Top Banner
PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT Fider Tendiardi 1 dan Raldi Hendro Koestoer 2 Abstrak Paradigma pengembangan wilayah dengan menggunakan sebuah pendekatan sektoral semata saat ini sudah banyak ditinggalkan. Hal ini banyak disebabkan karena permasalahannya mencakup kompleksitas tinggi, dan untuk itu perlu adanya pendekatan integratif. Pendekatan kombinasi metode Input-Output dan Location Quotient adalah contoh perlakuan integratif yang dapat dilakukan dalam upaya menentukan arah pengembangan suatu wilayah secara optimal. Aplikasi dimaksud diterapkan dalam kasus Provinsi Sumatera Barat dimana sebaran sektor-sektor potensial secara sekaligus dicerminkan dalam konteks spatial, dan pada gilirannya dipahami potensi sektor menurut region. Abstract Regional development paradigm using purely a single approach is relatively unacceptable . This is due highly to problems composing high complexity, and therefore it is highly indispensable an integrative approach. A combination approach of Input-Output and Location Quotient is an example of an integrative treatment that can be applied to find solution of optimal development for region concerned. Application is implemented in the case of West Sumatra province where the distribution of potential sectors are simultaneously reflected in a spatial context, and in turn to understand the potential of the sector in the region. I. PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini menuntut adanya penyempurnaan pendekatan dalam memahami permasalahan pengembangan wilayah. Pandangan sektoral untuk mengatasi suatu permalasahan dirasakan belum dapat memberikan hasil akurat 1 Lulusan Magister Sains Geografi Universitas Indonesia, e mail: [email protected] 2 Peneliti dan Dosen Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, e mail: [email protected]
26

PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

Dec 11, 2015

Download

Documents

tendi_thole03

Paradigma pengembangan wilayah dengan menggunakan sebuah pendekatan sektoral semata saat ini sudah banyak ditinggalkan. Hal ini banyak disebabkan karena permasalahannya mencakup kompleksitas tinggi, dan untuk itu perlu adanya pendekatan integratif. Pendekatan kombinasi metode Input-Output dan Location Quotient adalah contoh perlakuan integratif yang dapat dilakukan dalam upaya menentukan arah pengembangan suatu wilayah secara optimal. Aplikasi dimaksud diterapkan dalam kasus Provinsi Sumatera Barat dimana sebaran sektor-sektor potensial secara sekaligus dicerminkan dalam konteks spatial, dan pada gilirannya dipahami potensi sektor menurut region
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

Fider Tendiardi1 dan Raldi Hendro Koestoer2

Abstrak

Paradigma pengembangan wilayah dengan menggunakan sebuah pendekatan sektoral semata saat ini sudah banyak ditinggalkan. Hal ini banyak disebabkan karena permasalahannya mencakup kompleksitas tinggi, dan untuk itu perlu adanya pendekatan integratif. Pendekatan kombinasi metode Input-Output dan Location Quotient adalah contoh perlakuan integratif yang dapat dilakukan dalam upaya menentukan arah pengembangan suatu wilayah secara optimal. Aplikasi dimaksud diterapkan dalam kasus Provinsi Sumatera Barat dimana sebaran sektor-sektor potensial secara sekaligus dicerminkan dalam konteks spatial, dan pada gilirannya dipahami potensi sektor menurut region.

Abstract

Regional development paradigm using purely a single approach is relatively unacceptable . This is due highly to problems composing high complexity, and therefore it is highly indispensable an integrative approach. A combination approach of Input-Output and Location Quotient is an example of an integrative treatment that can be applied to find solution of optimal development for region concerned. Application is implemented in the case of West Sumatra province where the distribution of potential sectors are simultaneously reflected in a spatial context, and in turn to understand the potential of the sector in the region.

I. PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini menuntut adanya penyempurnaan pendekatan dalam memahami permasalahan pengembangan wilayah. Pandangan sektoral untuk mengatasi suatu permalasahan dirasakan belum dapat memberikan hasil akurat dalam analisis dan pengambilan keputusan. Permasalahan pengembangan wilayah saat ini cukup kompleks dan untuk itu pandangan terhadap perspektif sektor semata, perlu ditinjau ulang. Alternatifnya adalah diusulkan pendekatan terpadu. Ciri pendekatan integratif antara lain meninjau dari berbagai sisi sudut pandang.

Proses perencanaan pengembangan wilayah selalu berhadapan dengan objek-objek perencanaan yang memiliki sifat keruangan (spasial). Oleh karenanya dalam analisis

1 Lulusan Magister Sains Geografi Universitas Indonesia, e mail: [email protected] Peneliti dan Dosen Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, e mail: [email protected]

Page 2: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

perencanaan wilayah, tinjauan yang menyangkut berbagai objek dalam sistem keruangan menjadi sangat penting. Tidak mengherankan proses perencanaan pengembangan wilayah membutuhkan suatu pendekatan yang integratif.

