Top Banner
Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 1, Tahun 2020 p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562 1 PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERMASALAHANNYA Dwi Ratnasari 1* , Ika Rifqiawati 1 , Indria Wahyuni 1 , Indah Juwita Sari 1 , Siti Gia Syauqiah 1 1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa *Cc: [email protected] Abstrak Minimnya pengetahuan remaja dalam persoalan kesehatan reproduksi menyebabkan banyaknya remaja yang mengalami perilaku seksual yang menyimpang. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) mengenai kesehatan reproduksi dan permasalahannya. Metode yang digunakan pada penelitian adalah metode survei dengan subjek penelitian 100 mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Instrumen yang digunakan adalah angket dan wawancara persepsi tentang kesehatan reproduksi dan permasalahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi mahasiswi tentang kesehatan reproduksi yang terendah tentang kelainan dan penyakit seksual. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan persepsi mahasiswi tentang pentingnya kesehatan reproduksi adalah melalui pembinaan dan penyuluhan, serta pendalaman materi yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi yang dapat disisipkan pada materi dalam mata kuliah tertentu. Keywords: kesehatan reproduksi, mahasiswi Untirta, persepsi. PENDAHULUAN Letak geografis Banten menjadi strategis untuk berbagai sektor, seperti perdagangan, dan pariwisata. Seiring bertambahnya waktu, Banten tumbuh menjadi daerah yang berkembang pesat karena banyak investor-investor sudah mulai mengisi berbagai ranah, para pendatang juga datang dari berbagai kalangan. Faktor ini juga yang menjadi tantangan bagi Banten untuk terus berkembang tanpa mengurangi atau melepas identitas khasnya yaitu “daerah santri, yang mengedapankan sikap agamis.” Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) terletak di Provinsi Banten, sehingga sebaiknya mahasiswa dan mahasiswi yang menjalani proses pendidikan di dalamnya juga memiliki kepribadian yang baik. Mahasiswi selaku remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat menjadi pembangun Banten agar lebih baik lagi dan tetap mengedepankan sikap agamis. Mahasiswi perlu mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang baik, karena dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah kasus pernikahan dini, hamil di luar nikah, dan menurunnya kualitas hidup masyarakat. Kesehatan reproduksi diartikan tidak hanya sebagai pengetahuan tentang organ reproduksi dan fungsinya saja. Menurut PP No. 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi menyebutkan bahwa kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental dan sosial yang utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Penelitian Ismawati (2011) menyatakan bahwa remaja usia sekolah di daerah Banten memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang rendah. Sesuai dengan perkembangan psikologisnya, usia ini rentan terhadap penyimpangan perilaku, salah satunya perilaku seksual. Bagian dari kelompok usia remaja adalah mahasiswi, yang dalam perkembangannya sudah mulai memiliki kematangan berpikir, namun tidak dipungkiri karena masa ini merupakan masa pra nikah, maka cenderung memiliki tingkat problem yang lebih tinggi, seperti mulai mencari pasangan
65

PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Mar 04, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 1, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

1

PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN

REPRODUKSI DAN PERMASALAHANNYA

Dwi Ratnasari1*

, Ika Rifqiawati1, Indria Wahyuni

1, Indah Juwita Sari

1, Siti Gia Syauqiah

1

1Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

*Cc: [email protected]

Abstrak

Minimnya pengetahuan remaja dalam persoalan kesehatan reproduksi menyebabkan banyaknya

remaja yang mengalami perilaku seksual yang menyimpang. Tujuan dilakukannya penelitian ini

adalah untuk menganalisis persepsi mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta)

mengenai kesehatan reproduksi dan permasalahannya. Metode yang digunakan pada penelitian

adalah metode survei dengan subjek penelitian 100 mahasiswi Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa. Instrumen yang digunakan adalah angket dan wawancara persepsi tentang kesehatan

reproduksi dan permasalahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi mahasiswi

tentang kesehatan reproduksi yang terendah tentang kelainan dan penyakit seksual. Salah satu

cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan persepsi mahasiswi tentang pentingnya kesehatan

reproduksi adalah melalui pembinaan dan penyuluhan, serta pendalaman materi yang berkaitan

dengan kesehatan reproduksi yang dapat disisipkan pada materi dalam mata kuliah tertentu.

Keywords: kesehatan reproduksi, mahasiswi Untirta, persepsi.

PENDAHULUAN

Letak geografis Banten menjadi

strategis untuk berbagai sektor, seperti

perdagangan, dan pariwisata. Seiring

bertambahnya waktu, Banten tumbuh menjadi

daerah yang berkembang pesat karena banyak

investor-investor sudah mulai mengisi berbagai

ranah, para pendatang juga datang dari berbagai

kalangan. Faktor ini juga yang menjadi

tantangan bagi Banten untuk terus berkembang

tanpa mengurangi atau melepas identitas

khasnya yaitu “daerah santri, yang

mengedapankan sikap agamis.” Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) terletak di

Provinsi Banten, sehingga sebaiknya mahasiswa

dan mahasiswi yang menjalani proses

pendidikan di dalamnya juga memiliki

kepribadian yang baik.

Mahasiswi selaku remaja merupakan

generasi penerus yang diharapkan dapat menjadi

pembangun Banten agar lebih baik lagi dan tetap

mengedepankan sikap agamis. Mahasiswi perlu

mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi yang baik, karena dikhawatirkan

akan meningkatkan jumlah kasus pernikahan

dini, hamil di luar nikah, dan menurunnya

kualitas hidup masyarakat.

Kesehatan reproduksi diartikan tidak

hanya sebagai pengetahuan tentang organ

reproduksi dan fungsinya saja. Menurut PP No.

61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi

menyebutkan bahwa kesehatan reproduksi

adalah kesehatan secara fisik, mental dan sosial

yang utuh, tidak semata-mata bebas dari

penyakit atau kecacatan dalam segala aspek

yang berhubungan dengan sistem reproduksi,

fungsi serta prosesnya.

Penelitian Ismawati (2011) menyatakan

bahwa remaja usia sekolah di daerah Banten

memiliki pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi yang rendah. Sesuai dengan

perkembangan psikologisnya, usia ini rentan

terhadap penyimpangan perilaku, salah satunya

perilaku seksual. Bagian dari kelompok usia

remaja adalah mahasiswi, yang dalam

perkembangannya sudah mulai memiliki

kematangan berpikir, namun tidak dipungkiri

karena masa ini merupakan masa pra nikah,

maka cenderung memiliki tingkat problem yang

lebih tinggi, seperti mulai mencari pasangan

Page 2: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

6

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui PBL Pada Materi Jaringan

Fahriyah Fahmawati1*

1SMAN 1 Tambun Utara

*Cc: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar biologi materi jaringan melalui PBL

(Problem Based Learning). Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1

SMAN 1 Tambun Utara yang berjumlah 34 siswa. Data yang dikumpulkan berupa informasi

hasil belajar siswa dalam pelajaran biologi materi jaringan. Alat pengumpul data berupa daftar

nilai siswa dilakukan dengan teknik tes. Prosedur penelitian dilakukan dengan prosedur

penilaian tindakan kelas menggunakan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Tiap siklus

memiliki 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Hasil

penelitian ini adalah: pada siklus I, didapatkan nilai terendah pada siswa yaitu sebesar 45 dan

nilai tertinggi yaitu 83 dengan rata-rata nilai 70,7, sedangkan pada siklus II didapatkan

peningkatan nilai dengan nilai terendah siswa sebesar 75 dan nilai tertinggi sebesar 86 dengan

rata-rata nilai 81,2. Hasil penelitian dari siklus I ke siklus II dapat disimpukan bahwa, PBL

(Problem Based Learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi jaringan siswa

kelas XI IPA 1 SMAN 1 Tambun Utara Tahun 2019/2020.

Kata Kunci: Hasil belajar siswa, Problem Based Learning, materi jaringan, Penelitian Tindakan

Kelas

Abstract

This study aims to improve the learning outcome of tissue material biology through PBL

(Problem Based Learning). Research subjects in this study were students of class XI IPA 1

SMAN 1 Tambun Utara, amounting to 34 students. Data collected in the form of information on

students learning outcomes in biology lessons tissue material. A data collection tool is the list of

student value is done by testing techniques. Research procedures performed by classroom action

research procedure using two cycles of the cycle I and cycle II. Each cycle has stages of

planning, implementation of action, observation, and reflection. The results of this study are: in

the first cycle, the lowest value obtained in students is equal to 45 and the highest value is 83

with an average value of 70,7, while in the second cycle an increase in values with the lowest

value of students is 75 and the highest value is 86 with an average value of 81,2. The results of

the research from cycle I to cycle II can be concluded that, the PBL (Problem Based Learning)

can improve student learning outcomes on student tissue materials class XI IPA 1 SMAN 1

Tambun Utara of 2019/2020.

Keywords: Student learning outcomes, Problem Based Learning, tissue materials, Classroom

action research.

Page 3: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

7

PENDAHULUAN

Pendidikan sangatlah penting bagi

kehidupan, seluruh proses kehidupan adalah

tentang proses belajar. Belajar dari tidak

tahu menjadi tahu, belajar dari yang tidak

bisa menjadi mampu. Pendidikan juga

merupakan suatu kebutuhan yang harus

dipenuhi dalam kehidupan manusia

sepanjang hayat. Pendidikan juga

dimaksudkan supaya siswa dapat melakukan

pembelajaran dengan memecahkan

permasalahan yang ada.

Astuti & Iwan (2013) menyatakan

bahwa, kemampuan memecahkan masalah

dipandang perlu dimiliki siswa, terutama

siswa SMA, karena kemampuan ini dapat

membantu siswa membuat keputusan yang

tepat, cermat, sistematis, logis, dan

mempertimbangkan berbagai sudut pandang.

Sebaliknya, kurangnya kemampuan-

kemampuan ini mengakibatkan siswa pada

kebiasaan melakukan berbagai kegiatan

tanpa mengetahui tujuan dan alasan

melakukannya. Hal ini tentunya didukung

dan dipengaruhi oleh kurikulum yang

berlaku.

Kurikulum dibuat sebagai alat bagi

keberlangsungan proses pembelajaran

dengan tujuan mencerdaskan kehidupan

bangsa. Kini mulai diterapkannya

Kurikulum 2013 yang memiliki beberapa

perbedaan dari kurikulum sebelumnya

diantaranya adalah pergeseran pola pikir

dari pemikiran faktual ke pemikiran kritis

(membutuhkan pemikiran kreatif). Adanya

pergeseran seperti itu, maka berubah pula

pola pembelajaran dari terpusat oleh guru

(teacher center) menjadi terpusat kepada

siswa (student center) yang diterapkan

dalam model-model pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran pada

kurikulum 2013 saat ini adalah Problem

Based Learning (PBL). Astuti & Iwan

(2013) menyatakan bahwa, lingkungan

belajar PBL sifatnya terbuka, ada proses

demokrasi dan peranan siswa yang aktif,

sedangkan norma di sekitar pelajaran adalah

norma inkuiri terbuka dan bebas

mengemukakan pendapat. Fitri (2011) juga

menyatakan bahwa, pembelajaran berbasis

masalah dirancang untuk membantu siswa

mengembangkan keterampilan berpikir,

menyelesaikan masalah, dan keterampilan

intelektualnya melalui berbagai situasi riil

atau situasi yang disimulasikan, menjadi

pelajar yang mandiri, dan otonom. Hal ini

tentunya dapat mempengaruhi hasil belajar

siswa.

Slameto (2003) menyatakan bahwa

hasil belajar siswa dipengaruhi faktor dalam

Page 4: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

8

diri siswa dan faktor yang datang dari luar

diri siswa atau faktor lingkungan. Darsono

(2007) menyatakan bahwa, keaktifan siswa

merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh

sebab itu, Problem Based Learning (PBL)

ini melatih siswa agar meningkatkan

kecakapan serta kemampuannya untuk

mendapatkan materi pembelajaran dengan

lebih baik. Dengan begitu hasil belajar siswa

yang rendah dapat terkurangi frekuensinya

karena tercapainya peningkatan kemampuan

dan hasil belajar siswa.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Model yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Penelitian Tindakan

Kelas (PTK). Prosedur penelitian terdiri dari

4 kegiatan yang dilakukan dalam siklus yang

berulang, yaitu perencanaan, tindakan,

pengamatan dan refleksi. Pada tahap

perencanaan, peneliti mengidentifikasi dan

menganalisis masalah, menetapkan latar

belakang, merumuskan masalah, membuat

rancangan tindakan seperti menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

sesuai strategi yang digunakan. Pada tahap

pelaksanaan tindakan, peneliti

mengimplementasi atau menerapkan isi

rancangan, yaitu menggunakan tindakan

kelas. Tahap observasi dilaksanakan

bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.

Tahap refleksi merupakan kegiatan

mengutarakan yang telah dilakukan dengan

mengkaji secara menyeluruh tindakan yang

telah terkumpul, kemudian dilakukan

evaluasi untuk memperbaiki dan

menyempurnakan tindakan pada siklus

berikutnya.

Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA

Negeri 1 Tambun Utara, Jalan Raya Siamur,

Kecamatan Tambun Utara. Penelitian ini

dilakukan selama dua kali pertemuan.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI

IPA 1 tahun pelajaran 2019/2020 sebanyak

34 orang siswa dengan rincian 11 siswa laki-

laki dan 23 siswa perempuan.

Data dan Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian tindakan kelas

meliputi jenis data dan sumber data. Analisis

data yang digunakan adalah analisis data

kuantitatif dan kualitatif. Menurut Sugiyono

(2010), data kuantitatif adalah data yang

berbentuk angka, atau data kualitatif yang

diangkakan (skoring). Pengambilan data

dilakukan dengan teknik tes, yaitu ulangan

Page 5: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

9

harian pada siklus satu dan siklus dua. Data

kuantitatif dalam penelitian ini berupa data

hasil belajar siswa pada materi jaringan yang

diperoleh dari nilai ulangan harian yang

dilaksanakan pada siklus I dan II. Data yang

diperoleh berupa data nilai ulangan harian

siswa kelas XI pada tahun ajaran 2019/2020

setelah pembelajaran dengan model PBL.

Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan

untuk mengumpulkan data dalam penelitian

ini yaitu tes. Alat tes dalam penelitian ini

digunakan untuk memperoleh data hasil

belajar siswa setelah pembelajaran dengan

model PBL.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan pada

siklus I dan II di kelas XI IPA 1 SMAN 1

Tambun Utara menunjukkan adanya

peningkatan hasil belajar siswa materi

jaringan dengan model PBL. Berdasarkan

hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti,

hasil belajar siswa mengalami peningkatan

dari siklus I ke siklus II. Peningkatan hasil

belajar siswa dapat dilihat pada tabel I.

Tabel 1. Hasil Siklus I dan Siklus II

No. Keterangan Siklus I Siklus II

Kriteria

Ketuntasan

Minimal (KKM)

1. Nilai terendah 45 75

75 2. Nilai tertinggi 83 86

3. Nilai rata-rata 70.70 81.20

4. Rentang nilai 38 11

Berdasarkan data diatas dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Nilai Siklus I dan Siklus II

Interval Frekuensi

Siklus I Siklus II

45 – 50 1 0

51 – 56 2 0

57 – 62 3 0

63 – 68 3 0

69 – 74 11 0

75 – 80 11 13

81 – 86 3 21

Page 6: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

10

Gambar 1. Frekuensi Nilai Ulangan Harian Jaringan pada Sikus I dan Siklus II

Tabel 3. Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Hasil Belajar Siswa Siklus I Siklus II

Banyak Siswa Persentase (%) Banyak Siswa Persentase (%)

Nilai ≥ 75 (tuntas) 14 41.18 34 100

Nilai ˂ 75 (tidak tuntas) 20 58.82 0 0

Nilai rata-rata 70.70 81.20

Berdasarkan hasil analisis data yang

telah dilakukan, hasil belajar siswa pada

materi jaringan menunjukkan peningkatan

pada siklus II, dengan nilai rata-rata 81,20

lebih besar daripada nilai rata-rata pada

siklus I yaitu sebesar 70,70. Selanjutnya,

pada nilai terendah pada siklus I memiliki

nilai 45 sedangkan siklus II nilai terendah

sebesar 75 artinya terjadi peningkatan nilai

sebesar 30. Lalu, pada nilai tertinggi siklus I

memiliki nilai sebesar 83 tidak berbeda jauh

dengan nilai tertinggi siklus II sebesar 86.

Tabel 3 menunjukkan nilai rata-rata

hasil belajar siswa pada siklus I sebesar

70.70 dan belum mencapai indikator

keberhasilan yang telah ditentukan yaitu ≥

75. Persentase tuntas belajar pada siklus I

41.18% atau terdapat 14 siswa yang

memperoleh nilai ≥ 75, sedangkan 20 siswa

(85,82%) tidak tuntas belajar. Persentase

tuntas belajar belum mencapai indikator

keberhasilan yang ditentukan yaitu ≥ 75,

sehingga dapat dikatakan bahwa hasil

belajar siswa pada siklus I belum berhasil.

Nilai rata-rata pada siklus II mencapai

Page 7: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

11

81,20. Nilai rata-rata sudah mencapai

indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu

≥ 75. Persentase tuntas belajar pada siklus II

mencapai 100% atau terdapat 34 siswa yang

sudah tuntas belajar. Berdasarkan hasil

belajar siswa pada siklus II, dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang

dilihat dari nilai rata-rata dan persentase

tuntas belajar dalam pembelajaran dengan

model problem based learning dapat

dikatakan sudah berhasil karena sudah

mencapai indikator keberhasilan yang

ditentukan.

Pada umumnya, materi jaringan pada

mata pelajaran biologi yang wajib diampu

oleh kelas XI MIPA memiliki kesulitan

tersendiri. Selain materi yang memerlukan

kemampuan imajinasi yang tinggi sebagai

bukti bahwa materi jaringan bersifat abstrak,

perlu adanya model pembelajaran agar siswa

dapat menerima sepenuhnya materi ini

karena jika salah menyampaikan materi

maka pemikiran siswa menjadi miskonsepsi.

Model pembelajaran problem based

learning cukup baik diterapkan untuk

mengatasi masalah ini. Hasil percobaan

membuktikan bahwa PBL mampu

meningkatkan hasil belajar siswa karena

model pembelajaran problem based learning

memberikan kemampuan kognitif yang

menghasilkan peningkatan pembelajaran

dan kemampuan untuk lebih baik

mempertahankan atau menerapkan

pengetahuan.

Dalam penerapannya, strategi pada

model pembelajaran problem based learning

melibatkan berbagai tahapan yang mampu

meningkatkan kognitif siswa, berbasis

masalah yang dekat dengan siswa sehingga

mampu melibatkan seluruh mental dan fisik,

syaraf, indera termasuk kecakapan sosial

dengan melakukan banyak hal sekaligus.

