SLTA dan

diploma/perguruan tinggi pada tahun 2018 yang mencapai angka 7,90% dan 6,69%

dari total angkatan kerja di tingkat pendidikan yang sama (Grafik 6). Angka tersebut

lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran pada angkatan kerja di

tingkat SD ke bawah, yaitu sebesar 2,67% dan tingkat SMP sebesar 5,18%. Di

samping itu, apabila dilihat dari sisi tren, peningkatan pengangguran paling tinggi

berasal dari tingkat pendidikan diploma/perguruan tinggi, yaitu dengan rata-rata

sebesar 6,54% per tahun dari 2001-2015 dan diikuti oleh peningkatan

pengangguran dari tingkat pendidikan SLTA, yaitu sebesar 0,51% per tahun (Grafik

7). Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun suplai tenaga kerja berpendidikan

menengah-tinggi mengalami peningkatan, penyerapan tenga kerja untuk

kompetensi yang lebih tinggi masih belum tersedia.

Selain akibat dari ketidakseimbangan pertumbuhan lulusan perguruan

tinggi dengan laju penciptaan lapangan kerja, peningkatan jumlah pengangguran

juga disebabkan oleh tidak cocoknya kualifikasi lulusan perguruan tinggi dengan

spesifikasi yang dibutuhkan industri. Hal ini juga terjadi pada tenaga kerja lulusan

sekolah vokasi atau SMK/kejuruan yang seharusnya merupakan lulusan yang siap

untuk langsung bekerja, jumlah penganggurannya justru terus menunjukkan tren

peningkatan (Grafik 8). Kondisi tersebut mengindikasikan adanya ketidakcocokan

antara kurikulum sekolah vokasi dan kebutuhan industri. Dalam rangka

meningkatkan kompetensi SMK/kejuruan, sejumlah upaya telah dilakukan oleh

pemerintah, antara lain, program link and match yang diatur dalam Permenperin No.

3/2017. Pada program link and match, sekolah vokasi bekerja sama dengan industri

terpilih dalam menentukan materi dan sertifikasi pelatihan yang dibutuhkan oleh

Page 22: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

20

industri dan memberi kesempatan magang di perusahaan. Selain itu, pemerintah

memberikan insentif tambahan bagi industri yang membangun politeknik. Namun,

perkembangan dan dampak penerapan program tersebut belum secepat yang

diharapkan.

Grafik 8. Perkembangan TK Lulusan Sekolah Vokasi

4.2. Hasil Pengujian Empirik

4.2.1. Agregat Seluruh Industri

Pada subbagian ini akan ditampilkan hasil estimasi dengan metode panel

data untuk melihat terjadinya perubahan permintaan skilled labor akibat teknologi

di industri manufaktur Indonesia. Terdapat empat model yang dikembangkan, yaitu

model tanpa variabel teknologi (model 1), model dengan variabel teknologi yang

ditransmisikan melalui R&D (model 2), model dengan variabel teknologi yang

ditransmisikan melalui FDI (model 3), dan model dengan variabel teknologi yang

ditransmisikan melalui ekspor-impor (model 2). Hasil estimasi parameter dari

keempat model tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Estimasi Agregat Seluruh Industri 2000-2015

Keterangan: *α=10%; ** α=5%; *** α=1%;

Page 23: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

21

Tabel 3 menunjukkan adanya shifting kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled

labor ke skilled labor yang tertangkap dari peningkatan rasio upah pekerja

nonproduksi terhadap pekerja produksi di industri. Hal itu terkonfirmasi dari hasil

estimasi pada keempat model yang menunjukkan hubungan yang positif dan

signifikan antara perubahan rasio jumlah pekerja nonproduksi terhadap pekerja

produksi dan rasio upah pekerja nonproduksi terhadap pekerja produksi. Kondisi

tersebut membuktikan adanya peningkatan permintaan skilled labor yang lebih

cepat dibandingkan dengan supply skilled labor di pasar tenaga kerja. Di sisi lain,

hal itu menjadi peringatan bagi sistem pendidikan di Indonesia untuk berbenah agar

mampu mencetak tenaga kerja terampil (skilled labor) yang sesuai dengan

kebutuhan industri dengan cepat. Temuan ini mengonfirmasi hasil focus group

disscussion (FGD) yang menyebutkan bahwa sebagian besar lulusan sekolah vokasi

Indonesia tidak cocok dengan kebutuhan industri di lapangan3. Hasil ini

menguatkan hasil penelitian Lee dan Wie (2013) yang menemukan bahwa shifting

kebutuhan tenaga kerja terjadi di Industri Indonesia.