Sejak diberlakukan Undang-undang otonomi daerah tahun 2004, provinsi-provinsi di Indonesia saling berlomba-lomba guna mengembangkan daerahnya masing-masing. Provinsi Sumatera Barat, sebagai contoh, yang merupakan bagian integral dari perekonomian Indonesia, perkembangan ekonominya cenderung merujuk dan bersinergi dalam mewujudkan resultante pembangunan nasional. Sjafrizal (2008) dalam studinya mengenai pertumbuhan ekonomi regional Sumatera Barat tahun 2000 – 2005 melakukan analisis untuk mengetahui potensi daerah yang dimiliki Sumatera Barat dengan menggunakan pendekatan integratif, diantaranya adalah teknik Location Quotient dan Input-Output. Pengelompokkan sektor-sektor berdasarkan Location Quotient pada dasarnya masih bersifat kasar karena hanya didasarkan pada informasi sekunder, yaitu nilai tambah produksi. Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat perlu dilakukan survei lapangan.

Selanjutnya, Sjafrizal hanya dapat menggunakan data tabel Input-Output Sumatera Barat tahun 1999. Hal ini tentu perlu dinilai kembali analisis data I-O yang lebih mutahir. Makalah ini berupaya mengelaborasi hasil kajian sektor (I-O) dan menelusuri kekuatan sektor dimaksud secara spatial. Data yang digunakan adalah data I-O 2007, dan diaplikasikan secara kombinasi dengan ulasan Location Quotient guna mendapatkan penilaian kombinasi yang lebih ‘versatile’.

II. METODE INPUT-OUTPUT & LOCATION QUOTIENT

Analisis Input-Output adalah suatu analisis atas perekonomian suatu wilayah secara komprehensif karena melihat keterkaitan antarsektor ekonomi wilayah tersebut secara keseluruhan. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat (Tarigan, 2005). Model Input-Output dapat menjadi dasar keputusan terhadap arah pengembangan suatu sektor ekonomi di suatu wilayah tertentu. Dengan melakukan analisis tabel input – output, dapat dilihat keterkaitan antar sektor ekonomi dalam suatu wilayah tertentu secara komprehensif.

Tabel input-output adalah uraian dalam bentuk matriks baris dan kolom yang menggambarkan transaksi barang-barang dan jasa serta keterkaitan antara sector lainnya. Dalam konsep dasar model input-output ditunjukkan pada proses industri untuk memproduksi suatu keluaran (output), setiap sektor memerlukan masukan (input) tertentu dari sektor-sektor lain. Kemudian masing-masing sektor tersebut menjual keluarannya kepada sektor lainnya, sehingga dapat memenuhi kebutuhan bahan antara (intermediate input-output). Seberapa besar ketergantungan sektor-sektor terhadap sektor lainnya ditentukan oleh besarnya input yang digunakan dalam proses produksi, dengan kata lain

Page 3: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

pengembangan suatu sektor tidak akan tercapai apabila tidak didukung oleh input sektor lain (Rustiadidkk., 2009).

Location Quotient (LQ) adalah suatu ratio perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu wilayah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut terhadap wilayah yang lebih besar secara nasional. LQ dapat digunakan sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif bagi sektor-sektor yang telah berkembang (Tarigan, 2005).

Adapun rumus yang digunakan dalam teknik LQ adalah sebagai berikut

Dimana:Si = Nilai Sektor A di suatu wilayah Ni = Total Sektor di suatu wilayahS = Nilai Sektor A di wilayah referensi N = Total sektor di wilayah referensi.

Nilai LQ yang diperoleh akan berada dalam kisaran lebih kecil atau sama dengan satu sampai lebih besar dari angka 1 (1 > LQ > 1). Bila nilai LQ < 1 dapat dikatakan komoditas pada daerah tersebut tidak terspesialisasi (non basis), sebaliknya bila nilai LQ > 1 maka dapat dikatakan komoditas pada daerah tersebut terspesialisasi (basis). Besaran nilai LQ menunjukkan besaran derajat spesialisasi atau konsentrasi dari suatu komoditas di wilayah yang bersangkutan relatif terhadap wilayah referensi. Artinya semakin besar nilai LQ di suatu wilayah, semakin besar pula derajat konsentrasinya di wilayah tersebut.