Pembelajaran dengan model problem based

learning juga dapat menimbulkan aktivitas

belajar siswa. Dalam proses pembelajaran,

siswa lebih terlibat aktif dalam

melaksanakan tugas belajarnya, lebih berani

bertanya, bekerjasama dalam kelompok

untuk memecahkan masalah, berani untuk

menanggapi atau memberi pendapat

terhadap hasil kerja siswa atau kelompok

lain, serta mempresentasikan hasil kerjanya

di depan kelas. Timbulnya aktivitas belajar

siswa dapat meningkatkan pemahamannya

terhadap materi dan menjadi lebih ingat

karena mengalami sendiri proses belajarnya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

(2003), bahwa penerimaan pelajaran jika

dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu

tidak akan berlalu begitu saja, tetapi

Page 8: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

12

dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan

lagi dalam bentuk yang berbeda. Siswa akan

bertanya, mengajukan pendapat, maupun

berdiskusi dengan guru, menjalankan

perintah, melaksanakan tugas, membuat

grafik, diagram, inti sari dari pelajaran yang

disajikan. Bila siswa menjadi partisipasi

yang aktif, maka ia memiliki ilmu atau

pengetahuan itu dengan baik

Berdasarkan pelaksanaan tindakan

kelas pada siklus I dan II, aktivitas belajar

siswa mengalami peningkatan. Hal ini sesuai

dengan Amir (2010), yang menyatakan

bahwa model problem based learning dapat

mendorong terjadinya perkembangan

kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial

karena dilaksanakan dalam kelompok-

kelompok kecil. Peningkatan hasil dan

aktivitas belajar siswa juga disebabkan

karena peningkatan performansi guru dalam

pembelajaran dengan model problem based

learning. Performansi guru menjadi lebih

baik karena guru semakin baik dalam

menerapkan pembelajaran dengan model

problem based learning pada materi

jaringan.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah

dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa

model Problem Based Learning dapat

meningkatkan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran biologi pada materi jaringan.

Peningkatan tersebut ditunjukkan oleh

peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I

didapatkan nilai terendah pada siswa yaitu

sebesar 45 dan nilai tertinggi yaitu 83

dengan rata-rata nilai 70,7, sedangkan pada

siklus II didapatkan peningkatan nilai

dengan nilai terendah siswa sebesar 75 dan

nilai tertinggi sebesar 86 dengan rata-rata

nilai 81,2. Hal ini menunjukkan bahwa,

model PBL (Problem Based Learning) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi jaringan siswa kelas XI IPA 1 SMAN

1 Tambun Utara Tahun 2019/2020.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. T. (2010). Inovasi Pendidikan

melalui Problem Based Learning.

Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Astuti, R.A. & Iwan, J. (2013). Peningkatan

Aktivitas dan Hasil Belajar melalui

PBL pada Siswa Kelas X SMA.

Lembaran Ilmu Kependidikan 42 (2):

93—100.

Page 9: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

13

Darsono, M. (2007). Belajar dan

Pembelajaran. Semarang: IKIP

Semarang.

Dickinson, G., and Jackson, J.K. (2008).

Planning for Success. How to Design

and Implement Project Base Science

Activities. The Science Teacher 2

(8): 29—32.

Fitri, A. (2011) Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Statistika Dasar

Bermuatan Pendidikan Karakter

dengan Metode Pembelajaran

Berbasis Masalah. Jurnal Pp 1 (2)

Desember 2011, ISSN 2089-3639

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Prenadamedia.

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian

Kualitatif dan Kuantitatif, Dan

R&D. Bandung : Alfabeta.

Yance, R. (2013). Pengaruh Model Project

Based Learning (PBL) Terhadap

Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas Xi

Mipa Sma Negeri 1 Batipuh

Kabupaten Tanah Datar. Pillar of

Physics Education 1 (2): 53--54.

Page 10: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

14

EVALUASI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE JIGSAW PADA MATA KULIAH BIOLOGI UMUM

Iing Dwi Lestari1*

1Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

*Cc: [email protected]

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw dan tingkat ketercapaian hasil belajar mahasiswa pada Mata Kuliah

Biologi Umum Semester I Tahun Ajaran 2019/2020 di Pendidikan Biologi Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan model

evaluasi kualitas dan output pembelajaran (Model EKOP). Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner, pedoman observasi, dan dokumentasi. Hasil analisis diperoleh

tingkat keberhasilan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berkategori sangat

baik dengan persentase 88% dan tingkat ketercapaian hasil belajar mahasiswa berkategori baik

dengan persentase 78%.

Kata kunci: Biologi, Evaluasi, Hasil Belajar, Jigsaw

PENDAHULUAN

Pemerintah dalam Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia No. 65 Tahun 2013 tentang

standar proses pendidikan dasar dan

menengah menjelaskan bahwa dalam

mengimplementasikan proses pembelajaran

kurikulum 2013 pada satuan pendidikan

harus diselenggarakan secara interaktif,

inspiratif, menantang,

memotivasi,menyenangkan siswa untuk

berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang

yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan minat, bakat, dan

perkembangan fisik serta psikologis siswa.

Hal ini sejalan denganProgram

StudiPendidikan Biologi dalam

menghasilkan lulusan yang mampu

memahami konsep teoritis pendidikan

biologi dan mampu merancang

pembelajaran biologi dengan memanfaatkan

media berbasis sains, lingkungan, teknologi,

dan masyarakat. Peran dosen sebagai

pendidik sangatlah pentinggunamenggali

dan mengembangkan kemampuan

mahasiswacalon guru biologi agar memiliki

kompetensi lulusan yang sesuai dengan

tujuan pendidikan nasional. Dosen tidak

hanya mengajar untuk mentransfer ilmu

pengetahuan tetapi juga harus memberikan

contoh bagaimana cara guru mengelola

kelas dalam kegiatan belajar mengajarnya.

Salah satu carayang dapat dilakukan oleh

dosen guna mengembangkan kompetensi

Page 11: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

15

mahasiswa calon guru biologi adalah dengan

melibatkan mahasiswa secara aktif dalam

proses pembelajaran saat perkuliahan

berlangsung. Keterlibatan mahasiswa secara

langsung mampu mengembangkan

kompetensi-kompetensi yang diinginkan

oleh kurikulum. Selain itu dosen

memberikan contoh bagaimana mengelola

kelas selama kegiatan belajar mengajar

dengan melaksanakan dan menerapkan

model pembelajaran kooperatif.

Dosen Mata Kuliah Biologi Umum

memilih melaksanakan dan menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

karena mahasiswa dapat mengembangkan

kemampuan berpikir kritis melalui kegiatan

diskusi dan kerja kelompok sehingga

mahasiswa dapat aktif selama proses

pembelajaran/perkuliahan. Selain itu model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini

mampu memfasilitasi untuk berkembangnya

kompetensi mahasiswa seperti kemampuan

berkomunikasi, kemandirian dalam belajar,

bertanggung jawab, dan memberikan

prestasi belajar mahasiswa yang lebih baik.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

menyatakan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

mempengaruhi hasil belajar peserta didik

(Naibaho, 2014 dan Nurfitriyanti, 2017).

Berdasarkan observasi dosen Mata

Kuliah Biologi Umum telah melaksanakan

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

ini sejak tahun 2018. Namun hasil

pelaksanaan dan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini

belum terukur. Sehingga permasalahan atau

hambatan dosen dan mahasiswa dalam

pelaksanaan dan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini

belum diketahui. Jika pelaksanaan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini tidak

sesuai dengan konsep dan tidak maksimal

maka akan berdampak pada tidak

tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh sebab

itu evaluasi perlu dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw telah

dilaksanakan, apakah ditemukan hambatan

atau permasalahan, bagaimana

ketercapaiannya dengan tujuan

pembelajaran dan hasil belajar mahasiswa,

serta keberlanjutan dari pelaksanaan dan

penggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw ini.

Adapun tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui tingkat

keberhasilan pelaksanaan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan

tingkat ketercapaian hasil belajar mahasiswa

pada Mata Kuliah Biologi Umum Semester I

Page 12: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

16

Tahun Ajaran 2019/2020 di Pendidikan

Biologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

METODE

Metode penelitian yang digunakan

adalah metode penelitian evaluatif.

Penelitian evaluatif merupakan penelitian

yang dilakukan dan dilaksanakan untuk

mengetahui kualitas dari keterlaksanaan dari

suatu kegiatan pengumpulan data atau

informasi untuk dibandingkan dengan

kriteria, kemudian diambil kesimpulan.

Model evaluasi yang digunakan adalah

model EKOP (evaluasi kualitas dan output

pembelajaran). Model EKOP adalah

modifikasi dan kombinasi model evaluasi

CIPP dan Kirkpatrick yang dilakukan

dengan cara mengevaluasi pembelajaran di

kelas hanya pada tahap proses dan output

saja(Susanto dan Lamijan, 2014).

Objek evaluasi pada penelitian ini

adalah komponen proses dan produk tentang

keterlaksanaan pembelajaran yang

digunakan yaitu model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw pada Mata Kuliah

Biologi Umum. Subjek penelitian ini adalah

mahasiswa kelas IC semester 1 tahun ajaran

2019/2020 yang berjumlah 28 orang.

Metode pengumpulan data yang

dilakukan adalah kuesioner/angket,

observasi, dan dokumentasi. Angket

merupakan kuesioner tertutup dengan

penskoran menggunakan skala likert,

observasi diukur pada saat pengamatan

perkuliahan dengan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw dengan skala likert,

dan dokumentasi Rencana Satuan

Perkuliahan (RPS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat keberhasilan pelaksanaan

model pembelajaran tipe jigsaw pada

perkuliahan Biologi Umum menunjukkan

hasil yang sangat baik dengan nilai

persentase 88%. Hal ini diperoleh dari hasil

analisis instrumenpanduan observasi tentang

kegiatan dosen dalam pelaksanaan model

pembelajaran jigsaw di kelas. Aktivitas

dosen dalam melaksanakan dan menerapkan

model pembelajaran jigsaw sesuai dengan

prosedur dan sintaknya. Berdasarkan hasil

observasi juga diperoleh bahwa aktivitas

kegiatan mahasiswa dalam pelaksanaan

model pembelajaran jigsaw adalah baik

dengan persentase 79%. Mahasiswa

mengerjakan tugas dengan baik, berdiskusi

dan bekerja sama dengan anggota kelompok,

dan bertanggung jawab akan tugasnya dalam

kelompok.

Hasil analisis data yang berasal dari

instrumen angket tentang keberhasilan

pelaksanaan model pembelajaran jigsaw

Page 13: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

17

sebesar 81% dengan kategori sangat baik.

Anget yang diisi oleh mahasiswa ini terkait

dengan aktivitas penerapan model

pembelajaran jigsaw yang dilakukan oleh

dosen. Menurut mahasiswa tahap

pendahuluan dalam perkuliahan sudah

terlaksana dengan baik dengan perolehan

persentase76% dengan kategori baik. Hal ini

karena dosen telah mampu mempersiapkan

mahasiswa belajar, memberikan apersepsi

dan motivasi, serta menyampaikantujuan

pembelajaran. Sehingga mahasiswa merasa

benar-benar siap untuk belajar pada

perkuliahan biologi umum. Selain itu

mahasiswa cukup termotivasi karena

memahami tujuan pembelajaran dalam

perkuliahan dan mengerti tentang

topik/materi yang akan dibahas dalam

perkuliahan biologi umum. Tahap kegiatan

inti dalam perkuliahan sudah terlaksana

dengan persentase 84% dengan kategori

sangat baik. Pada kegiatan inti ini dosen

telah membagi kelompok mahasiswa

menjadi kelompok asal secara acak dan

heterogen berdasarkan kemampuan masing-

masing mahasiswa. Saat diskusi pada

kelompok ahli, dosen memberikan

bimbingan kelompok bekerja dan belajar.

Sehingga mahasiswa dapat menyelesaikan

tugas dengan baik dan benar. Selain itu saat

terjadi diskusi kelompok asal, dosen juga

memberikan arahan dan bimbingannya

sehingga setiap anggota kelompok dapat

berdiskusi, saling memberikan informasi,

dan mencatat materi yang penting. Dosen

memberikan kesempatan kepada salah satu

kelompok untuk melakukan presentasi di

depan kelas dan dosen memberikan

penekanan-penekanan tertentu terkait materi

yang penting yang harus dikuasai oleh

mahasiswa. Kesempatan untuk bertanya dan

menjawab selama presentasi kelas juga telah

dilakukan oleh dosen, sehingga mahasiswa

merasa terpuaskan dalam belajarnya. Tahap

akhir dalam perkuliahan adalah membuat

kesimpulan, mengevaluasi, dan memberikan

penghargaan kepada kelompok yang telah

melaksanakan diskusi dengan baik. Pada

tahan ini memperoleh persentase sebesar

79% dengan kategori baik. Dosen

memberikan kesempatan kepada mahasiswa

untuk membuat kesimpulan diakhir

perkuliahan. Dosen juga mengukur

pemahaman mahasiswa tentang materi/topik

perkuliahan dengan melaksanakan postes.

Setelah itu dosen memberikan penghargaan

berupa tepuk tangan bagi kelompok yang

aktif berdiskusi selama proses perkuliahan

berlangsung.

Hasil analisis berdasarkan data

dokumentasi terhadap Rencana

Pembelajaran Semester (RPS) yang telah

Page 14: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

18

disusun dan dikembangkan oleh dosen

dinyatakan sangat baik dengan persentase

98%. Hal ini dikarenakan komponen-

komponen dalam RPS yang sudah disusun

oleh dosen telah tercantum sesuai dengan

standar yang telah ditentukan dan telah

menggambarkan secara detail pelaksanaan

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

di kelas yang dilakukan oleh dosen dan

mahasiswa. Komponen RPS dimulai dengan

pencantuman identitas mata kuliah,

deskripsi mata kuliah, capaian pembelajaran

mata kuliah, tujuan pembelajaran, materi

ajar, metode pembelajaran, langkah-langkah

pembelajaran, media, sumber belajar, dan

penilaian.

Tingkat ketercapaian hasil belajar

mahasiswa dengan pelaksanaan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menurut

mahasiswa mampu meningkatkan

pemahaman mereka terkait materi/topik

yang dipelajari di kelas. Hal ini didasari oleh

hasil analisis angket terkait adakah

peningkatan hasil belajar mahasiswa

terhadap penerapan model pembelajaran

jigsaw. Hasil analisisnya berkategori baik

dengan nilai persentase sebesar 78%. Pada

pertemuan pertama, dosen melakukan pretes

diawal pembelajaran diperoleh nilai rata-rata

kelas sebesar 55 dan setelah dilakukan

pembelajaran dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, rata-

rata nilai postes mahasiswa sebesar 73.Hasil

pretes pada pertemuan pertama diperoleh

hanya 3 mahasiswa yang tuntas dari 28

orang mahasiswa karena memperoleh nilai

diatas 75, sedangkan setelah postes

diperoleh 14 mahasiswa yang tuntas.

Sedangkan pada pertemuan ke tujuh, dosen

melakukan pretes lagi diperoleh nilai rata-

rata kelas 65 dan setelah menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

dilakukan postes diperoleh nilai rata-rata

kelas sebesar 82. Hasil pretes pada

pertemuan ketujuh diperoleh 8 orang

mahasiswayang tuntas karena memperoleh

nilai di atas 75, sedangkan hasil postes

diperoleh 26 orang mahasiswayang tuntas.

Hal ini menunjukkan bahwa penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

dapat memberikan hasil belajar yang baik

bagi mahasiswa.

Menurut Arikunto (2013) terdapat

tiga komponen yang saling berhubungan

erat dalam kegiatan evaluasi yaitu tujuan

pembelajaran, kegiatan belajar mengajar,

dan penilaian. Tujuan

pembelajaran/perkuliahan yang jelas telah

tercantum dalam RPS menyebabkan

mahasiswa dapat mengetahui apa yang harus

mereka capai selama perkuliahan. Kegiatan

belajar mengajar menggunakanmodel

Page 15: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

19

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada

perkuliahan telah dilaksanakan dengan baik

yang menunjukkan aktivitas dosen dan

mahasiswa dengan jelas. Dosen sebagai

fasilitator dalam perkuliahan. Mahasiswa

yang aktif belajar dalam berbagi

pengalaman ataupun pendapat kepada

mahasiswa lain sehingga mengembangkan

rasa kebersamaan dan kerja sama antar

mahasiswa di dalam kelompoknya, serta

rasa tanggung jawab dan kemadirian dalam

belajarnya. Selain itupenerapan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

merupakan model pembelajaran yang

manarik dan menyenangkan (Zaini, 2008).

Proses penilaian hasil belajar mahasiswa

yang jelas, sehingga mahasiswa mampu

mengukur ketercapaiannya dalam belajar.

Dengan demikian penelitian ini

menunjukkan bahwa hasil evaluasi proses

perkuliahan biologi umum dapat dilanjutkan

karena memberi dampak yang baik bagi

dosen dan mahasiswa.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa tingkat keberhasilan

pelaksanaan model pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw berkategori sangat baik dengan

persentase 88% dan tingkat ketercapaian

hasil belajar mahasiswa berkategori baik

dengan persentase 78%. Dengan demikian

pelaksanaan penerapan model pembelajaran

jigsaw dapat dilanjutkan dan disarankan

diterapkan pada mata kuliah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2013. Dasar-dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Bhakti, Y.B. 2017. Evaluasi Program Model

CIPP Pada Proses Pembelajaran IPA.

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan

Riset Ilmiah. Vol. 1 No. 2.

Nurfitriyanti, Maya. 2017. Pengaruh Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw Terhadap Hasil Belajar

Matematika ditinjau Dari

Kecerdasan Emosional. Jurnal

Formatif Vol. 7 No. 2 pp 153-162.

Naibaho, David G.T. 2014. Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw Untuk MeningkatkanHasil

Belajar Fisika Pada Kosep Zat di

Kelas VII SMP Negeri 3 Hinai

Tahun Ajaran 2010/2011. Jurnal

Pendidikan Fisika. Vol. 3 No. 1

Susanto, Redita Dhony dan Lamijan Hadi S.

2014. Evaluasi Implementasi Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw untuk Mata Pelajaran Biologi

Pada Kelas XI IPA di SMA Negeri 1

Page 16: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

20

Jombang. Jurnal Evaluasi Vol. 1 No.

1.

Zaini, Hisyam, dkk. 2008. Strategi

Pembelajaran Aktif. Yogyakarta:

Pustaka Insan Madani.

