1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Sering dikatakan bahwa masyarakat desa di Indonesia adalah masyarakat yang statis dan tidak maju. Pernyataan demikian biasanya didasarkan atas pandangan sepintas lalu yang tidak diteliti lebih dalam, karena tidak ada suatu masyarakat yang mandek sama sekali dalam perkembangannya sepanjang masa. Perubahan yang menarik untuk dibahas adalah perubahan sosial budaya pada individu atau masyarakat. Kebudayaan menurut Suparlan (2003:129) merupakan seperangkat sistem adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat- perangkat model pengetahuan yang secara selektif digunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong serta menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukannya. Perkembangan alam lingkungan tidaklah statis, namun cenderung lebih dinamis. Maka dari itu kebudayaan yang merupakan seperangkat sistem pengetahuan tentang adaptasi dengan alam akan ikut bergerak dinamis mengikuti perkembangan By: Darundiyo Pandupitoyo, S. Sos. and Friends Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah Analisis Perubahan Cultural Themes Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
49
Embed
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB IPENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Sering dikatakan bahwa masyarakat desa di Indonesia
adalah masyarakat yang statis dan tidak maju. Pernyataan demikian
biasanya didasarkan atas pandangan sepintas lalu yang tidak diteliti
lebih dalam, karena tidak ada suatu masyarakat yang mandek sama
sekali dalam perkembangannya sepanjang masa. Perubahan yang
menarik untuk dibahas adalah perubahan sosial budaya pada
individu atau masyarakat.
Kebudayaan menurut Suparlan (2003:129) merupakan
seperangkat sistem adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai
oleh manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-
perangkat model pengetahuan yang secara selektif digunakan
untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan yang dihadapi
dan untuk mendorong serta menciptakan tindakan-tindakan yang
diperlukannya.
Perkembangan alam lingkungan tidaklah statis, namun
cenderung lebih dinamis. Maka dari itu kebudayaan yang
merupakan seperangkat sistem pengetahuan tentang adaptasi
dengan alam akan ikut bergerak dinamis mengikuti perkembangan
By: Darundiyo Pandupitoyo, S. Sos. and Friends
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural Themes
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
2
alam lingkungan yang lebih kita kenal dengan istilah perubahan
sosial budaya.
Perubahan-perubahan pada bentuk dan pola individu atau
masyarakat inilah yang sangat menarik untuk kita pahami lebih
lanjut, karena setiap perubahan memiliki efek dan makna yang
berbeda-beda. Perubahan sosial budaya yang ada dalam
masyarakat melewati tiga tahapan penting, yaitu perubahan dalam
tataran individu, tataran masyarakat dan tataran kebudayaan.
Masing-masing tataran memiliki baberapa variabel yang
mempengaruhi ataupun yang terpengaruh.
Perubahan sosial budaya bisa terjadi akibat perubahan
secara ekonomi yang dialami oleh suatu masyarakat atau individu.
Perubahan ekonomi menyebabkan tingkat kesejahteraan seseorang
berubah dan juga seseorang bisa memperoleh sesuatu yang
diinginkan. Tingkat pemenuhan kebutuhan manusia dan tingkat
kesejahteraan kehidupan materialnya ditentukan oleh oleh tingkat
teknologi dan eKonomi, namun hal tersebut tidak terlepas dari
unsur-unsur budaya yang ada, aspek-aspek biologi dan emosi
manusia yang bersangkutan dan juga kualitas dan kuantitas sumber
daya energi yang tersedia dan ada dalam lingkungan.
Dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut salah satu
aspek penting yang sering dilupakan oleh kebanyakan masyarakat
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
3
adalah aspek tradisi dan kebudayaan setempat. Pentingnya apek
sosial ini karena manusia adalah makhluk sosial yang hampir
sebagian besar kegiatan pemenuhan kebutuhan dicapai melalui
kehidupan sosial budaya.