2.1 ULASAN INPUT-OUTPUT (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) merupakan suatu metode perhitungan untuk menganalisis struktur perekonomian suatu wilayah secara rinci. Model analisis I-O mampu menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi dan hubungan antar sektor dalam perekonomian suatu wilayah pada satu waktu tertentu (Setiono, 2011). Analisis I-O merupakan bentuk analisis antar sektor. Sistem I-O disusun berdasarkan asumsi perilaku ekonomi yang merupakan penyederhanaan kerangka untuk mengukur aliran masukan (input) dan keluaran (output) berbagai faktor kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah. Sistem penghitungan ini mengikuti arus barang dan juga jasa dari satu sektor produksi ke sektor produksi lainnya. Input-Output menunjukkan dalam perekonomian secara keseluruhan terkandung saling berhubungan dan saling ketergantungan antar sektor. Output suatu sektor merupakan input bagi sektor lainnya begitu pula sebaliknya, sehingga pada akhirnya

LQ= Si /¿S /N

Page 4: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

saling keterkaitan tersebut akan membawa kearah keseimbangan antara penerimaan dan penawaran dalam perekonomian secara keseluruhan.

Tujuan umum model I-O ialah menjelaskan besaran aliran antar industri dalam hubungannya dengan tingkat produksi dalam setiap sektor. Satu aspek yang sangat penting dalam perekonomian yaitu hubungan antar industri. Hubungan ini bersifat saling ketergantungan satu dengan yang lain. Hasil produksi satu macam produksi berarti bahan dasar bagi industri lain, atau dengan kata lain, keluaran industri i merupakan masukan bagi industri k. Oleh karena itu perubahan pada suatu industri akan berpengaruh pada industri yang lainnya. Model I-O pada umumnya disajikan dalam bentuk tabel (Rustiadi et al, 2009).

Tabel I-O pada mulanya dikembangkan oleh Prope K.W Leontief pada tahun 1936, ketika ia pertama kalinya menyusun tabel I-O Amerika Serikat. Pendekatan analisisnya didasarkan pada ajaran neo-klasik yang berpijak pada teori keseimbangan ekonomi. Ia menyusun hubungan kuantitatif antara suatu kegiatan ekonomi dengan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya melalui data emperis. Model-model ekonominya merupakan persamaan linear yang menurunkan koefesien teknis yang kemudian disusun dalam bentuk matriks dan dikenal dengan ”Matriks Kebalikan Leontief”.

Tabel I-O Indonesia dikenalkan dan disusun oleh suatu tim yang terdiri dari LIPI dan Kyoto University Japan pada tahun 1996, tetapi lebih banyak bersifat studi daripada penyusunan sungguhan. Kemudian dibentuk tim yang terdiri dari BPS, BI, Institute of Developing Economics Japan dan Kyoto University Japan yang menghasilkan tabel I-O Indonesia 1971 sungguhan. Penyusunan tabel I-O selanjutnya dilakukan secara berkala lima tahun sekali yaitu dimulai dari tabel I-O Indonesia 1975, 1980, 1985, 1990, 1995, 2000, dan yang terakhir tabel I-O Indonesia 2005 (BPS, 2009).

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa maksud Leontief menyusun Tabel I-O adalah untuk menyajikan matriks kebalikan. Namun tabel itu sendiri secara otomatis menghasilkan nilai tambah bruto sektoral. Nilai tambah bruto itu sudah seharusnya diterima oleh para produsen domestik sebagai balas jasa dari faktor produksi yang mereka pergunakan dalam proses produksi. Jika nilai tambah semua sektor dijumlahkan dan ditambahkan lagi PPN impor dan bea masuk, maka akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teoritis angka-angka nilai tambah bruto yang diperoleh dari tabel I-O seharusnya sama dengan PDB/PDRB, akan tetapi kenyataanya berbeda satu sama lain.

Konsep dan definisi yang digunakan dalam perhitungan PDB/PDRB tidak berbeda dengan yang digunakan pada tabel I-O. Perbedaan antara keduanya ditimbulkan akibat dari ruang lingkup, metode estimasi, metode pendekatan dan data yang digunakan. Pembagian sektor (lapangan usaha) pada perhitungan PDB/PDRB masih tergolong global, sedangkan pada

Page 5: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

tabel I-O sudah terperinci, sehingga perhitungan pada Tabel I-O akan lebih teliti dibanding PDB/PDRB.

2.2 Ulasan Location Quotient (LQ)

Location Quotient (LQ) adalah salah satu teknik untuk menghitung kapasitas ekspor suatu perekonomian (wilayah) dan juga untuk mengetahui derajat kemandirian suatu sektor di perekonomian wilayah tersebut (Setiono, 2011). Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model basis ekonomi untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan suatu daerah/wilayah. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan.

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan, 2005). Ekspor itu sendiri tidak terbatas pada bentuk barang-barang jasa, akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di daerah/wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak.

Teori basis ekonomi mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Deliniasi wilayah dilakukan berdasarkan konsep-konsep pengwilayahan yaitu konsep homogenitas, nodalitas, dan administrasi.

