Top Banner
15 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA *) Social Perception of Socio Economic Impact of Sunda Strait Brigde Development Plan Andi Suriadi 1 Masmian Mahida 2 Aldina Rani Lestari 3 1 Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Jl.Pattimura No.20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Email : [email protected] 2 Peneliti Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Jl.Pattimura No.20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Email : [email protected] 3 Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Jl.Pattimura No.20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Email : [email protected] Tanggal diterima: 5 Desember 2014; Tanggal disetujui: 20 Maret 2015 ABSTRACT Construction of Sunda Strait Bridge is expected as the main infrastructure to support national connectivity, particularly Java – Sumatera. Several studies on physical-technical aspects asses that Sunda Strait Bridge is decent built. To support this, the study of non technical aspect especially perceptions on the socio-economic impact is needed. This study aims to determine the perceptions of local people towards socio-economic impacts if JSS is built. Thus, a planned and systematic step in minimizing potential adverse impacts can be done. Using quantitative approach, the survey was conducted on 7 districts in South Lampung Regency by taking 100 respondents in various circles. The result shows that if the bridge is built: (a) migration from Java to Sumatera (77%) and migration from rural to urban (58%); (b) conversion of paddy land/farm to industry (63%) and to settlements (53%); (c) ownership changes of local residence to businessman (67%) and to migrants (71%); (d) business opportunity trade (89%), service industry (89%), goods industry (86%); (e) excess of construction: pollution (65%), traffic congestion (28%), slum (35%), crime (62%), and prostitution (32%). Consider the variations of the impact, it recommends to make a local regulation to protect land ownership and land use, and to optimize positive impact the construction of Sunda Strait Bridge. Keywords: socio-economic impact, local regulation, sunda strait bridge, national connectivity, social perception ABSTRAK Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda diharapkan menjadi prasarana utama mendukung konektivitas nasional, khususnya Jawa–Sumatera. Beberapa penelitian aspek fisik-teknis menunjukkan Jembatan Selat Sunda layak dibangun. Untuk mendukung hal tersebut, perlu adanya penelitian aspek non teknis terkait persepsi terhadap dampak sosial ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi masyarakat lokal terhadap dampak sosial ekonomi jika JSS dibangun. Dengan demikian, langkah terencana dan sistematis dalam meminimalisasi potensi dampak yang merugikan dapat dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Survei dilakukan pada 7 Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan dengan mengambil 100 responden dari berbagai kalangan. Hasil penelitian menunjukkan jika Jembatan Selat Sunda dibangun akan terjadi: (a) migrasi dari Jawa ke Sumatera (77 %) dan migrasi dari perdesaan ke perkotaan (58%); (b) alih fungsi lahan dari sawah/ladang ke industri (63%) dan dari sawah/ladang ke permukiman (53%); (c) perubahan kepemilikan dari penduduk lokal ke pengusaha (67%) dan penduduk lokal ke pendatang (71%); (d) timbul peluang usaha perdagangan (89%), industri jasa (89%), industri barang (86%); (e) ekses lain akan terjadi adalah polusi (65%), kemacetan (28%), kekumuhan (35%), kriminalitas (62%), dan prostitusi (32%). Mempertimbangkan variasi dampak maka direkomendasikan adanya Peraturan Daerah untuk memproteksi pola kepemilikan dan peruntukan lahan serta optimalisasi dampak positif dari Pembangunan Jembatan Selat Sunda. Kata kunci: dampak sosial ekonomi, peraturan daerah, jembatan selat sunda, konektivitas nasional, persepsi sosial *) Sebagian gagasan dalam tulisan ini telah dipresentasikan dalam acara Kolokium Jalan dan Jembatan Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2014
12

PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

15

PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA*)

Social Perception of Socio Economic Impact of Sunda Strait Brigde Development Plan

Andi Suriadi1 Masmian Mahida2 Aldina Rani Lestari3

1Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Jl.Pattimura No.20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Email : [email protected] 2Peneliti Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Jl.Pattimura No.20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110Email : [email protected]

3Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Jl.Pattimura No.20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110

Email : [email protected]

Tanggal diterima: 5 Desember 2014; Tanggal disetujui: 20 Maret 2015

ABSTRACT

Construction of Sunda Strait Bridge is expected as the main infrastructure to support national connectivity, particularly Java – Sumatera. Several studies on physical-technical aspects asses that Sunda Strait Bridge is decent built. To support this, the study of non technical aspect especially perceptions on the socio-economic impact is needed. This study aims to determine the perceptions of local people towards socio-economic impacts if JSS is built. Thus, a planned and systematic step in minimizing potential adverse impacts can be done. Using quantitative approach, the survey was conducted on 7 districts in South Lampung Regency by taking 100 respondents in various circles. The result shows that if the bridge is built: (a) migration from Java to Sumatera (77%) and migration from rural to urban (58%); (b) conversion of paddy land/farm to industry (63%) and to settlements (53%); (c) ownership changes of local residence to businessman (67%) and to migrants (71%); (d) business opportunity trade (89%), service industry (89%), goods industry (86%); (e) excess of construction: pollution (65%), traffic congestion (28%), slum (35%), crime (62%), and prostitution (32%). Consider the variations of the impact, it recommends to make a local regulation to protect land ownership and land use, and to optimize positive impact the construction of Sunda Strait Bridge.

Keywords: socio-economic impact, local regulation, sunda strait bridge, national connectivity, social perception

ABSTRAK

Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda diharapkan menjadi prasarana utama mendukung konektivitas nasional, khususnya Jawa–Sumatera. Beberapa penelitian aspek fisik-teknis menunjukkan Jembatan Selat Sunda layak dibangun. Untuk mendukung hal tersebut, perlu adanya penelitian aspek non teknis terkait persepsi terhadap dampak sosial ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi masyarakat lokal terhadap dampak sosial ekonomi jika JSS dibangun. Dengan demikian, langkah terencana dan sistematis dalam meminimalisasi potensi dampak yang merugikan dapat dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Survei dilakukan pada 7 Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan dengan mengambil 100 responden dari berbagai kalangan. Hasil penelitian menunjukkan jika Jembatan Selat Sunda dibangun akan terjadi: (a) migrasi dari Jawa ke Sumatera (77 %) dan migrasi dari perdesaan ke perkotaan (58%); (b) alih fungsi lahan dari sawah/ladang ke industri (63%) dan dari sawah/ladang ke permukiman (53%); (c) perubahan kepemilikan dari penduduk lokal ke pengusaha (67%) dan penduduk lokal ke pendatang (71%); (d) timbul peluang usaha perdagangan (89%), industri jasa (89%), industri barang (86%); (e) ekses lain akan terjadi adalah polusi (65%), kemacetan (28%), kekumuhan (35%), kriminalitas (62%), dan prostitusi (32%). Mempertimbangkan variasi dampak maka direkomendasikan adanya Peraturan Daerah untuk memproteksi pola kepemilikan dan peruntukan lahan serta optimalisasi dampak positif dari Pembangunan Jembatan Selat Sunda.

Kata kunci: dampak sosial ekonomi, peraturan daerah, jembatan selat sunda, konektivitas nasional, persepsi sosial

*) Sebagian gagasan dalam tulisan ini telah dipresentasikan dalam acara Kolokium Jalan dan Jembatan Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2014

Page 2: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79

16

PENDAHULUANRencana pembangunan Jembatan Selat Sunda

(JSS), masih terus menjadi tema pembicaraan hangat, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Secara makro, JSS diharapkan dapat memperlancar aksesibilitas dan konektivitas nasional khususnya antara pulau Jawa–Sumatera. Di masa mendatang, JSS juga diharapkan mendukung konektivitas antarnegara (ASEAN Highway) dengan dukungan rencana pembangunan Jembatan Selat Malaka (JSM). Dengan demikian, dampak sosial ekonomi dengan adanya JSS berpengaruh terutama ke negara-negara ASEAN.