Masyarakat terpacu untuk melakukan inovasi yang berbeda
antara satu orang dalam suatu masyarakat.seperti yang dikatakan
oleh Suparlan (2003.133):
Usaha-usaha pemenuhan kebutuhan manusia yang dilakukan
oleh para warga suatu masyarakat tidak selamanya dalam
melaksanakannya dilakukan secara seragam atau tanpa
variasi-variasi. Pengecualian-pengeculaian atau penyimpangan-
penympangan secara individual dari pedoman yang berlaku
umum sesuai dengan tradisi-tradisi yang berlaku setempat
selalu terjadi. Hal ini disebabkan karena variasi-variasi dalam
hal pengetahuan kebudayaan yang dipunyai oleh masing-
masing individu.
Penelitian yang kami laksanakan di desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang kali ini terfokus pada strategi adaptasi
ekonomi yang dilakukan masyarakat setempat sebagai akibat
dibangunnya kawasan agrowisata kebun teh di desa Wonosari.
Desa Ketindan tepat berada di Main road menuju ke kawasan
agrowisata kebun teh wonosari, sehingga beberapa aspek
kehidupan masyarakat ikut terpengaruh.
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
4
Bila kita menganut teori Opler dalam Suparlan (2003:136)
mengenai cultural themes, maka kita bisa memasukkan desa
Ketindan dalam tema kebudayaan dsa pertanian Jawa, dan
dengan melihat dari sudut pandang tersebut serta
membandingkannya dengan keadaan sekarang, tentunya akan
kelihatan bahwa terjadi suatu perubahan sosial budaya yang
gradual di kalangan masyarakat desa Ketindan.
Kami melihat pengaruh virus N ach (Need for Achievements)
di kalangan masyarakat desa ketindan membawa mereka jeli
dalam melihat kesempatan dan mempergunakan kesempatan
tersebut dengan berinovasi dan baradaptasi demi kelangsungan
hidup mereka.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan kami diatas, terdapat beberapa
pertanyaan penelitian:
1. Bagaimanakah bentuk strategi adaptasi ekonomi
masyarakat desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten
Malang terhadap adanya kawasan agrowisata kebun teh
Wonosari?
2. bagaimanakah bentuk perubahan sosial budaya yang
muncul bila ditilik dari cultural themes yang dimiliki oleh
masyarakat setempat?
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
5
I.3 Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan bagaimana bentuk strategi adaptasi ekonomi
masyarakat desa Ketinadan, Kecamatan Lawang,
Kabupaten Malang terhadap adanya kawasan agrowisata
kebun teh Wonosari
2. Menganalisa dan mendeskripsikan bentuk perubahan sosial
budaya yang muncul bila ditilik dari cultural themes yang
dimiliki oleh masyarakat setempat?
I.4 Kerangka Teori
Setiap masyarakat semasa hidupnya pasti mengalami
perubahan-perubahan. Bagi seseorang yang sempat meneliti
susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan
membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat
itu dalam waktu lampau akan tampak perubahan-perubahan yang
terjadi di dalamnya (Yuliati & Poernomo:2003). Dalam teori
mengenai perubahan-perubahan dalam masyarakat sering
dipersoalkan perbedaan antara perubahan sosial (social changes)
dan perubahan kebudayaan (cultural changes). Perbedaan
tersebut akan sangat bergantung pada perbedaan definisi antara
pengertian kebudayaan dan masyarakat. Apabila perbedaan
definisi itu dapat dinyatakan dengan tegas, maka dengan
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
6
sendirinya perbedaan antar perubahan kemasyarakatan dengan
budaya dapat diterangkan dengan jelas.
Akan tetapi oleh karena tidak ada masyarakat yang
mempunyai kebudayaan, dan sebaliknya tidak mungkin ada
kebudayaan yang menjelma dalam suatu masyarakat, maka
sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari acapkali tidak mudah
menentukan dimana letak pemisah antara masyarakat dan
kebudayaan. Menurut Selo Sumarjan (1964) biasanya diantara
kedua gejala tersebut dapat ditemukan hubugan timbal balik
sebagai sebab akibat (causal relationship).