Dalam proses perhitungan, analisis LQ menggunakan perbandingan antara kondisi perekonomian suatu wilayah dengan perekonomian acuan yang melingkupi wilayah yang lebih besar. Metode ini relatif tidak terlalu sulit, karena prosesnya sederhana dan tidak membutuhkan banyak data, sehingga mudah dilakukan dan cepat memberikan hasil perhitungan (Setiono, 2011)

III. GAMBARAN UMUM SUMATERA BARAT: Lokasi, Penduduk dan Ekonomi.

Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat pulau Sumatera dengan ibu kota Padang. Sumatera Barat berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di sebelah barat, provinsi Jambi dan provinsi Bengkulu di sebelah selatan, provinsi Riau di sebelah timur, dan provinsi Sumatera Utara di sebelah utara.

Provinsi yang terletak antara 0,45o LU dan 3,30o LS serta antara 98,36o dan 101,53o BT. Sumatera Barat memiliki luas 42.297,30 km2, terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota, Lihat Gambar 1; serta memiliki 391 pulau yang 191 diantaranya belum bernama.

Page 6: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

Penduduk Sumatera Barat terus bertambah dari waktu ke waktu. Tahun 1971 jumlah penduduk Sumatera Barat 2,8 juta jiwa. Tahun 1980 sebnyak 3,0 juta jiwa. Tahun 1990 sebanyak 3,5 juta jiwa. Tahun 2000 sebanyak 4,2 juta jiwa, dan pada tahun 2010 sudah mencapai 4,8 juta jiwa. Jumlah penduduk Sumatera Barat menurut sensus tahun 2010 adalah 4.827.973 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.367.599 jiwa dan jumlah penduduk wanita sebanyak 2.460.374 jiwa. Daerah dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kota Padang, yaitu sebesar 875.548 jiwa, dan daerah dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kota Sawahlunto yaitu sebesar 54.685 jiwa.

Kepadatan penduduk menurut kabupaten menunjukkan pada gambaran yang tidak merata. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Bukit Tinggi yaitu 4656 jiwa/km2 dan kepadatan penduduk terendah berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu 13 jiwa/km2. Laju Pertumbuhan Penduduk Sumatera Barat per tahun selama sepuluh tahun terakhir, tahun 2000 2010, sebesar 1,34 persen. Laju pertumbuhan penduduk‐ Kabupaten Dharmasraya adalah yang tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten/Kota sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Tanah Datar yakni 0,33 persen.

Struktur perekonomian Sumatera Barat sampai dengan tahun 2011 masih di dominasi oleh sektor pertanian yaitu sebesar 23,5 persen dari distribusi PDRB Sumatera Barat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Barat tahun 2007 – 2011 memperlihatkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor andalan. Padi, kelapa sawit, karet, cengkeh, dan lada merupakan komoditas unggulan dari Sumatera Barat.

Gambar 1. Administrasi Provinsi

Page 7: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

Tabel 1. Distribusi persentase sektor pertanian terhadap PDRB atas harga berlaku 2007 – 2011 (dalam persen)

IV. PEMBAHASAN

4.1 Strategi Pembangunan Sumatera Barat

Strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi Povinsi Sumatera Barat periode 2005 – 2020 dirumuskan dengan memperhatikan analisa struktur ekonomi daerah. Selain perubahan lingkungan strategis daerah seperti semakin mantapnya pelaksanaan otonomi daerah dan terjadinya globalisasi dalam kegiatan ekonomi internasional, distribusi kewenangan dalam pengelolaan pembangunan ekonomi antara pemerintah pusat dan daerah juga turut diperhatikan dalam perumusan strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi daerah Sumatera Barat untuk periode 2005 – 2020.

Arah pembangunan jangka panjang daerah Sumatera Barat disusun berdasarkan analisis potensi atau keunggulan daerah. Hasil kajian dengan metode pengukuran basis ekonomi memberikan gambaran tentang keunggulan daerah dan daya saing daerah berkaitan erat dengan potensi atau sumberdaya daerah. Dalam penulisan ini metode pengukuran basis ekonomi Provinsi Sumatera Barat dilakukan melalui metode Input-Output. Analisis dilakukan berdasarkan tabel Input – Output Provinsi Sumatera Barat tahun 2007 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat. Dari analisis input-output Sumatera Barat tersebut selanjutnya dilakukan analisis keruangan dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan superimposed peta. Analisis keruangan dilakukan untuk mendapatkan

Sumber:

Page 8: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

gambaran yang lebih pasti tentang distribusi spasial potensi-potensi sumberdaya yang dimiliki oleh Provinsi Sumatera Barat.

