Top Banner
Perkumpulan Studi di D FAKUL UNIVERSITAS INDONESIA n Sosial Merespon Pemerintahan Lok Desa Rintis, Siantan, Kab. Kep. Anam TESIS Anggoro Yudo Mahendro 116037315 PROGRAM PASCA SARJANA DEPARTEMEN SOSIOLOGI LTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLIT UNIVERSITAS INDONESIA Depok, Juni 2013 kal Baru: mbas TIK
166

Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Dec 22, 2022

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

UNIVERSITAS INDONESIA

Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru:Studi di Desa Rintis, Siantan, Kab. Kep. Anambas

TESIS

Anggoro Yudo Mahendro

116037315

PROGRAM PASCA SARJANA

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

Depok, Juni 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru:Studi di Desa Rintis, Siantan, Kab. Kep. Anambas

TESIS

Anggoro Yudo Mahendro

116037315

PROGRAM PASCA SARJANA

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

Depok, Juni 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru:Studi di Desa Rintis, Siantan, Kab. Kep. Anambas

TESIS

Anggoro Yudo Mahendro

116037315

PROGRAM PASCA SARJANA

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

Depok, Juni 2013

Page 2: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

UNIVERSITAS INDONESIA

Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru:Studi di Desa Rintis, Siantan, Kab. Kep. Anambas

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister (M.Si) dalam Sosiologi

Anggoro Yudo Mahendro

116037315

PROGRAM PASCA SARJANA

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

Depok, Juni 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru:Studi di Desa Rintis, Siantan, Kab. Kep. Anambas

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister (M.Si) dalam Sosiologi

Anggoro Yudo Mahendro

116037315

PROGRAM PASCA SARJANA

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

Depok, Juni 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru:Studi di Desa Rintis, Siantan, Kab. Kep. Anambas

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister (M.Si) dalam Sosiologi

Anggoro Yudo Mahendro

116037315

PROGRAM PASCA SARJANA

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA

Depok, Juni 2013

Page 3: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

I

l

rlelo uelqnlefrp 6ueA tslues eutJeueul uep eluqnuades qeanet 6un66ueyeq

ue1 'eAes 'eus1re16e1d uelepull uelnlelour e^es 'e1e[ure1

!reU, uetb. nqre1,, e11p

: ,, ., ,i , l : 'elseuopul sellsJeAlun !p n)eUaq

6ueA uerngeled ue6u.ep jensas aurspe;6e1d uelepull eduel unsns eles rur-irsel

BA r{eq ue>1eler(uetu eAuteueqes ueouep iu;. qemEq ip ueouelepuepaq 6uer( eieg

i. :

3l,ltsHvt9vldr svgSg NVVTvANUea

Page 4: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

HALAI']AN PERNYA.TAAN ORISINALITAS

Tesis iniadalah hasil karya sendiri, daR semua sumber baik yang dikutip maupun

dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Narna

NPM

Tanda Tangan

Tangga!

: Anggoro Yudo Mahendro

Page 5: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas
Page 6: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Nama : Anggoro Yudo Mahendro

NPM :1106037315

Juduk Tesis : Perkumpulan Sosial Pedesaan Merespon Pemerintahan Lokal

Baru (Studitentang Perkumpulan Sosial di Desa Rintis, Kab. Kep. Anambas)

Tesis ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

salah satu persyaratan y?ng diperlukan untuk memperoleh gelar Magister (M.Si)

pada program studi sosiologi, Fakultas llmu Soial dan llmu Politik Universitas

lndonesia.

Tim Penguji

Ketua SidangRaphaella Dewantari Dwianto, Ph.D

Sekretaris SidangPutu Chandra Dewi Kardha, M.Si

PembimbingDr. der soz Rochman Achwan

PengujiAhliSudarsono Hardjosoekarto, Ph.D

ilt

d-.- yt"

,B*,C **k{,*rvu \.

il,

Ditetapkan di , H?F,rangsar ' !P-]Y*lp'-\)

Page 7: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

v

ABSTRACT

This study discusses the social community in relation to the state. Byusing approach embededdness, these two elements have seen a reciprocalrelationship and cannot be separated. In that context, social association hassocial capital in Three forms: bonding, bridging, and linking. The Third entities aredeveloped in accordance with the historical background of the people, so that inevery society will be found the different proportion social capital.

By using qualitative approach, data collection obtained through interviews,observation and document study. Took place in Anambas, because this regionhas just had a new local government with some distinctive characteristics. Typicalcharacteristics include: (1) located on the border of Indonesia, (2) Island territory,(3) the local government has a huge budget.

In the democratization efforts, the government both in the national andlocal level strive to create an active community, which is manifested in a varietyof social associations. Desa Rintis shows how the active role of localgovernment, capable of triggering the emergence of social associations at thevillage level. This is understandable because the local government has thestructural strength through its regulations to influence society.

Besides, local governments also provide cultural capitalas well asEconomic capital that is included in the relasional process between the state andsocial associations. This condition causes, the initiative of some members of theCommunity to form associations and engage in social activities.

Judging from the concept of social capital, social associations in the DesaRintis have social capital that is not balanced between bonding, bridging, andlinking. Strong social associations on the linking side and weak the bonding andbridging side. Therefore, the existence of social associations in the village Rintisjust hang up (to the state). Said to hang because of the active efforts from theleaders of the social associations to involve themselves with the state. Thiscondition is the feedback from the top-down pattern that developed earlier by thestate.

Keywords: social association, rural communities, local government, andsocial capital.

Page 8: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

vi

ABSTRAK

Penelitian ini membahas mengenai perkumpulan sosial dalam kaitannyadengan negara. Dengan pendekatan keterlekatan (emededdness), keduaelemen tersebut dilihat memiliki hubungan resiprokal dan tidak bisa dipisahkan.Dalam konteks itu, perkumpulan sosial memiliki modal sosial dalam tiga bentuk;ikatan (bonding), hubungan (bridging), dan pengkait (linking). Ketiga entitastersebut berkembang sesuai dengan latar belakang sejarah masyarakatnya,sehingga di dalam setiap masyarakat akan ditemuan proporsi modal sosial yangberbeda.

Dengan menggunakan penekatan kualitatif, pengambilan data didapatkanmelalui wawancara, observasi dan studi dokumen. Mengambil tempat diAnambas, dikerenakan wilayah ini baru saja memiliki pemerintahan lokal barudengan beberapa karakteristik khas. Karakteristik khas tersebut antara lain; (1)berada di perbatasan Indonesia, (2) wilayahnya kepulauan, (3) pemerintah lokalmemiliki APBD yang besar.

Ditengah upaya demokratisasi, pemerintah baik dalam tingkat nasionalmaupun lokal berupaya untuk menciptakan masyarakat yang aktif, yangtermanifestasi dalam berbagai perkumpulan sosial. Desa Rintis memperlihatkanbagaimana peran aktif pemerintah lokal, mampu memicu bermunculannyaperkumpulan sosial di tingkat desa. Hal ini dipahami karena pemerintah lokalmemiliki kekuatan struktural lewat regulasi yang dimilikinya untuk mempengaruhimasyarakat. Selain itu pemerintah lokal juga menyediakan modal ekonomisekaligus modal kultural yang disertakan didalam proses relasional antaranegara dengan perkumpulan sosial. Kondisi ini menyebabkan, adanya inisiatifdari beberapa anggota masyarakat untuk membentuk serta terlibat dalamaktifitas perkumpulan sosial.

Ditinjau dari konsep modal sosial, perkumpulan sosial di Desa Rintismemiliki modal sosial yang tidak seimbang antara bonding, bridging, dan linking.Perkumpulan sosial kuat pada sisi linking, namun lemah pada sisi bonding danbridging. Oleh karenanya, perkumpulan sosial di Desa Rintis eksitensinya hanyamenggantung ke atas (negara). Dikatakan menggantung karena adanya upayaaktif dari para pemimpin perkumpulan sosial yang ada untuk mengakaitkan diridengan negara. Kondisi ini merupakan umpan balik dari pola top-down yangdikembangkan sebelumnya oleh negara.

Kata Kunci: perkumpulan sosial, masyarakat pedesaan, pemerintahanlokal, dan modal sosial.

Page 9: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

vii

KATA PENGANTAR

Bersyukur kepada Allah Swt atas segala karunianya, sehingga tesis inidapat dirampungkan. Hasil dari perjalanan melintasi Lautan Cina Selatan yangdilaksanakan pada awal tahun 2013, sebagian besar sudah tertulis walaupunmasih banyak kekurangan di sana sini. Anambas selalu memiliki pesona, baikdalam segi panorama alamnya, kultur, dan juga sejarahnya, sehingga dalamkerja-kerja pengumpulan data dan penulisan, selalu berkesan dalam. Semogakedepan akan ada kesempatan lagi untuk datang ke sana, dalam upayamengembangkan studi ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepadaberbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini. Terutama kepadakedua orang tua penulis, ayahanda Sunaryo H.I dan ibunda Ismukarini yangselalu mendukung agar tesis ini selesai. Serta keluarga batih yang lain, adik W.APramudito, kakak NS. Pantoro, dan semua keponakan yang lucu.

Lalu kepada, Bapak Dr. der soz Rocman Achwan, sebagai pembimbingyang telah banyak berkontribusi semenjak penulisan RC, proposal, hingga draftini selesai. Kemudian, kepada Bapak Sudarsono Hardjosoekarto, Ph. D sebagaipenguji ahli, Ibu Raphaella D. Dwianto, Ph. D sebagai kepala programpascasarjana sosiologi yang bertindak sekaligus ketua sidang, serta Ibu PutuChandra, M.Si selaku sekretaris sidang. Tak lupa pada semua rekan-rekanseperjuangan di kelas reguler 2011, Mas Najib, Mba Meta, Mas Sis, Pak Usep,Mas Heru, Pak Ihya, Mas Nala, Mas Azis M.Si, Mas Didi temenna Baban, danMas Iqbal. Juga rekan-rekan di kelas MMPS 2011, MMPS 2012, dan kelas S3sosiologi 2011.

Beberapa pihak di Tarempa dan Rintis juga ambil andil besar atasselesainya tesis ini tepat waktu. Terimakasih sekali kepada Ibu Isye dan NurulHidayah yang selalu perhatian atas kondisi psikis, fisik dan kesehatan penulis.Abdul Hadi, Bapak Abu Hanifah serta teman-teman KNPI Kab. Kep Anambasyang selalu membantu dalam proses pengambilan data. Kemudian juga untukMba Adrin, Carol, Mas Anang, dan Pak Rian yang telah mau membantumenyediakan dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Saya juga ingin berterimakasih kepada Pak Asep Suryana yang dari awal sampai akhir banyakmemberikan masukan dan bahan-bahan terkait penelitian ini.

Akhir kata, penulis berharap agar penelitian bermanfaat baik dari segiteoritis mapun praktis. Khususnya dalam upaya pengembangan masyarakat sipilyang berdaya. semoga.

Pondok Cabe, 31 Mei 2013

Anggoro Yudo Mahendro

Page 10: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

viii

DAFTAR ISI

Pernyataan Bebas Plagiarisme....................................................................... iHalaman Pernyataan Orisinalitas.................................................................... iiPernyataan Persetujuan Publikasi .................................................................. iiiLembar Pengesahan Tesis ............................................................................. ivAbstrak ........................................................................................................... vKata Pengantar............................................................................................... viiDaftar Isi ........................................................................................................ viiiDaftar Tabel dan Gambar ............................................................................... ixBAB I Pendahuluan ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang Permasalahan ............................................................ 1B. Perumusan masalahan Penelitian....................................................... 5C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian....................................................... 7D. Tinjauan Penelitian Sejenis ................................................................. 8E. Kerangka Konseptual .......................................................................... 15

a. Masyarakat Pedesaan.................................................................... 15b. Perkumpulan Sosial ...................................................................... 17c. Pemerintahan Lokal........................................................................ 19d. Modal Sosial................................................................................... 22

F. Metodologi Penelitian. ........................................................................ 32G. Sistematika Penulisan......................................................................... 35

BAB II Desa Rintis: Sebuah Tinjauan Kontekstual .......................................... 37A. Pengantar ........................................................................................... 37B. Kondisi Geografis dan Kependudukan ................................................ 38C. Konteks Sosial Ekonomi dan Kesejarahan.......................................... 45D. Konteks Kultural dan Hubungan Antar Etnik........................................ 53E. Konteks Politik Administratif ................................................................ 60F. Penutup .............................................................................................. 66

BAB III Munculnya Pemerintahan Lokal Baru dan Perkumpulan Sosial .......... 68A. Pengantar ........................................................................................... 68B. Inovasi Masyarakat dalam Tatanan Sosio-Ekonomi Baru.................... 69C. Gerak Pemekaran dan Keharusan Perkumpulan Sosial...................... 74D. Bantuan Negara dan Munculnya Perkumpulan Sosial......................... 84E. Penutup .............................................................................................. 96

BAB IV Dinamika Jaringan dalam Perkumpulan Sosial................................... 98A. Pengantar ........................................................................................... 98B. Persaingan diantara Elit Baru.............................................................. 99C. Optimalisasi Linking ............................................................................ 104D. Keanggotaan yang instrumental.......................................................... 115E. Revitalisasi Semangat Etnisitas .......................................................... 125F. Penutup .............................................................................................. 132

BAB V Menggantung ke Atas: Ironi Perkumpulan Sosial Rintis....................... 134A. Pengantar ........................................................................................... 134B. Menggantung ke Atas: Ironi Perkumpulan Sosial Rintis ...................... 136C. Kontribusi Teoritis: Peran Aktor dalam Dinamika Modal Sosial ........... 140D. Kontribusi Praktis: Menuju Pemerintahan Lokal yang Berkapabilitas.. 144

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 151LAMPIRAN ..................................................................................................... 156

