PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM KASUS PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Perdagangan Limbah Medis Rumah Sakit Saiful Anwar Malang Oleh Tersangka Daryono, S.K.M, M. Kes Dkk) I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Lingkungan hidup merupakan aset penting bagi terlaksananya proses pembangunan. Dengan posisi lingkungan hidup sebagai reservoir terjadinya berbagai proses ekologi yang merupakan satu kesatuan yang mantap dimana proses tersebut merupakan mata rantai atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup terhadap pembangunan. Lingkungan dan pembangunan merupan dua hal yang saling terkait sehingga kajian terhadap permasalahan lingkungan dan pembangunan memiliki sifat interdependensi yang berimplikasi sulitnya memperlakukan permasalahan lingkungan sebagai sektor yang terisolasi dalam dunia tersendiri. Pemanfaatan lingkungan oleh manusia dangan melakukan pengolahan terhadap alam beserta segala isinya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup merupakan salah satu dari dimensi kualitas kehidupan. Kualitas kehidupan tersebut yang menjadi salah satu tolok ukur pembangunan. Dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya tersebut, manusia menghasilkan suatu end product, by-product dan waste product. End-product adalah segala sesuatu yang diinginkan oleh manusia untuk dipenuhi sebagai kebutuhan hidupnya, by- product merupakan segala sesuatu yang terjadi dengan
26
Embed
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Kasus Pencemaran Lingkungan
Pertanggungjawaba Pidana Korporasi Dalam Perkara Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup dengan Modus Operandi Perdagangan Limbah Medis oleh Oknum Rumah Sakit Saiful Anwar MAlang atas Nama Tersangka Daryono, Dkk.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASIDALAM KASUS PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Kasus Perdagangan Limbah Medis Rumah Sakit Saiful Anwar Malang Oleh Tersangka Daryono, S.K.M, M. Kes Dkk)
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lingkungan hidup merupakan aset penting bagi terlaksananya proses
pembangunan. Dengan posisi lingkungan hidup sebagai reservoir terjadinya
berbagai proses ekologi yang merupakan satu kesatuan yang mantap dimana
proses tersebut merupakan mata rantai atau siklus penting yang menentukan
daya dukung lingkungan hidup terhadap pembangunan. Lingkungan dan
pembangunan merupan dua hal yang saling terkait sehingga kajian terhadap
permasalahan lingkungan dan pembangunan memiliki sifat interdependensi yang
berimplikasi sulitnya memperlakukan permasalahan lingkungan sebagai sektor
yang terisolasi dalam dunia tersendiri.
Pemanfaatan lingkungan oleh manusia dangan melakukan pengolahan
terhadap alam beserta segala isinya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Kebutuhan hidup merupakan salah satu dari dimensi kualitas
kehidupan. Kualitas kehidupan tersebut yang menjadi salah satu tolok ukur
pembangunan. Dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya tersebut, manusia menghasilkan suatu end
product, by-product dan waste product. End-product adalah segala sesuatu
yang diinginkan oleh manusia untuk dipenuhi sebagai kebutuhan hidupnya, by-
product merupakan segala sesuatu yang terjadi dengan sendirinya selama
proses pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan waste product adalah sisa
atau limbah yang dihasilkan dari rangkaian pemenuhan kebutuhan hidup
manusia. Seluruh hasil dari proses pemenuhan kebutuhan hidup manusia
tersebut dapat menjadi bahan pencemar terhadap lingkungan hidup manusia.
Oleh karena itu maka proses pembangunan seharusnya didahului oleh
perencanaan dengan analisis tentang manfaat-manfaat yang dapat dicapai dari
pelaksanaan proses pembangunan tersebut. Hal tersebut selaras dengan isu
global saat ini dalam pelaksanaan pembangunan yaitu tentang konsep
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Menurut Bruntland
dalam Supardi (1994), menyatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan
didefinisikan sebagai pembangunan untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
Dalam pemenuhan kebutuhan terhadap kesehatan, masyarakat saat ini tidak
dapat lepas dari keberadaan pusat pelayanan kesehatan publik berupa rumah
sakit. Rumah sakit selain berfungsi sebagai sarana bagi manusia dalam
mendapatkan pelayanan di bidang kesehatan, namun dalam pelaksanaan
berbagai kegiatan fungsionalnya tersebut juga memberikan ekses tersendiri bagi
lingkungan berupa limbah.