4.2 Input-Output Sumatera Barat

Tabel I-O Sumatera Barat, mengelompokkan sektor-sektor produksi menjadi 9 kelompok, yaitu:1. Pertanian, Perburuan, Kehutanan, dan Perikanan2. Pertambangan dan Penggalian3. Industri Pengolahan4. Listrik, Gas dan Air Bersih5. Bangunan6. Perdagangan, Perhotelan, dan Restoran7. Pengangkutan dan Komunikasi8. Keuangan, Real Estate, Dan Jasa Perusahaan9. Jasa –Jasa

Berdasarkan tabel I-O Sumatera Barat diperoleh hasil analisis sebagai berikut:

1. Struktur permintaan dan penawaran

Dilihat dari segi sudut permintaan, seluruh produksi barang dan jasa yang tercipta akan digunakan baik untuk melakukan proses produksi lebih lanjut maupun digunakan oleh konsumen akhir. Produksi yang digunakan oleh sektor produksi dalam rangka kegiatan produksinya disebut sebagai permintaan antara, sedangkan produksi yang digunakan untuk memenuhi konsumsi akhir domestik disebut sebagai permintaan akhir. Permintaan akhir tersebut terdiri atas konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintahan, pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok.

Secara total, produksi domestik mampu menguasai 94,77 persen dari seluruh penyediaan barang dan jasa yang ada di Provinsi Sumatera Barat, sisanya sebesar 5,23 persen berasal dari luar Provinsi Sumatera Barat. Sementara bila dilihat dari sisi permintaan sebesar 39,98 persen permintaan berasal dari sektor produksi di Provinsi Sumatera Barat yang merupakan permintaan antara dan 46,28 persen digunakan sebagai konsumsi akhir domestik. Sisanya sebesar 13,75 persen permintaan datang dari luar Provinsi Sumatera Barat.

Di Provinsi Sumatera Barat, sektor pertanian sangat berperan banyak. Hal tersebut terlihat dari 99,01 persen permintaan dipenuhi oleh penyediaan produksi domestik di Provinsi Sumatera Barat sedangkan produk pertanian yang harus dipenuhi oleh barang impor dari luar Provinsi Sumatera Barat hanya sebesar 0,99 persen dari total penyediaan. Dari sisi permintaan, sebesar 47,46 persen produksi pertanian digunakan untuk memenuhi

Page 9: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

permintaan antara, sebesar 37,27 persen untuk memenuhi konsumsi domestik dan hanya 15,27 persen yang diekspor.

Sektor perdagangan menjadi sektor yang kedua terbesar di Provinsi Sumatera Barat. Peranannya dalam pembentukan PDRB Provinsi Sumatera Barat mencapai 17,74 persen, output yang mampu diciptakan oleh sektor ini adalah sebesar 17.202,64 miliar rupiah. Nilai ini mampu memenuhi 99,32 persen kebutuhan pada sektor ini, dan hanya sebesar 0,68 persen yang harus diimpor dari luar Provinsi Sumatera Barat.

2. Struktur Ouput

Sektor perdagangan besar dan eceran merupakan sektor terbesar pertama menurut peringkat outputnya. Output sektor tersebut memberikan andil 16,63 persen. Sektor angkutan jalan raya merupakan sektor terbesar kedua yaitu memberikan kontribusi sebesar 11,92 persen. Sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan sebesar 8,28 persen, sektor kontruksi sebesar 6,42 persen, sektor padi 4,80 persen, sektor industri tekstil, pakaian & kulit sebesar 3,85 persen, sektor industri minyak dan lemak sebesar 3,74 persen, sektor industri beras sebesar 2,79 persen, sektor kelapa sawit sebesar 2,70 persen dan yang kesepuluh sektor jasa perorangan sebesar 2,43 persen.

3. Dampak Kebutuhan Tenaga Kerja

Sektor yang terbanyak menyerap tenaga kerja di Propinsi Sumatera Barat adalah sektor pertanian yaitu sebesar 47.93 persen atau sebanyak 905.575 orang. Sektor kedua terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 20,33 persen atau sebanyak 384.094 orang. Dan sektor ketiga terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor jasa-jasa yang mencapai 11,89 persen atau sebanyak 224.592 orang.

Berdasarkan besaran remental Labour Output Ratio (ILOR) diperoleh sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel & restoran, dan sektor industri pengolahan merupakan 3 sektor dalam perekonomian Sumatera Barat yang memiliki nilai ILOR yang relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi output pada sektor pertanian, perdagangan hotel & restoran, dan sektor industri pengolahan maka semakin tinggi pula kesempatan kerja yang tercipta, dengan asumsi kenaikan output seolah-olah

4. Sektor-Sektor Strategis dalam Pembangunan Sumatera Barat

Berdasarkan indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks daya kepekaan (IDK) diketahui bahwa sektor-sektor yang strategis untuk dikembangkan dalam pembangunan daerah Sumatera Barat adalah sebagai barikut : kelapa sawit, industri makanan lainnya, industri tekstil

Page 10: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

pakaian & kulit, industri barang karet & plastik, listrik, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, dan angkutan jalan raya.