Selain tingkat upah, hasil estimasi juga mengonfirmasi adanya shifting

kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled labor ke skilled labor akibat perubahan

teknologi (skill-biased technology change) di industri manufaktur secara

keseluruhan. Dari empat pendekatan teknologi yang digunakan, hasil estimasi

menunjukkan bahwa hanya investasi di bidang R&D yang secara signifikan

mendorong shifting kebutuhan tenaga kerja di Indonesia. Temuan tersebut

mengonfirmasi hasil penelitian Berman, Bound, dan Griliches (1994), Chennells dan

Reenen (1999), serta Lee dan Wie (2013). Ketiga penelitian tersebut menemukan

hubungan yang kuat antara investasi di bidang R&D dan permintaan skilled labor.

Perusahaan yang memiliki intensi yang tinggi terhadap R&D akan membutuhkan

skilled labor yang lebih tinggi. Pada masa depan, kebutuhan skilled labor

diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan kultur produk yang siklus

hidupnya semakin pendek dan menuntut kemampuan R&D yang tinggi di setiap

perusahaan. Selain itu, R&D juga menjadi kunci persaingan antarperusahaan.

Selain menggunakan seluruh sampel, dalam penelitian ini juga dilakukan

regresi dengan panjang data yang berbeda untuk melihat terjadinya perubahan

struktur model di sepanjang periode pengamatan. Periode pengamatan dipecah

menjadi periode 2010-2012 (Tabel 4) dan periode 2013-2015 (Tabel 5). Pada hasil

regresi dengan periode 2010-2012 dan periode 2013-2015 diketahui bahwa rasio

3 FGD Pokja III dengan pelaku usaha tahun 2018

Page 24: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

22

upah pekerja nonproduksi terhadap pekerja produksi secara konsisten dan

signifikan memengaruhi perubahan rasio jumlah pekerja nonproduksi terhadap

pekerja produksi. Hal itu menunjukkan bahwa miss-match supply-demand untuk

skilled labor terjadi sepanjang periode pangamatan. Selain itu ,temuan ini juga

mengonfirmasi terjadinya shifting kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled labor ke

skilled labor. Di sisi lain, hasil estimasi menunjukkan adanya perubahan jalur

transmisi teknologi terhadap kebutuhan skilled labor di Indonesia. Pada periode

2010-2012 jalur transmisi teknologi yang signifikan adalah FDI, sedangkan pada

periode 2013-2015 jalur transmisi teknologi yang signifikan adalah R&D.

Tabel 4. Hasil Estimasi Agregat Seluruh Industri 2000-2012

Keterangan: *α=10%; ** α=5%; *** α=1%;

Tabel 5. Hasil Estimasi Agregat Seluruh Industri 2013-2015

Keterangan: *α=10%; ** α=5%; *** α=1%;

Pengaruh FDI yang signifikan pada periode 2000-2012 disebabkan oleh

kondisi ekonomi global yang mendorong masuknya aliran modal ke negara-negara

emerging market, termasuk Indonesia. Kondisi global yang mendorong derasnya

aliran modal ke Indonesia adalah kebijakan quantitative easing (QE) yang dilakukan

oleh The Fed sejak akhir 2008 sampai dengan Desember 2013. Pada periode

tersebut, The Fed memberlakukan sejumlah kebijakan yang salah satunya adalah

menurunkan suku bunga acuan hingga level terendah dengan tujuan untuk

Page 25: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

23

mendorong kegiatan ekonomi domestik AS (Grafik 9). Akibatnya, para pemilik modal

mengalihkan modalnya ke negara lain yang memiliki suku bunga lebih kompetitif

dan pada masa itu negara emerging (termasuk Indonesia) dianggap paling

prospektif. Hal itu menyebabkan aliran modal, baik melalui lembaga pasar modal

(capital market) maupun FDI masuk dalam jumlah yang sangat besar. Jumlah FDI

yang masuk ke Indonesia selama masa QE (2008-2013) mencapai USD114.572 juta,

tumbuh hampir dua kali lipat dibandingkan dengan total FDI enam tahun sebelum

terjadinya QE yang hanya mencapai USD38.441 juta (Grafik 10). Fakta itu

menunjukkan keyakinan kuat investor terhadap prospek ekonomi Indonesia

sebagaimana yang ditunjukkan oleh perbaikan peringkat investasi dari berbagai

lembaga pemeringkat dunia.

Di samping itu, peningkatan FDI yang pesat pada sektor manufaktur juga

disinyalir sebagai dampak pencapaian peringkat “investment grade” dari lembaga

pemeringkat Fitch dan Moody’s yang meningkatkan ketertarikan dan kepercayaan

investor asing terhadap Indonesia.

