Top Banner
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Andrea Sukmadilaga NIM. 11140480000052 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/ 2018 M
110

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

Jun 13, 2019

Download

Documents

dangtu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN

PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG

AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN

PERPAJAKAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Andrea Sukmadilaga

NIM. 11140480000052

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/ 2018 M

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

ii

Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

ii

Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

iii

Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

iv

ABSTRAK

Andrea Sukmadilaga. NIM 11140480000052. PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN PASCA UNDANG-

UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI

KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN. Program Studi Ilmu

Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta, 1439 H/ 2018 M. xi + 74 halaman +25

halaman lampiran.

Penelitian ini dilakukan karena adanya Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2017 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Menjadi Undang-Undang yang memberikan

kewenangan penuh kepada Dirjen Pajak untuk memaksa setiap Bank memberikan

data Nasabah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Rahasia Bank agar

Aparatur/Fiskus Pajak dapat mengakses dan menyimpan data nasabah. namun,

jaminan keamanan dan kepastian hukum tidak jelas terhadap data Nasabah

tersebut jika terjadi kebocoran atau menyalahgunakan data oleh Fiskus/Aparatur

Pajak, mengingat saat ini banyak terjadinya kebocoran data nasabah dan beberapa

kasus yang melibatkan aparatur/fiskus pajak.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan library

research dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan,

buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan (Konsideran) pada

Undang-Undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945

karena substansi pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 memaksa Bank

untuk memberikan data nasabahnya tanpa memperhatikan hak-hak nasabah

sebagai konsumen yang menyatakan bahwa Konsumen berhak atas perlindungan

diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah

kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan diri dari ancaman

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Kata Kunci: Nasabah, Perlindungan, Data Pribadi Nasabah, Pajak

Pembimbing: Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.A., MDC.

Daftar Pustaka: Tahun 1987 s.d. Tahun 2016

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

v

KATA PENGANTAR

رلا ن ح ي ب م س للا م رلا ه ح م

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang maha melihat lagi maha mendengar,

atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada

baginda Muhammad Saw.

Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum (S.H.) pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan

baik materiil dan immaterial, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. dan Drs. Abu Thamrin, S.H.,

M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

3. Dr. Muhammad Maksum, S.H., M.A., MDC., Dosen Pembimbing yang

telah bersedia pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh

kesabaran, perhatian dan ketelitian dalam memberikan masukan dan

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada peneliti

hingga skripsi ini selesai.

4. Pimpinan beserta jajaran staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

dan pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna

menyelesaikan skripsi ini..

5. Kedua Orang tua yang sangat dicintai peneliti, Almarhum Bapak Maskana

Ariefin dan Ibu Lilis Sukmini serta kakak peneliti, khususnya kepada Ibu

yang tidak pernah lelah untuk memberikan dukungan baik moril maupun

materiil kepada Penulis serta menjadi motivasi Peneliti sekaligus menjadi

inspirasi dalam kehidupan Peneliti. Tidak lupa juga nasihat-nasihat yang

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

vi

pernah Almarhum Bapak berikan untuk selalu bekerja keras dan pantang

menyerah sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

6. Seluruh keluarga besar Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis 2014

yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan

baik moril maupun materiil.

7. Seluruh Anggota Kelompok KKN 24 Circle, khususnya kepada Fellasufah

Diniyah yang telah memberikan kenangan baik dan semangat dalam

penyelesaian skripsi.

8. Khusus kepada Sahabat penulis, Zahid Ahsan, Dian Bahtiar, Muhzen

Muzadi, Abdul Muadz Kurniawan, Muslimah dan Nauval Fathu Dzulfikar

yang telah memberikan masukan dan semangat dalam penyelesaian skripsi.

9. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi berupa materiil dan

immaterial kepada peneliti dalam penyelesaian skripsi yang tidak bisa

disebutkan.

Akhir kata peneliti berharap kepada semua pihak untuk memberikan masukan

yang bermanfaat untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi

referensi untuk setiap pembaca.

Jakarta, 11 April 2018

Andrea Sukmadilaga

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ..................................iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi

DAFTAR ISI.........................................................................................................viii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 8

D. Metode Penelitian ................................................................................... 9

E. Sistematika Penelitian ........................................................................... 13

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

KERAHASIAAN DATA NASABAH PERBANKAN ....................................... 15

A. Pengertian Perlindungan Hukum......................................................... 15

B. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen ............................ 19

1. Latar Belakang Perlindungan Konsumen ...................................... 19

2. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku

Usaha ............................................................................................. 21

3. Asas-Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen .......................... 24

C. Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank.............................................. 25

1. Pengertian Bank............................................................................. 25

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

viii

2. Hubungan Bank dan Nasabah ....................................................... 26

3. Pengertian dan Ruang Lingkup Rahasia Bank .............................. 29

4. Macam-Macam Rahasia Bank....................................................... 31

5. Ruang Lingkup Perlindungan Hukum Nasabah Perbankan .......... 34

6. Pengaturan Rahasia Bank dalam Undang-Undang Perbankan...... 35

7. Pengaturan Rahasia Bank dalam Peraturan Perundang-Undangan

Lainnya .......................................................................................... 39

D. Tinjauan (Review) Kajian Studi Terdahulu .............................................

BAB III KEWENANGAN FISKUS PAJAK TERHADAP LEMBAGA

KEUANGAN PERBANKAN ...................................................................................

A. Hubungan Antara Perbankan dengan Perpajakan .............................. 42

B. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang

Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan ............. 43

C. Syarat-Syarat dan Mekanisme Fiskus/Aparatur Pajak dalam

Mengakses Data Nasabah Perbankan ................................................ 48

D. Sanksi Terhadap Lembaga Jasa Keuangan yang Tidak Mengikuti

Aturan Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan ............................................................................................ 4

BAB IV ANALISIS TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN

2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK

KEPENTINGAN PERPAJAKAN PERSPEKTIF PERLINDUNGAN

KONSUMEN ...........................................................................................................

A. Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 ......................... 56

B. Bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen ........................................... 57

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

ix

C. Lemahnya Pertimbangan (Konsideran) dalam Pengesahan Perppu

Menjadi Undang-Undang ................................................................. 58

D. Tidak Menjalankan Asas Keseimbangan ......................................... 61

E. Sanksi dan Upaya Hukum Terhadap Aparatur/Fiksus Pajak Jika

Menyalahgunakan Data Nasabah ..................................................... 62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................... 69

B. Rekomendasi ....................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 72

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

x

DAFTAR LAMPIRAN

1. Undang-Undang Nomor 9 Tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun

2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

Menjadi Undang-Undang

2. PERPPU Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan

3. Formulir Pendaftaran Lembaga Keuangan dan Daftar Jenis Rekening

Keuangan yang Dikecualikan

4. Daftar LJK, LJK Lainnya dan/ atau Entitas Lain Serta Rincian Informasi

Keuangan yang Wajib Disampaikan Lembaga Jasa Keuangan, Lembaga

Jasa Keuangan Lainnya, dan/ Atau Entitas Lain

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga keuangan di sektor perbankan di Indonesia kini

mengalami kemajuan yang pesat dalam memberikan jasa kepada para

konsumen/nasabah. Perkembangan pesat itu didorong akibat adanya

teknologi informasi yang semakin hari semakin canggih sehingga

memudahkan masyarakat untuk bisa melakukan transaksi keuangannya.

Dengan adanya dukungan fitur-fitur yang merupakan hasil dari

perkembangan teknologi informasi pada sistem perbankan, maka harapan

yang diperoleh dari bank sebagai lembaga keuangan yakni memudahkan

dan memanjakan konsumennya dalam melakukan segala bentuk transaksi

keuangan. Namun, keberhasilan suatu bank tidak hanya memberikan

layanan-layanan yang memudahkan para konsumen, akan tetapi juga dapat

menjaga kepercayaan masyarakat sehingga eksistensi suatu bank akan

tetap dipandang baik bagi masyarakat yang menggunakan jasa keuangan

perbankan.

Bank tidak hanya bertugas menghimpun dana masyarakat dalam

bentuk simpanan secara langsung untuk kemudian menyalurkannya

kembali kepada masyarakat melalui pranata hukum perkreditan,1 namun

wajib menjaga kerahasiaan data nasabahya selaku konsumen. Apabila data

nasabah tidak terjaga maka dampak yang sangat krusial yaitu masyarakat

kehilangan kepercayaan karena landasan pertama mengapa masyarakat

menyimpan uangnya di bank yaitu atas dasar kepercayaan. Ketika bank

sebagai lembaga keuangan tidak lagi memperoleh kepercayaan kepada

masyarakat, dapat membuat roda perekonomian akan terganggu karena

masyarakat menarik uang mereka secara bersama-sama (Rush Money),

sehingga mengakibatkan banyak bank yang kolaps akibat adanya bentuk

1 Sentosa Sembiring. Hukum Perbankan. (Bandung: CV Mandar Maju, 2012), h., 2.

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2

rasa ketidakpercayaan yang ada pada masyarakat. Tidak hanya itu, data

nasabah yang tidak terjaga akan berdampak pula pada kenyamanan dan

keamanan nasabah sebagai konsumen jasa keuangan. Jika data nasabah

bocor dan jatuh pada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dapat

memicu kejahatan-kejahatan yang tidak diinginkan, maka hal ini

bertentangan dengan hak konsumen untuk mendapatkan kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau/ jasa.

Pasca dikeluarkannya PERPPU No. 1 Tahun 2017 tentang Akses

Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang kini sudah

ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 9 tahun 2017, kini

fiskus/petugas pajak tanpa harus mendapatkan izin dari pimpinan Bank

Indonesia melalui permintaan terlebih dahulu dari menteri keuangan,

sudah dapat mengetahui data nasabah dengan mudah. Data tersebut

diantaranya memuat:

a. identitas pemegang rekening keuangan;

b. nomor rekening keuangan;

c. identitas lembaga jasa keuangan;

d. saldo atau nilai rekening keuangan; dan

e. penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.

Peraturan ini merupakan bentuk komitmen Indonesia setelah

meratifikasi skema pertukaran informasi keuangan atau Automatic

Exchange of Information (AEOI) bersama anggota G-20 dan Organisasi

untuk Kerja Sama Pembangunan Ekonomi atau Organization for

Economic Co-operation and Development (OECD).2 AEOI adalah

pengiriman informasi tertentu mengenai wajib pajak pada waktu tertentu,

2http://nasional.kompas.com/read/2017/05/17/18044751/jokowi.perppu.no.1.2017.agar.in

donesia.tak.masuk.negara.ecek-ecek (diakses pada tanggal 20 Mei 2017)

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

3

secara periodik, sistematis dan berkesinambungan dari negara sumber

penghasilan atau tempat menyimpan kekayaan, kepada negara residen

wajib pajak. Adanya undang-undang ini juga diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan pajak bagi keuangan negara.Juga

meminimalisir wajib pajak yang hendak melakukan penghindaran pajak

(tax avoidance).

Ditjen (Direktorat Jendral) pajak menggunakan aplikasi yang bernama

“akasia” untuk membuka data nasabah yang merupakan bagian dari

rahasia bank untuk keperluan perpajakan, yang dimana nantinya data

nasabah ini digunakan sebagai tolak ukur fiskus pajak untuk menghitung

besaran jumlah pajak terutang yang harus dibayarkan oleh wajib pajak.

Akasia merupakan perangkat lunak sistem informasi pengelolaan usulan

pembukaan rahasia bank yang berbasis jaringan untuk merekam,

mengunggah dokumen pendukung, memberikan persetujuan, dan

mencetak surat permintaan pembukaan rahasia bank, serta sebagai sarana

informasi dan pemantauan permintaan pembukaan rahasia bank.3 Adanya

keterbukaan data nasabah ini yang paling utama untuk sebagai

pertimbangan dan penghitungan PPh (Pajak Penghasilan) yang terkait

dengan rekening simpanan keuangan yang mencakup bunga atas deposito

milik nasabah. Deposito yang dimaksud adalah deposito dengan nama dan

dalam bentuk apapun termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito, dan

deposit on call, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang

ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank. Termasuk bunga yang

diterima dari deposito dan tabungan yang ditempatkan diluar negeri

melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau

cabang Bank luar negeri di Indonesia.4

3http://www.pajak.go.id/content/news/buka-kerahasiaan-bank-26-kantor-pajak-terapkan-

akasia (diakses pada tanggal 21 Mei 2017)

4 Abdul Halim, d.k.k. Perpajakan ( Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus). (Jakarta:

Salemba Empat, 2014), h., 304.

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

4

Keterbukaan data nasabah ini menimbulkan kerentanan bagi petugas

pajak untuk menyalahgunakan data tersebut sebagai alat untuk melakukan

upaya pemerasan melalui negosiasi kepada nasabah pada suatu bank

selaku Wajib Pajak, penggelapan, pemalsuan semakin tinggi, mengingat

selama ini sudah banyak oknum fiskus pajak yang sudah tertangkap akibat

memberikan laporan pajak terutang fiktif. Dengan adanya regulasi yang

memudahkan fiskus pajak ini, data nasabah pun sudah tidak bersifat

rahasia. Nasabah sebagai konsumen jasa keuangan seharusnya berhak

mendapatkan keamanan dan kerahasiaan data sebagaimana sesuai dengan

pasal 40 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

jo. Pasal 41 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah.

Permasalahan juga akan timbul mengingat zaman yang semakin

modern ini dengan terbukanya data nasabah, semakin rentan data tersebut

akan bocor atau tersebar akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab,

sehingga dapat memicu cyber crime yang dilakukan oleh para Hacker

untuk memperkaya dirinya. Bahkan data nasabah ini dijadikan alat untuk

fiskus pajak memeras wajib pajak yang dikenakan PPh atas Bunga

Deposito. Hal ini jelas sangat merugikan nasabah sebagai konsumen

perbankan.Mekanisme dalam penyimpanan dan penggunaan data tersebut

harus jelas untuk menghindari kekhawatiran nasabah selaku wajib pajak

pada sektor PPh Bunga Deposito.

Jika terjadi penyelewengan, maka sudah seharusnya nasabah

melakukan upaya hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, jika

kemungkinan-kemungkinan terjadi tindakan pemerasan, penipuan, dan

sebagainya dengan menggunakan data nasabah sebagai senjata oleh fiskus

pajak. Berikut dibawah ini berbagai kasus yang melibatkan fiskus pajak:5

5 http://nasional.kontan.co.id/news/ (diakses tanggal 21 Mei 2017)

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

5

1. 13 Juli 2012. Kepala Kantor Pajak Pratama Bogor Anggrah Pratama

diciduk saat menerima uang suap sebesar Rp 300 juta dari karyawan

perusahaan tambang PT Gunung Emas Abadi Endang Dyah Lestari di

Perumahan Legenda Wisata dan Kota Wisata Cibubur, Jakarta Timur.

Anggrah divonis bersalah dengan hukuman selama 6 tahun penjara dan

denda Rp 200 juta.