Page 11: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

ix

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Daftar Tabel dan Bagan

Tabel 1.1 Dimensi Aktor dan Peran dari Masyarakat Sipil............................... 3Tabel 1.2 Kelekatan Institusional dan Kapasitas Institusional ......................... 20Bagan 1 Skema Relasi Perkumpulan Sosial Menurut Putnam........................ 26Tabel 1.3 Perbandingan Jejaring Pengusaha ................................................. 28Tabel 1.4 Derajat Modal Sosial Pada Perkumpulan Sosial ............................. 29Tabel 1 Sebaran Pekerjaan Masyarakat Anambas ......................................... 44Tabel 2 Pekerjaan Masyarakat Desa Rintis .................................................... 45Tabel 3 Daftar Produksi dan Ekspor Karet Indonesia...................................... 47Tabel 4Penduduk Desa Rintis Berdasarkan Etnis........................................... 59Tabel 5 Perkembangan Perkumpulan Sosial di Desa Rintis ........................... 77Tabel 6 Jumlah Perkumpulan sosial di Tingkat Kecamatan ............................ 85Tabel 7 Daftar Bantuan yang Ada di Desa Rintis ............................................ 87Tabel 8 Peran Aktor dalam Perkumpulan Sosial ............................................. 104Tabel 9 Jumlah Anggota PKBM Kurnia........................................................... 117Tabel 10 Kekuatan Jaringan dalam Perkumpulan Sosial ................................ 134

Daftar GambarGambar 1 Peta Kab. Kepulauan Anambas ..................................................... 39Gambar 2 “Tim Voetbal Vereeniging” Juara Tahun 1924 di Tarempa............. 56Gambar 3Kota Tarempa Dilhat dari Perbukitan Rintis..................................... 63Gambar 4 Kampung Gudang tengah .............................................................. 83Gambar 5 Sapi yang Dilepas dan Lahan Pertanian yang Dipagar .................. 89Gambar 6 Gedung PKBM Kurnia.................................................................... 91Gambar 7 Papan Nama Koperasi Pertanian ................................................... 103Gambar 8 Aktifitas Pelatihan PKBM Kurnia bersama BF ................................ 106Gambar 9 Produk Hasil Pelatihan dengan BF................................................. 114Gambar 10 Kelompok PKK Bidang Pertanian................................................. 120Gambar 11 Pertunjukan Silat Banten.............................................................. 130

Page 12: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

1

BAB IPendahuluan

A. Latar BelakangPandangan bahwa negara sebagai satu-satunya elemen yang berhak

mengatur aktivitas-aktivitas sosial warga negaranya (absolut) terus mengalami

pergeseran. Hal ini merupakan refleksi atas eksistensi negara yang dipandang

hanya mewakili kepentingan elit semata, atau yang dalam bahasa Gran disebut

negara birokratik (dalam Martinussen, 1999; 333-334). Sehingga dalam iklim

demokrasi (sebagaimana yang terjadi di Indonesia), negara kini memiliki peran

yang lebih terbatas yaitu sebagai regulatory institution (Widjajanto, 2007; 22).

Dalam artian, negara hanya sebagai lembaga yang mengeluarkan kebijakan-

kebijakan publik yang tentunya juga sesuai dengan keinginan warga negaranya.

Dengan demikian, dalam upayanya untuk memperoleh kesejahteraan

masyarakat harus berupaya secara mandiri. Lebih lanjut, Gran berpendapat

bahwa masyarakat harus diberikan proporsi yang lebih untuk mengatur dirinya

sendiri atau diberikan andil untuk berpartisipasi aktif dalam kebijakan-kebijakan

yang diberikan oleh negara (dalam Marinussen, 1999; 335-338).

Relasi antara negara dan masyarakat dalam perkembangan mutahir

selalu menjadi perbincangan akademis yang hangat. Wollstein dan Koch

(disunting oleh Jubort dan Koch, 2008) memberikan uraian rinci mengenai

kaburnya istilah masyarakat sipil (civil society) terkait dimensi peran dan aktor.

Dalam dimensi aktor disparitas muncul atas pertanyaan siapa yang memegang

kendali, apakah masyarakat sipil menginisiasi secara mandiri atau malah

negara? (hal 196). Dalam penjelasanya Wollstein dan Koch menguraikan fakta

empris yang bahwa dua kutub tersebut memang eksis dengan konteks sosial di

masing-masing negara. Dengan demikian, perlu memandang negara sebagai

‘inclusive sphare’ yang karakternya ditentukan oleh norma masyarakat yang ada

serta dipaksakan oleh pemerintah yang berwenang (Post dan Rosenblum, 2002).

Block and Evans (2005) mengintroduksi pemahaman baru untuk

membaca perkembangan suatu negara dengan konfigurasi kelekatan

(embeddedness) antar tiga institusi makro; negara, pasar, dan masyarakat.

Artinya perkembangan suatu negara tidak dapat dilakukan oleh negara atau

masyarakat semata, namun membutuhkan kelekatan antar elemen-elemen

tersebut. Pandangan ini menjadi alternatif pemikiran untuk mengembangkan

Page 13: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

2

masyarakat selain dengan pendekatan Marxian (lihat Scott, 1985; Rivera, 1994;

Baker, 2002; Bourdeau; 2001) atau yang disebut oleh Alexander (2006) dengan

perspektif civil society II.

Lebih lanjut, Yosihara and Dwianto (2003) juga mencoba memberikan

argumen pentingnya melihat masyarakat atau grass roots, tidak hanya dalam

pandangan yang terpisah dengan negara. Chonakai di Jepang dan RT/RW di

Indonesia juga dapat dilihat sebagai elemen yang juga menyuarakan

kepentingan-kepentingan masyarakat. Dalam studi yang lebih awal di Indonesia,

Tjondronegoro (1984) berkontribusi untuk membangun konsepsi setiap

organisasi masyarakat yang goverment-oriented dan community-oriented dalam

pandangan yang lebih netral. Hal ini dipahami karena, setiap organisasi

masyarakat dengan berbagai konteks sosialnya sama-sama memiliki peran untuk

menyuarakan dan menjalankan kepentingan-kepentingan internal mereka.

Dalam studi lain (Winarno, 2008) juga melihat kelekatan yang kuat antara

organisasi desa dengan kebijakan pemerintahan ditingkat pusat. Namun, dalam

studi ini organisasi-organisasi di tingkat desa hanya dilihat sebagai representasi

dari kebijakan-kebijakan pemerintah semata. Sebagaimana Winarno (2008),

studi Long (2005) di pedesaan Cina dan Radhakrisna (1997) di pedesaan India

juga melihat perkembangan masyarakat desa sebagai akibat dari perubahan

stuktur ekonomi dan politik yang terjadi. Feonmena ini dipahami karena konteks

masyarakat desa di Asia tidak banyak pilihan untuk merespon perubahan-

perubahan struktural yang ada.

Di sisi lain, studi Suryana (2007) memperlihatkan bagaimana masyarakat

secara mandiri mengelola ruang sosial suburban. Dijelaskan dalam studi

tersebut, bagaimana setiap anggota masyarakat memiliki kemampuan untuk

mengatur setiap keperluannya secara mandiri tanpa kehadiran negara yang

signifikan. Kemudian Soemantri (disunting oleh Dwianto dan Yosihara, 2003)

memperlihatkan kemampuan organisasi Muhammadiyah di Jakarta

mengembangkan kebudayaan, ekonomi dan politik bagi masyarakat sekitar.

Selanjutnya, Achwan (2012) memberikan uraian mengenai perkembangan

lembaga keuangan mikro Pancur Kasih di Kalimantan Barat yang cukup pesat

dengan ikatan etnisitas kedayakan (lihat juga Nugroho, 2003; Stuart dan

Kanneganti, 2003). Perspektif dalam studi-studi tersebut sebagaimana

diungkapkan oleh Suryana (2007) memang berpegang pada pendekatan

keagenan, dalam artian mencoba menjelaskan masyarakat (dan perkumpulan

Page 14: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

3

sosial) sebagai aktor yang kreatif dan tidak selamanya tersubordinasi oleh

institusi-instiusi makro seperti; negara dan kapital.

Dengan demikian, studi mengenai organisasi-organisasi masyarakat lokal

khususnya di pedesaan memang perlu ditinjau dari sisi perubahan struktur

ekonomi-politik sekaligus kemampuaan organisasi untuk menyuarakan dan

menjalankan kepentingan-kepentingan internal mereka. Perpaduan dua analisa

itu terdapat pada studi Yosihara (2003) yang menjelaskan bagaimana hubungan

chonakai (organisasi ketetanggan di Jepang) bersinergi dengan pemerintah.

Kemudian, Diamond (2007) menunjukan bahwa semenjak partai Buruh berkuasa

di Inggris, komunitas ketetanggan (neighborhood association) secara efektif

memainkan peran penting dalam membuat regulasi dan pelaksanannya sebagai

akibat kelekatannya dengan pemerintahan lokal.

Diskusi di atas menunjukan bahwa pemahaman tentang perkumpulan-

perkumpulan sosial dapat ditinjau dari berbagai dimensi. Perkumpulan-

perkumpulan sosial sebagai ajang anggota masyarakat beraktualisasi tentunya

memiliki dinamika internal dan eksternal (sturktural), sehingga munculah

disparitas analisa akademik untuk membahasnya. Pemetaan mengenai studi

masyarakat sipil dilakukan oleh Wollstein dan Koch (disunting oleh Jubort dan

Koch, 2008) dengan membagi dua dimensi; aktor dan perananya. Dalam Tabel 1

di bawah ini akan dijelaskan mengenai ragam jenis masyarakat sipil berdasarkan

pembagian dimensi tersebut.

Tabel 1.1Dimensi Aktor dan Peran dari Masyarakat Sipil

Aktor Fungsi Masyarakat Sipil

Membela hak politik danmemberdayakan masyarakat

Mendorong kesejahteraan sosial danpemerintahan yang baik

Masyarakat yg

aktif

Sumber dan promotor demokrasi(Kategori I)- mendorong demokratisasi- representasi dari keberagaman

kepentingan masyarakat

Penjamin kepentingan masyarakat(Kategori II)- meminta dan menyediakan

pelayanan publik- akar rumput sebagai organisasi yang

mandiriNegara yang

aktif

Warga yang bertanggungjawab(Kategori III)- kewargaan sosial- masyarakat sipil sebagai sekutu

politik

Patner dalam pemerintahan yangbaik (Kategori IV)- memberi masukan untuk pelayanan

publik- masyarakat mendukung kewargaan

Sumber: Wollstein dan Koch (disunting oleh Jubort dan Koch, 2008; 200)

Dari tabel di atas, perkumpulan sosial yang juga dimaknai sebagai, grass

root dan (Dwianto dan Yosihara, 2003; Diamond, 2007), local institution(Nugroho,

Page 15: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

4

2003), social organization (Tjondronegoro, 1984), dan organisasi pedesaan

(Winarno, 2008) berada pada kategori II dan IV. Hanya studi Diamond (2007)

yang menjelaskan tentang neighborhood association di London yang masuk

dalam kategori III. Hal ini dipahami karena latar belakang pendidikan masyarakat

yang tinggi serta stuktur politik demokrasi yang sudah mapan. Dengan demikian

secara umum perkumpulan sosial khususnya di pedesaan memiliki domain

sebagai penjamin kepentingan masyarakat serta partner pemerintah untuk

menciptakan pemerintahan yang baik.

Perkumpulan sosial dalam Kategori IV pada konteks Indonesia

sesungguhnya baru muncul semenjak era reformasi (Achwan, 2012; Nugroho,

2003; Dwianto dan Yosihara; 2003). Hal ini dipahami karena pada masa sebelum

reformasi, perkumpulan-perkumpulan sosial perannya sangat terbatas dan

diawasi dengan ketat. Sehingga perubahan kondisi politik yang lebih terbuka dan

demokrasis menjadi iklim yang subur untuk perkumpulan sosial memperluas

peranannya (lihat Radyati, 2008; 256). Sedangkan studi pada zaman Orde Baru

(Tjondronegoro, 1984; Winarno; 2008) memperlihatkan peranan perkumpulan

sosial yang hanya terbatas pada kategori II itu pun masih sangat terbatas.

Kondisi perkumpulan sosial di Indonesia melihat studi-studi yang ada

cukup signifikan berubah. Perubahan itu, jika melihat kembali pada matrik 1,

dikatahui karena adanya pergeseran peran akor (agent) dari masyarakat yang

aktif kepada negara yang aktif. Namun dalam studi-studi yang ada, kondisinya

malah terbalik (lihat Achwan, 2012; Nugroho, 2003). Studi-studi tersebut

menggambarkan dalam peran negara yang cenderung pasif, masyarakat malah

membuat inovasi-inovasi tersendiri dalam aktifitas pada perkumpulan-

perkumpulan sosial.

Dalam studi Antlov (2003) tentang perkumpulan sosial dalam konteks

desentralisasi di Indonesia, memotret perubahan tersebut secara lebih

konfrehensif. Bermunculannya kekuatan masyarakat sipil dalam skala yang lebih

kecil di daerah-daerah menyisakan dua masalah utama dalam upaya membentuk

warga yang lebih baik. Pertama ialah masalah kekakuan administrasi publik,

yang merujuk pada masih melekatnya pendekatan top down dalam setiap

pembahasan masalah-masalah organisasi. Kedua ialah, ketidakmampuan

organisasi masyarakat sipil dalam mempromosikan alternatif-alternatif politis

handal. Artinya, ada masalah dalam internal oganisasi masyarakat sipil sendiri

Page 16: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

5

yang sangat akut, yaitu kejumudan inovasi serta ketidakterbukaan akses bagi

semua anggota.

Olehkarenanya, membincangkan hubungan antara negara dan

masyarakat menjadi penting agar tidak mengesankan aktor berdiri sendiri-sendiri

atau terpisah sama sekali. Mengikuti alur pikir Block dan Evans (2005) mengenai

kelekatan antara masyarakat dan negara menjadi signifikan untuk membahas

perkumpulan sosial di Indonesia untuk mengisi gap aktor yang digambarkan

dalam matrik 1. Penelusuran tentang hubungan antara masyarakat dan negara

telah dibahas oleh Szreter (2002) sebagai modal sosial (social capital) yang

dioperasionalkan dengan konsep jaringan (network).