Suparlan (2003:136) menulis bahwa pada dasarnya
perubahan kebudayaan itu berupa suatu modifikasi yang terjadi
pada perangkat-perangkat ide dan yang disetujui secara sosial
oleh para warga mesyarakat yang bersangkutan, perubahan
kebudayaan tersebut dapat terjadi pada isi struktur ataupun pada
konfigurasi dan cara-cara hidup tertentu. Sebuah kebudayaan
dapat juga berubah karena adabya unsur-unsur kebudayaan dari
luar yang diterima (difusi) seperti misal migrasi, peperangan,
penjajahan, adopsi teknologi dan ekonomi baru. Perubahan sosial
budaya juga bisa tejadi karena adanya inovasi yang berasal dari
dalam lingkungan pendukung kebudayaan itu sendiri.
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
7
Koentjaraningrat (1984:195) menuliskan bahwa kebudayaan
memiliki tujuh unsur universal, yaitu: religi, bahasa, kesenian,
sistem teknologi, ilmu pengetahuan, organisasi sosial, mata
pencaharian. Ketujuh unsur tersebut penting dalam hal penentuan
tingkat kebutuhan manusia, namun Suparlan (2003: 131)
mengatakan bahwa diantara ketujuh unsur universal kebudayaan
tersebut, terdapat dua unsur terpenting dalam menentukan tingkat
pemenuhan kebutuhan dan kehidupan material manusia, yaitu
teknologi dan ekonomi.
Unsur ekonomi tentu saja tidak bisa terlepas dari mata
pencaharian individu atau kelompok. Masyarakat yang berekonomi
maju tentu bisa membeli apa yang dia inginkan, dan hal tersebut
bisa merubah budaya personal atau kelompok masyarakat. Fortes
menulis bahwa kebudayaan seseorang bisa ditransmisikan kepada
individu lain dalam tiga tahapan, yaitu tahapan imitasi, tahapan
identifikasi dan tahapan sosialisasi.
Dengan menggunakan paradigma Fortes, maka kita dapat
melihat bahwa perubahan budaya yang menjangkiti individu atau
kelompok dapat dipindahkan kepada individu atau kalompok lain
bahkan bisa ke arah cakupan yang lebih besar. Seperti misalkan
seseorang yang kaya di desanya membeli sebuah televisi atau
radio, sehingga dia bisa melihat hal-hal baru yang belum pernah
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
8
mereka lihat sebelumnya. Setelah melihat individu tersebut
melakukan imitasi terhadap apa yang dilihatnya di televisi. Setelah
tahap imitasi, individu melakukan tahapan identifikasi dengan
mendalami betul apa yang ditirunya. Tahap terakhir adalah tahap
sosialisasi, dimana individu tersebut menyebarkannya ke anggota
masyarakat lain.
Maka dari itu kita tidak bisa melupakan peran perilaku
individu dan aspek psikologisnya. Geertz dalam sebuah buku
karangan Robert L. Bee berjudul Patterns And Processes
menuliskan bahwa perilaku manusia adalah data kasar dalam
sebuah penelitian sosial, dimana bersangkutan dengan tiga aspek
yaitu aspek struktur sosial, aspek kebudayaan dan aspek
psikologis yang ketiganya tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Jika perubahan sosial tersebut dimulai dari perubahan
ekonomi, maka perlu kita lihat faktor apa saja yang membuat
masyarakatnya bergerak untuk memperbaiki kondisi perekonomian
mereka. Kami melihat pengaruh adanya jalan utama menuju ke
arah kawasan kabun teh Wonosari yang melewati desa Ketindan
sangatlah besar bagi pembangunan toko-toko, atau pembukaan
lahan pekerjaan bagi masyarakat sakitarnya.
Menurut Mclelland dalam Weiner (1986:5) terdapat suatu
virus mental dimana menyebabkan individu atau masyarakat
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
9
bekerja lebih giat dari biasanya guna memahami dorongan
modernisasi dan kebutuhan hidup. Virus mental ini disebut dengan
virus N Ach (Need For Achievments). Masyarakat yang jeli melihat
peluang kerja dengan adanya pembangunan kawasan agrowisata
wonosari, akan sangat terbantu bila di dalam pikiran mereka sudah
dijangkiti virus mental tersebut. N ach akan membantu masyarakat
inovatif dan revolusioner dimanapun mereka berada.
