Top Banner
PERSPEKTIF SISTEM PENDIDIKAN MENURUT FAKTOR PENDUKUNGNYA: SEKOLAH, KEPALA SEKOLAH, SISWA, GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN, KURIKULUM DAN EVALUASI, DANA, SARANA DAN PRASARANA MAKALAH Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan: Fakta, Kebijakan, Teori dan Filsafat diampu oleh Prof. Dr. H. Achmad Sanusi dan Dr. Yosal Iriantara Oleh Denny Kodrat NPM: 4103810413007 Denny Kodrat |Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 1
33

Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

Jun 24, 2015

Download

Education

Denny Kodrat

Teori Kompleksitas, Pendidikan, input,proses, output, sekolah, kepala sekolah, guru, siswa, kurikulum, dana, sarana dan prasarana
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

PERSPEKTIF SISTEM PENDIDIKAN MENURUT FAKTOR PENDUKUNGNYA: SEKOLAH, KEPALA SEKOLAH, SISWA, GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN, KURIKULUM DAN

EVALUASI, DANA, SARANA DAN PRASARANA

MAKALAH

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan: Fakta, Kebijakan, Teori dan Filsafat diampu oleh Prof. Dr. H. Achmad Sanusi dan Dr. Yosal Iriantara

OlehDenny Kodrat

NPM: 4103810413007

PROGRAM DOKTOR ILMU PENDIDIKAN/MANAJEMEN PENDIDIKANPROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA2013

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 1

Page 2: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

PERSPEKTIF SISTEM PENDIDIKAN MENURUT FAKTOR PENDUKUNGNYA: SEKOLAH, KEPALA SEKOLAH, SISWA, GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN, KURIKULUM DAN EVALUASI,

DANA, SARANA DAN PRASARANA

“If you want an education, join the revolution” (Ernesto Che Guevara, dalam Walker,1981:120)

Pendahuluan

Pendidikan (education) tidaklah dibatasi oleh sekadar pergi ke sekolah, duduk di ruang kelas,

mendengarkan, menyimak dan melakukan instruksi guru di dalam kelas. Pendidikan tidak

dapat dipersempit dengan mengikuti pendidikan formal dari level sekolah dasar, sekolah

menengah pertama, sekolah menengah atas hingga pendidikan tinggi. Pendidikan tidak bisa

diukur oleh berapa banyak ijasah formal yang dimiliki. Pendidikan sejatinya merupakan

bagian dari naluri manusia. Dia ada setua peradaban manusia. Oleh karenanya, mengutip

bahasa Prof. Achmad Sanusi, bahwa pendidikan sebagai upaya untuk mengajari manusia

berpikir (higher order thinking skills) (Sanusi, 2013), oleh karenanya tidaklah keliru saat

Indonesia dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

selain menyelenggaran pendidikan formal, juga mengakui keberadaan pendidikan non-

formal dan informal. Ini berarti, pemaknaan mengenai pendidikan tidaklah harus

dipersempit dengan hanya mendirikan pusat-pusat pendidikan formal yang barangkali

hanya menyentuh 50 persen penduduk Indonesia, tetapi juga bagaimana pemerintah dan

masyarakat mengembangkan dan memantapkan pendidikan non-formal dan informal,

untuk mencapai tujuan pendidikan yang diamanatkan dalam Undang Undang Dasar 1945,

yaitu untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta

akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karenanya tidaklah keliru

saat Che Guevara mengatakan, “If you want an education, join the revolution” (Jika anda

ingin pendidikan, maka bergabunglah dalam revolusi), ungkapan ini dapat dimaknai sebagai

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 2

Page 3: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

pembentukan diri manusia, dimana kondisi revolusi, perang yang penuh dengan

ketidakstabilan, akan mampu “memaksa” manusia untuk menghadirkan potensi-potensi

dirinya, salah satunya adalah berpikir: memikirkan dunia yang lebih baik pasca revolusi,

memikirkan menjadi insan yang berguna pasca revolusi, yang hal tersebut bisa jadi sulit

dihadirkan dalam kondisi-kondisi yang nyaman, aman, damai seperti yang tengah dialami

Indonesia saat ini.