B. Perumusan Masalah PenelitianKabupeten Kepulauan Anambas (KKA) sebagai lokasi penelitian berdasarkan

studi yang dilakukan oleh Prayogo dkk (2010) diketahui didiami oleh masyarakat

yang cukup beragam. Dari latar belakang etnis, terdapat tiga kelompok besar

yang disebut sebagai orang asli; Melayu, Suku Laut, dan juga Tionghua.

Kemudian juga cukup banyak etnis pendatang yang baru maupun yang sudah

beranak pinak dari etnis; Jawa, Sunda, Melayu Bangka, Minang, dan lain-lain.

Sedangkan dalam distribusi pekerjaan masyarakat asli Anambas terkonsentrasi

pada tiga profesi yaitu, nelayan, petani, serta pegawai. Tentunya semenjak UU

No. 30 tahun 2008 tentang pembentukan kabupaten kepulauan Anambas di

Kepulauan Riau disahkan. Kabupaten dengan jumlah penduduk 37.411 (BPS,

2010) semakin heterogen baik dari sisi etnis maupun pekerjaannya. Dengan

demikian pedesaan KKA memiliki dua konteks sosial yang tidak banyak dijumpai

di banyak desa; pertama, cukup heterogennya masyarakat baik dari segi

etnisitas dan juga pekerjaan. Kedua, sebagai wilayah yang terletak diperbatasan

dan jauh dari sentuhan negara, kini muncul KKA yang baru berjalan sekitar

empat tahun. Dua konteks sosial tersebut akan membuat pedesaan di KKA

sangat menarik untuk membahas dinamika perkumpulan sosial dalam relasinya

dengan negara.

Masih berdasarkan studi Prayogo (2010), perkumpulan sosial di

pedesaan Kab Kepulauan Anambas pun cukup hidup. Diketahui terdapat

beberapa yayasan yang aktif dalam program pendidikan seperti TK dan PKBM.

Kemudian juga terkait dengan adanya bantuan dari Perusahaan maupun Pemda

KKA terbentuk juga beberapa perkumpulan sosial masyarakat atas dasar profesi,

Page 17: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

6

seperti kelompok tani, kelompok nelayan, dan kelompok usaha bersama. Selain

juga tentunya terdapat perkumpulan sosial yang umum ada di desa seperti

posyandu, BPD, RT, RW. PKK, PNPM, dan lain-lain.

Dalam melihat perkumpulan sosial di Desa Rintis dengan perspektif yang

lebih konfrehensif dalam kaitannya dengan negara, penelitian ini akan

menjelaskan jejering yang terangkai dalam internal perkumpulan maupun

dengan negara. Ada dua konsep yang menyatakan hubungan antara masyarakat

dan negara dengan penjelasan modal sosial. Thesis tersebut merujuk pada

konsep Putnam (1993) dalam penelitiannya mengenai perkumpulan kridit mikro

di Italia dan juga Szreter (2002) dengan penekanan modal sosial pada relasi

kekuasaan dan politik.

Putnam (1993) dalam teori modal sosialnya, menjelaskan bagaimana modal

sosial yang terdiri dari kepercayaan, norma dan jaringan melekat erat dengan

suatu masyarakat dengan latar belakang sosio ekonomi dan politiknya. Terkait

dengan itu, masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat akan menciptakan

banyak perkumpulan sukarela. Menurut Putnam, ada relasi antara masyarakat

dengan permerintahan lokal; masyarakat yang memiliki perkumpulan sukarela

akan mendorong pemerintah lokal lebih responsif. Begitu juga sebaliknya,

pemerintah lokal yang responsif akan merangsang masyarakat lebih semarak

dalam membuat perkumpulan-perkumpulan sosial.

Di sisi lain, Szerter (2002) menjelaskan relasi masyarakat dengan negara

(linking) berdampak signifikan terhadap pembentukan ikatan internal masyarakat

(bonding) dan juga hubungan antar masyarakat (bridging). Power, sebagai salah

satu instumen yang melekat pada negara memiliki kemampuan untuk

mempengaruhi masyarakat. Oleh karenanya, aspek politik di tingkat nasional

mapun lokal, akan dilihat sebagai salah satu faktoryang berpengaruh terhadap

modal sosial pada suatu perkumpulan sosial.

Pernyataan di atas menjelaskan bagaimana relasi antar perkumpulan sosial

signifkan dipengaruhi oleh negara. Namun, dalam dinamika internal perkumpulan

sosial, maupun dalam hubunganya dengan masyarakat kurang dijelaskan

bagaimana peran dari aktor (agen) dalam dinamika perkumpulan sosial tersebut.

Apalagi, dalam masyarakat pedesaan relasi patron-klein sangat kuat

berpengaruh dalam kehidupan politik, sosial dan ekonomi. Sehingga penelitian

ini pun ingin membuktikan apakah aktor memiliki peran signifikan dalam dinamika

modal sosial suatu perkumpulan sosial.

Page 18: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

7

Berpijak pada argumen di atas, penelitian ini akan diarahkan untuk

menjawab dua pertanyaan utama: (1) Bagaimanakah dinamika bonding dan

bridging dalam perkumpulan sosial pedesaan? Apakah terkait kesamaan etnik,

kesamaan kampung halaman, latar belakang ekonomi atau yang

lain?Bagaimana dinamika perkembangan ciri-ciri sosial ini? Apakah bisa berubah

atau tidak? Dan Mengapa?

Dalam konteks munculnya pemerintah lokal baru,(2)Bagaimanaupaya

perkumpulan sosial pedesaan untuk berjejaring (linking) dengan negara?

Mekanisme sosial apa yang mendorong atau menghambat pembentukan

hubungan antara perkumpulan sosial dengannegara?

Kemudian, dalam upaya mengetahui peran aktor dalam modal sosial

pada perkumpulan sosial, (3) Bagaimana peran aktor perkumpulan sosial di

dalam bonding, bridging, dan linking? Dalam dimensi modal sosial mana

perannya cukup signifikan? Mengapa demikian?

C. Tujuan dan Signifikansi PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika perkumpulan sosial

pedesaan dalam merespon hadirnya negara dalam hal ini pemerintahan lokal di

salah satu desa di Kab. Kep Anambas. Secara lebih spesifik penelitian ini

berupaya mengungkap modal sosial yang dimiliki oleh perkumpulan-

perkumpulan sosial tersebut yang tentunya akan melihat pada sisi perkumpulan

sosial tersebut mengorganisir diri serta kelekatannya dengan negara. Walaupun,

pada penelitian ini yang menjadi fokus pengamatan ialah perkumpulan-

perkumpulan sosial pedesaan, namun dengan perspektif kelekatan, negara juga

akan menjadi aktor yang terpisahkan. Apalagi dalam konteks pemekaran wilayah

adminsitratif tentunya akan berdampak pada mudahnya akses terhadap negara

bagi para masyarakat di lingkup wilayah tersebut. Kemudahan akses ini tentunya

akan berdampak pada banyak hal, terutama kebijakan negara itu sendiri

terhadap perkumpulan sosial secara khusus dan masyarakat secara umum.

Modal sosial sebagai konsep kunci dalam penelitian ini agar dapat

diamati secara empiris akan menggunakan analisa jaringan (Szreter, 2002) yang

diturunkan dalam tiga aras; bonding, bridging dan linking. Dengan demikian,

perkumpulan sosial akan diamati pada ketiga aras tersebut yang diharapkan

akan dapat mengungkapkan permasalahan dinamika internal, dinamika dengan

perkumpulan sosial lain di dalam satu desa, serta kelekatanya dengan negara.

Page 19: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

8

Dengan demikian, diharapkan akan diketahui mekanisme sosial apa yang

membuat suatu perkumpulan sosial memiliki modal sosial yang kuat atau lemah.

Selanjutnya, penelitian ini juga menjelaskan bagaimana relasi antara

perkumpulan sosial dengan negara. Secara spesifik penelitian ini akan

membuktikan tesis Putnam (1993) dan juga Szerter (2002) tentang modal sosial

masyarakat, perkumpulan sosial, dan juga negara. Selain itu, dalam konteks

pedesaan, penelitian ini akan mencoba membuktikan peran aktor dalam

pembentukan modal sosial. Mengenai hal ini, tidak termuat secara jelas dalam

tesis Putnam (1993) dan juga Szeter (2002).

D. Tinjauan Penelitian SejenisDari latar belakang penelitian, begitu banyak penelitian sejenis yang

menjelaskan tentang fenomena perkumpulan sosial. Namun, untuk memahami

lebih dalam konteks perkumpulan sosial pedesaan di Indonesia, setidak-tidaknya

beberapa studi yang dapat menjadi rujukan yaitu; studi Sediono M.P.

Tjondronegoro (1984) dengan judul Social Organization and Planed

Development in Rural Java (1984), studi Budi Winarno (2008) dengan judul

Gagalnya Organisasi Desa dalam Pembangunan di Indonesia (2008), kemudian

studi Ben White (2003) dengan judul Nucleus and Plasma: Contract Farmingand

The Exercise of Power in Upland West Java. Selain itu studi James S. Scott

(1985) dengan judul Weapon of The Weak: Everyday Form of Peasant

Resistence, walaupun dengan konteks pedesaan di Malaysia, dalam studi ini

sangat relevan karena adanya kemiripan dari segi ekonomi dan budaya.

Tjondronegoro (1984) melakukan studi mendalam pada dua Kecamatan

yaitu Cibadak di Jawa Barat dan Kendal di Jawa Tengah yang terdiri dari tujuh

desa. Penelitian tersebut ingin mengetahui fungsi organisasi-organisasi

pedesaan dalam kaitannya untuk mendukung pembangunan yang partisipatif.

Salah satu kekuatan studi ini ialah menggunakan analisa “social mapping” untuk

mengetahui kondisi desa dengan baik. Social mapping itu mencakup populasi,

jenis pekerjaan, lokasi berkumpul, potensi akses desa terhadap fasilitas

pelayanan publik, tokoh masyarakat yang berpengaruh, serta tentunya

organisasi sosial pedesaan yang ada. Dengan demikian, akan diketahui secara

jelas latar belakang terbentuknya serta fungsi dari perkumpulan-perkumpulan

sosial pedesaan di kedua kecamatan tersebut.

Page 20: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

9

Temuan penting dalam studi ini ialah bahwa organisasi yang berada pada

level sub-desa seperti dusun atau kampung (hamlet) lebih menunjukan

solidaritas yang cukup kuat dibandingkan dengan organisasi pada level desa.

Hal ini dilihat dari aspek loyalitas untuk kesukarelaan pada organisasi serta

pemimpin yang mereka pilih sendiri. Fenomena ini menurut Tjondronegoro

fenomena ini terjadi karena pada level dusun atau kampung organisasi sosial

dibentuk atas dasar untuk pemenuhan kebutuhan mereka secara langsung (hal

260).

Pada sisi lain, organisasi-organisasi pada level desa seperti badan

musyawarah desa (BPD) telah kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Hal ini

dipahami karena adanya tekanan dari pemerintah yang lebih tinggi tentang

syarat-syarat keanggotaan dari organisasi tersebut. Dengan demikian, pemimpin-

pemimpin informal di tingkat dusun yang lebih dipercaya oleh masyarakat banyak

yang tidak diakomodir untuk masuk kedalam BPD karena alasan perbedaan

politik. Dampaknya ialah, keterputusan komunikasi antara masyarakat desa

dengan pemimpin-pemimpin formal tersebut. Kondisi demikian inilah yang

menyebabkan organisasi-organisasi ditingkat desa yang biasanya sudah

berbentuk organisasi formal telah kehilangan legitimasi dari masyarakat

pedesaan.

Walaupun studi ini dibuat sudah cukup lama serta dengan konteks sosial

yang sangat berbeda (era orde baru), namun studi ini memberikan informasi

penting tentang kondisi faktual perkumpulan-perkumpulan sosial pedesaan.

Sehingga akan terlihat tantangan besar dari organisasi di tingkat desa yang

formal dalam menghadapi perubahan kekuasaan dan iklim politik di Indonesia

kini.

Berikutnya ialah studi Winarno (2008) yang menganalisa kebijakan

pemerintah orde baru yang dibuat pada tahun 1970-an tentang (badan usaha

unit desa) BUUD/ (koperasi unit desa) KUD di Indonesia. Studi ini menggunakan

data skunder untuk menganalisa organisasi desa tersbut dalam kaitannya

dengan produktifitas pertanian. Kekuatan studi ini ialah adanya komparasi antara

organisasi pedesaan di Indonesia dengan beberapa negara seperti Taiwan,

Thailand, dan Filipina. Dari komparasi tersebut terlihat bias dari fungsi organisasi

pedesaan yang bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan produktifitas

pertanian namun juga dalam upaya tabilitas politik yang memang menjadi jargon

orde baru.

Page 21: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

10

BUUD/KUD menurut Winarno dalam prakteknya di pedesaan tidak

mencerminkan sebagai organisasi yang demokratis dan partisipatif. Organisasi

tersebut hanya menjadi instument kepentingan dari petani-petani besar yang

memiliki akses ke pemerintahan yang lebih tinggi. Sehingga program-program

seperti kridit murah, penyediaan benih unggul, pupuk dan pestisida hanya

didominasi oleh kalangan elit tersebut. Menurut studi ini keberadaan BUUD/KUD

malah menyumbangkan masalah yang besar bagi petani-petani kecil karena

harus masuk dalam sistem tersebut yang malah membebankan biaya bertani

dengan mekanisme pertanian yang ditawarkan oleh pemerintah.

Analisa studi ini cukup tajam, namun kekuranganya ialah tidak adanya

data primer yang menggambarkan relasi kuasa ditingkat organisasi desa.

Sehingga tidak dapat ditemukan deksripsi yang lebih empirik dalam

menggambarkan situasi dalam BUUD/KUD yang ada. Walaupun begitu, studi ini

memberikan pelajaran penting mengenai dampak kebijakan pemerintah lewat

organiasi masyarakat memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap

kehidupan masyarakat pedesaan.