Kejelian melihat kesempatan yang ada di depan mata juga
merupakan suatu bagian dari sebuah proses pembelajaran
seseorang. Malinowski menuliskan bahwa dalam manusia dalam
bertindak selalu diawali dengan adanya stimulus atau rangsangan,
lalu muncullah drive dimana terdapat suatu dorongan kuat dalam
diri manusia untuk melakukan sesuatu terhadap rangsangan
tersebut. Setelah drive, barulah muncul response yang berupa
suatu tindakan nyata akibat dari stimulus dan drive.
Karena itu, masyarakat yang jeli melihat peluang
dibangunnya kawasan agrowisata kebun teh Wonosari dijadikan
suatu stimulus, dengan begitu muncullah drive sebagai dorongan
dalam diri, dan akhirnya muncullah response sebagai tindakan
nyata semisal dengan membuka usaha baru.
Perubahan yang cultural themes yang kami amati berawal
dari bentuk awal desa Ketindan masa lalu yang terkonfigurasikan
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
10
pada desa pertanian Jawa, karena pada zaman dahulu sawah dan
petani mendominasi bidang pekerjaan masyarakat (bisa dilihat dari
monografi tahun 2002 sampai 2006, jumlah petani dan lahan
sawah yang tadinya mendominasi pada tahun 2002 mulai
mengalami penyusutan pada tahun-tahun berikutnya).
Menurut Paul Landis (1948: 123-131) masyarakat desa
mempunyai kecenderungan psikologis sikap konservatisme dimana
sifat ini dilihat dari penghidupan pokok mereka yaitu bidang
pertanian dengan resiko alam yang terlalu besar. Hal ini juga
menyebabkan pertanian menjadi sektor yang sangat populer di
pedesaan, namun karena sifat fatalis yang ada di dalam diri
masyarakat pedesaan maka terdapatlah suatu fenomena
subsistence living1 dalam komunitas petani desa. Menurut Yuliati &
Poernomo (2003:59) subsistence living adalah akar dari kemiskinan
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dipilih
untuk mendeskripsikan secara mendalam fenomena perubahan
sosial budaya masyarakat. Metode ini diharapkan temuan-temuan
data lapangan dapat dideskripsikan dan dianalisis lebih dalam,
lebih jelas dan lebih akurat. Salah satu pendekatan dari metode
1 Subsistence Living adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan bahwa hidup seorang petani desa tergantung pada apa yang didapat hari itu juga dan dihabiskan hari tiu juga,. Mereka tidak pernah memikirkan apa yang besok akan dimakan karena hal tersebut adalah urusan esok hari dan terserah pada Tuhan akan memberikan apa.
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
11
kualitatif yang tepat digunakan pada penelitian ini adalah
etnometodologi
Dengan menggunakan pendekatan ini, lebih banyak
dipelajari suatu fenomena dengan pendukung proses perubahan
sosial budaya tersebut, sehingga peneliti dapat memahami dan
mendeskripsikannya. Salah satu antropolog kenamaan Clifford
Geertz mendorong para ilmuwan sosial agar mementingkan sisi
pandang yang diteliti. Itu sebabnya antropologi memerlukan
pendekatan yang mampu menghasilkan gambaran yang sangat
kental atau padat dan terinci. Dalam hal ini dapat dikategorikan pula
sebagai penelitian eksplorasi yang bersifat emik.
1.5.1 Lokasi penelitian
Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive atau
sengaja. Penelitian ini dilakukan di desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten malang.
1.5.2 Teknik penentuan informan
Informan adalah orang-orang yang pengetahuannya luas dan
mendalam mengenai masalah perubahan sosial budaya
masyarakat, sehingga ikut memberikan informasi yang bermanfaat
(Bungin, 2001:208). Informan dipilih berdasarkan beberapa kriteria
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
12
tertentu, dan pemilihan ini juga dilakukan secara purposive
(sengaja) berdasarkan informasi awal yang diperoleh peneliti.
Sedangkan kriteria pemilihan informan sebagaimana dikemukakan
oleh Spreadley (1995:61-70) adalah sebagai berikut:
1. Enkulturasi penuh
Enkulturasi merupakan proses yang ada dan pasti dalam
setiap studi tentang suatu budaya tertentu. Informan yang baik
adalah bagaimana ia mengetahui dengan jelas baik secara perilaku
maupun kognisi budaya mereka tanpa harus memikirkannya.
