Top Banner
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI TENAGA KERJA DI INDONESIA (SUATU STUDY PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI TENAGA KERJA OUTSOURCING) SKRIPSI Oleh : DEWI NATALIA E1A109053 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013
98

Perlindungan Hak Asasi Manusia

Jul 14, 2016

Download

Documents

Perlindungan Hak Asasi Manusia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perlindungan Hak Asasi Manusia

1

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA

BAGI TENAGA KERJA DI INDONESIA

(SUATU STUDY PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA

BAGI TENAGA KERJA OUTSOURCING)

SKRIPSI

Oleh :

DEWI NATALIA

E1A109053

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 2: Perlindungan Hak Asasi Manusia

i

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA

BAGI TENAGA KERJA DI INDONESIA

(SUATU STUDY PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA

BAGI TENAGA KERJA OUTSOURCING)

SKRIPSI

Oleh :

DEWI NATALIA

E1A109053

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 3: Perlindungan Hak Asasi Manusia

ii

Lembar Pengesahan Skripsi

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI TENAGA KERJA DI INDONESIA

(SUATU STUDY PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI TENAGA KERJA OUTSOURCING)

Disusun Oleh:

Dewi Natalia E1A109053

Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan disahkan

Pada tanggal 20 Februari 2013

Mengetahui, DekanFakultasHukumUniversitasJenderalSoedirman

Dr.Angkasa,SH.,M.Hum

NIP.196409231989011001

Pembimbing I

Tenang Haryanto S.H,M.H NIP. 1196206221987021001

Pembimbing II

Satrio Saptohadi S.H, M.H NIP.195410181983031002

Penguji

H.Komari S.H,M.Hum NIP.195406061980111001

Page 4: Perlindungan Hak Asasi Manusia

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : DEWI NATALIA

NIM : E1A109053

Judul : “PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI TENAGA

KERJA DI INDONESIA (SUATU STUDY PERLINDUNGAN HAK

ASASI MANUSIA BAGI TENAGA KERJA OUTSOURCING)”

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya sendiri dan

tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain.

Dan apabila terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut di atas, maka

saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.

Purwokerto, 20 Februari 2013

DEWI NATALIA

NIM. E1A109053

Page 5: Perlindungan Hak Asasi Manusia

iv

ABSTRAK

Hak-hak asasi bagi para tenaga kerja di Indonesia telah diatur dalam konstitusi baik dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, maupun dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Walaupun telah ada peraturan yang mengatur tentang hak asasi bagi para tenaga kerja, akan tetapi pada kenyataannya banyak terjadi pelanggaran. Terbukti dengan adanya Pasal 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur tentang Outsourcing, dimana dalam perkembangannya dengan adanya sistem outsourcing tersebut banyak terjadi pergeseran dalam penerapan sistem outsourcing. Outsourcing yang pada awalnya hanya dikenakan terhadap jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi yaitu kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) pada suatu perusahaan, akan tetapi pada kenyataannya hampir semua jenis pekerjaan dikenakan outsourcing

Penelitian ini akan menguraikan berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia bagi para tenaga kerja khususnya bagi tenaga kerja outsoutcing di Indonesia. Metyode penelitian yang digunakan adalah Yuridis normatif dengan pendekatan yang digunakan yaitu Pendekatan Perundang-Undangan.

Hasil yang diperoleh bahwa dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tentang Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi para pekerja outsourcing. Karena dalam putusan tersebut menyatakan bahwa outsourcing hanya diperbolehkan terhadap jenis pekerjaan yang tercantum dalam Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Untuk menindak lanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/ 2011.

Kata kunci : Hak Asasi Manusia, Ketenagakerjaan, Outsourcing

Page 6: Perlindungan Hak Asasi Manusia

v

ABSTRACT

Human rights for migrant workers in Indonesia have been set in both the

1945 Constitution, Law No. 39 Year 1999 on Human Rights, and the Law No. 13 of 2003 on Manpower.

Although there have been regulations governing human rights for migrant workers, but in fact a lot of the offense. Evidenced by the Article 64 of the Manpower Law governing Outsourcing, which in its development with the outsourcing system is much the shift in application outsourcing system. Outsourcing was originally only charged for the type of work that is not directly related to the production process-related activities outside the core business in a company, but in fact almost any kind of work be outsourced.

This study will outline relating to the protection of human rights for migrant workers, especially for manpower outsoutcing in Indonesia. Metyode study is normative juridical approach to the approach of Legislation.

That the results obtained by the Constitutional Court Decision on Petition for Judicial 27/PUU-IX/2011 the Law No. 13 of 2003 on Manpower of the Constitution of 1945, is a form of legal protection for outsourced workers. Since the ruling states that outsourcing is only allowed to the type of work specified in Article 59 of the Manpower Law. To follow up decision the Constitutional Court, the Ministry of Manpower and Transmigration also issued Circular No. B.31/PHIJSK/I/2012 on the Implementation of the Constitutional Court Decision No. 27/PUU-IX / 2011.

Keywords: Human Rights, Manpower, Outsourcing

Page 7: Perlindungan Hak Asasi Manusia

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugerah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :PERLINDUNGAN

HAK ASASI MANUSIA BAGI TENAGA KERJA DI INDONESIA (SUATU

STUDY PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI TENAGA

KERJA OUTSOURCING).

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Berbagai

kesulitan dan hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsiini. Namun

berkat bimbingan, bantuan serta pengarahan dari berbagai pihak, maka skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan

terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Dr. Angkasa,SH,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman.

2. Bapak Tenang Haryanto,SH,M.H selaku Dosen Pembimbing I skripsi, atas

segala bimbingan, bantuan, arahan, dukungan dan masukan yang telah

diberikan selama penulisan skripsi ini.

3. Bapak Satrio Saptohadi,SH,M.H selaku Dosen Pembimbing II skripsi, atas

segala bimbingan, bantuan, arahan, dukungan, masukan, menyediakan waktu

dan kebaikan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini.

Page 8: Perlindungan Hak Asasi Manusia

vii

4. Bapak H.A. Komari,SH,M.H selaku Dosen Penguji atas segala arahan dan

masukan untuk skripsi ini.

5. Ibu Eti Purwiyantiningsih, SH,M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan bimbingan selama Penulis menempuh kuliah di

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

6. Segenap dosen, karyawan dan karyawati serta keluarga besar Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Soedirman, yang telah berjasa kepada Penulis

selama menempuh kuliah.

7. Kedua orang tua saya Bapak Surono dan Ibu Suryati, yang telah

melimpahkan perhatian, kasih sayang, dan mendidik penulis serta selalu

berdoa untuk keberhasilan penulis.

8. Adikku Aji Yunianto (Nyunyu), imamku Mas Sofyan Tri Wahyudin (Mas

Wahyu), dan saudaraku Puput Yuli Safitri (Citroep) yang selalu mendukung

dan memberi semangat.

9. Kedua sahabat kecilku, Luthfia Kumara Gazania (Piao_Oo) dan Chiesa

Alifisto Deanugra (Cesa_Oces) yang selalu menghiburku.

10. Semua sahabat-sahabat mahasiswa Fakultas Hukum UNSOED Paralel 2009

dan teman-teman seperjuangan dalam penulisan skripsi.

11. Dan semua pihak yang selalu mendukung saya, yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu.

Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan

masih banyak kekurangannya, sehingga masih memerlukam pembetulan, untuk

itu kritik dan saran akan diterima dengan lapang dada. Penulis mengharapkan

Page 9: Perlindungan Hak Asasi Manusia

viii

skripsi ini akan dapat memberikan sumbangsih bagi para pembaca dan penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, Februari 2013

Penulis

Page 10: Perlindungan Hak Asasi Manusia

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

ABSRACT ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ..................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

D. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Negara Hukum

1. Pengertian Negara Hukum ............................................................ 7

2. Unsur – unsur Negara Hukum ...................................................... 11

B. Hak Asasi Manusia

1. Pengertian Hak Asasi Manusia ..................................................... 16

2. Perkembangan Hak Asasi Manusia ............................................... 19

C. Ketenagakerjaan

1. Pengertian Tenaga Kerja ............................................................... 29

Page 11: Perlindungan Hak Asasi Manusia

x

2. Ketenagakerjaan di Indonesia ....................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ............................................................................. 43

B. Spesifikasi Penelitian .......................................................................... 43

C. Jenis Bahan Hukum ............................................................................ 43

D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum ................................................. 44

E. Metode Penyajian Bahan Hukum ....................................................... 44

F. Metode Analisis Bahan Hukum .......................................................... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ................................................................................... 46

B. Pembahasan ......................................................................................... 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 84

B. Saran .................................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA

Page 12: Perlindungan Hak Asasi Manusia

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara berkembang yang berusaha untuk

meningkatkan pembangunan disegala bidang kehidupan termasuk salah

satunya adalah pembangunan dalam bidang ekonomi. Pembangunan dalam

bidang ekonomi ini dilakukan oleh pemerintah melalui program reformasi

dibidang ekonomi, akan tetapi cara ini dirasa belum memberikan hasil

yang memadai. Sedangkan pembangunan dalam bidang ekonomi sangat

penting karena merupakan salah satu faktor penunjang terwujudnya

pembangunan nasional. Dengan pembangunan dalam bidang ekonomi,

diharapkan Indonesia dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan

rakyatnya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam lambatnya proses

pemulihan ekonomi, salah satunya disebabkan oleh faktor adanya campur

tangan oleh pemerintah yang terlalu besar dalam penyelenggaraan

pembangunan dibidang ekonomi. Hal ini mengakibatkan kedaulatan

ekonomi tidak berada ditangan rakyat.

Selain itu, lambatnya pembangunan dalam bidang ekonomi juga

dapat terjadi karena pengaruh adanya kesenjangan ekonomi, baik

kesenjangan antara pusat dan daerah, kesenjangan antar daerah,

kesenjangan antar pelaku, dan kesenjangan antar golongan pendapatan.

Namun kesenjangan ekonomi sekarang telah meluas keseluruh aspek

Page 13: Perlindungan Hak Asasi Manusia

2

kehidupan, yang mengakibatkan berkembangnya sistem monopoli dalam

bidang ekonomi.

Lambatnya pemulihan ekonomi ini mengakibatkan dampak bagi

kehidupan masyarakat, karena pengangguran meningkat, penduduk miskin

bertambah, dan lapangan kerja menjadi hal yang susah untuk dicari. Hak

dan perlindungan terhadap tenaga kerja juga menjadi tidak terjamin serta

kesehatan masyarakat menjadi menurun.

Pada kenyataannya, pihak pencari kerja semakin lama jumlahnya

semakin banyak. Banyak faktor yang berpengaruh dalam hal ini, salah

satunya adalah faktor pemutusan hubungan kerja karena perusahaan yang

bangkrut / pailit, atau perusahaan yang pindah ke negara lain atau dapat

juga karena adanya akibat dari semakin banyak pencari kerja yang belum

tersalurkan. Dengan demikian sumber daya manusia di Indonesia hanya

unggul dalam segi kuantitas tanpa didukung keunggulan secara kualitas.1

Pemulihan dalam bidang ekonomi ini bertujuan untuk

mengembalikan tingkat pertumbuhan dan pemerataan kehidupan ekonomi

yang memadai, selain itu juga tercapainya pembangunan yang

berkelanjutan. Sehingga dalam pelaksanaan pembangunan nasional,

tenaga kerja mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting

sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dalam bidang ekonomi. Oleh

karena itu, diperlukan adanya pembangunan dalam bidang

ketenagakerjaan agar para tenaga kerja memiliki peranan dan kedudukan.

1 Djumadi. 2005. Sejarah keberadaan organisasi buruh di indonesia. RajaGrafindo

Persada. Jakarta. Hal: 9

Page 14: Perlindungan Hak Asasi Manusia

3

Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian dari

pembangunan nasional yang dilakukan berdasarkan pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan

masyarakat Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia

seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat, dan harga diri serta

mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur bagi para tenaga

kerja. Selain itu, pembangunan terhadap ketenagakerjaan juga dilakukan

untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja serta peningkatan perlindungan

terhadap tenaga kerja dan keluarganya sesuai harkat dan martabat bagi

kemanusiaan.

Perlindunagn terhadap tenga kerja ini bertujuan untuk menjamin

hak-hak dasar yang dimiliki oleh para tenaga kerja dan menjamin

kesamaan kesempatan yang diperoleh para tenaga kerja serta perlakuan

tanpa diskriminasi atas dasar apapun dalam mewujudkan kesejahteraan

pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

kemajuan dunia usaha.

Seperti yang kita ketahui bahwa tujuan umum dari bangsa

Indonesia yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

adalah untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum berdasarkan

Pancasila untuk terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.2

2 Tim Redaksi Pustaka Yustisia. 2012. Pedoman Terbaru Outsourcing & Kontrak Kerja :

Peraturan 2012 Tentang Outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Pustaka Yustisia: Yogyakarta. Hal. 8

Page 15: Perlindungan Hak Asasi Manusia

4

Bangsa Indonesia telah membuat peraturan tersendiri untuk

mengatur tentang tenaga kerja, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan adanya undang-undang ini maka

diharapkan hak-hak para tenaga kerja serta hal lain mengenai tenaga kerja

dapat terjamin. Akan tetapi dalam undang-undang tersebut terdapat satu

pasal yang isinya dirasa cukup merugikan bagi para tenaga kerja. Yaitu

pasal 64 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

yang mengatur tentang penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan

kepada perusahaan lainnya (Outsourcing). Pasal tersebut menyatakan

bahwa “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan

kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan

atau penyedia jasa pekerja / buruh yang dibuat secara tertulis”.

Dari pasal ini mempunyai dampak baik secara langsung maupun

tidak langsung bagi semua tenaga kerja outsourcing di Indonesia yang

dirasakan sangat merugikan bagi hak-hak para tenaga kerja karena aturan

tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945

sebagaimana yang termuat dalam Pasal 27 ayat 2 yaitu bahwa “tiap-tiap

warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan”, serta Pasal 28D ayat (2) yaitu “setiap orang berhak untuk

bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja”.

Selain kedua pasal tersebut diatas, Pasal 64 Undang-Undang No 13

Tahun 2003 juga dirasakan bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1)

Page 16: Perlindungan Hak Asasi Manusia

5

Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa “ perekonomian

disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

Peraturan dalam Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan tersebut juga

bertentangan denga ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pada kenyataannya, masih terlihat banyaknya tenaga kerja

outsourcing di Indonsia yang tidak terpenuhi akan hak-hak asasinya

sedangkan kewajiban harus terus dijalankan. Dari apa yang telah diuraikan

dalam penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul

untuk skripsi ini yaitu “ PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA

BAGI TENAGA KERJA DI INDONESIA (SUATU STUDY

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI TENAGA KERJA

OUTSOURCING)”.