Tabel 2. Sektor-sektor strategis menurut Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajah Kepekaan tabel input-outpu Sumatera Barat 2007

Sumber: BPS, Sumatra Barat

4.3 Analisis Location Quotient (LQ)

Meskipun model Input-Output merupakan kerangka analisis andalan yang digunakan untuk melakukan perencanaan pengembagan wilayah, namun model ini pun tidak lepas dari kelemahan-kelemahan. Model Input-Output hanya dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik struktur ekonomi suatu wilayah saja tanpa dapat memberikan distribusi spasialnya. Oleh karena itu agar dapat memberikan analisis keruangan yang lebih detil tentang potensi pengembangan wilayah Sumatera Barat, selanjutnya dilakukan analisis location quotient (LQ) untuk mengetahui sektor-sektor perekonomian yang menjadi basis di suatu daerah.

1. Sektor PertanianBerdasarkan hasil analisis LQ, diketahui bahwa terdapat 13 kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan nilai LQ lebih dari 1, atau dapat dikatakan terdapat 13 kabupaten/kota yang

Page 11: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

menjadi basis sektor pertanian di Sumatera Barat. Adapun kabupaten/kota tersebut adalah Agam, Dharmasraya, Kepulauan Mentawai, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Sijunjung, Solok Selatan, Kabupaten Solok dan Tanah Datar, dengan tingkat spesialisasi tertinggi terdapat di Kepulauan Mentawai (LQ = 2,39).

2. Sektor IndustriBerdasarkan hasil analisis LQ, diketahui bahwa terdapat 4 kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan nilai LQ lebih dari 1, atau dapat dikatakan terdapat 4 kabupaten/kota yang menjadi basis sektor industri di Sumatera Barat. Adapun kabupaten/kota tersebut adalah Padang, Pariaman, Pasaman Barat, dan Pesisir Selatan dengan tingkat spesialisasi tertinggi adalah Kota Pariaman (LQ = 2,24).

3. Sektor KonstruksiBerdasarkan hasil analisis LQ, diketahui bahwa terdapat 9 kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan nilai LQ lebih dari 1, atau dapat dikatakan terdapat 9 kabupaten/kota yang menjadi basis sektor industri di Sumatera Barat. Adapun kabupaten/kota tersebut adalah Dharmasraya, Sawahlunto, Kota Solok, Padang Panjang, Pariaman, Payakumbuh, Sijunjung, Solok Selatan, dan Tanah Datar, dengan tingkat spesialisasi tertinggi adalah Kota Solok (LQ = 2,53).

4. Sektor ListrikBerdasarkan hasil analisis LQ, diketahui bahwa terdapat 7 kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan nilai LQ lebih dari 1, atau dapat dikatakan terdapat 7 kabupaten/kota yang menjadi basis sektor industri di Sumatera Barat. Adapun kabupaten/kota tersebut adalah Bukit Tinggi, Padang, Padang Panjang, Padang Pariaman, Pariaman, Payakumbuh, Sijunjung, Solok Selatan dan Tanah Datar, dengan tingkat spesialisasi tertinggi adalah Sijunjung (LQ = 2,16).

5. Sektor PerdaganganBerdasarkan hasil analisis LQ, diketahui bahwa terdapat 7 kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan nilai LQ lebih dari 1, atau dapat dikatakan terdapat 7 kabupaten/kota yang menjadi basis sektor industri di Sumatera Barat. Adapun kabupaten/kota tersebut adalah Bukit Tinggi, Kepulauan Mentawai, Limapuluh Kota, Padang, Pasaman Barat, Payakumbuh, dan Pesisir Selatan, dengan tingkat spesialisasi tertinggi adalah Pasaman Barat (LQ = 1,43).

Page 12: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

6. Sektor AngkutanBerdasarkan hasil analisis LQ, diketahui bahwa terdapat 7 kabupaten/kota di Sumatera Barat dengan nilai LQ lebih dari 1, atau dapat dikatakan terdapat 7 kabupaten/kota yang menjadi basis sektor industri di Sumatera Barat. Adapun kabupaten/kota tersebut adalah, Bukit Tinggi, Kota Solok, Padang, Padang Panjang, Padang Pariaman, Pariaman, dan Payakumbuh, dengan tingkat spesialisasi tertinggi adalah Padang Pariaman (LQ = 1,70). Untuk lebih jelasnya mengenai hasil perhitungan LQ untuk tiap sektor di Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 2 dan peta 1 sampai peta 6.

4.4 Potensi Pengembangan Wilayah Sumatera Barat

Berdasarkan analisis struktur ekonomi Sumatera Barat, PDRB Sumatera Barat memperlihatkan sektor pertanian masih menjadi andalan bagi Sumatera Barat untuk melaksanakan proses pembangunan. Dengan persentase distribusi sebesar 24,67 persen, menjadi sektor pertanian sebagai sektor penyumbang PDRB terbesar di Sumatera Barat. Sektor perdagangan menempati urutan kedua dalam PDRB Sumatera Barat dengan persentase sebesar 17,34 persen.