Seiring dengan kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kedokteran, ada dampak positif yang ditimbulkandi dunia medis berupa
penggunaan peralatan medis yang canggih disukung metode pemeriksaan
secara biokimia untuk melakukan berbagai diagnosa terhadap elemen tubuh
manusia. Namun, dampak negatifnya adalah bahan-bahan berupa zat-zat kimia
atau bahan obat-obatan dan bahan radioaktif (bahan pencemar) yang
digunakan dalam proses medis tersebut terlepas ke alam sekitarnya. Ditambah
lagi konsekuensi rumah sakit sebagai pusat layanan medis selalu bersentuhan
dengan resiko penyebaran sumber penyakit dari para pengguna jasanya dalam
hal ini adalah orang-orang yang menderita penyakit. Oleh karena itu dalam
pelaksanaan operasional kerjanya, rumah sakit selalu harus memilik tatanan
kerja, prosedur kerja tetap dan aturan lainnya yang harus dipatuhi oleh pihak-
pihak yang berkompeten di dalamnya. Tujuan dari semua itu adalah untuk
mencegah terjadinya permasalahan yang diakibatkan aliran bahan-bahan
pencemar dimaksud. Dalam hal ini pemerintah telah memberikan regulasi
khusus yaitu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. : 1204/Menkes/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Berdasarkan hasil studi oleh negara-negara maju, dinyatakan tentang
bagaimana gawatnya limbah rumah sakit dapat dibayangkan dari berapa jumlah
limbah yang dihasilkan suatu rumah sakit setiap tahunnya. Di Negara maju rata-
rata 3,8 kg limbah per tempat tidur per hari atau sampai 25.000 ton per tahun
(8,11); dan setiap 4 kg limbah rumah sakit maka 1 kg-nya pasti infeksius,
sebagaimana pernyataan yang ditulis Alvim-Ferraz MC, Afonso SA dalam
bukunya Incineration of different types of medical wastes: emission factors for
particulate matter and heavy metals tahun 2003.
2
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis di rumah sakit bukan berarti tidak
memiliki nilai ekonomis, limbah medis seperti bekas botol infus, selang infus,
spuit (alat suntik) dan botol obat-obatan tenyata dapat dijadikan sebagai bahan
komoditas, namun tentu saja melalui prosedur-prosedur yang telah ditetapkan
sesuai peraturan yang berlaku. Komersialisasi limbah medis yang hanya
berorientasi terhadap nilai ekonomis tanpa memperhatikan aspek lingkungan
tentunya tidak dapat dibenarkan.
Terungkapnya kasus perdagangan limbah medis yang dilakukan oknum
Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang oleh penyidik Subbag Reskrim
Polwil Malang pada tanggal 11 Desember 2008 sontak menyita perhatian publik
baik lokal Malang maupun nasiona melalui pemberitaan di media massa. Dari
pengungkapan kasus tersebut didapatkan fakta bahwa oknum RSSA yaitu
Daryono, S. K. M. M. Kes selaku Kepala Instalasi Penyehatan Lingkungan (IPL)
RSSA dan stafnya Rudy Sutijo Pramono selaku Koordinator Pengelolaan Limbah
Padat pada IPL RSSA telah melakukan praktek penjualan limbah medis infeksius
RSSA untuk kepentingan pribadinya. Kedua oknum tersebut tidak menjalankan
tanggung jawabnya yang seharusnya untuk melakukan pengelolaan limbah
sesuai prosedur namun justru menyalahgunakan kewenanganannya.
Latar belakang penulis sebagai KBO Reskrim Polresta Malang pada saat
pengungkapan kasus tersebut terlibat dalam proses penyelidikan gabungan
beserta para penyidik Subbag Reskrim Polwil Malang dikarenakan terungkapnya
kasus tersebut berawal dari adanya informasi masyarakat kepada Kapolwil
Malang dan Kapolresta Malang melalui surat tertulis. Namun proses penyidikan
terhadap perkara dimaksud selanjutnya dilakukan oleh penyidik Subbag Reskrim
Polwil Malang.