Seperti melengkapi studi Winarno (2008), studi White (2005) memberikan

informasi yang lebih detail tentang KUD. Studi ini menjelaskan bagaimana

pemerintahan orde baru yang menerapkan desa sebagai lumbung sumber daya

ekonomi sekaligus menerapkan mekanisme stabilitas politik. Dalam studi yang

dilakukan di desa Cisokan Jawa Barat ini, secara detail memperlihatkan

pembentukan kontrak unit kerja antara petani dengan negara untuk

meningkatkan komoditas kelapa. Kondisi demikian, digambarkan sebagai represi

negara terhadap masyarakat, apalagi penggunaan lahan pertanian bersama itu

hanya sepihak ditentukan oleh negara. Dengan demikian, para petani kecil yang

biasanya dapat mencari penghidupan dari kehidupan yang bersandar dari

sumber perkebunan, akibat pembuatan lahan untuk kelapa kehilangan

pendapatan-pendapatan sampingan mereka.

Lebih lanjut, studi ini menjelaskan peran KUD yang menjadi pemisah

antara petani dengan pasar. Hal ini terlihat dengan penetapan harga yang tidak

disesuaikan dengan harga pasar yang tentunya sangat merugikan para petani

kecil pedesaan. Selain itu, KUD juga cenderung menjadi alat kuasa atas

monopoli perdagangan yang dilakukan oleh negara. Tak jarang, KUD malah

cenderung mengekslusi petani kecil yang belum bergabung atau tidak

berhubungan secara aktif.

Page 22: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

11

Studi ini sangat penting untuk melihat analisa relasi kuasa dalam

perkumpulan sosial pedesaan. Karena diketahui bahwa pihak-pihak yang terlibat

dalam KUD sebagaimana yang diperlihatkan oleh Winarno (2008) dikuasi oleh

petani besar. Dengan demikian, perkumpulan sosial pedesaan juga harus dilihat

dengan analisa kuasa para aktor-aktornya. Apalagi dalam konteks reformasi

tentunya relasi kuasa ini akan semakin kompleks.

Selaras dengan fenomena tersebut, dalam studi Scott (1985) juga terlihat

bagaimana institusi lokal pedesaan menjadi bagian tak terpisahkan dari relasi

kuasa dengan negara. Sedaka sebagai lokasi penelitian mewakili karakteristik

pedesaan Malaysia pada waktu itu. Seperti Tjondronegoro (1984), Scott

membuat analisa ‘social mapping’ yang cukup konfrehensif namun fokus pada

kehidupan pertanian. Ia secara rinci menjelaskan komposisi petani ditinjau dari

sisi pendapatan yang pada akhirnya dapat dipisahkan antara petani kaya dan

petani miskin. Kemudian ia menjelaskan tentang mekanisme bertani bagi kedua

karakteristik tersbut. Dengan situasi kultural yang masih berpangku pada

feodalisme dan patron-klien, dijelaskan bagaimana petani miskin memiliki

ketergantungan dengan petani kaya dalam hal menyewa lahan pertanian.

Dalam studi ini dijelaskan peranan Mada sebagai sebuah perkumpulan

kaum tani yang menjadi corong dari penguasa. Mada sebagai oranisasi petani

yang memiliki mirip KUD di Indonesia, memiliki fungsi untuk menyalurkan kredit

untuk pembelian, bibit, mesin, dan juga pupuk. Scott menggambarkan Mada

yang didominasi oleh para petani kaya cenderung diarahkan untuk mendukung

partai yang sedang berkuasa di Malaysia pada waktu itu; UMNO. Bahkan, para

petani miskin yang mendukung partai PAS (oposisi) tidak dimasukan ke dalam

organisasi tersebut sehingga tidak dapat menikmati berbagai program yang

disediakan oleh Mada.

Dijelaskan juga, dampak dari pertarungan politik antara UMNO dan PAS

tidak hanya terjadi pada Mada. Dengan relasi kekeluargaan yang kuat, jaringan

keluarga yang kaya di Sedaka menempati posisi-posisi strategis pada banyak

organisasi pedesaan seperti pengurus masjid, komite sekolah, koperasi, dan lain-

lain. Lebih jauh, bahkan perkumpulan yang lebih kultural seperti pengajian,

arisan, kenduri di Sedaka terbentuk berdasarkan relasi partai.

Studi ini kemudian menunjukan bagaimana kelompok petani miskin yang

berafiliasi pada partai PAS, mengalami ekslusi sosial yang cukup massif dari

kelompok yang berkuasa. Hal ini membuat para petani miskin melakukan jalur

Page 23: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

12

perlawanan yang laten, karena dapat dipahami bahwa jaringan birokrasi negara

sangat sulit untuk dibendung. Para petani miskin walaupun terkesan tak mampu

melawan namun mereka terus mereproduksi kesadaran ideologis untuk

melakukan perlawanan kepada kaum penguasa.

Konteks pedesaan yang melingkupi dinamika perkumpulan sosial sudah

tergambar baik dalam studi-studi di atas. Namun, dengan perubahan politik

nasional tentunya memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan

masyarakat, termasuk perkumpulan-perkumpulan sosialnya. Walaupun tidak

memotret kondisi pedesaan, ada beberapa studi yang dapat memperlihatkan

geliat perkumpulan sosial era reformasi di Indonesia. Studi tersebut diantaranya

ialah (Nugroho, 2003 disunting oleh Dwiyanto dan Yosihara) dengan judul The

Existence of Local Institution within A Changing Society: From the View Point of

Grass root Community in Jakarta, serta studi Achwan (2012) dengan judul The

Fountain of Love Credit Union: A Vibrant Microfinance institution in a Hostile

Inter-Ethnic Society. Kemudian studi Hadiz (2010) dengan judul Localising Power

in Post-Autoritarian Indonesia: A South-East Asia Perspective menjadi studi yang

sangat membantu untuk melihat dinamika perkumpulan sosial di daerah pasca

reformasi di Indonesia.

Nugroho (2003) menjelaskan bagaimana perkumpulan sosial di Jakarta

pasca reformasi walaupun masih ada namun telah kehilangan fungsi dan

kepercayaan dari masyarakat. Menurutnya ada tiga hal yang menyababkan

fenomena ini terjadi. Pertama, ialah karena faktor perubahan ‘sosial order’ yang

disebabkan oleh perubahan politik nasional. Setiap individu di era yang baru ini,

lebih berani untuk menyuarakan aspirasinya secara bebas dan terbuka walaupun

itu bertentangan dengan pemerintah. Kedua, kebanyakan perkumpulan sosial

merupakan kepanjangantangan dari birokrasi pemerintah yang lebih

menekankan kuasa dari pada kepentingan masyarakat. Ketiga, karena tidak

adanya pemimpin masyarakat yang mampu menggerakan masyarakat dalam

berkatifitas di perkumpulan sosial tersebut.

Di tengah mati surinya perkumpulan-perkumpulan sosial seperti PKK,

Dasa Wisma, Karang Taruna, DKM, dan lain-lain Nugroho (2003) mengamati

perkembangan Baitul Mal Wal Tamil (BMT) yang cenderung berkembang pesat.

Dalam studi ini diperlihatkan bahwa dasar pembentukan BMT disandarkan pada

filosofi keagamaan tentang kemandirian serta kepedulian kepada sesama. Selain

itu, BMT memberikan layanan jasa yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat

Page 24: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

13

banyak; kridit mikro. Pelayanan yang baik dan organisasi yang dikelola dengan

profesional membuat BMT semakin diminati oleh masyarakat perkotaan Jakarta.

Fenomena BMT ini memberikan pemahaman baru tentang perkumpulan

sosial masyarakat pasca orde baru. Studi ini pada kesimpulanya membagi

perkumpulan sosial menjadi dua, pertama ialah perkumpulan sosial yang

menyebabkan konflik di masyarakat karena lebih mengedepankan kepentingan

pemimpinnya dibandingkan kepentingan bersama. Kedua, yaitu perkumpulan

sosial yang memberdayakan masyarakat. Perkumpulan sosial ini baru muncul

ketika era reformasi karena adanya tekan politik yang begitu kuat dari pemerintah

yang tentunya menyebabkan keengganan masyarakat untuk berinovasi.

Selaras dengan penelitian yang dijelaskan sebelumnya, studi Achwan

(2012) memaparkan tentang berkembangnya perkumpulan sosial masyarakat

‘Cridit Union Pancur Kasih’ di Kalimantan Barat. Dalam studi ini dijelaskan

bagaimana performa CUPK sebagai lembaga microfinance yang cukup baik dari

segi anggota, aset, serta ‘kesehatan’ kridit. Bahkan pada tahun 2011, pendiri

dari perkumpulan sosial ini menjadi salah satu nominasi salah satu penghargaan

di stasiun televisi swasta nasional. CUPK digambarkan oleh Achwan sebagai

representasi dari kelompok etnik Dayak di Kalimantan Barat dengan konteks

pasca orde baru.

Kelompok etnis Dayak yang selama pemerintahan Orde Baru selalu

terekslusi baik secara ekonomi, politik, dan budaya memuncak dengan konflik

berdarah dan menelan banyak korban jiwa yang melibatkan kelompok etnik

dayak dengan etnik pendatang pada tahun 1999. Kekuatan identitas kedayakan

ini memang sengaja dijadikan brand dari CUPK untuk meningkatkan derajat

orang Dayak yang telah lama terekslusi. CUPK pun ternyata terkoneksi sangat

baik dengan perkumpulan sosial lainya yang memiliki kesamaan identitas

kedayakan seperti Yayasan Pancur Kasih yang terdiri dari para intelektual dari

etnis Dayak. Bahkan kini, Yayasan Pancur Kasih juga mendirikan banyak

organisasi sosial seperti Bank Perkeriditan Rakyat, Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat, sekolah-sekolah, supermarket, lembaga studi, serta media massa

lokal. Konetktifitas organisasi-organisasi tersebut dikelola oleh Yayasan Pancur

Kasih (YPK), bahkan kini CUPK sudah banyak didirikan di luar Kalimantan Barat.

Selanjutnya, Achwan juga memberikan penjelaskan tentang kecakapan

pengelolaan CUPK yang membuat lembaga microfinance ini dapat berkembang

pesat. Misalnya untuk mendapatkan pinjaman, masyarakat tidak perlu

Page 25: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

14

memberikan agunan (jaminan) atas kridit yang mereka inginkan. CUPK

menerapkan mekanisme jaminan tersbut dengan adanya surat persetujuan atau

pengatar dari tokoh-tokoh setempat yang tentunya telah berafiliasi denga CUPK

dan YPK. Mekanisime ini dianggap tepat karena, tokoh-tokoh tersebut memiliki

komitmen yang sama untuk meningkatkan taraf hidup orang Dayak.

Studi ini memberikan sumbangan untuk melihat bonding yang terbangun

pada perkumpulan-perkumpulan sosial di era orde baru. Karena, dalam era

reformasi kebebasan berserikat dan berkumpul tidak lagi mendpatkan hambatan

yang berarti. Studi Nugroho (2003) sebenarnya juga memperlihatkan bonding

keislaman yang memberikan pengaruh terhadap berkembangnya BMT. Namun

sayangnya, studi tersebut tidak memberikan penjelasan secara rinci kelompok

Islam yang mana yang menginsisasi BMT. Di sisi lain, Achwan (2012)

menggambarkan secara rinci ikatan etnis kedayaakan-lah yang membuat CUPK

dapat berkembang pesat.

Selanjutnya studi Hadiz (2010) menjelaskan bagamana perkumpulan

sosial masyarakat berubah orientasi akibat desentralisasi. Dalam studi tersebut,

dijelaskan bagaimana desentralisasi yang ditandai dengan adanya pemilihan

langsung pemerintahan lokal baik pada eksekutif maupun legislatif daerah. Hadiz

banyak memotret dinamika politik lokal di Indonesia terutama pada level

kabupaten/kota. Perubahan konteks sosial-politik inilah yang menyebabkan

beberapa perkumpulan sosial ambil bagian dalam upaya mendapatkan kuasa.

Hadiz dalam studi ini berkontribusi untuk menunjukan fakta bahwa selain

jalur formal kepartaian, ternyata perkumpulan sosial juga dijadikan alat politik

untuk mendapatkan kekusasaan. Dijekaskan Organisasi Kemahasiswaan dan

Pemuda (OKP) seperti HMI, GMNI, KNPI, Pemuda Pancasila, dan masih banyak

lagi, ternyata terlibat dalam pertarungan pemilihan pimpinan (Pilkada) daerah di

Jawa Timur dan Sumatra Utara. Bahkam, REI, HIPPI, HIMPI, NU, yang

notabenenya merupakan organisasi profesi dan masa juga terlibat dalam

pertarungan Pilkada tersebut. Studi ini mengidentifikasi bahwa terlibatnya begitu

banyak organisasi sosial ini ialah dalam upaya mencari “rente”, atau keuntungan

materiel dari dana kampanye yang digelontorkan oleh para calon yang bertarung

dalam Pilkada.

Dengan demikian, temuan ini memberikan penjelasan baru bagaimana

eksistensi dari perkumpulan sosial dalam konteks otonomi daerah atau

desentralisasi. Berbeda dengan studi-studi dalam konteks Orde Baru yang

Page 26: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

15

menjelaskan perkumpulan sosial terkooptasi oleh kepentingan negara,

perkumpulan sosial kini menghadapi dinamika yang lebih rumit. Pemilihan

langsung yang kini sudah pada level Kabupaten/Kota tentunya akan berdapak

pada perkumpulan sosial sebagai arena perebutan kuasa itu.

E. Kerangka Konseptuala. Masyarakat Pedesaan

Masyarakat desa (rural comunity) merupakan studi yang banyak dianalisa

oleh banyak pemikir sosiologi awal. Durkheim misalnya menjelaskan masyarakat

desa dengan karakteristik solidaritas mekanik, yang juga identik dengan konsep

gemenshalf dari Tonnies. Solidaritas mekanik ialah kesatuan sosial yang

didasarkan pada kesamaan individu tentang pandangan hidup dan kepercayaan

(Ritzer, 2005a: 219). Di sisi lain, geimenshalf ialah komunitas yang menginginkan

memenuhi keinginannya yang disandarkan kepada nilai intristik dan simpati

kepada anggota kelompok, kebiasaan, dan kepercayaan (Ritzer, 2005b; 843).