Page 17: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

21

IDENTIFIKASI TELUR CACING PARASIT

PADA FESES HEWAN TERNAK DI PROPINSI BANTEN

Hadi Susilo1*

, Nurullah Asep Abdilah1, Kiki Rizki Amelia

1

1Universitas Mathla’ul Anwar

*Cc: [email protected]

ABSTRAK

Hewan ternak mamalia seperti: sapi, kambing, kerbau dan kelompok unggas seperti: ayam

dan bebek memiliki peran penting, salah satunya untuk kebutuhan pangan. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahuidan mengidentifikasi telur cacing parasit pada feses hewan

ternak Di Propinsi Banten. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

flotasi dan sedimentasi dengan menggunakan sampel feses hewan ternak (sapi, domba dan

kerbau). Hasil penelitian menunjukan bahwa hewan ternak di Provinsi Banten terinfeksi

Nematoda, Trematoda dan Cestoda pada fesesnya. Telur cacing parasit yang ditemukan

sebanyak 9 jenis, yaitu: Haemochus, Trichostronylus, Toxocara, Cooperia,Trichiuris

trichiura, Strongyloid sp.,Moniezia sp.,Fasciola sp.dan Paramphistomum sp. Prevalensi

tertinggi dan intensitas tertinggi dari jenis Haemochus. Infeksi pada ternak juga dapat terjadi

secara tunggal atau campuran (terdiri atas dua atau lebih cacing parasit). Prevalensi tertinggi

adalah infeksi tunggal Nematoda 56,25% dan infeksi campuran (kombinasi Trematoda dan

Nematoda) sebanyak 28,75%. Tingkat prevalensi dan intensitas telur cacing parasit di hewan

ternak di Provinsi Banten tergolong rendah.

Kata Kunci: identifikasi parasit, feses, telur cacing, hewan ternak

PENDAHULUAN

Salah satu sektor yang berperan

penting bagi kehidupan masyarakat

Indonesia adalah sektor peternakan.

Hewan ternak mamalia, seperti: sapi,

kambing, kerbau dan kelompok unggas,

seperti: ayam dan bebek memiliki peran

penting untuk kebutuhan pangan. Faktor

yang menyebabkan penurunan jumlah

produksi ternak salah satunya yaitu

gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan

biasanya disebabkan oleh: bakteri, virus,

dan parasit (Pradana dkk, 2015).

Berdasarkan survei di beberapa

pasar hewan di Indonesia, menunjukkan

bahwa 90% hewan ternak sapi dan kerbau

mengidap penyakit cacingan, yaitu: cacing

hati (Fasciola hepatica),cacinggelang

(Neoascaris vitulorum) dan cacing

lambung(Haemonchuscontortus).Penyebab

penyakit cacingan antara lain: konsumsi

hijauan yang masih berembun dan

tercemar vektor pembawa cacing (Nofyan

Page 18: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

22

dkk, 2010). Larva dan telur cacing Kelas Trematoda (Gambar 1).

Gambar 1. Larva dan telur cacing Kelas Trematoda; A. Schistosoma sp.jantan dan betina B.

Paramphistomum sp.C. Fasciola sp.,D. Telur Schistosoma sp.,E. Telur Paramphistomum

sp.,F. Telur Fasciola sp. (Novese et al., 2013).

Infeksi cacing parasit usus pada

sapi, domba, dan kerbau akan mengurangi

fungsi kemampuan mukosa usus dalam

transpor glukosa dan metabolit. Apabila

ketidakseimbangan ini cukup besar akan

menyebabkan menurunnya nafsu makan,

dan tingginya kadar nitrogen di dalam tinja

yang dibuang karena tidak dipergunakan.

Akibatnya keterlambatan pertumbuhan

akan terjadi, terutama pada ternak muda

pada masa pertumbuhan. Oleh karena itu

infeksi cacing parasit usus akan bersifat

patogenik, terutama jika bersamaan

dengan kondisi pakan ternak yang buruk

(Muthiadin dkk., 2018). Tujuan dari

penelitian adalah untuk mengetahui dan

mengidentifikasi telur cacing parasit pada

feses hewan ternak Di Provinsi Banten.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitisn ini

adalah: air, larutan gula jenuh, Methylene

blue dan feses segar atau dalam pengawet

formalin (sapi, domba, dan kerbau).

Metode

1. Pengujian Apung

Sampel feses ditimbang seberat 3

gpada wadah yg sudah diberi label

sesuai nomor sampel, ditambahkan

larutan gula jenuh sebanyak 10 ml,

di aduk sampai homogen. Sampel

dituang kedalam gelas dan

disaring sebanyak 3 kali,

kemudian dituang kedalam tabung

reaksi. Larutan apisan feses teratas

diambil dengan pipet pada penutup

kaca, diamati dibawah mikroskop

dengan perbesaran 100 kali.

Page 19: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

23

2. Pengujian Sedimentasi

Sampel feses ditimbang seberat 3

g pada wadah yang sudah diberi

label sesuai nomor sampel, diberi

larutan gula jenuh sebanyak 10 ml,

di aduk sampai homogen. Sampel

dituang kedalam gelas dan

disaring sebanyak 3 kali, dituang

kedalam tabung reaksi, ditunggu

hingga terbentuk endapan pada

larutan feses. Air larutan feses

dibuang hingga tersisa endapan.

Endapan larutan feses diberi air

sebanyak 3x pengulangan dengan

masing-masing waktu selama 10

menit/pengulangan. Larutan feses

dituang kedalam cawan petri

ditetesi dengan 1-2 tetes metil

biru, diamati dibawah mikroskop

perbesaran 100 kali.

Analisis Data

Data jenis dan jumlah telur/larva cacing

parasit dianalisis secara

deskriptifkuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi telur cacing parasit

yang ditemukan berbeda-beda. Hasil

pengamatan cacing parasit pada ternak

(sapi, domba, dan kerbau) (Gambar 1).

Total sampel feses yang diperiksa

berasal dari 80 ekor ternak (sapi,

domba, dan kerbau), dari jumlah ternak

yang diperiksa, menunjukkan bahwa

sejumlah sampel terinfeksi telur

cacing parasit.

Fasciola hepatica Paramphistomums

Moniezia sp. Trichuris trichiura

Gambar 1. Pengamatan Cacing Parasit Pada Fese Ternak (Perbesaran 10x)

Page 20: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

24

Nilai prevalensi tertinggi

ditemukan pada Haemochus (100%),

sedangkan intensitas tertinggi pada

Haemochus (32,11ind/ ekor) (Tabel 1).

Tabel 1. Identififikasi dan Prevalensi (%) dan Intensitas Telur Cacing Parasit yang

Ditemukan Pada Sampel Feses

Jenis Telur

Ʃ

Sampel

Ternak

(n)(ekor)

Ʃ Tenak

terinfeksi

(ekor)

Prevalensi

(%) N

Intensitas

(Ind/ ekor)

Paramphistomums

N = 80

15 18.75 68 4.53

Fasciola hepatica 19 23.75 25 1.31

Toxocara 3 3.75 333 111

Strongyloid 31 38.75 373 12.03

Haemochus 80** 100** 2569** 32.11**

Trichostronylus 5 6.25 7 1.4

Trichuris

trichiura

5 6.25 7 1.4

Cooperia 5 6.25 7 1.4

Moniezia sp. 9 11.25 30 3.33

Infeksi telur parasit cacing

terbanyak adalah Nematoda. Prevalensi

tertinggi yaitu: Ascaris sp. infertil

sedangkan intensitas tertinggi

yaitu:Haemochus.Terdapat dua

kombinasi infeksi yaitu tunggal dan

campuran yang ditemukan. Namun

yang tertinggi adalah infeksi tunggal

Nematoda diikuti infeksi campuran

Trematoda dan Cestoda (Tabel 2).

Tabel 2. Identififikasi dan Prevalensi Infeksi Telur Cacing Parasit Tunggal dan Campuran

Jenis Parasit

Ʃ Sampel

Ternak (n)

(ekor)

Ʃ Sampel

Terinfeksi

(ekor)

Prevalensi

(%)

Trematoda + Cestoda 0 0

Trematoda+ Nematoda 23 28.75

Page 21: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

25

Jenis Parasit

Ʃ Sampel

Ternak (n)

(ekor)

Ʃ Sampel

Terinfeksi

(ekor)

Prevalensi

(%)

Cestoda+ Nematoda 6 7.5

Trematoda + Cestoda +

Nematoda 80 6 7.5

Nematoda 45 56.25

Trematoda 0 0

Cestoda 0 0

Prevalensi tertinggi dari infeksi

telur cacing parasit adalah Haemochus

terdapat pada semua sampel dengan

jumlah pada tiap sampel yang

diperiksa hampir merata (Tabel 2).

Menurut Wakelin (1996), infeksi yang

terjadi mencapai seluruh sampel

dikarenakan serangan Haemochus

merupakan serangan alami yang

apabila ditemukan dalam jumlah kecil

merupakan hewan normal yang berada

di tubuh inang. Menurut Herdayani

(2011), infeksi telur pada sapi potong

berkisar antara 0-240 butir per gram

feses atau derajat infeksinya ringan

belum perlu dilakukan pengobatan.

Kisaran infeksi rendah atau ringan

belum terlalu menimbulkan gangguan

kesehatan dan banyak mempengaruhi

produktifitas. Prevalensi terendah yang

ditemukan jenis telur Haemochus

hanya menyerang 3 ekor ternak (sapi,

domba, dan kerbau). Walaupun

prevalensi tersebut rendah, namun

jumlah terinfeksi cukup banyak yaitu

32,11 ind/ekor (Tabel 2).

Ternak (sapi, domba, dan

kerbau)yang terinfeksi cacing di

Provinsi Banten disebabkan karena

lingkungan kandang yang kotor,

lembap, dan adanya genangan air pada

selokan di sekitar kandang. Hal ini

menyebabkan larva cacing infektif

berkembang menjadi metaserkaria

kemudian mengontaminasi pakan dan

air minum yang dikonsumsi oleh

ternak (sapi, domba, dan kerbau).

Waktu yang dibutuhkan untuk

perkembangan telur menjadi larva

infektif tergantung kondisi lingkungan,

apabila kondisi kelembaban tinggi dan

temperatur hangat maka

perkembangannya membutuhkan

sekitar 7˗˗10 hari.

Intensitas terendah terjadi pada

jenis telur Fasciola hepatica sebesar.

Page 22: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

26

F. hepatica merupakan cacing

Trematoda yang mengalami siklus

hidup yang cukup panjang.Cacing F.

hepatica bersifat zoonosis (dapat

menular dan menginfeksi dari ternak

ke manusia baik mekemudiani ingesti

atau kulit). Telur cacing yang keluar

bersama feses akan berkembang

menjadi telur berembrio dalam waktu

9-15 hari jika menemukan

air/genangan dengan suhu sesuai antara

23-26 ºC

Fasciola dapat menginfeksi

inang melalui makanan. Inang yang

memakan rerumputan basah yang

mengandung telur Fasciola yang

terbawa oleh siput Lymnaea sp. Siput

tersebut membawa serkaria dari telur

yang tertelan bersama makanan.

Infeksi dapat pula terjadi akibat sapi

yang meminum air yang bersumber

dari aliran air yang mengandung telur

yang terbawa oleh siput tersebut.

Setelah serkaria menemukan inang,

serkaria tersebut menuju usus halus

kemudian menjadi mirasidium yang

akan berkembang dan menuju hati

inang.

Wiliams & Loyacano (2001)

menyatakan, vegetasi yang menjadi

makanan dan tempat berlindung induk

semang, baik definitif atau intermediet

berpengaruh besar pada populasi

parasit, termasuk air. Untuk mencegah

terjadinya perkembangan dan

penyebaran cacing trematoda

sebaiknya saluran dan kubangan air

atau tanaman yang bisa dijadikan

vegetasi rutin dibersihkan agar siklus

hidupnya dapat terputus dan tidak

berkembang.

Ternak (sapi, domba, dan

kerbau) dapat terinfeksi cacing secara

tunggal (terdiri dari satu jenis cacing)

atau terinfeksi campuran (terdiri atas

dua atau lebih cacing) (Tabel 1).

Infeksi tunggal oleh Nematoda dengan

prevalensi tertinggi. Infeksi campuran

yang terjadi sebanyak 3 kombinasi

yaitu: kombinasi infeksi Trematoda

dan Nematoda, Cestoda dan Nematoda

serta Trematoda, Nematoda dan

Cestoda. Berdasarkan jenis cacing

yang ditemukan dalam pemeriksaan

sampel feses, seharusnya dapat terjadi

dua jenis campuran infeksi (Trematoda

dan Nematoda, Trematoda dan

Cestoda, Cestoda dan Nematoda).

Namun pada hasil pemeriksaan hanya

terjadi satu infeksi tunggal dan 2

bentuk infeksi campuran.

Infeksi tunggal cacing

Paramphistomum sp. banyak

ditemukan terutama pada ternak (sapi,

domba, dan kerbau) yang berada di

Provinsi Banten. Hal ini disebabkan

Page 23: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

27

karena di sekitar kandang terdapat

genangan air yang kotor. Genangan air

tersebut menyebabkan berkembangnya

cacing Paramphistomum sp. yang

membutuhkan inang perantara berupa

siput yang banyak terdapat di

genangan-genangan air.

Menurut Nugraheni dkk.

(2015), cacing Paramphistomum sp.

dari kelas trematoda memerlukan siput

sebagai hospes perantara, kemudian

infestasi pada hospes definitif terjadi

pada saat ternak memakan rumput atau

meminum air yang mengandung

metaserkaria cacing tersebut. Cacing

Paramphistomum sp. merupakan

cacing yang berasal dari kelas

trematoda dengan persentase tertinggi

kedua yang ditemukan pada sapi perah

di Provinsi Banten. Cacing ini

memiliki siklus hidup membutuhkan

inang perantara untuk dapat

berkembang. Penyebab tingginya

persentase cacing Paramphistomum sp.

adalah cacing berkembang di dalam

rumen kemudian menjadi dewasa dan

menggigit mukosa rumen dan dapat

bertahan hidup lama. Horak (1967)

menambahkan bahwa cacing dewasa

Paramphistomum sp. bertelur kira-kira

75 butir telur/ekor/hari

Infesksi tunggal cacing

Haemonchus sp. yang terjadi di

Provinsi Banten disebabkan oleh siklus

hidupnya bersifat langsung, tidak

membutuhkan inang perantara. Telur

dikeluarkan oleh sapi bersama-sama

pengeluaran feses kemudian pada

kondisi yang sesuai di luar tubuh

hospes atau inang, telur menetas dan

menjadi larva. Larva infektif

menempel pada rumput-rumputan dan

teringesti oleh ternak, selanjutnya larva

akan dewasa di abomasums (Whittier

dkk., 2003).

Cacing Haemonchus sp.

merupakan cacing dengan persentase

tertinggi pertama di Provinsi Banten

dan berasal dari kelas nematoda.

Cacing ini memiliki siklus hidup

secara langsung, tidak membutuhkan

inang perantara. Cacing dewasa

bertelur 5.000˗˗10.000 butir setiap hari

di dalam abomasum ternak ruminansia.

Perkembangan telur ini dapat

dikatakan cukup banyak pada setiap

harinya sehingga menyebabkan cacing

Haemonchus sp. paling banyak

ditemukan. Abomasum termasuk

bagian perut besar, sehingga

memungkinkan telur cacing

Haemonchus sp. untuk berkembang

lebih banyak. Abomasum merupakan

organ dalam sistem pencernaan yang

mencerna makanan secara kimiawi

Page 24: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

28

dengan bantuan enzim-enzim

pencernaan.

Infeksi cacing tunggal

Cooperia sp. ditemukan pada ternak

(sapi, domba, dan kerbau) . Hal ini

disebabkan karena umur sapi yang

masih terbilang muda sehingga mudah

terinfestasi telur Cooperia sp..

Penyakit endoparasit terutama cacing

menyerang hewan pada usia muda

(kurang dari 1 tahun). Infeksi cacing

tunggal Cooperia sp. juga disebabkan

karena kandang terletak di sekitar

kebun dengan berbagai macam

tumbuhan. Menurut Nugraheni dkk.

(2015), lingkungan yang terdapat

semak yang lebat mendukung

ditemukan dan berkembangnya vektor-

vektor parasit.

Menurut Lavine (1994), infeksi

campuran atau tunggal sering terjadi

pada sapi, sehingga sulit untuk

mengetahui pengaruh khusus yang

ditimbulkan. Mengingat infeksi yang

terjadi biasanya dilakukan oleh

bermacam-macam jenis cacing baik

pada abomasum, usus dan organ lain,

maka pengaruhnya berupa kombinasi

atau campuran akibat dari parasit yang

ada.Kerugian yang ditimbulkan oleh

cacing-cacing parasit secara umum

mengganggu sistem pencernaan,

menyebabkan diare, enteritis (inflamasi

usus), pendarahan, gastritis, anemia

akibat pecahnya pembuluh darah pada

usus, penurunan berat badan yang

drastis dan dehidrasi.Efek paling

merusak cacing adalah: akumulasi

cairan di abdomen, thoraks dan

jaringan submandibular (bottle jaw)

(Nofyan et al., 2010).

Untuk mengurangi

perkembangan populasi cacing, perlu

dilakukan pemantauan rutin setiap 2

atau 3 bulan sekali kemudian

dilakukan pemeriksaan feses. Sehingga

dapat diketahui langkah pengobatan

dan antisipasi yang harus dilakukan.

Tingginya angka infeksi pada ternak

anakan dapat diantisipasi dengan

pemberian antihelmintik secara berkala

setiap 3 bulan sekali. Pemberian

anthelmintik juga dapat diberikan sejak

ternak masih pedet (usia ±7 hari) untuk

menekan angka perkembangan

populasi cacing dan tindakan

pencegahan. Pencegahan paling utama

adalah sanitasi kandang juga

lingkungan, dengan menjaga drainase

kandang dan lingkungan agar tidak

lembab dan berkubang, membersihkan

tanaman dan rumput liar di sekitar

kandang juga diberikan desinfektan

kandang. Menghindari tempat

penggembalaan berkubang karena

Page 25: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

29

larva cacing trematoda dominan pada

daerah basah.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis diatas, dapat

disimpulkan yaitu: ternak di Provinsi

Banten terinfeksi Nematoda, Trematoda

dan Cestoda pada fesesnya. Telur cacing

parasit yang ditemukan sebanyak 9 jenis,

yaitu: Haemochus, Trichostronylus,

Toxocara, Cooperia, Trichiuris Trichiura,

Strongyloid sp., Moniezia sp., Fasciola sp.

dan Paramphistomum sp. Prevalensi

tertinggi dan intensitas tertinggi dari jenis

Haemochus. Infeksi pada ternak juga dapat

terjadi secara tunggal atau campuran

(terdiri atas dua atau lebih cacing parasit).