Kriteria ini merujuk pada para informan yang mengetahui pola
perubahan sosial budaya. Sehingga informan tersebut bersedia
memberikan informasi segala sesuatu yang berhubungan dengan
proses perubahan sosial budaya
2. Keterlibatan langsung
Keterlibatan langsung serta aktif seseorang informan dalam
setiap perkembangan budaya juga merupakan hal yang cukup
penting. Untuk hal ini peneliti merujuk pada santri yang mengikuti
kajian tersebut.
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
13
3. Suasana budaya yang tidak dikenal
Dalam kondisi ini jika seorang peneliti mempelajari suatu
budaya tertentu, dimana budaya tersebut tidak dikenalnya, maka
seorang peneliti diharuskan menciptakan sebuah hubungan yang
sinergis dan produktif dengan informan. Sementra itu seorang
peneliti juga diharuskan mempunyai sensitifitas yang tinggi terhadap
kemampuan membaca fenomena sosial yang sedang ia amati.
4. Cukup waktu
Dalam pemilihan seorang informan, maka hal – hal yang
harus mendapat perhatian khusus adalah informan – informan yang
mempunyai cukup waktu luang dan bersedia meluangkan waktunya
untuk penelitian ini. Kemudian dalam melakukan wawancara
dengan informan, idealnya waktu-waktu yang dipilih adalah siang
dan sore hari atau waktu-waktu lain yang telah disepakati antara
peneliti dengan informan.
5. Non analitik
Informan yang bagus adalah ketika ia dapat memberikan
sebuah respon yang cukup positif terhadap setiap pertanyaan–
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, tanpa ia harus memberikan
sebuah analisa yang rumit terhadap pertanyaan tersebut. Sehingga
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
14
informasi yang didapat bersifat polos apa adanya. Dan akhirnya
informan – informan yang dipilih adalah informan yang memenuhi
kriteria – kriteria di atas.
1.5.3 Strategi Pengumpulan Data
1. Pengamatan langsung (observasi)
Dalam penelitian ini digunakan pengamatan langsung
(observasi) dan terlibat terhadap fenomena yang terjadi pada
wilayah observasi, baik berupa budaya fisik, situasi, kondisi maupun
perilaku. Sehingga dapat diatikan bahwa pengamatan langsung dan
terlibat adalah suatu pengamatan yang dibarengi interaksi antara
peneliti dengan informan.
Kami menggunakan alat bantu untuk mengabadikan
beberapa gambar yang sekirana dapat memperkuat validitas data
kami. alat bantu tersebut seperti alat pemotret (kamera) untuk
mengambil foto atau gambar hidup (sebagai dokumentasi) pada
obyek-obyek yang relevan dengan tema yang hendak diteliti, serta
berhubungan dengan latar belakang etnografisnya.
2. Wawancara mendalam (Interview)
Dalam penelitian kualitatif, diperlukan wawancara yang
mendalam dengan beberapa informan untuk mendapatkan sebuah
gambaran yang jelas mengenai budaya dalam suatu masyarakat.
Bentuk komunikasi langsung tersebut berupa wawancara terbuka
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
15
(open interview) dan mendalam (in depth interview). Maksud dari
wawancara ini adalah untuk mengumpulkan seluruh keterangan dari
pengamatan mengenai perubahan sosial budaya suatu
masyarakat.Pelaksanaan wawancara tidak hanya sekali atau dua
kali, melainkan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi.
3. literatur
Kami menggunakan beberapa literatur untuk mendukung
penelitian kami. Kami menggunakan beberapa buku, artikel web
site, artikel koran yang berkaitan dengan topik yang kami kaji dalam
penelitian ini.
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
16
BAB II
DESA KETINDAN, KECAMATAN LAWANG, KABUPATEN MALANG
II.1. Umum
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari upaya
pembangunan secara nasional, dalam rangka mewujudkan
masyarakat Indonesia yang damai, demokrasi, berkeadilan,
berdaya saing, maju dan sejahtera dalam negara kesatuan RI.