Driyarkara (1980) menyebutkan bahwa pendidikan adalah memanusiakan manusia

muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf mendidik. Sementara itu, Crow and Crow

(1960) menyebut pendidikan sebagai modern educational theory and practice not only are

aimed at preparation for future living but also are operative in determining the pattern of

present, day-by-day attitude and behavior. Sedangkan Fattah (2008) mengidentifikasi

pendidikan menjadi:

a. Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga

bermanfaat untuk kepentingan hidup.

b. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencana dalam

memilih isi (materi), strategi dan teknik penilaiannya yang sesuai.

c. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkugan keluarga, sekolah dan masyarakat

(formal, non formal dan informal)

Upaya yang ditempuh oleh pemerintah guna mencapai tujuan pendidikan nasional

sebagaimana yang menjadi program rencana strategis Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan (sebelumnya Kementerian Pendidikan Nasional) tahun 2010-2014, yaitu

dengan menggulirkan visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan “Terselenggaranya

layanan prima pendidikan nasional untuk membentuk insan Indonesia cerdas

komprehensif” (Kemdiknas, 2010). Pertanyaan sederhananya adalah apakah visi ini dapat

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 3

Page 4: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

tercapai dengan ukuran-ukuran yang sudah ditetapkan dalam rencana strategis

Kementerian Pendidikan dan Budaya ini? Kemudian apakah seiring terus bergesernya

pendidikan dari pola status quo (birokratis/top down) menuju pelibatan masyarakat atau

yang dikenal dengan Manajemen berbasis Sekolah (School based Management) untuk

mewujudkan learning community pemerintah tidak gagap dengan menghadirkan rencana

program yang memadai untuk perwujudan MBS yang ideal? Dalam konteks pendidikan

formal, apakah sistem pendukung mikro pendidikan, seperti sekolah, kepala sekolah, siswa,

guru dan tenaga kependidikan, kurikulum dan evaluasi, dana, sarana dan prasarana memiliki

semangat yang sama untuk mendukung pola pendidikan yang bergeser dari status quo

menuju MBS ini? Di saat negara-negara tetangga di Asia Tenggara, sebut saja Singapura atau

tetangga kita di belahan timur, seperti Australia, Jepang, Korea, atau belahan Eropa seperti

Inggris, Swedia, Finladia, Jerman dan negara-negara di Amerika, seperti AS sendiri, sudah

mulai jauh meninggalkan Indonesia, dengan menghadirkan atau beranjak ke pola

pendidikan yang melibat ICT (Information Communication Technology) (Mulyasa, 2012).

Mengacu pada 3 (tiga) pertanyaan di atas inilah, makalah ini akan membahas

seputar perspektif sistem pendidikan (formal) menurut faktor pendukungnya seperti

sekolah, kepala sekolah, siswa, guru dan tenaga kependidikan, kurikulum dan evaluasi,

dana, sarana dan prasarana, yang ditinjau secara fakta, kebijakan, teori dan filsafat.

Tinjauan Fakta: Faktor Pendukung Sistem Pendidikan

Berikut akan dibahas beberapa tinjauan fakta pendukung sistem pendidikan: (a). sekolah;

(b). kepala sekolah; (c). siswa; (d). guru dan tenaga kependidikan; (e). kurikulum dan sistem

evaluasi; (f). dana (g). sarana dan prasarana.

A. Sekolah

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 4

Page 5: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

Sekolah merupakan institusi yang bagian dari mikro pendidikan dimana interaksi

guru dan siswa terjadi, direncanakan, diadministrasikan, dijalankan dan dievaluasi. Tidak

hanya mengharuskan adanya bentuk bangunan fisik, ruang kelas, laboratorium, WC, kantin

dan lapangan olahraga yang memadai, namun lebih jauh dari itu, sekolah merupakan

representasi sistem pendidikan yang dapat diobservasi dan diukur (observable and

measurable). Itu karena proses pendidikan yang meliputi input-proses-output terjadi di

sekolah. Proses interaksi antara peserta didik dengan unsur-unsur yang memengaruhi

proses belajar seperti kurikulum, guru, tenaga kependidikan, materi ajar, hingga proses

belajar mengajar, berada di sekolah.

Dua sekolah Menengah Atas yang saya hadirkan dalam makalah ini merupakan

sekolah tempat saya mengajar. Pertama, SMA Taruna Bakti Bandung, berlokasi di Jalan.

Laksamana Laut R. E. Martadinata 52. Berlokasi di pusat kota dengan gedung bertingkat

lima. Cukup representatif untuk proses pembelajaran. Sekolah Menengah Atas menempati

lantai tiga dan empat, meliputi 30 ruang kelas, 10 WC, 5 Laboratorium, 3 ruang pengendali

administrasi dan perpustakaan, aula, indoor gym serta 2 ruang guru. Untuk fasilitas olahraga

berada di jalan Suci, dekat pasar Cihaurgeulis, Bandung.

Kedua, SMA Negeri Jatinangor. Sekolah ini terbilang baru didirikan pertengahan

tahun 1994 (Unit Gedung Baru). Memiliki 35 ruang kelas, laboratorium IPA dan Bahasa,

perpustakaan, ruang guru, ruang para wakasek, 4 WC, masjid dan kantin. Lokasinya cukup

strategis, dekat dengan kampus Universitas Padjajaran, Universitas Winaya Mukti, ITB

kampus Jatinangor, IPDN. Kawasan ini dulunya disebut sebagai kawasan pendidikan dan

menjadi etalase kota Sumedang. Kedua sekolah ini memenuhi standar nasional pendidikan

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan, sebagaimana di ubah oleh Peraturan Pemerintah no. 32 tahun 2013.