A. Perumusan Masalah

Dari latar belakang seperti yang telah dijelaskan diatas, maka dapat

diambil suatu rumusan masalah yaitu :Bagaimanakah perlindungan hak

asasi manusia bagi para tenaga kerja khususnya bagi para tenaga kerja

outsourcing?

B. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penulisan karya tulis

ini adalah untuk mengetahui perlindungan Hak Asasi Manusia bagi para

tenaga kerja khususnya bagi para tenaga kerja outsourcing.

Page 17: Perlindungan Hak Asasi Manusia

6

C. Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan karya

tulisan ini adalah :

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi

sebuah informasi, menambah wacana berpikir dan kesadaran

bersama dalam berbagai bidang keilmuan, khususnya Hukum Tata

Negara mengenai hak-hak asasi bagi para tenaga kerja yang sering

diabaikan khususnya bagi para tenaga kerja outsourcing.

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan hukum Tata Negara

terutama mengenai perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.

b. Secara praktis atau terapan penelitian ini diharapkan dapat berguna

untuk sedapat mungkin memberikan sebuah informasi kepada para

tenaga kerja khususnya bagi para tenaga kerja outsourcing yang

hak–hak asasinya dilanggar, dan bagi para pengusaha supaya dapat

bertindak sesuai dengan ketentuan atau peraturan hukum yang

berlaku dalam mempekerjakan para tenaga kerja.

Page 18: Perlindungan Hak Asasi Manusia

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. NEGARA HUKUM

1. Pengertian Negara Hukum

Teori berdirinya negara berdasar atas hukum sudah dikenal sejak

abad V SM atau pada zaman Yunani Kuno. Adanya negara berdasarkan

hukum adalah bertujuan untuk melindungi hak-hak asasi manusia.

Gagasan tentang negara berdasarkan hukum mengalami peningkatan

sejak abad XV sampai abad XVIII. Gagasan tentang negara hukum

dipelopori oleh Immanuel Kant yang dianggap sebagai pelopor yang

paling berjasa dalam meletakkan gagasan tentang negara hukum murni

atau negara hukum formal.3

Menurut Immanuel Kant, terdapat empat prinsip tentang ciri

negara hukum, yaitu:

1. Pengakuan dan jaminan atas hak-hak asasi manusia

2. Pemisahan kekuasaan untukmenjamin hak-hak asasi manusia

3. Pemerintahan berdasarkan hukum

4. Pengadilan untuk menyelesaikan masalah yang timbul sebagai akibat

pelanggaran hak asasi manusia.4

Teori Immanuel Kant tentang negara hukum formal menjadikan

negara bersifat pasif. Artinya tugas negara hanya mempertahankan

3 Budiyanto. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara. Jakarta. Erlangga. Hal 53 4 Loc.cit

Page 19: Perlindungan Hak Asasi Manusia

8

keamanan dan ketertiban saja, atau dapat juga dikatakan bahwa negara

hanya sebagai penjaga malam. Akan tetapi dalam masalah ekonomi dan

sosial, negara tidak boleh ikut mecampurinya. Teori tersebut banyak

diterapkan di Eropa, Amerika, dan Australia yang pada prakteknya

banyak melahirkan eksploitasi terhadap manusia maupun alam,

monopoli, dan kesenjangan sosial yang melebar.

Pada akhir abad XIX munculah pelopor negara hukum modern,

yaitu Prof. Kranenburg yang terkenal dengan istilah “welfare state” atau

negara kesejahteraan. Teori ini dikenal dengan negara hukum material,

karena adanya pandangan yang menyatakan bahwa negara selain

bertugas membina ketertiban hukum juga ikut bertanggung jawab dalam

membina dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya.5

Berbicara mengenai negara hukum, belum terdapat kesamaan

mengenai pengertian negara hukum. Hal tersebut dapat dilihat dari

beberapa pendapat para ahali yang memberikan gambaran tentang negara

hukum.

Pendapat pertama datang dari Sudargo Gautama, yang memberikan

gambaran tentang negara huhum, yaitu bahwa dalam suatu negara hukum

terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan. Negara

tidak maha kuasa, tidak bertindak sewenang-wenang. Tindakan-tindakan

warga negaranya dibatasi oleh hukum.6

Pendapat yang lain datang dari Prof. R. Djokosutono yang

menyatakan bahwa negara hukum menurut Undang-Undang Dasar

5 Loc.cit 6 Ibid. Hal. 52

Page 20: Perlindungan Hak Asasi Manusia

9

1945adalah negara yang berdasarkan pada kedaulatan hukum. Hukumlah

yang berdaulat atas negara tersebut. Negara merupakan subyek hukum

dalam arti Rechstaat.7

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 hasil

Amandemen IV yang menentukan bahwa Negara Indonesia adalah

negara hukum. Dari bunyi pasal 1 ayat (3) tersebut, adanya konsekuensi

yaitu bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan

penduduk harus berdasarkan dan sesuai dengan hukum untuk mencegah

terjadinya kesewenang-wenangan baik yang dilakukan oleh alat negara

maupun penduduk.

Apa yang disampaikan oleh Prof. R. Djokosutono senada dengan

apa yang terdapat dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Tahun 1945

yang dengan tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasar atas

hukum (Rechstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka ( machstaat ),

dan disebutkan pula bahwa Pemerintah Indonesia berdasarkan sistem

konstitusi ( hukum dasar ), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang

tidak terbatas).

Dari bunyi penjelasan undang-undang tersebut mengandung arti

bahwa negara dalam melaksanakan aktivitas penyelenggaraan negara

tidak boleh berdasarkan kekuasaan belaka akan tetapi harus berdasarkan

hukum yang berlaku.

Lain lagi gambaran pengertian tentang negara hukum yang

diberikan oleh Prof. PadmoWahyono, beliau dalam memberikan

gambaran tentang negara hukum, yaitu suatu negara hukum yang ideal

7 Loc.cit

Page 21: Perlindungan Hak Asasi Manusia

10

pada abad ke-20 ini adalah jika segala tindakan penguasa (negara) selalu

dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.8

Dari beberapa gambaran mengenai negara hukum tersebut diatas,

maka dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian negara hukum, yaitu

bahwa negara hukum adalah negara yang melaksanakan kekuasaannya

berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku serta dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, negara hukum adalah suatu negara

yang didalam wilayahnya adalah:

a. Semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat

perlengkapan dan pemerintah dalam tindakannya baik terhadap warga

negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing, tidak

boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-

peraturan hukum yang berlaku;

b. Semua orang atau penduduk dalam hubungan kemasyarakatan harus

tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.9

Arti dari negara hukum itu sendiri pada hakekatnya berasal dari

konsep tentang kedaulatan hukum yang menyatakan bahwa kekuasaan

tertinggi dalam suatu negara adalah hukum. Sehingga alat perlengkapan

negara dan juga warga negara harus dihukum tanpa kecuali jika memang

terbukti bersalah melanggar hukum, seperti apa yang diungkapkan oleh

Krabe:

8 Ibid. Hal 53 9 Wirjono Prodjodikoro, dalam Ni’Matul Huda. 2011. Hukum Tata Negara Indonesia.

Jakarta. RajaGrafindo Persada. Hal 75.

Page 22: Perlindungan Hak Asasi Manusia

11

Negara sebagai pencipta dan penegak hukum di dalam segala kegiatannya harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Dalam arti ini hukum membawahkan negara. Berdasarkan pengertian hukum itu bersumber dari kedasaran hukum rakyat, maka hukum itu tidak mempunyai wibawa yang tidak berkaitan dengan seseorang (Impersonal).10 Dari semua uraian diatas, dapat diketahui bahwa di dalam negara

hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam

penyelenggaraan negara sehingga yang menjadi pemimpin dalam

penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri.

2. Unsur-Unsur Negara Hukum

Paul Sholten mengemukakan bahwa dalam negara hukum unsur

yang utama adalah adanya pembatasan kekuasaan yang berlandaskan

hukum.11Sehingga asas legalitas terdapat di negara hukum. Segala

pelanggaran terhadap hak-hak individu dapat ditegakkan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan setiap tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah harus dilakukan berdasarkan hukum.

Menurut M. Kusnardi dan H. Ibrahim menyebutkan bahwa unsur-

unsur negara hukum dapat dilihat pada negara hukum dalam arti formal

dan negara hukum dalam arti sempit. Dalam negara dalam arti sempit,

orang hanya mengenal 2 unsur penting yaitu:

a. Perlindungan terhadap hak asasi manusia

b. Adanya pemisahan kekuasaan.12

10 Krabe, dalam Hestu Cipto Handoyo. 2002. Hukum Tata negara, Kewarganegaraan &

Kah Asasi Manusia. Yogyakarta. Universitas Atma Jaya. Hal. 12 11 Budiyanto, op.cIt. hal. 54 12 Loc.cit

Page 23: Perlindungan Hak Asasi Manusia

12

Sedangkan dalam negara dalam arti formal, unsur-unsurnya yaitu:

a. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

b. Pemisahan kekuasaan

c. Setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan

perundang-undangan

d. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri. 13

Pengertian tentang negara hukum berlawanan dengan pengertian

tentang negara kekuasaan. Dasar pemikiran tentang negara hukum

berdasarkan adanya kebebasan rakyat, bukan kebebasan negara dengan

dengan tujuan untuk memelihara ketertiban hukum dan mengabdi kepada

kepentingan umum yang berdasarkan kebenaran dan keadilan.

Ada 2 (dua) tipe negara hukum yang terkenal yaitu Tipe Anglo

Saxon dan Tipe Eropa Kontinental.

1. Tipe Anglo Saxon

Tipe negara yang menganut Anglo Saxon bertumpu pada The Rule

of Law. Beberapa negara yang menganut tipe ini adalah Inggris dan

Amerika. Menurut A.V. Dicey, the rule of law terbagi dalam 3 unsur

pokok, yaitu:

1. Supremacy of The Law

Yaitu hukum mempunyai kedudukan yang paling tinggi

dan Pemerintah selaku penguasa tidak boleh bertindak sewenang-

wenang. Setiap individu baik sebagai rakyat maupun sebagai

13 Loc.cit

Page 24: Perlindungan Hak Asasi Manusia

13

penguasa harus tunduk kepada hukum dan jika bersalah harus

dihukum tanpa kecuali.Supremasi ini untuk menentang pengaruh

dan meniadakan tindakan yang sewenang-wenang yang luas oleh

pemerintah. Adapun ciri dari supemacy of the law adalah:

a. Hukum berkuasa penuh terhadap rakyat dan negara;

b. Negara tidak dapat disalahkan, yang salah adalah pejabat

negara;

c. Hukum tidak dapat diganggu gugat, kecuali oleh Supremacy

of Court atau Mahkamah Agung.14

2. Equality before The Law

Yaitu segala warga negara bersamaan kedudukannya di

dalam hukum. Rakyat maupun penguasa berhak mendapatkan

perlindungan hukum dan wajib untuk mematuhi hukum yang

berlaku.15 Hal ini berarti tidak ada orang yang berada diatas

hukum.

3. Constitution Based on Human Rights

Yaitu adanya jaminan hak-hak asasi dalam konstitusi.

Hukum konstitusi bukanlah sumber, tetapi merupakan

konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan

ditegaskan oleh peradilan.16Hal ini merupakan penegasan bahwa

hak-hak asasi harus dilindungi.

14 Loc.cit 15 Loc.cit 16 Ni’Matul Huda. 2011. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta. RajaGrafindo Persada.

Hal 75.

Page 25: Perlindungan Hak Asasi Manusia

14

Di indonesia, dalam menjelaskan tentang negara hukum

merupakan terjemahan dari Rechstaat, sebagaimana dalam Penjelasan

Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Akan tetapi antara the rule of law

dengan rechstaat terdapat perbedaan walaupun mempunyai tujuan yang

sama yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

Konsep Rechstaat lahir dari suatu perjuangan menentang

absolutisme yang berkembang secara revolusioner yang bertumpu pada

sistem hukum kontinental yang disebut Civil Law. Adapun ciri-ciri dari

Rechtsstaat yaitu:

a. Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan

tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;

b. Adanya pembagian kekuasaan negara;

c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.17

Sedangkan Konsep The Rule of Law berkembang secara

evolusioner yang bertumpu pada sistem hukum yang disebut Common

Law. Adapun syarat dasar agar pemerintahan demokratis di bawah the

rule of law dapat terselenggara, yaitu:

a. Perlindungan konstitusional

b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak

c. Pemilihan umum yang bebas

d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat

e. Kebebasan untuk berserikat / berorganisasi dan beroposisi

17 Ibid . 74

Page 26: Perlindungan Hak Asasi Manusia

15

f. Pendidikan kewarganegaraan.18

2. Tipe Eropa Kontinental

Pada negara tipe ini, yang berdaulat adalah hukum sehingga

hukum memandang negara sebagi subyek hukum yang dapat dituntut

apabila melanggar hukum. Beberapa negara penganut tipe Eropa

Kontinental adalah Jerman, Perancis, Belgia, Belanda. Menurut Prof.

R. Djokosutono, negara hukum berdasarkan kedaulatan hukum,

karena dalam prakteknya kekuasaan yang dijalankan berdasarkan

hukum (rechstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).19

Selain unsur-unsur, dalam negara hukum juga menganut prinsip-

prinsip antara lain:

a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang

mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, hukum,

sosial, dan kebudayaan. Hal tersebut berdasarkan ketentuan hukum.

b. Peradilan yang bebas, tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh

sesuatu kekuatan apapun juga. Artinya ada kekuasaan yang terlepas

dari kekuasaan pemerintah yang menjamin hak-hak asasi sehingga

hakim benar-benar memperoleh putusan yang objektif dalam

memutuskan perkara.

c. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya. Dengan ini

suatu tindakan harus sesuai dengan yang dirumuskan dalam peraturan

hukum.20

18 Budiyanto. Op.cit Hal 55 19 Loc.cit 20 Loc.cit

Page 27: Perlindungan Hak Asasi Manusia

16

Dalam negara hukum, kekuasaan negara dilaksanakan menurut

prinsip-prinsip dasar keadilan, sehingga terikat pada konstitusi. Hukum

menjadi batas, penentu dan dasar dalam cara bertindak oleh pemerintah

serta segala instansi dalam mencampuri hak dan kebebasan warga

negaranya. Atas dasar hukum pula, suatu negara hukum

menyelenggarakan apa yang menjadi tujuan negara.