Grafik 9. Suku Bunga Acuan US Grafik 10. Perkembangan FDI Indonesia

Sumber: The Fed Sumber: CEIC, diolah

Berbeda dengan periode sebelumnya, hasil estimasi menunjukkan bahwa

jalur transmisi teknologi pada periode 2013-2015 di Indonesia masuk melalui jalur

R&D. Perubahan jalur transmisi dari FDI ke R&D juga tidak terlepas dari kondisi

ekonomi global yang terjadi pada periode pengamatan. The Fed mulai menghentikan

kebijakan QE-nya pada Desember 2013 yang sudah diantisipasi oleh para pemilik

modal sejak awal 2013. Salah satu dampaknya adalah turunnya aliran investasi

(FDI) ke negara-negara luar Amerika Serikat, khususnya negara berkembang,

seperti Indonesia. Di sisi lain, persaingan antarperusahaan ditambah dengan

semakin pendeknya siklus hidup produk mendorong peningkatan intensitas R&D di

setiap perusahaan. Selain itu, sebagian FDI yang masuk pada periode 2010-2012

Page 26: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

24

diperkirakan juga dimanfaatkan beberapa perusahaan untuk memperkuat

kapasitas R&D.

4.2.2. Kelompok Industri Teknologi Rendah

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada kelompok industri berteknologi rendah

mengalami shifting kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled labor ke skilled labor

yang terlihat dari adanya peningkatan rasio upah pekerja nonproduksi terhadap

pekerja produksi di industri. Hal itu terkonfirmasi dari hasil estimasi pada keempat

model yang menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara perubahan

rasio jumlah pekerja nonproduksi terhadap pekerja produksi dan rasio upah pekerja

nonproduksi terhadap pekerja produksi. Sementara itu, pada Tabel 7 dan Tabel 8

dapat dilihat bahwa terdapat shifting jalur transmisi teknologi terhadap permintaan

skilled labor, yaitu pada periode 2010-2012 jalur transmisi teknologi yang signifikan

adalah R&D, sedangkan pada periode 2013-2015 jalur transmisi teknologi yang

signifikan adalah FDI.

Tabel 6. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Rendah 2000-2015

Keterangan: *α=10%; ** α=5%; *** α=1%;

Pada kelompok industri teknologi rendah, seperti industri TPT, industri alas

kaki, dan industri mamin, inovasi yang muncul berasal dari permintaan pasar

dengan tingkat kematangan produk yang tinggi. Hal itu mendorong perusahaan di

sektor tersebut untuk mencari pasar baru, yaitu melalui kegiatan R&D. R&D pada

kelompok industri teknologi rendah pada umumnya berupa diversifikasi produk,

seperti perubahaan desain baju pada industri TPT dan perubahan variasi makanan

pada industri mamin. Namun, di samping diversifikasi produk, kelompok industri

teknologi rendah juga melakukan R&D pada inovasi proses meskipun teknologi yang

diterapkan merupakan teknologi yang sudah ada, misalnya, penerapan teknologi

komunikasi dan informasi. Untuk menyerap teknologi tersebut, industri teknologi

rendah memerlukan proses pembelajaran agar dapat menggunakan teknologi baru

Page 27: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

25

yang dianggap sebagai biaya R&D tersebut secara produktif. Hal tersebut secara

tidak langsung berpengaruh dengan tenaga kerja di industri teknologi rendah, yaitu

terjadi peningkatan keahlian pekerja agar mampu menggunakan teknologi tersebut

secara efisien. Pada akhirnya hal itu akan menyebabkan shifting permintaan skilled

labor pada industri teknologi rendah (Potters, 2009).

Tabel 7. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Rendah 2000-2012

Keterangan: *α=10%; ** α=5%; *** α=1%;

Faktor R&D yang signifikan pada shifting skilled labor di industri industri

teknologi rendah di Indonesia pada tahun 2010-2012 disinyalir sebagai dampak dari

program restrukturisasi permesinan tekstil dan produk tekstil (TPT) yang

dicanangkan oleh Kementerian Perindustrian pada tahun 2007-2009. Program

tersebut berdampak pada kebutuhan skilled labor pada tahun-tahun setelahnya.

Berdasarkan data Kemenperin, program modernisasi mesin tersebut berhasil

menciptakan tenaga kerja baru dan peningkatan produktivitas sebesar 17%-28%.

Penggunaan mesin baru tersebut memicu industri TPT untuk dapat meningkatkan

kemampuan SDM-nya melalui kerja sama dengan balai-balai litbang atau dengan

Jurusan Tekstil di perguruan tinggi setempat.