2. 15 Mei 2013, dua orang pemeriksa pajak di DJP Jakarta Timur

Muhammad Dian Indra dan Eko Darmayanto ditangkap di terminal 3

Bandara Soekarno Hatta. Keduanya ditangkap bersama seorang kurir

bernama Tedy ketika hendak mengambil uang sebesar Sin$ 300.000

yang sudah diletakkan dalam mobil di parkiran bandara. Pada

Desember 2013, Mereka terbukti menerima suap Sin$600 ribu untuk

pengurusan pajak PT The Master Steel, Rp 3,25 miliar terkait

pengurusan pajak PT Delta Internusa, dan sebesar US$ 150.000 untuk

pengurusan kasus pajak PT Nusa Raya Cipta. Keduanya divonis

sembilan tahun penjara.

3. Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, PNS golongan IIIA DJP

dinyakan bersalah karena menerima suap senilai Rp925 juta dari

Roberto Santonius, konsultan PT Metropolitan Retailmart untuk

pengurusan keberatan pajak. Gayus juga Gayus terbukti menerima

gratifikasi di kasus lain sebesar US$659.800 dan Sin$9,6 juta.

Penelitian ini dilakukan untuk kepentingan masyarakat selaku nasabah

yang dikenakan wajib pajak yang mungkin belum terlalu mengetahui

aturan ini karena aturan ini tergolong baru, juga dalam hal upaya serta

penyelesaian hukum terhadap fiskus pajak jika melakukan tindakan

pemerasan, penipuan dan tindakan yang tidak benar dimata hukum dengan

menggunakan data nasabah tersebut sebagai alat, mengingat banyaknya

oknum fiskus pajak yang terjerat kasus hukum hingga menerima hukuman

pidana penjara.

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

6

Berdasarkan latar belakang tersebut mucul pertanyaan, bagaimana

pengawasan terhadap fiskus pajak yang mempunyai wewenang mengakses

data informasi nasabah pada bank.Apakah ada batasan-batasan bagi fiskus

pajak untuk menggunakan data nasabah tersebut? Serta Bagaimana

penyelesaian hukum terhadap perkara tersebut jika dihadapi oleh

masyarakat selaku nasabah yang dikenai wajib pajak akan dipaparkan

dalam penelitian oleh penulis berupa skripsi yang berjudul:

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH

PERBANKAN PASCA UNDANG-UNDANG NO. 9 TAHUN 2017

TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK

KEPENTINGAN PERPAJAKAN”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang disampaikan diatas, terdapat

beberapa persoalan yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi

konsumen perbankan pasca adanya regulasi yang memudahkan fiskus

pajak membuka data nasabah yang diatur oleh Undang-Undang No. 9

Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan.

Dari latar belakang tersebut terdapat berbagai masalah yang

muncul yaitu:

a. Peraturan perundang-undangan mengatur tentang perlindungan

konsumen perbankan dalam kerahasiaan data nasabah.

b. Kepastian hukum Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017

Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan dalam Ketentuan Rahasia Bank dan Perlindungan

Konsumen

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

7

c. Mekanisme yang dilakukan oleh fiskus pajak sebelum bebas

mengakses Informasi data keuangan nasabah menurut undang-

undang.

d. Bentuk pengawasan untuk memberikan batasan-batasan kepada

fiskus pajak oleh pemerintah dengan adanya kebebasan

mengakses data nasabah menurut Undang-Undang.

e. Upaya dan penyelesaian hukum yang dapat dilakukan oleh

Nasabah selaku konsumen jasa keuangan jika petugas/fiskus

pajak melakukan penyalahgunaan data nasabah.

f. Sanksi terhadap fiskus pajak dalam menyalahgunakan mengakses

informasi data nasabah.

2. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah berguna untuk memberikan suatu gambaran

yang jelas masalah-masalah yang menjadi pusat perhatian dalam

penelitian hukum ini dan untuk menghindari adanya perluasan masalah

yang dikaji serta agar penelitian ini bisa lebih terarah dari apa yang

telah menjadi dasar permasalahan dan tujuan yang akan dicapai, maka

ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini penulis batasi hanya

pada Nasabah Deposito yang ada di Negara Republik Indonesia pasca

adanya regulasi yang memudahkan fiskus pajak membuka data

Nasabah Deposito selaku konsumen perbankan melalui Undang-

Undang No. 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

sebelumnya, permasalahan penelitian yang akan diangkat oleh peneliti

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

8

yakni perlindungan hukum nasabah perbankan yang memiliki

tabungan deposito pasca Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017

tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana kepastian hukum Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan terhadap Nasabah Deposito menurut ketentuan

Rahasia Bank dan Perlindungan Konsumen?

b. Apa bentuk pengawasan dan sanksi terhadap Aparatur/Fiskus

Pajak jika terjadi penyalahgunaan informasi data Nasabah

Deposito?

c. Bagaimana upaya dan penyelesaian hukum bagi nasabah bank

selaku konsumen jika aparatur/fiskus pajak melakukan

penyalahgunaan data Nasabah Deposito?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh

mengenai kewenangan fiskus pajak terhadap adanya keterbukaan data

nasabah untuk kepentingan perpajakan pasca adanya Undang-Undang

No. 9 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk

Kepentingan Perpajakan, bagaimana mekanisme fiskus pajak dapat

bebas membuka data nasabah serta penyelesaian yang dapat dilakukan

oleh masyarakat apabila terjadi peyalahgunaan data nasabah bank.

Secara khusus tujuan yang ingin dicapai oleh penulis berkaitan dengan

penelitian ini adalah:

a. Untuk menjelaskan kepastian hukum Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

9

Kepentingan Perpajakan dalam Ketentuan Rahasia Bank dan

Perlindungan Konsumen.

b. Untuk menjelaskan bentuk pengawasan dan sanksi terhadap Fiskus

Pajak jika terjadi penyalahgunaan data dalam mengakses informasi

data Nasabah.

c. Untuk menjelaskan upaya dan penyelesaian hukum bagi nasabah

bank selaku konsumen jika fiskus pajak melakukan

penyalahgunaan data.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran

penulis, dan pengaplikasian teori-teori ilmu hukum yang telah

dipelajari selama ini.

b. Secara Praktis, penelitian ini dapat menambah wawasan penulis

tentang kepastian dan perlindungan hukum terhadap nasabah bank

pasca adanya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang

Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan dan

dapat dijadikan bahan masukan terhadap pemerintah agar lebih

diperjelas mengenai pelaksaan teknis daripada undang-undang

tersebut serta mensosialisasikan peraturan tersebut kepada seluruh

elemen masyarakat agar tidak menimbulkan kekhawatiran pasca

adanya peraturan tersebut.

D. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu;

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

10

sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti

tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.6

1. Tipe Penelitian

Pada penelitian ini, metode yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah penelitian normatif. Tipe penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis normatif.

Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan

mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-

undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di

masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di

masyarakat.7

2. Pendekatan Masalah

Mengingat pada penelitian ini menggunakan tipe penelitian

normatif dengan menggunakan pendekatan Yuridis Normatif, maka

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan (Statue Approach) dan pendekatan konseptual

(Conceptual Approach). Pendekatan perundang-undangan ini

digunakan untuk menelaah aturan-aturan yang berkaitan dengan

pengaturan perlindungan nasabah selaku konsumen pasca adanya

Undang-Undang No. 9 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber pada penelitian ini antara lain mencakup bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, bahan non hukum/tersier.

6 I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori

Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), h., 30

7 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji. Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di

Dalam Penelitian Hukum. (Jakarta: Pusat Dokumen Universitas Indonesia, 1979), h., 18.

Page 22: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

11

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritati artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer

meliputi perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan

hakim.8 Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum

primer adalah:

1.) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses

Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.

2.) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

3.) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

4.) Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2009

5.) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik

6.) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang

Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data

Pribadi Nasabah

7.) POJK No. 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen Jasa

Keuangan

8.) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 Tentang

Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan

b. Bahan hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi

8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, cet-IV 2010), h., 35.

Page 23: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

12

tentang hukum dalam bidang perbankan dan perlindungan

konsumen jasa keuangan meliputi buku-buku teks, kamus

hukum,jurnal hukum, dan komentar-komentar atas norma hukum

c. Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan

bahanhukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non hukum

dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Ekonomi, Sosiologi,

Filsafat atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang

mempunyai relevansi dengmantopik penelitian. Bahan-bahan non-

hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas

wawasan peneliti.

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan ini,

maka penulis menggunakan prosedur pengumpulan bahan hukum

dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari

dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat

kabar, peraturan perundang- undangan dan bahan-bahan lain yang

berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi

kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan artikel dimaksud

penulis uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan

dalam penulisan lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang

telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan

secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan

yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.

Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis untuk melihat pokok-

pokok penting dalam perlindungan nasabah selaku konsumen

perbankan terutama dalam hal pentingnya kerahasiaan data nasabah

Page 24: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

13

serta batasan-batasan bagi fiskus pajak dalam membuka dan

menyimpan data nasabah pasca adanya regulasi yang memudahkan

fiskus pajak dengan mudah mendapatkan data nasabah tersebut

sehingga dapat membantu sebagai dasar acuan dan pertimbangan

hukum yang berguna dalam menangani masalah perlindungan terhadap

para konsumen jika dirugikan oleh para oknum fiskus pajak yang tidak

dapat menjaga data nasabah.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun sesuai dengan “Petunjuk Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 2017”. Masing-masing bab terdiri atas beberapa

subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti, adapaun perincian

sebagai berikut:

BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang

permasalahan, identifikasi masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Merupakan bab kajian pustaka mengenai teori-teori

perlindungan hukum terhadap kerahasiaan data nasabah

perbankan yang membahas beberapa aspek, diantaranya

pengertian perlindungan hukum, tinjauan umum tentang

perlindungan konsumen dan tinjauan umum tentang rahasia

bank. Pada bab ini juga dibahas review studi terdahulu yang

relevan yang fokus pembahasannya mendeskripsikan

persamaan dan perbedaan studi-studi dengan rencana studi

yang akan dilakukan.

BAB III : Merupakan bab penyajian data penelitian secara deskriptif

yang menyajikan kewenangan fiskus pajak terhadap

Page 25: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

14

lembaga keuangan perbankan, dimana data-data yang

dimaksud bukanlah dari opini peneliti, melainkan data yang

sesungguhnya sesuai dengan fakta yang ada. Seperti

pembahasan mengenai hubungan perpajakan dan

perbankan, latar belakang Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan, Syarat-Syarat dan Mekanisme

Fiskus/Aparatur Pajak dalam Mengakses Data Nasabah

Perbankan, Sanksi Terhadap Lembaga Jasa Keuangan yang

Tidak Mengikuti Aturan Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan.

BAB IV : Merupakan bab analisis permasalahan yang membahas dan

menjawab permasalahan pada penelitian ini diantaranya

dijelaskan bahwa dalam perspektif perlindungan konsumen,

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses

Informasi Keuangan dianggap bertentangan dengan

Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan tidak

menjalankan asas keseimbangan serta lemahnya

pertimbangan (konsideran) dalam pengesahan PERPPU

menjadi Undang-Undang.

BAB V : Merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan

dan rekomendasi. Bab ini merupakan bab terakhir dari

sistematika penulisan skripsi yang pada akhirnya penelitian

ini menarik beberapa kesimpulan dari penelitian untuk

menjawab rumusan masalah serta memberikan rekomendasi

yang dianggap perlu.

Page 26: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

15

BAB II

TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

KERAHASIAAN DATA NASABAH PERBANKAN

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Pengertian perlindungan adalah tempat untuk berlindung, hal

(perbuatan dan sebagainya) memperlindungi.1 Perlindungan yaitu suatu

hal atau keadaan dimana seseorang dan/atau subjek hukum dapat

memberikan suatu perhatian khusus baik berbentuk simpati atau empati

yang dapat diberikan kepada seseorang yang lain dan/ atau subjek hukum

yang lainnya. Subjek hukum yaitu pembawa hak dan kewajiban untuk

melakukan tindakan hukum.2

Secara etimologis, kata “hukum” dalam bahasa inggris mempunyai

dua pengertian. Pertama, kata “hukum” diartikan sebagai serangkaian

pedoman untuk mencapai keadilan. Yang kedua, kata “hukum” merujuk

kepada seperangkat aturan tingkah laku untuk mengatur ketertiban

masyarakat.3

Hukum menurut Leopold J. Pospisil, Law is conceived as rules or

modes of conduct made obligatory by some sanction which is imposed and

enforced for their violation by a controlling authority.4.

Menurut Mochtar Kusumatmadja, pengertian hukum yang memadai

harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-V, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2010), h., 751.

2 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h., 227.

3 Cf. Roscue Pound, Law Finding Through Experience and Reason, Three Lectures,

University of Georgia Press, Athens, 1960, h., 1-3.

4 Laura Nader, Law in Culture and Society, University of California Press, 1997, h., 130.

Page 27: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

16

dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat tetapi

harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk

mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.5

Dapat disimpulkan bahwa Hukum merupakan aturan-aturan yang yang

dibuat oleh pejabat yang berwenang baik dalam bentuk tertulis maupun

tidak tertulis yang bersifat mengatur, mengikat dan memaksa untuk

kepentingan umum dan bersama, sehingga kedamaian dan keadilan dapat

terdekati.

Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan

pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau

korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari

perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk,

seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan

bantuan hukum.6

Pengertian Perlindungan hukum menurut Undang-Undang nomor 39

Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yaitu adalah segala daya upaya

yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga

pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan,

penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak

asasi yang ada.

Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum

adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap

hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan

ketentuan hukum dari kesewenangan.7

5 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h., 120

6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), h., 133.

7 Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. h., 3

Page 28: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

17

Dapat dilihat secara keseluruhan, bahwa perlindungan hukum

adalah segala upaya perlindungan yang dilakukan oleh seseorang/

pemerintah/ swasta terhadap korban/ saksi/ pihak yang merasa dirugikan

berdasarkan aturan dan prosedur hukum yang berlaku baik secara tertulis

maupun tidak tertulis dalam rangka memenuhi hak-hak korban yang

dirugikan oleh oknum sehingga tercipta rasa aman bagi korban.

Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan Hukum

ada dua macam, yaitu :8

1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan

kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum

suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.

Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.

2. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum

dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori

perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap

tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena

menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban

masyarakat dan pemerintah.

B. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

8 Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. (Surabaya: PT Bina

Ilmu, 1987), h., 29-30.