B. HAK ASASI MANUSIA

1. Pengertian Hak Asasi Manusia

Istilah hak asasi manusia merupakan terjemahan dari Droits de

L’homme (Perancis), Human Rights (Inggris), dan mensekelije rechten

(Belanda). Di Indonesia, hak asasi lebih dikenal dengan istilah hak-hak

asasi atau juga dapat disebut sebagai hak fundamental.21

Istilah hak asasi lahir secara monumental sejak terjadinya revolusi

Perancis pada tahun 1789 dalam “Declaration des Droits de L’hommeet

du Citoyen” (hak-hak asasi manusia dan warga negara Perancis), dengan

semboyan Liberte (Kemerdekaan), Egalite (Persamaan) dan Fraternite

(Persaudaraan).22

Istilah hak mempunyai banyak arti. Hak dapat dikatakan sebagai

sesuatu yang benar, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu, atau

dapat juga diartikan sebagai kekuasaan untuk tidak berbuat sesuatu dan

lain sebagainya. Sedangkan asasi berarti bersifat dasar atau pokok atau

21 Ibid . Hal 56 22 Loc.cit

Page 28: Perlindungan Hak Asasi Manusia

17

dapat juga diartikan sebagai fundamental. Sehingga hak asasi manusia

adalah hak yang bersifat dasar atau hak pokok yang dimiliki oleh

manusia, seperti hak untuk berbicara, hak hidup, hak untuk mendapatkan

perlindungan dan lain sebagainya.

Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada manusia

secara kodrati. Pengakuan terhadap hak asasi manusia lahir dari adanya

keyakinan bahwa semua manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dan

memiliki harkan dan martabat yang sama antara manusia yang satu

dengan manusia yang lainnya. Selain itu, manusia diciptakan dengan

disertai akal dan hati nurani, sehingga manusia dalam memperlakukan

manusia yang lainnya harus secara baik dan beradab.

Menurut Prof. Koentjoro Poerbapranoto, hak asasi adalah hak yang

bersifat asasi, artinya hak yang dimiliki oleh manusia secara kodrat dan

tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri sehingga sifatnya

suci.23Sehingga dapat juga dikatakan bahwa hak asasi manusia

merupakan hak dasar yang dimiliki oleh seseorang sebagai anugerah

Tuhan yang dibawa sejak lahir.

Bagi orang yang beragama dan meyakini bahwa manusia adalah

anugerah Tuhan Yang Maha Esa, maka hak asasi adalah hak yang

melekat pada diri manusia dan merupakan hak yang diberikan sebagai

anugerah Tuhan. Karena semua hak asasi manusia itu diberikan oleh

Tuhan, maka tidak ada yang boleh mencabut dan mengilangkan selain

23 Ibid hal 58

Page 29: Perlindungan Hak Asasi Manusia

18

Tuhan. Sehingga hak asasi itu perlu mendapatkan perlindungan dan

jaminan oleh negara atau pemerintah, dan bagi siapa saja yang

melanggarnya maka harus mendapatkan sangsi yang tegas tanpa kecuali.

Ada beberapa hak yang tidak dapat dicabut seperti hak untuk

memiliki kebebasan dalam berbicara dan berpendapat, hak untuk

mendapatkan kebebasan dalam memilih agama sesuai dengan

keyakinanya, hak mendapatkan kebebasan untuk berserikat, hak untuk

mendapatkan perlindungan yang sama dihadapan hukum dan masih

banyak lagi.

Hak atas hidup, hak untuk mendapatkan kebebasan dan keamanan

merupakan contoh dari beberapa hak yang diakui secara universal di

dunia. Tidak seorang pun boleh diperbudak, diperdagangkan, disiksa,

diperlakukan secara tidak berperikemanusiaan atau merendahkan

martabat manusia.

Hak tersebut merupakan contoh beberapa hak yang dimiliki oleh

setiap individu tanpa memandang perbedaan ras, warna kulit, jenis

kelamin, agama, bahasa, asal kebangsaan, status sosial, harta, atau latar

belakang lainnya. Sehinnga hak asasi manusia itu memerlukan adanya

perlindungan dari hukum.

Dalam Pasal 1 ayat (1)Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

disebutkan mengenai pengertian hak asasi manusia, bahwa :

“Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat padahakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,

Page 30: Perlindungan Hak Asasi Manusia

19

hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Dari bunyi undang-undang tersebut ditegaskan bahwa adanya

kewajiban dari setiap individu untuk menghormati hak asasi orang lain.

Kewajiban tersebut dengan tegas dituangkan dalam undang-undang

sebagai seperangkat kewajiban sehingga apabila tidak dilaksanakan maka

tidak mungkin akan terlaksana dan tegaknya perlindungan terhadap hak

asasi manusia.

Undang-undang ini memandang kewajiban dasar manusia

merupakan sisi lain dari hak asasi manusia. Tanpa menjalankan kewajiban

dasar manusia, adalah tidak mungkin terlaksana dan tegaknya hak asasi

manusia, sehingga dalam pelaksanaannya, hak asasi seseorang harus

dibatasi oleh kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain.

2. Perkembangan Hak Asasi Manusia

Perjuangan untuk memperoleh pengakuan dan jaminan terhadap

hak asasi manusia selalu mengalami pasang surut sejalan dengan

peradaban manusia dan mengalami perjuangan yang panjang. Sejak abad

ke-13 usaha perlindungan terhadap hak asasi manusia telah dimulai.

Usaha melindungi hak-hak asasi manusia telah ditempuh oleh bangsa

Inggris sejak tahun 1215 dengan ditandatanganinya Magna Charta oleh

Raja John Lackland.

Namun sebelum adanya Magna Charta, di dunia islam telah

terlebih dahulu ada suatu piagam tentang hak asasi manusia yang dikenal

Page 31: Perlindungan Hak Asasi Manusia

20

dengan “Piagam Madinah” di madinah pada tahun 622, yang

memberikan jaminan terhadap perlindungan hak asasi manusia bagi

penduduk Madinah yang terdiri atas berbagai suku dan agama.

Noourouzzaman Shiddigi telah membuat ringkasan Piagam Madinah

yaitu:

1. Masyarakat pendukung piagam ini adalah masyarakat majemuk, baik ditinjau dari segi asal keturunan, budaya maupun agama yang dianut. Tali pengikat persatuan adalah politik dalam rangka mencapai cita-cita bersama (Pasal 17, 23, dan 42).

2. Masyarakat pendukung semula terpecah belah dikelompokkan dalam kategori Muslim dan non-Muslim. Tali pengikat sesama Muslim adalah persaudaraan seagama (Pasal 15). Diantara mereka harus tertanam rasa solidaritas yang tinggi (Pasal 14, 19, dan 21).

3. Negara mengakui dan melindungi kebebasan melakukan ibadat bagi orang-orang non-Muslim, khususnya Yahudi (Pasal 25-30).

4. Semua orang mempunyai kedudukan yang sama sebagai anggota masyarakat; wajib saling membantu dan tidak boleh seorang pun diperlakukan secara buruk (Pasal 16). Bahwa orang lemah harus dilindungi dan dibantu (Pasal 11).

5. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama (Pasal 24, 36, 37, 38 dan 44).

6. Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum (Pasal 34, 40 dan 46) .

7. Hukum adat (tradisi masa lalu) dengan berpedoman pada keadilan dan kebenaran tetap diberlakukan (Pasal 2 dan 10).

8. Hukum harus ditegakkan, siapa pun tidak boleh melindungi kejahatan apalagi berpihak kepada orang yang melakukan kejahatan demi tegaknya keadilan dan kebenaran, siapapun pelaku kejahatan harus dihukum tanpa pandang bulu (Pasal 13, 22 dan 43).

9. Perdamaian adalah tujuan utama, namun dalam mengusahakan perdamaian tidak boleh mengorbankan keadilan dan kebenaran (Pasal 45).

10. Setiap orang harus dihormati (Pasal 12). 11. Pengakuan terhadap hak milik individu (Pasal 47).24

24 Rozali Abdullah, Syamsir. 2002. Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan

HAM di Inonesia. Jakarta. Ghalian Indonesia. Hal : 10

Page 32: Perlindungan Hak Asasi Manusia

21

Namun yang sering tuangkan dalam sejarah tentang permulaan

perjuangan hak asasi manusai adalah Piagam Magna Chartayang

berisikan beberapa hak yang diberikan oleh raja John kepada beberapa

bangsawan bawahannya dan kaum gerejani atas sejumlah tuntutan yang

diajukan oleh mereka dengan konsekuensi adanya pembatasan terhadap

kekuasaan raja dan adanya penghormatan terhadap hak-hak rakyat.Hak

yang diberikan kepada para bangsawan ini merupakan kompensasi dari

jasa-jasa kaum bangsawan dalam mendukung Raja John di bidang

keuangan.25

Perkembangan selanjutnya ditandai dengan penandatanganan

Petition of Rights pada tahun 1628 tang dilakukan oleh Raja Charles I.

Dibandingkan dengan Magna Charta, Petition of Rights banyak

mengalami kemajuan. Bila penandatanganan Magna Charta dilatar

belakangi oleh sejumlah tuntutan yang diajukan oleh kaum bangsawan

dan gerejani, maka kelahiran Petition of Rights dilatar belakangi oleh

sejumlah tuntutan rakyat yang diwakili oleh parlemen. Disini raja

berhadapan dengan beberapa parlemen yang terdiri dari utusan rakyat (the

House of Commons).26

Perlawanan rakyat Inggris terhadap Raja James II pada Tahun

1688 atau yang dikenal dengan Revolusi tak berdarah (The Glorius

Revolution) telah mendorong penandatanganan Undang-Undang Hak (Bill

or Rights) oleh Raja Williem III pada tahun 1689 yang melembagagakn

25 Hestu Cipto Handoyo. 2002. Hukum Tata negara, Kewarganegaraan & Kah Asasi Manusia. Yogyakarta. Universitas Atma Jaya. hal 266

26 Ibid hal 226-227

Page 33: Perlindungan Hak Asasi Manusia

22

adalah kaum borjuis yang hanya menegaskan naiknya kelas bangsawan

dan pedagang diatas monarkhi.27 Penandatanganan undang-undang

tersebut bukan saja menandai kemenangan Parlemen Inggris atau Raja

akan tetapi juga merupakan bukti kesungguhan rakyat Inggris dalam

menegakkan hak-haknya dibawah kekuasaan Raja yang diperjuangkan

selama enam puluh tahun lamanya. Apa yang dilakukan oleh rakyat

inggris merupakan usaha untuk membatasi kekuasaan raja agar tidak

sewenang-wenang.

Usaha membatasi kekuasaan raja untuk melindungi hak asasi

manusia dilakukan pula oleh bangsa Prancis. Seperti di Inggris, usaha

perlindungan hak asasi manusia di Prancis lahir dari revolusi yang

bertujuan menghancurkan sistem pemerintahan absolut dan menggantinya

dengan pemerintahan yang demokratis yang banyak dipengaruhi oleh

pemikiran Thomas Hobbes dan John Locke pada saat itu.

Thomas Hobbes dan John Locke adalah peletak dasar teori

perjanjian masyarakat. Perbedaannya apabila teori perjanjian masyarakat

yang dikembangkan oleh Thomas hobbes melahirkan ajaran monarki

absolut, sedangkan teori perjanjian masyarakat yang dikembangkan oleh

John Locke melahirkan ajaran monarkhi konstitusional.

Menurut Thomas Hobbes, manusia selalu dalam situasi “hommo

homini lupus bellum omnium comtra omnes”.28 Situasi ini mendorong

27 Scott Davidson dalam Hestu Cipto Handoyo. 2003. Hukum Tata Negara,

Kewarganegaraan, & Hak Asasi Manusia. Yogyakarta. Universitas Atma Jaya. Hal. 267 28 Moh. Kusnadi, Harmaily Ibrahim. 1988. Hukum Tata Negara Indonesia.Jakarta.. Pusat

Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti. Hal 308

Page 34: Perlindungan Hak Asasi Manusia

23

dilakukannya perjanjian antara masyarakat dengan penguasa. Perjanjian

tersebut berisikan penyerahan hak rakyat kepada penguasa. Sehingga

ajaran yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes mengarah kepada

pembentukan monarkhi absolut.

Berbeda dengan Thomas Hobbes, John Locke memandang dalam

bermasyarakat dan bernegara merupakan kehendak manusia yang

diwujudkan dalam dua bentuk perjanjian, yaitu yang pertama adalah

pactum unionis yang merupakan perjanjian antaranggota masyarakat

untuk membentuk masyarakat politik dan negara.

Sedangkan yang kedua yaitu pactum subjectionis. John Locke

memandang bahwa pactum subjectionis sebagai perjanjian antara rakyat

dengan penguasa untuk melindungi hak-hak rakyat yang tetap melekat

ketika berhadapan dengan penguasa. Pada dasarnya perjanjian antara

individu tadi (pactum unionis) terbentuk atas dasar suara mayoritas.29

Sehingga menurut John Locke tugas negara adalah melindungi hak-hak

individu, yaitu hak untuk hidup (life), hak untuk mendapatkan kebebasan

(liberty), dan hak milik (estate). Jaminan perlindungan terhadap hak-hak

tersebut dituangkan dalam undang-undang sehingga ajaran John Locke

disebut monarkhi konstitusional.

Perkembangan sejarah perlindungan hak asasi manusia di Amerika

juga memiliki kaitan dengan pengalaman perjuangan bangsa Inggris dan

Prancis. Hal ini terlihat dari ajaran John Locke terhadap kandungan isi

Declaration of Independence Amerika yang disetujui oleh Congres yang

mewakili 13 negara baru pada tanggal 4 Juli 1776.

29 Ibid hal 309

Page 35: Perlindungan Hak Asasi Manusia

24

Perkembangan usaha perlindungan terhadap hak asasi manusia di

Amerika memiliki kemiripan dengan perlindungan hak asasi manusia

yang dialami oleh bangsa Prancis. Konsep kedaulatan berada di tangan

rakyat yang dianut oleh Amerika juga dianut oleh Prancis. Kedua negara

tersebut juga memperjuangkan hak asasi melalui revolusi serta pada tahun

yang sama kedua negara tersebut menandatangani piagam tentang

perlindungan hak asasi manusia.

Di Prancis pada tahun 1789 dikeluarkan pernyataan tentang hak-

hak manusia dan warga negara (Declaration des droits de L’homme et du

citoyen). Deklarasi tersebut berupa naskah yang dicetuskan pada awal

Revolusi Prancis sebagai bentuk perlawanan terhadap kekuasaan lama

yang sewenang-wenang yang berkuasa secara absolut.

Declaration des droits de L’homme et du citoyen yaitu pernyataan

hak-hak asasi manusia dan warga negara sebagai hasil Revolusi Prancis di

bawah kepemimpinan Jenderal Lafayette yang terkenal dengan simbol

Liberte (Kemerdekaan), Egalite (persamaan) dan Fraternite

(persaudaraan).30 Deklarasi tersebut untuk menjamin hak asasi manusia

yang tercantum dalam konstitusi.

Sedangkan pada tahun yang sama, di Amerika juga dikeluarkan

Undang-Undang Hak (Bill of Rights) yaitu suatu naskah yang disusun

oleh rakyat Amerika pada tahun 1789. Dan undang-undang ini sekarang

telah menjadi bagian dari Undang-Undang Dasar Amerika pada tahun

1971.31

30 Budiyanto. Op.cit hal 57 31 Moh. Kusnadi, Harmaily Ibrahim. Op. Cit. Hal 267

Page 36: Perlindungan Hak Asasi Manusia

25

Kejadian lain dalam perkembangan hak asasi manusia yaitu terjadi

pada abad ke XX yang ditandai dengan terjadinya Perang Dunia II yang

memporak-porandakan kehidupan manusia. Perang Dunia ini disebabkan

oleh ulah para pemimpin yang tidak mengindahkan hak asasi manusia

bahkan dengan sengaja menginjak-nginjaknya seperti Jerman oleh Hilter,

Italia oleh Benito Musolini, dan Jepang oleh Hirohito.