Tabel 8. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Rendah 2013-2015

Keterangan: *α=10%; ** α=5%; *** α=1%;

Page 28: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

26

Pada periode 2013-2015, FDI menjadi jalur transmisi teknologi yang

signifikan memengaruhi shifting permintaan skilled labor di industri teknologi

rendah. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan FDI yang masuk ke kelompok

industri teknologi rendah pada periode 2013-2015 (Grafik 11 dan Grafik 12).

Terjadinya shifting pada jalur transmisi teknologi memperlihatkan bahwa FDI

masuk ke industri teknologi rendah pada saat kondisi industri sudah cukup stabil

dan efisien untuk dimasuki. Hal tersebut merupakan dampak dari keberhasilan

proses R&D yang dilakukan pada periode sebelumnya. Lebih lanjut, FDI yang masuk

ke dalam industri teknologi rendah membawa teknologi yang lebih canggih sehingga

tenaga kerja pada industri teknologi rendah akan mendapatkan transfer teknologi

yang akan meningkatkan kompetensi tenaga kerja. Hal tersebut memicu terjadinya

shifting permintaan skilled labor pada industri teknologi rendah.

Grafik 11. Perkembangan Share FDI

Sektoral

Grafik 12. Perkembangan Nilai FDI

Industri Teknologi Rendah

Sumber: CEIC, diolah

Sumber: CEIC, diolah

4.2.3. Kelompok Industri Teknologi Menengah-Tinggi

Selanjutnya, analisis juga dilakukan lebih spesifik untuk kelompok industri

teknologi menengah-tinggi. Dari hasil pengujian empirik ditemukan bahwa shifting

kebutuhan tenaga kerja (TK) juga terjadi pada kelompok industri teknologi

menengah-tinggi. Tabel 9 menunjukkan hasil estimasi pada keempat model yang

menghasilkan hubungan yang positif dan signifikan antara perubahan rasio jumlah

pekerja nonproduksi terhadap pekerja produksi dan rasio upah pekerja nonproduksi

terhadap pekerja produksi. Temuan ini menunjukkan tidak seimbangnya supply-

demand terhadap skilled labor di pasar tenaga kerja.

Page 29: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

27

Tabel 9. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Menengah-Tinggi 2010-2015

Keterangan: *α=10%; ** α=5%; *** α=1%;

Hasil pengujian empirik juga mengonfirmasi adanya shifting kebutuhan

tenaga kerja dari non-skilled labor ke skilled labor akibat perubahan teknologi (skill-

biased technology change) pada kelompok industri teknologi menengah-tinggi. Pada

periode 2010-2012, pengaruh teknologi pada kelompok industri teknologi

menengah-tinggi masuk melalui jalur transmisi FDI (Tabel 10). Sementara itu, pada

periode 2013-2015 transmisi pengaruh teknologi bergeser melalui jalur R&D (Tabel

11).

Tabel 10. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Menengah-Tinggi 2010-2012

Keterangan: *α=10%; ** α=5%; *** α=1%;

Berbeda dengan kelompok industri teknologi rendah, pada awal periode

pengamatan (2010-2012), FDI menjadi jalur transmisi teknologi yang signifikan

pada kelompok industri menengah-tinggi. Hal itu disebabkan oleh FDI yang masuk

ke sektor sekunder di Indonesia pada masa penerapan kebijakan QE AS (2008-2012)

sebagian besar masuk ke kelompok industri teknologi menengah-tinggi. Data Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan bahwa dari total FDI yang

masuk ke sektor sekunder pada periode 2010-2012, yaitu sebesar USD4.448 juta,

46% di antaranya masuk ke industri-industri pada kelompok industri menengah-

tinggi. Selanjutnya, pada periode 2013-2015, transmisi teknologi pada kelompok

Page 30: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

28

industri menengah-tinggi bergeser melalui jalur R&D. Sebagaimana penjelasan pada

subbab sebelumnya, kebijakan QE oleh The Fed pada Desember 2013 berdampak

pada penurunan FDI ke Indonesia. Sementara itu, perusahaan-perusahaan

domestik terus meningkatkan kemampuan R&D-nya untuk mengimbangi

permintaan pasar sebagai akibat dari semakin ketatnya persaingan ditambah

dengan semakin pendeknya siklus hidup produk.