Prevalensi tertinggi adalah infeksi tunggal

Nematoda 56,25% dan infeksi campuran

(Trematoda+ Nematoda) sebanyak

28,75%. Tingkat prevalensi dan intensitas

telur cacing parasit di ternak di Provinsi

Banten tergolong rendah.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan

kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah

(UPTD) Pengujian dan Pemeriksaan

Veteriner Dinas Pertanian Propinsi Banten.

DAFTAR PUSTAKA

Herdayani, F. R. 2011. Prevalensi

Helminthiasis Saluran Pencernaan

pada Sapi Potong di Dukuh

Jengglong Kecamatan Wangir

Kabupaten Malang. Artikel Ilmiah.

Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga. P

Muthiadin C., Aziz IR, dan Firdayana.

2018.Identifikasi Dan Prevalensi

Telur Cacing Parasit Pada Feses

Sapi (Bos sp.) Yang Digembalakan

Di Tempat Pembuangan Akhir

Sampah (Tpas) Tamangapa

Makassar.BIOTROPIC The Journal

of Tropical biology. 2(1): 1-7.

Nofyan, E, Kamal M, dan Rosdiana I.

2010. Identitas Jenis Telur Cacing

Parasit Usus Pada Ternak Sapi

(Bos sp) dan Kerbau (Bubalus sp)

Di Rumah Potong Hewan

Palembang. Jurnal Penelitian Sains.

6(10):6-11.

Nugraheni, N., M. T. Eulis, dan H. A.

Yuli. 2015. Identifikasi cacing

endoparasit pada feses sapi potong

sebelum dan sesudah proses

pembentukan biogas digester

fixeddome. Student e-Journals. 4 (3)

: 1-8.

Lavine. 1994. Buku Pelajaran

Parasitologi Veteriner.

Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Gatut

Ashadi. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta

Pradana D.P., Haryono T., Ambarwati

R.. 2015. Identifikasi Cacing

Endoparasit pada Feses Ayam

Pedaging dan Ayam Petelur.

Lentera Bio. 4(2) : 119–123.

Wakelin. 1996. How Parasitic Infection

are Controlled. 2nd Edition.

Cambridge University Press.

Syndicate Of The University Of

Cambridge

Wiliams JC and Loyacano AF. 2001.

Internal Parasites of Cattle in

Lousiana and others Southern

States. LSU Agricultural Center

Research Studies. United States.

Page 26: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

30

Whittier, W. D., A. M. Zajac, and S. M.

Umberger. 2003. Control of

Internal Parasites in Sheep.

Virginia Cooperative Extension.

Blacksburg.

Page 27: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

43

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI JARINGAN

HEWAN MELALUI DIGITAL BOOK TERHADAP SISWA KELAS XI IPA 1

SMAN NEGERI 3 BOGOR TAHUN AJARAN 2019/2020

Devi Rozalina1*

1SMA Negeri 3 Bogor

*Cc: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi jaringan hewan melalui digital book. Sampel yang digunakan yaitu kelas XI IPA 1 SMAN

3 Bogor tahun ajaran 2019/2020 sebanyak 36 siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II.

Berdasarkan hasil analsis data pada siklus I memperoleh nilai rata-rata keseluruhan sebesar

78,58, dalam siklus I masih terdapat siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM sehingga dari

hasil refleksi guru perlu dilakukan siklus II untuk memperbaiki siklus I. Hasil analisis data pada

siklus II memperoleh nilai-rata-rata keseluruhan sebesar 82,06, dalam siklus II ini seluruh siswa

memperoleh nilai ulangan jaringan hewan diatas KKM. Selain itu diperoleh nilai gain score

sebesar 3,48. Hasil dari ketiga analisis data tersebut dapat diartikan bahwa proses pembelajaran

dengan menggunakan digital book jaringan hewan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata kunci: digital book, hasil belajar, jaringan hewan

PENDAHULUAN

Pendidikan pada hakikatnya

merupakan usaha pembentukan dan

pengembangan diri manusia dalam sebuah

proses tertentu untuk mewujudkan generasi

yang berkualitas dalam hal keagamaan,

keilmuan, maupun kepribadian. Pendidikan

sebagai suatu kegiatan, proses hasil, dan

sebagai ilmu pada dasarnya adalah usaha

sadar yang dilakukan manusia sepanjang

hayat demi memenuhi kebutuhan hidup.

Mengenai pendidikan pastilah berkenaan

dengan proses belajar dan mengajar.

Menurut slameto belajar merupakan suatu

proses yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

dari pengalamannya sendiri dalam

Page 28: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

44

berinteraksi dengan lingkungan

(Patmonodewo,2003). Dalam proses belajar

mengajar media memiliki peran penting,

Karena media dapat menjadi perantara

anatara penjelasan guru dengan pemahaman

siswa ketika suatu materi tidak dapat

dijelaskan secara verbal. Media

pembelajaran memiliki fungsi dan peran

sebagai pembawa informasi dan sumber

informasi itu sendiri (guru) menuju

penerima informasi (siswa).

Masalah mendasar yang dialami

dalam kegiatan pembelajaran biologi pada

materi jaringan hewan adalah kurangnya

pemahaman siswa terhadap materi yang

disajikan. Hal tersebut dikarenakan materi

jaringan hewan berkaitan dengan submateri

struktur dan fungsi jaringan pokok (jaringan

epitel, jaringan ikat, jaringan otot, jaringan

saraf) pada hewan, komponen jaringan

penyusun organ yang membentuk system

pencernaan, pernapasan,ekskresi,

reproduksi, sirkulasi, koordinasi dan

endokrin pada hewan. Oleh sebab itu,

penjelasan tidak dapat hanya disampaikan

secara verbal saja, maka dari itu

membutuhkan media sebagai alat bantu

dalam memahami materi, sehingga siswa

dapat dengan mudah memahami materi

pembelajaran dan memperoleh hasil belajar

yang baik. Disamping itu juga, banyak

faktor yang menyebabkan siswa kurang

memahami materi, selain faktor dari

siswasendiri, guru juga menjadi faktor yang

cukup signifikan dalam menentukan

keberhasilan belajar siswa. Masalah yang

cukup urgentterkaitpemahaman materi oleh

siswa adalah ketersediaan media belajar

disekolah.

Pemanfaatan sumber belajar digital

dinilai dipengaruhi oleh persepsi pendidik

tentang digital native(Dopo & Ismaniati,

2016). Sumber belajar digital dapat

didefinisikan sebagai segala sesuatu dalam

format digital yang dapat dimanfaatkan oleh

guru dan siswa untuk tujuan pembelajaran

(Surjono, 2014). Digital bookmerupakan

sebuah publikasi yang terdiri dari teks,

gambar, maupun suara dan dipublikasikan

dalam bentu digital yang dapat dibaca di

komputer maupun perangkat elektronik

lainnya seperti android atau

tablet(Andikaningrum et al. 2014). Digital

book merupakan sumber belajar digital yang

dapat dimanfaatkan secara fleksibel untuk

memfasilitasi kegiatan belajar mengajar

yang dapat diakses secara klasikal maupun

mandiri. Teknologi digital dapat

meningkatkan pemahaman siswa terhadap

suatu materi pelajaran dan juga dapat

memberikan konten yang kaya (rich content)

Page 29: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

45

serta lebih cocok untuk diterapkan dalam

model pembelajaran abad ke-21.

Mengingat perkembangan teknologi

infomasi dan komunikasi salah satunya

adalah media digital seperti digital book.

Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berkaitan dengan

problematika tersebut. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui: Efektifitas

penggunaan digital book dalam

meningkatkan hasil belajar siswa.

LANDASAN TEORI

Pengertian Belajar

Belajar dalam arti luas merupakan

suatu proses yang memungkinkan timbulnya

atau berubahnya suatu tingkah laku baru

yang bukan disebabkan oleh kematangan

dan sesuatu hal yang bersifat sementara

sebagai hasil dari terbentuknya respon utama

(Nasution, 1991). Belajar merupakan

aktivitas, baik fisik maupun psikis yang

menghasilkan perubahan tingkah laku pada

diri individu yang belajar dalam bentuk

kemampuan yang relatif konstan dan bukan

disebabkan oleh kematangan atau sesuatu

yang bersifat sementara. Menurut Slameto

(2003) bahwa belajar ialah suatu proses

yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan sebagai hasil

dari pengalamannya sendiri dalam

berinteraksi dengan lingkungan. Perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari perbuatan

belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinue

dan konstan bertujuan atau terarah. Dari

beberapa pengertian belajar dapatdikatakan

bahwa proses belajar yang dialami oleh

siswa menghasilkan perubahan-perubahan

dalam aspek pengetahuan, keterampilan,

nilai, sikap dan sifat.

Pengertian hasil belajar

Hasil belajar adalah kemampuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Kingsley (Sudjana,

2010) membagi menjadi tiga macam

pengertian, tiga sikap dan cita-cita yang

masing-masing golongan dapat diisi dengan

bahan yag ada pada kurikulum sekolah.

Hasil belajar terjadi apabila seseorang telah

belajar akan terjadi perubahan tingkah laku

pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu

menjadi tahu. Hasil belajar mencakup

kemampuan kognitif (intelektual), afektif

(sikap), dan kemampuan psikomotor

(bertindak). Sedangkan menurut Agus

Suprijono (2011) hasil belajar adalah pola-

pola berbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

keterampilan.

Page 30: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

46

Media pembelajaran

Media adalah alat bantu untuk

mengantarkan informasi dari satu tempat ke

tempat lain. Jadi media pembelajaran dapat

diartikan sebagai alat bantu yang dapat

digunakan untuk menyampaikan informasi

khususnya bahan pelajaran, sehingga dalam

proses belajar mengajar dapat

mempermudah pendidik dalam

menyampaikan bahan ajar kepada peserta

didik. Media pembelajaran dapat

merangsang perhatian, minat, pikiran, dan

perasaan peserta didik dalam kegiatan

belajar untuk mencapai tujuan belajar

(Heinich et.al., 2002). Media pembelajaran

menempati posisi yang cukup penting

sebagai salah satu komponen sistem

pembelajaran. Media merupakan bagian

penting yang terlibat dalam proses

pembelajaran karena fungsi serta manfaat

dapat dirasakan secara langsung oleh guru

maupun siswa.

Kegiatan belajar mengajar dengan

menggunakan media, sumber belajar dan

bahan ajar akan lebih efektif dari pada tanpa

menggunakan media konvensional atau

sumber belajar. Pemilihan sumber belajar

yang akan digunakan menunjukan

efektivitas yang berbeda pada hasil

pembelajaran. Penggunaan media berbasis

multimedia tersebut dapat memiliki

efetivitas yang baik dalam meningkatkan

pemahaman siswa. Multimedia dikatakan

dapat memvisualisasikan konsep abstrak

menjadi konsep yang jelas. Gambar, video,

dan menulis yang dikombinasikan dengan

desain yang menarik akan meningkatkan

minat peserta didik dan selanjutnya

menyederhanakan konsep abstrak menjadi

lebih mudah untuk dipahami (Suprapto,

2018).

Digital book

Digital book adalah buku berbasis

multimedia yang berisi informasi tertentu.

Suwarno (2011) berpendapat bahwa digital

book adalah buku elektronik dari buku pada

umumnya yang berisi kumpulan kertas

tulisan dan kertas gambar. Buku berbasis

multimedia ini mempunyai beberapa

kelebihan dari pada buku berbahan kertas,

yaitu dapat menghemat penggunaan kertas,

mudah untuk dibawa kemana-mana, gambar

serta tulisan dapat terlihat lebih jelas. Buku

berbasis multi media ini menggunakan

internet sebagai sumber untuk

mengaksesnya.

Suprapto (2018) mengatakan belajar

menggunakan buku berbasis multi media

dapat membantu siswa untuk belajar secara

aktif dan mandiri jika dibandingkan dengan

pembelajaran tradisional. Berdasarkan hasil

Page 31: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

47

penelitian yang dilakukan bahwa

penggunaan buku berbasis multimedia dapat

meningkatkan independensi peserta didik

dalam pembelajaran. Selain itu buku

berbasis multimedia ini memiliki kelebihan

dan daya tarik terendiri bagi siswa seperti

mudah diakses, penampilan yang mudah

dibawa dan menarik. Ketertarikan tersebut

akan mengembangkan motivasi siswa dalam

belajar, sehingga hasil atau tujuan dari

belajarpun akan tercapai dengan baik

(Suprapto, 2018).

METODE

Jenis penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah penelitian

tindakan dengan metode penelitian tindakan

kelas (classroom action research). Metode

tersebut digunakan karena terdapatnya

masalah dan tujuan sebuah penelitan yang

menuntut adanya perbaikan didalam kelas

untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Kasihani (1998) menjelaskan penelitian

tindakan kelas merupakan penelitian yang

dilakukan oleh guru dalam berbagai kegiatan

yang dilakukan bertujuan untuk

memperbaiki atau menaikan mutu

pembelajaran yang dilakukan di dalam

kelas. Penelitian tindakan kelas dilakukan

sebagai upaya untuk pemecahan masalah

dengan melakukan tindakan nyata,

kemudian melakukan refleksi pada akhir

kegiatan.

Penelitian ini dilaksanakan di SMA

Negeri 3 Bogor, jalan Pakuan 4 Bogor, Jawa

Barat. Penelitian dilakukan selama dua kali

pertemuan, 2 September 2019 dan 9

September 2019. Subyek penelitian adalah

siswa kelas XI IPA 1 tahun pelajaran

2019/2020 sebanyak 36 orang siswa.

Adapun faktor yang diteliti dalam penelitian

, yaitu penilaian hasil belajar siswa

menggunakan media pembelajaran digital

book. Model yang digunakan yaitu, model

Kemmis & Mc. Taggart. Model tersebut

menggabungkan dua komponen berupa

tindakan dan pengamatan menjadi satu

kesatuan. Wijaya (2010) mengatakan bahwa

kegiatan tindakan dan pengamatan

merupakan kegiatan gabungan yang tidak

dapat dipisahkan , karena saat guru

melakukan tindakan maka saat itu pula guru

melakukan pengamatan.

Data yang diperoleh sebagai

informasi dalam penelitian ini berasal dari

instrumen tes hasil belajar yang diberikan

guru kepada siswa. Teknik tes ini dilakukan

untuk mengetahui peningkatan hasil belajar

siswa setelah menggunakan media

pembelajaran digital book. Indikator

keberhasilan penelitian tindakan kelas ini

adalah apabila rata-rata nilai ulangan harian

Page 32: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

48

siswa mencapai atau diatas KKM yang telah

ditetapkan.Selain itu juga dilihat dari

kualitas peningkatan hasil belajar (gain

score) yang diperoleh dari rata-rata pada

siklus 2 dikurangi dengan rata rata pada

siklus 1. Prosedur penelitian terdiri dari 4

kegiatan yang dilakukan dalam siklus yang

berulang. Empat kegiatan utama yang ada

pada setiap siklus, yaitu perencanaan,

tindakan, pengamatan, refleksi

(Arikunto,2006).

Prosedur Penelitian:

1. Perencanaan

Mepersiapkan kelengkapan yang

digunakan dalam proses

pembelajaran seperti, RPP, media

pembelajaran dan instrument

penelitian berupa tes tertulis.

2. Tindakan

Pada saat proses pembelajaran siswa

menggunakan digital book sebagai

media pembelajaran, kemudian

untuk mengetahui pemahaman siswa

guru memberikan tes tertulis ulangan

harian.

3. Pengamatan

Pengamatan dilakukan bersamaan

dengan kegitan refleksi, yaitu

mengamati hasil belajar berupa tes

tertulis ulangan harian

4. Refleksi

Diakhir kegiatan pembelajaran siswa

diberikan ter tertulis

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Kondisi awal dalam pembelajaran

memiliki hasil belajar yang rendah, kerena

sumber belajar yang digunakan dalam

pembelajaran masih konvensional.

Penggunaan sumber belajar yang

konvensional menyebabkan proses

pembelajaran menjadi membosankan,

sehingga siswa menjadi tidak bersemangat

dalam melakukan pembelajaran. Hal ini

dijadikan sebagai tolak ukur untuk

meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi jaringan hewan dengan menggunakan

digital book sebagai media pembelajaran.

Hasil penelitian pada siklus 1

1. Perencanaan

Perencaan terdiri dari kegiatan

mempersiapkan kelengkapan yang

dibutuhkan dalam proses

pembelajaran, meliputi : RPP, media

pembelajaran, dan instrumen berupa

soal ulangan harian jaringan hewan.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan yang dilakukan selama

proses pembelajaran sama halnya

dengan proses pembelajaran pada

Page 33: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

49

umumnya, meliputi : kegiatan

pendahuluan, kegiatan inti, dan

penutupan. Inti yang

membedakannya adalah terdapat

penggunaan digital book sebagai

media pembelajaran.

3. Pengamatan

Hasil belajar yang didapatkan

berdasarkan analisis data yang

diperoleh pada siklus I nilai tertinggi

dengan nilai 88 dan nilai terendah

sebesar 75. Selain itu, diperoleh nilai

rat-rata keseluruhan dari ulangan

harian jaringan hewan sebesar 78,58.

Dari hasil tersebut dapat diketahui

bahwa adanya penggunaan digital

book yang kurang maksimal sebagai

media pembelajaran, hal ini ditandai

dengan adanya siswa yang

memperoleh nilai dibawah KKM

dikelas X IPA 1 SMAN 3 Bogor.

4. Refleksi

Hasil refleksi yang didapatkan

berdasarkan hasil analisis data dapat

diketahui masih adanya siswa yang

memperoleh nilai dibawah KKM

pada nilai ulangan jaringan hewan

dengan menggunakan media

pembelajaran berupa digital book

dalam proses pembelajaran, maka

perlu diadakan tindakanperbaikan

pada sikius II agar seluruh siswa

kelas X IPA 1 SMAN 3 Bogor

memperoleh nilai ulangan jaringan

hewan diatas KKM dengan

menggunakan digital book dalam

proses pembelajarannya.

Hasil penelitian pada siklus II

1. Perencanaan

Hasil refleksi dari siklus I dijadikan

sebagi bahan perbaikan dalam siklus

ke II ini, dengan lebih menekankan

kembali peranan digital book selama

proses pembelajaran.

2. Pelaksanaan

Dalam proses pelaksanaan guru

menjelaskan kembali materi jaringan

hewan melalui digital book.

Perbedaan pelaksanaan yang

dilakukan pada siklus I, siswa

diberikan kesempatan untuk mencari

tahu sendiri terkait dengan hal-hal

yang belum dipahami pada digital

book, sehingga siswa dan guru saling

bertukar ilmu pengetahuan dan

menjadi terbiasa dalam

menggunakan digital book dalam

proses pembelajaran.