Kendatipun secara makro dampak sosial ekonomi diprediksi dan diproyeksikan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang menjadi masalah adalah terkait dengan masyarakat lokal tempat lokasi pembangunan kaki JSS akan dibangun. Hal ini penting karena tidak jarang dalam hal tertentu masyarakat yang berada di sekitar pembangunan justru kurang mendapatkan manfaat dibanding dengan masyarakat yang jauh dari titik lokasi pembangunan. Artinya, manfaat besar JSS bagi masyarakat lain secara luas, tidak dapat dijadikan alat justifikasi untuk mengabaikan atau membiarkan masyarakat lokal di sekitar kawasan kaki jembatan merasakan dan menerima ekses akibat adanya pembangunan JSS.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, berbagai kajian pun telah dilakukan, baik dari sisi fisik-teknis maupun sisi sosial ekonomi. Secara fisik-teknis, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan JSS layak dibangun dengan dua opsi rute, yakni alternatif I (Merak-Sumur) dan alternatif II (Anyar-Bakauheni) dengan sejumlah kelebihan dan kekurangannya (Vaza 2013). Sementara dalam hal penggunaan material, Evrianto dkk (2012) mengingatkan perlunya memerhatikan aspek keberlanjutan material konstruksi JSS karena emisi yang potensial ditimbulkan oleh penggunaan material konstruksi sebesar 1.972.613 ton CO2 ekuivalen. Sementara itu, Imran, Iswandi dan Prasanti Widyasih Sarli (2013) mengkaji masalah efek ketidakseragaman gerakan tanah akibat gempa terhadap Jembatan Ultra Panjang dengan menggunakan analisis model Selat Sunda menyimpulkan bahwa time history yang mewakili fenomena ketidakseragaman gerakan tanah dengan memperhitungkan efek wave passage, dan inkoherensi gerakan tanah secara terpisah dan bersama-sama pada dasarnya dapat dibentuk.

Sementara itu, dari sisi sosial ekonomi, Anwar (2010) mengkaji strategi untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi antar kawasan pem-bangunan Jembatan Selat Sunda. Kawasan dimaksud adalah Provinsi Banten dan Lampung sebagai wilayah yang paling terkena dampak keberadaan jembatan tersebut dengan menggunakan konsep Balance Agro-Industrial Development Strategy (BAIDS). Selanjutnya, Pradhitasari (2014) menganalisis dampak sektor dan wilayah limpahan dari rencana investasi pembangunan JSS, dengan sasaran menganalisis struktur perekonomian, sektor–sektor basis ekonomi, efek penggandaan, sektor–sektor kunci perekonomian dan dampak rencana investasi JSS terhadap output pulau Sumatra dan Jawa serta Lampung dan Banten. Alkadri (2011) melihat pembangunan JSS akan sangat berperan dalam mendukung Kawasan Ekonomi Khusus Bojonegara. Dari sisi perternakan, Bahri dan Bess (2012) memprediksikan bahwa pembangunan JSS dapat memperlancar dan mempermudah akses transportasi khususnya sumber pakan ternak (yang berasal dari limbah perkebunan) ke konsumen di pulau Jawa. Dengan demikian, usaha peternakan di pulau Jawa masih cukup ekonomis. Taryono dan Hendro (2013) menganalisis ketersediaan infrastruktur di pulau Sumatera. Dalam analisisnya, mereka mengatakan salah satu stimulus utama pertumbuhan ekonomi di pulau Sumatera adalah ketersediaan infrastruktur, termasuk JSS. Namun demikian, yang perlu diperhatikan menurut Muljono dkk. (2010) adalah pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan yang lebih berfokus di Kawasan Barat Indonesia (KBI) tidak akan menyelesaikan masalah ketimpangan pembangunan yang terjadi selama ini.

Selain berhubungan langsung dengan pem-bangunan JSS, beberapa kajian mengenai dampak sosial ekonomi pun sudah dilaksanakan terkait dengan pembangunan jembatan dan jalan. Hasilnya, ditemukan sejumlah dampak positif, namun tidak sedikit pula dampak negatifnya. Iek (2013) meneliti dampak pembangunan jalan di Papua Barat membuktikan bahwa pembangunan jalan berdampak positif dan signifikan terhadap perubahan pendapatan usaha ekonomi masyarakat serta berdampak sosial besar daripada ekonomi. Demikian pula Sudarsana (2011) melakukan analisis ekonomi terhadap pembangunan jalan penghubung Bali Utara–Selatan. Ia menyimpulkan bahwa manfaat proyek secara langsung berupa penghematan biaya operasi (PBOK) dan menghemat nilai waktu, sedangkan manfaat tidak langsung berupa manfaat efek pengganda berupa peningkatan jumlah wisatawan yang melanjutkan perjalanan ke Bali Utara, peningkatan sektor usaha lainnya, dan penurunan angka kecelakaan. Dalam lingkup yang lebih makro, hasil analisis Novitasari

Page 3: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

17

Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Sosial Ekonomi Rencana Pembangunan Jembatan Selat SundaAndi Suriadi, Masmian Mahida dan Aldina Rani Lestari

dan Sri (2014) menjelaskan bahwa berdasarkan hasil estimasi parameter, atribut infrastruktur yang paling signifikan mempengaruhi perkembangan wilayah dengan tingkat perkembangan PDRB perkapita rendah adalah perkembangan panjang jalan nasional. Di samping itu, hasil analisis Permana dan Alla (2010) menyebutkan infrastruktur memiliki keterkaitan ke belakang lebih tinggi daripada keterkaitan ke depannya. Semua sektor kategori infrastruktur memiliki nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu dan nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu yang berarti bahwa sektor-sektor tersebut lebih mampu mendorong pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya.

Demikian pula dalam hal kajian persepsi terhadap dampak sosial ekonomi terhadap adanya suatu kegiatan pembangunan sudah pernah dilakukan. Chisango, Tawanda dan Bonface (2013) melakukan penelitian tentang persepsi terhadap dampak perubahan pembangunan ekonomi di Zimbabwe dengan studi kasus di Provinsi Matebeleland. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa responden mendukung adopsi perubahan terhadap pembangunan ekonomi di wilayah mereka. Mereka optimis sumber daya alam dapat membuat ekonomi mereka berkelanjutan. Hannan dan Kevin (2011) melakukan riset terhadap empat kelompok komunitas desa di Negara Persemakmuran Pennsylvania, Amerika Serikat terkait dengan rencana pembangunan penjara. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa lebih dari 60% responden mempersepsikan pembangunan penjara akan memberi dampak positif. Dampak positif tersebut antara lain berhubungan dengan peluang lapangan kerja, fasilitas, dan keamanan.