Tabel 11. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Menengah-Tinggi 2013-2015

Keterangan: *α=10%; ** α=5%; *** α=1%;

Dari seluruh temuan tersebut, dapat dilhat bahwa FDI dan R&D memiliki

peran penting dalam peningkatan kualitas TK di Indonesia. Hal itu menunjukkan

pentingnya harmonisasi kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung masuknya

FDI dan peningkatan intensitas R&D. Untuk peningkatan R&D, Indonesia bisa

belajar dari pengalaman Thailand yang dinilai berhasil dalam menarik investasi di

bidang R&D. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi pusat riset, terutama riset

industri otomotif di Asia Tenggara. Bahkan, The National Science Technology and

Innovation Policy Office (STI) menyebutkan bahwa nilai investasi di bidang R&D di

Thailand saat ini diperkirakan mencapai 160 triliun Thailand Baht pada akhir

tahun 2018 atau 1% dari PDB Thailand4. Investasi untuk R&D tersebut berasal dari

pihak swasta sebesar 70% dan sisanya sebesar 30% dari pemerintah Thailand. Pada

masa depan, Thailand memosisikan industri berbasis inovasi sebagai pendorong

utama perekonomian negara tersebut.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, kunci keberhasilan Thailand

mendorong R&D adalah sebagai berikut.

4 Dikutip dari : http://www.nationmultimedia.com/detail/Corporate/30341437.

Page 31: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

29

1) Insentif untuk Industri Berbasis Teknologi

Pemerintah Thailand memiliki skema insentif yang relatif menarik bagi pelaku

industri untuk menanamkan investasi untuk R&D. Contohnya, selain insentif

umum untuk industri baru yang masuk, pemerintah Thailand juga memberikan

insentif khusus untuk industri di bidang robotik, kesehatan, pertanian,

bioteknologi, dan industri kreatif sebagai bagian dari visi Thailand 4.0. Insentif

yang diberikan pemerintah Thailand, seperti pembebasan pajak pendapatan

selama 8-13 tahun untuk investasi pada keempat bidang industri tersebut

(Gambar 1).

Gambar 1. Blueprint Thailand 4.0

Sumber: National Science, Technology and Innovation Office of Thailand

2) Zona Ekonomi Khusus Inovasi

Selain kebijakan berupa insentif, pemerintah Thailand juga membangun pusat-

pusat industri khusus yang salah satunya adalah economic zone of innovation

(EZI). Saat ini Thailand telah memiliki EZI di koridor barat yang lebih dikenal

sebagai eastern economic corridor of innovation (EECi). EZI ini didesain

sedemikian rupa untuk mendukung akselerasi industri berbasis inovasi dan IT,

baik dari sisi infrastruktur maupun insentif khusus lain.

3) Kebijakan Talent Mobility

Thailand memiliki kebijakan untuk mendorong penyerapan skilled labor oleh

industri. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan

formulasi ulang untuk program beasiswa yang dibiayai pemerintah yang

lulusannya disalurkan ke industri yang bukan instansi pemerintah. Saat ini

rasio tenaga kerja R&D yang bekerja di sektor swasta mencapai 72% dari total

tenaga kerja R&D di Thailand (Tabel 12).

Page 32: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

30

Tabel 12. Komposisi Tenaga Kerja R&D di Thailand

Ph.D. Master Bachelor Total

Sektor Publik 9.967 23.449 3.333 36.749 (72%)

Sektor Swasta 743 3.758 9.764 14.254 (28%)

Sumber: National Science, Technology and Innovation Office of Thailand

Berdasarkan hasil pengujian empiris, FDI juga menjadi jalur transmisi

teknologi yang signifikan memengaruhi shifting permintaan skilled labor di industri

manufaktur. Masuknya FDI pada perusahaan Multi National Company (MNC)

merupakan dampak dari globalisasi industri yang menerapkan Global Value Chain

(GVC). GVC menyebabkan perusahaan membagi proses produksinya menjadi

beberapa bagian, seperti desain, pengadaaan komponen, perakitan, dan distribusi

serta mengalokasikannya ke berbagai lokasi lintas negara tempat pekerjaan tersebut

paling efisien dikerjakan. Hal tersebut didukung oleh kemajuan teknologi sehingga

mempermudah distribusi barang dan kontrol produksi yang dilakukan oleh

perusahaan induk ke tiap-tiap anak perusahaan di berbagai lokasi.

FDI yang dibawa oleh perusahaan MNC juga memiliki spillover positif bagi

perusahaan domestik. Perusahaan MNC yang memiliki produktivitas yang lebih

tinggi akan memicu persaingan untuk produk sejenis di pasar domestik.

Perusahaan domestik akan berusaha untuk meningkatkan daya saingnya, yaitu

melalui peningkatan produktivitas dengan cara melakukan imitasi teknologi yang

pada akhirnya akan memfasilitasi mereka untuk masuk ke pasar luar negeri (Wang

dan Blomstron, 1992). Teknik produksi yang lebih efisien tersebut menyebabkan

terjadinya pergeseran kompetensi tenaga kerja ke kompetensi yang lebih tinggi

sehingga mengubah permintaan tenaga kerja perusahaan domestik.