Fenomena perdagangan limbah medis secara ilegal tersebut menjadi
menarik disebabkan masih jarangnya pengungkapan kasus serupa bahkan di
Polda Jatim pun belum pernah ada kesatuan yang menangani kasus serupa.
Disamping itu, proses penetapan tersangka yang hanya menyentuh Tersangka
Daryono, S. K. M. M. Kes selaku Kepala Instalasi Penyehatan Lingkungan (IPL)
RSSA dan stafnya Rudy Sutijo Pramono selaku Koordinator Pengelolaan Limbah
Padat pada IPL RSSA oleh penyidik Subbag Reskrim Polwil Malang juga
menarik untuk dianalisa mengingat sebenarnya terdapat fakta hukum yang dapat
menjerat Direktur RSSA yang pada saat terjadinya kasus tersebut sedang dijabat
oleh Dr. Pawik Supriadi-saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan
3
Propinsi Jawa Timur-sebagai tersangka pula dalam kasus itu, namun faktanya
tidak demikian dimana justru Dr. Pawik Supriadi seolah tak tersentuh oleh hukum
dengan hanya dijadikan saksi dalam perkara dimaksud. Oleh karena menjadi
daya tarik sendiri bagi penulis untuk menganalisis lebih jauh tentang proses
penyidikan kasus tersebut khususnya dalam hal pembuktiannya sehubungan
dengan dikategorikannya kasus dimaksud sebagai kasus tindak pidana
lingkungan hidup serta lebih jauh lagi terkait dengan pertanggungjawaban pidana
korporasi dalam perkara dimaksud.
2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, permasalahan yang akan
dibahas dalam penulisan ini adalah ”Bagaimana upaya pembuktian tindak pidana
lingkungan hidup dalam kasus pencemaran lingkungan hidup beserta
pertanggungjawaban pidana korporasinya (dengan studi kasus perdagangan
limbah medis RSSA Malang oleh tersangka Daryono, S.K.M, M. Kes Dkk) ?
3. Persoalan-persoalan
a. Bagaimana proses terjadinya perdagangan limbah medis RSSA oleh
tersangka Daryono, S.K.M, M. Kes Dkk ?
b. Bagaimana ketentuan normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku tentang pengelolaan limbah medis rumah sakit ?
c. Bagaimana upaya penyidik Subbag Reskrim Polwil Malang dalam melakukan
pembuktian kasus perdagangan limbah medis RSSA ?
d. Bagaimana penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kasus
perdagangan limbah medis RSSA oleh tersangka Daryono, S.K.M, M. Kes
Dkk ?
II. PEMBAHASAN
1. Posisi Kasus Tersangka Daryono, S.K.M, M. Kes Dkk
Penyidik gabungan Subbag Reskrim Polwil Malang dan Sat Reskrim Polwil
Malang mulai melakukan penyelidikan terhadap dugaan kasus perdagangan
limbah medis RSSA sejak tanggal 15 September 2008 berdasarkan laporan
masyarakat melalui surat a.n. SUPENO (anonim) kepada Kapolwil Malang dan
Kapolresta Malang. Setelah melakukan proses obsevasi sasaran penyelidikan,
penyidik melakukan undercover buy limbah medis kepada tersangka Daryono
dan Rudy. Dalam undercover buy tersebut, penyidik berhasil membeli limbah
medis berupa : 1) 57,5 kg botol infus dengan harga Rp. 9000,- per kg; 2)
50 kg botol obat-obatan dengan harga Rp. 400,- per kg; 3) 60 kg selang
4
infus dengan harga 2000,- per kg; dan 4) 29 kg spuit tanpa jarum
dengan harga 5.500,- per kg. Limbah medis berupa botol infus, selang
infus dan spuit tersebut sebelum dijual kepada para pembelinya, hanya
dibersihkan dengan cara merendamnya ke dalam larutan air dengan
kaporit selama kurang lebih tiga menit, sedangkan limbah medis berupa
botol obat-obatan tidak dibersihkan sama sekali.