Perencanaan pengembangan wilayah sudah seharusnya dilakukan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Hal ini untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penetapan arah kebijakan yang akan diambil terkait proses pembangunan. Sumatera Barat sebagai salah satu wilayah pesisir dengan potensi pertanian cukup besar perlu melakukan perencanaan pengembangan wilayah sehingga tercapai tujuan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Model I-O sebagai salah satu metode analisis struktur perekonomian suatu wilayah, merupakan kerangka landasan analisis yang dapat digunakan untuk kebutuhan perencanaan pembangunan dan pengembangan wilayah dan hasil-hasil pembangunan di Provinsi Sumatera Barat. Model input-output yang tersaji dalam bentuk tabel, akan menunjukkan sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan wilayah.

Berdasarkan indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks daya kepekaan (IDK) diketahui bahwa sektor-sektor yang strategis untuk dikembangkan dalam pembangunan daerah Sumatera Barat adalah kelapa sawit, industri makanan lainnya, industri tekstil pakaian dan kulit, industri barang karet dan plastik, listrik, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, dan angkutan jalan raya. Kelapa sawit (sektor pertanian), dan sektor industri berdasarkan struktur PDRB diketahui merupakan penyumbang terbesar di Sumatera Barat, hal ini

Page 13: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

menyebabkan kedua sektor tersebut menjadi sektor andalan dalam rangka pengembangan wilayah.

Jika dari model input-output kita hanya dapat mengetahui sektor-sektor mana saja yang memiliki peran strategis untuk dikembangkan dalam pembangunan Sumatera Barat, maka analisis location quotient (LQ) dapat dilakukan untuk mengetahui distribusi spasial daerah-daerah di Sumatera Barat yang potensial untuk mengembangkan sektor-sektor strategis tadi. Gambar 2 sampai 6 menunjukkan daerah-daerah di Sumatera Barat yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai basis sektor-sektor unggulan. Kecuali untuk komoditas kelapa sawit, penjelasan lebih lanjut mengenai potensi pengembangan komoditas kelapa sawit dapat kita lihat pada Gambar 7 tentang distribusi produksi kelapa sawit di Sumatera Barat. Dari Gambar 7, dapat terlihat bahwa Pasaman Barat merupakan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai basis komoditas kelapa sawit karena memiliki tingkat produksi kelapa sawit yang tinggi dan nilai LQ untuk sektor pertanian lebih dari 1 (basis).

V. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis model input-output dapat diketahui sektor-sektor strategis yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan wilayah Sumatera Barat adalah (i) kelapa sawit, (ii) industri makanan lainnya, (iii) industri tekstil pakaian-kulit, (iv) industri barang karet & plastik, (v) listrik, (vi) konstruksi, (vii) perdagangan besar dan eceran, dan (viii) angkutan jalan raya. Hasil analisis I-O masih pada tataran ‘sektor-wise’, dan belum dapat menunjukkan ‘dimana’ kapasitas sektor unggulan tersebut berada. Untuk itu, analisis LQ melengkapi temuan tentang persebaran daerah-daerah yang potensial secara agregatif untuk mengembangkan sektor-sektor unggulan tersebut adalah:1. Sektor pertanian (kelapa sawit) dapat dikembangakan di Pasaman Barat. 2. Sektor industri dapat dikembangkan di Kota Pariaman. 3. Sektor konstruksi dapat dikembangkan di Kota Solok4. Sektor listrik dapat dikembangkan di Sijunjung5. Sektor perdagangan dapat dikembangkan di Pasaman Barat, dan 6. Sektor angkutan dapat dikembangkan di Padang Pariaman

Penilaian ulang dengan menggunakan sekuensial analisis Input-Output dan analisis Location Quotient dalam menentukan potensi pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Barat dapat memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai sebaran potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap wilayah. Jika metode analisis Input-Output hanya dapat memberikan gambaran sektor-sektor unggulan semata; keterbatasan ini, disolusikan melalui metode analisis LQ, dimana hasil penilaian versi LQ dapat memberikan gambaran lebih detil tentang sebaran wilayah dimana potensi sektor-sektor unggulan ‘ala I-O’ dapat dikembangkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan wilayah Sumatera Barat. Lihat Gambar Potensi dalam Sebaran Ruang, Gambar 2-7.

Page 14: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

Tidak ada suatu pendekatan yang ‘robust’ untuk semua hal. Oleh karena itu kombinasi antara kedua pendekatan akan melengkapi temuan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

BPS. 2009. Sumatera Barat Dalam Angka 2008. Sumatera Barat: BPS.