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 5

Page 6: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

B. Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan pemimpin (leader) dari satuan pendidikan. Dia yang

memiliki wewenang dan bertanggung jawab dalam proses mikro pendidikan. Mulyasa

(2013) menyebut beberapa fungsi kepala sekolah sebagai educator, manajer, administrator,

supervisor, leader, innovator dan motivator. Ada beberapa kualifikasi yang dipersyaratkan

untuk menjadi kepala sekolah sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan dan dikembangkan oleh BSNP, yaitu diantaranya harus

menjadi guru di satuan pendidikan, memiliki kualifikasi akademik, berpengalaman 5 tahun

sebagai guru. Biasanya, dinas pendidikan kota/kabupaten menambahkan beberapa syarat

tambahan seperti pernah menjabat sebagai pernah menjabat sebagai wakil kepala sekolah.

Dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan sebagai upaya untuk

meningkatkan kualitas pendidikan, maka posisi kepala sekolah sangat strategis. Dia sangat

berhubungan erat dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim

budaya sekolah dan menurunnya perilaku nakal peserta didik (Supriadi, 1998; Mulyasa,

2013).

Fakta mengenai kepala sekolah di sekolah negeri sedkiti berbeda dengan sekolah

swasta. Di sekolah negeri, bupati yang memilih kepala sekolah sesuai dengan acuan

perundang-undangan dan seleksi yang dilakukan secara ketat. Kepala sekolah dapat diganti

bila sudah menjabat selama dua periode (atau 8 tahun). Biasanya kepala sekolah terkena

sistem mutasi, dimana dia bisa berpindah-pindah unit kerja yang dia pimpin. Satu kepala

sekolah diganti oleh kepala sekolah lain, jarang diisi oleh kepala sekolah dari guru di sekolah

tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri, di sekolah swasta, yayasan yang memiliki

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 6

Page 7: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

wewenang untuk memilih dan menetapkan kepala sekolah yang berasal dari guru-guru

tetap yang mengajar di sekolah tersebut.

C. Siswa

Siswa/peserta didik merupakan anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia melalui jalur,

jenjang dan jenis pendidikan. Beberapa sekolah di tingkat SMP dan SMA menerapkan sistem

rekrutmen berdasarkan nilai ujian nasional dan prestasi. Sekolah lain menerapkan

rekrutmen dengan tes tertulis. Paradigma ingin mendapatkan input terbaik menjadi dasar

pertimbangan sekolah dalam menerima siswanya.

Sekolah mengharapkan dengan mendapatkan input siswa yang terbaik, dilihat dari

prestasi akademik di sekolah sebelumnya atau dilihat dari aspek kepribadian, maka mereka

akan mudah menghasilkan keluaran yang optimal. Meminjam istilah sistem informasi GIGO

(Gold in, Gold out). Paradigma inilah yang mengakibatkan munculnya wacana uji

keperawanan bagi siswi di sekolah tertentu. Dengan uji keperawanan ini diharapkan sekolah

dapat menyaring siswi-siswi nakal (baca: tidak perawan). Begitupula tes wawancara yang

dilakukan oleh sekolah-sekolah berstandar internasional dulu.

Tes ini meliputi wawancara terhadap siswa dan orang tua, yang akhirnya menyaring

strata sosial keluarga peserta didik. Yang terkategori mampu bisa langsung melenggang

untuk belajar di sekolah internasional, yang berkategori tidak mampu, harus balik kanan

mencari sekolah non internasional.

D. Guru dan Tenaga Kependidikan

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 7

Page 8: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

Sumber daya manusia (SDM) yang menjadi ujung tombak di mikro pendidikan adalah

guru dan tenaga kependidikan. Guru, menurut Undang Undang No. 14 Tahun 2004 tentang

Guru dan Dosen, adalah tenaga pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.

Sementara itu, tenaga kependidikan, sebagaimana Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan

diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, seperti tenaga administrasi,

tenaga laboratorium, tenaga perpustakaan.

Dengan disahkannya Undang-undang mengenai Guru dan Dosen, serta dengan

adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur standar nasional pendidikan, maka secara

faktual hampir 90 persen, guru dan tenaga kependidikan sudah memenuhi kualifikasi

minimal yang disyaratkan oleh aturan perundang-undangan tersebut. Bahkan sudah hampir

80 persen guru sudah menikmati tunjangan profesinya dari mulai tahun 2008 hingga

sekarang.

Namun bergulirnya tunjangan profesi yang sudah menginjak tahun kelima ini tidak

luput dari kritikan masyarakat. Salah satu isu yang mengemuka adalah belum cukup

dirasakan pengaruh tunjangan profesi terhadap profesionalisme (baca: kualitas pelayanan

belajar) guru. Setidaknya hal ini menjadi satu otokritik bagi para pendidik bahwa tunjangan

profesi ini seharusnya dijadikan pemicu (trigger) semakin primanya pelayanan pembelajaran

baik secara didaktik-metodik hingga terciptanya kualitas lulusan yang memadai.