Page 29: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

18

1. Latar Belakang Perlindungan Konsumen di Indonesia

Timbulnya kesadaran konsumen, telah melahirkan salah satu

cabang baru dalam ilmu hukum yaitu hukum Perlindungan Konsumen

yang dikenal juga dengan hukum konsumen (consumers law). Hukum

Perlindungan Konsumen merupakan cabang hukum yang bercorak

Universal. Sebagian besar perangkatnya diwarnai hukum asing, namun

kalau dilihat dari hukum positif yang sudah ada di Indonesia ternyata

dasar-dasar yang menopang sudah ada sejak dulu termasuk hukum

adat.9

Fokus gerakan perlindungan konsumen (konsumerisme)10 dewasa

ini sebenarnya masih pararel dengan gerakan-gerakan pertengahan

abad ke-20. Gerakan perlindungan konsumen di Indonesia mulai

dikenal dari gerakan serupa di Amerika Serikat. Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI) yang secara populer dipandang sebagai

perintis advokasi konsumen di Indonesia berdiri pada kurun waktu itu,

yakni 11 Mei 1973. Gerakan di Indonesia ini cukup responsif terhadap

keadaan, bahkan mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial

PBB (ECOSOC) No. 2111 Tahun 1978 Tentang Perlindungan

Konsumen.

Setelah YLKI kemudian muncul organisasi-organisasi serupa,

antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K)

di Semarang tahun 1985, Yayasan Bina Lembaga Konsumen Indonesia

(YBLKI) di Bandung dan beberapa perwakilan di berbagai propinsi

tanah air. Keberadaan YLKI sangat membantu dalam upaya

9 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2001), h., 11-12.

10 Istilah “Konsumerisme” bukan paham yang mengajarkan orang berlaku “konsumtif”.

Konsumerisme adalah gerakan yang memperjuangkan ditegakkannya hak-hak konsumen

(Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004, h.,

29.)

Page 30: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

19

peningkatan kesadaran akan hak-hak konsumen karena lembaga ini

tidak hanya sekedar melakukan penelitian atau pengujian, penerbitan

dan menerima pengaduan, tapi juga sekaligus mengadakan upaya

advokasi langsung melalui jalur pengadilan.

YLKI bersama dengan BPHN (Badan Pembinaan Hukum

Nasional) membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen. Namun Rancangan Undang-Undang ini ternyata belum

dapat memberi hasil, sebab pemerintah mengkhawatirkan bahwa

dengan lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan

menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

Pada awal tahun 1990-an, kembali diusahakan lahirnya Undang-

Undang yang mengatur mengenai perlindungan konsumen. Salah satu

ciri pada masa ini adalah pemerintah dalam hal ini Departemen

Perdagangan sudah memiliki kesadaran tentang arti penting adanya

Undang-undang Perlindungan Konsumen. Hal ini diwujudkan dalam

dua naskah Rancangan Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu

yang pertama adalah hasil kerjasama dengan fakultas Hukum

Universitas Gajah Mada dan yang kedua adalah hasil kerjasama

dengan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.Tetapi hasilnya

sama saja, kedua naskah Rancangan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tersebut tidak dibahas di DPR.

Pada akhir tahun 1990-an, Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tidak hanya diperjuangkan oleh lembaga konsumen dan

Departemen Perdagangan, tetapi adanya tekanan di lembaga keuangan

internasional (IMF/International Monetary Fund). Berdasarkan

desakan dari IMF itulah akhirnya Undang-Undang Perlindungan

Konsumen dapat dibentuk.11 Keberadaan Undang-undang

Perlindungan Konsumen merupakan simbol kebangkitan hak-hak sipil

11 Sudaryatmo, Memahami Hak Anda Sebagai Konsumen, (Jakarta: PIRAC, 2001), h., 23.

Page 31: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

20

masyarakat, sebab hak konsumen pada dasarnya juga adalah hak-hak

sipil masyarakat. Undang-undang Perlindungan Konsumen juga

merupakan penjabaran lebih detail dari hak asasi manusia, khususnya

hak ekonomi.

2. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku

Usaha

a. Pengertian Perlindungan Konsumen

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil

maupun formal makin terasa sangat penting mengingat kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai motor penggerak

produsen barang dan jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai

sasaran usaha yang dalam prakteknya tidak lepas dari keterkaitan

dengan konsumen. Jadi secara langsung atau tidak langsung

konsumenlah yang merasakan dampaknya.12

Pengertian perlindungan konsumen berdasarkan Pasal 1

angka 1 UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

yakni segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen.

b. Pengertian Konsumen13

Konsumen berasal dari bahasa Inggris-Amerika yaitu

consumers, atau dalam bahasa Belanda disebut consument atau

konsumen. Terdapat beberapa pengertian dan batasan mengenai

konsumen, yaitu menurut:

12 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 2000),

h., 78.

13 Az Nasution, Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada

Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h., 87.

Page 32: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

21

1) Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsumen diartikan sebagai:

pemakai barang-barang hasil industri (bahan pakaian, makanan,

dan sebagainya). Didefinisikan juga sebagai penerima pesan

iklan.

2) Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 1 Angka

2, konsumen didefinisikan sebagai orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk

hidup lain untuk diperdagangkan.

Pengertian konsumen meliputi unsur-unsur yaitu:

1) Orang yang memakai barang atau jasa.

2) Memakai barang dan/atau jasa untuk keperluan sehari-hari.

3) Tidak untuk diperdagangkan atau sebagai pemakai akhir (end

user).

Batasan dari konsumen dapat dibagi menjadi:

1) Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang

dan/atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu.

2) Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan

barang dan/atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat

barang dan/atau jasa lain atau untuk diperdagangkan.

3) Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan

dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi

kebutuhan kehidupan pribadinya, keluarga dan/atau rumah

tangga dan tidak untuk diperdagangkan kembali (non-

komersial).

Page 33: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

22

c. Pengertian Pelaku Usaha

Pasal 1 butir 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen

menyatakan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan

atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun

secara bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan

kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

Kalangan ekonomi (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia),

menetapkan bahwa pelaku ekonomi bersama dengan pelaku usaha,

terdiri dari tiga kelompok besar, yaitu:14

1) Kelompok penyedia dana (investor).

2) Kelompok pembuat barang atau jasa (produsen).

3) Kelompok pengedar barang atau jasa (distributor).

Pengertian pelaku usaha sebagaimana yang telah disebutkan di

atas bisa meliputi perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi,

importir, pedagang, distributor.

3. Asas-Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama

seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah

berdasarkan lima asas, yaitu menurut Pasal 2 UUPK adalah:

a. Asas Manfaat

14 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 2000),

h., 95.

Page 34: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

23

Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa

segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen

harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan

konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

b. Asas Keadilan

Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat

dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan

kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan

pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.

d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan

untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan

kepada konsumen.

Tujuan daripada adanya perlindungan konsumen, yakni:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/ atau

jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan, dan menuntut hak-hak sebagai konsumen

Page 35: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

24

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

C. Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank

1. Pengertian Bank

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak sebagaimana telah diatur

dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998.

Asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat kita ketahui dari

ketentuan pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan yang mengemukakan bahwa “perbankan indonesia dalam

melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi, dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian”. Menurut penjelasan resminya

yang dimaksud dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi ekonomi

berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 1945.

Mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian

sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal 2 Undang-Undang

Page 36: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

25

Perbankan di atas tidak ada penjelasannya secara resmi, tetapi kita

dapat mengemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat

didalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan

tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti, dan

profesional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat.15

Tujuan daripada perbankan di Indonesia yakni menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan

pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan rakyat banyak sebagaimana yang tercantum

dalam Pasal 4 pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang

Perbankan

Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat dipahami bahwa Bank

merupakan wadah yang dianggap oleh masyarakat sebagai lembaga

keuangan yang terpercaya, sehingga atas kepercayaan masyarakat

Bank dapat menjalankan usahanya di bidang perbankan.

2. Hubungan Bank dan Nasabah

Hubungan bank dan nasabah adalah hubungan yang lahir karena

perjanjian. Hubungan ini melahirkan hak dan kewajiban dari bank dan

nasabah adalah sebagai berikut:16

a. Kewajiban Bank

1) Menjamin Kerahasiaan, identitas bank beserta dengan dana

yang disimpan pada bank kecuali kalau peraturan

perundang-undangan menentukan lain.

2) Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan

perjanjian yang telah disepakati.

15 Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), h., 19.

16 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: CV Mandar Maju, 2012), h., 176

Page 37: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

26

3) Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian yang

telah disepakati.

4) Mengganti kedudukan debitur dalam hal nasabah tidak

mampu melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.

5) Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal

digunakan fasilitas Letter of Credit (L/C), sepanjang

persyaratan untuk itu telah dipenuhi.

Letter of Credit adalah janji dari bank penerbit untuk

melakukan pembayaran atau memberi kuasa kepada bank

lain untuk melakukan pembayaran kepada penerima atas

penyerahan dokumen.17

6) Memberikan laporan kepada nasabah terhadap

perkembangan simpanan dananya di Bank.

7) Mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas.

b. Hak Bank

1) Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan

kepada nasabah.

2) Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan

yang telah disepakati bersama.

3) Melelang agunan dalam nasabah tidak mampu melunasi

kredit yang diberikannya sesuai dengan akad kredit yang

telah ditandatangani oleh kedua belah pihak.

17 Ramlan Ginting, Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional, (Jakarta: Salemba

Empat, 2007), h., 13.

Page 38: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

27

4) Pemutusan rekening nasional (klausul ini hanya cukup

ditemui dalam praktek).

5) Mendapatkan buku cek, Bilyer giro, Buku Tabungan,

Credit Card, dalam hal upaya penutupan rekening.

c. Kewajiban Nasabah

1) Mengisi dan menandatangani formulir yang telah

disediakan oleh bank sesuai dengan layanan jasa yang

diinginkan oleh calon nasabah.

2) Melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh pihak bank

3) Menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank. Dalam hal

ini dana awal tersebut cukup bervariasi tergantung dari

jenis layanan jasa yang diinginkan.

4) Membayar provisi yang telah ditentukan oleh bank.

5) Menyerahkan buku atau bilyet giro tabungan.

d. Hak Nasabah

1) Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh bank seperti

fasilitas.

2) Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui

bank.

3) Menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia

nasabah.

4) Mendapatkan sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual

untuk melunasi kredit yang tidak berbayar.

Page 39: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

28

Dengan memperhatikan hak dan kewajiban bank dan nasabah

secara singkat hubungan bank dan nasabah dapat digambarkan sebagai

berikut:

a. Dengan disetorkannya uang nasabah kepada bank maka

berakhirlah nama kepemilikan uang tersebut sebagai uang nasabah,

uang tersebut beralih kepemilikannya kepada pihak bank.

b. Bank diwajibkan untuk membayarkan kembali uang tersebut dalam

jumlah yang sama apabila diminta oleh nasabah, baik untuk jumlah

yang pokok saja atau ditambah dengan bunga sebagaimana

ditetapkan oleh bank tersebut.

c. Bank berhak untuk menggunakan uang tersebut untuk keperluan

apapun.

d. Bank bukanlah kuasa dari nasabah tetapi debitur dari nasabah.

Bahwa kedudukan antara bank dan nasabah adalah sejajar.18

3. Pengertian dan Ruang Lingkup Rahasia Bank

Bank merupakan lembaga keuangan yang menjamin keamanan

simpanan tiap-tiap nasabah karena awal mula dari terselenggaranya

bisnis perbankan yaitu kepercayaan masyarakat untuk menyimpan

uangnya pada lembaga keuangan yang disebut bank. Atas dasar itu,

maka diwajibkan bank untuk menjaga kepercayaan tersebut. Dengan

kata lain, nasabah berhubungan dengan bank, sebab nasabah percaya

bank akan memegang teguh norma-norma dalam dunia usaha

perbankan. Satu diantara norma yang dimaksud adalah rahasia bank.

Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya,

18 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: CV Mandar Maju, 2012), h., 46

Page 40: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

29

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 28 pada Undang-Undang

Nomor Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Berdasarkan ketentuan diatas, dapat dikemukakan bahwa makna

yang terkandung dalam pengertian rahasia bank adalah larangan-

larangan bagi perbankan untuk memberi keterangan atau informasi

kepada siapa pun juga mengenai keadaan keuangan dan hal-hal lain

yang patut dirahasiakan dari nasabahnya, untuk kepentingan nasabah

maupun untuk kepentingan dari bank itu sendiri.

Adanya, ketentuan rahasia bank ditujukan untuk kepentingan

nasabah agar terlindungi kerahasiaan yang menyangkut keadaan

keuangannya. Disamping itu, ketentuan rahasia bank diperuntukkan

juga bagi kepentingan bank, agar bank dapat dipercaya dan

kelangsungan hidupnya terjaga. Di negara-negara, baik yang menganut

sistem common law maupun civil law mengatur rahasia bank dengan

titik tolak untuk melindungi rahasia keuangan (financial privacy) dari

nasabah agar tidak mudah diakses oleh pihak yang tidak berhak.19

Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar

kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan

perbankan pada umumnya adalah kepatuhan bank terhadap kewajiban

rahasia bank. Maksudnya ialah menyangkut “dapat atau tidaknya bank

dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya dan atau

menggunakan jasa-jasa lain dari bank tersebut untuk tidak

mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta

keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain”.20

19 Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum, (Jakarta: Program

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h., 133.

20 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan “Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,

Likuidasi, dan Kepailitan:, (Jakarta: SInar Grafika, 2007), h., 2

Page 41: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

30

Dengan kata lain tergantung kepada kemampuan bank itu untuk

menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh rahasia bank,

sementara filosofi adanya kewajiban bank memegang rahasia

keuangan nasabah didasari oleh beberapa alasan, yaitu:

a. Hak setiap orang atau badan untuk tidak ikut campur atas masalah

yang bersifat pribadi (personal privacy). Hak yang timbul dari

hubungan perikatan antara bank dengan nasabahnya. Atas dasar

ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-

Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan

Syariah.

b. Kebiasaan dan kelaziman dunia perbankan.

c. Karakteristik kegiatan usaha bank.

4. Macam-Macam Rahasia Bank

Dalam kerahasiaan bank, terdapat pula 2 (dua) teori yakni yang

pertama, teori rahasia bank yang bersifat mutlak (absolutely theory)

dan yang kedua, teori rahasia bank yang bersifat nisbi (relative theory).

a. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Mutlak (Absolutely Theory)21

Menurut teori rahasia bank yang bersifat mutlak, bank

mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia atau keterangan-

keterangan mengenai nasabahnya yang diketahui bank karena

kegiatan usahanya dalam keadaan apa pun juga, dalam keadaan

biasa atau dalam keadaan luar biasa. Dengan kata lain, kerahasiaan

21 Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2012), h., 332.

Page 42: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

31

data nasabah dilarang untuk dibukakan kepada pihak-pihak selain

bank dan nasabah yang bersangkutan termasuk pemerintah.

Apabila terjadi pelanggaran dalam kerahasiaan nasabah maka bank

yang bersangkutan harus bertanggung jawab secara penuh atas

segala akibat yang ditimbulkannya.

Kelemahan terhadap teori mutlak adalah terlalu

individualis, artinya hanya mementingkan hak individu tanpa

kepentingan umum.

Teori mutlak ini dahulu banyak dianut oleh bank yang ada

di Negara Swiss sejak tahun 1934. Sifat rahasia bank tidak dapat

diterobos dengan alasan apapun. Hal ini dapat dilihat di undang-

undang Pemerintah Swiss No. 47 mengenai “Perbankan dan bank

Tabungan” November 1934.