BPS. 2009. Penghitungan dan Analisis Tabel Input-Output Sumatera Barat 2007. Sumatera Barat: BPS dan Bappeda Sumatera Barat

BPS. 2010. Sumatera Barat Dalam Angka 2009. Sumatera Barat: BPS

Rustiadi, Ernan, Sunsun Saefulhakim, Dyah R. Panju.2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Setiono, Dedi NS. 2011. Ekonomi Pengembangan Wilayah: Teori dan Analisis. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUISjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Sumatera Barat: Baduose Media

Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara

Sumber Internet:

Sumber: http://sumbar.bps.go.id/web/arc/pdrblapanganusaha2007-2011/index.html

Krugman, P. 2008, The Increasing Returns Revolution in Trade and Geography. Paul Krugman delivered his Prize Lecture on 8 December 2008 at Aula Magna, Stockhaol University., http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/economic-sciences/laureates/2008/krugman-lecture.html

Page 15: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

Tabel 2. PDRB Sumatera Barat Menurut Harga Berlaku Tahun 2007.

No Lapangan Usaha Jumlah Distribusi Persentase

1 Pertanian14.754.867,4

9 24,67 a. Tanaman pangan & hortikultura 7.489.661,97 12,52 b. Perkebunan 3.353.780,05 5,61 c. Peternakan 1.206.850,05 2,02 d. Kehutanan 934.184,67 1,56 e. Perikanan 1.770.390,95 2,96

2 Pertambangan/Penggalian 2.059.937,26 3,44 a. Minyak dan gas bumi - - b. Petambangan tanpa migas 285.849,95 0,48 c. Penggalian 1.774.087,31 2,97

3 Industri Pengolahan 7.179.242,77 12,01 a. Industri migas - b. Industri tanpa migas 7.179.242,77 12,01

4 Listrik, Gas, dan Air Minum 822.189,05 1,37 a. Listrik 756.759,22 1,27 b. Gas - c. Air Minum 65.429,83 0,11

5 Bangunan/Konstruksi 3.290.146,38 5,5

6 Perdagangan, Hotel & Restoran10.367.999,1

7 17,34

a. Perdagangan besar dan eceran10.015.331,0

6 16,75 b. Hotel 93.062,13 0,16 c. Restoran 259.605,98 0,43

7 Pengangkutan & Komunikasi 9.009.321,18 15,07 a. Pengangkutan 7.372.707,80 12,33 b. Komunikasi 1.636.613,38 2,74

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.963.365,97 4,96 a. Bank 925.267,34 1,55 b. Lembaga keuangan tanpa bank & Jasa 744.010,38 1,24 c. Sewa bangunan 1.211.606,90 2,03 d. Jasa perusahaan 82.481,36 0,14

9 Jasa-Jasa 9.351.975,83 15,64 a. Pemerintah umum dan pertahanan 6.416.216,34 10,73

Page 16: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

b. Swasta 2.935.759,49 4,91

Tabel 3. LQ Sektor produksi Sumatera Barat

KABUPATEN PERTANIAN INDUSTRI KONSTRUKSI LISTRIK PERDAGANGAN ANGKUTAN

Agam 1,71 0,91 0,94 0,70 0,87 0,36

Bukittinggi 0,10 0,80 0,80 1,93 1,21 1,57

Dharmasraya 1,51 0,47 2,39 0,91 0,69 0,50

Kepulauan Mentawai 2,39 0,56 0,66 0,11 1,09 0,44

Kota Sawah Lunto 0,37 0,80 1,36 0,82 0,62 0,74

Kota Solok 0,38 0,73 2,53 0,42 0,59 1,51

Lima Puluh Koto 1,45 0,79 0,53 0,31 1,20 0,40

Padang 0,25 1,19 0,82 1,63 1,19 1,67

Padang Panjang 0,43 0,68 1,51 2,10 0,59 1,62

Padang Pariaman 1,05 0,89 0,84 1,10 0,62 1,70

Pariaman 1,23 2,24 1,52 1,02 0,61 1,07

Pasaman 2,26 0,35 0,58 0,02 0,69 0,28

Pasaman Barat 1,36 1,85 0,54 0,11 1,43 0,25

Payakumbuh 0,44 0,54 1,52 1,19 1,04 1,60

Pesisir Selatan 1,49 1,01 0,87 0,54 1,19 0,23

Sawahlunto/Sijunjung 1,14 0,34 2,16 1,07 0,64 0,58

Solok 1,92 0,29 0,51 0,09 0,73 0,78

Solok Selatan 1,68 0,72 1,34 0,79 0,99 0,48

Tanah Datar 1,63 0,91 1,39 0,78 0,70 0,44

Sumber: Dihitung oleh Peneliti, 2012

Page 17: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

Gambar 2,

Gambar 3,

Page 18: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

Gambar 4,

Gambar 5,

Page 19: PERSPEKTIF KOMBINASI: PENILAIAN ULANG PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA BARAT

Gambar 6,

Gambar 7,