Pengertian yang lebih mutahir ialah defenisi dari Harold Peak yang

menjelaskan masyarakat desa bukan hanya pada kedekatan relasi antar

keluarga dan sistem nilai, namun juga melihat masyarakat desa sebagai

komunitas yang memiliki kelakatan dengan wilayahnya. Secara lebih jelas

tentang definisi masyarakat desa sebagaimana dibawah ini :

"which consists of a group related or unrelated persons larger than a single familyoccupying a large house or dwellings placed together, sometimes irregularly,sometimes in a street and cultivating, originally in common, a number of arablefields, dividing the available meadow land between them and pasturing theircattle upon the surrounding west land over which the community claims rights asfar as the boundaries of adjacent communities."(Harold Peak, 1981: 253 dalamGoral dan Kalvire, 2012; 41 )

Sedangkan pada konteks Indonesia, desa dari sudut pandang

pemerintahan telah mengalami perubahan yang signifikan. Desa yang awalnya

hanya seperangat pemerintahan terkecil di bawah camat sebagiamana UU No. 5

tahun 1979, kini desa memiliki kewenangan untuk mengatur kehidupan

masyarakatnya secara lebih partisipatif, demokratis dan mandiri. Masa orde baru,

sebagaimana yang telah digambarkan dalam banyak studi di atas

(Tjondronegoro, 1984; Winarno; 2008, White; 2005), memperlihatkan desa

sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan negara dalam upaya

meningkatkan produktifitas sumber daya serta dalam upaya meredam konflik

politik. Dengan demikian, desa pada masa orde baru cenderung tidak menjadi

Page 27: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

16

sarana bagi para penduduknya untuk mengekpresikan kepentingan mereka

dalam bidang ekonomi dan politik mereka.

Semenjak pemberlakuan UU No. 32 tahun 2004 telah tejadi perubahan

konstalasi politik antar kekuatan politik di desa (Solekhan, 2012). Salah satu

dampak dari kehidupan politik desa ialah, penerapan demokrasi yang lebih

mapan dengan dibuatnya BPD atau dengan nama lainya yang memiliki peran

legistatif. Dengan demikian, proses pemerintahan, pembangunan, dan politik di

desa tidak lagi bermuara pada kebijakan pemerintah pusat. Pada sisi lain,

dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah desa kini pun juga

diberikan kewenangan lebih untuk mengurus kepentingan setempat berdasarkan

asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan

nasional. Selain itu, dengan aturan tersebut, di tingkat desa dapat didirikan

stuktur organisasi dari partai politik. Kondisi demikian tentunya semakin membuat

kehidupan masyarakat pedesaan kini semakin kompleks, sehingga kehidupan

telah jauh berubah semenjak masa pemerintahan orde baru.

Tjondronegoro (2008) sudah mengingatkan bahwa kajian desa di

Indonesia sangat bias Jawa. Ia mendeskripsikan untuk melihat masyarakat

pedesaan disandarkan pada moda pekerjaan yang dilakukan oleh warganya.

Desa-desa di Jawa yang sebagian petani, stratifikasi sosialnya dapat dilihat

berdasarkan kepemilikan lahan, sedangkan desa pesisir harus dilihat

berdasarkan kepemilikan atas alat tangkap. Sedangkan di sisi lain, bagi

masyarakat pedalaman di luar Jawa yang mengandalkan ekonomi dari

perladangan memiliki kemandirian yang lebih dalam berusaha. Hanya yang perlu

diamati secara khusus adalah relasinya dengan para pedagang yang

menghubungkan mereka dengan pasar di kota.

Kemudian, Sajogyo dan Sajogyo (2005) telah mengidentifikasi

karakteristik masyarakat pedesaan di Indonesia sebagai masyarakat yang

dinamis. Melihat masyarakat desa tidak bisa dengan kaca mata keteraturan

(order) semata, karena dalam internal masyarakat juga terdapat konfik dan

persaingan antar aktor-aktor di dalamnya. Mengenai konflik dan persaingan,

Sojogyo dan Sojogyo menggaris bawahi konflik yang kerap terjadi pada

masayarakat pedesaan biasaya terkait dengan masalah tanah, masalah

kedudukan dan gengsi, sekitar hal perkawinan, kemudian perbedaan persepsi

antara kaum tua dan muda, dan sekitar perbedaan pandangan antara pria dan

wanita. Selanjutnya juga dideskripsikan kondisi atau gejala sosial tertentu yang

Page 28: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

17

dapat mengganggu keharmonisan antar masyarakat pedesaan. Dua hal yang

mengemukai ialah mengenai perubahan kebudayaan dan dalam permasalahan

guna-guna atau perdukunan.

Lebih jauh studi-studi Scott (1976; 1985; 1993) dengan perspektif kritis,

melihat masyarakat pedesaan dalam kacamata yang lebih dinamis. Scott (1993)

menggambarkan bahwa relasi patron-klien pada masyarakat Asia Tenggara

sangat rentan dalam hal ketergantungan dan legitimasi. Hal ini dipahami karena

adanya ambang batas atas nilai “ekonomi moral paternalistik” yang mencakup

keamanan fisik dan kehidupan subsisten. Secara lebih rinci Scott (1976: 76)

menjelaskan ekonomi moral paternalistik tersebut dengan ungkapan “kepastian”

dan “pangan serta uang untuk hidup” sebagai sebuah prasarat order di sebuah

wilayah pedesaan. Sehingga jika kaum elit pedesaan tidak mampu

mengakomodir itu, perlawanan kelas bawah akan dapat terjadi. Perlawanan

dalam studi Scott tidak hanya termanifestasi dalam konflik terbuka, namun juga

dapat dilakukan dengan cara yang laten dan ideologis (lihat Scott; 1985).

b. Perkumpulan SosialKajian klasik mengenai perkumpulan sosial dimulai dengan studinya

Tocqueville (2005). Dalam studi tersebut, Tocqueville menggambarkan

bagaimana sistem demokrasi menjadi pemicu utama munculnya perkumpulan

sosial. Hal tersebut dipahami karena dalam sistem demokrasi di Amerika Serikat

pada waktu itu, pembedaan status sosial berdasarkan keturunan sudah tidak lagi

menjadi acuan dalam bermasyarakat. Sehingga, setiap kepentingan bersama

perlu diperbincangkan dan diusahakan secara bersama-sama lewat perkumpulan

sosial tersebut. Studi ini penting karena memperlihatkan dampak yang signifikan

atas munculnya perkumpulan sosial atas sistem politik demokrasi.

Selain itu studi ini juga menggunakan kata perkumpulan sosial

(association) untuk menggambarkan fenomena masyarakat sipil pada awal

terbentuknya demokrasi di Amerika Serikat. Perkumpulan sosial mengindikasikan

kelompok masyarakat yang tidak formal dan cair dengan tujuan-tujuan seperti;

mencari hiburan, mendirikan lembaga pendidikan, membangun penginapan,

membangun gereja, menyebarkan buku, dan lain-lain. Kemudian, Tocqeuville

juga menjelaskan peran perkumpulan sosial sebagai penggerak utama pada

masyarakat Amerika Serikat pada momen itu, bahkan melampaui peran

pemerintah.

Page 29: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

18

Dalam studi yang membahas konteks Indonesia, Tjondronegoro (1984)

memperlihatkan perkumpulan sosial pada masyarakat desa sebagai kebutuhan

dalam merespon stimuli internal maupun eksternal. Menurutnya, dalam

memahami masyarakat desa tidak lagi cukup hanya pada melihat relasi

kekeluargaan, menurutnya desa dan tingkatan perkumpulan dibawahnya

memiliki berbagai macam jenis perkumpulan sosial yang dapat dijadikan sebagai

aktor pembangunan. Dalam hal ini iapun membedakan secara konseptual antara

penggunaan lembaga (institution), organisasi (organization), dan juga

perkumpulan. Tjondronegoro mendefinisikan perkumpulan dengan (association)

sebagai suatu kumpulan anggota masyarakat dengan satu tujuan namun tidak

memiliki stuktur yang jelas. Beberapa kelompok masyarakat yang termasuk

perkumpulan antara lain, arisan, simpan pinjam, dan pengajian. Sedangkan

lembaga dan organisasi merupakan suatu perkumpulan yang sudah memiliki

struktur yang jelas dan juga berlaku serta berjejaring secara nasional.

Kemudian Tjondronegoro (2008) memberikan penjelasan tentang

perkumpulan sosial pedesaan kini terbagi menjadi dua, yaitu perkumpulan sosial

yang menekankan pada kearifan lokal masyarakat serta perkumpulan sosial

yang cenderung mewakili kepentingan kota. perkumpulan sosial yang pertama

cenderung merepresentasikan kelopok lemah desa, sedangkan yang kedua

mencirikan kehidupan kelas menengah atas. Dengan demikian, perkumpulan

pedesaan juga mencerminkan diferensiasi sosial di pedesaan.

Dalam tinjauan hukum di Indonesia perkumpulan (association) memang

menjadi salah satu bentuk dari masyarakat sipil yang diakui oleh negara.

Setidak-tidaknya ada enam jenis organisasi masyarakat yang diakui oleh negara

untuk daftarkan badan hukumnya. Enam jenis tersebut ialah:

“like the (1) Yayasan (Foundation); (2) Perkumpulan (Association); (3) Koperasi(Cooperative); (4) Serikat Pekerja (Labour/Trade Union); (5) Organisasi Massa(Mass Organisation); and (6) Badan Hukum Pendidikan/BHP” (EducationLegalEntity) (Radyati, 2004 dalam Radyati, 2008; 257).

Namun, dalam studi ini sebagaimana merujuk pada studi Tjondronegoro

(1984) tidak dibedakan berdasarkan badan hukum atau tidak serta goverment-

oriented atau community-oriented. Perkumpulan sosial dalam konteks penelitian

ini dipersamakan dengan konsep local institution. Berger dan Nuhauss (1977,

dalam Nugroho; 2003) mendefinisikan perkumpulan sosial sebagai sekumpulan

warga yang dapat menjadi wadah aspirasi masyarakat, pemberdayaan ekonomi,

Page 30: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

19

dan juga sebagai instrumen bagi pemerintah desa dalam pembuatan kebijakan

publik. Dengan demikian, perkumpulan sosial dalam studi ini tidak dipentingkan

bentuknya, asalkan secara empirik mereka ada aktifitas bersama serta dengan

tujuan bersama, baik hanya wadah aspirasi masyarakat, pemberdayaan ekonomi

maupun, politik (kaitannya dengan negara). Deifinisi tersebut sesungguhnya juga

dekat dengan pemaknaan Tocqueville tentang perkumpulan dalam pembahasan

sebelumnya, walaupun ia tidak mendefinsisikannya secara lebih spesifik. Dalam

ranah empirik, perkumpulan sosial dapat terwujud dalam organisasi formal

bentukan negara seperti RT (Rukun Tetangga), RW (Rukun Warga), BPD

(Badan Perwakilan Desa), PKK dan lain-lain serta yang diinisisasi oleh

masyarakat sendiri seperti majelis taklim, arisan, kelompok ronda, dan lain-lain

(Nugroho, 2003; 214-215).

Kemudian dari sisi legitimasi perkumpulan sosial masyarakat pedesaan

pun dinamis. Oleh karenanya, pembedaan legitimasi dalam perspektif Weber

tidak bisa dipisahkan secara jelas. Legitimasi dalam perspektif Weberian (dalam

Calhoun, etc. 2012) ialah sesuatu yang dihargai dan berpengaruh di dalam

masyarakat. Setiap masyarakat memiliki legitimasi yang berbeda, tergantung

dengan sistim nilai yang berkembang. Weber menjelaskan bahwa ada tiga jenis

otoritas; rasional, tradisional dan karismatik. Otoritas rasional merujuk pada

mekanisme kepemimpinan yang disandarkan kepada legalitas hukum yang diatur

secara jelas dan disarikan kepada nilai rasional. Kemudian, otoritas tradisional

ialah mekanisme kempemimpinan yang didasarkan kepada prinsip etika yang

penuh dengan nilai kebijaksanaan. Terakhir ialah otoritas karismatik sandaran

legitimasinya disandarkan pada kultus individu, terutama yang masih berkaitan

dengan nilai supernatural.Dengan masuknya regulasi dari negara yang

menghendaki adanya persyaratan tertentu pada pemerintahan desa serta

perkumpulan sosial maka otoritas tradisional berhimpit dengan otoritas karismatik

maupun rasional.

c. Pemerintahan LokalDefinisi negara (state) dalam kajian sosiologi politik dan juga ilmu politik

masih menimbulkan perdebatan yang panjang. Weber (dalam Calhoun, etc.,

2012) mendefisikan negara sebagai “a human community that succesfully claims

the monopoly of the legitimate use physical force within a given territory”.

Pernyataan ini masih dianggap sebagai sebuah definisi yang relevan. Namun,

Page 31: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

20

tentunya dalam perkembangan selanjutnya, negara tidak hanya berkutat pada

permasalahan keamanan, namun juga pada bidang lain seperti ekonomi, sosial,

dan budaya.

Bentuk dan peran negara dalam kehidupan bernegara antar yang satu

dengan yang lain pun berbeda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sejarah, ideologi,

budaya, dan konteks lainnya. Secara mendalam Martinussen (1999) pun

menjelaskan konfigurasi hubungan antara negara, masyarakat, serta pasar

berpengaruh kuat dalam kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu

negara.

1. Kelekatan antara Negara dan MasyarakatKelekatan (embeddedness) merupakan cara pandang yang

diperkenalkan oleh Granovetter untuk melihat fenomena ekonomi dari relasi

antar masyarakat (society) dengan pasar (market) (dalam Swedberg, 2003: 33-

37). Embeddedness dimaknai sebagai relasi sosial atau jaringan sosial yang

terbentuk secara nyata dan terus berproses (concrete and on going process).