Demikian pula, Tsundoda dan Samuel (2009) meneliti tentang dampak sosial ekonomi di salah kota wisata kecil yakni Peterborough New Hampshire. Hasil penelitiannya terhadap 27 informan menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat Peterborough memiliki persepsi positif dan negatif terdampak dampak sosial ekonomi akibat pengembangan pariwisata dan tidak ingin mengubah kota mereka untuk peningkatan pembangunan pariwisata jika hanya menghasilkan peningkatan penghasilan. Masyarakat mengakui adanya keuntungan pariwisata bagi perekonomian level kota, namun tidak begitu berpengaruh terhadap situasi ekonomi masyarakat. Sementara itu, bagi para pekerja mengkhawatirkan terjadinya polarisasi ekonomi secara gradual dan pembanguan kelas-kelas sosial akibat pariwisata. Sedangkan bagi anggota kelompok kaya secara umum memandang bahwa pariwisata saat ini menguntungkan. Huertas dkk. (2010) melakukan penelitian tentang opini

dampak sosial ekonomi terhadap destinasi wisata golf di Provinsi Alicante, Spanyol. Hasilnya, para pemain golf dan manager pengelola golf memiliki opini atau persepsi positif terhadap dampak sosial ekonomi dibanding dengan masyarakat umum di Provinsi Alicante. Hal ini terkait dengan pengetahuan para pemain dan manager golf tentang benefit yang diperoleh. Dalam konteks Indonesia, Prawiro (2014) yang meneliti pembangunan jalan layang menemukan bahwa mayoritas responden persil di sepanjang jalan mengalami gangguan jika jalan layang non-Tol Antasari-Blok M beroperasi, berupa kebisingan, polusi udara, kemacetan lalu lintas, dan view dari lahan dan pencahayaan.

Hasil-hasil penelitian dan kajian di atas terutama pada aspek sosial ekonomi lebih cenderung menekankan pada strategi peningkatan pertumbuhan ekonomi, dampak ekonomi kawasan, dan pengembangan wilayah terkait dengan JSS. Sementara itu, pada aspek persepsi masih terkait dengan pembangunan infrastruktur kawasan, pengembangan pariwisata, dan jalan tol. Namun demikian, dari sejumlah penelitian dan kajian tersebut, belum ada yang mengkaji aspek persepsi terhadap dampak sosial ekonomi yang akan timbul jika pembangunan JSS dilaksanakan. Hal ini sangat penting karena terkait bayangan, harapan sekaligus kekhawatiran masyarakat terdapat potensi dampak yang bakal diterima di lokasi rencana pembangunan JSS.

Berdasarkan hal di atas, penelitian ini mengkaji lebih jauh terkait dengan persepsi masyarakat lokal khususnya pada wilayah di sekitar pembangunan kaki JSS terhadap dampak sosial ekonomi yang akan timbul. Untuk itu, pertanyaan yang diajukan adalah: Bagaimana persepsi masyarakat lokal terhadap prakiraan dampak sosial ekonomi akibat pembangunan JSS?

Dengan diketahuinya gambaran persepsi masyarakat lokal terhadap dampak sosial ekonomi jika JSS dibangun dapat dilakukan langkah-langkah terencana dan sistematis dalam rangka meminimalisasi berbagai jenis dampak yang berpotensi merugikan serta memaksimalisasi dampak positif yang akan dibangkitkan oleh pembangunan JSS, misalnya melakukan proteksi terhadap kepemilikan lahan yang potensial beralih kepada pihak lain serta penggunaan lahan yang potensial tidak terkendali.

KAJIAN PUSTAKAPersepsi Sosial

Persepsi masyarakat memegang peran yang sangat penting terhadap kelancaran suatu

Page 4: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79

18

Menurut Burdge, dan Frank (1996), dampak sosial memiliki cakupan meliputi semua konsekuensi sosial dan budaya terhadap manusia yang merupakan akibat dari tindakan pribadi atau publik yang merupakan cara di mana manusia hidup, bekerja, bermain, berhubungan satu dengan yang lain, mengelola kebutuhan-kebutuhannya, dan menanggulangi anggota masyarakat secara umum. Sementara itu, Mackenzie Valley Environmental Impact Review Board (2007) menjabarkan bahwa dampak pada dasarnya merupakan potensial perubahan (langsung atau tidak langsung, keseluruhan atau sebahagian, lebih baik atau lebih buruk) yang disebabkan oleh aktivitas pembangunan dalam hal ini adalah industri. Lebih lanjut, disebutkan bahwa adapun komponen-komponen sosial ekonomi adalah (a) kesehatan dan kesejahteraan, (b) keberlanjutan makanan margasatwa, akses dan penggunaan lahan, (c) proteksi sumberdaya warisan dan kebudayaan, (d) kesempatan yang sama dalam bisnis dan pekerjaan, (e) keberlanjutan penduduk (migrasi keluar/masuk), (f) pelayanan dan infrastruktur memadai, dan (g) keberlanjutan pendapatan dan pola hidup yang memadai.

Dalam konteks dampak sosial ekonomi pembangunan infrastruktur, menurut Yanti dan Heru (2013) dapat dibagi ke dalam dua kategori: positif dan negatif. Mahagana dan Cahya (2013) merinci dampak negatif tersebut meliputi keresahan masyarakat, penurunan kualitas udara, dan terganggunya aliran permukaan, sedangkan dampak positif meliputi peningkatan kesempatan kerja, peningkatan kinerja jalan, pengurangan biaya operasional kendaraan, peningkatan nilai lahan, dan waktu tempuh berkurang. Dalam konteks pembangunan jalan, Effendi dan Alla (2014) mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara panjang jalan dan luas lahan sawah cenderung berubah secara berlawanan.

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat dikatakan bahwa dampak sosial ekonomi dapat dibatasi dalam tulisan ini sebagai sebagai perubahan bersifat potensial pada aspek sosial dan ekonomi secara langsung (penduduk, penggunaan lahan, kepemilikan lahan, dan kesempatan kerja, peluang bisnis di berbagai sektor) maupun tidak langsung seperti ekses mempengaruhi kesehatan masyarakat (polusi, kekumuhan, dan kemacetan) dan ekses sosial lainnya yang dapat bersifat positif dan negatif.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam kajian ini

adalah metode kuantitatif dengan mengandalkan kuantifikasi data dalam pengumpulan maupun

aktivitas, termasuk kegiatan pembangunan. Bila persepsi masyarakat bersifat negatif, maka dapat mempermudah masyarakat mewujudkannya ke dalam tindakan-tindakan yang negatif pula, seperti perusakan dan tindakan destruksi lainnya. Sebaliknya, bila persepsi masyarakat positif, maka dapat memperkuat dan memperlancar upaya-upaya untuk pelaksanaan aktivitas dan pencapaian tujuan yang diharapkan.

Persepsi pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis bagi manusia dalam memberi respons dan menerjemahkan berbagai stimulus gejala yang ada di sekitarnya. Karena merupakan respons dan terjemahan, maka ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik dan ada pula yang tidak baik. Hanya saja, persepsi yang sering disinonimkan dengan opini lebih merupakan pernyataan sikap yang sudah mapan dan lebih bersifat situasional atau temporer. Viyakumar dalam Loue, dan Martha (2008) mengatakan persepsi adalah suatu proses menerima, menafsirkan, menyeleksi, dan mengorganisasi informasi fisik menjadi informasi psikologis. Namun demikian, terdapat elemen-elemen yang berbeda dalam persepsi tersebut seperti sensor stimulasi, pengalaman masa lalu, perhatian, kesiapan merespons stimulus, memori, motivasi, dan keadaan emosional seseorang. Selanjutnya, menurut Viyakumar, sensori persepsi memengaruhi cara pandang kita, perasaan, dan interpretasi kita. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa dalam persepsi itu sekalipun stimulusnya sama, tetapi karena pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu dengan individu yang lain tidak sama.

Dengan mencermati berbagai konsep di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi sosial dalam konteks tulisan ini adalah respons yang diberikan oleh masyarakat berdasarkan perasaan, pengalaman, perhatian, interpretasi, dan kemampuan berpikir terhadap informasi yang diterima terkait dengan suatu aktivitas dalam hal ini pembangunan JSS.