Mengingat pentingnya FDI dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja di

Indonesia, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang dapat menarik investasi

asing ke Indonesia. Sejauh ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan

untuk mempermudah dan mempercepat kegiatan usaha di Indonesia, seperti

pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) yang diresmikan pada Januari 2015 dan

penggunaan layanan izin investasi 3 Jam (123J); kemudahan investasi langsung

konstruksi (KLIK) pada 32 kawasan industri; penerbitan paket kebijakan ekonomi

jilid ke-16 pada Agustus 2017 terkait pembentukan satgas untuk meningkatkan

layanan seluruh perizinan serta penerapan check list perizinan pada KEK, FTZ,

kawasan industri, dan kawasan pariwisata; pnerbitan peraturan baru terkait tax

holiday dengan insentif yang lebih besar pada April 2018; dan peluncuran sistem

online single submission (OSS) pada Juli 2018 untuk mempermudah sistem

Page 33: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

31

perizinan antar K/L, baik di pusat maupun di daerah. Meskipun telah dimanfaatkan

dengan baik oleh pelaku usaha, target investasi yang diharapkan masih belum

setinggi yang ditargetkan oleh Pemerintah.

Apabila dibandingkan dengan negara peers di ASEAN, seperti Thailand, FDI

yang masuk mengalami pertumbuhan yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Selain itu, FDI yang masuk ke Thailand pada tahun 2016 mayoritas masuk ke

industri manufaktur, seperti industri kimia (28%), industri elektronik (19%), dan

industri logam dan otomotif (18%). Tingginya FDI yang masuk ke Thailand

merupakan dampak dari berbagai kebijakan dan insentif yang disiapkan oleh

pemerintah yang mampu menarik investor. Pemerintah Thailand menerapkan

berbagai insentif, seperti pembebasan corporate income tax, pengecualian bea impor

permesinan, pengecualian impor bahan baku yang digunakan untuk produk ekspor,

dan insentif pajak lainnya. Pemberian insentif dikelompokkan berdasarkan jenis

aktivitas industri yang mendukung target pemerintah, seperti pengembangan

nanoteknologi, bioteknologi, advanced material, dan digital technology akan

mendapatkan insentif yang lebih banyak dibandingkan dengan industri pendukung

dengan teknologi rendah. Kebijakan tersebut mendorong masuknya industri

teknologi tinggi ke Thailand sehingga transfer teknologi yang terjadi akan

meningkatkan kompetensi industri lokal di negara tersebut. Selain itu, pemerintah

Thailand memberikan insentif tambahan, seperti pembebasan pajak bagi

perusahaan yang melakukan kegiatan untuk meningkatkan daya saing industri

(contoh: R&D, donasi teknologi, dan pengembangan suplier lokal) bagi industri yang

membangun pabrik di lokasi SEZ dan industri yang membangun pabrik di kawasan

industri yang berada di area pengembangan pemerintah.

Berdasarkan hasil FGD dengan berbagai pelaku usaha, perusahaan global

masih melihat adanya tumpang tindih dalam regulasi di Indonesia. Selain itu, skema

insentif pajak yang diberikan kurang menarik dibandingkan dengan insentif yang

diberikan negara peers lain. Hal tersebut menyebabkan perusahaan induk dari

perusahaan MNC menahan ekspansi industri di Indonesia dan memilih negara lain,

seperti Thailand yang memberikan insentif pajak lebih baik. Untuk itu, pemerintah

perlu melihat kebijakan yang diterapkan negara lain, seperti Thailand dalam

menetapkan kebijakan dan skema insentif investasi yang lebih menarik sehingga

Indonesia dapat mendorong FDI berorientasi ekspor dan teknologi tinggi.

2 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Page 34: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

32

5. Simpulan dan Saran

5.1. Simpulan

Hasil penelitian membuktikan terjadinya perpindahan atau shifting

kebutuhan tenaga kerja di industri manufaktur di Indonesia, yaitu dari non-skilled

labor menuju skilled labor. Perpindahan tersebut merupakan dampak perubahan

teknologi (skill-biased technology change). Dari pengujian empiris ditemukan

hubungan yang signifikan antara perubahan rasio jumlah pekerja skilled labor

terhadap jumlah pekerja non-skilled labor dan share upah skilled labor terhadap

upah non-skilled labor. Selain menunjukkan adanya pengaruh teknologi terhadap

kebutuhan tenaga kerja di Indonesia, temuan ini juga mengindikasikan adanya

ketidakseimbangan suppy-demand terhadap skilled labor di pasar tenaga kerja.