Fakta lain adalah tidak meratanya sebaran tenaga pendidik. Guru masih

terkonsentrasi di sekolah-sekolah pusat, belum merata ke pinggiran (sub-urban). Ini dapat

dilihat dari jumlah mengajar yang belum ideal (setara dengan 24 jam pelajaran tatap muka).

Sehingga satu guru harus mengajar di beberapa sekolah untuk memenuhi kekurangan jam

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 8

Page 9: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

mengajarnya, termasuk mengajar mata pelajaran yang tidak linear dengan kualifikasi

akademiknya.

E. Kurikulum dan Sistem Evaluasi

Proses pembelajaran di sekolah berada di domain proses. Siswa dan guru dalam

proses silaturahmi akademiknya dipandu oleh kurikulum yang dirancang oleh pusat.

Indonesia saat awal-awal kemerdekaan hingga sekarang sudah pernah menerapkan

kurikulum dengan berbagai model dan asumsi-asumsinya termasuk di dalamnya sistem

evaluasi—yang mulai diperkenalkan dalam kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004 lalu.

Saat ini, dengan semangat otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, desain kurikulum

yang diterapkan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini

digulirkan mulai tahun 2008, kemudian akhir tahun 2012, kementerian pendidikan dan

kebudayaan menggulirkan kurikulum 2013 dengan beberapa perubahan asumsi-asumsinya.

Bila dalam KTSP sebelumnya guru merancang sistem penilaian untuk melihat

sejauhmana proses pembelajaran mencapai tujuan kurikulumnya, maka dalam kurikulum

2013 ini, pemerintah pusat sudah menetapkan sistem penilaiannya. Guru tinggal

melaksanakan sistem penilaiannya tersebut. Evaluasi nasional atas proses pembelajaran

selama satu tahun dievaluasi oleh pemerintah pusat dengan nama Ujian Nasional.

Mencermati besarnya kewenangan yang dimiliki oleh pusat dalam menetapkan

struktur mata pelajaran hingga penetapan kompetensi inti dan dasar, kemudian sisa muatan

lokal ditetapkan oleh pemerintahan provinsi, maka KTSP yang awalnya untuk mengapresiasi

multikulturalisme dan kearifan budaya lokal di setiap sekolah, nampaknya menjadi sedikit

terlihat. KTSP yang pada awalnya dibuat untuk menonjolkan keunggulan masing-masing

sekolah dengan karakteristiknya yang beragam, nampaknya menjadi KTSP copy-paste,

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 9

Page 10: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

dimana kurikulum di satu satuan pendidikan menjadi sama dengan kurikulum di satuan

pendidikan yang lain yang notabene memiliki karakterisktik siswa dan masyarakat yang

berbeda.

F. Dana

Proses pendidikan di level mikro, sebagaimana di level makro dan messo,

mengharuskan adanya ketersediaan dana, sebagai pembiayaan pendidikan. Dana bisa

berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan daerah, serta memungkinkan pula

berasal dari masyarakat. Untuk sekolah-sekolah swasta, subsidi pemerintah bisa dikatakan

minim, dengan kata lain, pembiayaan penyelenggaraan pendidikan dibebankan kepada

masyarakat. Subsidi dari pemerintah untuk sekolah swasta terbatas kepada pemberian

tunjangan profesi, tunjangan daerah bagi guru non pns, serta bantuan operasional sekolah

dan pengadaan buku-buku paket. Sedangkan bagi sekolah-sekolah negeri, khususnya di

sekolah dasar (SD dan SMP), pembiayaan secara seratus persen sudah dibebankan kepada

APBN dan APBD, baik dengan Bantuan Operasional Sekolah, DAK hingga bantuan block

grant. Sedangkan di tingkat menengah (SMA/SMK) masyarakat masih berperan untuk

membantu pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.

Sebagai bagian transparansi dan akuntabilitas pembiayaan penyelenggaraan

pendidikan, maka sekolah membuat anggaran penerimaan dan belanja sekolah yang

disesuaikan dengan program kerja. Besaran dana ditentukan bersama-sama komite sekolah

sebagai perwakilan masyarakat. Idealnya, besarnya penerimaan dan belanja sekolah ini

disosialisasikan kepada warga sekolah, khususnya guru dan tenaga kependidikan. Namun

besaran penerimaan dan belanja sekolah ini hanya diketahui oleh pihak-pihak tertentu

dalam sekolah, tidak begitu banyak melibatkan guru dan tenaga pendidikan. Demikian pula

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 10

Page 11: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

dalam pengevaluasian program sekolah. Permasalahan dana seringkali tidak dijadikan

bagian evaluasi secara terbuka. Sehingga, open management tidak berlaku dalam masalah

dana.

G. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana pembelajaran seperti bangunan sekolah, ruang kelas, ruang

laboratorium, ruang komputer, lapangan olahraga, kantin, tempat beribadah, kursi, meja,

papan tulis dan fasilitas-fasilitas pendukung pembelajaran lainnya sangatlah penting dalam

sistem pendidikan. Sarana pendidikan yang nyaman, aman, bersih dan kondusif akan

berpengaruh dalam kualitas pembelajaran. Lengkapnya fasilitas-fasilitas yang mendukung

proses pembelajaran seperti komputer, proyektor, sound system, bahkan dengan adanya

ruang multi media seperti bioskop, akan menjadi nilai tambah bagi proses pembelajaran.

Motivasi siswa untuk belajar semakin kuat.

Pemerintah Kabupaten Sumedang menggulirkan program sekolah sehat untuk

mengatasi sekolah-sekolah yang terkesan kumuh, tidak bersih dan tidak kondusif. Beberapa

sekolah dengan sarana dan prasarana yang sudah baik dengan perawatan yang terjaga

secara rutin karena ditunjang oleh petugas kebersihan yang memadai, dapat menjalankan

program sehat. Namun bagi sekolah-sekolah dengan bangunan yang sudah tua, tidak

terawat dan minim dana pemeliharaan, sulit untuk berpartisipasi aktif dalam program ini.

Terkecuali pemerintah membantu sekolah mengganti semua sarana dengan yang lebih baik.

Tinjauan Kebijakan: Faktor Pendukung Sistem Pendidikan

Perubahan besar politik pasca reformasi yaitu otonomi daerah, sedikit banyak

mengubah wajah pendidikan Indonesia. Sistem pendidikan nasional yang sebelumnya lebih

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 11

Page 12: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

ke top down policy, yang terkesan birokratik, sekarang ditarik ke arah yang lebih humanis.

Masyarakat dilibatkan dalam sistem pendidikan. Muncullah kebijakan manajemen berbasis

sekolah (MBS) sebagai respon dari kompleksitas masalah sosial dan pendidikan. Salah satu

terobosan dalam kebijakan pendidikan nasional adalah dengan dibuatnya Undang-Undang

No. 20 Tahun 2003. Dengan keberadaan undang-undang ini, Indonesia memiliki peta dan

arah untuk pencapaian tujuan pendidikan yang termaktub dalam pembukaan konstitusi.

Dengan kata lain, negeri ini memiliki landasan yuridis formal untuk mengukur pencapaian

tujuan pendidikan nasional tersebut.

Terobosan berikutnya dalam pendidikan nasional adalah dengan dibuatnya Undang-

Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dijabarkan oleh Peraturan Pemerintah

No.7 Tahun 2008 tentang guru. Kemunculan Undang-Undang yang mengatur tentang guru

dan dosen ini berarti pendidik diakui profesinya secara hukum, setelah sekian lama

dibiarkan tanpa kekuatan yuridis. Prof. M. Surya, dalam berbagai kesempatan,

mengungkapkan, sebelum adanya undang-undang guru dan dosen ini, bahwa guru

dikalahkan oleh binatang langka. Keberadaan binatang langka diakui oleh negara dengan

adanya undang-undang yang mengatur masalah tersebut, sedangkan guru dibiarkan tanpa

dasar hukum, tidak diakui eksistensinya. Benar-benar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Terobosan berikutnya dalam dunia pendidikan adalah saat diterbitkannya Peraturan

Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, yang kemudian ditata

dalam Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013. Standar nasional pendidikan ini ditujukan

untuk menyamakan kualitas minimal pendidikan di seluruh wilayah hukum Republik

Indonesia dari Sabang hingga Merauke, sebagai respons dari tidak meratanya kualitas

pendidikan disebakan sebaran dan jumlah penduduk yang sangat luas.

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 12

Page 13: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

Peraturan Pemerintah mengenai standar pendidikan nasional inilah yang mengatur

delapan standar yaitu:

1. standar isi;

2. standar proses;

3. standar kompetensi lulusan;

4. standar pendidik dan tenaga kependidikan;

5. standar sarana dan prasarana;

6. standar pengelolaan;

7. standar pembiayaan; dan

8. standar penilaian pendidikan.

Dengan terbitnya PP yang mengatur tentang standar nasional pendidikan ini diharapkan

mampu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia, sehingga tujuan pendidikan nasional

yang diamanatkan dalam konstitusi bisa tercapai di seluruh wilayah hukum Republik

Indonesia.

Menyelaraskan dengan perkembangan jaman, globalisasi dan untuk percepatan

pembangunan, pemerintah membuat kebijakan MBS. Ciri MBS adalah pelibatan masyarakat

dalam pendidikan. Dewan sekolah di bentuk di tingkat messo pendidikan. Komite sekolah

didirikan di level mikro pendidikan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan.