Namun, saat ini hampir tidak ada lagi Negara yang

menganut teori mutlak ini. Bahkan negara-negara yang menganut

perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau Negara-

Negara tax heaven seperti kepulauan Bahama atau Cayman Islan

juga membenarkan membuka rahasia bank untuk hal-hal khusus.22

b. Teori Rahasia Bank yang Bersifat Nisbi (Relative Theory)23

Mengenai teori ini bank bersifat relatif ( terbatas). Semua

keterangan tentang nasabah dan keuangannya yang tercatat dibank

wajib dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan

oleh undang-undang,rahasia bank mengenai keuangan nasabah

yang bersangkutan boleh dibuka ( diungkapkan ) kepada pejabat

22 Bayu Pratomo, Analisis Yuridis Terhadap Pembukaan Rahasia Bank Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang, tesis (Jakarta: UI Press, 2011), h., 32

23 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005) h., 132-

133.

Page 43: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

32

yang berwenang,misalnya pejabat perpajakan,pejabat penyidik

tindak pidana ekonomi.

Keberatan terhadap teori relatif adalah rahasia bank masih

dapat dijadikan perlindungan bagi pemilik dana yang tidak halal,

yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum ( law

enforcer ) karena tidak terkena penyidik. Dengan demikian dana

tetap aman, tetapi teori relatif sesuai dengan rasa keadilan (sense of

justice), artinya dalam kepentingan negara atau kepentingan

masyarakat tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan

sesuai dengan prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah

boleh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian, teori relative

melindungi kepentingan semua pihak baik individu,

masyarakat,maupun negara. Teori relatif dianut oleh negara-negara

pada umumnya antara lain Amerika Serikat, Belanda, Malaysia,

Singapura, Indonesia. Rahasia bank berdasarkan teori relatif diatur

undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah

oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan.

5. Ruang Lingkup Perlindungan Hukum Nasabah Perbankan

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah, Marulak

Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia,

mengenai lingkup perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana,

dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu:

a. Perlindungan secara Implisit (Implicit Deposit Protection), yaitu

perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan

bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya

kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1)

peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, (2)

perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan

Page 44: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

33

yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya

menjaga kelangsungan usaha bank sebagai lembaga pada

khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada

umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan

usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian

kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan

(7) menyediakan informasi resiko terhadap nasabah.

b. Perlindungan secara eksplisit (Explicit Deposit Protection), yaitu

perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin

simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami

kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana

masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.

Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang

menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana yang telah diatur

dalam Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 1998 Tentang

Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum j.o. Undang-Undang.

Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Lembaga Penjamin

Simpanan.

UU Perlindungan Konsumen merupakan payung hukum yang

mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum dibidang

perlindungan konsumen (nasabah/debitur), khususnya dalam

perlindungan kerahasiaan data Nasabah Perbankan diatur secara

khusus didalam POJK Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan

Konsumen Jasa Keuangan

6. Pengaturan Rahasia Bank dalam Undang-Undang Perbankan

Menurut pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala

Page 45: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

34

sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya. Isi dari pasal tersebut adalah sebuah

revisi dari Undang-Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1992 yang bertujuan untuk mempertegas dan mempersempit

pengertian dari rahasia bank dibanding ketentuan dalam pasal-pasal

dari undang-undang sebelumnya.

Berdasarkan pemaparan yang dijelaskan oleh Pasal 1 angka 28

serta pasal-pasal lainnya mengenai rahasia bank, maka dapat ditarik

kesimpulan mengenai apa-apa saja unsur didalam sebuah rahasia bank

itu sendiri, yaitu sebagai berikut:

a. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai

nasabah penyimpan dan simpanannya.

b. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk dalam

kategori pengecualian berdasarkan prosedur dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

c. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank

sendiri dan/ atau pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan pihak

terafiliasi adalah sebagai berikut:

1) Anggota dewan komisaris, pengawas,, direksi atau kuasanya,

pejabat atau karyawan bank yang bersangkutan.

2) Anggota pengurus , pengawas, pengelola, atau kuasanya,

pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk badan

hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

3) Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk

tetapi tidak terbatas pada akuntan publik, penilai konstitusi

hukum, dan konsultan lainnya.

Page 46: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

35

4) Pihak yang menurut penilian Bank Indonesia turut serta

mempengaruhi pengelolaan bank, tetapi tidak terbatas pada

pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris,

keluarga pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus.24

d. Rahasia bank dalam hal-hal tertentu dapat dibuka, sebagaimana

yang dijabarkan dalam Pasal 41, 41 A, 42, 42 A, 43, 44, 44 A, 45

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,

sebagai berikut:

1) Untuk kepentingan Perpajakan

Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri

Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada

bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-

bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan

nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

2) Untuk Kepentingan Penyelesaian Pituang Bank yang telah

diserahkan kepada Badan Urusan Piutan dan Lelang Negara

Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan

kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia

Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan

izin yang diberikan secara tertulis dari Kepala Badan Urusan

Piutang dan Lelang Negara kepada pejabat Badan Urusan

Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara

untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan

Nasabah Debitur.

3) Untuk Kepentingan Peradilan dalam Perkara Pidana

24 Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Bandung: CV Mandar Maju, 2012), h., 58.

Page 47: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

36

Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,

Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi,

jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank

mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.

4) Untuk Kepentingan Peradilan Perkara Perdata

Dalam perkara perdata antar bank dengan nasabahnya,

Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan

kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang

bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan

dengan perkara tersebut.

5) Untuk Kepentingan Kegiatan Perbankan dalam Rangka

Menukar Informasi Antar Bank..

Hal ini berkaitan dengan kelancaran kegiatan bank dalam

hal tukar-menukar informasi antar bank. Tukar menukar

informasi ini dimaksudkan untuk memperlancar dan

mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain untuk

mencegah kredit rangkap maupun mengetahui keadaan dan

status seseorang nasabah debitur dari suatu bank ke bank

laiapabila ia memiliki rekening lebih dari satu bank sehingga

mencegah kredit macet. Sehingga hal ini mengurangi resiko

yang dihadapi bank.

6) Untuk Kepentingan Pemegang Rekening

Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah

Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan

keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank

yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah

Penyimpan tersebut.

Page 48: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

37

Jika nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris

yang sah dari Nasabah penyimpan berhak memperoleh

keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan Tersebut.

Berdasarkan pemaparan diatas terlihat bahwa sudah jelas ada

aturan yang mengatur lingkup apa sajakah mengenai rahasia bank. Dan

pengecualian seperti apa yang diperbolehkan untuk memberikan data

pribadi nasabah kepada pihak lain atau pihak berwajib. Maka dari itu

jelas diperlukannya sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar

ketentuan-ketentuan mengenai rahasia bank. Hal ini tercantum dalam

pasal 47 Ayat (1) dan (2) pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan, yang berbunyi:

(1) “Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari

Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal

41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa Bank

atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan

pidana sekurang-kurangnya 2 (dua) Tahun dan paling lama 4

(empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.

10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan paling banyak

Rp. 200.000.000.000,00 (Dua Ratus Miliar Rupiah).”

(2) “Anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank atau

Pihak Terafiliasi lainnya dengan sengaja memberikan

keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40,

diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua)

tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00

(Empat Miliar Rupiah) dan paling banyak Rp.

8.000.000.000,00 (Delapan Miliar Rupiah).”

7. Pengaturan Rahasia Bank dalam Peraturan Perundang-Undangan

Lainnya

Page 49: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

38

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)25

Berdasarkan prinsip hubungan kerahasiaan, hubungan

kontraktual antara Bank dengan Nasabah Debitur mengandung

syarat yang tersirat (implied term) bahwa Bank dianggap

mempunyai kewajiban untuk merahasiakan keterangan mengenai

Nasabah Debitur. Dalam hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan

Pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa:

“Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang

dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan atau undang-undang.”

Adanya kemungkinan Bank digugat melakukan perbuatan

melanggar hukum oleh Nasabah Debitur, bilamana dengan

pengungkapan keterangan mengenai Nasabah Debitur dipandang

oleh Nasabah Debitur merugikan dirinya. Hal ini dimungkinkan

berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, yang secara tegas mengatur:

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa

kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena

salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Di samping dapat digugat melakukan perbuatan melanggar

hukum, Bank juga dimungkinkan diancam pidana dengan

menggunakan delik lain, yakni pengungkapan keterangan

mengenai nasabah Debitur dapat dipersangkakan sebagai kejahatan

rahasia jabatan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 322 KUHP.

c. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Bank

Indonesia

25 Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.,

12

Page 50: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

39

Selain istilah kerahasiaan bank ,dikenal juga istilah Rahasia

jabatan (profesional secrecy) dalam hal ini adalah rahasia jabatan

yang harus dipegang teguh Gubernur, Deputi Gubernur Senior,

Deputi Gubernur, dan Pegawai Bank Indonesia sebagaimana diatur

dalam Pasal 71 ayat (1) pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun

1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia, yang berbunyi:

“Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur,

dan pegawai Bank Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk atau

disetujui oleh Bank Indonesia, untuk melakukan suatu tugas

tertentu yang memberikan keterangan dan data lainnya yang

bersifat rahasia yang diperoleh karena jabatannya secara

melawan hukum ,diancam dengan pidana penjara sekurang-

kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun ,serta

denda sekurangkurangnya Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga milyar

rupiah).”

d. POJK Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen

Jasa Keuangan

Setiap pelaku usaha yang ada di Indonesia dilarang untuk

memberikan data atau informasi mengenai konsumennya kepada

pihak ketiga sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 31 ayat (1)

namun dikecualikan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 31

Ayat (2) ketika: 1) Konsumen memberikan persetujuan tertulis dan

2) diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan.

D. Tinjauan (Review) Kajian Studi Terdahulu

Untuk menghindari kesamaan pada penulisan skripsi ini dengan

penelitian tentang hukum perbankan lainnya, maka penulis melakukan

Page 51: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

40

penelusuran terhadap beberapa penelitian terlebih dahulu, diantaranya

penelitian-penelitian tersebut yakni:

1. Skripsi yang disusun oleh Arief Hannany, dari Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2013, dengan judul

“Perlindungan Konsumen Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan.”

Penelitian ini membahas adanya perpindahan pengaturan dan

pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan

sehingga dapat mengetahui perbedaan kewenangan BI dan OJK dalam

perlindungan nasabah perbankan.

Perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian peneliti yakni

terletak pada permasalahan yang dibahas. Penelitian diatas membahas

adanya perpindahan pengaturan dan pengawasan perbankan dari Bank

Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan sehingga dapat mengetahui

perbedaan kewenangan BI dan OJK dalam perlindungan nasabah

perbankan secara umum, sedangkan peneliti terfokus pembahasannya

pada kepastian dan perlindungan hukum terhadap Nasabah Perbankan

dengan Tabungan berjenis Deposito/ Deposan pasca adanya Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan

Untuk Kepentingan Perpajakan yang memberikan kewenangan Dirjen

Pajak untuk mengakses data pribadi Nasabah.

2. Buku yang berjudul “Hukum Perlindungan Nasabah Bank”, yang

disusun oleh Mahesa Jati Kusuma, yang telah diterbitkan oleh

Nusamedia, Tahun 2012. Buku ini terfokuskan pada pembahasan

perlindungan hukum terhadap nasabah atas berbagai macam tindak

pidana perbankan terutama pada nasabah yang menjadi korban

kejahatan ITE di Indonesia secara umum.

Perbedaan antara buku diatas dengan penelitian peneliti yakni terletak

pada fokus objek dan subjek serta permasalahan yang dibahas. Buku

diatas membahas perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan

Page 52: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

41

yang menjadi korban kejahatan ITE secara umum dan tindak pidana

perbankan yang dilakukan oleh pihak internal dan eksternal Bank di

Indonesia, sedangkan peneliti terfokus pembahasannya pada

perlindungan hukum terhadap Nasabah Perbankan dengan Tabungan

berjenis Deposito/ Deposan terhadap tindak pidana perbankan atau ITE

yang dilakukan oleh pihak eksternal Bank khususnya apabila

Aparatur/Fiskus Pajak sebagai salah satu pihak eksternal Bank yang

diberikan wewenang penuh oleh pemerintah melakukan

penyalahgunaan data pribadi nasabah.

3. Jurnal dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam

Likuidasi Bank,” yang disusun oleh M. Shidqon Prabowo, yang telah

diterbitkan oleh Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTI, tahun 2010. Jurnal

ini difokuskan terhadap penyelesaian dan upaya hukum yang dapat

dilakukan oleh nasabah jika terjadinya likuidasi bank menurut

peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.

Perbedaan antara jurnal diatas dengan penelitian peneliti yakni terletak

pada fokus objek dan subjek serta permasalahan yang dibahas. Jurnal

diatas membahas, sedangkan peneliti terfokus pembahasannya pada

perlindungan hukum terhadap Nasabah Perbankan dengan Tabungan

berjenis Deposito/ Deposan terhadap tindak pidana perbankan atau ITE

yang dilakukan oleh pihak eksternal Bank khususnya apabila

Aparatur/Fiskus Pajak sebagai salah satu pihak eksternal Bank yang

diberikan wewenang penuh oleh pemerintah melakukan

penyalahgunaan data pribadi nasabah.

Page 53: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

42

BAB III

KEWENANGAN FISKUS PAJAK TERHADAP LEMBAGA KEUANGAN

PERBANKAN

A. Hubungan Antara Perbankan dengan Perpajakan

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tentang Perbankan 1998 Pada

Pasal 41, dikatakan bahwa untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank

Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan melalui surat permintaan

tertulis kepada bank agar memberikan keterangan-keterangan terkait

informasi data dan keuangan nasabah kepada pejabat/fiskus pajak.

Keterangan tersebut berguna untuk dasar penghitungan Pajak Penghasilan.

Pengertian Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar

Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah

kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk

apapun.

Wajib Pajak dan Nasabah Bank merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dengan melihat pengertian tentang pajak penghasilan. Selain

karena atas dasar kepercayaan, Nasabah Bank menyimpan uangnya

disertai dengan motif Investasi. Investasi adalah suatu tindakan

menanamkan sumber daya atau modal pada saat ini, dengan harapan bisa

mendapatkan manfaat yang lebih di masa yang akan datang.1 Timbulnya

motif investasi ini disebabkan oleh adanya tawaran produk yang

menguntungkan dari setiap Bank terutama Bank dengan sistem

konvensional. Produk tersebut yakni berupa “deposito” yang umumnya

dikenal oleh masyarakat.

1 Prathama Rahardja & Mandala Manuring, Pengantar Ilmu Ekonomi, (Jakarta: UI Press,

2008), h., 120.