Pada saat berkobarnya Perang Dunia II, muncullah Atlantic

Charter yang dipelopori oleh F.D. Roosevelt yang merumuskan tentang

The Four Freedoms ( 4 kebebasan ) dalam hidup bermasyarakat dan

bernegara yaitu:

a. Kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat (freedom of

speech);

b. Kebebasan untuk beragama ( freedom of religion);

c. Kebebasan dari rasa takut (freedom of fear);

d. Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want).32

Pada tahun 1946 Commision on Human Rights of United

NationPerserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan secara terperinci

beberapa hak ekonomi dan sosial serta hak politik. Kemudian penetapan

dilanjutkan dengan disusunya pernyataan sedunia tentang hak asasi

manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10

Desember 1948.33

Universal Declaration of Human Rights merupakan pernyataan

sedunia tentang hak-hak asasi manusia yang terdiri dari 30 pasal. Piagam

32 Budiyanto. op.cit. hal 58 33 Ibid hal 268

Page 37: Perlindungan Hak Asasi Manusia

26

tersebut menyerukan kepada semua anggota dan bangsa di dunia untuk

menjamin dan mengakui hak-hak asasi manusia yang dimuat di dalam

konstitusi negara masing-masing.

Keberhasilan diterimanyaUniversal Declaration of Human Rights

diikuti oleh keberhasilan diterimanya suatu perjanjian (Convenant) yang

diakui oleh Hukum Internasional dan diratifikasi oleh negara-negara

anggota PBB seperti:

a. The International on Civil and Political Rights Yaitu memuat tentang hak-hak sipil dan hak-hak politik (persamaan antara hak pria dan wanita).

b. Optional Protocol Yaitu adanya kemungkinan seorang warga negara yang mengadukan pelanggaran hak asasi kepada The Human Rights Commitee PBB setelah melalui upaya pengadilan di negaranya.

c. The Internaational Convenant on Economic, Social and Cultural Rights Yaitu berisi syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem demokrasi, ekonomi, sosial dan budaya.34

Dengan adanya Universal Declaration of Human Rights maka

diharapkan agar para anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut

mencantumkannya dalam Undang-Undang Dasarnya atau peraturan yang

lainnya yang berlaku di negara tersebut.

Di Indonesia, semua peraturan perundang-undangan yang berlaku

mengacu pada hukum dasar atau konstitusi baik yang tertulis maupun

yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tertulis yang berlaku di Indonesia

saat ini adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Namun setelah adanya amandemen kedua Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 pada tahun 2000 dan dikeluarkannya ketetapan MPR No.

34 Budiyanto op.cit hal 58

Page 38: Perlindungan Hak Asasi Manusia

27

XVII/MPR/998 tentang Hak Asasi Manusia, maka perkembangan

mengenai hak asasi manusia mengalami peningkatan yang pesat. Terlebih

lagi setelah dikeluarkannya Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia.

Pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat penyataan

mengenai hak asasi manusia yaitu yang dinyatakan sebagai berikut:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” Bunyi paragraf pertama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

menunjukkan bahwa hak asasi manusia terutama hak kemerdekaan bagi

semua bangsa mendapatkan jaminan dan di junjung tinggi oleh seluruh

bangsa di dunia. Setelah perubahan kedua Undang-Undang 1945, jaminan

tentang hak asasi manusia dinyatakan secara khusus pada bab tersendiri

yaitu Bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang meliputi Pasal 28A

sampai 28 J.

Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus

tahun 1945, sebenarnya telah ada pemikiran bahkan telah menuangkan

gagasan mengenai hak asasi manusia. Namun dalam pelaksanaannya

mengalami pasang surut. Banyak kritikan yang didapat oleh pemerintah

sehingga perlu mendorong pemerintah untuk segera membentuk suatu

Keputusan Presiden RI Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional

Hak Asasi Manusia (KOMNASHAM).

Tujuan pembentukan KOMNASHAM adalah sebagai berikut:

Page 39: Perlindungan Hak Asasi Manusia

28

a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,

b. Meningkatkan perlindungan dan penegakkan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.35

Karena pertimbangan pentingnya masalah hak asasi manusia di

Indonesia dan situasi yang tidak menentu serta banyaknya sorotan dari

dunia Internasional terhadap banyaknya pelanggaran hak asasi manusia di

Indonesia sedangkan peraturan perundangan yang dapat didasarkan

(landasan) oleh pemerintah untuk menindak para pelanggar hak asasi

manusia belum memadai maka pada tahun 1998 dikeluarkan sejumlah

peraturan tentang hak asasi manusia seperti:

1. Undang-Undang republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang

Pengesahan Convention Againts Torture and Other Cruel, Inhuman

or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang

Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam,

Tidak Manusiawi, atau Merendahkan martabat Manusia).

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 181 Tahun 1998

tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 1998

tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia.

4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 tentang

Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi dalam

Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan

35 Rozali Abdullah op.cit hal. 33

Page 40: Perlindungan Hak Asasi Manusia

29

Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan

Pemerintah.

Untuk melengkapi peraturan perundang-undangan diatas maka

pada tanggal 23 September 1999 diundangkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-

Undang tersebut mengatur secara lengkap dan terperinci mengenai hak

asasi manusia.

Sistematika Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia terdiri atas 11 bab dan 106 pasal, yaitu sebagai berikut:

1. Bab I Ketentuan Umum 2. Bab II Asas-asas Dasar 3. Bab III Hak Asasi Manusiadan Kebebasan Dasar Manusia 4. Bab IV Kewajiban Dasar Manusia 5. Bab V Kewajiban dan Tanggung Jawab Pemerintahan 6. Bab VI Pembatasan dan Larangan 7. Bab VII Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 8. Bab VIII Partisipasi Masyarakat 9. Bab IX Pengadilan Hak Asasi Manusia 10. Bab X Ketentuan Peralihan 11. Bab XI Ketentuan Penutup

C. KETENAGAKERJAAN

1. Pengertian Tenaga Kerja

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan

Pokok Ketenagakerjaan memberikan pengertian tentang tenaga kerja,

bahwa tenaga kerja adalah “setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna

menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.

Namun undang-undang ini sudah tidak digunakan lagi setelah adanya

undang-undang yang baru yang mengatur tentang ketenagakerjaan.

Page 41: Perlindungan Hak Asasi Manusia

30

Dalam Undang-Undang yang baru tentang ketenagakerjaan yaitu

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja juga

memberikan pengertian tentang tenaga kerja yang terdapat dalam Pasal 1

angka 2 bahwa tenaga kerja yaitu setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang dan / atau jasa baik untuk memenuhi

kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pengertian tenaga kerja

dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja tersebut

telah menyempurnakan pengertian tentang tenaga kerja dalam Undang-

Undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan.36

Pengertian tenaga kerja menurut Undang-Undang No.13 Tahun

2003 tentang ketenagakerjaan juga sejalan dengan pengertian tenaga kerja

menurut konsep ketenagakerjaan pada umumnya sebagaimana ditulis oleh

Dr. Payaman Simanjutak dalam bukunya “Pengantar Ekonomi Sumber

Daya Manusia” yaitu bahwa tenaga kerja atau manpower adalah

mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang

mencari kerja dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah dan

mengurus rumah tangga.37

Pengertian tentang tenaga kerja yang dikemukakan oleh Dr.

Payaman Simanjuntak ini memiliki pengertian yang lebih luas dari

pekerja / buruh. Pengertian tenaga kerja disini mencakup tenaga kerja /

buruh yang sedang terkait dalam suatu hubungan kerja dan tenaga kerja

36 Sendjun H. Manulang. 2001. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia.

Jakarta. Rhineka Cipta. Hal 3 37 Loc.cit

Page 42: Perlindungan Hak Asasi Manusia

31

yang belum bekerja. Sedangkan pengertian dari pekerja / buruh adalah

setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam

bentuk lain. Dengan kata lain, pekerja atau buruh adalah tenaga kerja

yang sedang dalam ikatan hubungan kerja.38

Istilah buruh sangat populer dalam dunia perburuhan /

ketenagakerjaan, karena istilah ini sudah dipergunakan sejak lama bahkan

sejak zaman penjajahan Belanda. Dalam peraturan yang lama sebelum

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk

menyebutkan tenaga kerja menggunakan istilah buruh. Hal ini dipertegas

dengan pengertian mengenai buruh pada zaman Belanda yaitu:

Buruh adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar. Orang-orang yang melakukan pekerjaan ini disebut “Blue Collar”. Sedangkan yang melakukan pekerjaan di kantor pemerintahan maupun swasta disebut sebagai Karyawan / Pegawai “White Collar”.39 Namun setelah merdeka tidak ada lagi perbedaan antara buruh

halus dengan buruh kasar, semua orang yang bekerja di sektor swasta

adalah buruh seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 22

Tahun 1975 Pasal 1 ayat 1a tentang Perselisihan Perburuhan yakni buruh

adalah barang siapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah.

Dalam perkembangannya di Indonesia, istilah buruh diganti

dengan istilah pekerja. Alasannya adalah karena istilah buruh kurang

sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung menunjuk pada

golongan yang selalu ditekan dan berada dibawah pihak lain yaitu

38 Hardijan Rusli. 2003. Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta :Ghalia Indonesia. Hal 12-13 39 Lalu Husni. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta.

RajaGrafindo Persada. Hal. 43

Page 43: Perlindungan Hak Asasi Manusia

32

majikan. Selain itu, istilah buruh juga sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan zaman karena dirasakan terlalu merendahkan harkat dan

martabat manusia.

Dalam peraturan yang baru mengenai ketenagakerjaan, yaitu

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam pasal

1 angka 4 memberikan pengertian Pekerja / buruh adalah setiap orang

yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.

Pengertian ini lebih luas karena mencakup semua orang yang bekerja

pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum maupun

badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun.

Karena upah selama ini diidentikkan dengan uang, padahal ada pula

buruh / pekerja yang menerima imbalan dalam bentuk barang.

Dalam hal-hal tertentu yang tercakup dalam pengertian tenaga

kerja diperluas. Misalnya dalam hal kecelakaan kerja, dalam Undang-

Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 8

ayat (2), ditentukan bahwa termasuk tenaga kerja dalam jaminan

kecelakaan kerja ialah:

a. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang

menerima upah maupun tidak;

b. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali yang memborong adalah

perusahaan;

c. Narapidana yang dipekerjakan diperusahaan.

Dapat juga dikatakan bahwa tenaga kerja merupakan penduduk

yang berada dalam usia kerja. Secara garis besar dalam suatu negara

Page 44: Perlindungan Hak Asasi Manusia

33

penduduk dibedakan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu tenaga kerja dan

bukan tenaga kerja. Penduduk yang termasuk dalam kategori tenaga kerja

yaitu penduduk yang sudah memasuki usia kerja yang dalam hal ini di

Indonesia batas usia yang berlaku adalah usia 15 tahun sampai 64 tahun.

Ada beberapa klasifikasi tenaga kerja, antara lain:

a. Berdasarkan penduduknya

Klasifikasi tenaga kerja berdasarkan penduduknya dapat

dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap

dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan

kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang

dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia

antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun.

2. Bukan Tenaga Kerja

Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu

dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja.

Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003,

mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia

di bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh

kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan

anak-anak.

b. Berdasarkan Kualitasnya

Berdasarkan Kualitasnya, tenaga kerja dapat dibedakan menjadi :

Page 45: Perlindungan Hak Asasi Manusia

34

1. Tenaga Kerja Terdidik

Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu

keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara

sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya:

pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.

2. Tenaga Kerja Terampil

Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki

keahlian dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman

kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara

berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut.

Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain.

3. Tenaga Kerja Tidak terdidik

Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya

mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut,

pembantu rumah tangga, dan sebagainya.

c. Berdasarkan batas kerja

Bersadarkan batas kerja maka dapat dibedakan menjadi:

1. Angkatan kerja

Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-

64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara

tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.

2. Bukan angkatan kerja

Page 46: Perlindungan Hak Asasi Manusia

35

Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke

atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga

dan sebagainya. Contoh kelompok ini adalah:

anak sekolah dan mahasiswa

para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan

para pengangguran sukarela

2. Ketenagakerjaan di Indonesia

Permasalahan mengenai pekerja / buruh selalu mengalami pasang

surut sesuai dengan perkembangan masyarakat. Pada awal kemerdekaan,

perjuangan kemerdekaan masih banyak tertuju pada perang revolusi untuk

mempertahankan dari serangan penjajah yang ingin menjajah kembali

Bangsa Indonesia.

Pada saat itu, perlindungan hukum terhadap ketenagakerjaan hanya

diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tentang hak

warga negara untuk bisa mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan. Akan tetapi hal ini belum dapat terlaksana

seutuhnya.

Ketentuan mengenai perburuhan pada saat itu masih sepenuhnya

terpengaruh hukum kolonial yaitu Burgelijke Wetboek (BW) atau yang

lebih dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata). Pada saat itu masih berlaku ketentuan Pasal II Aturan

Peralihan yang menyatakan bahwa segala badan negara dan peraturan

Page 47: Perlindungan Hak Asasi Manusia

36

yang ada masih langsung berlaku sepanjang belum diganti dengan

peraturan yang baru.

Peraturan mengenai perburuhan yang diatur dalam KUHPerdata

bersifat liberal sesuai dengan falsafah negara yang membuatnya sehingga

dalam banyak hal tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.40

Sebagai contoh dalam KUHPerdata memandang pekerja sebagai barang

yang apabila tidak berproduksi maka tidak akan dibayar / diupah. Dalam

pasal 1602 KUHPerdata disebutkan bahwa “Tiada Upah yang harus

dibayar untuk jangka waktu selama si buruh tidak menlaksanakan

pekerjaan”. Sehingga pada saat itu hak-hak tenaga kerja diserahkan

kepada majikannya karena pada saat itu masalah perburuhan masuk

kedalam ranah hukum Perdata.

Sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan para tenaga kerja di

Indonesia lahirlah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Undang-undang ini merupakan payung hukum bagi

para tenaga kerja di Indonesia sebagai peraturan yang menyeluruh dan

komperhensif antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia,

peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja di Indonesia,

sebagai upaya perluasan dalam kesempatan kerja, pelayanan penempatan

tenaga kerja, dan pembinaan hubungan Industrial.