Dalam GBHN tahun 1999 menyebutkan bahwa perlunya
mempercpt pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat terutama bagi petani dan nelayan melalui penyediaan
prasarana, pembangunan sistem agrobisnis, industri kecil dan
kerajinan rakyat, pembangunan kelembagaan, pengasaan teknologi
dan pemanfaatan SDM.
Dalam upaya pemberdayaan SDM tsb, sangat mutlak
ditingkatkan adanya penciptaan kondisi yang dapat mendorong
kemampuan untuk memperoleh dan memanfaatkan hak-hak
ekonomi, sosial politik, dalam rangka peningkatan kesejahteraan
dan kemandirian masyarakat.
II.2 Kondisi Geografis
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
17
Desa Ketindan merupakan salah satu dari 10 desa yang
berada di Kecamatan Lawang, dengan memiliki batas-batas :
♦ Seblh Utara : Desa Wonorejo dan Desa Turirejo
♦ Sebelah Timur : Kelurahan Lawang
♦ Sebelah Selatan : Desa Bedali dan Desa Toyomarto
♦ Sebelah Barat : PTPN Nusantara XII Wonosari
Struktur tanah di desa Ketindan termasuk jenis tanah litosal
cokelat. Dan pada topografinya merupakan suatu dataran yang
memiliki ketinggian 600m dari permukaan air laut, dan memiliki
kemiringan ± 15°, serta suhu rata-rata 22-32° C, dengan tingkat
curah hjn rata-rata 349 mm/thn.
Desa Ketindan memiliki luas wilayah sebesar 558.08 Ha,
yaitu diantaranya Tanah Kering (pemukiman) 213 Ha; Sawah 21
Ha; Tegal (perkebunan) 309 Ha; Makam 5 Ha; dll 10,8 Ha. Dari
segi adm pemerintahan Desa Ketindan terbagi atas dua dukuh yaitu
Dukuh Ketindan Krajan dan Dukuh Tegal Rejo.
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
18
II.3 Potensi SDA dan Sumber Pendapatan Asli Desa
Ketindan
SDA yang ada dan sekaligus menjadi paling pokok di Desa
Ketindan adalah Pertanian Lahan Kering atas tegal dengan memiliki
tanaman pokok Jagung, Ketela Pohon, atau Pohong dan Tebu.
Disamping itu ada juga tanaman Padi non-irigasi atau pengairan
dari Sumber Mata Air langsung yang menghasilkan beras untuk
kebutuhan masyarakat itu sendiri
Selain itu potensi SDA yang ada , Desa Ketindan juga juga
memilimki beberapa Sumber Pendapatan Asli, yang diperoleh dari
Sumber Mata Air (HIDDAM); Dana sumbangan pembangunan jalan
protokol; Permintaan pelayanan surat-menyurat; Tanah kas desa;
Tanah bondo desa; Retribusi IMB, ijin keramaian dan ijin usaha;
Presentase mutasi tanah; Bantuan dana pembangunan dari para
pengusaha, perusahaan, dinas/instansi yang berdomisili di desa,
juga tidak lepas dari bantuan penduduk tanah di desa yang
bertempat tinggal di luar desa Ketindan; dan Bantuan lain yan
bersifat sukarela dan tidak mengikat.
Perubahan Pola Mata Pencaharian Masyarakat desa Ketindan, Kecamatan
Lawang, Kabupaten Malang Sebagai Strategi Adaptasi Ekonomi Terhadap
Pembukaan Areal Wisata dan Industri Kebun Teh Wonosari: Sebuah
Analisis Perubahan Cultural themes
19
II.4 Kondisi Demografis
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari tahun 2002 –
2005, maka jumlah keseluruhan penduduk Desa Ketindan tercatat
sebanyak ± 6500 jiwa atau ±1500 KK., dengan jumlah laki-laki
sekitar ± 3200 jiwa dan perempuan sekitar ± 3300 jiwa.
Agama-agama yang dianut oleh penduduk Desa Ketindan
antara lain : Islam (6311 jiwa), Kristen Katolik (± 200 jiwa), dan
Hindu (hanya 1 jiwa).
Mobilitas / perubahan penduduk di Desa Ketindan dari tahun
2002-2005 yaitu :
Angka kelahiran pada tahun 2002-2005 relatif stabil yaitu