Dengan kata lain, Granovetter meninimalisir pendangan stuktural, yang melihat

ekonomi hanya pada sisi makro saja. Ia berpadangan bahwa setiap aktor

memiliki pilihan-pilihan rasional untuk saling terhubung yang disandarkan pada

kepercayaan (trust) yang didapatkan dari akumulasi relasi sosial. Dalam melihat

cara pandang ini, dapat dilihat dari analisa Block dan Evans (2005) mengenai

kelekatan antar institusi makro yang dapat dilihat dalam tabel 2 di bawah ini.

Tabel 1.2Kelekatan Institusional dan Kapasitas Institusional

Negara Pasar MasyarakatKelekatan

kelembagaanKuat Negara Predator

Negara PembangunanLiberalisme Masyarakat aktif

Masyarakat predatorLemah Negara Liberal Sosialisme indivualis

KapasitasKelembagaan

Kuat inovatif Pasar ygmengakar

Munculnya perkumpulansosial yg baik

Lemah krisis krisis KrisisSumber: Diolah dari Bahan Kuliah Sosiologi Ekonomi Rochman Achwan

Block dan Evans bertumpu pada fenomena perkembangan ekonomi

beberapa negara yang tak biasa, dalam artian tidak sesuai dengan jalan yang

linear antara nilai-nilai modernitas (pasar bebas dan demokrasi) dengan

Page 32: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

21

kemajuan ekonomi. Kebangkitan ekonomi negara-negara Asia Timur menjadi

menurutnya dapat dilihat dari dua analisa sosiologi ekonomi; kelekatan antar

institusi makro dan inovasi institusional (Block and Evans, 2005:507-513).

Kelekatan antar institusi yang dimaksudkan ialah seberapa kuat

hubungan antar institusi makro (state, economy, and society). Diketahui, tingkat

kelekatan yang berbeda juga berdampak implementasi pembangunan dalam

suatu negara/wilayah. Sedangkan kemampuan insitusional merujuk pada Evan

dan Block (2005) ialah kemampuan institusi dalam efektivitas pembangunan. Tak

bisa dipungkiri bahwa kemampuan atau kapabilitas institusi menjadi penting

karena dengan analisa itu akan diketahui proses serta hasil yang dilakukan

dalam lingkup institusional. Kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam matrik

tersebut pun dipisahkan menurut kekuatan dan kelemahan kapabilitas

institusional. Evans dan Block menyimpulkan bahwa kekuatan kelekatan

institusional dan kemampuan institusional yang tinggi/kuat merupakan cerita

sukses negara-negara yang kini memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi

seperti di Asia Timur.

2. Pemerintahan Lokal KKA dalam Konteks Desentralisasi di IndonesiaEksistensi pemerintahan lokal di Indonesia pasca reformasi mengalami

perbedaan peran. Secara berturut-turut, UU No. 22 tahun 1999, kemudian

direvisi dengan UU No. 32 tahun 2004 menjadi landasan hukum dari berjalannya

pemerintahan daerah di Indonesia. Dalam peraturan perundangan tersebut,

pemerintahan lokal, khususnya di tingkat kabupaten/kota, memiliki peran otonom

dalam mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.

Dengan demikian, setiap pemerintah daerah memiliki proporsi anggaran yang

berbeda tergantung pada sumber penerimaan masing-masing daerah.Perubahan

inilah yang disebut sebagai era otonomi daerah atau desentralisasi.

Menurut Mufti (dalam Simanjuntak, 2012) otonomi ialah penyerahan

urusan pemerintahan kepada pemerintahan daerah yang bersifat operasional

dalam rangka sistem birokrasi pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan

pelayanan publik serta meningkatkan daya saing daerah secara ekonomi. Dalam

proses itu, pemerintah yang berwenang ialah pada level kabupaten atau kota.

Kemudian juga, semenjak pemberlakuan otonomi daerah digelar pemilihan

kepala daerah secara langsung, baik legislatif (DPRD) maupun eksekutif

(bupati/walikota).

Page 33: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

22

Perubahan ini telah berjalan lebih dari 14 tahun. Namun, dari beberapa

penelitian diketahui begitu banyak muncul permasalahan baru yang

menyebabkan tujuan dari desentralisasi ini belum dapat dirasakan secara optimal

oleh masyarakat. Permasalahan yang mucul antara lain ialah; etnonasionalisme,

birokrasi yang tidak efisien, korupsi yang menggurita, dan euforia politik daerah.

(lihat Aspinal adn Fealy (ed.), 2003; Bunte and Ufen (ed.), 2009; Simanjuntak

(ed.), 2012).

Bahkan lebih bernas, Agustino (2011) menyatakan bahwa pemerintahan

daerah, dalam hal ini tingat kabupaten dan kota, memiliki proporsi lebih untuk

mengelola pemerintahannya secara mandiri. Namun, dalam kondisi tersebut

hanya sebagai perpidahan sistem politik dari stationary bandits ke roving bandits.

Stationary bandits, ialah sistem politik yang dikembangkan oleh Orde Baru

dengan menjadikan orang-orang kuat di daerah (local strongmens) menjadi kaki

tangan pemerintahan pusat, baik secara pemerintahan formal maupun dalam

menimati kekayaan sumber daya alam daerah.Kondisi demikian kuat

kemungkinan juga terjadi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan

Anambas. Dengan usia belum genap lima tahun dengan dasar UU No. 30 tahun

2008 tentang pemekaran Kab. Kep. Anambas, tentunya masih sangat banyak

permasalahan dalam penataan pemerintahan dan juga tentunya mengenai

pelayanan publik.

Berdasarkan studi-studi tersebut belum ada informasi mengenai

pelaksanaan pemerintahan pada tingkat daerah yang memberikan akses pada

pelayanan publik secara lebih baik. Sehingga, jika merujuk pada penjelasan

Block adn Evans (2005), secara umum dapat dikatakan kelekatan negara

dengan masyarakat sangat lemah. Begitu juga dengan kapasitas kelembagaan

negara pun juga tidak optimal, sehingga layak disebut dalam kondisi krisis.

d. Modal SosialModal Sosial oleh banyak sosiolog masih menjadi perdebatan akademis

yang hangat. Namun, ada benang merah yaitu modal sosial dimaknai sebagai

suatu yang immaterial. Dalam artian, modal sosial tidak dipersamakan dengan

modal dalam artian ekonomis. Menurut Coleman, modal sosial diidentifikasi

menjadi tiga bentuk. Pertama adalah kewajiban dan pengharapan yang

tergantung pada tingkat kepercayaan lingkungan sosial. Kedua, kapasitas

informasi yang mengalir melalui stuktur sosial dalam menyidiakan basis tindakan.

Page 34: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

23

Terakhir, kehadiran norma-norma yang diikuti oleh sangsi efektif (Coleman,

1994: 317 dalam Prayitno, 2004: 63)

Kemudian, konsep modal sosial juga dapat memberikan penjelasan yang

lebih berimbang dalam perdebatan sosiologis “agen-stuktur” dalam melihat

fenomena sosial. Hingga kini, perdebatan teoritis mengenai konsep modal sosial

masih hangat diperbincangkan. Hal ini dipahami karena konsep modal sosial

memiliki cakupan yang pada level individu sampai pada stuktur sosial yang lebih

besar. Perdebatan ini pun berimplikasi pada pemahaman atas konsep modal

sosial parsial. Sebagian sosiolog masih dominan pada titik tekan agen dan di sisi

lain tentunya ada yang menekankan pada sisi struktur.

Modal sosial dalam pembahasan Bourdieu dijelaskan sebagai faktor yang

menentukan tindakan sosial agen. Namun perlu dibahas lebih rinci, mengenai

modal sosial sebagai penjelasan yang lebih spesifik, dibandingkan dengan

konsepsi modal ekonomi yang lebih mudah dijelaskan. Modal sosial dapat

dimaknai sebagai modal yang dimiliki masyarakat dalam pemberdayaan, modal

tersebut merupakan perpaduan antara modal material dan juga non material.

Modal material merupakan modal yang berbentuk atau terkait dengan finansial,

sedangkan modal non material berwujud dengan adanya kepercayaan (trust) dan

juga sistem kebersamaan (gathering system) (Bassette, 1957 dalam Guntoro,

2009; 34).

Bourdieu (dalam Fuch, 2003: Harker, 2009) lewat studinya mencoba

menjelaskan modal sosial dalam kerangka fikir yang lebih konfrehensif tentang

modal sosial terkait dengan perdebatan tersebut. Ia memberikan kontribusi

bagaimana modal sosial diletakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari

aktor/agen. Modal sosial sebagaimana modal ekonomi merupakan sandaran

aktor untuk menentukan tindakan sosialnya di dalam ranah. Hal ini dipahami

karena Bourdieu melihat modal sosial sebagai sesuatu yang kehadiranya sudah

dari sananya (taken for granted). Penjelasan ini memberikan sumbangan penting

untuk mengetahui bahwa setiap aktor/agen akan memiliki performa yang

berbeda dalam tindakan sosialnya.

Menlanjutkan Bourdieu, Lin (2001a, 2001b) mencoba memberikan

tekanan yang lebih menganai jaringan (network) di dalam konsep modal sosial.

Ia mendefinisikan modal sosial sebagai aset di dalam jaringan (as assets in

network). Konsepsi ini dibangun berdasarkan atas teori pilihan rasional, yang

masih menekankan pada sisi agensi. Aktor/agen yang memiliki sumber daya

Page 35: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

24

yang berbeda juga akan memiliki konfigurasi jaringan sosial yang berbeda.

Aktor/agen akan cenderung mencari keuntungan dalam lingkup jaringan

tersebut. Keuntungan disini tidak hanya dimaknai dari sisi ekonomi, namun juga

pada sisi yang lain seperti sosial dan kultural.

Nan Lin (2001a; 6) mendefinisikan modal sosial dalam pemaknaan yang

lebih individual. Menurutnya modal sosial adalah ‘investment in social relations

with expected returns’. Ia pun melanjutkan “individual engage in interactions and

networking in order to produce profits”. Dengan demikian, Lin memberikan

analisa modal sosial pada ranah individual dalam kerangka profit oriented.

Pandangan ini terlihat jelas pengaruh teori pertukaran dalam persepktif modal

sosial Lin.

Pada sisi lain, Warren, Thompson, dan Saegert (2001; 1) mendefinisikan

modal sosial sebagai sebuah sumberdaya yang dimiliki antar relasi individual

yang disandarkan pada kepercayaan dan kerjasama. Berikut ini adalah

pernyatan yang lebih lengkap:

“Social capital refers the set of resources that inhere in relationships of trust andcooperation between people...Social capital is collective asset, a feature ofcommunities rather than property of an individual..Because it is a “common good”social capital plays a particularly important role in ensuring those aspect ofpersonal welfare that individual alone can rarely provide (for example, securityfrom crime and public health)”.

Namun, dalam pemaknaan selanjutnya keterlekatan modal material

dalam terminologi modal sosial pun tereliminasi. Hal ini dipahami sebagai salah

satu upaya membedakan antara modal ekonomi dengan modal sosial itu sendiri.

Dalam penjelasan modal sosial yang dikemukakan oleh Puntham, muncul

pemaknaan yang lebih spesifik. Ia menjelaskan bahwa modal sosial memiliki tiga

dimensi, kepercayaan (trust), norma-norma (norms) dan juga jaringan (network)

(Guntoro, 2009: 34-35). Relasi ketiga dimensi itu pun memiliki hubungan yang

saling terkait. Dalam penjelasannya, Putnam (1993) substansi modal sosial ialah

kepercayaan antar setiap individu dalam suatu kelompok. Hubungan sosial antar

masyarakat yang dipengaruhi oleh konteks ekonomi, politik dan kultural akan

menciptakan norma (norms) yang dianut oleh masyarakat tersebut. Adanya

norma umum yang sama tersebut membuat relasi antar individu yang

membentuk jaringan (network). Konfigurasi tersebutlah yang pada akhirnya

membentuk tingkat kepercayaan yang cukup tinggi. Putnam dalam studi tersebut,

Page 36: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

25

memperlihatkan bagaimana perkumpulan perkeriditan di Italia bagian Utara

berkembang pesat.

Selanjutnya pembahasan lain mengenai modal sosial juga dapat dilihat

dengan konsep jejaring (network) yang dimaksud di sini mengacu pada relasi

sosial yang stabil yang membentuk norma-norma trust dalam tujuan mencapai

tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Network dikategorikan sebagai modal sosial

yang membantu mengumpulkan modal kapital material. Network diklasifikasikan

sebagai bonding (ikatan), bridging (penghubung), atau linking (koneksi) (Szreter,

2002). Secara lebih rinci Szeter (2005) menjelaskan ketiga elemen tersebut,

sebagai berikut:

“Bonding social capital networks are formed by those for whom an importantelement of their participation is the assertion of members’ social similarity to eachother and the exclusion of other social groups, ... Bridging social capital refers tovoluntary association among those who perceive themselves to be unalike—suchas Putnam’s American bowling league teams in the 1950s where blacks andwhites played in the same teams even in the decade before the civil rightsmovement. Bridging social capital is the more unusual and the more valuablekind of social capital for a democratic polity...The conceptof linking social capitalenables those studying social capital to include in their analysis relationships andnetworks that are established across formal, institutional power gradients, suchas when individuals encounter officials of central or local government”

Dengan demikian, dapat dimaknai bahwa bonding ditandai dengan

adanya hubungan sosial yang dekat dan relatif stabil di dalam sebuah kelompok

karena keanggotaannya didasarkan pada kesamaan ciri-ciri sosial yang dapat

terwujud seperti; etnis, wilayah bahasa, kedekatan tempat tinggal atau agama.