Page 54: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

43

Deposito adalah sebuah produk perbankan sejenis simpanan yang

memiliki jangka waktu tertentu dan menjanjikan suku bunga yang tetap

sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.2 Artinya, Masyarakat percaya

dengan menginvestasikan uangnya akan mendapatkan keuntungan dari

produk deposito yang ditawarkan oleh Bank. Nasabah deposito akan

diberikan sertifikat Deposito oleh Bank tempat dimana nasabah

menginvenstasikan uangnya dengan mengacu pada nilai suku bunga

minimum yang diberikan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan

kesepakatan yang berlaku didalamnya. Hal ini sebagai bukti bahwa

nasabah tersebut mempunyai simpanan deposito pada bank tersebut. Uang

yang didapatkan dari suku bunga deposito inilah yang kemudian

dikenakan Pajak Penghasilan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pemungut/Fiskus pajak sesuai dengan ketentuan pajak penghasilan

yang berlaku akan menghitung besaran jumlah pajak dari simpanan

deposito milik nasabah sebagai salah satu sumber penerimaan kas negara

Republik Indonesia dengan diberikannya izin terlebih dahulu oleh

gubernur Bank Indonesia melalui Surat Permintaan Tertulis dari Menteri

Keuangan sebagaimana amanat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 Tentang Perbankan pada pasal 41, sehingga fiskus dapat mengakses

data-data setiap nasabah bank.

B. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses

Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

Otoritas Fiskus pajak dirasa kurang kuat bagi pemerintah Indonesia

dalam mengakses data nasabah bank dikarenakan fiskus pajak harus

menghadapi beberapa mekanisme (sebagaimana yang tercantum dalam

pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan)

untuk mengakses data tersebut sehingga sedikit menghambat fiskus pajak

2 Marihot Pahala Siaahan, Hukum Pajak Formal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h., 93.

Page 55: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

44

melakukan penghitungan terhadap besaran jumlah pemungutan pajak.

Pemerintah pun melakukan terobosan dengan mengeluarkan PERPPU

Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan yang sudah disahkan menjadi Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2017, sehingga memberikan wewenang dan otoritas

penuh terhadap fiskus pajak dalam mengakses data setiap nasabah-nasabah

perbankan. Berikut dibawah beberapa latar belakang yang menjadi

pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang

Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.

1. Sebagai Bentuk Komitmen Dalam Perjanjian Pertukaran

Informasi Keuangan (Automatic Exchange Of Information)

Bersama Anggota G-20

Undang-undang ini lahir berawal dari pemerintah yang ikut serta

meratifikasi perjanjian pertukaran informasi keuangan AEOI

(Automatic Exchange Of Information) bersama anggota G-20 dan

Organisasi untuk Kerja Sama Pembangunan Ekonomi atau

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).

Hal ini dilakukan sebagai upaya penekanan kepada wajib pajak baik

asing maupun pribumi yang menetap dan mendapatkan penghasilan di

Indonesia yang berusaha menghindari pajak dengan menyembunyikan

hartanya di luar negara Indonesia.

AEOI adalah sistem yang mendukung adanya pertukaran informasi

rekening wajib pajak antar negara pada waktu tertentu secara periodik,

sistematis, dan berkesinambungan dari negara sumber penghasilan atau

tempat menyimpan kekayaan, kepada negara residen wajib pajak.

Dalam standar AEOI terjadi kesepakatan bersama untuk membuka dan

memberikan akses ke informasi keuangan di dalam negeri kepada

otoritas pajak negara lain dan memperoleh akses ke informasi

keuangan di luar negeri secara otomatis. Dengan adanya sistem ini,

Page 56: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

45

wajib pajak yang telah membuka rekening di negara lain akan bisa

terlacak secara langsung oleh otoritas pajak negara asalnya.

Sebagai bentuk komitmen, pemerintah Indonesia mengeluarkan

PERPPU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan

Untuk Kepentingan Perpajakan yang kemudian telah disahkan menjadi

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 untuk memberikan otoritas

penuh kepada fiskus pajak serta bukti komitmen Negara Indonesia

dalam perjanjian kerja sama internasional mengenai pertukaran

informasi keuangan.

2. Meminimalisir Praktek Penghindaran Pembayaran Pajak Oleh

Wajib Pajak

Salah satu definisi Penghindaran Pajak (tax avoidance) adalah

arrangement of a transaction in order to obtain a tax advantage,

benefit, or reduction in a manner unintended by the tax law (Brown,

2012). Dalam praktek penghindaran pajak, dikenal dua istilah

diantaranya tax planning (perencanaan pajak) dan tax fraud

(penggelapan pajak).

Tax planning is the analysis of a financial situation or plan from a

tax perspective. The purpose of tax planning is to ensure tax efficiency,

with the elements of the financial plan working together in the most

tax-efficient manner possible..3

Dari pengertian diatas, bahwa praktek penghindaran pajak dengan

tax planning adalah diperbolehkan, karena setiap orang berhak

melakukan transaksi keuangan yang memberikan kemungkinan

berkurangnya jumlah nominal pajak yang dibebankan otoritas pajak

selama tidak terindikasi melanggar hukum dan masih dalam batas

wajar.

3 Camilla E. Watson, Tax Procedure and Tax Fraud, (Miami: West Academic Press,

2011), h., 86

Page 57: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

46

Sedangkan Tax fraud (Penggelapan Pajak) occurs when an

individual or business entity willfully and intentionally falsifies

information on a tax return in order to limit the amount of tax

liability.4

Berdasarkan pengertian diatas, tindakan Tax Fraud (Penggelapan

Pajak) dilarang karena melakukan tindakan pemalsuan untuk

meminimalisir beban pajak yang terutang secara ilegal dan

bertentangan dengan aturan hukum

Tindakan untuk meminimalisir beban pajak yang terutang tidak

hanya sebatas dua tindakan yang telah disebutkan tetapi telah sampai

kepada tahap ‘suap-menyuap’. Contoh salah satu kasus suap di

Indonesia yaitu Kasus suap yang menjerat Fiskus Pajak yang bernama

sdr. Gayus Tambunan karena terbukti menerima suap uang sebesar Rp

925 juta rupiah dari Roberto Santonius terkait kepengurusan gugatan

keberatan pajak PT Metropolitan Retailmart dan menerima 3,5 juta

dollar Amerika dari Alif Kuncoro terkait kepengurusan pajak tiga

perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal,

dan PT Bumi Resource.5 Tindakan ilegal ini tentu menyebabkan

kerugian negara, Hadirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017

Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

sebagai regulasi yang dapat meminimalisir hal-hal diatas sehingga

wajib pajak yang melakukan tindakan tax avoidance (Praktek

Penghindaran Pajak) yang melawan hukum dapat diminimalisir.

3. Meningkatkan Kepercayaan Investor dalam Rangka Menjaga

Stabilitas Perekonomian Nasional

4 Camilla E. Watson, Tax Procedure and Tax Fraud, (Miami: West Academic Press,

2011), h., 89

5 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161122162351-12-174492/rentetan-kasus-

korupsi-yang-menjerat-pegawai-pajak (diakses pada tanggal 2 Maret 2018)

Page 58: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

47

Investor adalah suatu pihak baik perorangan ataupun lembaga yang

berasal dari dalam negeri atau dari luar negeri yang melakukan suatu

kegiatan investasi yang bersifat jangka panjang maupun jangka

pendek.6

Lahirnya undang-undang ini dalam perspektif ekonomi makro

sangat menguntungkan, sebab memberikan keterbukaan informasi

keuangan kepada para investor terutama investor asing sebagai bahan

analisis keuntungan yang diraup dari investasi yang dilakukan

sehingga dapat menaikkan kepercayaan investor dalam melakukan

investasi kepada Negara Republik Indonesia. Dapat disimpulkan

bahwa Undang-Undang ini lahir sebagai daya tarik terhadap investor

demi kelancaran roda perekonomian Negara sehingga terhindar dari

terganggunya stabilitas perekonomian Nasional.

4. Menghindari Penempatan Dana Ilegal

Aturan Keterbukaan Informasi Keuangan ini tidak hanya untuk

mengurangi praktek penghindaran pajak dan menjaga stabilitas

perekenomian nasional, tetapi juga sebagai upaya yang dilakukan

pemerintah agar negara Republik Indonesia tidak menjadi wadah

penempatan dana yang diperoleh atau untuk kegiatan-kegiatan yang

ilegal atau dilarang oleh hukum.

Contoh negara yang pernah menjadi penempatan dana yang

diperoleh atau untuk kegiatan-kegiatan yang illegal atau dilarang oleh

hukum, yakni Negara Swiss. Banyak para koruptor, Pedagang

Narkotika Kelas Kakap di dunia merasa aman menyimpan hasil uang

kejahatannya di bank-bank Swiss. Salah satu contoh pelaku yang

melakukan hal tersebut adalah mantan Presiden Ferdinand Marcos dari

Filipina, dan gembong narkotika Dennis Levine. Ketatnya rahasia bank

6 N. Gregory Mankiw d.l.l., Pengantar Ekonomi Makro, (Jakarta: Salemba Empat, 2012),

h., 115.

Page 59: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

48

yang dilaksanakan di Swiss, mengakibatkan beberapa Negara tidak

dapat menjangkau uang hasil kejahatan warga negaranya yang

merugikan negara dan masyarakat banyak, yang disimpan di bank-

bank swiss.7

Di Indonesia sendiri, sudah diatur pula Undang-Undang yang

berkaitan dengan penempatan dana ilegal tersebut, diantaranya

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Hadirnya

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan sebagai regulasi

pendamping dan penguat sehingga pelaksanaan dari Undang-Undang

Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

dapat dijalankan dengan baik dalam menganalisa transaksi keuangan

yang mempunyai kemungkinan-kemungkinan adanya transaksi yang

mencurigakan yang berhubungan dengan pendanaan terorisme yang

dapat merugikan Negara.

C. Syarat-Syarat dan Mekanisme Fiskus/Pemungut Pajak dalam

Mengakses Data Nasabah Perbankan

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan PMK No.

70/PMK.03/2017 Tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, fiskus pajak dapat mengakses

data nasabah dengan melalui beberapa persyaratan dan mekanisme terlebih

dahulu, diantaranya:

1. Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Telah Terdaftar Dalam

Direktorat Jenderal Pajak

7 Bayu Pratomo, Analisis Yuridis Terhadap Pembukaan Rahasia Bank Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang, tesis (Jakarta: UI Press, 2011), h., 32

Page 60: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

49

Sebagaimana yang tercantum pada Peraturan Direktur Jenderal

Pajak Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pendaftaran Bagi

Lembaga Keuangan dan Penyampaian Laporan yang Berisi Informasi

Keuangan Secara Otomatis, Keuangan baik Pelapor maupun Non-

Pelapor wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak.

Lembaga Keuangan Pelapor adalah LJK (Perbankan,

Perasuransian, dan Pasar Modal), LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain

yang melaksanakan kegiatan usaha sebagai lembaga kustodian,

lembaga simpanan, perusahaan asuransi tertentu, dan/atau entitas

investasi yang wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi

keuangan secara otomatis ke Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana

diatur dalam Peraturan Menteri dan telah terdaftar pada Direktorat

Jenderal Pajak.

Lembaga Keuangan non Pelapor adalah Lembaga Keuangan LJK,

LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain yang memenuhi kriteria beresiko

rendah dalam tindak penghindaran pajak (Tax Avoidance), adapun

LJK, LJK Lainnya dan/atau Entitas Lain yang memenuhi kriteria

tersebut, diantaranya:

a. Entitas pemerintah, Organisasi internasional, atau Bank sentral

b. Dana pensiun tertentu

c. Kontrak investasi kolektif yang dikecualikan

d. Trust tertentu.

e. Entitas lain yang berisiko rendah untuk digunakan dalam

penghindaran pajak

Lembaga Keuangan non-pelapor tetap diwajibkan seperti halnya

Lembaga Keuangan Pelapor untuk mendaftarkan kepada Direktorat

Jenderal Pajak dalam penyampaian Informasi sebagaimana dalam

Page 61: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

50

Pasal 1 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Cara

Pendaftaran Bagi Lembaga Keuangan dan Penyampaian Laporan yang

Berisi Informasi Keuangan Secara Otomatis, Mekanisme dalam

pendaftaran tersebut, diantaranya:

a. LJK, LJK lainnya, dan/ atau Entitas Lain wajib mendaftarkan diri

pada Direktorat Jenderal Pajak terlebih dahulu.

1.) Secara langsung;

2.) Secara elektronik melalui sistem administrasi yang terintegrasi

dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak;

3.) Atau melalui pos, perusahaan Jasa ekspedisi, atau perusahaan

jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat

Pendaftaran secara langsung dan pendaftaran melalui pos,

perusahaan jasa ekspedisi, atau perusahaan jasa kurir dilaksanakan

dengan mengisi formulir Pendaftaran secara lengkap,

menandatanganinya, dan menyampaikannya ke KPP (Kantor

Pelayanan Pajak) atau KP2KP (Kantor Kantor Pelayanan,

Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan).

Pendaftaran secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal

4 ayat (1) huruf b oleh Lembaga Keuangan Pelapor atau Lembaga

Keuangan Nonpelapor dilakukan dengan mengisi Formulir

Pendaftaran secara lengkap dan meminta Kode Verifikasi pada

laman Direktorat Jenderal Pajak.

b. Pendaftaran dilakukan paling lama akhir bulan kedua setelah tahun

kalender pelaporan informasi keuangan pertama kali berakhir.

c. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Page 62: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

51

1.) Ditandatangani oleh pimpinan LJK, LJK lainnya, dan/ atau

entitas lain atau kuasa khusus yang ditunjuk oleh pimpinan

LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas lain; dan

2.) Menggunakan formulir pendaftaran sesuai dengan format yang

sesuai dengan ketentuan Dirjen Pajak.

d. Direktur Jenderal Pajak dapat mencabut status terdaftar Lembaga

Keuangan Pelapor atau Lembaga Keuangan Nonpelapor, apabila:

1) Tidak lagi melakukan kegiatan usaha, namun belum dilakukan

pencabutan izin usaha, pembubaran badan hukum, dan/atau

likuidasi; atau

2) Telah melakukan perubahan kegiatan usaha sehingga tidak lagi

dikategorikan sebagai Lembaga Keuangan Pelapor dan

Lembaga Keuangan Nonpelapor.

2. Verifikasi Penyampaian Informasi Rekening Keuangan Lembaga

Jasa Keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak

a. Laporan informasi keuangan yang wajib disampaikan oleh LJK,

LJK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain dalam satu tahun kalender,

paling sedikit memuat:

1) Identitas Pemegang Rekening Keuangan;

2) Nomor Rekening Keuangan;

3) Identitas LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain;

4) Saldo atau Nilai Rekening Keuangan; dan

5) Penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan.

b. Rekening Keuangan merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki

oleh:

Page 63: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

52

1) Orang pribadi warga negara Indonesia yang bertempat tinggal

di Indonesia;

2) Orang pribadi warga negara asing yang bertempat tinggal di

Indonesia, selain yang telah disampaikan dalam rangka

penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan dalam

rangka pelaksanaan perjanjian internasional.