Dampak Sosial Ekonomi

Pada awalnya, kata dampak seringkali dikonotasikan dengan hal-hal yang berdimensi negatif. Namun, dalam perkembangannya, konsep dampak (impact) mulai dipahami dalam dua dimensi: positif dan negatif. Hal ini juga sejalan dengan perkembangan pemikiran bahwa suatu kegiatan, program, atau proyek akan menimbulkan konsekuensi, baik berupa biaya (cost) maupun keuntungan (benefit).

Page 5: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

19

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Kab. Lampung Selatan, Prov. Lampung

analisisnya (Bryman 2004). Data dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner. Sampel ditarik berdasarkan dua tahap, yakni berdasarkan wilayah kecamatan yang berdekatan dengan rencana kaki JSS dan selanjutnya berdasarkan jenis pekerjaan responden yang dianggap dapat mewakili pihak pemerintah daerah, pengusaha, dan masyarakat umum. Jumlah keseluruhan responden yang tersebar pada tujuh kecamatan di Kab. Lampung Selatan berjumlah 100 orang. Dari tujuh kecamatan tersebut, dibagi ke dalam tiga kategori, yakni (a) Ring I di titik kaki JSS (Kec. Bakauheni dan Kec. Ketapang); (b) Ring II perbatasan kecamatan kaki JSS (Kec. Rajabasa, Kec. Panengahan, dan Kec. Sragi); dan (c) Ring III pada kecamatan di luar Ring II (Kec. Kalianda dan Kec. Palas). Untuk pengambilan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan jenis pekerjaan responden yakni pegawai, petani, pengusaha, nelayan, dan tokoh masyarakat secara proporsional. Jumlah responden 100 orang diambil berdasarkan jumlah keseluruhan KK di tujuh kecamatan dengan menggunakan rumus Slovin. Penelitian ini dilakukan pada minggu keempat bulan Maret 2014. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Untuk analisis data, dilakukan beberapa tahap, yakni setelah hasil jawaban kuesioner dari para responden diperoleh, kemudian dilakukan tabulasi berdasarkan aspek yang diteliti. Selanjutnya, dilakukan analisis berdasarkan persamaan dan perbedaan berdasarkan karakteristiknya serta dilakukan interpretasi terhadap kecenderungan data.

Sumber : Puslitbang Sosekling dan PIPM UGM, 2013 Sumber : Puslitbang Sosekling dan PIPM UGM, 2013

Data dan AnalisisPersepsi Masyarakat Terhadap Potensi Migrasi

Berdasarkan persepsi responden, sebagian besar menyatakan bahwa potensi migrasi penduduk dari bila JSS dibangun cukup besar. Pada potensi migrasi penduduk dari Sumatera ke Jawa, responden menjawab tinggi 54%, sedang 22%, rendah 23%, dan tidak tahu 1%. Sementara itu, pada potensi migrasi penduduk dari Jawa ke Sumatera responden menjawab tinggi 77%, sedang 18%, rendah 3%, dan tidak tahu 2%. Secara lengkap, proporsi jawaban responden dapat dilihat pada Gambar 2.

Jika dibandingkan diantara kedua prakiraan sebagaimana data di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi masyarakat di Lampung Selatan terhadap potensi migrasi penduduk bila JSS dibangun akan jauh lebih tinggi perpindahan penduduk dari Jawa ke Sumatera dibanding dari Sumatera ke Jawa. Data ini menunjukan bahwa secara persepsional, masyarakat Lampung Selatan menganggap bahwa

Gambar 2. Proporsi Prakiraan Migrasi Penduduk dari Sumatera ke Jawa dan Sebaliknya

Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Sosial Ekonomi Rencana Pembangunan Jembatan Selat SundaAndi Suriadi, Masmian Mahida dan Aldina Rani Lestari

Rendah Sedang Tinggi Tidak tahu

Prakiraan Migrasi dari Sumatera ke Jawa

Rendah Sedang Tinggi Tidak tahu

Prakiraan Migrasi dari Jawa ke Sumatera

Page 6: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79

20

Sumber : : Puslitbang Sosekling dan PIPM UGM, 2013

dengan dibangunnya JSS, wilayah mereka akan menerima tambahan jumlah penduduk. Dengan kata lain, jumlah penduduk di wilayah Lampung Selatan akan mengalami peningkatan dengan masuknya orang-orang dari pulau Jawa.

Sementara itu, untuk potensi migrasi dari desa ke kota atau sebaliknya juga menunjukkan hal yang sama. Pada potensi migrasi dari desa ke kota khususnya di wilayah Kab. Lampung Selatan, responden menjawab tinggi 58%, sedang 21%, rendah 19%, dan tidak tahu 2%. Sebaliknya, prakiraan potensi migrasi dari kota ke desa, responden menjawab tinggi 23%, sedang 21%, dan rendah 52%, dan tidak tahu 4%. Secara lengkap, proporsi jawaban responden dapat dilihat pada Gambar 3.

Bila dibandingkan diantara kedua prakiraan potensi migrasi di atas, dapat dikatakan bahwa pada umumnya responden menganggap migrasi dari desa ke kota akan jauh lebih besar dibanding sebaliknya jika JSS dibangun. Dengan demikian, potensi fenomena urbanisasi akan terjadi dari sejumlah desa yang ada di wilayah Lampung

Gambar 3. Potensi Migrasi dari Desa ke Kota dan Sebaliknya

Selatan ke kota-kota yang ada di sekitarnya. Dengan kata lain, jumlah penduduk di daerah perkotaan dipersepsikan akan mengalami peningkatan secara cukup signifikan.

Persepsi Masyarakat Terhadap Potensi Alih Fungsi Lahan

Dengan dibangunnya JSS, tentu berbagai fasilitas pendukung juga dibangun. Seiring dengan itu, dengan semakin bertambahnya penduduk, juga akan membutuhkan berbagai jenis prasarana dan sarana. Untuk memfasilitasi hal tersebut, tentu dibutuhkan lahan yang memadai. Dengan demikian, alih fungsi lahan menjadi tidak dapat dihindarkan. Persepsi responden terhadap potensi alih fungsi lahan menunjukkan bahwa (a) alih fungsi lahan dari sawah/ladang ke permukiman tinggi 53%, sedang 29%, rendah 14%, dan tidak tahu 4%; (b) alih fungsi sawah/ladang ke pertokoan/perkantoran tinggi 47%, sedang 29%, rendah20%, dan tidak tahu 4%; (c) alih fungsi sawah/ladang ke industri tinggi 63%, sedang 19%, rendah 11%, dan tidak tahu 7%; (d) alih fungsi lahan permukiman ke pertokoan/perkantoran tinggi 28%, sedang 33%, rendah 34%, dan tidak tahu 5%; (e) alih fungsi lahan pertokoan/perkantoran ke industri tinggi 18%, sedang 27%, rendah 48%, dan tidak tahu 7%; serta (f) alih fungsi perluasan perkebunan tinggi 15%, sedang 15%, rendah 63%, dan tidak tahu 8%. Secara lengkap proporsi jawaban responden dapat dilihat pada Gambar 4.

Berdasarkan data di atas, dapat dikatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap alih fungsi lahan sawah/ladang akan tinggi, sedangkan alih fungsi lahan permukiman, pertokoan/perkantoran, serta perluasan perkebunan cenderung rendah. Dari tiga kategori alih fungsi lahan sawah/ladang, tampak bahwa persepsi masyarakat paling tinggi

Gambar 4. Proporsi Potensi Alih Fungsi LahanSumber : : Puslitbang Sosekling dan PIPM UGM, 2013

Sawah/Ladang - Permukiman(N=100)

Sawah/Ladang - Pertokoan/perkantoran(N=100)

Sawah/Ladang industri(N=100)

permukiman ke pertokoan/perkantoran(N=100)

permukiman ke indsutri (N=100)

pertokoan/perkantoran ke indsutri (N=100)

perluasan perkebunan(N=100)

14,00%

29,00%

53,00%

4,00%

20,00%29,00%

47,00%

11,00%

19,00%

61,00%

4,00% 7,00%

34,00%33,00%

28,00%

5,00%

38,00%

22,00%

36,00%

4,00% 7,00%

48,00%

22,00%18,00%

8,00%14,00%15,00%

rendah sedang tinggi tidak tahu

Rendah Sedang Tinggi Tidak tahu

Potensi Migrasi dari Desa ke Kota

Rendah Sedang Tinggi Tidak tahu

Potensi Migrasi dari Kota ke Desa

Page 7: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

21

Sumber : Puslitbang Sosekling dan PIPM UGM, 2013

akan beralih fungsi ke industri, kemudian ke permukiman, dan ke pertokoan/perkantoran. Hal ini mengindikasikan anggapan masyarakat bahwa dengan dibangunnya JSS, maka kemungkinan besar banyak sawah/ladang yang akan beralih fungsi. Dengan kata lain, luas lahan persawahan dan perladangan akan semakin berkurang seiring dengan dibangunnya JSS.

Persepsi Masyarakat terhadap Potensi Perubahan Kepemilikan Lahan

Potensi perubahan kepemilikan lahan dari penduduk lokal ke beberapa pihak cukup beragam. Berdasarkan jawaban responden, perubahan kepemilikan lahan dari penduduk lokal ke (a) pengusaha tinggi 67%, sedang 23%, rendah 9%, dan tidak tahu 1%; (b) pemerintah tinggi 18% sedang 36%, rendah 41%, dan tidak tahu 5%; (c) ke pendatang tinggi 71%, sedang 20%, rendah 7%, dan tidak tahu 2%; (d) ke orang asing tinggi 18%, sedang 13%, rendah 52%, dan tidak tahu 17%. Secara lengkap, proporsi jawaban responden dapat dilihat pada Gambar 5.

Jika dibandingkan diantara potensi perubahan kepemilikan lahan, yang terbesar adalah pada pola dari penduduk lokal ke pendatang dan ke pengusaha, sedangkan ke pemerintah dan orang asing relatif kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Lampung Selatan cenderung menganggap pendatang dan pengusaha merupakan pihak yang akan banyak menguasai tanah bila JSS dibangun. Dengan demikian, struktur kepemilikan tanah jika JJS dibangun akan bergeser dari penduduk lokal ke para pendatang dan pengusaha yang akan menggunakan lahan untuk berbagai

Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Sosial Ekonomi Rencana Pembangunan Jembatan Selat SundaAndi Suriadi, Masmian Mahida dan Aldina Rani Lestari

Gambar 5. Proporsi Potensi Perubahan Kepemilikan Lahan

keperluan mereka.

Persepsi Masyarakat Terhadap Potensi Sektor Usaha

Dilihat dari potensi sektor usaha yang akan dibangkitkan dengan dibangunnya JSS, para responden memberikan jawaban bahwa semua sektor usaha (pertanian, perkebunan, perikanan/nelayan, industri barang, dan industri jasa) akan tinggi meskipun dengan tingkatan yang bervariasi. Berdasarkan jawaban responden, potensi (a) sektor usaha pertanian tinggi 50%, sedang 16%, rendah 17%, dan tidak tahu 2%; (b) sektor usaha perkebunan tinggi 50%, sedang 18%, rendah 30%, dan tidak tahu 2%; (c) sektor usaha perikanan/nelayan tinggi 45%, sedang 22%, rendah 26%, dan tidak tahu 7%; (d) sektor perdagangan tinggi 89%, sedang 5%, rendah 3%, dan tidak tahu 3%; (e) sektor industri barang tinggi 86%, sedang 7%, rendah 4%, dan tidak tahu 3%; (f) sektor industri jasa tinggi 89%, sedang 6%, rendah 2%, dan tidak tahu 3%. Secara lengkap proporsi jawaban responden terhadap potensi sektor usaha dapat dilihat pada Gambar 6.

Berdasarkan data di atas, tampak semua sektor usaha dipersepsikan akan tinggi bila JSS dibangun, namun terdapat tiga sektor usaha yang dianggap paling tinggi, yakni sektor perdagangan, sektor industri barang, dan sektor industri jasa. Hal ini menunjukkan bahwa para responden menganggap ketiga sektor ini yang akan terpengaruh besar dengan adanya pembangunan JSS. Artinya, jika selama ini sektor perdagangan, industri barang, dan industri jasa masih dipandang kurang mengalami peningkatan pesat, maka dengan dibangunnya JSS ketiga sektor usaha akan mengalami peningkatan

Gambar 6. Proporsi Potensi Sektor Usaha

Sumber: Puslitbang Sosekling dan PIPM UGM, 2013

Penduduk Lokal – Pengusaha(N=100)

Penduduk Lokal - Pemerintah(N=100)

Penduduk Lokal – Pendatang (N=100)

Penduduk Lokal – Orang Asing(N=100)

9,00%

23,00%

63,00%

1,00%

41,00%

36,00%

18,00%

5,00%

34,00%

20,00%

71,00%

2,00%

52,00%

13,00%

18,00%

17,00%

Sektor Pertanian(N=100)

Sektor Perkebunan(N=100)

Sektor Nelayan(N=100)

Sektor Perdagangan(N=100)

Sektor Industri Barang (N=100)

Sektor Industri Jasa (N=100)

32,00%

16,00%

50,00%

2,00%

30,00%

18,00%

50,00%

26,00%22,00%

45,00%

2,00%

7,00%3,00%

5,00%

89,00%

3,00%

4,00%

7,00%

86,00%

3,00% 3,00%2,00%6,00%

89,00%

rendah sedang tinggi tidak tahu rendah sedang tinggi tidak tahu

Page 8: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79

22

yang sangat signifikan.

Persepsi Masyarakat Terhadap Potensi Ekses Lainnya

Kendatipun berbagai dampak positif yang diharapkan dengan adanya pembangunan JSS, tidak diingkari bahwa ekses dari pembangunan tersebut juga akan terjadi. Dari jawaban responden tampak bahwa potensi ekses dalam hal (a) kekumuhan tinggi 35%, sedang 27%, rendah 36%, dan tidak tahu 2%; (b) kemacetan tinggi 28%, sedang 23%, rendah 48%, dan tidak tahu 1%; (c) polusi tinggi 65%, sedang 1%, rendah 19%, dan tidak tahu 1%; (d) kriminalitas tinggi 62%, sedang 21%, rendah 15%, dan tidak tahu 2%; (e) prostitusi tinggi 32%, sedang 23%, rendah 38%, dan tidak tahu 7%; dan (f) ekses lain-lain tinggi 5%, sedang 72%, rendah 3%, dan tidak tahu 20%. Secara lengkap proporsi ekses dari rencana pembanguan JSS dapat dilihat pada Gambar 7.

Bila dibanding diantara enam kategori jenis potensi ekses yang dikhawatirkan timbul dengan adanya pembangunan JSS, terdapat dua yang paling tinggi, yakni polusi dan kriminalitas. Hal ini menunjukkan bahwa ekses pembangunan JSS maupun ikutannya akan berpengaruh terhadap kualitas udara yang selama ini dinikmati oleh masyarakat Kab. Lampung Selatan. Demikian pula ekses tindakan kriminal akan semakin marak terjadi seiring geliat pembangunan yang dilakukan di Kab. Lampung Selatan. Seringnya terjadi konflik terutama suku asli Lampung dan para pendatang atau sesama suku pendatang menjadi catatan tersendiri bagi masyarakat Kab. Lampung Selatan dalam memberikan penilaiannya.

Berdasarkan keseluruhan dampak sosial

Gambar 7. Proporsi Potensi Ekses Akibat Pembangunan JSS

Sumber : : Puslitbang Sosekling dan PIPM UGM, 2013

ekonomi di atas, dapat dilihat perbandingannya pata Tabel 1.

Mengacu data pada Tabel 1 di atas, jika dilihat persentase pada setiap dimensi, dapat diketahui subdimensi yang mendapat persentase yang besar dibanding dengan subdimensi lainnya. Pada dimensi migrasi, subdimensi potensi migrasi dari Jawa ke Sumatera menempati posisi yang paling tinggi sebesar 77%; pada dimensi alih fungsi lahan, subdimensi potensi dari sawah/ladang ke industri paling sebesar 63%; pada dimensi perubahan kepemilikan lahan, subdimensi potensi dari penduduk lokal ke pendatang 71%; pada dimensi sektor usaha, ada dua subdimensi yang tinggi yakni sektor perdagangan dan industri jasa masing 89%. Sementara itu, untuk dimensi potensi ekses lainnya, subdimensi polusi yang tertinggi sebesar 65%.

HASIL DAN PEMBAHASANPersepsi masyarakat Kab. Lampung Selatan

terhadap dampak sosial ekonomi akibat pembangunan JSS menunjukkan bahwa akan terjadi perubahan yang berarti di wilayah mereka. Potensi migrasi dari pulau Jawa ke Sumatera yang dipersepsikan lebih besar dibanding sebaliknya sebenarnya bukanlah tanpa sebab. Hal tersebut berdasarkan sejarah sosial bahwa sejak zaman kolonial Belanda, sudah ada kolonisasi dengan memindahkan penduduk dari pulau Jawa ke Lampung. Bahkan, setelah Indonesia merdeka pun yang lebih dikenal dengan istilah transmigrasi hal tersebut terus dilanjutkan. Oleh karena itu, wajar bila dengan kehadiran JSS, peristiwa migrasi penduduk akan terjadi. Demikian pula halnya dengan persepsi akan terjadi migrasi dari perdesaan ke perkotaan lebih besar daripada sebaliknya menunjukkan

rendah sedang tinggi tidak tahu

Kekumuhan(N=100)

Kemacetan(N=100)

Polusi(N=100)

Kriminalitas(N=100)

Prostitusi (N=100)

Lain-lain (N=100)

36,00%

27,00%

35,00%

2,00%

48,00%

23,00%28,00%

19,00%

1,00%

65,00%

1,00% 1,00%

15,00%21,00%

62,00%

2,00%

38,00%

23,00%

32,00%

7,00%

20,00%

3,00%

72,00%

5,00%

Page 9: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

23

Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Sosial Ekonomi Rencana Pembangunan Jembatan Selat SundaAndi Suriadi, Masmian Mahida dan Aldina Rani Lestari

No Dimensi Sub-DimensiPersentase Jawaban Responden

Tinggi Sedang Rendah Tidak Tahu

1 Migrasi

Sumatera – Jawa 54 % 22 % 23 % 1 %

Jawa - Sumatera 77 % 18 % 3 % 2 %

Desa – Kota 58 % 21 % 19 % 2 %

Kota - Desa 23 % 21 % 52 % 4 %

2 Alih Fungsi Lahan

Sawah/Ladang - Permukiman 53 % 29 % 14 % 4 %

Sawah/Ladang – Pertokoan/Perkantoran 47 % 29 % 20 % 4 %

Sawah/Ladang - Industri 63 % 19 % 11 % 7 %

Permukiman – Pertokoan/Perkantoran 28 % 33 % 34 % 5 %

Permukiman – Industri 36 % 22 % 38 % 4 %

Pertokoan/Perkantoran – Industri 18 % 27 % 48 % 7 %

Perluasan Perkebunan 15 % 14 % 63 % 8 %

3Perubahan

Kepemilihan Lahan

Penduduk Lokal – Pengusaha 67 % 23 % 9 % 1 %

Penduduk Lokal - Pemerintah 18 % 36 % 41 % 5 %

Penduduk Lokal – Pendatang 71 % 20 % 7 % 2 %

Penduduk Lokal – Orang Asing 18 % 13 % 52 % 17 %

4 Sektor Usaha

Sektor Pertanian 50 % 16 % 32 % 2 %

Sektor Perkebunan 50 % 18 % 30 % 2 %

Sektor Nelayan 45 % 22 % 26 % 7 %

Sektor Perdagangan 89 % 5 % 3 % 3 %

Sektor Industri Barang 86 % 7 % 4 % 3 %

Sektor Industri Jasa 89 % 6 % 2 % 3 %

5

Potensi Ekses Lainnya

Kekumuhan 35 % 27 % 36 % 2 %

Kemacetan 28 % 23 % 48 % 1 %

Polusi 65 % 1 % 19 % 1 %

Kriminalitas 62 % 21 % 15 % 2 %

Prostitusi 32 % 23 % 38 % 7 %

Lain-lain 5 % 72 % 3 % 20 %

Tabel 1. Perbandingan Proporsi Jawaban Responden terhadap Dampak Sosial Ekonomi

Sumber: Puslitbang Sosekling dan PIPM UGM, 2013

bahwa akan terjadi fenomena urbanisasi daripada ruralisasi. Dengan demikian, wilayah-wilayah perkotaan akan menerima konsentrasi manusia dalam jumlah yang tidak sedikit. Dalam kaitan itu, apa yang dikatakan Mackenzie Valley (2007) yang memasukkan salah satu dimensi atau komponen yakni population sustainability cukup relevan dalam kajian ini. Tampak bahwa dampak keluar-masuknya penduduk dalam suatu wilayah, baik antar pulau (Jawa–Sumatera) maupun antar wilayah (kota-desa) sangat penting dan mendapat perhatian yang tinggi dari para responden.

Hal ini menjustifikasi apa yang dikemukakan oleh Effendi dan Alla (2014) bahwa ada hubungan antara panjang jalan dan luas lahan sawah secara berlawanan. Dengan kata lain, jika pembangunan jalan terus dilakukan, maka dapat berpengaruh

terhadap semakin kecilnya luas lahan sawah. Artinya, dengan dibangunnya JSS, maka akan secara otomatis juga akan didukung oleh pembangunan jalan (pada rute yang telah ditetapkan) sehingga akan menambah panjang jalan. Jika pembangunan jalan dilakukan, maka bukan tidak mungkin akan memanfaatkan lahan sawah yang sudah ada. Oleh karena itu, pembukaan lahan sawah baru sebagai pengganti sekiranya ada lahan sawah yang terkena pembangunan jalan tampaknya menjadi hal yang perlu diperhatikan agar program ketahanan pangan senantiasa tetap dapat terjaga.

Implikasi dari perubahan struktur demografi (kependudukan) tersebut adalah terjadinya alih fungsi lahan untuk berbagai jenis kebutuhan manusia yang semakin bertambah. Namun, yang berpotensi besar terjadi adalah lahan sawah/

Page 10: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79

24

ladang ke industri, permukiman, dan perkantoran/pertokoan. Hal ini juga dilatari oleh fenomena semakin banyak industri yang beroperasi di Lampung Selatan, terutama pengolahan hasil pertanian dan perkebunan. Mackenzie Valley (2007) menjelaskan penggunaan lahan terkait dari penggunaan yang bersifat ekonomi tradisional, seperti lahan berburu atau bertani akan dihadapkan pada penggunaan yang bersifat modern seperti industri. Oleh karena itu, subdimensi perubahan penggunaan lahan seperti yang dikemukakan Mackenzie Valley tampaknya mendapat perhatian dari para responden.

Implikasi lebih lanjut dari alih fungsi lahan tersebut adalah berubahnya pola kepemilikan lahan terutama kepada para pendatang dan pengusaha. Sebagaimana pada umumnya bahwa setiap ada pembangunan di suatu kawasan akan berimbas pada perubahan pengunaan lahan dan pada akhirnya akan terjadi pergeseran kepemilikan lahan. Orang-orang lokal yang sebelumnya merupakan pemilik lahan cenderung akan menjual lahannya kepada para pendatang. Selain itu, berdasarkan data yang ada, responden mempersepsikan para pengusaha akan dominan membeli lahan warga lokal. Jika data ini dikaitkan dengan pandangan Mackenzie Valley (2007), maka sesungguhnya merupakan refleksi dari dampak keberlanjutan pendapatan dan pola hidup masyarakat lokal jika lahan-lahan penduduk lokal nantinya akan dikuasai dan dimiliki oleh para pengusaha.

Selanjutnya, dengan kondisi perubahan penggunaan lahan ke sektor industri dan kepemilikan kepada pengusaha, maka akan mendorong semakin berkembangnya berbagai sektor usaha terutama perdagangan, industri jasa, industri barang, pertanian, perkebunan, dan perikanan. Kab. Lampung Selatan sebagai salah satu daerah yang relatif berkembang setelah dipindahkannya pelabuhan Panjang ke Bakauheni tentulah sangat potensial tumbuhnya berbagai jenis sektor usaha. Hal ini berarti bahwa dampak positif dari pembangunan JSS dalam meningkatkan berbagai sektor usaha secara persepsi tenyata positif. Kondisi ini sejalan dengan hasil temuan lapangan Chisango dan Bonface (2013) dan Hannan dan Kevin (2011) bahwa pembangunan akan membawa dampak positif berupa peluang bagi terbukanya berbagai sektor yang pada akhirnya juga akan membuka lapangan kerja. Demikian pula Tsundoda dan Samuel (2009), Huertas dkk. (2010), Iek (2013), dan Sudarsana (2011) bahwa dampak pembangunan akan membawa peningkatan penghasilan/pendapatan usaha ekonomi masyara-kat, mendatangkan benefit yang lebih baik, serta peningkatan sektor lainnya.

Oleh karena itu, untuk mengembangkan kawasan lokasi kaki JSS, dibutuhkan strategi sebagaimana yang dikemukakan Anwar (2010) dengan menghubungkan kawasan-kawasan lainnya. Dengan demikian, apa yang dikemukakan Pradhitasari dan Ibnu (2014) mengenai dampak sektor dan wilayah limpahan dari rencana investasi JSS pada pulau Sumatera dan Jawa serta Lampung dan Banten dapat diarahkan dengan lebih baik, termasuk yang dikatakan Alkadri (2011) akan berdampak pada Kawasan Ekonomi Khusus Bojonegara. Demikian pula prediksi Bahri dan Bess (2012) dan Taryono dan Hendro (2013) bahwa pembangunan JSS akan membawa dampak bagi kemudahan transportasi dan sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi akan dapat terwujud.

Namun demikian, untuk ekses dari pembangunan JSS juga tidak dapat diabaikan begitu saja. Pengalaman masyarakat Lampung Selatan selama ini dengan banyaknya jenis industri membuat masalah polusi dan kriminalitas menjadi hal yang harus diperhatikan. Data ini sejalan dengan temuan Huertas dkk. (2010) dan Tsundoda dan Samuel (2009) bahwa suatu pembangunan selain memiliki dampak positif, juga akan menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif dari suatu pembangunan merupakan sesuatu yang senantiasa terjadi. Rasa khawatir akan timbulnya dampak negatif seperti polusi, kemacetan, kekumuhan, kriminalitas, dan prostitusi merupakan refleksi dari dampak psikologis yang dialami oleh masyarakat. Demikian pula Prawiro (2014) yang menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur jalan akan menimbulkan dampak negatif seperti kebisingan, polusi, dan kemacetan lalu lintas perlu menjadi perhatian, termasuk yang dikemukakan oleh Mahagana dan Cahya (2013) seperti keresahan masyarakat dan penurunan kualitas udara dapat diantisipasi sedini mungkin.

Secara keseluruhan, semua persepsi yang dikemukakan oleh responden di atas pada dasarnya masih pada tataran opini. Seperti yang dikatakan oleh Viyakumar dalam Loue dan Martha (2008) bahwa persepsi tersebut merupakan refleksi penerimaan informasi fisik. Persepsi sosial tersebut seyogianya dapat dimaknai sebagai sesuatu yang ada saat ini dan masih bersifat dinamis. Oleh karena itu, persepsi sosial yang relatif masih cenderung positif tersebut menjadi modal dasar penciptaan kondisi yang kondusif bagi pembangunan JSS. Hal ini sekaligus menjadi potret dan gambaran potensi dukungan masyarakat terhadap pembangunan JJS. Untuk itu, kondisi ini perlu terus dijaga agar tidak berubah menjadi persepsi yang negatif.

Page 11: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

25

Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Sosial Ekonomi Rencana Pembangunan Jembatan Selat SundaAndi Suriadi, Masmian Mahida dan Aldina Rani Lestari

KESIMPULANBerdasarkan data dan pembahasan di atas,

dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat lokal terhadap potensi dampak sosial ekonomi pembangunan JSS cukup bervariasi, baik yang berdimensi positif maupun negatif:

1) Potensi migrasi dari Jawa ke Sumatera dipersepsikan masih lebih tinggi (77%) dibanding dari Sumatera ke Jawa. Sementara potensi migrasi dari perdesaan ke perkotaan juga dipersepsikan masih lebih tinggi (58%) dibanding dari perkotaan ke perdesaan.

2) Potensi alih fungsi lahan dipersepsikan paling tinggi akan terjadi dari lahan sawah/ladang ke industri (63%) serta ke permukiman (53%) dan pertokoan/ perkantoran (47%) dibanding alih fungsi lahan dari permukiman ke peruntukan lainnya.

3) Potensi alih kepemilikan lahan dipersepsikan paling tinggi akan terjadi dari penduduk lokal ke pendatang (71%) dan ke pengusaha (67%) dibanding dengan ke pemerintah dan orang asing.

4) Potensi sektor usaha dipersepsikan semuanya akan tinggi. Namun, tiga sektor diyakini sangat tinggi yakni sektor perdagangan (89%), sektor industri jasa (89%), sektor industri barang (86%), sementara tiga sektor lainnya agak tinggi, yakni pertanian (50%), perkebunan (50%), dan perikanan/nelayan (45%).

5) Ekses negatif yang dipersepsikan akan muncul paling tinggi adalah masalah polusi (65%) dan kriminalitas (62%), dibanding dengan masalah kekumuhan, kemacetan, prostitusi, dan lainnya.

Untuk itu, agar kondisi persepsi masyarakat terhadap potensi dampak sosial ekonomi rencana pembangunan JSS tetap dalam keadaan yang kondusif, dapat diajukan saran sebagai berikut:

1) Diperlukan Peraturan Daerah (Perda) terutama untuk meminimalisasi dampak yang dikhawatirkan masyarakat lokal, misalnya melakukan pembatasan dan proteksi kepemilikan lahan oleh pendatang secara masif dan pengusaha serta penggunaan lahan yang sesuai tata ruang sehingga dapat membatasi alih fungsi lahan yang dikhawatirkan tidak terkendali.

2) Sosialisasi yang terus-menerus perlu dilakukan terutama manfaat sosial ekonomi yang akan ditimbulkan dengan adanya pembangunan JSS. Strategi yang dapat digunakan adalah melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat agar secara perlahan mengikis

persepsi ekses negatif yang akan timbul melalui kebijakan, program, dan kegiatan penanganan dampak yang sistematis dan terstruktur agar apa yang dikhawatirkan warga tidak terjadi atau paling tidak dapat diminimalisasi.

3) Perlu ada sosialisasi skenario antisipasi ekses negatif melalui strategi komunikasi yang lebih bersifat persuasif; pola komunikasi yang langsung (antar persona dan kelompok kecil); serta penggunaan media massa (televisi, radio, dan surat kabar) serta media nirmassa (booklet, brosur, dan sejenisnya).

UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih kami sampaikan kepada Kepala

Puslitbang Sosekling, Tim dari Program Studi Pengelolaan Infrastruktur dan Pembangunan Masyarakat (PIPM) Universitas Gadjah Mada dan rekan – rekan tim penelitian yang telah membantu atas terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKAAlkadri. 2011. “Kebijakan Pengembangan Kawasan

Ekonomi Khusus (KEK) di Provinsi Banten.” Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 13 (1) April 2011.

Anwar, Aditya. 2010. Strategi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kawasan Jembatan Selat Sunda. Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum 2 (3) November 2010 (169-176).

Bahri, Sjamsul dan Bess Tiesnamurti. 2012. “Strategi Pembangunan Peternakan Berkelanjutan dengan Memanfaatkan Sumber Daya Lokal” Jurnal Litbang Pertanian 31 (1) Desember 2012.

Bryman, Alan. 2004. Social Research Methods. New York: Oxford University Press.

Burdge, Rabel J. dan Frank Vanclay. 1996. Social Impact Assessment: A Contribution to the State of the Art Series. http://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/07349165.1996.9725886 (Diakses 24/10/2014).

Chisango, Fotune Futute T; Tawanda Dzama; dan Bonface Zibanda. 2013. Perception on the Impact of Devolution on Zimbabwe’s Economic Development : A Case of Matebeleland Region. Dalam International Journal of Marketing and Technology. http://e-resources.pnri.go.id/ library.php?id=00001 (Diakses 24/10/14).

Effendi, Puspita Mega Lestari dan Alla Asmara. 2014. Dampak Pembangunan Infrastruktur Jalan dan Variabel Ekonomi Lain terhadap Luas Lahan Sawah di Koridor Ekonomi Jawa. Jurnal Agribisnis Indonesia 2 (1) Juni 2014.

Evrianto, Wukram I, dkk. 2012. Kajian Aspek

Page 12: PERSEPSI MASyARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL EKONOMI …

Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 7 No.1 April 2015, hal 1- 79

26

Keberlanjutan Material Konstruksi Jembatan Selat Sunda. Prosiding Seminar Membangun Infrastruktur Teknik Sipil yang Berkelanjutan. Surakarta: Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hannan, Michael J. dan Kevin E. Courtright. 2011. Exploring the Perception of Economic Impact of State Correlation Institutions in Rural Pennsylvania. International Journal of Business and Social Science 2 (22) December 2011. http://e-resources.pnri.go.id/library.php?id=00001 (Diakses 24/10/2014).

Huertas dkk. 2010. Analysis of the Opinion About Economic and Social Impacts of Golf Courses in a Tourist Destination. World Journal of Enterpreneurship, Management and Sustainability Development 6 (1) 2 , 2010.

Iek, Mesak. 2013. Analisis Dampak Pembangunan Jalan terhadap Pertumbuhan Usaha Ekonomi Rakyat di Pedalaman May Barat Provinsi Papua Barat: Studi Kasus di Distrik Ayamaro, Aitinyo, dan Aifat. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan 6 (1)Februari 2013.

Imran, Iswandi dan Prasanti Widyasih Sarli. 2013. Efek Ketidakseragaman Gerakan Tanah Akibat Gempa terhadap Jembatan Ultra Panjang. Proceeding Seminar Jembatan Bentang Panjang “Pengaruh Gempa, Angin dan Fatigue Jembatan. Kerja sama Pusjatan, HPJI, Miors Indo, Midas, OVM dan Tensindo. Juli 2013.

Loue, Sana dan Martha Sajatovic. 2008. Encyclopedia of Aging and Public Health. New York: Springer.

Mackenzei Valley Environmental Impact Review Board. 2007. Socio-Economic Impact Assessment Guideliness dalam http://www.reviewboard.ca/upload/ref_library/SEIA_Guidelines_ hapter_2. pdf (Diakses 20/10/2014).

Mahagana, I Made AA dan Cahya Buana. 2013. Study Kelayakan Jalan Akses Jembatan Baru Ploso di Kabupaten Jombang – Jawa Timur. Jurnal Teknik Pomits 2 (2) Tahun 2013.

Muljono, Slamet dkk. 2010. Dampak Pembangunan Jalan terhadap Pendapatan Faktor Produksi Intra dan Inter Regional KBI – KTI. Jurnal Transportasi 10 (2) Agustus 2010.

Novitasari, Fika dan Sri Maryati. 2014. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Perkembangan Wilayah di Indonesia. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK 3 (2) 2014.

Permana, Chandra Darma dan Alla Asmara. 2010. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Infrastruktur terhadap Perekonomian

Indonesia: Analisis Input-Output. Jurnal Manajemen & Agribisnis 7 (1) Maret 2010.

Pradhitasari, Handini dan Ibnu Syabri. Analisis Dampak Rencana Investasi Jembatan Selat Sunda Terhadap Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK 3 (2) Juli 2014 (295-304).

Prawiro, Sembadha Victor. 2014. Kemungkinan Perbahan Guna Lahan Akibat Pembangunan Jalan Layang Non-Tol Antasari Blok M Berdasarkan Persepsi Masyarakat. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK 1 (2) 2014.

Puslitbang Sosekling, Balitbang PU bekerjasama Program Studi Pengelolaan Infrastruktur dan Pembangunan Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana UGM. 2013. Dampak Pembangunan Jembatan Selat Sunda terhadap Pilihan Moda Transportasi.

Sudarsana, Dewa Ketut. 2011. Penyertaan Manfaat Ekonomi Makro Berupa PDRB dalam Analisis Ekonomi Pembangunan Jalan Penghubung Bali Utara – Selatan. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil 15 (2) Juli 2011.

Taryono dan Hendro Ekwarso. 2013. “Analisis Ketersediaan Infrastruktur di Pulau Sumatera.” Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan IV (10) November 2013.

Tsundoda, Tomoko dan Samuel Mendlinger. 2009. Economic and Social Impact of Tourism on a Small Town: Peterborough New Hampshire. Journal of Service Science and Management 2 (2) http://e-resources.pnri.go.id: 2056/docview/ 229997156/fulltextPDF?accountid= 25704. (Diakses 20/10/2014).

Vaza, Herry. 2013. Dukungan Penelitian dan Advis Teknis dalam Penyelenggaraan Jembatan Bentang Panjang. Proceeding Seminar Jembatan Bentang Panjang Pengaruh Gempa, Angin dan Fatigue Jembatan. Kerja sama Pusjatan, HPJI, Miors Indo, Midas, OVM dan Tensindo. Juli 2013.

Yanti, Ananda Tri Dharma; Mochammad Saleh Soeaidy; dan Heru Ribawanto. 2013. Dampak Kebijakan Pembangunan Jembatan Suramadu terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat dalam Pengembangan Wilayah Jembatan Suramadu: Studi di Desa Sukolilo Barat Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan. Jurnal Adminsitrasi Publik (JAP) 1 (2) 2013.