Pelibatan masyarakat dalam pendidikan untuk mendorong terwujudnya masyarakat sekolah

dan masyarakat belajar (learning community) sehingga sekolah tidak menjadi menara

gading, institusi yang tidak up to date, tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat.

Sejalan dengan itu, BPPN dan World Bank memuat kajian yang diadopsi oleh

Kementerian Pendidikan Nasional (dikutip dalam Mulyasa, 2012:64-70) yang memuaat

strategi implementasi MBS sebagai berikut:

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 13

Page 14: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

Aspek Jangka Pendek (thn ke-1 – ke-3)

Jangka Menengah (thn ke 4-ke-6)

Jangka Panjang (thn ke-7-ke10)

A. Ketenagaan:1. Kepala Sekolah

Sejumlah kepala sekolah dipilih dari semua kategori sekolah untuk mengikuti pelatihan tentang prinsip-prinsip MBS dan pengelolaan keuangan dengan prinsip MBS

Kepala sekolah menerima pelatihan bagi yang belum dan pelatihan lanjutan bagi yang sudah.Kepala sekolah memiliki keluasaan dalam mengatur sekolah, antara lain dalam mengatur dana, mengisi kurikulum lokal, kurikulum sekolah

Ada kewenangan yang luas bagi kepala sekolah dalam rangka kebijakan nasional.Pemilihan kepala sekolah dilakukan oleh dewan sekolah dengan mempertimbangkan kompetensinya, keterampilannya, pengalaman kepemimpinan, kemampuan dalam menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dan bersifat proaktif

2. Guru SD: seleksi dan pengangkatan di TK I, sedangkan penempatan di TK II.SMP: Seleksi di pusat, pengangkatan dan penempatan di TK.I

SD: Seleksi di TK-I. Pengangkatan dan penentuan di TK.IISMP: Seleksi di TK.I. pengangkatan dan penempatan di TK.II.Pemilihan guru baik SD maupun SMP didasarkan pada kompetensi.Diberlakukan insentif dan disintensif terhadap sekolah yang memiliki kelebihan guru dan kekurangan guru.Guru memperoleh insentif sesuai dengan prestasinya.Guru wajibmenguasai prinsip-prinsip MBS

Seleksi pengangkatan dan penempatan di Dati II.Pemilihan berdasarkan kompetensi.Penempatan guru sesuai dengan kebutuhan sekolah.Diberlakukan sistem insentif dan disinsentif.Guru memperoleh insentif sesuai dengan prestasinya.Guru wajibmenguasai prinsip-prinsip MBS

3. Pengawas/pimpinanDan staf dinas

Pelatihan tentang prinsip-prinsip MBS.Profesionalisasi pengawas, pimpinan staf dinas

Pelatihan lanjutanProfesionalisasi pengawas, pejabat dan staf dinas

Profesionalisasi pengawas/pimpinan dan staf

B. Keuangan1. DIK

Teta p Penentuan alokasi berdasarkan alokasi pusat

Diberikan dalam block grant

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 14

Page 15: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

2. DIP TetapBlock grantBantuan pemerintah untuk swasta disesuaikan dengan kemampuan pemerintah

Block grantSekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola anggaranPengelolaan akan diikuti pengawasan yang intensif

Block grantSekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola anggaranPengelolaan akan diikuti pengawasan yang intensif

3. Dana dari orang tua/masyarakat

Tetap seperti sekarang, yaitu masih ada orang tua yang wajib membayar sekolah

Ada kesepakatan antara orang tua dan sekolah

Ada kesepakatan antara orang tua, dewan sekolah dan sekolah

C. Kurikulum1. Materi

Kurikulum lokal 20%, pusat 80%

Kurikulum inti 80%, kurikulum lokal 20%

Kurikulum inti (SKL)Kurikulum elektif

2. Pengujian Kisi-kisi dan soal dari pusat

Kisi-kisi dibuat di pusat, soal di TK-1

Guideline SKL di pusat, soal di TK-1

D. Sarana dan prasarana Identifikasi dan tataulang sarana dan prasaranaPengadaan sarana dan prasarana di Tk-II

Pengadaan sarana dan prasarana di sekolah

Pengadaan sarana dan prasarana di sekolah

E. Partisipasi Masyarakat Sosialisasi prinsip-prinsip MBS memalui media massa

Bentuk partisipasi masyarakat masih berbentuk BP3

Bentuk komite/dewan sekolah, dengan tugas memilih kepala sekolah, mengorganisasi sumbangan dari orang tua dan masyarakat, mengawasi pengelolaan keuanganMembantu dan mengawasi proses belajar mengajar

Tinjauan Teori: Faktor Pendukung Sistem Pendidikan

Dalam satu kesempatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. M. Nuh

mengatakan bahwa pendidikan adalah satu-satunya senjata untuk memerangi kemiskinan

dan keterbelakangan peradaban. Artinya, sistem pendidikan dibuat untuk mengarahkan

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 15

Page 16: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

warga negara menjadi warga negara yang berdaya, produktif. Pendidikan sebagai human

investment yang membawa manusia kepada nilai-nilai luhurnya: berperadaban tinggi dan

mampu berpikir tinggi.