3) Entitas yang berkedudukan di Indonesia.

c. Saldo atau nilai Rekening Keuangan merupakan agregat saldo atau

nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih yang dimiliki oleh

satu Pemegang Rekening Keuangan dalam suatu LJK, LJK

Lainnya, dan/ atau Entitas Lain per 31 Desember pada tahun

kalender pelaporan.

Saldo atau nilai Rekening Keuangan yang disampaikan berlaku

ketentuan sebagai berikut:

1) Untuk LJK pada sektor perbankan merupakan:

a) Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi, saldo atau

nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih dengan

jumlah paling sedikit Rp200.000.000,00 (Dua Ratus Juta

Rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara;

b) Rekening Keuangan yang dimiliki entitas, tidak terdapat

batasan saldo atau nilai Rekening

2) Untuk LJK pada sektor perasuransian merupakan Rekening

Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan tidak

terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan, namun

terbatas untuk polis asuransi dengan nilai pertanggungan paling

sedikit Rp200.000.000,00 (Dua Ratus Juta Rupiah) atau dengan

mata uang asing yang nilainya setara.

Page 64: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

53

3) Untuk Entitas Lain pada sektor perkoperasian merupakan

Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas

dengan nilai saldo paling sedikit Rp200.000.000,00 (Dua Ratus

Juta Rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara.

4) Untuk LJK pada sektor pasar modal serta Entitas Lain pada

sektor perdagangan berjangka komoditi8 merupakan Rekening

Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan tidak

terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan.

d. Kewajiban penyampaian laporan dilakukan dalam bentuk

dokumen elektronik yang disampaikan dengan:

1) Mekanisme elektronik yang dilakukan secara online;

Penyampaian laporan secara online sebagaimana dimaksud

dilakukan melalui aplikasi yang dikembangkan dan disediakan

oleh Direktorat Jenderal Pajak secara mandiri atau secara

bersama-sama dengan LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas

Lain. Terhadap penyampaian laporan ini, Direktorat Jenderal

Pajak akan memberikan bukti penerimaan.

2) Mekanisme nonelektronik yang dilakukan secara langsung.

Penyampaian laporan secara langsung dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut:

a) Penyampaian melalui metode pengamanan atau enkripsi

yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan

b) Disampaikan dengan menggunakan compact disc, flash

disc, atau media penyimpanan elektronik lain ke KPDE

8 Perdagangan berjangka komoditi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual / beli

dengan penyerahan kemudian atau tanpa penyerahan kemudian, berdasarkan Kontrak Berjangka

dan Opsi atas Kontrak Berjangka. (Ibrahim Fahmi, Pengantar Pasar Modal, (Bandung: Alfabeta,

2013), h., 57.)

Page 65: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

54

(Kantor Pengolahan Data Eksternal) Ditjen Pajak atau

melalui KPP tempat LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas

Lain terdaftar sebagai Wajib Pajak.

3. Tahap Penghitungan Pajak oleh Fiskus Pajak terhadap Wajib

Pajak atas Bunga Deposito

Setelah seluruh data informasi rekening keuangan telah masuk

pada Ditjen Pajak, maka fiskus pajak berwenang membuka data

informasi tersebut untuk melakukan penghitungan pajak penghasilan

untuk penerimaan negara. Sebagaimana yang tercantum pada Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan j.o.

Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 j.o. Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 51/KMK.04 /2001, Besarnya Pajak Penghasilan atas

Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya yakni dikenakan 20% dari

jumlah bruto dari Wajib Pajak, dikecualikan jika simpanan kurang dari

Rp. 7.500.000 (Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) tidak dikenakan

PPh atas Bunga Deposito sebagaimana yang tercantum dalam pasal 4

ayat (2) UU PPh.

D. Sanksi Terhadap Lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang Tidak

Mengikuti Aturan Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan

Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 7 pada Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan, LJK akan dikenakan sanksi apabila:

1. Pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan, pimpinan dan/atau

pegawai lembaga jasa keuangan lainnya, dan pimpinan dan/atau

pegawai entitas lain, yang:

a. Tidak menyampaikan laporan , yang berisi:

Page 66: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

55

1) Laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar

pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian

internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening

keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan

yang wajib dilaporkan; dan

2) Laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan

perpajakan,

b. Tidak melaksanakan prosedur identifikasi rekening keuangan

secara benar

c. Tidak memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2. Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan entitas

lain, yang:

a. Tidak menyampaikan laporan.

b. Tidak melaksanakan prosedur identifikasi rekening keuangan

secara benar.

c. Tidak memberikan informasi dan/atau bukti atau keterangan.

dipidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

3. Setiap orang yang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan

atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dari informasi yang

wajib disampaikan dalam laporan dipidana dengan pidana kurungan

paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Page 67: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

56

BAB IV

ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG

AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN

PERPAJAKAN DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945

Lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses

Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan membawa era baru

terhadap sistem perbankan dan perpajakan di Indonesia. Kerahasiaan data

nasabah perbankan ditiadakan secara totalitas untuk mempermudah

Fiskus/Aparatur Pajak mengakses data nasabah perbankan demi

kelancaran proses penghitungan pajak. Alasan utama terhadap kebijakan

keterbukaan informasi keuangan tersebut yakni sebagai bentuk komitmen

Indonesia dalam perjanjian Internasional AEOI (Automatic Exchange Of

Information), dan menjaga stabilitas perekonomian Nasional.

Substansi dalam undang-undang tersebut memaksa setiap Bank

memberikan setiap data pribadi para nasabahnya yang memuat informasi

keuangan untuk diakses oleh otoritas tanpa ada jaminan keamanan yang

jelas terhadap keamanan data pribadi tersebut mengingat banyaknya

kejahatan perbankan yang berawal dari bocornya data nasabah. artinya,

secara jelas bahwa Undang-Undang tersebut melanggar ketentuan pada

pasal 28 G ayat (1) yang menyatakan:

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta

berhak atas rasa aman dan perlindungan diri dari ancaman ketakutan untuk

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan tidak mengindahkan amanat

yang ada pada ketentuan pasal 28 G ayat (1) karena substansi daripada

undang-undang tersebut sangat mementingkan otoritas pajak semata tanpa

memperhatikan hak-hak nasabah selaku konsumen jasa keuangan

Page 68: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

57

mengingat bahwa uang yang disimpan pada bank juga merupakan harta

benda dibawah kekuasaannya, sehingga berhak atas rasa aman terhadap

harta tersebut dan Bank sebagai pelaku usaha jasa keuangan.

B. Bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen

Kebijakan ini juga menjadi salah satu fokus untuk mengejar target

penerimaan pajak dalam rangka pembangunan nasional sebagaimana yang

tercantum dalam Naskah Akademik RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan yang merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari

lahirnya Undang-Undang tersebut tanpa memperhatikan hak-hak

masyarakat selaku konsumen jasa keuangan. Undang-undang tersebut

memaksa setiap Bank untuk memberikan informasi keuangan setiap

nasabahnya kepada Dirjen Pajak dan memberikan otoritas penuh kepada

Aparatur/ Fiskus Pajak untuk mengakses data Nasabah Perbankan yang

telah diperoleh tersebut. data nasabah tersebut juga akan digunakan dalam

rangka pelaksanaan perjanjian pertukaran informasi keuangan secara

otomatis (Automatic Exchange Of Information).

Undang-Undang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan tersebut tidak sejalan dan sesuai dengan peraturan

perlindungan konsumen di Indonesia. Keterbukaan informasi data nasabah

ini secara jelas bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 4 pada UUPK.

Pasal 4 UUPK menyebutkan bahwa Konsumen berhak mendapatkan

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau Jasa. Undang-Undang Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan telah memberikan ruang bagi fiskus pajak untuk

mengakses data nasabah yang telah diperoleh untuk kepentingan

perpajakan. Setiap Bank diwajibkan memberikan data nasabah kepada

Dirjen Pajak.

Page 69: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

58

Namun, tidak ada kepastian jaminan keamanan terhadap data tersebut.

Bentuk tanggung jawab Dirjen Pajak serta Bank sebagai pelaku usaha

yang telah menyerahkan data yang menjadi Rahasia Bank kepada Dirjen

Pajak yang dalam hal ini berarti sebagai Pihak Ketiga tidak disebutkan

dalam peraturan jika data tersebut bocor. Hal ini membuat Nasabah

sebagai konsumen khawatir jika data tersebut bocor dan jatuh kepada

oknum yang tidak bertanggung jawab, mengingat banyaknya kasus yang

melibatkan oknum Aparatur/Fiskus Pajak di Indonesia dan kasus kejahatan

perbankan. Jelas hal tersebut bertentangan dengan Hak nasabah sebagai

konsumen mendapatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan.

C. Lemahnya Pertimbangan dalam Pengesahan Perppu Menjadi

Undang-Undang

Beberapa Pertimbangan (Konsideran) yang dianggap lemah pada

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Penetapan Perppu Nomor

1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan Menjadi Undang-Undang diantaranya, yaitu:

1. Bahwa dalam melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan

dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan

berkeadilan, dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan

negara terutama yang berasal dari pajak, sehingga untuk memenuhi

kebutuhan penerimaan pajak tersebut diperlukan pemberian akses yang

luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh

informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan;

2. Bahwa saat ini masih terdapat keterbatasan akses bagi otoritas

perpajakan Indonesia untuk menerima dan memperoleh informasi

keuangan yang diatur dalam undang-undang di bidang perpajakan,

perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan

perundang-undangan lainnya, yang dapat mengakibatkan kendala bagi

otoritas perpajakan dalam penguatan basis data perpajakan untuk

Page 70: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

59

memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan

efektivitas kebijakan pengampunan pajak;

3. Bahwa Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional

di bidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen

keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi

keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account

Information) dan harus segera membentuk peraturan perundang-

undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi

keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni

2017.

Jika dianalisis secara mendalam, terdapat kelemahan dalam pertimbangan-

pertimbangan pemerintah dalam melakukan pengesahan Perppu Nomor 1

Tahun 2017 menjadi Undang-Undang, kelemahan-kelemahan tersebut

diantaranya:

1. Perppu itu sendiri lahir dikarenakan adanya kegentingan yang

memaksa sehingga pemerintah menyusun peraturan secara cepat untuk

dapat menyelesaikan kegentingan tersebut.1 Alasan kegentingan yang

memaksa menurut Putusan MK No. 138/PUUVII/2009, itu salah

satunya, “terjadinya kekosongan hukum”, yang terjadi karena menurut

pandangan pembuat undang-undang sebagai akibat persetujuan Negara

Republik Indonesia terhadap “Convention on Mutual Administrative

Assistance in Tax Matters as amended by the Protocol amending the

Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters”,

suatu konvensi yang dipromosikan oleh Organisation for Economic

Co-operation and Development (OECD).

Namun, dalam Pertimbangan dalam Pengesahan Perppu Nomor 1

Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan menjadi undang-undang terdapat kekeliruan, karena soal

1 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, (Bandung:

CV Mandar Maju, 1998), h., 93.

Page 71: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

60

pembukaan rekening bank di dalam negeri berkaitan dengan urusan

pajak itu telah diatur melalui;

a. Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dalam

Pasal 41 Ayat (1) dan (2) yang berbunyi:

1) Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas

Permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan

perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan

memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai

keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat

pajak.

2) Perintah tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)

harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah

wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 25/POJK.03/2015 tentang

Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan kepada

Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra

c. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.010/2015

tentang Perubahan atas PMK No. 60/PMK.03/2014 tentang Tata

Cara Pertukaran Informasi.

2. Pertimbangan dalam Pengesahan Perppu Nomor 1 Tahun 2017

Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

menjadi undang-undang ini juga diantaranya untuk memenuhi

komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran

informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial

Account) antar negara yang tergabung dalam konvensi internasional

tersebut sehingga berdasarkan konvensi internasional tersebut

pemerintah Negara Republik Indonesia dapat meminta pemerintah

negara asing tersebut untuk membuka rekening WNI (Warga Negara

Indonesia) yang disimpan di negara asing tersebut.

Page 72: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

61

Namun, Isi Perppu tidak mengatur secara tegas apakah penerapan

perppu ini diperuntukkan untuk WNI yang mempunyai rekening

keuangan lintas negara atau hanya dalam negara saja. Perppu malah

memberikan kewenangan tambahan kepada otoritas perpajakan untuk

membuka seluruh rekening keuangan yang ada di dalam negeri.

D. Tidak Menjalankan Asas Keseimbangan

Undang-Undang Akses Informasi Keuangan tidak sesuai dengan

Asas Perlindungan Konsumen yang tercantum dalam pasal 2 UUPK, yang

diantaranya melanggar asas Keseimbangan dan Asas Keamanan &

Keselamatan Konsumen.

Asas Keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan

pemerintah dalam arti materiil dan spiritual. Asas keamanan dan

keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas

keamanan dan keselamatan kepada konsumen.2

Undang-Undang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan

Perpajakan hanya mementingkan kepentingan pemerintah tanpa

memperhatikan kepentingan nasabah sebagai konsumen jasa keuangan dan

Bank sebagai lembaga jasa keuangan. Keseluruhan teks pada Undang-

Undang tersebut tidak menyebutkan bagaimana kepastian hukum terhadap

keamanan data keuangan nasabah.

Jaminan atau bentuk Tanggung Jawab Dirjen Pajak terhadap

Keamanan dan keselamatan data nasabah juga tidak dipehatikan dalam

undang-undang tersebut jika terjadi kebocoran data nasabah dan

pembobolan akibat data nasabah yang bocor sehingga berhasil diakses

2 Yusuf Shofie, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Surakarta:

Citra Aditya Bakti, 2008), h., 78.

Page 73: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

62

oleh para Hacker atau oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga

simpanan uang Nasabah bisa dicuri dengan mudah melalui jaringan

internet (cyber crime). Adanya Undang-Undang Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan membuat ketidakseimbangan

antara kepentingan Konsumen dan Pelaku Usaha sebagaimana pula yang

dimanatkan dalam Pasal 28 D Ayat (1) UUD 1945, yaitu setiap orang

berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang

adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

E. Sanksi dan Upaya Hukum Terhadap Aparatur/Fiksus Pajak Jika

Menyalahgunakan Data Nasabah

Dalam amanat Undang-Undang No. 9 Tahun 2017 Tentang Akses

Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan j.o. Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 70 Tahun 2017 Tentang Teknis Pelaksanaan Akses

Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, dikatakan bahwa

Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun pihak yang melakukan tugas di

bidang perpajakan, dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal

Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/ atau

memberitahukan informasi keuangan dan/ atau informasi dan/ atau bukti

atau keterangan yang berkaitan dengan informasi keuangan kepada pihak

yang tidak berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan di bidang perpajakan.

Jika fiskus/pemungut pajak membocorkan data keuangan nasabah

yang dapat mengakibatkan kerugian atau menggunakan data tersebut

sebagai alat untuk melakukan pemerasan, penggelapan atau bahkan

melakukan pencucian uang karena mengingat beberapa oknum fiskus

pajak yang menjadi terpidana akibat melakukan tindak pidana tersebut.