Kehadiran Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ini telah

memberikan nuansa baru dalam hukum perburuhan / ketenagakerjaan,

yaitu:

40 Ibid Hal 21

Page 48: Perlindungan Hak Asasi Manusia

37

a. Mensejajarkan istilah buruh / pekerja, istilah majikan diganti dengan pengusaha dan pemberi kerja, istilah ini sudah lama diupayakan untuk diubah agar sesuai dengan Hubungan Industrial Pancasila.

b. Menggantikan istilah perjanjian perburuhan (labour agrement)/ Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dengan istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berupaya diganti dengan alasan bahwa perjanjian perburuhan berasal dari negara liberal yang seringkali dalam pembuatannya menimbulkan benturan kepentingan antara pihak buruh dengan pihak majikan.

c. Sesuai dengan perkembangan zaman memberikan kesetaraan antara pekerjaan pria dan wanita, khususnya untuk bekerja pada malam hari. Bagi buruh / pekerja wanita, berdasarkan undang-undang ini tidak lagi dilarang untuk bekerja pada malam hari. Pengusaha diberikan rambu-rambu yang harus ditaati mengenai hal ini.

d. Memberikan sanksi yang memadai serta menggunakan batas minimum dan maksimum, sehingga lebih menjamin kepastian hukum dalam penegakkannya.

e. Mengatur mengenai sanksi administratif mulai dari teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pembatalan persetujuan, pembatalan pendaftaran, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pencabutan izin. Pada undang-undang yang sebelumnya yang mengatur tentang ketenagakerjaan, sanksi ini tidak diatur.41 Selain itu, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dapat dikatakan sebagai kompilasi dari ketentuan

Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, sehingga memudahkan para pihak

yang berkepentingan (stakeholders) untuk mempelajarinya.42

Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 pada

tanggal 25 Maret 2003, maka beberapa ketentuan perundang-undangan

peninggalan Belanda dan perundang-undangan nasional dinyatakan tidak

berlaku lagi, yakni:

41 Ibid hal 23-24 42 Ibid hal 24

Page 49: Perlindungan Hak Asasi Manusia

38

1. Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia untuk melakukan Pekerjaan di Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8);

2. Ordonansi tanggal 17 Desember 1925 Peraturan tentang Pembatasan Kerja Anak Dan Kerja Malam Bagi Wanita (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 647);

3. Ordonansi tahun 1926 Peraturan mengenai Kerja Anak-anak Dan Orang Muda Di Atas Kapal (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 87);

4. Ordonansi tanggal 4 Mei 1936 tentang Ordonansi untuk Mengatur Kegiatan Mencari Calon Pekerja (Staatsblad Tahun 1936Nomor 208);

5. Ordonansi tentang Pemulangan Buruh Yang Diterima Atau dikerahkan Dari Luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1939 Nomor 545);

6. Ordonansi Nomor 9 Tahun 1949 tentang Pembatasan Kerja Anak-Anak (Staatsblad Tahun 1949 Nomor 8);

7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Kerja Tahun 1948 Nomor 12 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 2) ;

8. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan Antara Serikat Buruh Dan Majikan (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 598a;

9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang penempatan tenaga Asing ( Negara Tahun 1958 Nomor 8 );

10. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2270);

11. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1963 tentang pencegahan Pemogokan dan/atau Penutupan (Lock Out) Di Perusahaan, Jawatan, dan Badan Yang Vital (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 67);

12. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);

13. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3702);

14. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan ( Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3791);

15. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3

Page 50: Perlindungan Hak Asasi Manusia

39

Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 1998 tentang Perubahan Berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4042).43

Walaupun telah ada undang-undang yang mengatur tentang tenaga

kerja, akan tetapi keberadaan tenaga kerja di Indonesia sekarang

mendapatkan banyak perhatian, baik dalam negeri sendiri maupun di luar

negeri, bahkan tidak jarang dihubungkan dengan kebijakan lain yang

secara langsung akan mengikutsertakan perhatian dari berbagai bidang

ekonomi di luar ketenagakerjaan misalnya dibidang perdagangan, politik,

dan ekonomi.

Dilihat secara internal dapat mempengaruhi hubungan suatu

negara, bahkan antar negara. Secara eksternal, hal itu merupakan hal

yang wajar sebab tenaga kerja sebagai sember daya manusia dalam alam

pembangunan di era reformasi merupakan komponen yang utama.

Jumlah penduduk yang melimpah, apabila dapat didayagunakan secara

optimal dan efisien maka akan menjadi aset yang sangat menguntungkan

dalam pelaksanaan pembangunan.44 Kondisi seperti ini sudah menjadi

fakta sejarah di negara-negara yang mulai dan menyelenggarakan

pembangunan nasionalnya.

Dengan terjadinya revolusi industri, banyak perusahaan yang

berusaha mencari cara dalam memenangkan persaingan di dunia usaha.

Disini, kemampuan untuk mengerjakan sesuatu saja tidak cukup untuk

43 Ibid hal. 24-27 44 Djumadi. Op.cit Hal 4

Page 51: Perlindungan Hak Asasi Manusia

40

menang secara kompetitif, melainkan harus disertai kesanggupan untuk

menciptakan produk paling bermutu dengan biaya yang ditekan

serendah-rendahnya.

Pada tahun 1970-1980 perusahaan mengalami persaingan global.

Banyak perusahaan yang mengalami kesulitan karena kurangnya

persiapan dalam menghadapi persaingan global tersebut, sehingga dalam

hal ini berakibat pada resiko tenaga kerja yang meningkat. Disinilah

merupakan tahap awal timbulnya pemikiran Outsourcing di dunia usaha.

Gagasan awal berkembangnya outsourcing adalah untuk membagi

resiko usaha dalam berbagi masalah, termasuk ketenagakerjaan.45 Sekitar

tahun 1990 outsourcing telah mulai berperan sebagai jasa pendukung.

Tingginya persaingan telah menuntut managemen perusahan untuk

melakukan perhitungan biaya untuk sedapat mungkin ditekan pada posisi

serendah-rendahnya.

Outsourcing diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk

memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan,

melalui perusahaan penyedia / pengerah tenaga kerja.46 Hal ini berarti

adanya suatu perusahaan khusus yang melatih / mempersiapkan

menyediakan, mempekerjakan tenaga kerja untuk kepentingan

perusahaan lain. Pada awalnya ini dirasakan sebagai solusi bagi para

pencari kerja, karena sebelum mendapatkan pekerjaan tetap, dengan

adanya outsourcingakan membantu bagi para tenaga kerja yang belum

45 Lalu Husni op.cit hal 188 46 Loc.cit

Page 52: Perlindungan Hak Asasi Manusia

41

bekerja untuk disalurkan kepada perusahaan yang membutuhkan tenaga

kerja dari perusahaan outsourcing tersebut.

Pemanfaatan outsourcing sudah tidak dapat dihindari lagi oleh

perusahaan di Indonesia. Berbagai manfaat dapat dipetik dari melakukan

outsourcing; seperti penghematan biaya (cost saving) serta perusahaan

dapat memfokuskan kepada kegiatan utamanya (core business).

Disinlah mulai terjadi adanya pergeseran mengenai fungsi

outsourcing, yang seharusnya hanya diberikan untuk pekerjaan-pekerjaan

bukan inti, seperti cleaning services atau satpam yangpada kenyataannya

outsourcing seringkali mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya dia

dapatkan bila menjadi karyawan permanen. Karena dengan adanya

outsourcing maka akan menutup kesempatan karyawan menjadi permanen.

Posisi outsourcing selain rawan secara sosial (kecemburuan antar rekan)

juga rawan secara pragmatis (kepastian kerja, kelanjutan kontrak, jaminan

pensiun).

Bahkan di beberapa perusahaan justru memberikan pekerjaan inti

kepada karyawan dari outsourcing seperti PT KAI, yang memperkerjakan

tenaga outsourcing untuk bagian penjualan tiket, porter, administrasi dan

penjaga pintu masuk. Padahal pekerjaan-pekerjaan tersebut terkait

langsung dengan jasa angkutan kereta api. Kemudian banyak perusahaan

lainnya yang melakukan pelanggaran seperti ini. Umumnya tenaga kerja di

outsource untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan

tidak berkewajiban menanggung kesejahteraan mereka. Tenaga outsource

Page 53: Perlindungan Hak Asasi Manusia

42

juga tidak harus diangkat sebagai karyawan tetap sehingga beban

perusahaan berkurang.

Inilah yang menjadi pemikiran bagi para karyawan, dimana

outsourcing hanya dianggap sebagai suatu upaya bagi perusahaan untuk

melepaskan tanggungjawabnya kepada kayawan, dengan alasan efesiensi

dan efektifitas pekerjaan, outsourcing ini dilakukan.

Maka dalam outsourcing (Alih daya) sebagai suatu penyediaan

tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih dahulu memisahkan

antara pekerjaan utama (core business) dengan pekerjaan penunjang

perusahaan (non core business) dalam suatu dokumen tertulis yang

disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan outsourcing

perusahaan pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan

outsourcing, dimana hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu

perjanjian kerjasama yang memuat antara lain tentang jangka waktu

perjanjian serta bidang-bidang apa saja yang merupakan bentuk kerjasama

outsourcing. Karyawan outsourcing menandatangani perjanjian kerja

dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan di perusahaan

pengguna outsourcing.

Page 54: Perlindungan Hak Asasi Manusia

43

BAB III

Metode Penelitian

A. Metode Pendekatan

Tipe pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa

yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws in book) atau

hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

berperilaku manusia yang dianggap pantas. Adapun pendekatan yang

dilakukan yaitu dengan pendekatan Perundang-Undangan.47

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan

spesifikasi penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian mempelajari tujuan

hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep

hukum, dan norma-norma hukum. Selain itu menetapkan standar,

prosedur, ketentuan-ketentuan dan rambu-rambu dalam melaksanakan

aturan hukum, sehingga apa yang senyatanya ada berhadapan dengan apa

yang seharusnya dan diakhiri dengan memberikan rumusan-rumusan

tertentu.48

C. Jenis Bahan Hukum

1. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum utama yang mengikat

yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, putusan

47Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Surabaya, hal. 96.

48Ibid . Hal.22-23.

Page 55: Perlindungan Hak Asasi Manusia

44

pengadilan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yaitu: Undang-

Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-

IX/2011 dalam perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang NO. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap Undang-Undang Dasar

1945

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder berupa

semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-

dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-

jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.49

D. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini metode yang digunakan hanya digunakan

untuk proses pengumpulan data adalah dengan menginventarisir peraturan

Perundang-undangan untuk dipelajari sebagai suatu kesatuan yang utuh

dan dengan studi kepustakaan, internet browsing, telah artikel ilmiah, studi

dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah maupun jurnal surat

kabar.

E. Metode Penyajian Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, bahan sekunder diperoleh dengan melakukan

inventarisasi peraturan–peraturan dan ketentuan-ketentuan serta literature

49 Ibid hal 25

Page 56: Perlindungan Hak Asasi Manusia

45

yang memberikan pengaturan mengenai perlindungan mengenai hak asasi

manusia bagi tenaga kerja khususnya tenaga kerja outsourcing. Selain itu

metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan juga berupa studi

kepustakaan, internet browsing, telaah artikel ilmiah, telaah karya ilmiah

sarjana dan studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah

maupun jurnal, surat kabar yang memberikan informasi bagi terbentuknya

karya tulis ini.

F. Metode Analisis Bahan Hukum

Analisis dimaksudkan untuk mengetahui makna yang dikandung

dari istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan

secara konsep dan tekhnis penerapannya. Analisis bahan hukum bertujuan

untuk menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan arti atau

makna terhadap bahan hukum yang telah diolah sebelumnya.

Bahan hukum yang telah diperoleh akan diinventarisir dan

dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan

memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan dan disusun

secara sistematis yang berasal dari norma-norma hukum, peraturan

pernundang-undangan dan teori hukum perdata khususnya dalam bidang

hukum perjanjian, yang akhirnya akan ditarik suatu kesimpulan.

Page 57: Perlindungan Hak Asasi Manusia

46

BAB IV

Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Hasil Penelitian

1. Hak Asasi Manusia di Indonesia

Di Indonesia, semua peraturan perundang-undangan yang

berlaku mengacu pada hukum dasar atau konstitusi baik yang tertulis

maupun yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tertulis yang berlaku di

Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Namun setelah adanya amandemen kedua Undang-Undang

Dasar Tahun 1945 pada tahun 2000 dan dikeluarkannya ketetapan

MPR No. XVII/MPR/998 tentang Hak Asasi Manusia, maka

perkembangan mengenai hak asasi manusia mengalami peningkatan

yang pesat. Terlebih lagi setelah dikeluarkannya Undang–Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat

penyataan mengenai hak asasi manusia yaitu yang dinyatakan sebagai

berikut:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”

Bunyi paragraf pertama Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945 menunjukkan bahwa hak asasi manusia terutama hak

kemerdekaan bagi semua bangsa mendapatkan jaminan dan di junjung

tinggi oleh seluruh bangsa di dunia.

Page 58: Perlindungan Hak Asasi Manusia

47

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa hak asasi

manusia adalah hak yang secara kodrati diberikan Tuhan kepada

manusia. Namun hak bukan hanya terkait hubungan manusia dengan

Tuhan, melainkan hak adalah pengakuan terhadap masyarakat, negara,

dan bahkan negara lain atas hak yang kita miliki.

Telah disebutkan pula menganai pengertian hak asasi manusia

menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang

melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai Mahluk Tuhan

Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib untuk

dihormati, di junjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum,

pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan

harkat dan martabat manusia.

Secara terperinci, hak asasi manusia sudah tercantum dalam

pernyataan Sedunia tentang Hak-hak Asasi Manusia yang di

plokamirkan oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948 yang antara

lain mencantumkan: “Bahwa tiap orang yang mempunyai hak untuk

hidup, kemerdekaan dan keamanan badan, untuk diakui

kepribadiannya, untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang

lain menurut hukum untukmendapat jaminan hukum dalam perkara

pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah

kecuali ada bukti yang sah, hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu

negara, hak untuk mendapatkan suatu kebangsaan, hak untuk

Page 59: Perlindungan Hak Asasi Manusia

48

mendapatkan hak milik atas suatu benda, hak untuk bebas

mengutarakan suatu pikiran dan perasaan, hak untuk bebas memeluk

agama, hak untuk mempunyai dan mengeluarkan pendapat, hak untuk

mendapatkan jaminan sosial, hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak

untuk berdagang, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk turut

serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat, hak untuk menikmati

kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan”.50

Menurut Ramdlon Haning dalam bukunya yang berjudul Cita

dan Citra Hak-hak Asasi Manusia di Indonesia,secara garis besar hak

asasi manusia dapat dibedakan menjadi:

1. Hak asasi pribadi (Personal Rights) seperti hak untuk memilih

dan memeluk agama sesuai dengan kepercayaan, hak untuk

berkewarganegaraan, hak untuk berpergian atau berpindah

tempat, hak untuk mengeluarkan pendapat, dan lain-lain.