Sebaliknya, bridging merupakan hubungan sosial yang terbuka berdasarkan

keanggotaan yang heterogen, dan linking menunjukkan relasi yang

menghubungkan antara kelompok sosial dan kebijakan negara. Jejaring

perkumpulan sosial yang baik ditandai dengan keseimbangan antara ketiga

dimensi tersebut.

1. Modal Sosial Kaitannya dengan Perkumpulan Sosial dan NegaraPutnam (1994) dalam teori modal sosialnya, menjelaskan bagaimana

modal sosial yang terdiri dari kepercayaan, norma dan jaringan melekat erat

dengan suatu masyarakat dengan latar belakang sosio ekonomi dan politiknya.

Terkait dengan itu, masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat akan

menciptakan banyak perkumpulan sukarela. Menurut Putnam, ada relasi antara

masyarakat dengan permerintahan lokal; masyarakat yang memiliki perkumpulan

sukarela akan mendorong pemerintah lokal lebih responsif. Begitu juga

Page 37: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

26

sebaliknya, pemerintah lokal yang responsif akan merangsang masyarakat lebih

semarak dalam membuat perkumpulan-perkumpulan sosial. Gambaran lebih

jelas menganai hubungan tersebut dapat dilihat dalam bagan 1 di bawah ini.

Bagan 1.Skema Relasi Perkumpulan Sosial Menurut Putnam

Sumber: Diolah dari Putnam (1994)

Dalam bagan 1, diketahui bahwa relasi antara masyarakat dan

pemerintah ada hubungan timbal balik. Penejelasan pertama, bahwa

perkumpulan sosial menurut Putnam sangat dipengaruhi oleh konteks sosial dan

sejarahnya. Selanjutnya, ia menyatakan bahwa modal sosial yang melekat pada

masyarakat akan menyebabkan perkumpulan sosial tumbuh subur. Efeknya

dapat disimpulkan, masyarakat yang kuat akan membuat kesejahteraan bagi

mereka sendiri, kemudian pada sisi yang lain akan menyokong terwujudnya

pemerintahan yang demokratis. Secara langsung Putnam menuliskan sebagai

berikut:

“The theory sketched in this chapter helps explain why social capital, asembodied inhorizontal networks of civic engagement, bolsters the performance ofthe polity and the economy, rather than the reverse: Strong society, strongeconomy; strong society, strong state...Social context and history profoundlycondition the effectiveness of institutions. Where the regional soil is fertile, theregions draw sustenance from regional traditions, but where the soil is poor, thenew institutions are stunted. Effective and responsive institutions depend, in thelanguage of civic humanism, on republican virtues and practices. Tocqueville wasright: Democratic government is strengthened, not weakened, when it faces avigorous civil society.” (Putnam,1994)

Tahap selanjutnya, Putnam menjelaskan penjelasan kedua, yang dalam

bagan satu digambarkan dalam garis putus-putus. Setelah adanya dorongan dan

Masyarakatyang aktif

PerkSosial

Pemerintahyang responsif

Page 38: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

27

penguatan dari masyarakat untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis,

maka pemerintah pun akan menyediakan infrasturktur bagi masyarakat untuk

mengmbangkan nilai-nilai demokratis. Dengan demikian, akan tercipta hubungan

timbal-balik antara keduanya, pemerintah pun akan meminta kepada masyarajat

untuk menyampaikan kepentingan dan aspirasinya. Secara lebih rinci, Putnam

menjelaskan sebagai berikut:

“On the demand side, citizens in civic communities expect better government and(in part through their own efforts), they get it. They demand more effective publicservice, and they are prepared to act collectively to achieve their shared goals.Their counterparts in less civic regions more commonly assume the role ofalienated and cynical supplicants. On the supply side, the performance ofrepresentative government is facilitated by the social infrastructure of civiccommunities and by the democratic values of both officials and citizens. Mostfundamental to the civic community is the social ability to collaborate for sharedinterests. Generalized reciprocity (not "I'll do this for you, because you are morepowerful than I," nor even "I'll do this for you now, if you do that for me now," but"I'll do this for you now, knowing that somewhere down the road you'll dosomething for me") generates high social capital and underpins collaboration”.(Putnam, 1994)

Di sisi lain, Szerter (2002) menjelaskan relasi masyarakat dengan negara

(linking) berdampak signifikan terhadap pembentukan ikatan internal masyarakat

(bonding) dan juga hubungan antar masyarakat (bridging). Sehingga aspek

politik di tingkat nasional dan juga lokal, sangat berpengaruh terhadap kemajuan

suatu perkumpulan sosial. Dalam penjelasannya, Szreter (2005) menjelaskan

bagaimana sejarah (dalam hal ini sejarah ekonomi-politik) serta kebijakan negara

berpengaruh terhadap kesejahteraan dan juga kesehatan masyarakat. Ia

menjelaskan bagaimana pergantian penguasa di Inggris, secara signifikan

menurunkan ataupun memajukan kejahteraan masyarakat dan menyediakan

fasilitas kesehatan yang memadai. Dukungan atau malah ketidakpedulian negara

terhadap masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang dilegitimasi dalam

berbagai kebijakan, tentunya akan merubah kondisi mereka secara signifikan

Linking merupakan dimensi penting dalam penjelasan Szreter dalam

upaya merevisi pendapat Putnam mengenai modal sosial. Menurutnya, linking

merupakan dimensi yang terkait dengan kebijakan negara. Bahkan secara tegas

ia menyatakan bahwa linking-lah yang akan membentuk apakah masyarakat

sejahtera atau tidak, terutama pada masyarakat yang miskin. Dalam penjelasnya,

ia mengungkapkan bahwa ada lingkungan yang memiliki kekuasaan dan

kekuatan untuk mengatur masyarakat terkait dengan pembangunan infrastruktur,

Page 39: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

28

ekonomi, dan juga aturan-aturan yang mengikat lainnya. Sehingga, hubungan

dengan negara menjadi penting, dan secara langsung maupun tidak langsung

akan mempengaruhi dimensi bonding dan bridging di dalam suatu komunitas.

2. Kondisi Kuat atau Lemahnya Modal Sosial Perkumpulan SosialPenjelasan Szreter (2002; 2005) tidak menjelaskan secara rinci

bagaimana ketiga aras dari jaringan dalam perkumpulan sosial bisa dikatakan

kuat atau lemah. Namun, dalam penelitian sebelumnya, Achwan (2011) telah

menjelaskan tentang kondisi bonding, bridging dan linking dari beberapa

perkumpulan sosial pengusaha tekstil di Kota Batik (lihat dalam tabel 3 di bawah

ini). Dalam menjelaskan level bonding, ia menerangkan ada salah satu

perkumpulan sosial -dalam hal ini perkumpulan sosial pebisnis teksitil sekala

besar- yang memiliki tingkat ekstensif atau luas dan di sisi lain dalam

perkumpulan sosial pengusaha bersekala kecil dan menengah dengan penilaian

kuat. Perbedaan ini dijelaskan dengan hubungan ditingkat lembaga. Bonding

yang luas (extensive) ditandai dengan kestabilan hubungan dalam suatu lokasi

tempat tinggal. Secara spesifik tentang kuatnya (strong) bonding dari salah satu

perkumpulan sosial tidak dijelaskan secara rinci. Tetapi kuatnya bonding dalam

penelitan tersebut dapat dimaknai dengan kuatnya hubungan internal yang

memang memiliki kedekatan hubungan kekerabatan atau bisa dikatakan masih

dalam satu ikatan keluarga.

Tabel 1.3Perbandingan Jejaring Pengusaha

Jenis Usaha Bonding Bridging LinkingBesar Luas Luas Kurang didukungKecil dan Menengah Kuat Lemah Tidak didukung

Sumber: Achwan (2011)

Sedangkan briging yang luas (extensive) terkait dengan kemampuan

perkumpulan sosial untuk melampaui ikatan kedekatan tempat tinggal.

Fenomena ini dijelaskan sebagai dampak dari pengusaha skala besar yang

memang ingin meningkatkan kerjasama bisnis dalam upaya memperbesar

keuntungan ekonomi (economic gain). Di sisi lain, pengusaha-pengusaha

dengan sekala kecil dan menengah, tidak mampu memperluas atau menguatkan

jejaringnya dengan pengusaha lain. Hal ini ditandai dengan tidak adanya atau

lemahnya relasi antar mereka dalam upaya meningkatkan bisnis.

Page 40: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

29

Sedangkan dalam dimensi linking, dijelaskan bagaimana lemahnya

pengusaha sekala besar berelasi dengan pemerintah nasional atau daerah

begitu juga dengan elemen-elemen politik yang bisa memperngaruhi kebijakan

pemerintah pada dua level tersebut. Di sisi lain, tidak ada kepedulian dari

pengusaha sekala kecil dan menengah dalam upaya meminta pemerintah

daerah apalagi pusat dalam membantu mengatasi permaslahan produksi

mereka.

Berdasarkan itu, maka penelitian ini akan berpijak pada instrumen dalam

tabel 4. Perbedaan jenis perkumpulan dan juga konteks ekonomi politik yang ada

menjadi alasan untuk pembuatan instrumen yang lebih dekat dengan

permasalahan yang ada. Fungsi dari instrumen ini ialah untuk membantu peneliti

untuk menjelaskan dinamika jaringan yang ada dalam perkumpulan sosial di

Desa Rintis.

Tabel 1.4Derajat Modal Sosial Pada Perkumpulan Sosial

Kuat Lemah

Bonding 1. intensitas yang tinggi dalamberkumpul (rapat) danberkegiatan

2. Pelibatan semua anggotadalam pengambilan keputusan

3. kesukarelaan yang tinggi dalamkegiatan perkumpulan

1. intensitas yang rendah dalamberkumpul (rapat) danberkegiatan

2. tidak semua anggota terlibatdalam pengambilan keputusan

3. tidak adanya kesukarelaandalam kegiatan perkumpulan

Bridging 1. adanya komunikasi yang baikdengan perkumpulan lain

2. adanya kerjasama denganperkumpulan sosial lain

1. tidak adanya komunikasi yangbaik dengan perkumpulansosial lain

2. tidak ada kerjasama denganperkumpulan sosial lain

Linking 1. sering berkomunikasi denganpemda

2. sering mendapatkan bantuanmoril dan materil dari pemda

1. tidak pernah berkomunikasidengan pemda

2. tidak pernah mendapatkanbantuan moril dan materil dariPemda

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Tabel ini merupakan alat bantu untuk mengetahui derajat dari jaringan

pada setiap dimensi. Tentunya ini hanya merupakan prakiraan atas kondisi yang

sedang terjadi di masyarakat. Pada hasil akhir, besar kemungkinan ada

perubahan maupun penambahan kriteria, tergantung dari hasil yang didapatkan

dari penelitian yang akan dilangsungkan.

Page 41: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

30

3. Peran Aktor dalam Modal Sosial Pada Perkumpulan SosialDalam kajian modal sosial yang sudah dijelaskan sebelumnya, peran

aktor belum dijelaskan secara rinci. Pera aktor yang dimaksud ialah, individu atau

orang per orang yang secara signifikan membangun bonding, bridging, dan

linking. Mengomentari ini, Gotto etc (2011) menjelaskan pada level individual

eksistensi aktor kurang dijelaskan, mereka hanya dianggap terpengaruh secara

penuh dengan norma dan nilai yang terbentuk dari jejaring masyarakat akibat

adanya rasa percaya. Namun menurutnya, setiap aktor dalam komunitas akan

mencoba mencari keuntungan pribadi dalam lingkup seperangkat norma yang

ada.

Menurut Bourdieu (dalam Gotto, etc, 2011) setiap individu dapat

mempengaruhi modal sosial dengan membuat seperangkat norma yang tak

tertulis dan yang tertulis. Hal ini dipahami karena Bourdieu menganalisa modal

sosial juga melekat pada individu. Bourdieu (dalam Fuch, 2003) menjelaskan

bahwa individu memiliki tiga modal; ekonomi, sosial, dan kultural. Modal ekonomi

sebagaimana yang dijelaskan oleh Marx yaitu kekayaan material. Selanjutnya,

modal sosial ialah relasi-relasi sosial serta asal usul keluarga. Kemudian modal

kultural ialah tingkat pendidikan, keluasan pengetahuan, dan kualifikasi. Ketiga

modal ini di dalam komunitas kemudian diapresiasi. Akumulasi modal tersebut

menjadi nilai kehormatan dan prestis bagi yang memilikinya. Kehormatan dan

prestis inilah yang disebut Bourdieu sebagai modal simbolik.

Kemudian Bordieu (dalam Fuch, 2003) menambahkan, Individu yang

memiliki modal simbolik yang besar, akan memiliki posisi sosial yang tinggi.

Individu ini akan memiliki peranan yang lebih besar, karena berada pada hirarki

yang tinggi di masyarakat. Dengan demikian, ia mampu untuk membuat

seperangkat aturan atau norma untuk diberlakukan pada kelompok sosial lain

yang lebih rendah. Namun, itu hanya pada satu setting sosial saja, karena bisa

saja pada konteks sosial lain ia berada pada level yang lebih rendah. Inilah yang

disebut Boudieu dengan ranah (field), arena tempat individu-individu saling

berinteraksi dalam satu norma yang sama. Setiap individu bisa memiliki banyak

ranah seperti keluarga, organisasi, masyarakat desa, dan juga tentunya

perkumpulan sosial.

Selanjutnya Bourdieu juga memunculkan kosep modal yang melekat

pada agen yang jika dipadukan dengan habitus akan membentuk style agen

dalam setiap tindakan sosialnya di dalam ranah (Harker, etc: 2009).

Page 42: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

31

Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, modal dalam perspektif Bourdieu

adalah yang material maupun yang sosial. Modal mesti ada dalam sebuah ranah,

agar ranah tersebut dapat memiliki arti, dalam pengertian bahwa modal memiliki

fungsi tidak hanya pada agen, namun juga pada ranah sebagai sebuah sarana

bagi agen bereksitensi. Eksistensi dalam ranah inilah yang disebut Bourdieu

sebagai ‘praktik’.