Page 74: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

63

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang, Pencucian uang merupakan suatu upaya

perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana

atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi

keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah

berasal dari kegiatan yang sah/legal.3

Beberapa contoh kasus yang melibatkan Aparatur/ fiskus pajak di

Indonesia, diantaranya:

Berikut dibawah ini berbagai kasus yang melibatkan fiskus pajak:4

1. 13 Juli 2012. Kepala Kantor Pajak Pratama Bogor Anggrah

Pratama diciduk saat menerima uang suap sebesar Rp 300 juta

dari karyawan perusahaan tambang PT Gunung Emas Abadi

Endang Dyah Lestari di Perumahan Legenda Wisata dan Kota

Wisata Cibubur, Jakarta Timur. Anggrah divonis bersalah

dengan hukuman selama 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

2. 15 Mei 2013, dua orang pemeriksa pajak di DJP Jakarta Timur

Muhammad Dian Indra dan Eko Darmayanto ditangkap di

terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Keduanya ditangkap

bersama seorang kurir bernama Tedy ketika hendak mengambil

uang sebesar Sin$ 300.000 yang sudah diletakkan dalam mobil

di parkiran bandara. Pada Desember 2013, Mereka terbukti

menerima suap Sin$600 ribu untuk pengurusan pajak PT The

Master Steel, Rp 3,25 miliar terkait pengurusan pajak PT Delta

Internusa, dan sebesar US$ 150.000 untuk pengurusan kasus

pajak PT Nusa Raya Cipta. Keduanya divonis sembilan tahun

penjara.

3 Yudi Kristiana, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Perspektif Hukum

Progresif, (Jakarta : Thafa Media, 2011), h., 78.

4 http://nasional.kontan.co.id/news/ (diakses tanggal 21 Mei 2017)

Page 75: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

64

3. Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, PNS golongan IIIA

DJP dinyakan bersalah karena menerima suap senilai Rp925

juta dari Roberto Santonius, konsultan PT Metropolitan

Retailmart untuk pengurusan keberatan pajak. Gayus juga

Gayus terbukti menerima gratifikasi di kasus lain sebesar

US$659.800 dan Sin$9,6 juta.

Dengan sudah adanya beberapa oknum fiskus atau aparatur pajak

yang berhasil tertangkap, maka pengawasan yang sangat ketat sangat

diperlukan mengingat saat ini fiskus pajak diberikan wewenang penuh

mengakses informasi data nasabah pada bank. Pengawasan ekstra harus

dilakukan mengingat sudah banyak pegawai pajak yang tertangkap tangan

menerima suap dan memalsukan pembukuan laporan terutang wajib pajak.

Bagaimana mekanisme data nasabah tersebut disimpan sekiranya

masyarakat harus mengetahui, artinya aspek transparansi harus dijunjung

tinggi untuk menghindari praktek-praktek yang merugikan banyak pihak

oleh fiskus pajak, terutama nasabah pada suatu bank yang terkena wajib

pajak.

Berikut beberapa sanksi dan upaya hukum yang dapat mejerat

fiskus/pemungut pajak jika terjadi penyalahgunaan data tersebut:

1. Sanksi Terhadap Aparatur/ Fiskus Pajak

Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses

Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan telah memberikan

amanat bahwa fiskus/aparatur pajak wajib menjaga dan dilarang

membocorkan kepada pihak manapun yang tidak berwenang atas

kerahasiaan informasi keuangan nasabah sebagai wajib pajak yang

telah diperoleh dari Lembaga Keuangan khususnya pada Perbankan

sebagai Pihak Ketiga serta wajib melaksanakan tugasnya sesuai

prosedur. Tetapi, dalam undang-undang tersebut tidak ada ketentuan

Page 76: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

65

yang memuat sanksi terhadap fiskus pajak jika melanggar amanat

tersebut.

Dalam Pasal 41 ayat (1) dan (2) pada Undang-Undang Nomor 16

Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

telah memuat sanksi tersebut, diantaranya:

a. Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban

merahasiakan masalah perpajakan Wajib Pajak antara lain:

Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang

dilaporkan oleh Wajib Pajak, data yang diperoleh dalam rangka

pelaksanaan pemeriksaan, dokumen dan/atau data yang

diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia, dan dokumen

dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berkenaan, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda

paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya

atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya

kewajiban merahasiakan masalah perpajakan Wajib Pajak,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan

denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Lebih lanjut, jika fiskus pajak melakukan upaya pemerasan atau

permintaan yang merugikan terhadap wajib Pajak maka dapat

dijerat dengan Pasal 45 Ayat (4) pada Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi

Elektronik, menyebutkan bahwa Setiap Orang yang dengan sengaja

dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau

membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Page 77: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

66

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau

pengancaman dipidana dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

2. Upaya Hukum Terhadap Aparatur/ Fiskus Pajak

a. Melalui Gugatan Perdata

Secara umum gugatan perdata terbagi atas gugatan wanprestasi

dan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH).5

Suatu gugatan wanprestasi diajukan karena adanya

pelanggaran kontrak (wanprestasi) dari salah satu pihak.

Seandainya si A tidak membayar harga mobil yang telah

disepakatinya dalam perjanjian jual beli mobil, sementara

mobilnya sendiri telah digunakan olehnya, maka hal itu

menimbulkan kerugian bagi si B. artinya dalam gugatan

wanprestasi, para tergugat dan penggugat dan phak-pihak yang

yang terkait dalam perjanjian saja yang ada dalam gugatan ini.6

Selain gugatan wanprestasi dalam hukum acara dikenal pula

gugatan perbuatan melawan hukum (gugatan PMH), yaitu gugatan

ganti rugi karena adanya suatu perbuatan melawan hukum (PMH)

yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain. Mengacu pada

Pasal 1365 KUHPerdata, yang secara tegas mengatur bahwa setiap

perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang

lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

5 Bambang Sugeng, Pengantar Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Prenadamedia Group,

2012), h., 89

6 P.N.H. Simanjuntak, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015), h., 97.

Page 78: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

67

Melawan hukum secara sempit dapat diartikan sebagai

melanggar undang-undang. pengertian itu merupakan pengertian

klasik yang telah lama ditinggalkan, karena sebenarnya perbuatan

yang tidak melanggar undang-undang pun terkadang merugikan.

Saat ini istilah melawan hukum telah diartikan secara luas, yaitu

tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan tapi juga

dapat berupa:

1) Melanggar hak orang lain

2) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

3) Bertentangan dengan kesusilaan

4) Bertentangan dengan kepentingan umum.7

Dalam kaitannya dengan permasalahan jika aparatur atau fiskus

pajak melakukan penyalahgunaan data nasabah, maka nasabah

melakukan gugatan dengan klasifikasi perbuatan melawan hukum

karena dengan alasan:

1) Tidak adanya kontrak atau perjanjian sebelumnya antara

nasabah dengan aparatur atau fiskus pajak. Tidak seperti halnya

gugatan wanprestasi yang sebelumnya masing-masing pihak

telah mengadakan perjanjian atau kontrak sebelumnya.

2) Bertentangan dengan Undang-Undang. Penyalahgunaan data

nasabah oleh aparatur atau fiskus pajak jelas melanggar

Undang-Undang yang ada Indonesia, diantaranya Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Informasi

dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan.

7 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pemblokiran dan Putusan Pengadilan), (Jakarta: SInar Grafika, 2013), h., 89.

Page 79: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

68

3) Bertentangan dengan kepentingan umum. Akibat dari

penyalahgunaan atau bocornya data nasabah dapat

mengakibatkan kerugian umum diantaranya stabilitas

perekenomian terganggu.

b. Melalui Tuntutan Pidana

Dalam Pasal 41 ayat (1) pada Undang-Undang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan, Penuntutan terhadap tindak

pidana yang dilakukan oleh fiskus pajak yakni karena kelapaannya

tidak memenuhi kewajiban merahasiakan masalah perpajakan

Wajib Pajak yang diantaranya: Surat Pemberitahuan, laporan

keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak, data

yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, dokumen

dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat

rahasia, dan dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan, hanya

dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

Pengungkapan kerahasiaan sebagaimana dimaksud pada

ayat 41 ayat (1) dilakukan karena kealpaan dalam arti lalai, tidak

hati-hati, atau kurang mengindahkan sehingga kewajiban untuk

merahasiakan keterangan atau bukti-bukti yang ada pada Wajib

Pajak yang dilindungi oleh Undang-Undang Perpajakan dilanggar.

Atas kealpaan tersebut, pelaku dihukum dengan hukuman yang

setimpal.8

8 Mariot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Formal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h., 130.

Page 80: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian-uraian bab terdahulu peneliti dapat

menyimpulkan bahwa:

1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan tidak bertentangan dengan

ketentuan Rahasia Bank yang ada pada Undang-Undang Perbankan.

Dalam substansi Undang-Undang tersebut, tidak ada bunyi teks pada

yang mengatakan pihak manakah yang akan bertanggung jawab jika

terjadi kebocoran data nasabah pada saat proses pemindahan data

nasabah ke Dirjen Pajak. Dalam hal ini, tidak hanya nasabah sebagai

konsumen yang dirugikan, tetapi juga kedudukan Bank bisa menjadi

dirugikan jika si Nasabah justru menggugat untuk ganti-rugi atau

melakukan tuntutan pidana pada petugas Bank yang diberi wewenang

oleh Bank untuk melakukan pengiriman data kepada Dirjen Pajak. Hal

ini berimbas terhadap reputasi Bank yang terancam turun dalam

melakukan kegiatan perbankan serta berakibat fatal pada stabilitas

perekonomian Nasional. Asas keseimbangan dan kepastian hukum

antara Otoritas Pajak, Pelaku Usaha, dan Nasabah selaku Konsumen

tidak ditemukan dalam Undang-Undang tersebut.

2. Belum dibentuknya regulasi untuk memberikan legalitas kepada pihak

ketiga atau lembaga khusus sebagai bentuk pengawasan yang masif

dari pemerintah disaat pemindahan data nasabah dari Bank ke

Direktorat Jenderal Pajak dan Internal Direktorat Jenderal Pajak itu

sendiri saat proses Fiskus Pajak membuka atau mengakses data

nasabah. Sanksi pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan data

oleh Aparatur atau Fiskus Pajak melanggar Undang-Undang telah

Page 81: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

70

diatur diantaranya yakni ada di Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik

3. Upaya yang dapat dilakukan oleh nasabah terhadap Aparatur atau

Fiskus Pajak yang melakukan penyalahgunaan data dapat melalui

instrumen perdata dengan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

untuk meminta ganti rugi atau melalui instrumen pidana dengan syarat

bahwa pelapor yaitu nasabah yang dirugikan oleh Aparatur atau Fiskus

Pajak.

B. Rekomendasi

Dari kesimpulan yang telah dipaparkan oleh peneliti maka

dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Perlu adanya evaluasi kembali secara masif oleh pemerintah terhadap

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan agar memperhatikan

kembali hak-hak, kepastian, dan bagaimana bentuk tanggung jawab

dan perlindungan terhadap data nasabah selaku konsumen jasa

keuangan dan Bank sebagai Pelaku Usaha jasa keuangan oleh Dirjen

Pajak.

2. Dibentuknya aturan untuk memberikan legalitas pada lembaga khusus

untuk mengawasi atau mengawal proses pemindahan data nasabah dari

Bank ke Direktorat Jenderal Pajak dan saat proses Aparatur/Fiskus

Pajak mengakses data nasabah oleh Pemerintah agar dapat

meminimalisir atau menekan kebocoran data nasabah.

3. Dibentuknya lembaga khusus dengan SDM yang sudah teruji oleh

pemerintah untuk untuk mengawasi atau mengawal proses pemindahan

Page 82: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

71

data nasabah dari Bank ke Direktorat Jenderal Pajak dan saat proses

Aparatur/Fiskus Pajak mengakses data nasabah oleh Pemerintah agar

dapat meminimalisir atau menekan kebocoran data nasabah.

Page 83: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

72

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Djafar Saidi, Muhammad, Kejahatan di Bidang Perpajakan, (Depok: Rajawali

Press. 2011).

E. Watson, Camilla, Tax Procedure and Tax Fraud, (Miami: West Academic

Press, 2011).

Fahmi, Ibrahim, Pengantar Pasar Modal, (Bandung: Alfabeta, 2013).

Ginting, Ramlan, Transaksi Bisnis dan Perbankan Internasional, (Jakarta:

Salemba Empat, 2007).

Gregory Mankiw, N. d.k.k.., Pengantar Ekonomi Makro, (Jakarta: Salemba

Empat, 2012).

Halim, Abdul d.k.k., Perpajakan ( Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus)

(Jakarta: Salemba Empat, 2014).

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005).

Kristiana, Yudi. Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Perspektif

Hukum Progresif, (Jakarta : Thafa Media, 2011).

M. Hadjon, Philipus. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. (Surabaya: PT

Bina Ilmu, 1987).

Made Pasek Diantha, I, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi

Teori Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016)

Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, cet-IV 2010).

Miru, Ahmadi & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004).

Muljono, Djoko, Hukum Pajak: Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis,

(Yogyakarta: ANDI, 2010).

Nader, Laura, Law in Culture and Society, University of California Press, 1997.

Nasution, A.Z., Konsumen dan Hukum: Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum

pada Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

1995).

Page 84: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

73

Pahala Siaahan, Marihot, Hukum Pajak Formal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010).

Pudyatmoko, Sri. Pengantar Hukum Pajak. (Yogyakarta: ANDI, 2002).

Rahardja, Prathama & Mandala Manuring, Pengantar Ilmu Ekonomi, (Jakarta: UI

Press, 2008).

Rahardjo. Ilmu Hukum. (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000).

Redjeki Hartono, Sri, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju,

2000).

Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika,

2011).

Sembiring, Sentosa. Hukum Perbankan. (Bandung: CV Mandar Maju, 2012).

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia, 2004).

Shofie, Yusuf, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,

(Surakarta: Citra Aditya Bakti, 2008).

Simanjuntak, P.N.H., Hukum Acara Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015).

Soeroso, R., Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).

Sugeng, Bambang, Pengantar Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Prenadamedia

Group, 2012).

Usman, Rachmadi, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2012).

Widjaja, Gunawan & Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen,

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001).

Yahya Harahap, M., Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pemblokiran dan Putusan Pengadilan), (Jakarta: Sinar

Grafika, 2013).

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan.

Page 85: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

74

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan

Konsumen Jasa Keuangan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 Tentang Petunjuk Teknis

Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Cara

Pendaftaran Bagi Lembaga Keuangan dan Penyampaian Laporan yang

Berisi Informasi Keuangan Secara Otomatis

Skripsi

Novianto, Galih. Analisis Perlindungan Data Pribadi Nasabah Berdasarkan PBI

No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan

Penggunaan Data Pribadi Nasabah. (Skripsi, Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).