Kepemimpinan (leadership) menjadi kata kunci dalam manajemen pendidikan yang

melibatkan faktor pendukung sekolah, kepala sekolah, siswa, guru dan tenaga kependidikan,

dana, sarana dan prasarana. Kepemimpinan yang efektif akan dapat mensinergiskan

komponen-komponen tersebut sehingga proses pendidikan di level mikro dapat berjalan

secara efektif, efesien dan akuntabel. Dewey (dalam Sanusi, 2013) membandingkan sekolah

dan pendidikan sebagai berikut.

Sekolah PendidikanMengajar BelajarInformasi PengetahuanGenerik Pengetahuan

Kompetensi KualitasLinear Kompleks

Bisa Bekerja KemanusiaanKepemimpinan yang kuat harus hadir dalam manajemen di sekolah, sehingga tidak

saja proses pendidikan yang terjadi di domain proses yang melibatkan faktor guru, tenaga

kependidikan, siswa, sarana dan prasarana, dana, kurikulum, yang tentunya dipengaruhi

pula oleh faktor ekternal seperti kebijakan pemerintah dan masyarakat, bisa sesuai dengan

standar-standar yang telah dibuat oleh pemerintah, melainkan pula sesuai dengan kaidah-

kaidah teori manajemen.

Manajenen adalah proses pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan dan

kerjasama orang lain. Sedangkan organisasi adalah kerangka, struktur atau wadah orang-

orang yang bekerja sama. Dengan demikian, manajemen mencapai tujuan melalui orang lain

yang diwadahi dalam organisasi. Organisasi tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia.

Artinya, setiap organisasi termasuk sekolah adalah organism, yang memiliki unsur-unsur

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 16

Page 17: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

kehidupan seperti keberadaan ruh berupa kepemimpinan, keberadaan jiwa berupa kegiatan

manajemen, keberadaan raga atau jasmani berupa bagan organisasi yang dinyatakan dala

bentuk kegiatan administrasi. Ketiga unsur tersebut, yaitu kepemimpinan yang bertindak

sebagai ruh, manajemen sebagai aktivitas jiwa serta administrasi sebagai tata kerja.

Rangkaian antara kepemimpinan, manajemen dan administrasi serta budaya organisasi

dapat digambarkan sbb:

Untuk mewujudkan budaya organisasi yang sehat yang diperkuat oleh

kepemimpinan yang kuat, maka beberapa teori yang disarankan oleh Sanusi (2013) dapat

dilakukan, yaitu pertama penguasaan konsep Strategic Management (SM) dan Balanced

Score Card (BSC). Dalam SM terdapat konsep Total Quality Management (TQM), kajian

SWOT terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, kajian tentang kepemimpinan

transformative dan konstruktif, terdapat pula kajian nilai tambah (added values). Dalam BSC

terdapat kajian Blue Ocean Strategy (BOS).

Kedua, melakukan penyesuaian (adjustment) konsep BS dan MS agar sesuai dengan

nilai-nilai lokal dan pendidikan.

Ketiga, mengadaptasi konsep chaos and complexity dengan tidak melupakan enam

sistem nilai yang diantaranya, nilai ketuhanan (teologis) dan need of achievement. Dengan

cara seperti ini, kesemrawutan dalam dunia pendidikan dapat diuraikan dengan baik.

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 17

Administrasi

Kepemimpinan Manajemen

Page 18: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

Teori spiral dynamics dapat dilekatkan kepada kepala sekolah agar

kepemimpinannya dapat terrepresentasikan dalam proses pendidikan di level mikro ini.

Berikut gambaran teori spiral dynamic

Untuk menghadirkan pemimpin yang transfomatif, maka seorang pemimpin harus

sudah selesai dengan poin 1 hingga 3. Dia harus memulai dengan poin 4 (logical/rasional)

hingga ke poin 6 (trancendential) hingga terwujudlah diri yang memiliki power, knowledge

freedom, love.

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 18

Page 19: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

Tinjauan Filsafat: Faktor Pendukung Sistem Pendidikan

Faktor pendukung sistem pendidikan yang meliputi sekolah, kepala sekolah, guru

dan tenaga kependidikan, siswa, kurikulum, dana, sarana dan prasarana didasarkan atas

filsafat konstruktivisme, positivisme dan liberalisme. Filsafat konstruktivisme dapat terlihat

jelas dalam desain kurikulum 2013, bagaimana teori belajar yang dikembangkan

menggunakan pendekatan filsafat konstruktivisme. Dalam pandangan filsafat ini siswa

diberikan keleluasaan untuk mengkonstruk/membangun pengetahuan sendiri. Ilmu

pengetahuan tidak bisa dipindahkan bila tidak ada keaktifan dari siswa (Maksum, 2010).