Kondisi tersebut menyebabkan disparitas upah semakin tinggi. Selain itu, terdapat

permasalahan ketidakcocokan atau mismatch antara kebutuhan industri dan

pasokan tenaga kerja. Dalam hal ini, jurusan pendidikan lulusan tidak sesuai

dengan keahlian yang dibutuhkan oleh industri.

Dengan pembagian periode pengamatan menjadi periode 2010-2012 dan

periode 2013-2015, terdapat temuan menarik, yaitu adanya dua jalur transmisi

teknologi. Kedua jalur tersebut, yaitu jalur FDI dan jalur R&D yang merupakan

sarana masuknya pengaruh teknologi ke dalam industri manufaktur di Indonesia.

Dari sisi kelompok industri, kelompok industri teknologi rendah mengalami

perubahan jalur transmisi, yaitu dari jalur R&D pada periode 2010-2012 menjadi

jalur FDI pada periode 2013-2015. Sebaliknya, kelompok industri teknologi

menengah-tinggi mengalami perubahan jalur transmisi teknologi, dari jalur FDI

pada periode 2010-2012 menjadi jalur R&D pada periode 2013-2015.

Pengaruh teknologi melalui jalur FDI menunjukkan bahwa peran investasi

asing dalam meningkatkan penguasaan dan penerapan teknologi di industri

domestik masih sangat dominan. FDI juga sudah mulai banyak masuk ke industri

teknologi rendah yang tecermin dari penguatan jalur FDI pada periode 2013-2015.

Sementara itu, R&D mulai terus dikembangkan oleh kelompok industri teknologi

menengah-tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa inovasi terus berkembang dalam

kelompok industri teknologi menengah-tinggi dalam negeri, terutama ketika

industri memasuki Era Industri 4.0 yang mengedepankan otomatisasi dan

penggunaan internet. Penelitian ini juga menemukan bahwa alih teknologi melalui

jalur ekspor-impor tidak signifikan terhadap skill-biased technology change. Hal itu

Page 35: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

33

berarti bahwa difusi teknologi baru melalui jalur transmisi imported material belum

kuat pengaruhnya.

5.2. Saran

Dari simpulan penelitian ini, terlihat bahwa sebagai sarana transmisi

teknologi, FDI dan R&D memiliki peran penting dalam industri manufaktur di

Indonesia. Dengan demikian, upaya peningkatan FDI dan R&D sangat diperlukan

sehingga transfer teknologi dapat terwujud lebih cepat. Untuk mendorong

peningkatan FDI diperlukan berbagai upaya untuk menarik investor asing, seperti

kestabilan makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkesinambungan. Di samping itu, faktor lain yang diperlukan adalah kestabilan

politik, iklim investasi yang kondusif, infrastruktur yang memadai, dan SDM yang

berkualitas sesuai dengan kebutuhan industri. Untuk menciptakan iklim investasi

yang kondusif dibutuhkan koordinasi yang erat antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Pengembangan kemudahan perizinan berusaha, seperti melalui

sistem Online Single Submission (OSS) merupakan suatu langkah yang tepat untuk

menarik minat investor masuk ke Indonesia. Sistem tersebut juga menunjang

implementasi berbagai Paket Kebijakan Ekonomi yang telah dikeluarkan

pemerintah.

Jalur lain yang juga penting untuk terus ditingkatkan adalah jalur R&D.

Untuk mendorong majunya kegiatan R&D di Indonesia, pemerintah perlu

menciptakan lingkungan investasi yang proinovasi, seperti pembuatan insentif

khusus bagi industri berbasis riset, pembuatan zona industri khusus riset dan

inovasi, penyediaan infrastruktur yang memadai, dan kepastian tersedianya tenaga

kerja berkualitas yang dapat diserap oleh industri tersebut. Selain itu, pemerintah

juga harus mendorong masuknya research center perusahaan yang memiliki

jaringan pemasaran global karena hal itu akan memberikan multiplier effect yang

sangat besar bagi industri Indonesia.

Temuan lain yang perlu dicermati dari hasi penelitian ini adalah

ketidakseimbangan suppy-demand terhadap skilled labor di pasar tenaga kerja.