2. Hak asasi ekonomi (Property Rights) seperti hak atas tanah, hak

atas kepemilikan barang dan benda, hak untuk mencari dan

mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak

kebebasan untuk melakukan jual beli, hak kebebasan untuk

melakukan kontrak, dan lain-lain.

3. Hak asasi politik (Political Rights) seperti hak untuk memilih dan

dipilih dalam pemilu, hak untuk berserikat dan membuat

organisasi, hak untuk ikut dalam kegiatan pemerintahan, hak untuk

50Ramdlon Naning. 1983. Cita dan Citra Hak Asasi Manusia di Indonesi. Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia Program Penunjang Bantuan Hukum Indonesia. Jakarta . Hal : 16-17

Page 60: Perlindungan Hak Asasi Manusia

49

mendirikan atau atau membuat partai politik atau organisasi

lainnya, hak untuk menyatakan pendapat atau juga hak untuk

melakukan atau mengikuti aksi demonstrasi.

4. Hak asasi sosial dan kebudayaan (Sosial and Culture Rights)

seperti hak untuk mengembangkan kebudayaan yang beraneka

ragam karena masyarakat Indonesia yang plural yang sesuai

dengan bakat dan minat, hak untuk menentukan, memilih dan

mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan pengajaran,

5. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan

perlindungan (Procedural Rights) seperti peraturan dalam

penahanan, penangkapan, penggeledahan, peradilan dan

sebagainya.51

Selain macam-macam hak diatas, dalam Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 hasil amandemen II juga mengatur mengenai hak asasi

manusia. Pengaturan secara khusus mengenai hak asasi manusia

terdapat dalam Bab X, XA. XI, yaitu sebagai berikut:

Pasal 27 : (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum

dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali.

(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Pasal 28 Kemerdekaan berseikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.

51Loc.cit

Page 61: Perlindungan Hak Asasi Manusia

50

Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28B (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan

keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan dasar-Nya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.

Pasal 28D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

Page 62: Perlindungan Hak Asasi Manusia

51

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Pasal 28I (1) Hak unuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran

dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

(2) Setiap orang berhak bebasdari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Page 63: Perlindungan Hak Asasi Manusia

52

Pasal 28J (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain

dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib

tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk mejamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokrati

Pasal 29 (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu

Selain didalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dalam

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia juga

mengatur beberapa hak asasi seperti:

1. Hak untuk hidup

2. Hak untuk berkeluarga

3. Hak untuk mengembangkan diri

4. Hak utnuk memperoleh keadilan

5. Hak atas kebebasan pribadi

6. Hak untuk mendapatkan rasa aman

7. Hak atas kesejahteraan

8. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan

9. Hak wanita

10. Hak anak

Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan juga mengatur tentang hak-hak asasi bagi para tenaga

kerja antara lain:

Pasal 5 Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan

Page 64: Perlindungan Hak Asasi Manusia

53

Pasal 6 Setiap pekerja / buruh berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha

Hal lain mengenai hak bagi para tenaga kerja diatur dalam Bab

X Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Perlindungan,

Pengupahan, dan Kesejahteraan yang diatur dalam Pasal 67 sampai

dengan Pasal 101

2. Pengaturan sistem Outsourcing berdasarkan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Gagasan mengenai outsourcing pertama kali timbul sekitar

tahun 1970-1980 ketika banyak perusahaan yang mengalami

persaingan global dalam dunia bisnis. Banyak perusahaan yang tidak

siap dengan persaingan bisnis tersebut sehingga struktur managemen

perusahaan menjadi bengkak. Hal ini mengakibatkan risiko dalam

segala hal yang terus meningkat. Tak terlepas pula risiko terhadap para

tenaga kerja juga terus meningkat.Sehingga pada tahap inilah timbul

pemikiran mengenai outsourcing dalam dunia usaha.

Gagasan awal berkembangnya outsourcing adalah untuk

membagi risiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah

ketenagakerjaan. Pada tahap awal, outsourcing belum diidentifikasi

secara formal sebagai strategi bisnis. Hal ini terjadi karena banyak

perusahaan yang semata-mata mempersiapkan diri pada bagian-bagian

tertentu yang bisa mereka kerjakan, sedangkan untuk bagian-bagian

Page 65: Perlindungan Hak Asasi Manusia

54

yang tidak bisa dikerjakan secara internal, dikerjakan melalui

outsource.52

Semakin lama outsourcing mulai berkembang dan berperan

sebagai jasa pendukung. Akibat persaingan global yang terus

meningkat mengakibatkan perusahaan untuk melakukan perhitungan

pengurangan biaya. Perusahaan mulai melakukan outsource terhadap

fungsi penting dalam perusahaan, akan tetapi tidak berhubungan

langsung dengan bisnis inti perusahaan.

Pemanfaatan terhadap outsourcing tidak dapat dihindari lagi

oleh banyak perusahaan di Indonesia. Legalisasi penggunaan jasa

outsourcing baru terjadi pada tahun 2003 yaitu dengan dikeluarkannya

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dimana pengaturan mengenai outsourcing terdapat dalam pasal 64

yang menyatakan bahwa:

“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja / buruh yang dibuat secara tertulis” Pada awalnya outsourcing dirasakan sebagai solusi bagi para

pencari kerja, karena bagi para tenaga kerja yang belum mendapatkan

pekerjaan tetap, dengan adanya outsourcing mereka dapat disalurkan

kepada perusahaan yang sedang membutuhkan tenaga kerja. Bagi

perusahaan outsourcing dirasakan membawa banyak manfaat seperti

penghematan biaya (cost saving). Selain itu, perusahaan juga dapat

memfokuskan pada kegiatan utamanya (core business).

52Lalu Husni. Op.Cit Hal 187

Page 66: Perlindungan Hak Asasi Manusia

55

Dari hal tersebut mulai terjadi adanya pergeseran mengenai

fungsi outsourcing. Pada awalnya outsourcing diberikan kepada

pekerjaan bukan inti seperti cleaning services atau satpam. Akan tetapi

pada kenyataan yang terjadi sekarang, outsourcing dikenakan pada

hampir semua pekerjaan.

Dengan adanya outsourcing yang diterapkan dalam perusahaan

maka serigkali mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya

didapatkan apabila karyawan tersebut menjadi karyawan tetap

diperusahaan tersebut.Karena dengan adanya outsourcing maka akan

menutup kesempatan bagi karyawan tersebut untuk diangkat menjadi

karyawan tetap dalam perusahaan tersebut.

Karena banyaknya pelanggaran hak yang terjadi pada karyawan

outsourcing, sehingga pada tahun 2011 lalu ada salah seorang tenaga

kerja yang mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi

untuk menguji kembali terhadap isi Undang-Undang Ketenagakerjaan

tersebut. Tenaga kerja tersebut bernama Didik Suprijadi yang bekerja

pada Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML). Dia

mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi mengenai isi

Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 Undang-Undang No. 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan.

Pasal 59 (1) Perjanjian untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk

pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat ataupun kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu

yang tidak terlalu lama dan dan paling lama 3 (tiga) tahun;

Page 67: Perlindungan Hak Asasi Manusia

56

c. Pekerjaan yang sifatnya musiman; d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan

baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau dapat diperbaharui.

(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 Tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja / buruh yang bersangkutan

(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu yang ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 64 Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja / buruh yang dibuat secara tertulis. Pasal 65 (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan

lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.

(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari

pemberi pekerjaan; c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara

keseluruhan;

Page 68: Perlindungan Hak Asasi Manusia

57

d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung (3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus

berbentuk badan hukum. (4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja / buruh

pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

(6) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja / buruh yang dipekerjakannya.

(7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59.

(8) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan pekerja / buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja / buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

(9) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja / buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66 (1) Pekerja / buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh

tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses proses produksi.

(2) Penyedia jasa pekerja / buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Adanya hubungan kerja antara pekerja / buruh dan perusahaan

penyedia jasa pekerja / buruh. b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja

sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak

Page 69: Perlindungan Hak Asasi Manusia

58

tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.

c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselilsihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh.

d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

(3) Penyedia jasa pekerja / buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

Pemohon juga mengemukakan beberapa alasan dalam

permohonan pengujian isi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang

kemudian atas alasan tersebut pemerintah menanggapinya. Atas hal

tersebut pula, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Keputusan Nomor

27/PUU-IX/2011 tentang Permohonan Pengujian Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Terhadap Undang-

Undang Dasar 1945. Sebagai tindak lanjut dari keputusan yang telah

dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut, maka Kementrian

Ketenagakerjaan dan Transmigrasi mengeluarkan Surat Edaran No

B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011.

B. Pembahasan

Seperti yang diketahui, bahwa dalam negara hukum memuat

beberapa prinsip, yaitu antara lain:

Page 70: Perlindungan Hak Asasi Manusia

59

1. Pengakuan dan jaminan atas hak-hak asasi manusia

2. Pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak asasi manusia

3. Pemerintahan berdasarkan hukum

4. Pengadilan untuk menyelesaikan masalah yang timbul sebagai akibat

pelanggaran hak asasi manusia

Selain itu, dalam negara hukum juga terdapat unsur yaitu:

1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia

2. Pemisahan kekuasaan

3. Setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan

perundang-undangan

4. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri

Dari beberapa prinsip dan unsur tentang negara hukum,

berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun 1945 hasil

Amandemen IV menentukan bahwa Negara Indonesia adalah negara

Hukum. Dalam Penjelasannya dengan tegas dinyatakan bahwa Negara

Indonesia berdasar atas hukum (Rechstaat), tidak berdasar atas kekuasaan

belaka (Machstaat), dan disebutkan pula bahwa Pemerintah Indonesia

Berdasarkan sistem Konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme

(kekuasaan yang tidak terbatas).

Dari bunyi Penjelasan Undang-Undang tersebut mengandung arti

bahwa negara dalam melaksanakan aktivitas penyelenggaraan negara tidak

boleh berdasarkan kekuasaan belaka akan tetapi harus berdasarkan hukum

yang berlaku.

Page 71: Perlindungan Hak Asasi Manusia

60

Sesuai dengan prinsip dan unsur negara hukum, maka di Indonesia

terdapat perlindungan dan pengakuan terhadap hak asasi manusia.

Pengaturan terhadap hak asasi manusia terdapat dalam Undang-Undang

Dasar Tahun 1945 ataupun dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia. Sebagaimana diketahui bahwa pengertian hak

asasi manusia menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu “Hak asasi manusia adalah

seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia

sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan anugerahNya

yang wajib dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap

orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Dari pengertian tentang hak asasi manusia tersebut maka diketahui

bahwa setiap individu memiliki hak asasi manusia. Hak asasi yang

dimiliki oleh setiap individu tersebut wajib dihormati pula oleh negara,

hukum, pemerintah dan orang lain. Sehingga jika terjadi pelanggaran

terhadap bunyi pasal tersebut, maka harus di tindak secara tegas dan tanpa

pandang bulu. Hal ini dilakukan demi terwujudnya pengakuan dan

jaminan terhadap hak asasi manusia yang merupakan salah satu prinsip

dari negara hukum.

Di Indonesia yang merupakan negara hukum, masalah hak asasi

manusia mendapatkan masih banyak perhatian baik dari dalam negeri

maupun dari luar negeri. Sebagai negara hukum, upaya penegakkan

terhadap hak asasi manusia melalui peraturan dapat dilihat dengan

banyaknya konvensi Internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah

Indonesia seperti:

Page 72: Perlindungan Hak Asasi Manusia

61

a. Konvensi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa. b. Konvensi ILO No. 98 tentang Penerapan Prinsip mengenai Hak

(buruh) untuk melakukan tawar menawar. c. Konvensi ILO No. 100 mengenai pemberian upah / gaji yang sama

bagi buruh laki-laki dan wanita dalam pekerjaan dengan nilai yang sama.

d. Konvensi mengenai Hak-hak Politik Kaum Wanita. e. Konvensi UNESCO yang menentang diskriminasi dalam pendidikan. f. Konvensi Jenewa untuk perawatan anggota angkatan bersenjata yang

luka atau sakit. g. Konvensi Jenewa untuk memperbaiki kondisi angkatan bersenjata di

laut yang luka, sakit atau mengalami kecelakaan kapal (shipwrecked). h. Konvensi Jenewa yang berkenaan dengan perlakuan terhadap tawanan

perang. i. Konvensi tentang Perlindungan terhadap Hak-hak Ekonomi, Sosial,

dan Budaya. j. Konvensi tentang Perlindungan terhadap Hak-hak Sipil dan Politik. k. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. l. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap

Perempuan. m. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Hukum atau

Hukuman Lain yang Kejam, Tidak manusiawi dan Merendahkan Martabat.

n. Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 Mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak untuk Berorganisasi.

o. Konvensi ILO No. 111 Tahun 1958 mengenai Diskriminasi menyangkut Pekerjaan dan Profesi, dan lain-lain.

Seperti yang diketahui, berdasarkan macam mengenai hak

manusia terdapathak-hak Ecosoc (ekonomi, sosial, budaya).Hak ekonomi

sosial terdiri dari hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk tidak

dipaksa bekerja, hak untuk mendapatkan upah yang sama, hak untuk

mendapatkan cuti, hak atas makan, hak atas hidup, hak atas kesehatan,

pendidikan dan tempat tinggal dan masih banyak lagi.

Hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan, adalah hak setiap warga negara sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan

bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

Page 73: Perlindungan Hak Asasi Manusia

62

yang layak bagi kemanusiaan”.Sejak awal berdirinya negara Indonesia, hal

tersebut sudah ditetapkan sebagai hak asasi manusia warga negara. Ini

merupakan pencerminan terhadap penegakan hak Ecosoc bagi setiap

warga negara khususnya bagi para tenaga kerja.

Selain Pasal 27 ayat (2) hak asasi manusia dalam hak Ecosoc bagi

para tenaga kerja juga termuat dalam Pasal 28 yaitu “setiap orang berhak

untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

Pasal 28D ayat (1) “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

dihadapan hukum”. Pasal 28D ayat (2) “setiap orang berhak untuk bekerja

serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja”.

Selain itu, hak asasi bagi para tenaga kerja juga diatur dalam Pasal

28I ayat (1) “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak

untuk diakui sebagi pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut

atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak

dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. Pasal 28I ayat (2) “setiap orang

berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun

dan berhak mendapatkan perlindungan yang bersifat diskriminatif itu”.

serta Pasal 28J ayat (1) “ Setiap orang berhak menghormati hak asasi

orang lain dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.

Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan juga memuat

perlindungan tentang hak bagi para tenaga kerja seperti:

1. Hak atas upah yang layak;

Page 74: Perlindungan Hak Asasi Manusia

63

2. Hak perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk hak

istirahat dan cuti;

3. Hak atas PHK;

4. Hak untuk mogok kerja dan masih banyak lagi.

Perlindungan lain bagi tenaga kerja di Indonesia juga terdapat

dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi

manusia yang menyatakan bahwa :

(1) Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan, kemampuan,

berhak atas pekerjaan yang layak,

(2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya

dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil,

(3) Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang

sama, sebanding, setara, dan serupa, berhak atas upah serta syarat-

syarat perjanjian kerja yang sama,

(4) Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan

yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang

adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan

kehidupan keluarganya.

Dari beberapa pasal yang telah diuraikan diatas jelas bahwa

Indonesia adalah negara hukum yang memberikan pengakuan dan jaminan

terhadap hak asasi manusia. Pasal tersebut merupakan pengaturan dan

perlindungan hak asasi manusia bagi para tenaga kerja.Dalam Undang-

Page 75: Perlindungan Hak Asasi Manusia

64

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan

batasan tentang pengertian ketenagakerjaan yaitu:

1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga

kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.

2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi

kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

3. Pekerja / buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain.

4. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum,

atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Walaupun telah ada pengaturan mengenai hak asasi manusia bagi

para tenaga kerja, akan tetapi kekerasan dan pelanggaran terhadap hak

asasi manusia masih saja terjadi. Apalagi pelanggaran hak asasi bagi para

tenaga kerja. Dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin luas,

perusahaan dituntut untuk meningkatkan kinerjanya melalui pengelolaan

perusahaan yangefektif dan efisien. Hal ini berdampak dalam

mempekerjakan tenaga kerja yang seminimal mungin akan tetapi untuk

memberikan kontribusi bagi perusahaan secara maksimal.

Sehingga, dari hal tersebut maka munculah pemikiran tentang

adanya Outsourcing dalam dunia bisnis. Outsourcing merupakan salah

satu solusi bagi para pengusaha untuk menghadapi persaingan dalam dunia

Page 76: Perlindungan Hak Asasi Manusia

65

bisnis. Pengaturan mengenai outsourcing terdapat dalam Pasal 64 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan

bahwa “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan

kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau

penyedia jasa pekerja / buruh yang dibuat secara tertulis”.

Dari adanya kebijakan outsourcing dalam dunia usaha tentunya

menimbulkan pro dan kontra. Banyak yang beranggapan bahwa dengan

adanya outsourcing menyebabkan karyawan :

1. Kehilangan jaminan atas kelangsungan kerja bagi buruh / pekerja

2. kehilangan hak-hak dan jaminan kerja yang dinikmati oleh para

pekerja tetap

3. kehilangan hak-hak yang seharusnya diterima oleh para pekerja sesuai

masa kerja pegawai karena adanya ketidak jelasan penghitungan

mengenai masa kerja, dan masih banyak lagi.

Walaupun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan digunakan sebagai payung hukum bagi masalah

ketenagakerjaan, akan tetapi dengan adanya Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65,

dan Pasal 66 ternyata membawa masalah bagi para tenaga kerja. Karena

terbukti adanya tenaga kerja bernama Didik Suprijadi yang mengajukan

permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian

terhadap isi Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan anggapan bahwa

pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat

(2) dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Page 77: Perlindungan Hak Asasi Manusia

66

Alasan yang digunakan dalam permohonan pengujian isi

Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu:

1. Penekanan terhadap efisiensi secara berlebihan untuk semata-mata

meningkatkan investasi guna mendukung pembangunan ekonomi

melalui kebijakan upah kerja yang murah ini berakibat pada hilangnya

keamanan kerja (job security) bagi buruh / pekerja Indonesia, karena

sebagian besar buruh / pekerja tidak akan lagi menjadi buruh atau

pekerja tetap, akan tetapi menjadi buruh / pekerja kontrak yang akan

berlangsung seumur hidupnya. Hal inilah yang oleh kalangan buruh

disebut sebagai perbudakan zaman modern.

2. Bahwa status sebagai buruh / pekerja kontrak ini pada kenyatannya

berarti juga hilangnya hak-hak, tunjangan-tunjangan kerja jaminan-

jaminan kerja dan sosial yang biasanya dinikmati oleh mereka yang

mempunyai status sebagai butuh / pekerja tetap yang dengan demikian

amat potensial menurunkan kualitas hidup dan kesejahteraan buruh /

pekerja Indonesia dan karenanya buruh / pekerja merupakan bagian

terbesar dari rakyat Indonesia, pada akhirnya juga akan menurunkan

kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya.

3. Dalam hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(PKWT) sebagaimana diatur dalam pasal 59 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 dan penyerahan sebaian pekerjaan kepada perusahaan

lain (outsourcing) sebagaimana juga diatur dalam pasal 64 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003, buruh / pekerja semata-mata dilihat

Page 78: Perlindungan Hak Asasi Manusia

67

sebagai komoditas atau barang dagangan, disebuah pasar tenaga kerja.

buruh atau tenaga kerja dibiarkan sendirian menghadapi ganasnya

kekuatan pasar dan kekuatan modal, yang akhirnya akan timbul

kesenjangan sosial yang semakin menganga antara yang kaya dan yang

miskin dan tidak menutup kemungkinan kelak cucu kita akan menjadi

budak di negeri sendiri dan diperbudak oleh bangsa sendiri dan ini

jelas bertentangn dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar

1945, dan pasal 28D ayat (2).

4. Dalam hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(PKWT) sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan

lain sebagaimana juga diatur dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang outsourcing buruh / pekerja ditempatkan

sebagai faktor produksi semata. Dengan begitu mudah dipekerjakan

bila dibutuhkan dan diputus hubungan kerjanya bila sudah tidak

dibutuhkan lagi. Dengan demikian komponen upah sebagai salah satu

dari biaya-biaya (cost) bisa tetap ditekan seminimal mungkin. Inilah

yang akan terjadi dengan dilegalkannya sistem kerja “pemborongan

pekerjaan” (outsourcing), yang akan menjadi buruh / pekerja semata-

mata sebagai sapi perahan para pemilik modal dan ini adalah

bertentangan dengan pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

yang menyatakan “perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasar atas asas kekeluargaan”. Di dalam penjelasannya ditegaskan

lagi bahwa ini berarti perekonomian kita berdasarkan pada demokrasi

Page 79: Perlindungan Hak Asasi Manusia

68

ekonomi, dimana produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dengan

kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan. Disinilah persis

perbudakan modern dan degredasi nilai manusia, buruh atau pekerja

sebagai komoditas atau barang dagangan, akan terjadi secara resmi dan

diresmikan melalui sebuah undang-undang. Kemakmuran masyarakat

yang diamanatkan konstitusipun akan menjadi kata-kata kosong

ataupun hiasan kata-kata mutiara saja.

5. Sistem outsourcing konstruksi hukumnya yaitu adanya suatu

perusahaan jasa pekerja merekrut calon pekerja untuk ditempatkan

pada perusahaan pengguna. Jadi disini diawali suatu hubungan hukum

atau suatu perjanjian antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan

perusahaan pengguna pekerja. Perusahaan penyedian jasa pekerja

mengikatkan dirinya untuk menggunakan pekerja tersebut. berdasarkan

perjanjian penempatan tenaga kerja, perusahaan penyedia jasa pekerja

akan mendapatkan sejumlah uang dari pengguna. Untuk 100 orang

misalnya Rp 10.000.000, kemudian perusahaan penyedia jasa pekerja

akan mengambil sekian persen, sisanya dibayarkan kepada pekerja

yang bekerja di perusahaan pengguna. Jadi konstruksi hukum semacam

ini merupakan perbudakan, karena pekerja-pekerja tersebut dijual

kepada pengguna dengan sejumlah uang. Hal ini merupakan

perbudakan modern.

6. Dilain pihak, outsourcing juga menggunakan Perjanjian Kerja Wktu

Tertentu. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu jelas tidak menjamin

adanya job security, tidak adanya kelangsungan pekerjaan karena

Page 80: Perlindungan Hak Asasi Manusia

69

seorang pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pasti tahu

bahwa pada suatu saat hubungan kerja akan putus dan tidak akan

bekerja lagi disitu, akibatnya pekerja akan mencari pekerjaan lain lagi.

Sehingga kontinuitas pekerjaan menjadi persoalan bagi pekerja yang

dioutsourcing dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Jika job

security tidak terjamin, maka jelas bertentangan dengan Oasal 27 ayat

(2) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu hak untuk mendapatkan

pekerjaan yang layak.

7. Outsourcing di dalam Pasal 64 menunjukkan adanya dua macam

outsourcing, yaitu outsourcing mengenai pekerjaannya yang dilakukan

oleh pemborong dan outsourcing mengenai pekerjanya yang dilakukan

oleh perusahaan jasa pekerja. Outsourcing yang pertama mengenai

pekerjaan, konstruksi hukumnya yaitu ada main contractor yang

mensubkan pekerjaan pada sub contractor. Sub contractor untuk

melakukan pekerjaan yang disubkan oleh main contractor yang

membutuhkan pekerja. Disitulah sub contractor merekrut pekerja

untuk mengerjakan pekerjaan yang disubkan oleh main contractor.

Sehingga ada hubungan kerja antara subcontractornya dengan

pekerjanya.

8. Bahwa kalau dikaitkan dengan konstitusi, jelas hal ini memaksakan

adanya hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja

dengan pekerjanya, yang sebenarnya tidak memenuhi unsur-unsur

hubungan kerja yaitu adanya perintah, pekerjaan dan upah, maka

Page 81: Perlindungan Hak Asasi Manusia

70

menunjukkan bahwa pekerja hanya dianggap sebagai barang saja

bukan sebagai subjek hukum.

9. Bahwa perbudakan terhadap outsourcing mutlak, karena di sini

perusahaan penyedia jasa pekerja pada dasarnya menjual manusia

kepada user. Dengan sejumlah uang akan mendapatkan keuntungan

dengan menjual manusia.

10. Bahwa Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan tidak sesuai dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal

28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945, karena manusia yang

harus dilindungi adalah manusia yang seutuhnya. Bekerja seharusnya

adalah untuk memberikan kehidupan yang selayaknya tetapi ketika itu

pekerja hanya sebagai bagian produksi dan terutama dengan kontrak-

kontrak yang dibuat, maka hanya sebagai salah satu bagian dari

produksi, sehingga perlindungan sebagai manusia menjadi lemah.

11. Bahwa berdasarkan fakta-fakta alasan di atas, jelas bahwa

permohonan ini disampaikan secara menyakinkan dan patut, karena

berangkat dari keprihatinan nyata sebagian besar buruh/pekerja

maupun, sehingga patut kiranya Mahkamah berkenan melaksanakan

haknya untuk melakukan pengujian Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap

Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

12. Bahwa karena Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ada kaitannya dengan Pasal 64

Page 82: Perlindungan Hak Asasi Manusia

71

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,

maka dengan sendirinya Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga bertentangan

dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1)

UUD 1945.53

Petitum yang diajukan dalam permohonan pengujian terhadap isi

Undang-Undang tersebut antara lain:

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk

seluruhnya;

2. Menyatakan Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2),

Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar

1945.

3. Menyatakan Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Menempatkan Putusan ini dalam Lembaran Berita Negara Republik

Indonesia.

Atas alasan yang diampaikan oleh Didik Suprijadi dalam

mengajukan permohonan pengujian isi Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

tersebut maka pemerintah berpendapat bahwa adanya Pasal 59, Pasal 64,

Pasal 65, Pasal 66 tidaklah bertentangan dengan hak-hak warga negara 53Tim Redaksi. Op.cit Hal :10

Page 83: Perlindungan Hak Asasi Manusia

72

yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar. Karena pasal dalam undang-

Undang Ketenagakerjaan tersebut adalah untuk memberikan kesempatan

kepada semua warga negara untuk bisa mendapatkan pekerjaan dan

penghasilan yang layak seperti apa yang tercantum dalam Undang-Undang

Dasar.Selain itu juga untuk memberikan perlakuan adil dan layak bagi

semua warga negara dalam hubungan kerja sehingga bisa mendapatkan

imbalan yang setimpal dengan pekerjaan yang telah dilakukan.

Dengan ada outsourcing maka diharapkan para tenaga kerja dapat

menggunakan seluruh kemampuan dalam bekerja. Selain itu bagi para

tenaga kerja dengan adanya outsourcing maka akan menambah

keterampilan yang belum mereka miliki.Outsourcing juga akan membantu

tenaga kerja yang belum bekerja untuk disalurkan kepada perusahaan

outsourcing. Dan mengenai sifat dan jenis outsourcing yang akan selesai

dalam waktu tertentu juga telah diatur dalam undang-undang

Ketenagakerjaan. Sehingga anggapan bahwa Undang-Undang

Ketenagakerjaan terutama Pasal 59 dan Pasal 64 telah menimbulkan

kerugian hak bagi para tenaga kerja adalah tidak benar.

Atas hal alasan yang dikemukakan oleh Didik Suprijadi dan

tanggapan dari pemerintah tersebut Mahkamah Konstitusi mengeluarkan

Putusan No.27/PUU-IX/2011 yang berisikan :

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

2. Frasa “ ...Perjanjian Kerja Waktu Tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2)

huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Page 84: Perlindungan Hak Asasi Manusia

73

1945sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan

adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja / buruh yang

objek kerjanya tetap ada walaupun terjadi penggantian perusahaan

yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain

atau perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh;

3. Frasa “...Perjanjian Kerja Waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan

frasa “...perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2)

huruf b Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang

dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan

perlindungan hak-hak bagi pekerja / buruh yang objek kerjanya tetap

ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan

sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan

penyedia jasa pekerja atau buruh;

4. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

5. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara

Republik Indonesia sebagaimana mestinya.54

Dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011,

menyatakan bahwa ada 2 (dua) model yang harus dipenuhi dalam

perjanjian kerja outsourcing yaitu Pertama, dengan mensyaratkan agar

perjanjian kerja antara pekerja dan perusahaan yang melaksanakan

pekerjaan outsourcing tidak berbentuk perjanjian kerja waktu tertentu

(“PKWT”), tetapi berbentuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu

(“PKWTT”). Kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan 54Ibid Hal. 66

Page 85: Perlindungan Hak Asasi Manusia

74

perlindungan bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan yang

melaksanakan pekerjaan outsourcing.

Sehingga dengan adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi

tersebut, maka bunyi Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) berubah. Pasal

65 ayat (7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat

didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu apabila memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

Sedangkan isi dari Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan yaitu:

(1) Perjanjian untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat ataupun kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu

yang tidak terlalu lama dan dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. Pekerjaan yang sifatnya musiman; d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan

baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau dapat diperbaharui.

(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 Tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja / buruh yang bersangkutan

(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu yang ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan

Page 86: Perlindungan Hak Asasi Manusia

75

ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 66 ayat (2) menjadi Perjanjian kerja yang berlaku dalam

hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah yang

memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau

perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan

ditandatangani oleh kedua berlah pihak. Sehingga dari perubahan bunyi

terhadap Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2), mengakibatkan istilah

“perjanjian kerja waktu tertentu” tidak dapat digunakan lagi dalam pasal

tersebut. atau dapat juga dikatakan bahwa outsourcing tidak berlaku

kecuali terhadap pekerjaan yang memenuhi kriteria yang terdapat dalam

Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Inti dari putusan tersebut adalah tidak lagi memberi kesempatan

pada sebuah perusahaan untuk memberikan pekerjaan yang sifat objeknya

tetap untuk di outsourcing, meskipun itu bersifat penunjang, seperti

pengamanan, kurir, dan lainnya. Sehingga bank-bank yang saat ini banyak

mempekerjakan teller atau costumer service menggunakan sistem

outsourcing tidak dibenarkan lagi.

Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa dalam penyerahan

pekerjaan melalui penyedia jasa pekerja / buruh (pekerja outsourcing)

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pekerja / buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh

(perusahaan outsourcing) tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja

untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan

Page 87: Perlindungan Hak Asasi Manusia

76

langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa

penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan

proses produksi.

2. Penyedia jasa pekerja / buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau

kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi

harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Adanya hubungan kerja antara pekerja / buruh dan perusahaan

penyedia jasa pekerja / buruh;

b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana

dimaksud pada angka 1 adalah perjanjian kerja untuk waktu

tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 59 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan dan atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu

yang dibuat secara tidak tertulis dan ditandatangani oleh kedua

belah pihak;

c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta

perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan

penyedia jasa pekerja / buruh;

d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja / buruh dan

perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa

pekerja / buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-

pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

3. Penyedia jasa pekerja atau buruh merupakan bentuk usaha yang

berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung

jawab di bidang ketenagakerjaan.

Page 88: Perlindungan Hak Asasi Manusia

77

4. Dalam Hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2

huruf a, huruf b dan huruf d serta angka 3 tidak terpenuhi, maka demi

hukum status hubungan kerja antara pekerja / buruh dan perusahaan

penyedia jasa pekerja / buruh beralih menjadi hubungan kerja antara

pekerja / buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.55

Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan

bahwa “Aturan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya

pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja atau buruh yang objek

kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang

melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan penyedia jasa

pekerja/buruh".

Mahkamah Konstitusi menilai posisi pekerja atau buruh

outsourcing dalam hubungannya dengan perusahaan outsourcing

menghadapi ketidakpastian kelanjutan kerja apabila hubungan kerja antara

pekerja atau buruh dengan perusahaan dilakukan berdasarkan Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu.

Pertimbangan lain yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi yaitu

“Apabila hubungan pemberian kerja antara perusahaan yang memberi

kerja dengan perusahaan outsourcing atau perusahaan yang menyediakan

jasa pekerja atau buruh outsourcing habis karena masa kontraknya selesai,

maka habis pula masa kerja pekerja/buruh outsourcing, akibatnya

55ibid. hal. 58

Page 89: Perlindungan Hak Asasi Manusia

78

pekerja/buruh menghadapi risiko tidak mendapatkan pekerjaan selanjutnya

karena pekerjaan borongan atau perusahaan penyediaan jasa tidak lagi

mendapat kontrak perpanjangan dari perusahaan pemberi kerja. Selain

adanya ketidakpastian mengenai kelanjutan pekerjaan, pekerja atau buruh

akan mengalami ketidakpastian masa kerja yang telah dilaksanakan karena

tidak diperhitungkan secara jelas akibat sering bergantinya perusahaan

penyedia jasa outsourcing, sehingga berdampak pada hilangnya

kesempatan pekerja outsourcing untuk memperoleh pendapatan dan

tunjangan yang sesuai dengan masa kerja dan pengabdiannya”.

Mahkamah Konstitusi menilai ketidakpastian nasib pekerja atau

buruh sehubungan dengan pekerjaan outsourcing tersebut, terjadi karena

Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak memberi jaminan kepastian bagi

pekerja/buruh outsourcing untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta

perlakuan yang layak dalam hubungan kerja dan tidak adanya jaminan

bagi pekerja untuk mendapat hak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan.

Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa aturan tersebut

tidak saja memberikan kepastian akan kontinuitas pekerjaan para pekerja

outsourcing, tetapi juga memberikan perlindungan terhadap aspek-aspek

kesejahteraan lainnya, karena dalam aturan tersebut para pekerja

outsourcing tidak diperlakukan sebagai pekerja baru.

Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa putusan tersebut untuk

menghindari perbedaan hak antara pekerja pada perusahaan pemberi kerja

dengan pekerja outsourcing yang melakukan pekerjaan yang sama persis

Page 90: Perlindungan Hak Asasi Manusia

79

dengan pekerja pada perusahaan pemberi kerja. "Masa kerja yang telah

dilalui para pekerja outsourcing tersebut tetap dianggap ada dan

diperhitungkan, sehingga pekerja outsourcing dapat menikmati hak-hak

sebagai pekerja secara layak dan proporsional".

Dalam pertimbangan hakim pula disebutkan apabila karyawan

outsourcing tersebut diberhentikandengan alasan pergantian perusahaan

pemberi jasa pekerja, maka para pekerja diberi kedudukan hukum untuk

mengajukan gugatan berdasarkan hal itu kepada pengadilan hubungan

industrial sebagai sengketa hak. Dari putusan yang dikeluarkan oleh

Mahkamah Konstitusi tersebut maka jelas sekali terliha bahwa Mahkamah

Konstitusi memberikan perlindungan hukum kepada karyawan

Outsourcing.

Selain itu, Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi segera

meindaklanjuti putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi

dengan mengeluarkan Surat Edaran No. B.31/PHIJSK/I/2012 tentang

pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011.

Berdasarkan Putusan Makhamah Konstitusi dan Surat Edaran Mentri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi dapat diketahui bahwa outsourcing

memang diperbolehkan akan tetapi hanya terbatas pada jenis pekerjaan

yang tercantum dalm Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Lebih lanjut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan

bahwa apabila ada perusahaan yang melaksanakan praktek outsourcing

diluar aturan Undang-Udnang No. 13 Tahun 2003 maka harus ditindak

dengan tegas dengan cara dibatalkan atau dilarang.

Page 91: Perlindungan Hak Asasi Manusia

80

Jika pemberlakuan sistem outsourcing sesuai dengan peraturan

yang ada maka tidak akan ada lagi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak

asasi yang dimiliki oleh tenaga kerja. Karena yang selama ini banyak

terjadi adalah adanya pelanggaran terhadap sistem outsourcing seperti

demi mengurangi biaya produsi, perusahaan terkadang melanggar

ketentuan-ketentuan yang berlaku dan bagi perusahaan outsourcing

memotong gaji tenaga kerja tanpa ada batasan sehingga mereka menerima

gaji yang berkurang banyak.

Sesuai dengan tujuan diadakannya sistem outsourcing adalah untuk

menyalurkan tenaga kerja yang belum bekerja, maka harus ada

pembenahan dalam managemen perusahaan dalam mempekerjakan tenaga

kerja. Karena jika dilihat lagi, sistem outsourcing tidaklah salah karena

dengan adanya sistem outsourcing berusaha untuk menjalankan amanat

pasal 27 ayat (2) dan mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Yang

salah adalah managemen dalam memberlakukan sistem outsourcing

tersebut dengan melakukan penyimpangan-penyimpangan peraturan.

Dalam rangka menuju negara sejahtera bukan outsourcing yang dihapus,

tetapi praktik pelaksanaan outsourcing yang salah dan melanggar hukum

yang harus dibenahi.

Dengan adanya Putusan dari Mahkamah Konstitusi serta Surat

Edaran dari Menteri Tenaga Kerja dan Transportasi, jika terjadi

pelanggaran terhadap hak-hak asasi tenaga kerja dalam penerapan sistem

outsourcing, maka dapat diajukan kepada PengadilanHubungan Industrial

seperti yang telah disampaikan oleh Majelis hakim dalam pertimbangan

Page 92: Perlindungan Hak Asasi Manusia

81

hukum putusan tersebut. Bagi para pekerja / buruh diberikan kesempatan

menuntut hak-hak bagi para tenaga kerja yang telah dilanggar karena

adanya Perselisihan Hubungan Industrial.

Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Hubungan Industrial dalam Pasal 1:

(1) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang

mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan

pengusaha dengan pekerja / buruh atau serikat pekerja / buruh karena

adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,

perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat

pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan.

(2) Perselisihan hak asalah perselisihan yang timbul karena tidak

terpenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau

penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

(3) Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam

hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai

pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan

dalam perjanjian perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau

perjanjian kerja bersama.

(4) Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang

timbul karena adanya ketidak sesuaian pendapat mengenai

pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.

Page 93: Perlindungan Hak Asasi Manusia

82

Penyelesaian perselisihan di pengadilan ini melalui tata cara yang

telah ditentukan dalam undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Selain hal tersebut diatas juga dibutuhkan kerjasama dari pihak

pemerintah terutama kontrol dari Kementrian Ketenagakerjaan kepada

para tenaga kerja agar benar-benar tidak ada dalam prakteknya sistem

outsourcing yang melanggar aturan yang telah dibuat. Jangan sampai

kebijakan outsourcing yang telah dibuat justru merugikan banyak hak para

tenaga kerja. Karena terbukti banyaknya pelanggaran yang terjadi oleh

perusahaan outsourcing dalam mempekerjakan para tenaga kerja

outsourcing. Sehingga Putusan yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah

Konstitusi bukan merupakan putusa hitam diatas putih saja, sehingga tidak

lagi adanya pelanggaran hak-hak tenaga kerja yang terjadi di Indonesia

yang menamakan dirinya sebagai negara hukum.

Page 94: Perlindungan Hak Asasi Manusia

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dengan adanya kemajuan dan persaingan dalam dunia bisnis maka

menimbulkan gagasan mengenai outsourcing sebagai solusi dalam

menghadapai persaingan bisnis tersebut. Akan tetapi pada prakteknya

banyak sekali penyimpangan terhadap pemberlakuan sistem

outsourcing. Banyak hak para tenaga kerja serta jaminan bagi para

tenaga kerja yang tidak diperoleh. Terlebih lagi sistem outsourcing

sekarang dikenakan terdahap semua jenis pekerjaan oleh Perusahaan

outsourcing.

2. Dengan dikeluarkannya putusan Nomor 27/PUU-IX/2011 oleh

Mahkamah Konstitusi tentang Permohonan Pengujian Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-

Undang Dasar 1945 yang diajukan oleh Didik Suprijadiyang

merupakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Petugas

Pembaca Meter Listrik (AP2ML) Indonesia, maka merupakan salah

satu bentuk perlindungan hukum bagi para tenaga kerja

outsourcing.Dalam putusan tersebut menyatakan bahwa Outsourcing

hanya diperbolehkan terhadap jenis pekerjaan yang tercantum dalam

Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Sehingga tidak semua

pekerjaan dikenakan Otsourcing seperti yang sekarang ini terjadi.

Mengenai hak bagi para tenaga kerja juga dengan tegas disampaikan

Page 95: Perlindungan Hak Asasi Manusia

84

dalam Putusan Makhamah Konstitusi tersebut sebagai wujud

perlindungan hak asasi manusia khususnya bagi para tenaga kerja

outsourcing.

3. Untuk menindaklanjuti Putusan yang telah dikeluarkan oleh

Mahkamah Konstitusi, maka Menteri Ketenagakerjaan dan

Transmigrasi mengeluarkan Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012

tentang Pelaksanaan Putusan Makhamah Kontitusi Nomor27/PUU-

IX/2011 tentang Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar

1945.

4. Dengan adanya Putusan dari Mahkamah Konstitusi tersebut dan Surat

Edaran dari Menteri Ketenagakerjaan sebagai tindak lanjut dari

Putusan Mahkamah Konstitusi ini akan membantu para tenaga kerja

outsourcing karena telah diperjelas mengenai jenis pekerjaan yang

dapat dipekerjakan secara outsourcing. Selain itu, jika terdapat adanya

pelanggaran dari ketentuan yang telah ditetapkan mengenai

pemberlakuan sistem outsourcing dalam mempekerjakan tenaga kerja

outsourcing, maka para tenaga kerja dapat mengajukan gugatan kepada

Pengadilan Hubungan Industrial atas pelanggaran yang telah

dilakukan melalui mekanisme yang telah ditentukan seperti yang telah

disampaikan dalam pertimbangan hukum dalam memutus perkara

tersebut.

Page 96: Perlindungan Hak Asasi Manusia

85

B. Saran

1. Pemerintah diharapkan melakukan kontrol terhadap perusahaan

outsourcing agar apa yang telah menjadi keputusan mengenai

pelegalan outsourcing dapat dijalankan dan tidak ada lagi hak para

tenaga kerja khusunya tenaga kerja outsourcing yang dilanggar oleh

para pengusaha. Sehingga tujuan untuk menciptakan masyarakat

Indonesia yang adil dan makmur dapat tercapai.

2. Seharusnya ada peraturan yang mengatur tentang besarnya potongan

yang diperoleh perusahaan outsourcing dalam mempekerjakan pekerja

outsourcing.

Page 97: Perlindungan Hak Asasi Manusia

86

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Budiyanto. 2000. Dasar-DasarIlmu Tata Negara. Jakarta: Erlangga.

Djumadi. 2005. Sejarah keberadaan organisasi buruh di indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Fikriyah, Siti. 2008. HAM, Kewarganegaraan dan Konstitusi. Jakarta: Nobel

Elmudia. Handoyo, Hestu Cipto. 2002. Hukum Tata negara, Kewarganegaraan & Hak

Asasi Manusia. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Huda, Ni’Matul. 2011. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo

Persada. Husni, Lalu. 2010. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta:

RajaGrafindo Persada. Kusnadi,Moh. Harmaily Ibrahim. 1988. Hukum Tata Negara Indonesia.Jakarta:

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti.

Manulang, Sendjun H. 2001. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di

Indonesia. Jakarta:Rhineka Cipta. Marzuki, Peter Mahmud. 2009, Penelitian Hukum, Surabaya: Kencana Prenada

Media Group. Naning, Ramdhon. 1983, Cita dan Citra Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta

: Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia Program Penunjang Bantuan Hukum Indonesia.

Rusli, Hardijan. 2003. Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta :Ghalia Indonesia. Tim Redaksi Pustaka Yustisia. 2012. Pedoman Terbaru Outsourcing & Kontrak

Kerja : Peraturan 2012 Tentang Outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Page 98: Perlindungan Hak Asasi Manusia

87

Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembara Negara Nomor 3886)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial ( Lembaran Negara Republik Inonesia Tahun 2004 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356)

Sumber Lain www.detik.comdiakses tanggal 30 Desember 2012

www.hukumonline.com diakses tanggal 30 Desember 2012

www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=website.Berita.Berita&id=6358,

diakses tanggal 30 Desember 2012

www.regional.kompas.com/read/2012/01/21/22270675/Inilah.Putusan.MK.Soal.P

enghapusan.Outsourcing. diakses tanggal 30 Desember 2012

www.wikipedia.com diakses tanggal 30 Desember 2012