3. Pengamatan

Hasil belajar yang didapatkan

berdasarkan hasil analisis data yang

Page 34: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

50

diperoleh pada siklus II, diperoleh

nilai tertinggi dengan nilai 90 dan

nilai terendah sebesar 78. Selain itu,

diperoleh nilai rata-rata keseluruhan

dari ulangan harian jaringan hewan

sebesar 82,06. Dari hasil analisis data

dapat diketahui bahwa seluruh siswa

kelas X IPA 1 SMA Negeri 3 Bogor

memperoleh nilai ulangan harian

diatas KKM. Selain itu, diperoleh

gain scoresebesar 3,48 yang

menunjukkan peningkatan hasil

belajar siswa dengan kategori tinggi

berdasarkan pengkategorian yang

mengacu pada Melzer (2002).

4. Refleksi

Hasil refleksi yang didapatkan

berdasarkan analisis data yang telah

dilakukan siswa yang memperoleh

nilai terendah sebesar 78, hal ini

menunjukan seluruh siswa kelas X

IPA 1 SMA Negeri 3 Bogor

mendapatkan nilai diatas KKM.

Standar KKM yang berlaku di

SMAN 3 Bogor sebesar 76. Dari

hasil tersebut dapat diketahui hasil

ulangan harian jaringan hewan

dengan menggunakan digital book

dalam proses pembelajarannya sudah

sesuai dengan yang diharapkan.

Tabel 1. Hasil Siklus I dan II

N

o

Keterangan Siklus I Siklus II

1 Nilai terendah 75 78

2 Nilai tertinggi 88 90

3 Nilai rata-rata 78,58 82,06

4 Rentang nilai 13 12

Berdasarkan data di atas dapat dibuat tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:

Page 35: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

51

Tabel 2. Distribusi frekuensi Nilai Siklus 1 dan II

Interval Frekuensi

Siklus 1 Siklus 2

75-76 9 0

77-78 14 5

79-80 9 15

81-82 0 2

83-84 0 5

85-86 2 4

87-88 2 1

89-90 0 4

91-92 0 0

Hasil tabel distribusi frekuensi Siklus I dan Siklus II bila digambarkan dalam bentuk

diagram chart sebagai berikut :

Gambar 1. Frekuensi nilai ulangan harian jaringan hewan pada Siklus I da Siklus II

Berdasarkan diagram diatas dapat

diketahui bahwa nilai ulangan jaringan

hewan baik pada Siklus I maupun Siklus II

tidak ada yang memperoleh nilai 91 sampai

dengan 92. Nilai yang diperoleh pada Siklus

I dan Siklus II memiliki rentang nilai antara

75 sampai dengan 90.Peningkatan hasil

belajar (gain score) yang diperoleh adalah

3,48, yang diperoleh dari selisih antara rata-

rata Siklus I Siklus II dengan kategori tinggi.

Page 36: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

52

PEMBAHASAN

Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

merupakan satu penelitian yang dilakukan

oleh guru dengan tujuan untuk

meningkatkkan proses pembelajaran melalui

suatu tindakan yang memiliki siklus. Hal ini

sesuai dengan pendapat Kunandar (2008)

yang menyatakan bahwa PTK merupakan

penelitian tindakan yang dilakukan oleh

guru dalam rangka memperbaiki atau

meningkatkan proses pembelajaran di kelas

melalui suatu tindakan dan memiliki siklus.

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan

pada bulan september yang dilakukan

sebanyak dua kali pertemuan, dimana

pertemuan pertama dilaksanakan pada

tanggal 2 September 2019 dan pertemuan

kedua dilaksanakan pada tanggal 9

September 2019. Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI

IPA 1 tahun pelajaran 2019/2020 sebanyak

36 orang siswa. PTK (Penelitian Tindakan

Kelas) dilakukan dengan memberikan

perlakuan berupa penerapan digital book

dalam proses pembelajaran pada materi

jaringan hewan, dalam penelitian ini

terdapat dua Siklus yaitu Siklus I dan Siklus

II.

Hasil analisis data Siklus I pada tabel

1 menunjukkan adanya nilai peserta didik

yang belum mencapai batas minimum KKM

yang telah ditentukan oleh pihak sekolah,

sehingga pada tahapan refleksi guru

memutuskan untuk melakukan PTK dengan

Siklus ke II. Berdasarkan hasil analisis data

pada Siklus II nilai ulangan harian jaringan

hewan seluruh peserta didik secara

keseluruhan sudah melebihi batas KKM

yang telah ditentukan dengan nilai terendah

78 dan nilai tertinggi sebesar 90. Hasil dari

perhitungan gain score juga menunjukan

terjadinya peningkatan pada hasil belajar

yang terjadi pada siklus I ke siklus II dengan

kategori tinggi sebesar 3,48. Adanya

peningkatan hasil belajar pada materi

jaringan hewan ini karena pada Siklus II

siswa sudah terbiasa untuk menggunakan

digital book dalam proses pemebelajaran

dibandingkan dengan Siklus I.

Penerapan digital book dalam proses

pembelajaran membuat siswa lebih mandiri

dalam melakukan pembelajaran. Proses

pembelajaran yang dilakukan dikelas sering

kali memiliki keterbatasan waktu pada saat

melakukan pembelajaran, dengan adanya

digital book ini peserta didik dapat

melakukan pembelajaran tanpa dibatasi

waktu. Pernyataan tersebut diperkuat dengan

pendapat Suryani dan Khoiriyah(2018) yang

menyatakan bahwa digital book dapat

dijadikan sebagai sumber belajar mandiri

yang berperan untuk mengatasi keterbatasan

Page 37: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

53

waktu pada saat melakukan pembelajaran di

kelas, karena peserta didik dapat

mempelajari materi tanpa harus terpaku

dengan penjelasan yang diberikan oleh guru.

Perkembangan zaman menuntut guru

untuk lebih kreatif dalam mengemas

pembelajaran, sehingga pembelajaran

menjadi lebih efektif dan tidak

membosankan pada saat proses

pembelajaran berlangsung. Digital

bookmenjadi salah satu cara untuk

mengemas pembelajaran menjadi menarik

dibandingkan dengan menggunakan buku

cetak, karena digital book ini dapat diakses

kapan saja dan dimana saja dengan cepat.

Hal ini sesuai dengan pendapat Suprapto

(2018) yang menyatakan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan buku

berbasis multimedia dapat membantu siswa

dalam belajar mandiri dibandingkan

pembelajaran tradisional dengan

menggunakan buku cetak. Lebih lanjut

Suprapto (2018) menjelaskan bahwa digital

book memiliki kelebihan dan daya tarik

tersendiri bagi siswa seperti mudah diakses,

mudah dibawa kemana saja dan tampilan

yang menarik. Sehingga dengan adanya

penggunaan digital book dalam proses

pembelajaran mampu meningkatkan hasil

belajar siswa sesuai dengan hasil penelitian

yang ditandai dengan adanya peningkatan

dari Siklus I ke Siklus II.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa

melalui penerapan media pembelajaran

digital book dapat meningkatkan hasil

belajar. Adanya peningkatan hasil belajar

dikarenakan siswa yang sudah terbiasa

menggunakan media pembelajaran digital

book dalam proses pembelajaran. Melalui

digital book siswa menjadi lebih paham

pada materi yang dipelajari, dengan digital

book pula siswa dapat belajar tanpa dibatasi

oleh waktu dan tidak hanya terpaku oleh

penjelasan guru di dalam kelas.Digital book

dapat mengemas pembelajaran menjadi

lebih menarik dan dapat diakses dimana saja

dan kapan saja dengan cepat.

Saran

Penelitian dengan menggunakan

digital bookyang digunakan dalam rangka

meningkatkan hasil belajar siswa perlu lebih

disosialisasikan kembali terkait cara

menerapkan digital book dalam proses

pembelajaran juga perlu diadakannya

pembinaan terhadap guru cara penggunaan

media digital book agar guru dan siswa

menjadi terbiasa ketika di implementasikan.

Page 38: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

54

DAFTAR PUSTAKA

Andikaningrum, L., Damayanti, W., &

Dewi, C. (2014). Efektivitas E-Book

Berbasis Multimedia Menggunakan

Flip Book Maker sebagai Media

Pembelajaran dalam Meningkatkan

Keaktifan Belajar Siswa (Studi Kasus

pada Mata Pelajaran TIK Kelas XI

SMA Kristen Satya Wacana

Salatiga). Doctoral dissertation,

Program Studi Pendidikan Teknologi

Informasi dan Komunikasi FTI-

UKSW.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.

Dopo, F. B., & Ismaniati, C. (2016).

Persepsi guru tentang digital natives,

sumber belajar digital dan motivasi

memanfaatkan sumber belajar

digital. Jurnal Inovasi Teknologi

Pendidikan. 3(1): 13–24.

Heinich, R., Molenda, M., Russell, J. D., &

Smaldino, S.E. (2002).

Instructionalmedia and technology

for learning. 7th edition. New

Jersey: Prentice Hall, Inc.

Kasbolah, E.S. Kasihani. (1998). Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). Malang: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Kunandar. (2008). Langkah Mudah

Penelitian Tindakan Kelas Sebagai

Pengembangan Profesi Guru.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Meltzer, D. E. (2002). The relationship

between mathematics preparation

and conceptual learning gains in

physics: A possible “hidden

variable” in diagnostic pretest score.

American Journal of Physics.

70(12): 1259- 1268.

Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan

Anak Prasekolah, Cet. 23. Jakarta:

Pusat Perbukuan Dapertemen

Pendidikan & Kebudayaan

Bekerjasama dengan PT Rineka

Cipta.

Slameto. 2003. BelajardanFaktor-

faktormempengaruhinya. Jakarta: PT

RinekaCipta.

Sudjana, Nana. 2010. Dasar-

dasarProsesBelajar.

Bandung:SinarBaru: Bandung.

Surjono, H. D. (2014). Peran Teknologi

Pembelajaran Dalam Pengembangan

& Peningkatan Mutu SDM di Era

Global. In Seminar Nasional

Teknologi Pembelajaran, di

Universitas Negri Yogyakarta.

Suprapto, M. (2018). An Innovation

Developing Flip Flop Book (Digital)

On Organ System In Human.

International Conference ON

Mathematics And Science Education,

3(1): 50-54

Suprijono, Agus. (2011). Cooperative

Learning (Teori dan Aplikasi

PAIKEM). Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Suryani, E. Khoiriyah A.S.I. (2018).

Pemanfaatan E-Book

SebagaiSumberBelajarMandiribagiSi

swa SMK/SMK/MA.International

Journal of Community Service

Learning, 2(3): 177-184.

Suwarno, W. (2010). Dasar-Dasar Ilmu

perpustakaan. Yogyakarta: Ar-ruzz

media.

Wijaya, K &Dedi, D. (2010). Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta: Indeks

Page 39: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

31

ANALISIS MATRIKS USG (URGENCY, SERIOUSNESS AND GROWTH)

BANTEN MANGROVE CENTER BAGI MASYARAKAT KELURAHAN

SAWAH LUHUR KECAMATAN KASEMEN KOTA SERANG

Enggar Utari1*

, dan Indria Wahyuni1

1Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

*Cc: [email protected]

Abstract

Damaged of mangroves, and conversion of forests to other uses due, directly development of

population, it will pose a danger of sea intrusion from the sea towards slavery. Mangrove habitat

is damaging caused by natural factors and human factors. Efforts to save mangrove ecosystems

are a way to establish effective communication and coordination between together. Banten

Mangrove Center is organization used to save Mangrove Ecosystems in Banten Province with

less than 3,000 ha remaining. This research is a qualitative study conducted in January 2020. The

population of the study is the entire community of Sawah Luhur Village. The subjects of the

study were community leaders who lived around Sawah Luhur Sub-district, Kasemen, Serang

City, where mangrove forest habitat and communities outside the mangrove forest area used

USG Matrix Analysis. The results of the study stated that (1) priority issues in the old paradigm

in the community (Anthropocentric) are still attached, low understanding of the community

about mangrove conservation, high ecological pressure, priorities in areas near mangrove forests

and assistance for supervision of mangrove safety, (2) the shape of the Banten Mangrove Center

as an effort to save the Mangrove Ecosystem in Sawah Luhur Village, Kasemen.

Keywords: Banten Mangrove Center, USG matrix (Urgency, Seriousness and Growth)

Abstrak

Kerusakan hutan mangrove, dan konversi hutan untuk dijadikan tambak atau pengguna lainnya

akibat adanya perkembangan penduduk akan menimbulkan bahaya intrusi air laut dari laut ke

arah daratan. Kerusakan habitat mangrove ini diakibatkan oleh faktor alam dan faktor

manusia. Upaya-upaya penyelamatan ekosistem mangrove adalah bagaimana menjalin

komunikasi dan koordinasi yang efektif diantara para aktor. Banten Mangrove Center adalah

wadah yang digunakan untuk penyelamatan Ekosistem Mangrove di Provinsi Banten yang masih

tersisa kurang dari 3.000 ha. Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif yang dilaksanakan pada

bulan Januari 2020. Populasipenelitian adalahSeluruh Masyarakat Kelurahan Sawah Luhur.

Adapun subyek penelitian adalah tokoh masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar Kelurahan

Sawah Luhur kecamatan Kasemen Kota Serang , tempat habitat hutan mangrove dan masyarakat

di luar kawasan hutan mangrove dengan menggunakan Analisis Matriks USG. Hasil penelitian

menyatakan bahwa (1) isue prioritas masalah terdapat pada Paradigma lama di masyarakat

(Antrhoposentris) yang masih lekat, rendahnya pemahaman masyarakat tentang konservasi

Page 40: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

32

mangrove, Tingginya tekanan ekologis, kerentanan pada Daerah dekat kawasan hutan mangrove

dan kurangnya komitmen penyelamatan lingkungan hutan mangrove, (2) perlu di bentuk Banten

Mangrove Center sebagai upaya penyelamatan Ekosistem Mangrove di Desa Sawah Luhur

Kecamatan Kasemen.

Kata Kunci: Banten Mangrove Center, matriks USG (Urgency, Seriousness and Growth)

Pendahuluan

Hutan pantai, hutan pasang surut, hutan

payau atau hutan bakau dikenal dengan

sebutan Hutan Mangrove. Hutan mangrove

merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,

yang didominasi oleh beberapa spesies

pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang-surut

pantai berlumpur dan khas terdapat di

sepanjang pantai atau muara sungai yang

dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hal

ini diperkuat oleh Bengen (2000)

menyatakan bahwa Hutan mangrove

merupakan komunitas vegetasi pantai tropis

yang didominasi oleh beberapa jenis pohon

mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang surut pantai

berlumpur dan ditemukan pada pantai-pantai

teluk yang dangkal, estuaria, delta dan

daerah pantai terlindung.

Dalam 5 tahun ini, berbagai hasil

kajian memberikan informasi bahwa

mangrove berperan dalam mitigasi

perubahan iklim, diantaranya yaitu bahwa

mangrove di Indonesia menyimpan 1/3 dari

cadangan karbon dunia. Disamping itu

disebutkan bahwa setiap 1 ha luas hutan

mangrove, dapat menyimpan 4x karbon

lebih banyak dibanding hutan terrestrial, dan

menyerap 20x lebih besar emisi CO2

dibanding hutan tropis terrestrial. Fungsi

lain hutan mangrove yaitu sebagai pelindung

abrasi, erosi, intrusi air laut dan kenaikan

permukaan air laut serta berperan bagi

ketahanan pangan. Berbagai diskusi

menghasilkan kesepakatan bahwa jika

penanaman mangrove dengan densitas 3.000

pohon/ha dan lebar 200 m, maka

akanmampu mengurangi gelombang

tsunami 50-60% dan kecepatan tsunami 40-

60%. Hal ini telah dibuktikan saat terjadinya

bencana tsunami di Donggala, Palu,

Sulawesi Tengah.

Dinas Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Provinsi Banten menyebutkan

bahwa pemetaan potensi mangrove Banten

setiap tahunnya menunjukkan pengurangan

luasan yang cukup besar. Saat ini masih

tersisa kurang dari 3.000 ha di seluruh

Provinsi Banten.Faktor utama yang sering

dituding sebagai faktor penyebab

berkurangnya area mangrove adalah

Page 41: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

33

konversi/alih fungsi lahan mangrove untuk

jalan, industri, dan pertambangan, serta

terjadinya abrasi, dan penebangan yang

tidak terkendali ataupun pemanfaatan yang

berlebihan. Dengan demikian, secara

empiris kondisi potensi mangrove di

Provinsi Banten semakin berkurang.

Provinsi Banten merupakan provinsi

di Pulau Jawa yang belum mempunyai

mangrove center. Mangrove center adalah

Pusat Informasi terkait penanganan dan

pengelolaan ekosistem mangrove melalui

fasilitasi dan koordinasi perencanaan,

rehabilitasi, konservasi dan pemanfaatan

ekosistem mangrove sekaligus destinasi

wisata alam guna mendukung pengelolaan

ekosistem mangrove secara lestari dan

bermanfaat bagi masyarakat. Seperti dilansir

dalam berita online Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah Provinsi Banten

bahwa Rencana Pembangunan mangrove

center di Provinsi Banten (Banten Mangrove

Center) merupakan wujud komitmen

bersama dan langkah pemersatu dalam

melaksanakan upaya konservasi mangrove.

Analisis Matriks USG adalah salah

satu metode analisis sosial secara kualitatif

yang bisa digunakan untuk mengukur

apakah Banten Mangrove Centermeemiliki

derajat kemendesakan isu, kegawatan isu

dan berkembangnya isu. Derajat

kemendesakan isu memiliki tingkatan yang

lebih tinggi dibanding kegawatan isu dan

berkembangnya isu. Namun demikian,

ketiga indikator tersebut mampu

memberikan kepastian secara kualitatif

bahwa permasalahan tentang Mangrove

sudah saatnya dapat diatasi.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif

yang dilaksanakan pada bulan Januari 2020.

Populasipenelitian adalahSeluruh

Masyarakat Kelurahan Sawah Luhur.

Adapun subyek penelitian adalah tokoh

masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar

Kelurahan Sawah Luhur kecamatan

Kasemen Kota Serang , tempat habitat hutan

mangrove dan masyarakat di luar kawasan

hutan mangrove. Dengan demikian, maka

Subyek Penelitian terdiri dari masyarakat (1)

bertempat tinggal dan memanfaatkan hutan

mangrove, (2) masyarakat yang bertempat

tinggal di pulau dua dan tidak

memanfaatkan hutan mangrove dan (3)

masyarakat yang tidak tinggal di pulau dua

namun memanfaatkan hutan managrove dan

(4) masyarakat yang tidak tinggal dan tidak

memanfaatkan hutan mangrove. Ke empat

subyek penelitian tersebut sebagai key

persons

Teknik analisis data yang digunakan

Page 42: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

34

dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif-

kualitatif dengan menggali informasi dari

subyek penelitian melalui wawancara

mendalam (depthinterview). Selanjutnya

dilakukan analisis USG Banten Mangrove

Center yang kemudian bisa dijadikan

sebagai model Model Solusi Strategis

pengelolaan hutan mangrove di Kota Serang

. Adapun acuan dalam menganalisis data

menggunakan pendekatan need assessment

(Mundiharto.2000) dengan menentukan

peringkat/ranking dan skor 1 sampai 5

sesuai dengan kebutuhan, yaitu :

1. Urgency (kemendesakan isu): masalah

harus segera dipecahkan berkaitan

dengan ketersediaan waktu

2. Seriousness (kegawatan isu): seberapa

serius suatu masalah dapat menimbulkan

masalah lain yang lebih serius

3. Growth (berkembangnya isu):

kemungkinan masalah tersebut

berkembangan semakin memburuk jika

tidak ditanggulangi

Hasil Penelitian

MATRIK USG PENENTUAN MASALAH SPESIFIK PEMAHAMAN HUTAN

MANGROVE

Masalah Spesifik U S G Total

Skor Ranking

1. Jumlah penduduk yang padat, 2 3 2 7 6

2. Kebutuhan biaya hidup 5 4 4 13 3

3. Ketersediaan/keterbatasan lapangan

pekerjaan, 3 2 4 9 4

4. Tingkat Pendidikan, 4 4 4 12 5

5. Paradigma lama di

masyarakat(Antrhoposentris) 5 5 5 15 1

6. Paradigma Baru di Masyarakat (Ecosentris) 5 5 4 14 2

Analisis Matriks USG memberikan

hasil bahwa secara faktual (analisis USG)

bahwa pandangan masyarakat di Kecamatan

Sawah Luhur sangat dominan terhadap

Page 43: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

35

paradigm lama di masyarakat. Paradigma

tersebutyaitu Anthroposentrisme.

Antroposentris seperti yang diungkapkan

oleh Ibrahim, A.M. (2006) merupakan

sebuah keyakinan bahwa manusia

merupakan sebuah pusat dari segalanya.

Manusia dianggap sebagai makhluk paling

istimewa dan paling mulia. Manusia

merupakan hal yang paling penting di alam

semesta. Ditinjau dari sisi keberlanjutan,

ketika Banten Mangrove Center ada di

Kecamatan Sawah Luhur, maka upaya

upaya dalam mengedukasi masyarakat

tentang konservasi mangrove serta

pengelolaan yang bijak harus tetap

dilaksanakan agar cara pandang

Antroposentris sebagian masyarakat bisa

beralih dan menerima cara paandang

Ekosentris.

Paradigma Baru di Masyarakat

berkait tentang Ekosentris menempati posisi

kedua. Ekosentris merupakan sebuah

keyakinan bahwa pandangan harus sejalan

dengan ekologi atau lingkungan. Pandangan

yang mengatakan bahwa setiap kegiatan kita

harus memperhatikan lingkungan

(Chapman, D., dan Sharma, K., 2001). Oleh

karena itu, kepedulian moral tidak hanya

ditujukan pada makhluk hidup saja, tetapi

untuk benda abiotik yang terkait pula.

Ekosisterisme memberikan pandangan

lingkungan harus diperhatikan karena

manusia hanyalah salah satu sub sistem atau

bagian kecil dari seluruh ekosistem.

Pandangan ekosentris umumnya dianut oleh

manusia Timur, termasuk orang Indonesia,

yang sangat menekankan hubungan erat

antara manusia dengan lingkungan

hidupnya. Manusia adalah mikro dari makro

kosmos. Menurut pandangan ini bumi

memiliki nilai hakiki (intrinsicvalue) yang

harus dihormati oleh manusia. Maka alam

atau lingkungan tidak boleh diperlakukan

semena-mena, karena bumi mempunyai

nilainya yang luhur yang harus dijaga,

dihormati dan dianggap suci.Gambaran

tersebut sesuai dengan sebagian pandangan

masyarakat di kecamatan Sawahluhur.

Artinya, kesadaran serta kepedulian akan

mangrove terhadap generasi mendatang

harus terus menerus diberikan. Upaya untuk

penyelamatan lingkungan melalui Banten

Mangrove Center adalah salah satu langkah

yang strategis.

Page 44: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

36

MATRIK USG PENENTUAN MASALAH SPESIFIK PRIORITAS DARI

MASALAHPENGELOLAAN HUTAN MANGROVE

Masalah Spesifik U S G Total

Skor Ranking

1. Pendidikan rendah, 4 4 3 11 4

2. Keterampilan kurang, 4 4 4 12 3

3. Kemiskinan, 3 4 5 12 3

4. pemahaman tentang mangrove kurang, 5 4 4 13 2

5. pemahaman konservasi mangrove kurang 5 5 5 15 1

Matrik analisis USG memberikan

hasil bahwa prioritas permasalahan yang

menduduki peringkat pertama adalah

mengenai pemahaman konservasi mangrove

yang masih kurang. Tujuan dari konservasi

mangrove adalah: Melestarikan contoh-

contoh perwakilan habitat dengan tipe-tipe

ekosistemnya. Melindungi jenis-jenis biota

(dengan habitatnya) yang terancam punah.

Mengelola daerah yang penting bagi

pembiakan jenis-jenis biota yang bernilai

ekonomi. Diketahui bahwa Ekosistem

Mangrove di Sawahluhur kecamatan

Kasemen adalah bagian dari Cagar Alam

Pulau Dua. Kawasan sekitar CA Pulau Dua

merupakan kawasan yang penting bagi

manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya dan juga bagi satwa terutama

burung air sebagai habitat dan tempat

persinggahan (Milton dan Marhadi, 1985).

Hasil penelitian Mariana

Takandjandji1 dan/and Rozza Tri Kwatrina

dan kawan kawan (2011) menyebutkan

Pengelolaan kawasan sekitar CA Pulau Dua

di Kasemen Sawah Luhur tidak terlepas dari

pengelolaan kawasan budidaya milik

masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah

daerah perlu merencanakan pengembangan

kawasan budidaya dan tambak menjadi

habitat kedua dan kawasan persinggahan

burung air. Langkah tersebut dapat

dicapaimelalui pengaturan pemanfaatan dan

optimasi penggunaan ruang dan

penambahan vegetasi terutama di pematang-

pematang, sempadan pantai dan di

sepanjang perbatasan dengan kawasan CA.

Page 45: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

37

Pengamatan di lapangan,

tambaktambak milik masyarakat berbatasan

langsung dengan kawasan CA. Kondisi ini

dapat berdampak terhadap CA, yaitu adanya

kekhawatiran apabila masyarakat

menggunakan jenis bukan asli, yang

kemudian lepas dan masuk ke dalam

kawasan CA. Penggunaan jenis yang bukan

asli bisa diakibatkan dari rendahnya

pemahaman akan konservasi mangrove.

Hasil analisis matriks USG memberikan

rekomendasi bahwa penting dilakukan

penataan tambak termasuk saluran air ke

arah laut. Selain itu, sangat penting juga

dilakukan penanaman vegetasi (upaya

tindakan nyata dari konservasi) sebagai

penyangga antara kawasan CA dengan

kawasan budidaya. Jalur hijau ini selain

sebagai penyangga, dapat pula bermanfaat

bagi satwa dan burungburung di kawasan

tersebut.

MATRIK USG PENENTUAN MASALAH SPESIFIK PRIORITAS DARI MASALAH

KRITERIA KASUS KERUSAKAN HUTAN MANGROVE

Masalah Spesifik U S G Total

Skor Ranking

1. Lemahnya deteksi kerusakan hutan

mangrove 3 4 2 9 3

2. Tingginya tekanan ekologis 4 4 5 13 1

3. Tingginya alih fungsi kawasan mangrove 4 4 4 12 2

Matrik analisis USG memberikan hasil

bahwa prioritas dari masalah kriteria kasus

kerusakan hutan mangrove adalah tingginya

tekanan ekologis. Pertumbuhan penduduk

yang tinggi dan meningkatkanya

pembangunan di pesisir untuk berbagai

peruntukan menyebabkan terjadinya tekanan

ekologis terhadap ekosistem pesisir,

khususnya ekosistem mangrove.

Meninkatnya tekanan ini berdampak kepada

kerusakan hutan mangrove, baik secara

langsung (kegiatan penambangan dan

koversi lahan) maupun secara tidak

langsung (Pencemaran atau limbah perbagai

kegiatan akibat kegiatan manusia).

Jumlah penduduk di Kecamatan

Kasemen (Pulau Dua terletak pada

Kecamatan Kasemen) berjumlah97.430

Page 46: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

38

orang dengan perbandingan sex rasio 106

(BPS, 2020) yang artinya bahwa penduduk

kecamatan Kasemen lebih banyak laki laki

dibanding perempuan. Mata pencaharian

penduduk di sekitar tempat kegiatan

sebagian besar adalah petani dengan hasil

utamanya adalah padi dan palawija, hanya

sebagian kecil penduduk yang bermata

pencaharian sebagai pedagang, tukang atau

buruh dan sisanya adalah pensiunan pegawai

negeri. Berdasarkan peruntukannya, tata

guna tanah di Kecamatan Kasemen,

Kabupaten Dati II Serang terdiri dari sawah,

tegal atau kebun, pekarangan, ladang

penggembalaan dan hutan.

Hasil Penelitian Dewi (1995)

menyatakan banyaak ditemui Tambak

tumpansari (silvofishery) yaitu pola

pemanfaatan hutan mangrove yang

dikombinasikan dengan tambak/empang.

Sebagaimana tambak di Desa Sawah Luhur

sebagian sudah dilakukan penanaman atau

difungsikan sebagai tambak tumpangsari

yang tersebar di wilayah pesisir pantai

dengan luas kurang lebih 20 ha.

Erosi pantai atau abrasi merupakan

ancaman serius yang perlu diperhatikan

dalam pelaksanaan penanaman mangrove,

terutama di daerah bibir pantai. Berdasarkan

pengamatan di lapangan, telah terjadi abrasi

di wilayah buffer zone. Setelah dilakukan

penanaman Rhizophora spp. dan Avecennia

spp., di lokasi buffer zone, pada tahun 2007,

maka sebagian telah hilang karena terkena

abrasi. Wilayah ini memang rawan abrasi,

karena bentuk geomorfologi pantai yang

pendek dan sempit. Di wilayah buffer zone

sangat penting dilakukan penanaman

mangrove, terutama untuk mencegah

terjadinya abrasi, dan melindungi daerah

sekitarnya. Banten MangroveCenter menjadi

salah satu model solusi strategis dalam

upaya pemulihan terhadap hutan mangrove

yang telah rusak.

MATRIK USG PENENTUAN MASALAH SPESIFIK PRIORITAS DARI MASALAH

KRITERIA GEOGRAFIS

Masalah Spesifik U S G Total

Skor Ranking

1. Sumber daya alam kurang 1 1 1 3 3

2. Daerah dekat kawasan hutan mangrove

yang rentan 3 2 4 9 1

Page 47: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

39

Masalah Spesifik U S G Total

Skor Ranking

3. Daerah di luar kawasan hutan mangrove

yang rentan 2 4 2 8 2

Matrik analisis USG memberikan hasil

bahwa daerah yang rentan adalah daerah

yang dekat dengan kawasan hutan

mangrove. Diketahui bahwa daerah yang

dekat dengan kawasan mangrove banyak

menyimpan sumberdaya energi baik dari

hewan dan tumbuhan. Oleh karena itu perlu

dilakukan penyelamatan hutan mangrove.

Hal ini perlu dilakukan dengan

mempertimbangkan kemampuan lingkungan

menyediakan berbagai sumberdaya energy,

lahan, hewan, tumbuhan yang bisa

digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Masyarakat tidak

akan melakukan pemanfaatan secara nyata

jika lingkungan tidak menunjukan

kemampuan daya dukungnya. Pemaknaan

hidup masyarakat terhadap alamnya juga

dapat dipengaruhi oleh bagaimana alam

menyediakan kebutuhan hidup masyarakat.

Pada tahun 1970an wilayah Desa

Sawah Luhur memiliki hutan mangrove

yang sangat baik.Namun seiring berjalannya

waktu, telah terjadi perubahan pemanfaatan

lahan mangrove, menjadi lahan pertanian,

pertambakan, dan pemukiman. Namun

demikian, ditemui fakta bahwa pendapatan

masyarakat di bidang pertambakan yang

sangat kurang, akibat terjadinya pencemaran

air, dan fasilitas pengairan yang sangat

buruk. Masyarakat sudah mulai resah

dengan hal ini, dampak yang terjadi tidak

hanya di wilayah desa yang dekat dengan

bibir pantai, tetap juga wilayah pertanian

Desa Sawah Luhur.

Konflik kepentingan antara

kebutuhan masyarakat dan kebutuhan

konservasi mangrove menjadi hal pelik yang

tak kunjung reda. Banten Mangrove Center

diharapkan memiliki langkah yang solutif

dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Kriteria geografis menjadi indikator dalam

melakukan pemetaan kebutuhan masyarakat

dan kebutuhan konservsi mangrove.

Page 48: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

40

MATRIK USG PENENTUAN MASALAH SPESIFIK PRIORITAS DARI MASALAH

KEBIJAKAN PUBLIK

Masalah Spesifik U S G Total

Skor Ranking

1. Peraturan daerah tentang pemanfaatan

hutan mangrove 5 4 4 13 2

2. Komitmen penyelamatan lingkungan hutan

mangrove yang rendah,

5 5 5 15 1

3. kurangnya pemahaman pada pemangku

kepentingan, 5 3 3 11 3

4. Informasi media yang sangat terbuka

3 3 3 9 4

Matriks USG menghasilkan bahwa Prioritas

dari masalah kebijakan publik terletak padaa

Komitmen penyelamatan lingkungan hutan

mangrove. Komitmen tersebut dikuatkan

dengan membangun mangrove center. Oleh

karen itu perludilakukan langkah-langkah

konkrit lainnya seperti penetapan kebijakan

dan kerangka regulasi dalam pengelolaan

ekosistem mangrove yang disesuaikan

dengan kondisi dan kearifan lokal, serta

mendorong promosi manfaat mangrove yang

dapat meningkatkan perekonomian

masyarakat baik hasil hutan bukan kayu

maupun jasa lingkungan. Selain itu

koordinasi integrasi, sinkronisasi dan sinergi

lintas sektor instansi dan lembaga

diperlukan untuk menyelenggarakan

pengelolaan ekosistem mangrove

berkelanjutan yang merupakan bagian

integral dari pengelolaan wilayah pesisir

yang terpadu.Hal ini dapat dilakukan

melalui Kelompok Kerja Mangrove Daerah

(KKMD) Provinsi Banten yang telah

dibentuk, terakhir berdasarkan Keputusan

Gubernur Banten Nomor:

522.75.05/Kep.81-Huk/2019 tanggal 1

Februari 2019.

Regulasi lain yang menguatkan yaitu

Peraturan Daerah Kota Serang No. 6 Tahun

2011. Perda tersebut antaralain berisi Desa

Sawah Luhur memiliki daerah berhutan

yang sekaligus berfungsi fungsi Cagar

Alam. Cagar Alam yang dikenal dengan

Cagar Alam Pulau Dua atau disebut pula

Page 49: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

41

dengan istilah Pulau Burung ini memiliki

luas 30 hektar. Cagar Alam ini memiliki

fungsi ganda yaitu pelindung habitat

berbagai macam burung pantai dan

berfungsi sebagai daerah penyangga.

Selanjutnya penetapan Jalur hijau

merupakan suatu kebijakan yang ditetapkan

dari pemerintah daerah setempat untuk

mengelola suatu wilayah dengan tata ruang

yang seimbang. Tujuan dari adanya

kebijakan pengelolaan kawasan pantai

adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat yang kehidupannya tergantung

pada sumberdaya pesisir dan laut sekaligus

melindungi keanekaragaman hayatinya

sehingga produktifitas sumberdaya tersebut

dapat terjaga secara berkelanjutan.

Dengan demikian, kebijakan publik

sebagai salah satu komitmen pemerintah

daerah dalam penyelamatan hutan mangrove

sudah ada. Permasalahannya adalah bahwa

itu harus didukung oleh peran serta

masyarakat dengan turut serta melakukan

penyelamataan Hutan Mangrove dengan

memahami konservasinya, memahami

pengelolaannnya dan memahami

dampaknya jika hutan Mangrove tersebut

mengalami kerusakan. Banten Mangrove

Center diharapkan menjadi wahana dalam

menyelaraskaan kebijakan publik serta

implementsinya di lapangan sehingga

memiliki dampak yang nyata untuk

masyaarakat dan penyelamatan ekosistem

mangrove.

KESIMPULAN

Hasil analisis matriks Urgency

(kemendesakan isu) , Seriousness

(kegawatan isu) dan Growth

(berkembangnya isu) menunjukkan bahwa

isue prioritas masalah terdapat

padaParadigma lama di masyarakat

(Antrhoposentris) yang masih lekat,

rendahnya pemahaman masyarakat tentang

konservasi mangrove, Tingginya tekanan

ekologis, kerentanan pada Daerah dekat

kawasan hutan mangrove dan kurangnya

komitmen penyelamatan lingkungan hutan

mangrove. Perlu di bentuk Banten

Mangrove Center sebagai upaya

penyelamatan Ekosistem Mangrove di Desa

Sawah Luhur Kecamatan Kasemen.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. 2020. Kota Serang

Dalam Angka. Kota Serang

Chapman, D., dan Sharma, K. (2001).

Environmental attitudes and behaviour

of primary and secondary students in

Asian cities: An overview strategy for

implementing an eco-schools

Page 50: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

42

programme. The Environmentalist. 21.

h. 265– 272.

Ibrahim, A.M. (2006). An anthropocentric

approach to saving biodiversity:

Kenyan pupils’ attitudes towards parks

and wildlife. Applied Environmental

Education and Communication. 5(1).

h.21–32.

Milton, R dan A. Marhadi. 1985. The bird

life of the nature reserve Pulau Dua.

Kukila 1985 (2). Indonesia

Ornithological Society. Jakarta.

Mariana Takandjandji1 dan/and Rozza Tri

Kwatrina2. Pengelolaan Cagar Alam

Pulau Dua Di Provinsi Banten Sebagai

Ekosistem Bernilai Penting

(Management of Pulau Dua Natural

Reserve In Banten Province as

Important Value Ecosystem)*). Jurnal

Penelitian Hiutan dan Konservasi

Alam. Vol. 8 No. 1 : 95-108, 2011

Rosyid, Novi Utami. 2020. Ekoliterasi

Mangrove. Penerbit Guepedia.

Jakarta

https://bappeda.bantenprov.go.id/menanti-

terwujudnya-banten-mangrove-center

Page 51: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

55

IMPLEMENTASI MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP

LITERASI SAINS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA

SUB KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN

Nenden Nur Sayyidah Kulsum1*

, Endang Surahman1, Mufti Ali

1

Universitas Siliwangi

*Cc: [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study is to know the impact of discovery learning model to scientific literacy and learning

outcomes on the sub-concept of environmental pollution in grade X MIPA SMA Negeri 7 Tasikmalaya. The

method that was used in this study is true experiment which population of this study were grade X MIPA of

SMA Negeri 7 Tasikmalaya in 2018/2019 academic year with 6 classes. Samples used as much as 2 classes

were being taken by cluster random sampling method, there is X MIPA 5 as the experimental class and X

MIPA 6 as the control class. To measure the scientific literacy of students, used instruments in the form of

multiple choice tests totaling 22 items and for learning outcomes in the form of multiple choice tests totaling

32 items. Data from this study were analyzed using the analysis of covarianc (ANCOVA) with a probability α

0,05. Based on this research’s outcomess and data analysis, it shows that there was an impact of the

discovery learning model to scientific literacy and learning outcomes on the sub concept of environmental

pollution in grade X MIPA SMAN 7 Tasikmalaya and there was a relationship between scientific litracy

and learning outcomes.

Keywords: Learning Outcomes, Scientific Literacy, Discovery Learning Model, and Environmental

Pollution

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh model discovery learning terhadap literasi

sains dan hasil belajar peserta didik di kelas X MIPA SMA Negeri 7 Tasikmalaya pada sub konsep

pencemaran lingkungan. Metode penelitian yang digunakan adalah true experiment, dengan desain

penelitian posttest only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas X MIPA

SMA Negeri 7 Kota Tasikmalaya, sebanyak enam kelas. Sampel diambil dengan menggunakan teknik

cluster random sampling sebanyak dua kelas, dengan hasil kelas X MIPA 5 sebagai kelas eksperimen dan

kelas X MIPA 6 sebagai kelas kontrol. Untuk mengukur literasi sains peserta didik, digunakan instrumen

berupa tes pilihan majemuk berjumlah 22 butir soal dan untuk hasil belajar berupa tes pilihan majemuk

berjumlah 32 butir soal. Data hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji analysis of covariance

(ANCOVA) dengan α 0,05. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model

discovery learning terhadap literasi sains dan hasil belajar peserta didik pada sub konsep pencemaran

lingkungan di kelas X MIPA SMA Negeri 7 Kota Tasikmalaya serta terdapat hubungan antara literasi sains

dan hasil belajar.

Kata kunci: Hasil Belajar, Literasi Sains, Model Discovery Learning dan Pencemaran Lingkungan.

Page 52: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

PENDAHULUAN

Pada saat ini masyarakat dunia

sedang dihadapkan pada era percepatan

perubahan dalam berbagai bidang, salah

satunya adalah bidang pendidikan.

Pendidikan pada dasarnya merupakan

salah satu pilar yang sangat penting bagi

kemajuan suatu bangsa. Hal ini juga

berlaku di negara kita, yaitu negara

Indonesia. Pada abad 21 ini menuntut

sistem pendidikan harus sesuai dengan

perubahan zaman dan fenomena yang

terjadi dilapangan.

Salah satu upaya yang dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan

pendidikan pada abad 21 ini adalah dengan

menerapkan kurikulum 2013. Kurikulum

2013 ini menuntut peserta didik agar

memiliki beberapa keterampilan seperti

keterampilan, salah satunya keterampilan

literasi. Sejalan dengan pernyataan

Frydenberg, et al., 2011 (Rahmadani, dkk

2018:184) menyatakan bahwa

“Keterampilan yang harus dimiliki setiap

peserta didik agar dapat mengahadapi

pembelajaran abad 21 adalah keterampilan

berpikir kritis, pengetahuan dan

kemampuan literasi digital, literasi

informasi, literasi media, dan menguasai

teknologi informasi dan komunikasi”.

Kurtilas ini juga menuntut sekolah untuk

menerapkan gerakan literasi sekolah.

“Gerakan literasi sekolah bertujuan membangun

budaya literasi bagi semua siswa” (Kemendikbud

RI; Suwono, dkk 2016:137).Literasi sains menjadi

salah satu modal peserta didik untuk menghadapi

pendidikan abad 21. Sejalan dengan pernyataan

Liu, 2009 (Suwono, dkk 2016:136) menyatakan

bahwa “Salah satu keterampilan yang diperlukan

dalam abad 21 adalah literasi saintifik”. Hal

tersebutlah yang membuat literasi sains menjadi

sangat penting untuk dimiliki oleh peserta didik.

Nyatanya, pembelajaran biologi yang diterapkan

di SMA Negeri 7 Kota Tasikmalaya ini belum

secara kesuluruhan memenuhi tuntutan pendidikan

abad 21, seperti kurangnya tanggapan peserta

didik mengenai isu-isu sains yang sedang beredar

disekitarnya saat ini. Oleh karena itu, perlu adanya

upaya perbaikan terhadap proses pembelajaran

yang digunakan agar keterampilan literasi sains

peserta didik dapat terasah dan meningkatkan

capaian hasil belajarnya. Senada dengan Susanti

(2014:123) menyatakan bahwa “peserta didik

kurang mampu mengungkapkan gagasan, ide, dan

pendapat sehingga belum memiliki sifat kritis

dalam proses belajar, tentunya hal tersebut

berpengaruh pada tingkat hasil belajar peserta

didik yang belum maksimal”.

Berdasarkan hasil observasi yang

telah dilakukan di SMA Negeri 7 Kota

Tasikmalaya melalui wawancara pada

tanggal 8 Januari 2019 dengan guru mata

pelajaran biologi mengenai permasalahan

yang terjadi bahwa proses pembelajaran

biologi dirasa belum mencapai hasil yang

Page 53: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

57

memuaskan sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013 yang berorientasi

pada keterampilan HOTS dan

literasi, hal ini menunjukan bahwa

keterampilan literasi sains peserta

didik perlu diukur dan ditingkatkan.

Disamping itu dilihat dari rata-rata

nilai hasil ulangan peserta didik pada

materi pencemaran lingkungan tahun

ajaran 2017/2018 di SMA Negeri 7

Kota Tasikmalaya masih ada yang

nilainya dibawah kriteria ketuntasan

minimal (KKM) yaitu 72,43,

sedangkan nilai yang harus dicapai

peserta didik adalah 75. Dari

permasalahan tersebut pendidik

harus melakukan perubahan

terhadap model pembelajaran yang

digunakan agar tercapai hasil belajar

peserta didik yang optimal juga

memenuhi standar ketuntasan, juga

dalam hal keterampilan literasi sains

peserta didik pada mata pelajaran

biologi khususnya pada sub konsep

pencemaran lingkungan.

Senada dengan latar

belakang masalah tersebut

penulis mencoba melakukan

penelitian dengan menerapkan

model discovery learning pada

sub konsep pencemaran

lingkungan. Model discovery

learning merupakan model yang

menuntut peserta didik menemukan

sendiri konsep melalui serangkaian

kegiatan yang dilakoninya. Model

discovery learning memiliki sintak yang

cocok untuk diterapkan di

kelas sehingga mampu meningkatkan literasi

sains dan hasil belajar peserta didik seperti

mengidentifikasi masalah, mencari data,

mengolah data, dan mengambil kesimpulan

sendiri dari masalah yang ditemukan di lapangan.

Sesuai dengan pendapat Slavin (Yaumi, 2017)

menyatakan bahwa “discovery learning dapat

meningkatkan keingintahuan siswa meningkatkan

berfikir bebas dan bisa memecahkan masalah

secara mandiri”. Selain itu, dengan cara

melakukan penemuan sendiri peserta didik juga

lebih merasakan makna dari proses yang

dilakukannya selama pembelajaran berlangsung,

sehingga mereka tidak mudah melupakan konsep

yang telah mereka dapatkan. Berdasarkan latar

belakang yang telah dipaparkan, maka

penulis tertarik untuk

melakukan penelitan tentang pengaruh model

Discovery Learning terhadap literasi sains dan

hasil belajar peserta didik pada sub konsep

pencemaran lingkungan di Kelas X MIPA SMA

Negeri 7 Kota Tasikmalaya.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah true experimental design, karena pada

penelitian ini telah memenuhi persyaratan yaitu

adanya kelas lain yaitu kelas kontrol sebagai

Page 54: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

X : Model Discovery Learning

pembanding. Komposisi kelas pada

penelitian ini terdiri dari kelas eksperimen

mendapatkan perlakuan penerapan model

discovery learning sedangkan kelas

kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan.

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Posttest-Only

Control Design, artinya dalam desain ini,

peneliti menerapkan posttest pada dua

kelompok ini (Sugiyono, 2015). Meskipun

demikian, kelas yang mendapatkan

treatment hanya kelas eksperimen saja.

Desain penelitian yang digunakan adalah

sebagai berikut :

Keterangan :

Kelompok A : Kelompok

Perlakuan Kelompok B :

Kelompok Kontrol R :

Randomisasi / Pengacakan

1

O1: Posttest kelas

eksperimen O2 : Posttest

pada kelas kontrol

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan

data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik tes.

Tes yang digunakan pada

penelitian ini adalah tes literasi sains

yang berbentuk pilihan majemuk

sebanyak 22 butir soal dan 33 butir

soal untuk tes hasil belajar yang

dilaksanakan setelah kegiatan

pembelajaran selesai.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan

analisis data dalam penelitian ini yaitu

dengan uji prasyarat analisis

menggunakan Uji Normalitas dengan

uji Kolmogorov Smirnov dan uji

homogenitas dengan Uji Levene’s

Statistic Tes, kemudian dilanjutkan

dengan uji hipotesis menggunakan uji

Analysis of Covariance (ANCOVA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dari

penelitian ini adalah posttest kelas

eksperimen dan kelas kontrol.

Tabel 1

Statistik Literasi Sains dan Hasil di

Kelas Eksperimen dan di Kelas

Kontrol

Stat Eksperimen Kontrol

LS HB LS HB

Maks 13 20 13 18

Min 22 28 20 26

Rentang 9 8 7 8

Rata2 18,7 24,6 16,77 22,17

Kelompok A R X1 O1

Kelompok B R O2

Page 55: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

59

7 3

Varians 3,90 4,38 3,70 3,94

SD 2,27 2,09 1,92 1,98

Pengujian Hipotesis

Tabel 2

Ringkasan Hasil

Uji ANCOVA

Source Sum

of

Squar

e

Df Mean

Squar

e

F Sig.

Cor Model 109,597

a

2 54,798 14,019 ,000

Intercept 279,194 1 279,194 71,426 ,000

Motivasi 18,330 1 18,330 4,689 ,035

Model 45,395 1 45,395 11,614 ,001

Error 222,803 57 3,909

Total 33186,0 60

Cor Total 332,400 59

a. R Squared = ,330 (Adjusted R Squared = ,306)

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan dan setelah di uji dengan

uji ANCOVA (Analysis of Covariance)

pada tabel 2, dari hasil pengolahan terlihat

bahwa angka probabilitas atau signifikansi adalah

0,000, karena nilainya dibawah 0,05 maka Ho

ditolak. Sehingga secara simultan model discovery

berpengaruh terhadap literasi sains dan hasil

belajar. Adanya pengaruh ini karena model. Selain

itu, pada pengujian ANCOVA terdapat angka R

Squared yang berarti menunjukan seberapa besar

kontribusi hubungan variabel satu dengan variabel

lain yang dijadikan sebagai covariate. Kontribusi

hubungan keterampilan literasi sains terhadap

hasil belajar, pada penelitian ini menunjukan

angka R Squared sebesar 0,330 pada hasil

perhitungan SPSS atau koefisien korelasinya

sebesar 0,6. Angka tersebut menunjukan besarnya

hubungan antara literasi sains dan hasil belajar

peserta didik. Sebagaimana menurut Sarwono,

jonathan (2016: 69) “Besarnya R square berkisar

antara 0-1, yang berarti semakin kecil besarnya R

square maka semakin lemah hubungan kedua

variabel”.

Besaran angka pada R square tersebut

dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara

literasi sains sebagai covariate terhadap hasil

belajar peserta didik dengan kontribusi sebesar

0,330. Peserta didik dengan nilai hasil belajar

yang tinggi rata-rata memiliki nilai literasi sains

yang tinggi juga. Hal tersebut karena indikator

kerampilan literasi sains dapat membantu peserta

didik mendapatkan informasi lebih optimal untuk

memecahkan permasalahan. Selain itu, peserta

didik yang memiliki nilai hasil belajar yang

rendah rata-rata memiliki nilai literasi sains yang

rendah pula. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

Page 56: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

dilakuan oleh Nahdiah, L. (2017: 82)

bahwa “Siswa yang literasi sainsnya

berada dalam kategori sangat baik

memiliki rata-rata hasil belajar pada ranah

pengetahuan lebih tinggi dibandingkan

dengan siswa yang dalam kategori

kurang”. Berdasarkan hasil pengolahan

posttest hasil belajar dari kelas eksperimen

yang menggunakan model Discovery

Learning dan kelas kontrol yang

menggunakan model pembelajaran

langsung yang diolah dengan

menggunakan uji ANCOVA dengan

taraf

signifikasi 5%, disajikan data sebagai berikut:

Gambar 1

Grafik Perbandingan Skor Rata-

Rata Literasi Sains di Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol

Berdasarkan gambar 1 tersebut

dapat dilihat perbedaan skor literasi

sains di kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Perbedaan yang paling

signifikan terdapat pada indikator 1 yaitu

mengidentifikasi pendapat ilmiah yang

valid dan indikator 5 yaitu membaca

grafik yang dapat merepresentasikan

data. Hal tersebut terbukti karena pada

indikator 1 mengidentifikasi pendapat

ilmiah yang valid merupakan indikator

yang menitik beratkan pada

pengetahuan ilmiah (saintifik) dan pada

indikator 5 membaca grafik dan

menginterpretasikan data yang mana

pembacaan data kuantitatif lebih mudah

dibandingkan peserta didik harus

membaca tulisan.

Proses pembelajaran dengan

menggunakan model discovery

learning, ada peningkatan keterampilan

30 25 20 15 10 5 0

Eksperimen Kontrol

Page 57: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

61

literasi sains dilihat dari

perolehan skor rata-rata tes

literasi sains peserta didik

karena model pembelajaran ini

memiliki keunggulan sehingga

peserta didik termotivasi untuk

aktif dalam memahami konsep

yang dipelajari. Pada proses

pengumpulan data yang

berlangsung dalam diskusi

kelompok peserta didik diminta

untuk memecahkan masalah dan

proses penemuan tersebut

dilaksanakan di lingkungan

sekitar yang didukung dengan

studi literatur, pengamatan

gambar dan pengamatan

langsung ke lapangan untuk

menunjang keberlangsungan

proses pembelajaran.

Pada indikator literasi sains yang

lain tidak terlalu banyak perbedaan skor

yang signifikan, namun masih terdapat

perbedaan yang menunjukan penggunaan

bahwa model discovery learning

berpengaruh lebih baik terhadap literasi

sains dibandingkan dengan penggunaan

model pembelajaran langung. Selain

keterampilan literasi sains, model

discovery learning juga mampu melatih

pengetahuan kognitif peserta didik yang

dapat meningkatkan hasil belajarnya. Hal

ini sesuai dengan pendapat Azhari (2015)

yang mengemukakan “model pembelajaran

discovery learning yang mengatur pengajaran

sedemikian rupa sehingga peserta didik mampu

meningkatkan hasil kognitif dengan memperoleh

pengetahuan yang sebelumnya belum

diketahuinya”. Hasil belajar peserta didik dapat

dimunculkan disetiap sintak pembelajaran

discovery learning.

Tahapan pertama yaitu stimulation,

tahapan ini peserta didik dihadapkan pada sebuah

gambar/video yang bertujuan untuk melatih

kemampuan analisis permasalahan yang akan

dipelajari selama kegiatan pembelajaran. Tahap

kedua yaitu problem statment, pada tahap ini

peserta didik dituntut untuk mengidentifikasi dan

menyebutkan permasalahan yang ditemukannya

dari tampilan gambar/video pada tahap

stimulation. Tahap ketiga yaitu data collecting,

pada tahap ini peserta didik dituntut untuk lebih

berperan aktif dalam mencari dan mengumpulkan

data cara mandiri melalui berbagai macam

literatur. Tahap keempat yaitu data processing,

pada tahap ini peserta didik mengolah informasi

yang didapat untuk memecahkan masalah yang

telah dirumuskannya. Tahap kelima yaitu

verification, tahapan ini bertujuan untuk melatih

kemampuan peserta didik dalam

mempertimbangkan suatu informasi yang relevan

dari data, pernyataan, atau bentuk representasi

lainnya yang telah didapat. Tahap keenam yaitu

generalization, pada tahap ini peserta didik

dibantu oleh guru menyimpulkan hasil dari

pembelajaran berdasarkan masalah- masalah yang

Page 58: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

telah diidentifikasi sebelumnya. Perbedaan perolehan skor hasil

belajar di kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Perbandingan skor rata-rata tes

hasil belajar kelas eksperimen dan kelas

kontrol dapat dilihat pada gambar 2

berikut:

Gambar 2

Grafik Perbandingan Skor Rata-

Rata Hasil Belajar di Kelas

Eksperimen dan Kontrol

Berdasarkan gambar tersebut

dapat dilihat bahwa empat dari lima

indikator yang gunakan dalam tes hasil

belajar peserta didik, hasilnya lebih

tinggi di kelas eksperimen

dibandingkan dengan kelas kontrol.

Perbedaan yang paling signifikan

terdapat pada indikator 5 yaitu C5

(mengevaluasi). Dengan pencapaian

tersebut dapat disimpulkan bahwa

penggunaan model discovery learning

sangat berpengaruh pada kemampuan

mengevaluasi informasi yang telah di

dapat oleh peserta didik dibandingkan

30

20

10

0

Indikator Indikator Indikator Indikator Indikator 1 2 3 4 5

Eksperimen Kontrol

Page 59: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

63

dengan penggunaan model

pembelajaran langsung. Hal

tersebut disebabkan oleh

pelaksanaan pembelajaran di

kelas eksperimen yang diawali

dengan pemunculan

permasalahan melalui tayangan

gambar/video dan dan

memberikan kesempatan bagi

peserta didik untuk mencari

informasi dan mengolahnya

dengan cara mereka sendiri.

Hasil belajar peserta didik

pada ranah kognitif C5 menjadi

semakin terasah, meskipun

pembiasaan harus tetap

dilakukan agar kemampuannya

semakin meningkat. Hasil

tersebut sesuai pendapat Bruner

(Trianto, 2007) yang

menyatakan bahwa “Ketika

siswa berusaha sendiri untuk

mencari pemecahan masalah

serta pengetahuan yang

menyertainya akan

menghasilkan pengetahuan yang

benar- benar bermakna”.

Sejalan dengan Rosdiana,

dkk (2017) mengemukakan bahwa

“model

pembelajaran discovery learning yang

menekankan pada pembelajaran peserta

didik aktif dalam menemukan konsep”.

Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan,

penerapan pembelajaran penemuan memiliki

beberapa kelebihan membantu peserta didik untuk

memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan

proses kognitif.

Sementara untuk perolehan skor tes hasil

belajar pada indikator ranah kognitif lainnya tidak

terlalu banyak perbedaan yang signifikan. Namun

jika dibandingkan, perolehan skor rata- rata tes

hasil belajar di kelas eksperimen lebih besar

dibandingkan perolehan skor rata-rata tes hasil

belajar di kelas kontrol.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan

data, dan pengujian hipotesis, maka penulis

berkesimpulan bahwa:

1. Ada pengaruh model discovery learning terhadap

literasi sains dan hasil belajar peserta didik pada

sub konsep pencemaran lingkungan di kelas X

MIPA SMA Negeri 7 Kota Tasikmalaya Tahun

Pelajaran 2018/2019;

2. Ada hubungan model discovery learning terhadap

literasi sains dan hasil belajar peserta didik pada

sub konsep pencemaran lingkungan di kelas X

MIPA SMA Negeri 7 Kota Tasikmalaya Tahun

Pelajaran 2018/2019.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis ucapkan terimakasih kepada kedua

dosen pembimbing saya yang telah banyak

meluangkan waktunya demi terselesaikannya

penelitian saya ini, kepada ayah dan ibu, rekan-

Page 60: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

rekan seperjuangan yang senantiasa hadir

disaat suka maupun duka, dan kepada

seluruh pihak yang terkain dalam

penyusunan jurnal ini, sekali lagi saya

ucapkan banyak terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Azhari. (2015). “Penerapan model

pembelajaran discovery learning

terhadap peningkatan hasil belajar

siswa kelas XI-IPA1 pada materi

sistem pernapasan di SMA Negeri

Unggul Sigli”. Jurnal Biologi

Edukasi Edisi 14, 7 (1), 13-21.

Aceh.

Nahdiah, L., et al. (2017). “Pengaruh

Model Pembelajaranpeer Led

Guided Inquiry (PLGI) Terhadap

Literasi Sains Dan Hasil Belajar

Siswa Pada Materi Hidrolisis

Garam Siswa Kelas XI PMIA

SMAN 3 Banjarmasin”. Journal Of

Chemistry And Education (JCAE),

1(1), 73-85. Banjarmasin.

Rahmadani, et al. ( 2018). “Profil

Keterampilan Literasi Sains Siswa

Sekolah Menengah Atas (SMA) di

Karang Anyar”. Jurnal Pendidikan

Biologi. 7(3), 183-190. Surakarta.

Rosdiana, et al. (2017). “Pengaruh

Penggunaan Model Discovery

Learning Terhadap Efektivitas

Dan Hasil Belajar Siswa”. Jurnal

Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan

Pengembangan, 2(8), 1060-1064.

Samarinda.

Sarwono, Jonathan. (2016). Prosedur-

Prosedur Analisis Populer Aplikasi

Riset Skripsi dan Tesis dengan

Eviews. Yogyakarta: Gava Media.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Page 61: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 2, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

65

Susanti. (2014) “Pembelajaran

Model Examples non

Examples Berbantuan

Powerpoint untuk

Meningkatkan Hasil

Belajar IPA”. Jurnal

Pendidikan IPA Indonesia.

3(2), 123-127. Semarang.

Suwono, Hadi, et.al. (2016).

“Peningkatan Literasi

Saintifik Siswa SMA

melalui Pembelajaran

Biologi Berbasis Masalah

Sosiosains”. Jurnal Ilmu

Pendidikan. 21(2), 135-

144. Malang.

Trianto. (2007). Model-model

Pembelajaran Inovatif

Berorientasi

Konstruktivisme. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

Yaumi, et al. (2017). “Penerapan

Perangkat Model Discovery

Learning pada Materi

Pemanasan Global untuk

Melatih Kemampuan

Literasi Sains Siswa SMP

Kelas VII”. E-Journal

Pensa. 5(1), 38-45.

Semarang.

Page 62: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 1, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

2

hidup, dan tanggung jawab untuk bekerja.

Problematika tersebut bisa menjadikan

mahasiswi tidak menghiraukan tentang

kesehatan reproduksi mereka, sehingga akan

berdampak pada masa depannya atau masa

depan generasi yang dilahirkannya. Persepsi ini

yang perlu dipahami lebih dalam oleh mahasiswi

agar mereka dapat lebih memperhatikan

kesehatan reproduksi dan berbagai permasalahan

yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.

Berdasarkan alasan tersebut, maka diperlukan

penelitian untuk menganalisis persepsi

mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

tentang kesehatan reproduksi dan

permasalahannya.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret –

Desember 2018 di Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode survei. Instrumen yang

digunakan adalah angket dan wawancara

persepsi tentang kesehatan reproduksi dan

permasalahannya kepada responden yang

mewakili populasi tertentu. Populasi dalam

penelitian ini adalah mahasiswi di Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa, dengan 100 sampel.

Sampel yang diambil yaitu mahasiswi dengan

semua latar belakang jurusan di Universitas

Sultan Ageng Tirtayasa dan sampel responden

diambil secara acak.

Instrumen pengetahuan dan persepsi

diadaptasi dari penelitian Pertiwi (2007).

Instrumen persepsi berisi pernyataan terbuka

sebanyak 13 pernyataan yang meliputi indikator

sebagai berikut: sumber informasi kesehatan

reproduksi, esensi pengetahuan terkait kesehatan

reproduksi, menstruasi, hubungan seks,

kontrasepsi dan aborsi, serta kelainan seksual

dan penyakit menular seksual.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KBBI (2015) memberikan arti untuk

kata persepsi adalah tanggapan (penerimaan)

langsung dari sesuatu atau serapan. Persepsi

dapat diartikan menafsirkan informasi sensoris

guna memberikan gambaran dan pemahaman

tentang sesuatu. Pada penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis persepsi mahasiswi Untirta

tentang kesehatan reproduksi wanita dan

permasalahannya, yang diukur melalui angket

terbuka dan wawancara. Persepsi yang ingin

diungkap pada penelitian ini mencakup pada

persepsi responden terhadap sumber informasi

kesehatan reproduksi, esensi pengetahuan terkait

kesehatan reproduksi, menstruasi, hubungan

seks, kontrasepsi dan aborsi, serta kelainan

seksual dan penyakit menular seksual.

Tanggapan responden terhadap esensi

informasi kesehatan reproduksi mendapatkan

65% responden menyampaikan bahwa informasi

tentang kesehatan reproduksi wanita dan

permasalahannya sangat penting untuk diketahui

oleh para mahasiswi. Remaja membutuhkan

pendidikan dan informasi mengenai kesehatan

reproduksi agar memiliki pengetahuan yang

cukup mengenai reproduksi, bagaimana fungsi-

fungsi organ bekerja, bagaimana kehamilan, dan

dampak yang ditimbulkannya (Hasanah, 2016).

Adapun responden yang menjawab sangat

penting dan penting beralasan bahwa

pengetahuan atau informasi mengenai kesehatan

reproduksi wanita dan permasalahannya

dijadikan sebagai bekal untuk lebih menjaga diri

dengan lebih baik, agar terhindar dari pergaulan

bebas, dan penyakit menular seksual. 35%

responden yang menyatakan cukup penting dan

biasa saja, mereka beralasan bahwa informasi

tersebut tidak perlu mereka ketahui lebih dalam

karena berjalan alami sesuai usia saja (dapat

dilihat pada Gambar 1).

Gambar 1. Persentase Tanggapan tentang Esensi

Informasi Kesehatan Reproduksi dan

Permasalahannya

Page 63: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 1, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

3

Responden juga diminta untuk

memberikan persepsi tentang menstruasi.

Responden mampu mengingat kapan pertama

kali menstruasi (Tabel 1) dan rutinitas

menstruasi (Tabel 2).

Tabel 1. Pertama Kali Menstruasi

Tabel 2. Rutinitas Menstruasi

Hal ini membuktikan bahwa menstruasi

memiliki makna yang penting bagi hidup

mereka. Menurut responden, menstruasi itu

menandakan usia semakin dewasa atau baligh,

sehingga harus lebih bisa menjaga hubungan

dengan lawan jenis. Menstruasi merupakan

indikator kematangan seksual pada remaja putrid

an kesalahpahaman praktek kebersihan diri

selama menstruasi dapat merugikan kesehatan

bagi remaja sehingga perlu kesadaran informasi

tentang praktik menstruasi yang sehat (Gustina

& Djannah, 2015). Persepsi yang diungkapkan

oleh responden menandakan bahwa mereka

secara mental telah mengetahui dan siap dengan

perubahan-perubahan dalam siklus

kehidupannya.

Responden memiliki persepsi tentang

hubungan siklus menstruasi dengan kesuburan

wanita. 82% responden memberikan jawaban

iya, 14% tidak tahu, 3% tidak ada, dan 1% tidak

menjawab. Responden yang menyatakan ada

hubungan, hanya < 40% yang memberikan

alasan benar, sisanya belum tepat, sedangkan

responden yang menjawab tidak tahu memang

tidak memberikan alasan. Menurut responden,

siklus menstruasi yang teratur akan

memudahkan mengetahui masa subur, hubungan

siklus menstruasi dengan kesuburan dipengaruhi

oleh hormon esterogen dan progesteron, gaya

hidup yang berbeda dari masing-masing wanita

yang mempengaruhi kinerja hormon tersebut.

Menurut Departemen Kesehatan (2001), siklus

menstruasi yang rutin sangat berhubungan erat

dengan tingkat kesuburan. Dengan mengetahui

siklus menstruasi, maka kita dapat memahami

mengenai terjadinya ovulasi dan bisa

mengetahui kapan kira-kira masa subur akan

terjadi. Mahasiswi penting memahami tentang

informasi ini, karena sebagai bekal untuk

kehidupan mereka yang akan datang sesuai

dengan kematangan usia saat ini untuk menikah.

Penelitian ini juga mengungkap

bagaimana persepsi mahasiswi tentang seks

bebas yang dapat menyebabkan penyakit.

Dampak perilaku seks bebas akan berisiko

terhadap kesehatan reproduksi, antara lain:

kehamilan yang tidak diinginkan, tertular PMS

termasuk HIV/AIDS, dan konsekuensi

psikologis (Kasim, 2014). 94 responden

menyatakan tahu tentang akibat dari seks bebas,

4 responden menjawab tidak tahu, dan 2

responden tidak menjawab. Menurut responden,

seks yang tidak aman (bebas) dapat menularkan

penyakit pada organ seksual atau lainnya, karena

pengaruh ganta-ganti pasangan, atau pasangan

yang tidak jelas kesehatan reproduksinya.

Jawaban responden ini membuktikan bahwa

responden sudah memahami bahwa seks bebas

akan menimbulkan resiko yang tidak baik, maka

seharusnya tidak boleh dilakukan.

Mahasiswi juga perlu menyadari akan

pentingnya pembuatan keputusan untuk menolak

setiap kegiatan seksual yang rentan terjadi pada

masa remaja karena setiap kegiatan seksual

mempunyai risiko negatif tentang kesehatan

reproduksinya. Hubungan atau kontak seksual

pada remaja juga berisiko terhadap tumbuhnya

Page 64: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 1, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

4

sel kanker pada mulut rahim, penyakit menular

seksual, HIV/ AIDS, melakukan aborsi, dan

lebih jauh dapat menyebabkan komplikasi

berupa ganguan mental dan kepribadian pada

remaja (Unicef, 2005).

Pengetahuan mengenai penggunaan alat

kontrasepsi saat berhubungan intim juga penting

diberikan kepada mahasiswi, untuk menghindari

kehamilan. Pada penelitian ini ditanyakan

kepada responden tentang pernahkah

menggunakan alat kontrasepsi saat berhubungan

intim. 95 responden mengatakan belum pernah,

3 responden mengatakan tidak tahu, dan 2

responden menyatakan pernah. Pertanyaan ini

untuk menggali pemahaman mahasiswi tentang

manfaat alat kontrasepsi. Berdasarkan hasil

analisis alasan pada jawaban yang dipilih,

menyatakan bahwa responden sudah memahami

bahwa alat kontrasepsi digunakan untuk

mencegah kehamilan. Penundaan kehamilan

menggunakan alat kontrasepsi dapat dilakukan

karena berbagai faktor, diantaranya faktor

ekonomi karena belum mapan, mengejar karir

dalam pekerjaan, dan kesepakatan bersama

antara suami dan istri (Dasri, 2016).

Pengetahuan mengenai kelainan atau

penyakit seksual juga penting bagi mahasiswi,

agar lebih berhati-hati supaya tidak terkena

penyakit tersebut. Menurut hasil penelitian, 63

responden sudah mengtahui tentang kelaianan

atau penyakit seksual, 32 responden tidak

mengetahui, dan 5 responden tidak menjawab.

Dari 63 responden, 55 responden memberikan

contoh kelainan dan penyakit seksual,

sedangkan 8 responden lainnya tidak

memberikan contoh. Contoh kelainan dan

penyakit seksual yang diberikan di antaranya

yaitu HIV AIDS, sifilis, dan gonorrhea.

Kebanyakan responden menjawab HIV AIDS,

karena memang penyakit seksual tersebut sering

diberitakan di media massa maupun elektronik.

Responden juga diminta untuk

memberikan persepsi tentang pentingnya

menjaga kesehatan alat reproduksi, dan caranya.

90 responden menyatakan sangat penting, 9

responden menyatakan penting, dan 1 responden

tidak menjawab. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa mahasiswi sudah memahami pentingnya

menjaga kesehatan alat reproduksi, dan

memberikan contoh cara menjaganya.

Responden yang menjawab penting dan sangat

penting beranggapan bahwa menjaga kesehatan

alat reproduksi penting dilakukan agar terhindar

dari penyakit. Mereka menyatakan menjaga

kesehatan alat reproduksi bisa dengan cara

menjaga kebersihan alat reproduksi, sering

mengganti pakaian dalam, sering mengganti

pembalut ketika menstruasi, dan tidak

berhubungan seks bebas. Remaja harus

mengetahui beberapa hal terkait kesehatan

reproduksi, diantaranya: Pengenalan tentang

proses, fungsi, dan sistem alat reproduksi,

mengetahui penyakit HIV/AIDS dan penyakit

menular seksual lainnya, serta dampaknya pada

kondisi kesehatan organ reproduksi, mengetahui

dan menghindari kekerasan seksual, mengetahui

pengaruh media dan sosial terhadap aktivitas

seksual, dan mengembangkan kemampuan

dalam berkomunikasi, terutama membentuk

kepercayaan diri dengan tujuan untuk

menghindari perilaku berisiko (Kementerian

Kesehatan, 2018).

KESIMPULAN

Persepsi yang ingin diungkap pada

penelitian ini mencakup pada persepsi

responden terhadap esensi informasi kesehatan

reproduksi, menstruasi, hubungan seks,

kontrasepsi, dan kelainan seksual. Persepsi

mahasiswi Untirta terhadap kesehatan

reproduksi, mendapatkan respon terendah

yaitu mengenai aspek kelainan dan penyakit

seksual. Banyak responden tidak memahami

kelainan dan penyakit seksual. Persepsi

tersebut menggambarkan perlu adanya

pemahaman yang mendalam terkait kesehatan

reproduksi pada mahasiswi.

Page 65: PERSEPSI MAHASISWI UNTIRTA TERHADAP KESEHATAN ...

Biodidaktika: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, Vol. 15, No. 1, Tahun 2020

p-ISSN: 1907-087X; e-ISSN: 2527-4562

5

SARAN

Hasil penelitian ini menyarankan

untuk adanya peningkatan penyuluhan dan

pembinaan kepada mahasiswi tentang

kesehatan reproduksi wanita. Selain itu, materi

tentang kesehatan reproduksi juga bisa

disampaikan pada mata kuliah yang terkait,

seperti biologi dan pendidikan agama.

REFERENSI

Dasri. 2016. Penundaan Kehamilan Dengan

Memakai Alat Kontrasepsi Bagi

Pengantin Baru Dalam Tinjauan Hukum

Islam (Studi Di Kecamatan Selebar Kota

Bengkulu). Qiyas. Vol. 1, No. 1, 107-

116.

Departemen Kesehatan. 2001. Pola Pembinaan

Kesehatan Reproduksi dalam Pembinaan

Kesehatan Keluarga. Departemen

Kesehatan: Jakarta.

Gustina, E & Djannah, S.N. 2015. Sumber

Informasi Dan Pengetahuan Tentang

Menstrual Hygiene Pada Remaja Putri.

Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 10,

No.2, 147-152.

Hasanah, H. 2016. Pemahaman Kesehatan

Reproduksi Bagi Perempuan: Sebuah

Strategi Mencegah Berbagai Resiko

Masalah Reproduksi Remaja. Sawwa.

Vol 11, No.2, 229-252.

Ismawati. 2011. Pengetahuan dan Sumber

Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja

dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi

di Indonesia. Manajerial .Vol. 9 No. 18:

11-15.

Kasim, F. 2014. Dampak Perilaku Seks Berisiko

Terhadap Kesehatan Reproduksi Dan

Upaya Penanganannya (Studi Tentang

Perilaku Seks Berisiko Pada Usia Muda

Di Aceh). Jurnal Studi Pemuda. Vol. 3,

No.1, 39-48

Kementerian Kesehatan. 2018. Pentingnya

Menjaga Kebersihan Alat Reproduksi.

Diakses pada:

http://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-

menjaga-kebersihan-alat-reproduksi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 61 Tahun 2012 tentang Kesehatan

Reproduksi.

Pertiwi, Kartika, Salirawati, Dias. 2014.

Pengetahuan dan Persepsi Mahasiswa

Tentang Kesehatan Reproduksi dan

Permasalahannya. Jurnal Penelitian

Humaniora. Vol. 19. No.02, Oktober

2014: 104:105.