Website:

http://nasional.kompas.com/read/2017/05/17/18044751/jokowi.perppu.no.1.2017.

agar.indonesia.tak.masuk.negara.ecek-ecek (diakses pada tanggal 20 Mei 2017).

http://www.pajak.go.id/content/news/buka-kerahasiaan-bank-26-kantor-pajak-

terapkan-akasia (diakses pada tanggal 21 Mei 2017).

http://nasional.kontan.co.id/news/ (diakses tanggal 21 Mei 2017)

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161122162351-12-174492/rentetan-

kasus-korupsi-yang-menjerat-pegawai-pajak (diakses pada tanggal 2 Maret 2018)

Page 86: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

www.hukumonline.com/pusatdata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2017

TENTANG

PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2017TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN MENJADI

UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa dalam melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan, dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak tersebut diperlukan pemberian akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan;

b. bahwa saat ini masih terdapat keterbatasan akses bagi otoritas perpajakan Indonesia untuk menerimadan memperoleh informasi keuangan yang diatur dalam undang-undang di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya, yang dapat mengakibatkan kendala bagi otoritas perpajakan dalam penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak;

c. bahwa Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017;

d. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan pada tanggal 8 Mei 2017;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang.

Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1 / 4

Page 87: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

www.hukumonline.com/pusatdata

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN MENJADI UNDANG-UNDANG

Pasal 1

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6051) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 2

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 23 Agustus 2017

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 23 Agustus 2017

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 190

2 / 4

Page 88: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

www.hukumonline.com/pusatdata

PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9 TAHUN 2017

TENTANG

PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2017TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN MENJADI

UNDANG-UNDANG

I. UMUM

Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan, sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak, yang pemungutannya diatur dengan undang-undang sebagai perwujudan ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Upaya pemungutan pajak untuk kepentingan pembangunan nasional masih mengalami kendala baik yang berasal dari faktor internal maupun dari faktor eksternal. Dalam mengatasi kendala dari faktor internal, saat ini Pemerintah telah dan sedang melakukan reformasi perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak dengan tujuan antara lain untuk memperbaiki organisasi, proses kerja, pengelolaan data dan informasi dari perbankan, serta sumber daya manusia. Sedangkan dari faktor eksternal, selain terjadinya pelemahan ekonomi dan perdagangan global, juga masih banyak ditemukannya Wajib Pajak yang melakukan penghindaran pajak ke luar Indonesia. Dengan adanya pusat-pusat pelarian pajak/perlindungan dari pengenaan pajak (tax haven), dan belum adanya mekanisme serta aturan yang mengharuskan pertukaran informasi antar negara dan yurisdiksi, semakin mempersulit upaya pengumpulan pajak di Indonesia yang berdasarkan pada sistem self-assesment.

Sementara itu, pengawasan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara self-assessment tersebut merupakan hal yang esensial untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pengawasan tersebut dapat dilaksanakan dengan optimal sepanjang telah tersedianya akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan dalam pembentukan basis data perpajakan yang lebih kuat dan akurat.

Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku saat ini telah membatasi akses otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan, baik dari sisi prosedur maupun persyaratan. Kondisi keterbatasan akses tersebut dimanfaatkan Wajib Pajak untuk tidak patuh melaporkan penghasilan dan harta sesungguhnya. Hal ini dapat menghambat terwujudnyakeberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak dan penguatan basis data perpajakan, serta Indonesia berpotensi menjadi negara tujuan penempatan dana ilegal.

Di samping itu, Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan dengan banyak negara/yurisdiksi, yang di dalamnya juga mengatur mengenai pertukaran informasi termasuk pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information) sesuai dengan standar internasional yang disepakati. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Indonesia untuk mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis adalah membentuk aturan domestik yang mengatur mengenai kewenangan otoritas perpajakan untuk mengakses informasi keuangan, kewajiban bagi lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain untuk melaporkan informasi keuangan secara otomatis kepada otoritas perpajakan, melakukan prosedur identifikasi rekening keuangan untuk kepentingan pelaporan dimaksud, serta adanya penerapan sanksi bagi ketidakpatuhan atas kewajiban-kewajiban tersebut.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas, Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan pada tanggal 8 Mei 2017, guna memberikan kepastian hukum mengenai pemberian akses

3 / 4

Page 89: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

www.hukumonline.com/pusatdata

yang luas bagi otoritas perpajakan dalam menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan dan memenuhi komitmen Indonesia dalam perjanjian internasional terkait dengan pertukaran informasi keuangan secara otomatis.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk kemudian disahkan menjadi Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6112

4 / 4

Page 90: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

LEMBARAN NEGARA

REPUBLIK INDONESIA No.95, 2017 KEUANGAN. Perpajakan. Informasi. Akses. (Penjelasan

dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6051)

PERATURAN PEMERINTAH

PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 1 TAHUN 2017

TENTANG

AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam melaksanakan pembangunan nasional

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mempunyai

tujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan

seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan,

dibutuhkan pendanaan yang bersumber dari penerimaan

negara terutama yang berasal dari pajak, sehingga untuk

memenuhi kebutuhan penerimaan pajak tersebut

diperlukan pemberian akses yang luas bagi otoritas

perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi

keuangan bagi kepentingan perpajakan;

b. bahwa saat ini masih terdapat keterbatasan akses bagi

otoritas perpajakan Indonesia untuk menerima dan

memperoleh informasi keuangan yang diatur dalam

undang-undang di bidang perpajakan, perbankan,

perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan

perundang-undangan lainnya, yang dapat

mengakibatkan kendala bagi otoritas perpajakan dalam

penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi

www.peraturan.go.id

Page 91: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -2-

kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan

efektivitas kebijakan pengampunan pajak;

c. bahwa Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian

internasional di bidang perpajakan yang berkewajiban

untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam

mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan

secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account

Information) dan harus segera membentuk peraturan

perundang-undangan setingkat undang-undang

mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan

perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017;

d. bahwa apabila Indonesia tidak segera memenuhi

kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan

sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Indonesia

dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi

komitmen pertukaran informasi keuangan secara

otomatis (fail to meet its commitment), yang akan

mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia,

antara lain menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai

anggota G20, menurunnya kepercayaan investor, dan

berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional,

serta dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan

penempatan dana ilegal;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, dan

mengingat adanya kebutuhan yang sangat mendesak

untuk segera memberikan akses yang luas bagi otoritas

perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi

keuangan bagi kepentingan perpajakan, perlu

menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang tentang Akses Informasi Keuangan Untuk

Kepentingan Perpajakan;

Mengingat : Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

www.peraturan.go.id

Page 92: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -3-

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

TENTANG AKSES INFORMASI KEUANGAN UNTUK

KEPENTINGAN PERPAJAKAN.

Pasal 1

Akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan

meliputi akses untuk menerima dan memperoleh informasi

keuangan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan

perjanjian internasional di bidang perpajakan.

Pasal 2

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses

informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dari lembaga jasa

keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor

perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa

keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang

dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar

pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian

internasional di bidang perpajakan.

(2) Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya,

dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak:

a. laporan yang berisi informasi keuangan sesuai

standar pertukaran informasi keuangan

berdasarkan perjanjian internasional di bidang

perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang

diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang

wajib dilaporkan; dan

b. laporan yang berisi informasi keuangan untuk

kepentingan perpajakan,

yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa

keuangan lainnya, dan/atau entitas lain dimaksud

selama satu tahun kalender.

www.peraturan.go.id

Page 93: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -4-

(3) Laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

a. identitas pemegang rekening keuangan;

b. nomor rekening keuangan;

c. identitas lembaga jasa keuangan;

d. saldo atau nilai rekening keuangan; dan

e. penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.

(4) Dalam rangka penyampaian laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf a, lembaga jasa keuangan,

lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan

prosedur identifikasi rekening keuangan sesuai standar

pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian

internasional di bidang perpajakan.

(5) Prosedur identifikasi rekening keuangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) paling sedikit meliputi kegiatan:

a. melakukan verifikasi untuk menentukan negara

domisili untuk kepentingan perpajakan bagi

pemegang rekening keuangan, baik orang pribadi

maupun entitas;

b. melakukan verifikasi untuk menentukan pemegang

rekening keuangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a merupakan pemegang rekening keuangan

yang wajib dilaporkan;

c. melakukan verifikasi untuk menentukan rekening

keuangan yang dimiliki oleh pemegang rekening

keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

merupakan rekening keuangan yang wajib

dilaporkan;

d. melakukan verifikasi terhadap entitas pemegang

rekening keuangan untuk menentukan pengendali

entitas dimaksud merupakan orang pribadi yang

wajib dilaporkan; dan

e. melakukan dokumentasi atas kegiatan yang

dilakukan dalam rangka prosedur identifikasi

rekening keuangan, termasuk menyimpan dokumen

yang diperoleh atau digunakan.

www.peraturan.go.id

Page 94: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -5-

(6) Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya,

dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), tidak diperbolehkan melayani:

a. pembukaan rekening keuangan baru bagi nasabah

baru; atau

b. transaksi baru terkait rekening keuangan bagi

nasabah lama,

yang menolak untuk mematuhi ketentuan identifikasi

rekening keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(7) Dalam hal diminta oleh Direktur Jenderal Pajak, lembaga

jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya,

dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) yang memperoleh atau menyelenggarakan

dokumentasi dalam bahasa lain selain Bahasa Indonesia,

harus memberikan terjemahan dokumentasi dimaksud

ke dalam Bahasa Indonesia.

(8) Dalam hal lembaga jasa keuangan, lembaga jasa

keuangan lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban

merahasiakan berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan, kewajiban merahasiakan tersebut

tidak berlaku dalam melaksanakan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.

Pasal 3

(1) Kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (2) dilakukan dengan:

a. mekanisme elektronik melalui Otoritas Jasa Keuangan

bagi lembaga jasa keuangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1), untuk laporan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a;

b. mekanisme non-elektronik sepanjang mekanisme

elektronik belum tersedia, kepada Direktur Jenderal

Pajak, bagi lembaga jasa keuangan lainnya dan

entitas lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1), untuk laporan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; dan

www.peraturan.go.id

Page 95: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -6-

c. mekanisme non-elektronik sepanjang mekanisme

elektronik belum tersedia, kepada Direktur Jenderal

Pajak, untuk laporan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (2) huruf b.

(2) Dalam hal terdapat perubahan mekanisme sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Menteri Keuangan dapat

menentukan mekanisme lain setelah mendapat

pertimbangan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa

Keuangan.

(3) Terhadap penyampaian laporan melalui mekanisme

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku

ketentuan sebagai berikut:

a. lembaga jasa keuangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyampaikan kepada

Otoritas Jasa Keuangan paling lama 60 (enam

puluh) hari sebelum batas waktu berakhirnya

periode pertukaran informasi keuangan antara

Indonesia dengan negara atau yurisdiksi lain

berdasarkan perjanjian internasional di bidang

perpajakan; dan

b. Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan kepada

Direktorat Jenderal Pajak paling lama 30 (tiga puluh)

hari sebelum batas waktu berakhirnya periode

pertukaran informasi keuangan antara Indonesia

dengan negara atau yurisdiksi lain berdasarkan

perjanjian internasional di bidang perpajakan.

(4) Penyampaian laporan melalui mekanisme sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan

oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan

lainnya, dan/atau entitas lain sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak

paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun

kalender.

Pasal 4

(1) Selain menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (2), Direktur Jenderal Pajak berwenang

www.peraturan.go.id

Page 96: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -7-

untuk meminta informasi dan/atau bukti atau

keterangan dari lembaga jasa keuangan, lembaga jasa

keuangan lainnya, dan/atau entitas lain.

(2) Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya,

dan/atau entitas lain wajib memberikan informasi

dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak.

(3) Informasi keuangan yang tercantum dalam laporan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan

informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai basis data

perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 5

Berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan,

Menteri Keuangan berwenang melaksanakan pertukaran

informasi keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (2) dan/atau informasi dan/atau bukti atau keterangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dengan otoritas

yang berwenang di negara atau yurisdiksi lain.

Pasal 6

(1) Menteri Keuangan dan/atau pegawai Kementerian

Keuangan dalam melaksanakan tugas yang berkaitan

dengan pelaksanaan akses dan pertukaran informasi

keuangan untuk kepentingan perpajakan, tidak dapat

dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

(2) Pimpinan dan/atau pegawai Otoritas Jasa Keuangan

yang memenuhi kewajiban penyampaian laporan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a,

tidak dapat dituntut secara pidana dan/atau digugat

secara perdata.

(3) Pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan,

pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan

lainnya, dan pimpinan dan/atau pegawai entitas lain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang

memenuhi kewajiban penyampaian laporan sebagaimana

www.peraturan.go.id

Page 97: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -8-

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dan/atau pemberian

informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), tidak dapat dituntut

secara pidana dan/atau digugat secara perdata.

Pasal 7

(1) Pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan,

pimpinan dan/atau pegawai lembaga jasa keuangan

lainnya, dan pimpinan dan/atau pegawai entitas lain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), yang:

a. tidak menyampaikan laporan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);

b. tidak melaksanakan prosedur identifikasi rekening

keuangan secara benar sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (4); dan/atau

c. tidak memberikan informasi dan/atau bukti atau

keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (2),

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)

tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

(2) Lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya,

dan entitas lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1), yang:

a. tidak menyampaikan laporan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);

b. tidak melaksanakan prosedur identifikasi rekening

keuangan secara benar sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (4); dan/atau

c. tidak memberikan informasi dan/atau bukti atau

keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

ayat (2),

dipidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah).

(3) Setiap orang yang membuat pernyataan palsu atau

menyembunyikan atau mengurangkan informasi yang

sebenarnya dari informasi yang wajib disampaikan dalam

www.peraturan.go.id

Page 98: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -9-

laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2),

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)

tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

Pasal 8

Pada saat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

ini mulai berlaku:

1. Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 35A Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun

1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang

Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara

Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Pasal 40 dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);

3. Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3608);

4. Pasal 17, Pasal 27, dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor

32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

www.peraturan.go.id

Page 99: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -10-

Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3720) sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997

tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5232); dan

5. Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867),

dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan

pelaksanaan akses informasi keuangan untuk kepentingan

perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang ini.

Pasal 9

Dalam hal diperlukan petunjuk teknis mengenai akses dan

pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan

perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang ini, Menteri Keuangan dapat menerbitkan

Peraturan Menteri.

Pasal 10

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai

berlaku pada tanggal diundangkan.

www.peraturan.go.id

Page 100: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang

2017, No.95 -11-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 8 Mei 2017

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 8 Mei 2017

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

www.peraturan.go.id

Page 101: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang
Page 102: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang
Page 103: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang
Page 104: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang
Page 105: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang
Page 106: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang
Page 107: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang
Page 108: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang
Page 109: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang
Page 110: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PERBANKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44253/1/ANDREA...perlindungan hukum terhadap nasabah perbankan pasca undang-undang