Untuk mendorong peningkatan suplai skilled labor yang dibutuhkan industri,

pemerintah perlu melakukan penyelarasan kurikulum yang ada di lembaga

pendidikan atau jurusan/studi di perguruan tinggi. Penyesuaian ini sangat

diperlukan untuk mengatasi permasalahan ketidakcocokan ketenagakerjaan di

Indonesia. Program-program kemitraan antara lembaga pendidikan dan industri,

Page 36: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

34

seperti program link and match perlu ditingkatkan dan diperluas. Penguatan sumber

daya manusia (SDM) atau human capital di Indonesia tidak hanya dari sisi kuantitas,

tetapi juga dari sisi kualitas (Afandi, Anugrah, dan Bary, 2018). Selain itu, SDM yang

berkualitas sangat dibutuhkan untuk mendorong pengembangan R&D yang dapat

menarik investor asing untuk berinovasi di industri domestik.

Page 37: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

35

Daftar Pustaka

Acemoglu, D., & Restrepo, P. (2017). Robots and Jobs: Evidence from US Labor

Markets. Ssrn. https://doi.org/10.2139/ssrn.2940245

Acemoglu, D., & Restrepo, P. (2017). The Race Between Man and Machine:

Implications of Technology for Growth, Factor Shares and Employment.

NATIONAL BUREAU OF ECONOMIC RESEARCH, Working Pa.

Afandi, Y., Anugrah, D. F., & Bary, P. (2018). Human Capital and Economic Growth

Across Regions: A Case Study in Indonesia. Eurasian Economic Review.

Ananta, A. (1990). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Demografi

LPFEUI.

Autor, D. H., F. Katz, L., & Krueger, A. B. (1998). Computing Inquality: Have

Computers Changed the Labor Market? The Quarterly Journal of Economics,

(November). https://doi.org/10.1162/003355398555874

Baltagi, B. H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data. Vasa.

Berman, E., Bound, J., & Griliches, Z. (1994). Changes in the Demand for Skilled

Labor Within U.S. Manufacturing: Evidence From The Annual Survey of

Manufactures. The Quarterly Journal of Economics, (May).

https://doi.org/10.1080/09540250600667892

Berman, E., Bound, J., & Machin, S. (1997). Implications of Skill-Biased Technological

Change: International Evidence (NBER Working Paper Series No. 6166).

Cambridge.

Berman, E., Somanathan, R., & Tan, H. W. (2005). IS SKILL – BIASED

TECHNOLOGICAL CHANGE HERE YET ? Evidence from Indian

Manufacturing in the 1990s 1. World Bank Policy Research Working Paper,

3761.

Borensztein, E., De Gregorio, J., & Lee, J.-W. (1995). How Does Foreign Direct

Investment Affect Economic Growth? (NBER Working Paper Series No. 5057).

Cambridge.

Bound, J., & Johnson, G. (1989). Changes In The Structure of Wages During The

1980’s : An Evaluation of Alternative Explanations (NBER Working Paper

Series No. 2983). Cambridge. https://doi.org/10.3386/w2168

Chennells, L., & Reenen, J. Van. (1999). Has technology hurt less-skilled workers?

Graetz, G., & Michaels, G. (2015). Robots at Work (No. 1335). CEP Discussion Paper.

London.

Gropello, E. di, & Sakellariou, C. (2010). Industry and Skill Wage Premiums in East

Asia. The World Bank Policy Research Working Paper, WPS5379(July).

Haryani, S. (2002). Hubungan Industrial di Indonesia. Yogyakarta: AMP YKPN.

Horstein, A., Krusell, P., & Violante. (2005). The Effects of Technical Change on Labor

Page 38: PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI MANUFAKTUR DAN ...

36

Market Inequalities. NBER Macroeconomics Annual 2009, Volume 24, 1–130.

Retrieved from

http://www.econ.nyu.edu/user/violante/Books/GrowthHB_final.pdf

Lee, J., & Wie, D. (2013). Technological Change, Skill Demand, and Wage Inequality

in Indonesia (No. 340).

Lim, J., & Han, M. (2018). Impact of Technology on Wages and Productivity in

Singapore (No. 18-04). Manila.

Machin, S., & Reenen, J. Van. (1998). Technology and changes in skill structure:

evidence from seven oecd countries* s. The Quarterly Journal of Economics,

(November).

Potters, L. (2009). R&D in Low-Tech Sectors, (08), 1–17.

Ramaswamy, K. V. (2018). Technological Change, Automation and Employment: A

Short Review of Theory and Evidence. Mumbai.

https://doi.org/10.13140/RG.2.2.21433.06241

Seo, H., & Lee, Y. (2002). Ict Diffusion and Skill Upgrading in Korean Industries, 10–

11.

Sjöholm, F. (2016). Foreign Direct Investment and Value Added in Indonesia.

Working Paper-Department of Economics School of Economics and

Management Lund University, (1141).

Sukirno, S. (2005). Mikro Ekonomi Pengantar (3rd ed.). Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Sumarsono, S. (2003). Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan

Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.