Guru berperan sebagai fasilitator dan tidak boleh hanya semata-mata memberikan ilmu

pengetahuan, melainkan harus membangun ilmu pengetahuan tersebut dalam benak siswa.

Beberapa asumsi yang dikemukakan dalam pandangan konstruktivisme adalah:

(1). siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan;

(2). belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa;

(3). pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara

personal;

(4). pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan

situasi kelas;

(5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi,

dan sumber;

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang

dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan

dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai

dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 19

Page 20: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekadar

tersusun secara hirarkis.

Disamping itu, filsafat positivisme (modernisme) masih mempengaruhi proses sistem

penilaian terhadap siswa. Pengkuantitatifan prestasi siswa, psikomotor siswa dan juga

afektif siswa menjadi arus utama dalam sistem penilaian di negeri ini. Termasuk evaluasi

belajar dalam ujian nasional hanya mengukur aspek-aspek kognitif siswa dengan dibatasi

beberapa mata pelajaran dari puluhan pelajaran yang diajari sejak sekolah dasar, menengah

hingga atas. Pengaruh positivisme yang kentara adalah dengan pembiasaan berpikir ilmiah

dengan tahapan-tahapan yang digariskan dalam pendekatan kuantitatif. Inilah salah satu

dominasi filsafat positivisme dalam sistem pendidikan nasional (Abidin, 2006).

Disamping itu, filsafat neo-liberalisme diam-diam mewarnai paradigma Undang-

Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Beberapa pasal menegaskan

pentingnya sekolah atau penyelenggara pendidikan untuk memperhatikan kebutuhan

masyarakat. Tiga kata akhir ini, “memperhatikan kebutuhan masyarakat” mengisyaratkan

bahwa penyesuaian kualitas lulusan dengan permintaan pasar. Di sinilah filsafat neo-

liberalisme dapat dibaca bahwa kualitas pendidikan yang baik adalah kualitas yang

memenuhi keinginan penggunanya, sehingga output pendidikan, outcome dan effect sangat

bergantung pada mekanisme keinginan pasar (Maksum, 2010), daya serap tenaga kerja yang

bisa jadi menafikan atau tidak memprioritaskan tujuan sejati dari pendidikan nasional itu

sendiri. Di samping itu, upaya membangun jiwa enterpreneurship siswa nampak tidak

terakomodasi dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, begitupula dalam aturan

mengenai perguruan tinggi. Ini berakar dari filsafat neo-liberalisme yang diadopsi oleh

pemerintah.

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 20

Page 21: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

Kesimpulan

Visi yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa tercapai bila

manajemen yang dilakukan khususnya di level mikro pendidikan mampu menghadirkan

kepemimpinan yang kuat (strong leadership) dan transformatif. Begitupula dengan

kompleksitas permasalahan yang dialami oleh pendidikan saat ini, dimana Indonesia tengah

digiring dalam model pendidikan MBS, yang mana masyarakat turut dilibatkan, maka upaya

untuk penyiapan masyarakat yang berpikir, menganggap pendidikan sebagai human

investment/capital. Dengan munculnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya

pendidikan sebagai sebuah investasi penting untuk mewujudkan peradaban, maka

masyarakat dapat berperan aktif dalam mengawasi dan membantu proses penyelenggaraan

pendidikan baik di level messo dan mikro. Wallahu’alam bishawwab

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 21

Page 22: Perspektif Sistem Pendidikan menurut Faktor Pendukung

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2006. Filsafat Manusia: Memahami Manusia melalui Filsafat. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Crown, LLD, Crow. I960. An Introduction to Education in Educational Administration. New York: Oxford University Press

Driyarkara. 1980. Tentang Pendidikan. Jakarta: Yayasan Kanisius

Fattah, Nanang. 2008. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya

Kemendiknas. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014. Jakarta: Kemdiknas

Maksum, Ali. 2010. Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Grup

Mulyasa, Enco. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

________. 2013. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Sanusi, Achmad. 2013. Kepemimpinan Pendidikan: Strategi Pembaruan, Semangat Pengabdian, Manajemen Modern. Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia

Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana diubah dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas PP No. 19 Tahun 2005

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2004 Tentang Guru dan Dosen

Walker, Jim. 1981. The End of Dialogue: Paulo Freire on Politics and Education. Dalam Robert MacKie (Editor), Literacy and Revolution: the Pedagogy of Paulo Freire. New York: Continuum

|Perspektif Sistem Pendidikan Menurut Faktor Pendukungnya 22