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut, selanjutnya penyidik Subbag
Reskrim Polwill Malang meningkatkan status penanganan kasus
dimaksud ke tahap penyidikan dengan tersangka utama Daryono dan
Rudy. Pasal yang dipersangkakan dalam perkara dimaksud adalah pasal
43 ayat (1) UU RI No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPLH), yaitu “Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, sengaja melepaskan atau membuang zat,
energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas
atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan
impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut,
menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat
beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan
kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara
paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah)”.
Terhadap limbah medis yang berhasil dibeli saat undercover buy tersebut,
telah dilakukan penyitaan dan dilakukan pemeriksaan di Labfor Polri Cabang
Surabaya dengan hasil yang menyatakan bahwa limbah medis RSSA
tersebut termasuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) sebagaimana ketentuan PP RI No. 85 tahun 1999 tentang Perubahan
atas PP RI No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Barang bukti
lain yang disita penyidik adalah : 1) 1 lembar daftar penjualan sampah daur
ulang di TPS dan Insinerator RSSA; dan 2) 1 lembar Surat Keterangan Angkut
Barang Bekas RSSA. Disamping itu, Tersangka Daryono menerangkan kepada
penyidik bahwa perbuatannya memperdagangkan limbah dimaksud dilakukan
atas perintah lesan Dr. Pawik Supriadi bahkan sebagian uang hasil penjualan
limbah tersebut juga masuk ke “kantong pribadi” Dr. Pawik Supriadi, namun
hingga kini Dr. Supriadi belum pernah dilakukan pemeriksaan sebagai
5
tersangka oleh penyidik Subbag Reskrim Polwil Malang. Tahap penyidikan
perkara dimaksud sampai dengan saat ini yaitu bahwa perkara dimaksud
sudah dinyatakan lengkap hasil penyidikannya oleh JPU Kejari Malang dan
terhadap Tersangka Daryono dan Rudy beserta barang buktinya telah
dilakukan penyerahan oleh penyidik Subbag Reskrim Polwil Malang kepada
JPU Kejari Kota Malang.
Berdasarkan hasil wawancara tertutup penulis dengan salah satu penyidik
perkara dimaksud, didapatkan fakta bahwa tidak dilakukannya pemeriksaan Dr.
Pawik Supriadi tersebut dikarenakan adanya beberapa alasan sebagai berikut :
a. Sebenarnya terhadap Dr. Pawik Supriadi telah ditetapkan sebagai
tersangka dalam perkara dimaksud dan telah dilakukan pemanggilan
sebagai tersangka, namun dikarenakan Dr. Pawik Supriadi “menghadap”
kepada salah satu atasan penyidik tersebut dan selanjutnya atasan
penyidik tersebut memerintahkan kepada penyidik untuk tidak melakukan
pemeriksaan terhadap Dr. Pawik Supriadi sebagai tersangka dalam
perkara dimaksud melainkan sebagai saksi. Penetapan status tersangka
kepada Dr. Pawik dimaksud hanya sebatas pemahaman penyidik tentang
pertanggungjawaban pidana secara perseorangan.
b. Alat bukti yang dimiliki penyidik untuk menjerat Dr. Pawik Supriadi sebagai
tersangka hanya berupa keterangan tersangka, yaitu keterangan
Tersangka Daryono.
b. Penyidik tidak memahami tentang pertanggungjawaban pidana korporasi
dalam perkara tindak pidana pencemaran lingkungan hidup.
2. Ketentuan Pengelolaan Limbah Medis
Ketentuan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur secara
khusus tentang pengelolaan limbah medis rumah sakit adalah Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. : 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Dalam poin IV. A peraturan dimaksud,
dijelaskan tentang definisi dan kategorisasi tentang limbah rumah sakit secara
umum dan spesifik. Limbah rumah sakit didefinisikan sebagai semua limbah
yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas,
yang secara lebih lanjut diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis padat dan non-medis.
6
b. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah