Top Banner

of 83

Dampak Sosial Bendungan Cirata

Feb 24, 2018

Download

Documents

karlheinze
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    1/83

    BAB IV

    KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI

    MASYARAKAT KECAMATAN MANIIS KABUPATEN PURWAKARTA

    4.1 Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Maniis

    4.1.1 Keadaan Geografis dan Administratif

    Sebelum membahas kondisi Kecamatan Maniis, peneliti terlebih dahulu

    mengemukakan tentang letak geografis dan administratif Kabupaten

    Purwakarta pada tahun 1984-2002. Kabupaten Purwakarta adalah sebuah

    Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia terletak 80 km sebelah Timur

    Jakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Karawang di bagian Barat

    dan sebagian wilayah Utara, Kabupaten Subang di bagian Utara dan sebagian

    wilayah bagian Timur, Kabupaten Bandung di bagian Selatan, dan Kabupaten

    Cianjur di bagian Barat Daya (BPS Kabupaten Purwakarta, 2002: 3).

    Kabupaten Purwakarta berada pada titik temu tiga koridor utama lalu-lintas

    yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan

    Purwakarta-Cirebon. Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km atau

    sekitar 2,81% dari luas wilayah Propinsi Jawa Barat. Sejak tahun 2001 Kabupaten

    Purwakarta punya 17 Kecamatan dengan 192 desa/kelurahan. Jarak antar

    Kecamatan bervariasi, jarak terdekat sepanjang 4 km terdapat antara Kecamatan

    Sukatani dengan Kecamatan Plered, sementara jarak terjauh adalah 60 km yang

    terdapat antara Kecamatan Bojong dan Kecamatan Sukasari. Ditinjau dari aspek

    geografis, letak Kabupaten Purwakarta dapat dibagi atas beberapa wilayah, yaitu

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    2/83

    bagian utara, barat, selatan, dan timur. Wilayah bagian utara mencakup

    Kecamatan Campaka, Bungursari, Cibatu, Purwakarta, Babakan Cikao,

    Pasawahan, Pondoksalam, Wanayasa, Kiarapedes. Wilayah barat meliputi

    Kecamatan Jatiluhur dan Sukasari, sedangkan bagian selatan dan timur

    wilayahnya meliputi Kecamatan Plered, Maniis, Tegalwaru, Sukatani, Darangdan,

    dan Kecamatan Bojong.

    Pada tahun 2002 wilayah Kabupaten Purwakarta dimekarkan dari 11

    Kecamatan menjadi 17 Kecamatan, sedangkan banyaknya desa/kelurahan tetap

    sebanyak 183 desa dan kelurahan, akan tetapi beberapa desa mengalami

    perubahan wilayah administrasi. Sementara itu Rukun Tetangga (RT), Rukun

    Warga (RW), dan dusun mengalami pemekaran sehingga terdapat 524 dusun

    dengan 1.152 RW dan 3.244 RT. Berdasarkan profil desa yang dibuat setiap

    tahun, desa/kelurahan dapat diklasifikasikan menjadi desa swadaya, swakarya,

    atau swasembada. Menurut dinas pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat

    Kabupaten Purwakarta, dari 192 desa/kelurahan, 36 diklasifikasikan sebagai desa

    swadaya dan sebanyak 156 desa masuk ke dalam klasifikasi swakarya. Sampai

    tahun 2002 di Kabupaten Purwakarta belum ada desa maupun kelurahan yang

    masuk ke dalam klasifikasi swasembada (BPS Kabupaten Purwakarta, 2002: 4).

    Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah

    dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal

    29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja

    Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah

    Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    3/83

    Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada

    di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered

    meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan

    Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan

    Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati

    Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Kecamatan Pasawahan,

    Kecamatan Bojong, Perwakilan Kecamatan Kiarapedes, Perwakilan Kecamatan

    Margasari, dan Perwakilan Kecamatan Parakansalam yang pusat kedudukan

    Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Wanayasa berada di Wanayasa yang telah

    diresmikan pada tanggal 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat.

    Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

    Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta

    tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah No. 22

    tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten

    Purwakarta. Jumlah Dinas menjadi 18 Dinas, 3 Badan dan 3 Kantor serta

    Kecamatan berjumlah 17 buah, Kelurahan 9 buah dan desa 183 buah.

    Untuk lebih memperjelas gambaran tentang Kabupaten Purwakarta,

    berikut ini dapat dilihat peta Kabupaten Purwakarta.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    4/83

    Peta 4.1

    KEC. MANIIS

    Peta Kabupaten Purwakarta

    Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis. (2008: Tanpa

    Halaman). Peta Wilayah Kabupaten Purwakarta Tahun

    2008.Purwakarta: Kantor Kecamatan Maniis.

    Kecamatan Maniis adalah salah satu bagian dari wilayah Kabupaten

    Purwakarta secara geografis terletak di sebelah selatan kota Kabupaten yang

    berjarak sekitar 30 km dengan luas wilayah mencapai 5.191,629 Ha. Yang terdiri

    dari luas daratan 3.238 Ha, sawah 624,660 Ha, serta waduk 1.328,602 Ha yang

    meliputi delapan desa diantaranya Citamiang, Ciramahilir, Gunungkarung, Cijati,

    Tegaldatar, Pasirjambu, Sinargalih, dan Sukamukti.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    5/83

    Sejak tahun 1976 wilayah Maniis pengelolaannya diserahkan kepada

    wilayah otonomi Kabupaten Purwakarta, kala itu Kecamatan Maniis terdiri dari

    dua desa yaitu Ciramahilir dan Citamiang. Mengingat wilayah Maniis arealnya

    sangat luas setelah masuk otonomi Kabupaten Purwakarta kemudian dimekarkan

    menjadi 8 desa yang telah disebutkan di atas, dengan jumlah penduduk pada tahun

    1999 sebesar 21.795 jiwa serta kepadatan penduduk 304,23 jiwa/km2, mata

    pencaharian terbesar masyarakat berada pada sektor pertanian. Wilayah Maniis

    sebelumnya merupakan sebuah kampung yang dijadikan sebagai pusat keamanan

    dan pertahanan, juga sebagai tempat paniisan para kanjeng dalem atau pejabat,

    oleh karena itu daerah ini diberi nama Maniis. Sebelum menjadi sebuah

    Kecamatan, sebelumnya termasuk ke dalam Kecamatan Plered, maka pada

    tanggal 19 September 1989 Plered di mekarkan menjadi dua bagian dengan

    Maniis maka terbentuklah Kecamatan Maniis dengan camat pertama yaitu Bapak

    Muhammad Rifai (wawancara dengan Bapak Asep, tanggal 14 Juli 2009).

    Untuk lebih memperjelas gambaran tentang Kecamatan Maniis, berikut ini

    dapat dilihat peta Kecamatan Maniis.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    6/83

    Peta 4.2

    KAB. BANDUNG

    SUKAMUKTI

    GUNUNG KARUNG

    CIJATI

    KANTORKEC.MANIIS

    CITAMIANG

    PASIR JAMBU

    TEGALD ATAR

    SINARGALIH

    CIRAMA HILIR

    GALUMPIT

    KAB. CIANJUR

    KEC. SUKASAR I

    KEC. TEG ALWARU

    WADUK CIRATA

    SDN1CIRAMAHILIR

    DESACIRAMAHILIR

    SMPN2 MANIIS +

    SDN2CIRAMAHILIR

    SDNPASIRJAMBU

    DESAPASIRJAMBU

    SDN1TEGALDATAR

    DESATEGALDATARRAAS S ALAM

    SDN3TEGALDATARDESASINARGALIH

    TK.P E MBINAMANIISSDN2SINARGALIH

    SDN1CITAMIANG

    SDN2CITAMIANG

    DESACITAMIANG

    KANTORUPTDKEC.MANIIS

    SDNCI JATI

    SMPN1 MANIIS

    DESACIJATI

    DESAGUNUNGKARUNG

    SDN2GUNUNGAKARUNG

    SDN1GUNUNGKARUNG

    SMAN2MANIIS

    SDN1SUKAMUKTI

    SDN3SU KAMUKTI

    SDN2SU KAMUKTI

    SMPNSATAP SUKAMUKTI

    MTS.NURULFATA

    SDN1SINARGALIH

    SDN3CITAMIANG +

    POLSEKMANIIS

    SDN2 TEGALDATAR

    TK/RA.NURUSSAADAH

    TK.KHAERUNNISSA

    TK/ RA.AL-HIDAYAH

    MI.MAMBAUL- ULUM

    MTS.AL-MUTAALIMIN+MA.AL-MUTAALIMIN

    TK.TAS BIQ ULKHAIR

    MASJIDAGUNG

    TK.SATAPCITAMIANG

    DAMPLTA

    CIRATA

    GEDUNG PUSATPENGENDALI

    PLTACIRATA

    PASARPALUMBON

    GUNUNG KARUNGCIRAMA HILIR

    PASIR JAMBU

    SUKAMUKTI

    TEGAL

    DATARSINAR

    GALIH

    CIJATI

    CITAMIANG

    WADUK CIRATA

    N

    S

    EW

    Peta Kecamatan Maniis

    Sumber: Diolah Data Kantor Kecamatan Maniis. (2005: Tanpa

    Halaman).Peta Wilayah Kecamatan Maniis Tahun 2005.

    Purwakarta: Kantor Kecamatan Maniis.

    Kecamatan Maniis merupakan daerah yang terkena dampak dari

    bendungan Cirata dengan intensitas curah hujan yang terbilang kecil yaitu 2000-

    2500 mm/tahun dan wilayahnya diperuntukan untuk pertanian, perikanan jaring

    terapung Cirata, perkebunan rakyat jati dan karet dengan pola pergerakan barang

    dan orang berorientasi ke Kecamatan Plered. Sebelum adanya bendungan Cirata,

    Maniis merupakan daerah yang terisolir, dalam arti pembangunan jalan tidak

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    7/83

    terjangkau pada daerah ini, sementara daerah Maniis sendiri sangat strategis

    karena merupakan daerah yang menghubungkan antara Cianjur dengan

    Purwakarta, akan tetapi setelah adanya bendungan Cirata, daerah ini menjadi

    terbuka yang diserahkan kepada Pemda setempat. Secara administratif Kecamatan

    Maniis mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

    a. Sebelah Utara : Kecamatan Tegalwaru

    b. Sebelah Timur : Kabupaten Bandung

    c. Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur

    d. Sebelah Barat : Kecamatan Sukasari

    Jumlah penduduk Kecamatan Maniis 100% beragama Islam dan memiliki

    nilai-nilai keagamaan yang cukup tinggi, kewajiban untuk menjalankan perintah

    agama sangat ditaati oleh masyarakat, hal ini terlihat dari kewajiban menjalankan

    sholat lima waktu, berzakat, dan menunaikan ibadah haji. Selain itu adanya

    pondok pesantren pada setiap desa di Kecamatan Maniis dengan santri yang

    berjumlah sekitar 60 orang, merupakan bukti bahwa pentingnya pendidikan

    agama Islam yang diterapkan pada anak-anak yang tinggal di Kecamatan Maniis

    (wawancara dengan kepala seksi Kecamatan Maniis, tanggal 15 Juli 2009). Di

    bawah ini merupakan perkembangan jumlah sarana peribadatan di Kecamatan

    Maniis pada tahun 1980-2002.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    8/83

    Tabel 4.1

    Jumlah sarana Peribadatan Kecamatan Maniis Tahun 1980-2002

    Tahun Jumlah Sarana Peribadatan

    Masjid Mushola/langgar

    1980 17 20

    1981 17 33

    1982 21 36

    1983 22 39

    1984 25 41

    1985 27 41

    1986 29 43

    1987 32 43

    1988 32 43

    1989 32 44

    1990 34 45

    1991 36 45

    1992 38 47

    1993 39 48

    1994 39 48

    1995 41 48

    1996 43 49

    1997 47 51

    1998 48 51

    1999 48 52

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    9/83

    2000 54 53

    2001 54 54

    2002 55 55

    Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis (1980-2002:

    Tanpa Halaman). Profil Kecamatan Maniis. Purwakarta:

    Kantor Kecamatan Maniis.

    Tabel di atas memperlihatkan perkembangan jumlah sarana peribadatan di

    wilayah Kecamatan Maniis secara kuantitas sampai dengan tahun 2002 berjumlah

    55 unit, juga secara kualitas (sebagian besar lantainya telah berkeramik)

    mengalami peningkatan. Hal ini menjadi gambaran bahwa nilai-nilai kesadaran

    beragama khususnya agama Islam di tengah masyarakat semakin tinggi. Juga

    adanya korelasi dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan yang

    dimiliki pada masyarakat Kecamatan Maniis.

    Dalam kehidupan keagamaan, masyarakat di Kecamatan Maniis masih ada

    unsur sinkretisme antara Islam dengan kebudayaan setempat. Unsur ini masih

    sangat kuat, terlihat dari mayoritas masyarakat Maniis masih menggunakan

    sesajen yaitu dengan menyediakan kopi pahit, teh, pisang emas, telur, ayam bakar,

    bunga tujuh rupa serta yang lainnya. Sesajen tersebut digunakan masyarakat

    apabila akan panen padi, kemudian acara hajatan, bahkan pertandingan bola pun

    masih selalu menggunakan sesajen dengan tujuan supaya pertandingannya

    menang. Hal tersebut terjadi dikarenakan penduduk yang tinggal di pedesaan

    belum banyak menggunakan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan modern, bahkan

    pada alam pikiran petani di pedesaan, batas antara unsur Islam dan bukan Islam

    sudah tidak disadari lagi (wawancara dengan Bapak Panji, tanggal 27 Juli 2009).

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    10/83

    4.1.2Kondisi Demografis dan Mata Pencaharian

    Penduduk pada hakikatnya merupakan sumber yang sangat penting bagi

    pembangunan sebab penduduk merupakan subjek serta objek pembangunan. Salah

    satu tanggung jawab utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan

    penduduk serta mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap gangguan

    kesejahteraan. Kesejahteraan penduduk ternyata mengalami gangguan oleh

    perubahan-perubahan demografis yang sering kali tidak dirasakan. Masalah-

    masalah itu perlu ditanggulangi, karena pembangunan ekonomi dan peningkatan

    kesejahteraan rakyat harus disertai dengan pengaturan pertumbuhan jumlah

    penduduk, melalui program keluarga berencana atau transmigrasi. Tujuan utama

    suatu proses pembangunan adalah untuk secara bertahap meningkatkan

    produktivitas dan kemakmuran penduduk secara menyeluruh. Usaha-usaha

    tersebut dapat mengalami gangguan-gangguan, antara lain karena pertumbuhan

    penduduk yang terlalu cepat yang disebutkan tingginya angka kelahiran. Masalah

    tingginya angka kelahiran akan dapat diatasi dengan melaksanakan program

    keluarga berencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan

    kesejahteraan ibu-ibu dan anak-anak maupun keluarga serta bangsa secara

    menyeluruh. Tujuan lain adalah untuk meningkatkan kondisi kehidupan

    masyarakat dengan mengurangi angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk

    tidak melebihi kapasitas produksi (Soekanto, 2006: 338-339).

    Masalah kependudukan merupakan masalah dasar terjadinya masalah-

    masalah sosial lainnya. Artinya, masalah kependudukan inilah yang menjadi

    pendorong terjadinya masalah-masalah yang lain. Pertumbuhan demografi suatu

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    11/83

    kelompok penduduk diikuti oleh pertumbuhan kebutuhan hidupnya. Tidak

    terpenuhinya kebutuhan hidup menyebabkan terjadinya berbagai ketimpangan,

    baik ketimpangan ekonomi, ekologi, dunia pendidikan, maupun ketimpangan

    sosial lainnya. Pertumbuhan penduduk menjadi pendorong terjadinya

    pertumbuhan eksponensial pertanian, industrialisasi, konsumsi sumber daya alam

    dan eksponensial lainnya. Penduduk merupakan faktor pendorong peningkatan

    usaha manusia yang positif terhadap kesejahteraan, akan tetapi berakibat negatif

    pula terhadap terjadinya berbagai ketimpangan serta masalah sosial. Berdasarkan

    ciri-ciri demografi penduduk Kabupaten Daerah Tingkat II Purwakarta, masalah

    yang sedang dialami dewasa ini meliputi tingkat pertumbuhan penduduk yang

    masih tinggi, pengangguran, tingkat pendidikan yang rendah, tingkat gizi yang

    rendah, dan tingkat kesehatan yang belum memuaskan (BPS Kabupaten

    Purwakarta, 1995: 8).

    Kondisi demografis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    terhadap perkembangan suatu wilayah. Dalam suatu proses pembangunan, pelaku

    utama yang mengendalikan dan menentukan berhasil tidaknya suatu

    pembangunan adalah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Pentingnya peran

    serta penduduk maka berbagai upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

    (SDM) oleh karena itu dalam jajaran isu penting yang perlu diterapkan dalam

    rencana pembangunan jangka panjang. Hasil sensus penduduk tahun 2002

    memberikan gambaran bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun (1990-2002),

    rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Purwakarta adalah 2,28%

    pertahun. Berdasarkan hal tersebut maka penduduk Kabupaten Purwakarta tahun

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    12/83

    2002 diproyeksikan menjadi 736.314 jiwa, terdiri dari laki-laki yang berjumlah

    369.132 jiwa dan perempuan berjumlah 367.182 jiwa. Secara umum sex ratio

    tahun 2002 adalah 100,53 yang berarti bahwa di antara 100 orang perempuan

    terdapat 100 sampai 101 orang laki-laki.

    Sebagian besar penduduk Kabupaten Purwakarta (18,25%) tinggal di

    Kecamatan Purwakarta. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Purwakarta

    merupakan pusat kota dan pusat pemerintahan yang mempunyai banyak fasilitas-

    fasilitas yang dibutuhkan masyarakat. Adapun perkembangan penduduk

    Kecamatan Maniis sebagai berikut:

    Tabel 4.2

    Jumlah Penduduk Kecamatan Maniis Tahun 1980-2002

    Tahun Penduduk Jumlah

    JiwaLaki-laki Perempuan

    1980 6.849 6.907 13.756

    1981 6.972 7.049 14.021

    1982 7.098 7.224 14.322

    1983 7.175 7.400 14.575

    1984 7.290 7.433 14.723

    1985 7.366 7.480 14.846

    1986 7.521 7.554 15.075

    1987 7.657 7.749 15.406

    1988 7.836 7.953 15.789

    1989 8.086 8.294 16.380

    1990 8.352 8.375 16.727

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    13/83

    1991 8.401 8.452 16.857

    1992 8.506 8.607 17.113

    1993 8.637 8.712 17.349

    1994 8.702 8.748 17.450

    1995 8.755 8.802 17.557

    1996 8.792 8.842 17.634

    1997 8.805 8.895 17.705

    1998 8.891 8.952 17.847

    1999 8.907 9.007 17.914

    2000 9.117 9.152 18.269

    2001 9.187 9.202 18.389

    2002 9.232 9.302 18.534

    Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Purwakarta. (1997-2002). Kabupaten

    Purwakarta dalam Angka. Purwakarta: Kantor Statistik Kabupaten

    Purwakarta

    Profil Kecamatan Maniis dan Kecamatan Plered

    Karena Kecamatan Maniis baru dibentuk pada tahun 1989, maka untuk

    memudahkan penelitian ini, jumlah penduduk dari tahun 1980-1988 peneliti

    memperoleh data dari Kecamatan Plered, karena pada waktu itu wilayah Maniis

    masih termasuk kemantren, maka sesuai dengan peraturan pemerintah dalam

    negeri (permendagri) Kecamatan Maniis menjadi Kecamatan devinitif. Peneliti

    mendapatkan data jumlah penduduk untuk tahun 1989-1996 dari kantor

    Kecamatan Maniis, sedangkan dari tahun 1997-2002 dari kantor statistik

    Purwakarta.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    14/83

    Tabel jumlah penduduk Kecamatan Maniis yang tercantum di atas

    merupakan jumlah secara keseluruhan yang di dalamnya termasuk orang-orang

    produktif yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga kerja serta penduduk tidak

    produktif seperti anak-anak dan manula. Berdasarkan data penduduk pada tabel di

    atas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Maniis mengalami

    peningkatan setiap tahunnya, dari rentang waktu tahun 1984-2002 terjadi

    pertambahan penduduk sebesar 3.811 jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata

    setiap tahun sebesar 1,71%. Kondisi ini selain masih tingginya tingkat kelahiran di

    wilayah kecamatan maniis juga sejalan dengan perkembangan unit-unit usaha

    yang memanfaatkan keberadaan waduk seperti kolam jaring terapung, warung

    lesehan, jasa transfortasi air, dari tahun ke tahun perkembanganya mengalami

    peningkatan sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat dari luar Kecamatan

    Maniis untuk turut berusaha dan menetap tinggal.

    Dibangunnya bendungan Cirata mengakibatkan luas lahan pertanian di

    Kecamatan Maniis semakin berkurang akibat sebagian tanah garapannya

    terendam oleh aliran waduk Cirata. Keadaan seperti ini jelas mengurangi

    kesempatan kerja di bidang pertanian, sehingga untuk mencukupi kebutuhannya,

    masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai petani harus mencari

    alternatif lain di luar kegiatan pertanian. Maka untuk mengantisipasi keadaan

    tersebut, pemerintah dituntut untuk mengeluarkan kebijakan dalam

    mengembangkan usaha di sektor lain sesuai dengan sumber daya yang tersedia.

    Sehingga pemerintah memberi kesempatan secara luas kepada masyarakat untuk

    membudidayakan teknik kolam jaring terapung, transfortasi air, dan mendirikan

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    15/83

    warung-warung lesehan di sekitar bendungan Cirata. Kegiatan usaha tersebut di

    atas memang cukup menguntungkan serta dapat menolong perekonomian

    masyarakat yang tanah pertaniannya terendam oleh waduk Cirata.

    Ekonomi unggulan di Kecamatan Maniis adalah kolam jaring terapung

    yang menjadikan keadaan di Kecamatan Maniis berkembang pesat, selain itu daya

    beli masyarakat meningkat, pola hidup masyarakat berubah, dan pengangguran

    dapat diatasi sehingga lapangan kerja pun tersedia. Sayangnya, usaha kolam jaring

    terapung saat ini lebih banyak dikuasai oleh penduduk dari luar, karena mereka

    lebih memiliki modal yang besar juga memiliki pengetahuan untuk

    membudidayakan ikan. Penduduk Kecamatan Maniis banyak yang menjadi buruh

    pada para pemodal saja atau tetap menjadi petani (wawancara dengan Bapak

    Asep, tanggal 14 Juli 2009).

    Sebelum adanya waduk Cirata, sebagian besar masyarakat Kecamatan

    Maniis bermata pencaharian sebagai petani, yang jumlahnya mencapai 80% dari

    jumlah seluruh masyarakat yang ada. Sedangkan sisanya bermata pencaharian

    sebagai kuli, pedagang, guru, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan yang lainnya

    (wawancara dengan Bapak Irwan). Adanya proyek bendungan Cirata pada tahun

    1984 mengharuskan masyarakat untuk menjual tanah garapannya kepada

    pemerintah sehingga sebagian besar penduduk kehilangan mata pencaharian

    utamanya yang merupakan tradisi masyarakat secara turun-temurun dan harus

    mencari alternatif di luar usaha pertaniannya. Usaha yang masyarakat lakukan

    untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan beralih menjadi buruh swasta,

    pedagang, jasa, perikanan, dan peternakan.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    16/83

    Kondisi masyarakat wilayah Kecamatan Maniis tahun 1980-1984,

    sehubungan ketersediaan infrastruktur belum tertata dengan baik, yang

    mengakibatkan keadaan masyarakatnya cenderung berada dalam mobilitas

    terbuka. Sebagian besar mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai petani

    tradisional, yaitu dengan menanam padi, mengolah hutan, berladang di tanah

    milik perhutani dan milik pribadi, serta penyadap karet. Dalam menambah

    penghasilannya masyarakat Kecamatan Maniis dengan beternak sapi dan domba.

    Dengan adanya pembangunan proyek bendungan Cirata, terutama pada awal

    pelaksanaan kegiatan proyek yang didahului dengan proses pembebasan lahan

    untuk digunakan areal genangan bendungan, sebagian masyarakat menerima nilai

    ganti rugi di luar perkiraan, yang mengakibatkan perubahan pada kemampuan dari

    sisi financial, juga akibat perubahan-perubahan infrastruktur serta terbukanya

    hubungan dengan dunia luar, semakin mendorong terhadap berubahnya sikap dan

    cara pandang.

    Perubahan-perubahan yang terjadi saat itu, memunculkan beragam

    perilaku dilingkungan masyarakat terutama dalam memanfaatkan kompensasi

    ganti rugi yang diperoleh. Kecenderungan yang terjadi pada masyarakat dalam

    mensikapi perubahan secara cepat tidak diimbangi dengan sikap yang bijak,

    sehingga tidak jarang ditemukan masyarakat dalam penggunaannya bersifat

    mendahulukan kebutuhan sekunder semata tanpa mempertimbangkan kebutuhan-

    kebutuhan untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Pembangunan

    bendungan Cirata memang telah memberikan peluang kepada masyarakat dalam

    menuju taraf kehidupan yang lebih baik, akan tetapi cara pandang masyarakat itu

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    17/83

    sendiri masih tradisional, serta kurang adanya pembinaan dari instansi terkait

    secara optimal, maka dalam perkembangannya menyisakan persoalan-persoalan

    pada masyarakat, diantaranya hilangnya lapangan pekerjaan akibat selesainya

    kegiatan proyek bendungan Cirata, karena selama kegiatan proyek berlangsung,

    penduduk Kecamatan Maniis, khususnya laki-laki, banyak yang bekerja pada

    proyek tersebut. Kemudian timbulnya kecemburuan sosial pada sebagian

    penduduk asli Kecamatan Maniis, karena banyak orang pendatang yang berhasil,

    misalnya pada usaha kolam jaring terapung. Sebagian penduduk asli Kecamatan

    Maniis kehilangan kesempatan lapangan pekerjaan, pada akhirnya banyak

    penduduk asli yang bekerja sebagai kuli.

    Adanya bendungan Cirata telah memberikan kesempatan-kesempatan

    kepada masyarakat untuk berwirausaha, seperti kolam jaring terapung, warung

    makan lesehan, jasa penyediaan transportasi air, yang tujuan awalnya untuk

    peningkatan kehidupan yang lebih baik, akan tetapi tidak diimbangi dengan

    pengetahuan, teknis pengelolaan, modal yang memadai, serta kurang mendapat

    pembinaan dari instansi terkait mengakibatkan kendala pada kelangsungan usaha-

    usaha tersebut, sehingga banyak kepemilikannya berpindah tangan pada

    masyarakat luar (wawancara dengan Bapak Irwan, pada tanggal 13 Juli 2009).

    Adapun mata pencaharian yang menjadi tumpuan hidup penduduk

    Kecamatan Maniis dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    18/83

    Tabel 4.3

    Jenis Pekerjaan yang ditekuni oleh Penduduk Kecamatan Maniis

    Tahun 1980-2002Mata Pencaharian Tahun

    1980 1985 1990 1995 2000 2002

    Buruh 3143 3567 3880 4200 4787 5.582

    Petani 2148 2434 2720 3006 3457 3.909

    Pengusaha/wiraswasta * 584 678 787 976 1213 1.513

    Karyawan Swasta 631 742 851 962 1215 1.370

    TNI/Polri 2 3 3 6 6 9

    PNS 32 59 75 102 115 128

    Jumlah 6.540 7.489 8.316 9.252 10.793 12.511

    Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis (1980, 1985, 1990, 1995,

    2000, 2002: Tanpa Halaman). Profil Kecamatan Maniis. Purwakarta:

    Kantor Kecamatan Maniis.

    Keterangan: * pengusaha kolam jaring terapung, usaha perniagaan, jasa.

    Tabel di atas memperlihatkan adanya kenaikan jumlah pada semua bidang

    mata pencaharian di Kecamatan Maniis, hal ini terjadi adanya hubungan antara

    selesainya pembangunan bendungan Cirata tahun 1989, yang banyak menarik

    minat masyarakat luar untuk berusaha dan berdomisili di wilayah Kecamatan

    Maniis, serta terbentuknya pemerintahan Kecamatan Maniis tahun 1989, yang

    mengakibatkan pada perubahan pertambahan jenis profesi, misalnya PNS, TNI,

    dan Polri. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh menduduki

    jumlah yang paling banyak, yaitu berjumlah 5.582 jiwa sampai tahun 2002, hal ini

    menjadi indikasi bahwa masyarakat Kecamatan Maniis belum siap menghadapi

    perubahan yang terjadi akibat tingkat pendidikan yang relatif rendah serta

    terbentur kepemilikan modal (wawancara dengan Kasi Kecamatan Maniis).

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    19/83

    Keberadaan bendungan Cirata dengan segala pemanfaatannya, mendorong pada

    pertumbuhan, baik secara ekonomi maupun jumlah kependudukan. Secara

    struktural, ekonomi di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian, dan

    diimbangi dengan industri manufaktur yang mengolah hasil pertanian. Demikian

    juga dengan sektor perdagangan, komunikasi, pertambangan, dan jasa sebagai

    implikasi perkembangan ekonomi nasional yang baik. Secara sistematik setiap

    sektor ekonomi ini saling melengkapi sehingga dapat memperkuat secara ekonomi

    makro.

    Pendidikan juga merupakan salah satu pilar terpenting dalam

    meningkatkan kualitas manusia, dimana pendidikan berperan sebagai salah satu

    parameter yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia.

    Sehingga oleh karenanya pembangunan pendidikan di daerah harus mampu

    menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, termasuk terhadap penduduk yang

    tidak beruntung pada sisi ekonomi atau berkategori miskin. Hal yang banyak

    menentukan dan korelasinya terhadap partisipasi warga masyarakat dalam

    kegiatan ekonomi adalah pendidikan dan pengalaman seseorang. Kondisi tenaga

    kerja yang berpendidikan rendah memiliki karakteristik yang tidak stabil, artinya

    seringkali berubah usaha misalnya dari sektor yang satu kepada sektor yang

    lainnya, atau dari desa ke kota, mana yang dianggap mereka menguntungkan. Hal

    ini seringkali menunjukkan mobilitas yang cukup tinggi, karena mereka seringkali

    berpindah baik secara musiman maupun permanen. Hal yang paling esensial dari

    rendahnya pendidikan adalah tingkat produktifitas masyarakat yang rendah.

    Penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih relatif rendah, karena kesempatan dan

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    20/83

    lapangan kerja yang masih rendah, sedangkan angkatan kerja setiap tahun

    bertambah cukup banyak, akibatnya daya saing untuk memperoleh pekerjaan

    cukup kompetitif.

    Selesainya pembangunan bendungan Cirata yang berdampak pada

    perubahan, baik secara geografis maupun demografis bagi masyarakat Kecamatan

    Maniis, secara tidak langsung telah memberikan kesempatan pada masyarakat

    untuk dapat mengenyam dunia pendidikan yang lebih baik dari kesempatan

    sebelumnya. Kondisi sosial ekonomi yang masih tetap sangat terbatas adalah

    kendala utama bagi sebagian besar masyarakat untuk dapat meraihnya, walaupun

    hanya sebatas meraih wajib belajar sembilan tahun saja. Untuk ke jenjang

    pendidikan yang lebih tinggi harus menempuh perjalanan yang cukup jauh, karena

    sekolah terdekat berada di luar wilayah Kecamatan Maniis. Keberadaan Sekolah

    Lanjutan Tingkat Atas di Kecamatan Maniis sendiri baru dibangun pada tahun

    2005. Pada tahun 1984 jumlah Sekolah Dasar di Kecamatan Maniis baru

    berjumlah 8 buah, sedangkan Sekolah Lanjutan Pertama pada waktu itu belum

    dibangun. Untuk lebih jelasnya jumlah sekolah menurut tingkat pendidikan di

    Kecamatan Maniis dari tahun 1980-2002 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    21/83

    Tabel 4.4

    Perkembangan Jumlah Sekolah di Kecamatan Maniis Tahun 1980-

    2002

    Tahun Jumlah

    Tingkat SD Tingkat SLTP

    1980 2 -

    1981 2 -

    1982 2 -

    1983 2 -

    1984 2 -

    1985 2 -

    1986 6 -

    1987 8 -

    1988 8 -

    1989 10 1

    1990 12 1

    1991 12 1

    1992 12 1

    1993 12 1

    1994 14 1

    1995 14 1

    1996 14 1

    1997 14 1

    1998 15 2

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    22/83

    1999 15 2

    2000 15 2

    2001 15 2

    2002 15 2

    Sumber: Diolah dari Data Kantor Kecamatan Maniis (1980-2002:

    Tanpa Halaman). Profil Kecamatan Maniis. Purwakarta:

    Kantor Kecamatan Maniis.

    Tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa dari tahun 1980 sampai dengan

    tahun 2002, pertambahan sekolah di Kecamatan Maniis relatif tidak begitu besar.

    Dari tahun 1980 sampai tahun 1985, jumlah Sekolah Dasar hanya 2 buah.

    Pertambahan yang cukup banyak terjadi pada tahun 1986, yaitu sebanyak 4 buah

    Sekolah Dasar, hal tersebut seiring dengan rencana persiapan dibentuknya

    wilayah Kecamatan Maniis, sedangkan jumlah Sekolah lanjutan Tingkat Pertama

    (SLTP) sampai tahun 2002 pun hanya berjumlah 2 buah.

    Pada tahun 1980an hanya sekitar 8 orang siswa di Kecamatan Maniis yang

    melanjutkan pada tingkat pertama, bahkan 3 orang yang bisa lulus sampai kelas

    tiga SLTP, hal ini disebabkan karena pada tahun 1980 di Kecamatan Maniis

    belum terdapat SLTP. Siswa yang ingin melanjutkan pada tingkat SLTP harus

    berjalan kaki sejauh 8 km, dikarenakan belum adanya transportasi darat di

    Kecamatan Maniis, serta sekolah yang terletak di wilayah Cianjur, tepatnya di

    Kecamatan Mande, ketika bendungan Cirata dibangun, Kecamatan tersebut

    terendam oleh waduk (wawancara dengan Bapak Dayat, tanggal 27 Juli 2009).

    1.2

    Berdirinya Bendungan Cirata dan Pengelolaannya

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    23/83

    4.2.1 Berdirinya Bendungan Cirata

    Daerah pengaliran sungai Citarum merupakan daerah yang subur,

    bergunung-gunung, dan dianugerahi curah hujan yang tinggi. Sungai Citarum

    tidak pernah kering sepanjang tahun dan airnya digunakan penduduk untuk

    berbagai keperluan seperti untuk rumah tangga, pengairan, pembangkit tenaga

    listrik dan sebagainya. Dalam memenuhi kebutuhan listrik yang semakin

    meningkat, pemerintah menentukan kebijaksanaan penghematan penggunaan

    bahan bakar minyak. Pemanfaatan potensi tenaga air sebagai sumber energi listrik

    semakin bertambah penting mengingat keterbatasan sumber energi primer

    disamping usaha konservasi air. Pembangunan proyek PLTA Cirata merupakan

    salah satu cara pemanfaatan potensi tenaga air di sungai Citarum tersebut.

    Bendungan Cirata terletak di Desa Cadas Sari, Kecamatan Tegal Waru,

    Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Wilayah genangannya berada di tiga

    Kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten

    Purwakarta.

    Lokasi bendungan dapat dicapai melalui jalan raya Bandung-Purwakarta,

    berbelok ke kiri melalui jalan masuk di Cikalong Wetan. Lokasi ini dapat dicapai

    dengan kendaraan bermotor kurang lebih 60 km dari Bandung ke arah barat laut.

    Bendungan Cirata terletak di sungai Citarum di antara bendungan Saguling dan

    bendungan Juanda (Jatiluhur), tepatnya 47 km sebelah hulu PLTA Jatiluhur dan

    50 km sebelah hilir PLTA Saguling. Nama Cirata diambil dari desa tempat

    bendungan Cirata terletak. Gagasan pertama pembangunan PLTA Cirata juga

    berasal dari beberapa ahli pengairan Belanda mulai tahun 1922, kemudian

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    24/83

    disempurnakan oleh Prof W.J. Van Blommestein pada tahun 1930-an. Bendungan

    Cirata adalah salah satu dari tiga bendungan besar yang dirancang dalam rangka

    memaksimalkan pemanfaatan potensi sungai Citarum. Pada waktu itu disarankan

    bahwa bendungan Saguling dan bendungan Cirata harus dibangun lebih dahulu

    dari bendungan Jatiluhur, tetapi kemudian bendungan Jatiluhur dan bendungan

    Curug dibangun lebih dahulu dari bendungan Saguling dan bendungan Cirata.

    Bendungan Cirata dibangun paling akhir di antara tiga bendungan besar tersebut

    (Sinarno, 2007: 53).

    Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang dibangun di Daerah

    Aliran Sungai (DAS) Citarum, yang pada saat pembangunannya ditujukan sebagai

    pembangkit tenaga listrik. Waduk yang dibangun pada tahun 1988 ini berada pada

    ketinggian 221 m dari permukaan laut, mempunyai wilayah luas tangkapan air

    603.200 Ha, luas 6.200 Ha, kedalaman rata-rata 34,9 m dan volume 2.165 x 106

    m3. Seperti waduk-waduk lain, sejak menjadi genangan yang relatif permanen

    maka waduk Cirata merupakan badan air besar yang mempunyai karakteristik

    ekositem perairan umum yang memiliki berbagai potensi dibidang sosial-

    ekonomi, seperti sumber pengairan sawah, sumber air bersih industri, sumber air

    minum (MCK), tempat budidaya ikan, tempat rekreasi dan sarana perhubungan.

    Secara umum tersirat bahwa sebagian besar dari berbagai potensi tersebut daya

    gunanya sangat tergantung pada kualitas badan air waduk, jika kualitas air

    menurun/memburuk/terpolusi maka potensi-potensi tersebut akan hilang dengan

    sendirinya. Berkenaan dengan hal tersebut maka mempertahankan kualitas air

    waduk pada kisaran kondisi yang mampu mendukung berbagai kegiatan sangat

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    25/83

    diperlukan. Ini berarti bahwa segala bentuk proses perubahan kearah

    pemburukan/penurunan kualitas badan air waduk Cirata harus dihindarkan. Proses

    pemburukan/penurunan kualitas air inilah yang biasa dikenal sebagai pencemaran

    air.

    Tabel 4.5

    Peristiwa Penting Selama Pembangunan Proyek Bendungan Cirata

    Tahun 1984-1989

    19 Mei 1984 Peledakan perdana oleh Bapak Menteri Pertambangan

    dan Energi, tanda dimulainya pekerjaan utama.

    1 Desember 1984 Pekerjaan pembuatan terowongan pengelak dimulai

    27 Agustus 1984 Pekerjaan pembuatan terowongan tekan dimulai

    7 Oktober 1985 Pengalihan aliran sungai Citarum melalui terowongan

    pengelak

    16 November 1985 Pekerjaan pengecoran beton pada bangunan gedung

    sentral dimulai

    6 Mei 1986 Peledakan batu abadi oleh Bapak Presiden Republik

    Indonesia, tanda dimulainya pekerjaan penimbunan

    bendungan utama.

    20 Desember 1986 Penimbunan terakhir bendungan utama selesai

    1 September 1987 Penggenangan waduk Cirata dimulai, ditandai dengan

    penutupan terowongan pengelak oleh Bapak Gubernur

    Jawa Barat.

    29 Februari 1988 Unit 2 sebesar 125 MW mulai beroperasi

    25 Mei 1988 Unit 1 sebesar 125 MW mulai beroperasi

    10 Agustus 1988 Unit 4 sebesar 125 MW mulai beroperasi

    30 September 1988 Unit 3 sebesar 125 MW mulai beroperasi

    23 Maret 1989 Peresmian PLTA Cirata oleh Bapak Presiden Republik

    Indonesia

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    26/83

    Sumber: Diolah dari Data PLTA Cirata (Tanpa Tahun). Profil Cirata.Purwakarta:

    PLTA Cirata.

    Data di atas memperlihatkan bahwa pembangunan bendungan Cirata

    menghabiskan waktu lima tahun, yaitu dimulai dari tahun 1984, baru selesai tahun

    1989. Peledakan pertama penggalian terowongan pengelak dilakukan pada tanggal

    19 Mei 1984, dan peresmian penggunaan terowongan pengelak itu, serta sekaligus

    dimulainya pengurugan anak bendungan setinggi 22 m pada 7 Oktober 1985.

    Pembangunan bendungan utama dimulai pada awal tahun 1986, dan

    penggenangan pertama kali oleh Menteri Pertambangan dan Energi Prof. Dr.

    Subroto. Mulai membangkitkan daya listrik sebesar 250 MW pada tanggal 1 April

    1988, dan menghasilkan daya listrik selanjutnya sebanyak 250 MW pada tanggal

    1 Oktober 1988 (selesai tahap I, 500 MW).

    Pekerjaan prasarana yang dimulai pada bulan April 1983 meliputi

    pembangunan jalan hantar, base camp, perbaikan dan peningkatan fasilitas jalan,

    pemasangan jaringan listrik untuk konstruksi dan sebagainya. Disamping itu

    terdapat pekerjaan-pekerjaan relokasi jalan, jembatan dan fasilitas umum,

    diantaranya terminal air, bangunan sekolah, balai desa, MCK dan lain-lain.

    Tentunya selain menghabiskan waktu yang cukup lama, pembangunan bendungan

    Cirata juga menghabiskan biaya yang sangat besar. Pembangunan bendungan

    Cirata selain dibiayai langsung oleh Pemerintah Indonesia melalui dana APBN

    dan non APBN serta dana PLN juga mendapat bantuan pinjaman dari luar negeri.

    Pembangkit Listrik Tenaga Air Cirata tahap I dengan daya terpasang

    sebesar 500 MW (4x125 MW) sebagai bagian dari pembangunan bendungan

    Cirata, yang mulai dibangun pada tahun 1983 dan selesai pada tahun 1988. Tahun

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    27/83

    1994 dibangun tahap II, daya terpasang ditambah sebesar 500 MW (4x125 MW)

    lagi, sehingga daya terpasang seluruhnya menjadi sebesar 1.000 MW, serta dapat

    membangkitkan energi 1.428 GWh per tahun. Energi listrik yang dibangkitkan

    disalurkan melalui saluran udara tegangan ekstra tinggi 500 kV Jawa-Bali,

    sehingga dapat menambah keandalan pada system kelistrikan Jawa-Bali. Dengan

    produksi energy listrik tersebut berarti PLTA Cirata dapat menghemat BBM

    sebesar 428.000 ton/tahun, yang berarti menghemat devisa negara. PLTA Cirata

    merupakan PLTA dengan gedung pembangkit di bawah tanah terlebar bentangnya

    di dunia, yaitu selebar 35 m. Dimensi lain adalah panjang 253 m, tinggi 49,5 m.

    Metode penggalian terowongan dan rumah sentral PLTA Cirata menggunakan

    metode NATM (New Austrian Tunneling Method) yaitu metode penggalian

    terowongan (menembus batuan) yang cukup canggih. Secara rinci pelaksanaan

    pembangunan PLTA Cirata selesai tahap demi tahap, unit 1 selesai tanggal 25 Mei

    1988, unit 2 selesai tanggal 29 Februari 1988, unit 3 selesai tanggal 30 September

    1988, unit 4 selesai tanggal 10 Agustus 1988, unit 5 dan unit 6 selesai tanggal 15

    Agustus 1997, unit 7 dan unit 8 selesai tanggal 15 April 1998. Untuk lebih

    jelasnya, tahapan pembangunan PLTA Cirata dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.6

    Tahap Pelaksanaan Pembangunan PLTA Cirata

    Jenis Pembangkit Mulai Beroperasi Kapasitas

    PLTA Unit 1 25 Mei 1988 126 MW

    PLTA Unit 2 29 Februari 1988 126 MW

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    28/83

    PLTA Unit 3 30 September 1988 126 MW

    PLTA Unit 4 10 Agustus 1988 126 MW

    PLTA Unit 5 15 Agustus 1997 126 MW

    PLTA Unit 6 15 Agustus 1997 126 MW

    PLTA Unit 7 15 April 1998 126 MW

    PLTA Unit 8 15 April 1998 126 MW

    Jumlah 1008 MW

    Sumber: Diolah dari Data PLTA Cirata (Tanpa Tahun). Profil Cirata.Purwakarta:

    PLTA Cirata.

    Terowongan pengelak bendungan Cirata terdiri atas dua buah terowongan

    beton masing-masing bergaris tengah 10 m. Bagian hilir terowongan pengelak ini

    kemudian difungsikan sebagai bagian hilir dari bangunan pelimpah. Bendungan

    Cirata dilengkapi pula dengan bottom outlet yang pada saat pengisian awal waduk

    Cirata dipakai untuk mengalirkan debit sungai ke dalam waduk Juanda, agar tetap

    ada debit air masuk ke waduk Juanda. Di samping itu apabila diperlukan dapat

    dipakai sebagai sarana untuk menurunkan muka air waduk.

    Keunikan PLTA Cirata adalah penempatan generator dan turbinnya di

    bawah tanah di dalam bukit Cantayan, suatu daerah yang berhutan lebat. Ini

    merupakan teknologi baru (modern) dan dinilai lebih aman dibandingkan dengan

    penempatan di atas permukaan tanah. Ukuran gedung pembangkit dengan panjang

    253 m, lebar 35 m dan tinggi 49,5 m, terdiri atas 4 lantai yang terletak di bawah

    tanah, merupakan gedung pembangkit bawah tanah dengan lebar terbesar di

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    29/83

    dunia. Turbin yang dipakai adalah 8 turbin tipe Francis dengan sumbu vertical,

    dengan masing-masing output129,4 MW pada kecepatan 187,5 rpm. Berat sebuah

    rotor dari turbin adalah 330 ton, buatan Elin Union dari Austria. Tinggi jatuh

    efektif (effective head) untuk memutar turbin adalah 112,5 m dengan debit

    maksimum 135 m3/detik dan putaran 187,5 rpm.

    1.2.2 Pengelolaan Bendungan Cirata

    Unit pembangkit Cirata merupakan PLTA terbesar di Asia Tenggara,

    dengan bangunan Power House4 lantai di bawah tanah yang pengoperasiannya

    dikendalikan dari ruang kontrol Switchyard berjarak kurang lebih 2 km dari

    mesin-mesin pembangkit yang terletak di Power House. Bendungan Cirata sejak

    pertama dioperasikannya pada tahun 1988 dikelola oleh PLN (Persero)

    Pembangkitan dan Penyaluran Jawa Bagian Barat (PLN KJB) sektor Cirata. Pada

    tanggal 3 Oktober 1995 terjadi restrukturisasi di PLN (Persero) yang

    mengakibatkan pembentukan 2 anak perusahaan, yaitu PT PLN Pembangkitan

    Tenaga Listrik Jawa Bali I dan II yang disebut PT. PJB I dan PT. PJB II, sehingga

    sektor Cirata masuk wilayah kerja PT. PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-

    Bali II Unit Pembangkitan Cirata (UP. Cirata). Dengan perkembangan organisasi

    sejak tanggal 3 Oktober 2000, PT. PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali II

    berubah menjadi PT. Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali, unit pembangkitan

    Cirata (PT. PJB UP Cirata).

    Ramah lingkungan merupakan trend dunia usaha yang berkembang

    dewasa ini, sehingga setiap industri dituntut untuk mengelola lingkungan dengan

    baik berstandar internasional, aman serta berdampak positif bagi lingkungan

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    30/83

    sekitarnya. Bendungan Cirata melakukan pengelolaan dan pemantauan

    lingkungan terhadap komponen:

    a. Fisika/kimia meliputi iklim dan kualitas udara serta fisiografi dan geologi.

    b. Kualitas air dengan parameter sesuai kebutuhannya.

    c. Sedimentasi berupaya penelitian tingkat erosi tahunan.

    d. Sosial ekonomi dan budaya yang meliputi pariwisata, pertanian pasang surut,

    perikanan dan penghijauan di sekitar waduk.

    Pembangunan proyek bendungan Cirata membutuhkan tanah seluas

    kurang lebih 7.026 Ha, untuk daerah konstruksi dan genangan air, sehingga

    menimbulkan masalah kependudukan yang cukup besar. Kecuali itu genangan air

    akan menimbulkan pula perubahan lingkungan fisik dan biofisik lainnya.

    Sehubungan dengan itu telah dilakukan studi analisis dampak lingkungan sejak

    awal perencanaan proyek, sehingga dapat diperkirakan dan dipantau perubahan

    lingkungan yang akan terjadi, serta diusahakan untuk menghilangkan atau

    mengurangi dampak negatif dan memacu dampak positif pembangunan

    bendungan Cirata. Dalam penanganan masalah lingkungan tersebut, telah dijalin

    kerjasama dengan berbagai instansi dan lembaga penelitian antara lain:

    1.

    Pusat penelitian sumber daya alam dan lingkungan UNPAD untuk studi

    analisis dampak lingkungan.

    2. Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat dan Tingkat II Kabupaten

    Bandung, Cianjur, dan Purwakarta dalam penyelesaian masalah pemindahan

    penduduk dan pembebasan tanah.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    31/83

    3. Pusat penelitian dan pengembangan pengairan untuk penelitian hidrologi dan

    sedimentasi.

    4. Pusat penelitian sumber daya alam dan lingkungan UNPAD bekerjasama

    dengan ICLARM (International Center for Living Aquatic Resources

    Management) Manila, untuk membantu studi pengembangan akuakultur dan

    perikanan dalam rangka pemukiman kembali penduduk yang terkena proyek

    PLTA Saguling dan Cirata.

    5. Dinas perikanan dan propinsi Jawa Barat dengan unit pelaksanaan teknis untuk

    penanganan penyaluran penduduk dalam bidang perikanan.

    6. Pusat penelitian arkeologi nasional Jakarta dalam penelitian peninggalan

    sejarah dan penyelamatannya.

    7. Kantor wilayah VI Departemen Parpostel Jawa Barat untuk pendidikan dan

    latihan pariwisata dalam penelitian pengembangan pariwisata.

    Pada bendungan Cirata terdapatDam Control Centreyang berfungsi untuk

    memantau secara tepat waktu tentang kondisi hidrometeorlogi, tinggi permukaan

    air waduk, debit air yang masuk waduk, meramalkan banjir yang akan tiba, dan

    memberikan tanda/signal bila hujan atau debit yang masuk melebihi batas

    tertentu. Data tersebut bersumber dari 15 stasiun pengukur hujan dan debit yang

    tersebar di Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. Kemudian ditempatkan

    12 buah discharge warning station yang digunakan untuk memberikan peringatan

    kepada masyarakat apabila air akan dikeluarkan dari waduk maupun dari pusat

    pembangkit. Bangunan bendungan dan tumpuan disekitarnya, rumah pembangkit,

    dan terowongan-terowongan pelengkapnya serta tebing-tebing di sekitar PLTA,

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    32/83

    dipantau stabilitasnya dengan mempergunakan instrumen-instrumen pengukur

    perubahan letak, perubahan tegangan-tegangan, rembesan dan yang lainnya.

    Sedimentasi yang terjadi di dalam waduk diukur secara periodik dan dipantau

    perkembangannya. Usaha-usaha untuk mencegah peningkatan sedimentasi

    dilakukan melalui pemantauan lingkungan hidup dan koordinasi dengan instansi-

    instansi terkait. Adapun struktur organisasi PLTA Cirata dapat dilihat pada bagan

    berikut:

    Bagan 4.1

    Struktur Organisasi PLTA Cirata

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    33/83

    Sumber: Diolah dari Data PLTA Cirata (Tanpa Tahun). Profil Cirata.Purwakarta:

    PLTA Cirata.

    Organisasi UP Cirata, sejak 21 Oktober 1999 mengalami perubahan

    mengikuti perkembangan organisasi di PLN PJB yang fleksibel dan dinamis

    sehingga mampu menghadapi dan menyesuaikan situasi bisnis yang selalu

    berubah. Perubahan yang mendasar dari unit pembangkit adalah dipisahkannya

    fungsi operasi dan fungsi pemeliharaan, sehingga unit pembangkit menjadi

    organisasi yang lean dan clean dan hanya mengoperasikan pembangkit untuk

    menghasilkan GWh, seperti yang telah dipaparkan pada tabel 4.1 di atas.

    Pengisian pertama waduk mulai 1 September 1987, dan direncanakan

    waduk dapat penuh selama 6 bulan sampai April 1988. Sebelum pengisian

    pertama dilakukan operasi penyisiran, berupa persiapan terminal air, penebangan

    pepohonan, dan pembongkaran jembatan dan bangunan rumah, pos-pos

    kesehatan, pemasangan rambu-rambu, serta pengosongan daerah yang akan

    tergenang, dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar waduk atas terjadinya

    penggenangan air di dalam waduk. Penyuluhan yang dilakukan pada masyarakat

    tersebut terutama dibidang kesehatan, antara lain penyakit menular (demam

    berdarah, malaria), dan penanggulangan bahaya binatang berbisa, terutama ular

    dan kalajengking, yang akan naik ke daerah yang lebih tinggi dengan naiknya

    permukaan air waduk (Sinarno, 2007: 63).

    Di daerah sekitar waduk Cirata sudah dilakukan penghijauan berupa pohon

    sengon dan angsana. Dalam pengelolaan waduk juga mengupayakan asset

    biologis yang disebut asset Citarum berupa inventarisasi dan pengawetan ikan

    hias Citarum (ikan patin). Upaya penghijauan juga dilakukan di atas lokasi

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    34/83

    gedung pembangkit bawah tanah. Upaya ini sangat tergantung pada kerjasama

    perhutani dengan masyarakat setempat, karena kerusakan hutan dapat

    berpengaruh langsung pada waduk dan PLTA. Koordinasi keamanan lingkungan

    dilakukan juga kerjasama dengan POLRI dan instansi terkait lainnya mengingat

    Cirata adalah pembangkit vital strategis (objek vital).

    4.3 Proses Adaptasi Masyarakat Terhadap Lingkungan Baru

    Setiap masyarakat selama hidup pasti mengalami perubahan. Perubahan-

    perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial,

    pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan

    dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya

    (Soekanto, 1990: 333). Menurut Saripudin (2005: 131) perubahan sosial itu terkait

    dengan lokasi, manusia, serta sisi fungsional dari unsur-unsur yang lama dan

    unsur-unsur baru, serta kondisi lingkungan yang ada, sehingga akan timbul

    fenomena-fenomena yang menarik dari sebuah perubahan sosial yang terjadi.

    Pembangunan bendungan Cirata sebenarnya telah memberi kesempatan pada

    masyarakat Kecamatan Maniis untuk melakukan perubahan dengan tersedianya

    sarana dan prasarana, akan tetapi selama kurun waktu kajian, sebagain besar

    masyarakat belum terlihat adanya perubahan, karena sejak keberadaan bendungan

    Cirata, banyak dari pendatang yang malah mampu mengambil kesempatan,

    khususnya pada sektor jaring terapung.

    Tidak dapat dipungkiri, dengan adanya pembangunan bendungan Cirata

    yang menghabiskan biaya dan lahan yang sangat besar, terdapat dampak yang

    ditimbulkan, diantaranya:

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    35/83

    1. Menghasilkan listrik dengan daya terpasang 1.008 MW dan energi per tahun

    sebesar 1.428 juta kilowattjam, sehingga menambah daya dan keandalan pada

    sistem kelistrikan.

    2. Menghemat bahan bakar minyak.

    3. Meningkatkan keandalan penyediaan air waduk Jatiluhur untuk air minum dan

    irigasi.

    4. Memacu perkembangan industri/perekonomian.

    5. Mengembangkan usaha perikanan dan pariwisata.

    6. Menyediakan lapangan kerja baru.

    Dari pemaparan di atas menunjukkan beberapa konstribusi dengan adanya

    pembangunan bendungan Cirata terhadap kehidupan sosial-ekonomi masyarakat

    Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta, antara lain sebagai sumber pengairan

    sawah, sumber air bersih industri, sumber air minum (MCK), tempat budidaya

    ikan, tempat rekreasi dan sarana perhubungan, sehingga arus ekonomi semakin

    lancar karena dibangunnya jalan oleh Cirata. Manfaat lainnya dari bendungan

    Cirata adalah untuk pariwisata, dimana dua pertiga pantai genangan waduk Cirata

    berada di Kabupaten Cianjur, dan perikanan air tawar dengan jaring terapung

    (japung), pertanian (irigasi) pengendalian banjir yang akan mereduksi banjir yang

    masuk ke dalam waduk Jatiluhur, juga diperoleh manfaat untuk pembukaan

    pemukiman baru, pengembangan listrik pedesaan, meningkatkan taraf hidup

    rakyat di daerah sekitar waduk, serta untuk konservasi air dan perbaikan

    lingkungan.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    36/83

    Untuk membangun waduk atau bendungan yang besar tidak saja

    memerlukan biaya besar dan memerlukan lahan yang luas untuk genangannya,

    namun lebih dari itu, pembangunan itu sendiri dapat menimbulkan kerawanan-

    kerawanan sosial budaya dan lingkungan yang terkait dengannya, seperti

    pembebasan lahan, pemindahan penduduk, keberlanjutan proyek, dan lain

    sebagainya, yang dapat menyisakan masalah yang menyangkut rasa keadilan di

    hati rakyat (masyarakat). Oleh karena itu penanggulangan terhadap dampak

    pembangunan sangat penting, karena para pelopor pembangunan maupun

    masyarakat yang sedang membangun menginginkan akibat-akibat yang positif

    dari pembangunan tersebut. Pembangunan masyarakat mungkin merupakan suatu

    pembaharuan yang memerlukan difusi, yakni penyebaran unsur-unsur

    pembangunan tersebut sampai warga masyarakat memutuskan untuk

    menerimanya (adoption), karena pembangunan waduk sekarang tidak saja

    mengacu kepada aspek teknis, sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan, namun

    juga aspek otonomi daerah. Pembangunan bendungan Cirata juga mengakibatkan

    terjadinya hal-hal seperti di bawah ini.

    1. Tergenangnya lahan

    Luas lahan yang diperlukan untuk daerah genangan kurang lebih 6.334 Ha

    yang meliputi Kabupaten Bandung (38%), Kabupaten Cianjur (41%), dan

    Kabupaten Purwakarta (21%). Selain itu masih diperlukan kurang lebih 692 Ha

    tanah yang terletak di luar daerah genangan untuk pembangunan konstruksi.

    Perincian tata guna lahan daerah tergenang:

    a). Tanah desa (perumahan) 219 Ha

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    37/83

    b). Sawah 1.656 Ha

    c). Ladang dan perkebunan 3.584 Ha

    d). Kehutanan 689 Ha

    e). Tanah negara (jalan, sungai dll) 186 Ha +

    Jumlah 6.334 Ha

    Data di atas menunjukkan bahwa pembangunan bendungan Cirata dapat

    menghabiskan lahan sebesar 6.334 Ha untuk dijadikan daerah genangan. Lahan

    dari sawah menghabiskan 1.656 Ha, sedangkan untuk ladang dan perkebunan

    sebesar 3.584. Begitupula pada Kecamatan Maniis dapat menghabiskan lahan

    yang relatif cukup besar, misalnya dari sawah, ladang, dan perkebunan, oleh

    karena itu masyarakat di Kecamatan Maniis yang pada awalnya memiliki mata

    pencaharian di sawah, ladang, dan perkebunan harus kehilangan mata

    pencahariannya yang sudah menjadi tradisi turun-temurun, akibatnya sebagian

    masyarakat Kecamatan Maniis yang telah kehilangan mata pencaharian

    terdahulunya harus beralih profesi, diantaranya pada usaha kolam jaring terapung,

    pengemudi perahu, dan lain sebagainya.

    2. Pemindahan penduduk

    Jumlah penduduk yang harus dipindahkan dari daerah genangan tercatat

    6.335 KK, yang tersebar di tiga Kabupaten yaitu:

    a. Kabupaten Bandung 1.652 KK

    b. Kabupaten Cianjur 3.818 KK

    c. Kabupaten Purwakarta 865 KK

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    38/83

    Kecamatan Maniis merupakan satu-satunya wilayah yang terkena dampak

    dari adanya bendungan Cirata yang termasuk pada Kabupaten Purwakarta, oleh

    karena itu, data yang menunjukkan jumlah penduduk pada Kabupaten Purwakarta

    yang harus dipindahkan dari daerah genangan tercatat sebesar 865, seluruhnya

    merupakan penduduk yang berada di wilayah Kecamatan Maniis. Selain hal di

    atas, terdapat pula 3.766 KK penduduk yang terpengaruh proyek yaitu mereka

    yang bertempat tinggal di atas daerah genangan yang mempunyai lahan/tanah atau

    mempunyai pekerjaan di daerah genangan, yang tersebar di tiga daerah tersebut

    yaitu:

    a. Kabupaten Bandung 596 KK

    b. Kabupaten Cianjur 2.984 KK

    c. Kabupaten Purwakarta 186 KK *

    Keterangan: * Seluruhnya berasal dari wilayah Kecamatan Maniis.

    Pada dasarnya sasaran kebijakan pemindahan penduduk ialah

    mengusahakan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau paling tidak

    mempertahankan taraf kesejahteraan hidup yang sama dengan saat sebelum

    masyarakat dipindahkan. Alternatif penyaluran penduduk serta sasaran yang

    digariskan Pemerintahan Daerah Tingkat I Pripinsi Jawa Barat adalah:

    Alternatif Penyaluran Sasaran (KK)

    1. Transmigrasi 2.500

    2. Transmigrasi PIRBUN/NES di luar Jawa 900

    3. Akuakultur 1.500

    4. Pembangunan sekunder 600

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    39/83

    5. Pilihan sendiri 4.601 +

    Jumlah 10.101

    Dampak negatif yang diperkirakan mempunyai potensi berkembang,

    sehingga perlu dipantau/diamati:

    1. Kemungkinan-kemungkinan eksplosi gulma air.

    2. Kemungkinan timbulnya berbagai penyakit karena adanya genangan air.

    3.

    Kemungkinan meningkatnya erosi, sampah dan limbah kota yang

    menyebabkan pencemaran serta mempercepat pendangkalan waduk.

    Adanya para pengusaha, antara lain jaring terapung atau warung lesehan di

    Kecamatan Maniis menjadikan salah seorang pengusaha ini sebagai orang kaya

    baru di wilayahnya. Dampaknya pengusaha tersebut menjadi salah satu tokoh

    terpandang dalam masyarakatnya. Hal ini bisa dipahami oleh sebagian kelompok

    masyarakat, bahwa kekayaan merupakan suatu hal yang dihargai dan dianggap

    dapat menempatkan status sosial seseorang menjadi lebih tinggi. Hal inilah yang

    dialami oleh para pengusaha di Kecamatan Maniis, dengan kedudukan sebagai

    orang yang terpandang ini memegang peran sosial yang cukup penting dalam

    masyarakatnya, ia selalu ditempatkan menjadi salah seorang donatur pada acara-

    acara tertentu seperti acara HUT RI, karena masyarakat di Kecamatan Maniis

    selalu menjadikan acara tersebut menjadi acara yang penting.

    Dari aspek kehidupan sosial keagamaan telah mengalami pergeseran-

    pergeseran, diantaranya jika dulu di masjid tidak boleh ada pengeras suara, kini

    hampir setiap mesjid memilikinya, atau olah raga sepak bola tidak boleh

    dilakukan sekarang sepak bola adalah olah raga sepak bola menjadi olah raga

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    40/83

    yang paling diminati. Dengan semakin mudahnya akses ke lingkungan luar juga

    dengan gencarnya teknologi komunikasi dan media elektronik serta pengaruh

    budaya luar baik yang dibawa masyarakat Maniis sendiri ataupun masyarakat luar

    yang mengunjungi Kecamatan Maniis tak heran saat ini kehidupan masyarakat

    Maniis relatif lebih dinamis.

    Masalah yang ditimbulkan dari suatu kegiatan pembangunan dengan skala

    besar tentu berakibat pada suatu perubahan, baik terhadap lingkungan hidup

    maupun pada kehidupan sosial masyarakat secara umum. Kehadiran bendungan

    Cirata di wilayah Kecamatan Maniis menjadikan masyarakat Kecamatan Maniis

    dihadapkan pada perubahan-perubahan yang mau tidak mau harus dihadapi, baik

    perubahan lingkungan alam sebagai sumber mata pencaharian untuk

    kelangsungan hidup, maupun perubahan kehidupan sosial akibat oleh perubahan

    lingkungan alam itu sendiri dan akibat pengaruh interaksi dengan kehidupan dunia

    luar.

    Perubahan akibat berubahnya lingkungan alam terutama bagi masyarakat

    yang lahannya terkena pembebasan untuk areal genangan, dilihat dari sisi mata

    pencaharianya sebagai berikut:

    1.

    Kelompok masyarakat yang tetap tidak berubah mata pencaharianya sebagai

    petani, artinya uang hasil ganti rugi yang didapat digunakan kembali secara

    utuh untuk membeli tanah garapan pertanian.

    2. Kelompok masyarakat yang berubah mata pencaharianya dari petani ke sektor

    usaha jaring terapung, usaha perdagangan atau usaha lainya.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    41/83

    3. Kelompok masyarakat yang tetap sebagai petani tetapi juga mempunyai usaha

    lainnya. Hal ini dimungkinkan karena uang hasil ganti rugi yang didapat tidak

    seluruhnya digunakan kembali untuk lahan pertanian tetapi sebagian digunakan

    untuk modal usaha lainnya.

    4. Kelompok masyarakat yang berubah secara total dari petani menjadi kaum

    pekerja. Ada beberapa penyebab dari pilihan kelompok ini, diantaranya ingin

    mengubah nasib, terobsesi oleh pekerja proyek saat berlangsungnya kegiatan

    pembangunan, merasa menjadi kaum pekerja lebih terhormat daripada menjadi

    petani, masyarakat yang mengalami kegagalan dalam menjalani perubahan.

    5. Kelompok masyarakat yang mengikuti program anjuran Pemerintah yaitu

    dengan transmigrasi.

    Proses kegiatan pelaksanaan pembangunan bendungan Cirata yang

    melibatkan ribuan pekerja yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia serta

    tenaga asing dari beberapa negara dan sarat dengan ilmu pengetahuan dan

    teknologi dalam aktivitasnya sehari-hari bagi masyarakat, awalnya menjadi

    tontonan yang menarik serta mengundang decak kagum. Kondisi ini lambat laun

    telah menarik sebagian besar masyarakat, terutama kaum laki-laki untuk turut

    berpartisipasi dalam proses pembangunan sebagai pekerja kasar/kenek di berbagai

    bidang pekerjaan, kemudian mendirikan warung nasi, warung makanan,

    menyewakan rumah untuk para pekerja proyek.

    Proses interaksi kaum pekerja yang berasal dari berbagai daerah dengan

    latar belakang etnis dan budaya berbeda dengan masyarakat wilayah Kecamatan

    Maniis yang saat itu masih memegang teguh adat istiadat tradisi menjadi bagian

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    42/83

    dinamika kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Perkawinan kaum pekerja

    proyek pendatang dengan perempuan penduduk asli relatif banyak terjadi.

    Peristiwa-peristiwa tersebut telah melahirkan perubahan-perubahan cara pandang,

    pemahaman serta sikap dan cara berpikir bagi mayarakat wilayah Kecamatan

    Maniis secara umumnya, khususnya pada kalangan usia muda.

    Seperti yang dituturkan Bapak Dayat saat wawancara dengan peneliti pada

    tanggal 28 Juli 2009 yang berkaitan perubahan-perubahan diantaranya:

    1. Jenis hiburan yang biasa dipertontonkan bagi masyarakat adalah jenis hiburan

    Qosidah dan kesenian tradisional sekarang lebih banyak jenis hiburan orkes

    dangdut dan layar tancap.

    2. Dunia pendidikan di Sekolah formal bagi anak-anak yang dulu dianggap tidak

    penting, sekarang orang tua merasa bahwa sekolah formal sama pentingnya

    dengan mengaji.

    3. Bagi anak-anak perempuan usia 16 tahun sudah dianggap terlalu tua untuk

    menikah, sekarang perkawinan usia muda sudah sangat jarang ditemui.

    4. Bangunan-bangunan rumah dan masjid yang dulu dibangun hanya didasarkan

    pada fungsi semata dan bergaya tradisional sekarang telah banyak berdiri

    rumah yang selain didasari fungsinya juga dari sisi bentuknya.

    Pada umumnya masyarakat wilayah Kecamatan Maniis dari aspek

    kehidupan sosialnya sudah dapat disejajarkan dengan masyarakat Kecamatan lain

    yang telah maju lebih dulu. Hanya dari sisi sosial ekonomi pada awal-awal

    selesainya proses pembangunan bendungan Cirata bagi sebagian besar masyarakat

    wilayah Kecamatan Maniis terutama masyarakat yang sudah terkondisikan

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    43/83

    dengan mendapat penghasilan dari keberadaan proyek seperti pekerja proyek,

    usaha warung nasi, makanan, menyewakan rumah kontrakan, secara tiba-tiba

    harus kehilangan mata pencaharianya, situasi ini dapat dikatakan masa yang

    sangat sulit bagi sebagian masyarakat di Kecamatan Maniis. Tentu peran

    pemerintah daerah dan PLN (PT. PJB) melaluiprogram Community Developmen

    bisa sedikit mengurangi persoalan yang dihadapi.

    Adanya genangan di Kecamatan Maniis, mengakibatkan sebagian

    masyarakat Kecamatan Maniis beralih mata pencaharian dari sektor pertanian ke

    perikanan (40%), namun ada juga sebagian masyarakat yang kembali melanjutkan

    mata pencahariannya sebagai petani (sebanyak 60%) dengan menanam tanaman

    padi, sayuran, dan buah-buahan di sawah dan ladang. Hal ini dikarenakan bahwa

    untuk menjadi petani ikan membutuhkan biaya yang besar (walaupun hasilnya

    sangat menggiurkan), akan tetapi karena mereka terbentur modal dan terbatasnya

    keterampilan, maka banyak masyarakat Kecamatan Maniis yang tidak mampu

    untuk berpindah mata pencaharian menjadi petani ikan dan tetap melanjutkan

    pada mata pencahariannya terdahulu yaitu sebagai petani dan buruh tani yang

    bekerja di ladang atau sawah, selain itu ada juga sebagian masyarakat terutama

    yang masih relatif berusia muda yang bekerja di kota kota besar Indonesia bahkan

    ke luar negri dengan bekal keterampilan yang didapat pada saat mereka ikut

    bekerja pada proyek (wawancara dengan Bapak Agus, tanggal 8 Juli 2009).

    Komposisi usaha masyarakat Indonesia bervariasi, ada yang secara

    alamiah turun temurun dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya, ada juga

    yang didasarkan pada keahlian dan pengalaman mereka bekerja pada bidangnya

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    44/83

    masing-masing. Namun demikian kedua sisi itu banyak yang berubah-ubah sektor

    usaha yang signifikan dari sektor yang satu ke sektor lainnya, hal ini sejalan

    dengan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai oleh

    warga masyarakat Indonesia yang bersangkutan di daerah maupun di pusat-pusat

    kota besar. Demikian juga arus informasi dan investasi yang masuk ke Indonesia

    amat memberikan warna terhadap gerak usaha ekonomi masyarakat Indonesia.

    Sektor usaha paling dominan adalah pertanian yang didalamnya ada kehutanan,

    peladangan, peternakan, perikanan, pesawahan, dan perkebunan, hal ini didorong

    oleh potensi alam yang subur, udara yang sejuk, dan iklim yang baik antara

    kemarau dan penghujan di daerah tropis khatulistiwa (Danial, 2007: 35).

    Sebagian masyarakat Kecamatan Maniis merasa keberatan dengan

    dibangunnya bendungan Cirata, karena mereka tidak dapat meneruskan mata

    pencahariannya sebagai petani karet yang sudah menjadi tradisi mereka secara

    turun-temurun, oleh karena itu adanya bendungan Cirata mau tidak mau mereka

    harus dihadapkan pada masalah kultur air yang menjadikan masyarakat menjadi

    kuli kasar, diantaranya sebagai kuli panggul pakan, sopir perahu, dan penjaga

    kolam dengan upah yang tidak menentu setiap harinya. Pada perkembangan

    selanjutnya dengan adanya beberapa kontribusi yang diberikan pada masyarakat

    Kecamatan Maniis maka masyarakat menjadi berpandangan positif dan

    mendukung terhadap pembangunan bendungan Cirata.

    Adapun peran masyarakat Kecamatan Maniis dalam menghadapi

    lingkungan yang berubah yaitu mereka berusaha untuk memanfaatkan kesempatan

    yang ada agar kehidupannya tetap sejahtera yaitu dengan mendirikan usaha

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    45/83

    warung ikan bakar lesehan, kolam jaring terapung, dan sebagainya, karena

    pembangunanbendungan Cirata menyebabkan terendamnya lahan penduduk yang

    tinggal di daerah genangan, terutama lahan pertanian sehingga memberikan

    dampak signifikan bagi masyarakat yang sebagian besar menggantungkan

    kehidupannya dari sektor pertanian, dengan hilangnya lahan pertanian tersebut,

    maka banyak warga yang kehilangan mata pencahariannya. Masyarakat

    Kecamatan Maniis mau tidak mau harus berpindah pada mata pencaharian yang

    baru, yang menekuni usaha dalam bidang perikanan, jasa, perdagangan dan yang

    lainnya.

    PembangunanWaduk Cirata menyebabkan terendamnya lahan penduduk

    yang tinggal di daerah genangan, terutama lahan pertanian sehingga memberikan

    dampak signifikan bagi masyarakat yang sebagian besar menggantungkan

    kehidupannya dari sektor pertanian. Program Pemerintah yang dilaksanakan

    terkait dengan pemindahan penduduk yang lahannya terkena genangan seperti

    telah disebutkan pada bagian terdahulu, namum peneliti menemukan ada beberapa

    kasus diantaranya ada kelompok masyarakat yang mampu mengikuti perubahan

    dan gagal mengikuti perubahan. Untuk masyarakat di Kecamatan Maniis yang

    mampu mengikuti perubahan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

    a. Masyarakat yang ketika mendapatkan uang ganti rugi kembali di pergunakan

    untuk mengganti lahan pengganti seluas lahan yang lama sehingga tetap tidak

    kehilangan sumber penghasilanya.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    46/83

    b. Masyarakat yang ketika mendapatkan uang ganti rugi kembali di pergunakan

    untuk membeli lahan yang lebih luas dari lahan yang lama sehingga sumber

    penghasilannya bertambah.

    c. Masyarakat yang ketika mendapatkan uang ganti rugi kembali di pergunakan

    untuk mengganti lahan pengganti seluas lahan yang lama tetapi sisa uang

    hasil ganti ruginya dipergunakan modal usaha lain sehingga sumber

    penghasilanya bertambah.

    d. Masyarakat yang secara tidak langsung tanahnya tidak kena pembebasan

    untuk lahan proyek tetapi mampu memanfatkan keadaan dengan melakukan

    usaha berdagang untuk pekerja proyek, ikut bekerja sebagai karyawan proyek

    sehingga akhirnya mereka mampu menjadi orang yang berkeahlian untuk

    kasus ini sekarang mereka banyak yang bekerja di kegiatan proyek di

    beberapa kota di Indonesia bahkan ada yang di luar negri. Keahlian yang

    dimiliki diantaranya operator alat-alat berat, bidang konstruksi, teknisi listrik,

    teknisi mesin, tukang las, supir dll (wawancara dengan Bapak Rochmat,

    tanggal 25 Juli 2009).

    Masyarakat di Kecamatan Maniis sebagian besar memiliki sifat konsumtif,

    karena mereka selalu membeli barang-barang yang sifatnya kurang dibutuhkan,

    terutama ketika mereka mendapat uang pembebasan tanah yang rata-rata

    digunakan untuk membeli barang-barang yang bersifat sekunder, misalnya motor

    atau mobil (wawncara dengan Bapak Dayat, tanggal 28 Juli 2009). Berikut ini

    merupakan masyarakat yang gagal mengikuti perubahan/masyarakat yang

    menolak perubahan setelah adanya bendungan Cirata, diantaranya:

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    47/83

    a. Masyarakat yang beralih propesi dengan coba-coba dan mengalami

    kegagalan, dimana uang hasil dari ganti ruginya dipergunakan untuk

    kebutuhan konsumtif.

    b. Masyarakat yang mengikuti program transmigrasi tetapi tidak berhasil karena

    tidak mempunyai etos kerja yang baik, tidak ulet dalam bekerja, tidak sabar,

    tidak mampu beradaptasi dengan kondisi baru, dan terpaksa kembali ke

    daerah asal dengan bekerja sebagai pekerja serabutan.

    c. Masyarakat dengan cara pandang yang kolot (selalu berpikiran negatif

    terhadap segala bentuk perubahan) sehingga masyarakat ini tidak mampu

    memanfaatkan keadaan serta situasi. Biasanya kelompok masyarakat ini

    masih kukuh terhadap tatanan tradisi lama, kelompok ini jumlahnya tidak

    banyak dan sampai saat ini diperkirakan sudah tidak ada.

    Adapun gambaran kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan

    Maniis hasil dari wawancara dengan Ibu Nunung pada tanggal 16 Agustus 2009

    sebagai berikut:

    a. Cara pandang masyarakat terhadap kebutuhan dunia pendidikan berubah.

    b. Derajat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik ini dimungkinkan adanya

    sarana kesehatan dan berubahnya cara pandang.

    c. Akses transfortasi yang mudah mengakibatkan mobilisasi masyarakat

    menjadi berjalan sehingga interaksi dengan dunia luar dapat terjalin.

    d. Dengan masuknya jaringan listrik mendapatkan kemudahan untuk mengenal

    dunia luar melalui media TV, roda perekonomian lebih meningkat.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    48/83

    e. Mengundang investor (penanam modal) dari luar daerah yang berusaha dalam

    bidang kolam terapung sehingga memperluas lapangan kerja bagi masyarakat

    Maniis sendiri.

    f. Sebagai ajang pembelajaran bagi masyarakat terhadap dunia ilmu

    pengetahuan dan teknologi terutama pada saat kegiatan proyek pembangunan

    berlangsung.

    Ketika masyarakatmemasuki bidang ekonomi baruyang berbeda dengan

    sebelumnya, maka kini terjadi proses adaptasi yang memaksa mereka untuk

    mampu mengikutinya. Adanya perubahan yang besar pada mata pencaharian,

    mendorong masyarakat untuk tetap berwirausaha, karena berubahnya atau

    bergesernya mata pencaharian masyarakat Kecamatan Maniis dari sektor

    pertanian ke sektor lain, misalnya perikanan, jasa, dan perdagangan terutama

    terjadi pada masyarakat yang memiliki kemampuan modal usaha, motivasi yang

    tinggi, keuletan, serta keberanian bertindak atau dengan kata lain memiliki jiwa

    kewirausahaan serta mampu memanfaatkan kesempatan yang ada. Pada

    lingkungan baru, masyarakat tidak bisa lagi mempertahankan sikap ataupun

    prinsip yang masih tetap mempertahankan pola-pola hidup yang bersifat statis.

    Mereka harus mampu bersaing dan menciptakan inovasi-inovasi baru dalam

    kehidupan masyarakat, supaya mereka mampu menjalani hidup walaupun lahan

    garapan mereka telah hilang akibat dibangunnya bendungan Cirata.

    4.3.1 Perkembangan Jaring Terapung

    Waduk sering juga disebut danau buatan yang besar, menurut Komisi Dam

    Dunia Bendungan/Waduk besar adalah bila tinggi bendungan lebih dari 15 m,

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    49/83

    sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami, pada waduk komponen tata

    airnya umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume,

    kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/out flow waktu tinggi air diketahui

    dengan pasti. Waduk Cirata yang luasnya 7.026 Ha dimana 1.328,602 Ha masuk

    wilayah Kecamatan Maniis menyimpan banyak potensi untuk meningkatkan

    tingkat sosial-ekonomi bagi masyarakatnya, diantaranya dengan menjadi petani

    kolam jaring apung (KJA). Sebagai gambaran penghasilan dari seorang petani

    KJA seperti yang dituturkan Pak Bubung dalam wawancara dengan Peneliti

    tanggal 10 Agustus 2009, bahwa seorang petani yang memiliki kolam terapung

    ukuran 7x7 m, tingkat penyebaran ikan 1 kuintal akan menghasilkan 1,5 ton.

    Biaya produksi dari mulai tanam ikan, biaya pakan dan biaya pemeliharaan

    sebesar Rp 12.000.000 dan bila 1Kg ikan dijual Rp 15.000 maka sekali panen

    petani akan menghasilkan Rp 22.500.000.

    Tentu penghasilan tersebut akan jauh meningkat bila petani yang dalam

    hal ini lebih tepat disebut sebagai pemilik yang memiliki lebih dari satu kolam

    jaring terapung, tetapi kenyataanya banyak ditemui dilapangan oleh peneliti satu

    orang memiliki beberapa kolam terapung terutama oleh orang kota, dimana

    operasional sehari-harinya dipercayakan pada seseorang dengan sistem digaji.

    Usaha kolam jaring terapung di Cirata telah menumbuhkan sektor kesempatan

    kerja bagi penduduk wilayah Kecamatan Maniis dan sekitarnya yaitu usaha

    pedagang di atas perahu yang melayani para pekerja di kolam jaring terapung, kuli

    angkut, penunggu kolam jaring terapung, supir pengangkut ikan yang akan dijual

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    50/83

    ke luar Kecamatan, keamanan, calo penjual ikan, serta usaha jasa perbaikan

    jaring.

    Untuk lebih jelasnya perkembangan jaring terapung dengan jumlah

    kepemilikan serta jumlah KJA yang ideal dan jumlah kematian ikan yang berada

    di waduk cirata yang berada di wilayah Kecamatan Maniis. Seperti yang

    ditunjukan dalam Grafik dibawah.

    Grafik 4.1Laju Pertumbuhan Kolam Jaring Terapung

    Sumber: Diolah dari Data Pusat Informasi BPWC (2005: Tanpa Halaman).

    Profil BPWC. Cirata: Kantor Badan Pengelola Waduk Cirata.

    Adapun tahun yang penulis kaji adalah 1984-2002, tetapi berdasarkan

    sumber pertumbuhan kolam jaring terapung dimulai dari tahun 1988, un

    tuk itu disini akan dibahas dari tahun 1988-2002. Dari grafik di atas menunjukkan

    bahwa dilihat dari jumlah petak yang dianjurkan untuk kolam jaring terapung di

    bendungan Cirata idealnya 12.000 setiap tahunnya. Kemudian dilihat dari jumlah

    0

    4.000

    8.000

    12.000

    16.000

    20.000

    24.000

    28.000

    32.000

    36.00040.000

    Tahun

    Jumlah

    Jumlah Yang Dianjurkan (Petak ) 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0

    Jumlah Kolam (Petak ) 74 351 899 1.61 2.05 3.82 6.47 7.69 15.2 25.5 17.4 17.4 28.7 30.4 30.4 39.6 39.6

    Pemilik (Orang) 25 80 210 358 469 936 1.49 1.71 2.47 2.47 1.60 1.60 1.63 1.67 1.67 3.89 3.89

    Jumlah Kematian Ikan (Ton) 0 0 10 34 0 39 1.43 404 0 3 .88 0 0 0 1 .12 272 0 500

    198

    8

    198

    9

    199

    0

    199

    1

    199

    2

    199

    3

    199

    4

    199

    5

    199

    6

    199

    7

    199

    8

    199

    9

    200

    0

    200

    1

    200

    2

    200

    3

    200

    4

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    51/83

    kolam (petak) tiap tahunnya, dalam grafik menunjukkan bahwa laju pertumbuhan

    jumlah kolam yang lambat (sedikit) terjadi dari periode 1998 ke 1999, sedangkan

    yang cepat (banyak) terjadi pada periode 1999 ke 2000. Untuk laju pertumbuhan

    jumlah kolam yang tetap terjadi pada periode 1998 ke 1999, dan 2001 ke 2002,

    sedangkan penurunan jumlah kolam jaring terapung terjadi pada tahun 1997 ke

    1998, menurut sumber yang diperoleh, hal ini disebabkan bahwa pada bulan

    Agustus 1997 air di waduk Cirata turun secara drastis sehingga peternak ikan

    dianjurkan untuk mengosongkan (mencuci) jaring terapungnya.

    Dalam perkembanganya, kepemilikan kolam jaring terapung yang dimiliki

    oleh penduduk Kecamatan Maniis banyak yang beralih pada pengusaha dari luar

    Kecamatan atau disewakan, hal ini dikarenakan masalah modal dan teknik

    penguasaan dibidang perikanan serta manajerial yang belum mampu dimiliki.

    Pada dasarnya perubahan atau pergeseran mata pencaharian dari sektor pertanian

    ke non pertanian terjadi apabila disertai kemampuan modal usaha, penguasaan

    kemampuan yang aplikatip, motivasi, keuletan serta keberanian bertindak. Maka

    peran pemerintah daerah serta instansi terkait tentu sangat diperlukan dalam

    mengatasi persoalan persoalan diatas, baik melalui pembinaan yang berkelanjutan

    melalui penyuluhan, program kredit, KUD, PIR perikanan dll.

    Ancaman Kegagalan dalam usaha kolam jaring terapung juga bisa muncul

    dari tingkat pencemaran pada air. Seperti informasi yang didapat dari Badan Riset

    Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, bahwa indikator

    pencemaran di perairan waduk menunjukan angka yang terus meningkat.

    Keberadaan tiga waduk yaitu Saguling, Cirata, dan Jatiluhur yang saling terkait

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    52/83

    membuat cemaran mengalir secara berantai. Tingkat pencemaran yang terus

    meningkat membuat kualitas ikan hasil budidaya menurun. Hal itu teramati pada

    uji coba kandungan timbal (Pb) pada ikan, tahun 1996 ikan tercemar logam berat

    itu ketika memasuki usia enam bulan dan pada tahun 2006 ikan sudah tercemar

    pada usia dua bulan terutama pada usus, hati dan insang.

    Menurut hasil penelitian BPWC (Badan Pengelola Waduk Cirata), pada

    triwulan I 2008, kadar timbar di sejumlah lokasi penelitian mencapai 0,04

    miligram/liter dan kadar tembaga mencapai 0,03 miligram/liter, padahal ambang

    batas ideal untuk air minum, perikanan dan pembangkit listrik tenaga air

    berdasarkan peraturan Gubernur Jabar No 39 tahun 2000 tentang baku mutu air

    adalah 0,02 miligram/liter untuk tembaga dan 0,03 miligram/liter untuk timbal.

    Selain kedua jenis logam berat itu, parameter biologi, fisika, dan kimia

    yang diteliti sejak tahun 2005 sering melebihi ambang batas. Tingginya kadar

    polutan, minimnya kadar oksigen terlarut dalam air dan rendahnya suhu air

    membuat virus lebih mudah berkembang biak, kematian ikan secara masal akibat

    serangan virus semakin rentan terjadi. Dalam hal ini tentu pihak-pihak terkait

    perlu bekerja secara serius menangani pencemaran daerah aliran sungai Citarum

    (DAS Citarum), khususnya limbah berat dari industri, tanpa ketegasan dan upaya

    serius pencemaran akan menggerogoti usaha perikanan, pertanian, dan industri

    sebab air dari DAS Citarum ini melalui waduk Jatiluhur juga dimanfaatkan oleh

    petani, perusahaan air minum, dan industri di Jakarta, Karawang, dan Subang.

    Upaya lain dalam mengurangi dampak dari maraknya usaha jaring

    terapung yang berakibat dari sisa pakan yang mengendap ke dasar waduk yang

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    53/83

    mengakibatkan perairan dasar waduk menjadi subur maka plankton akan

    berkembang biak dengan pesat. Tingginya endapan di dasar waduk dinilai turut

    memicu kematian masal, maka untuk mengatasi hal tersebut waduk cirata

    membutuhkan sekitar 200 juta ekor ikan pemakan plankton. Dalam hal ini

    Pemerintah Propinsi Jabar melalui Dinas perikanan setiap tahunya menebar

    sebanyak 1 Juta ekor. Namun jumlah tersebut masih sangat sedikit. Kondisi ini

    juga bisa menambah penghasilan bagi petani nelayan tangkap di seputar waduk.

    Jenis ikan pemakan plankton yang rutin disebar pada waduk Cirata tersebut

    diantaranya adalah ikan nilem, ikan mola, ikan tawes, ikan grasscarp, ikan nila

    dan ikan nirwana. Untuk lebih mempertegas pemaparan diatas dapat dilihat pada

    grafik berikut.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    54/83

    Grafik 4.2

    Sumber:Diolah dari Data Pusat Informasi BPWC (2005: Tanpa Halaman). Profil

    BPWC. Cirata: Kantor Badan Pengelola Waduk Cirata.

    Permasalahan yang muncul dilapangan terkait dengan pencemaran air

    adalah sebagai berikut:

    1. Kualitas air danau pada umumnya masih baik, kecuali di lokasi DAS (Daerah

    Aliran Sungai) yang telah rusak, misalnya tutupan hutannya kurang dari 15%,

    sistem pertanian tidak memperhatikan konservasi air dan tanah, dan

    pemanfaatan air yang tidak memperhatikan water balance.

    2. Aktivitas keramba jaring terapung yang tidak memperhatikan daya dukung

    lingkungannya.

    3. Kualitas air (parameter kimia-biologi) waduk yang di DAS-nya banyak

    industri, penduduk mengalami pencemaran yang sangat berat.

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    55/83

    4. Kualitas air (parameter fisika) waduk pada umumnya sudah tercemar berat

    oleh sedimen, kecuali waduk yang dilengkapi check dam atau terdapat

    penampungan di bagian hulunya.

    4.3.2 Perkembangan Warung Lesehan dan Pedagang Musiman

    Kehadiran waduk Cirata dengan segala keindahan alamnya mampu

    menjadi daya tarik orang untuk berkunjung ke areal waduk Cirata dan sekitarnya,

    tentu kondisi ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk menjadi lahan penghasilan

    dengan mendirikan warung-warung lesehan khas Cirata yang menyajikan nasi

    liwet dan ikan bakarnya, yang menjadi kekhasanya adalah cara penyajianya, yaitu

    istilah botram/mayoran dimana nasi liwet beserta lauk pauknya plus sambal

    disatukan diatas daun pisang dan dimakan secara bersama-sama. Kekhasan yang

    lain sebagai tempat jajanan makanan di lokasi sekitar waduk adalah sate maranggi

    yaitu sate khas Plered yang menjadi perbedaan dengan sate dari daerah lainnya

    yaitu dari bumbunya hanya kecap, tetapi kecap yang telah ditambah campuran

    bumbu dapur sehingga menghasilkan citarasa yang lain.

    Perkembangan warung lesehan yang ada di areal waduk Cirata sesuai hasil

    wawancara dengan Bapak Yanto pada tanggal 1 Agustus 2009 sebagai pemilik

    warung lesehan, pada awal-awal diresmikanya waduk Cirata sekitar tahun 1988

    s/d tahun 2000 memang warung lesehan di sekitar waduk Cirata banyak

    bermunculan seiring dengan banyaknya pengunjung yang datang ke Cirata

    terutama pada hari minggu dan hari libur lainnya. Menurut ingatanya saat itu

    mungkin lebih dari seratusan belum ditambah dengan warung yang hanya buka

    pada hari-hari tertentu saja (warung musiman), namun sejalan dengan

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    56/83

    perkembangan waktu, dimana tingkat jumlah pengunjung yang datang terus

    berkurang, dengan sendirinya jumlah warung lesehan pun berkurang.

    Dari tingkat pendapatan dalam satu bulan dengan modal sebanyak Rp

    7.500.000,00 mendapatkan keuntungan perbulan berkisar antara Rp 750.000 s/d

    1.000.000 dan dapat menghidupi keluarga satu istri dengan empat anak. Menurut

    pengakuanya, sebelum ada waduk Cirata, dia adalah sebagai buruh tani, dan pada

    saat proyek pembangunan waduk Cirata ikut sebagai buruh proyek. Lain dengan

    sodara Apud yang diwawancarai peneliti pada tanggal 1 Agustus 2009, yang

    berdagang mainan anak diareal waduk dia hanya menjajakan daganganya pada

    hari minggu atau hari libur saja, alasanya pada hari-hari biasa/hari kerja

    pengunjung yang menjadi sasaran daganganya yaitu anak-anak tidak ada, di luar

    hari itu, Apud berjualan di pasar tradisional Kecamatan. Penghasilan yang

    diperoleh dari hasil berjualan di areal waduk yaitu sekitar Rp 30.000 s/d Rp

    50.000 per setiap sekali kesempatan berjualan, dan bila sehari-hari di pasar

    tradisional Kecamatan perharinya hanya mendapat keuntungan antara Rp 10.000

    s/d Rp 20.000.

    Dari hasil pengamatan peneliti dan dengan melalui wawancara yang

    dilakukan secara random/acak terhadap beberapa responden yang aktifitas

    usahanya di areal sekitar waduk Cirata dilihat dari jenis usaha dan profesinya,

    diantaranya pedagang murni, pedagang musiman, dan pedagang sewaktu-waktu.

    Pedagang murni disini adalah pedagang yang mengandalkan penghasilanya utuh

    dari hasil usaha berdagang. Biasanya jenis daganganya berupa warung lesehan,

    sate maranggi, warung makanan minuman. warung baso, dan warung kopi,

  • 7/25/2019 Dampak Sosial Bendungan Cirata

    57/83

    dimana untuk tempat jualanya tetap disatu lokasi dan permanen. Adapun

    pedagang musiman yaitu pedagang yang aktivitas usahanya menjual hasil

    pertanian yang digarap. Penghasilanya diperoleh dari aktivitas berdagang sebagai

    tambahan selain dari pendapatan sebagai petani. Jenis daganganya berupa jagung

    bakar, buah-buahan dan hasil pertanian lainya dimana tempat jualanya tidak

    permanen dan tidak tetap di satu lokasi, sedangkan pedagang sewaktu waktu yaitu

    pedagang yang aktivitas usahanya melihat dari orang yang berkunjung ke waduk

    Cirata. Hal itu dilakukan oleh penduduk yang memanfaatkan hari libur kerja

    untuk mendapatkan pendapatan tambahan. Untuk jenis daganganya berupa

    mainan anak, cindera mata, minuman dan makanan kecil, cara penjualanya

    dengan asongan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.7

    Usaha Perdagangan di Kecamatan Maniis

    Jenis Usaha Banyaknya Biaya Perbulan Kondisi

    LokasiModal Penghasilan Bersih

    Pe