Parktik sebagai sebuah tindakan sosial agen menurut Bourdiue

dipengaruhi oleh habitus, modal, dan ranah yang telah dijelaskan panjang lebar

sebelumnya. Rumusanya adalah parktik agen atau kelompok sosial sudah

didialektikan dalam dimensi kesadaran objektif dan subjektif. Sehingga parktik

juga dapat dimaknai sebagai upaya strategis agar dapat diterima dalam ranah

baru, mengukuhkannya dalam ranah, dan memperjuangkan dimensi subjektifnya

dalam ranah.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai habitus, modal, ranah dan

praktik sesungguhnya Bourdiue telah menjembatani pemisah yang lebar antara

agen dan struktur. Dalam hal ini ia pengambangan konseptualnya sebagai

‘stuktur generatif’ yang melibatkan dialektika antara kesadaran subjektif,

kepimilikan atas modal sosial dan material, akumulasi pengalaman dalam ranah,

dan juga ranah untuk mentukan praktik atau tindakan agen. Dengan demikian,

agen dilihatnya sebagai makhluk yang kreatif yang mampu melakukan inovasi-

inovasi dalam habitus untuk meningkatkan potensi dirinya baik dengan

peningkatan material mapun proses sosial. Di sisi lain, struktur adalah sebuah

konsensus dari berbagai agen, bahkan dalam penjelasan tentang habitus,

sesungguhnya dimungkinkan bagi agen untuk membentuk struktur baru jika ia

telah memiliki kapasitas untuk mempengaruhi ranahnya.

Analisa Bourdieu di atas, dapat menjadi panduan untuk mengidentifikasi

aktor. Baik pada sisi kepemimpinan serta kepatuhan anggota lainnya. Sehingga,

akan diketahui apa yang melatari dinamika perkumpulan sosial terkait dengan

aktor-aktor dominan dalam berelasi dengan aktor-aktor yang lain. Namun,

penjelasan ini belum bisa menjawab, bagaimana peran aktor dalam dinamika

bonding, bridging, dan linking pada suatu perkumpulan sosial.

Page 43: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

32

F. Metodologi Penelitiana. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif. Menurut

Cresswell (2007), penelitian kualitatif memiliki logika induktif. Dalam arti,

penelitian ini dikerjakan dengan data-data yang partikular yang dijekaskan

secara mendetail untuk memperoleh gambaran yang utuh mengenai

permasalahan yang dibahas. Oleh karenanya, walaupun penelitian ini memiliki

asumsi-asumsi, namun tidak menjadi panduan yang kaku. Karena penelitian

kualitatif bersifat siklus, jika tidak sesuai dengan data, asumsi atau konsep

tersebut dapat diubah. Secara praktis, penelitian kualitatif melakukan studi

dilapangan, yang juga merupakan tempat tinggal dan beraktifitasnya informan.

Hal ini penting untuk mengetahui konteks dari ucapan maupun tindakan yang

dilakoni oleh informan.

Selanjutnya, dalam pendekatan kualitatif ini, penelitian dilaksanakan

secara lebih humanistik dan interaktif. Dalam arti, dalam pengumpulan data

peneliti harus memiliki kepekaaan dan kedekatan dengan semua informan yang

terkait (Cresswell: 2007). Menurut Creswell, kepekaan dan kedekatan

berhubungan erat dengan hubungan yang baik dan kredibilitas peneliti dimata

para informan agar data yang didapatkan lebih dalam dan berkualitas.

Sejumlah warga di desa Rintis yang akan dijadikan informan dalam

penelitian ini telah penulis kenal. Tentunya hal ini sangat membantu penulis

untuk membangun membangun hubungan yang baik dan kredibilitas dimata para

informan. Perkenalan dengan para informan terkait dengan keterlibatan penulis

dalam program pemberdayaan masyarakat, khususnya mengenai penguatan

peran PKBM Kurnia bagi masyarakat desa Rintis yang dilakukan oleh divisi

Community Development (CD) Premier Oil (Desember 2011-Februari 2012).

Dalam proses itu, penulis telah saling bertemu dan berbincang-bincang secara

dalam dengan beberapa informan terkait dengan pemberdayaan masyarakat

yang dibantu oleh divisi CD Premier Oil. Dalam kurun tersebut, penulis juga

sudah memiliki gambaran mengenai lokasi dan berbagai konteksnya.

b. Teknik Pengumpulan DataCreswell (2003) menjelaskan ada tiga teknik dalam pengumpulan data

dalam penelitian kualitatif, yaitu; teknik observasi, wawancara, dan juga

pengumpulan dokumen. Dalam penelitian ini wawancara menjadi teknik utama

Page 44: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

33

dalam upaya mendapatkan data primer. Kemudian, data tersebut akan

dilengkapi dengan data-data dari observasi dan juga pengumpulan dokumen

terkait.

Wawancara dilakukan terhadap beberapa warga desa, pejabat Pemda,

serta pihak-pihak lainya yang dianggap terkait dengan studi ini. Informan kunci

dalam penelitian ini adalah Ibu Isye dan Bapak Umar. Ibu Isye merupakan

pengurus PKK dan PKBM Kurnia di Desa Rintis. Kemudian, Bapak Umar ialah

ketua dari koperasi petani dan juga ketua kelompok tani di Desa Rintis.

Pemilihan dua informan kunci ini disandarkan kepada besarnya peran mereka

dalam kegiatan perkumpulan sosial serta jejaringnya dengan pemerintahan

Kabupaten Kepulauan Anambas. Selain dua informan itu, ada dua belas orang

lain yang diwawancara secara mendalam. Informan-informan itu antara lain, (1)

Pak Amsyir sebagai tokoh masyarakat dan penggiat pertanian, (2) Rian

Wiriatmoko yang merupakan sekretaris desa, (3) Abdul Hadi ketua PKBM Kurnia

Desa Rintis, (4) Pak Suryani, tetua kampung asal Rangkasbitung, (5) Pak Darjo

tetua kampung etnis Jawa, (6) Buhario guru SD, penggerak paguyuban

pasundan, dan (7) Pak Mahrudin ketua kelompok Marhaban. Mereka ialah warga

Desa Rintis yang beraktifitas di dalam perkumpulan sosial yang ada ataupun

yang secara langsung mengetahui dengan baik perihal perkumpulan sosial itu.

Kemudian dari pihak pemerintahan Kabupaten Kepulauan Anambas dipilih

beberapa orang yang biasa mengurusi perkumpulan sosial di Desa Rintis.

Mereka ialah, (8) Johanes Viani, kabid Perindustrian di Dinas Perdagangan dan

Perindustrian Kab. Kep Anambas, (9) Pak Atmojo kepala UPT Pertanian

Kecamatan Siantan, (10) Pak Arman Kabid aktualisasi nilai-nilai kebangsaan di

BAKSEBANGPOLBANDA Kab Kep Anambas.Terakhir, penelitian ini juga

mewancara pihak lain yang terkait diluar warga Rintis serta pemerintah daerah,

mereka ialah (11) Pak Afandi Yacub tokoh masyarakat Tarempa yang

mengetahui secara jelas perkembangan masyarakat Anambas termasuk warga

Desa Rintis kemudian (12) Carol, aktivis Biosphere Foundation asal Inggris yang

sedang melangsungkan program pemberdayaan masyarakat saat penelitian

berlangsung.

Selain wawancara mendalam, dalam upaya mendapatkan data lebih

lanjut dijuga dilakukan wawancara sambil lalu kepadasembilan informan. Para

informan tersebut ialah, Pak Sutisna kepala Desa Rintis, (2) Abu Hanifah kepala

divisi CSR Premier Oil, (3) Edy Jafar tokoh pemuda Tarempa ketua KNPI Kab

Page 45: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

34

Kep Anambas, (4) Pak Arta, mantan ketua RT di Desa Rintis, (5) Pak Parjo

Ketua kelompok tani Tunas Muda, (6)Pak Sapur, pembina tim sepak bola Desa

Rintis, (7) Pak Safur Bactiar, staf di Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Kep.

Anambas, (8) Pak Marzuki, Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan

Kebudayaan Kab. Kep Anambas, serta (9) Pak Nur, penyuluh pertanian dari

Joglo Tani. Semua informan yang diwawancarai sudah mengizinkan agar

namanya dapat ditulis dengan jelas di dalam penelitian ini.

Kemudian, studi ini juga akan didukung oleh data yang berupa dokumen-

dokumen seperti monografi desa, peta desa, dan data statistik lainya. Selain itu,

dokumen seperti surat kabar, penelitian ilmiah, serta dokumen resmi organisasi

baik perkumpulan sosial mapun pemerintah lokal.Dokumen merupakan sumber

data yang penting karena dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang tidak

tercakup dalam observasi dan wawancara. Dokumen-dokomen tersebut akan

diperoleh dari kantor-kantor yang berwenang, baik yang berada di Anambas

maupun yang berada di Jakarta seperti Perpustakaan Nasional yang

memungkinkan memiliki data yang terkait dengan penelitian. Sumber elektronik

pun dapat digunakan dalam penelitian ini jika dianggap memiliki kredibilitas dan

keberadaan data cetak sulit ditemukan.

c. Konseptualisasi DataSelain memaparkan deskripsi mengenai data lapangan yang diperoleh.

Penelitian ini juga akan melalukan konseptualisasi data. Menurut Bryman (2002)

konseptualisasi data akan menjawab sejauh mana konsep-konsep atau teori

yang digunakan muncul dalam hasil penelitian. Dengan demikian, hasil

konseptualisasi ini akan mengetahui kebenaran dari konsep-konsep yang

digunakan. Sehingga, dari data penelitian dimungkinkan akan adanya kritik atau

penambahan dari konsep-konsep sebelumnya.

Penelitian ini dipandu oleh konsep Putnam (1994) dan juga Szreter (2002;

2005) mengenai relasi antara modal sosial dalam perkumpulan sosial dengan

negara. Diharapkan akan ada temuan baru terkait dengan peran aktor dalam

modal sosial. Jika ditemukan peran yang signifikan dari aktor dalam modal sosial,

tentunya ini akan menjadi sumbangan akademik bagi teori modal sosial yang

sampai saat ini masih ramai dibincangkan.

Page 46: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

35

d. Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini mengambil tempat di Desa Rintis dan beberapa kelurahan di

Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas Provinsi Kepulauan Riau.

Desa Rintis di Anambas dijadikan lokasi penelitian karena wilayah ini baru saja

memiliki pemerintahan lokal baru yang memiliki beberapa karakteristik khas.

Karakteristik khas tersebut antara lain; (1) berada di perbatasan Indonesia, (2)

wilayahnya kepulauan, (3) pemerintah lokal memiliki APBD yang besar.

Desa Rintis dijadikan fokus dalam studi ini. Berdasarkan pembagian

pusat-pusat perkumpulan pemukiman warga, desa Rintis terbagi menjadi tiga

bagian; Batu Tambun, Gudang Tengah, dan Rintis Hulu. Namun, dalam studi ini

karena akan mengkaji tentang perkumpulan-perkumpulan sosial tidak terbatas

pada wilayah teritorial saja. Dengan demikian, lokasi lain yang di luar wilayah

teritorial desa Rintis akan juga menjadi lokasi penelitian selama memiliki

keterkaitan dengan tema penelitian.

Selanjutnya, penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan

(Maret-April 2013). Penulis akan tinggal di lokasi penelitian dengan menumpang

tinggal di beberapa rumah warga yang sudah dikenal. Kurun waktu tersebut

sudah termasuk dengan aktifitas perizinan, pengumpulan data, sekaligus

penulisan hasil penelitian.

G. Sistematika PenulisanTesis ini terdiri dari lima bab, satu bab pendahuluan, tiga bab uraian

empiris, satu bab analisis, dan satu bab kesimpulan. Bab pertama ialah

pendahuluan yang berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah,

signifikansi penelitian, telaah pustaka, kerangka konsep, metodologi penelitian,

serta sistematika penulisan.

Kemudian bab dua mendeskripsikan konteks-konteks yang ada di desa

Rintis. Bab ini menerangkan alur historis bagaimana dinamika masyarakat Desa

Rintis.Kemudian akan dijelaskan bagaimana dinamika politik dan ekonomi baik

pada tingkat lokal, nasional bahkan internasional memiliki dampak langsung

terhadap kehdiupan sosial ekonomi masyarakat. Beberapa hal yang akan

dijelaskan secara rinci ialah terkait kondisi geografis desa, hubungan antar etnik,

kehidupan ekonomi, serta kaitanya dengan politik administratif. Dengan

demikian, diharapkan akan terlihat bagaimana sejarah memiliki peran penting

Page 47: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

36

dalam perubahan struktur sosial, khususnya dalam hal ini di dalam masyarakat

Desa Rintis.

Setelah diketahui berbagai konteks yang melingkupi kondisi sosial-historis

desa Rintis, kemudian pada bab tiga diidentifikasi berbagai perkumpulan-

perkumpulan sosial yang ada di desa Rintis.Bab ini mendeskripsikan bagaimana

masyarakat Desa Rintis melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan

ditengah perubahan tatanan sosio-ekonomi yang baru. Banyaknya lapangan

kerja yang tersedia semenjak pemekaran kabupaten, menyebabkan sebagian

besar masyarakat Desa Rintis mulai beralih profesi dari petani ke pekerjaan lain

di ranah formal maupun informal. Hal ini dipahami sebagai upaya peningkatan

kesejahteraan yang lebih menjanjikan dibandingkan hanya mengandalkan

pemasukan dari kebun saja. Kemudian dalam kondisi itu, muculah berbagai

perkumpulan sosial baik yang dibuat atas dasar stuktural maupun dibentuk

secara mandiri oleh masyarakat. Pola top-down begitu kuat dalam setiap

perkumpulan sosial. Kondisi ini dikarenakan besarnya anggaran yang ada pada

Pemkab sehingga, eksistensi perkumpulan sosial hanya merupakan

kepanjangtanganan dari negara.

Selanjutnya pada bab keempat, bab ini mendeskripsikan bagaimana

dinamika bonding, bridging, dan linking di dalam perkumpulan sosial di Desa

Rintis. Diketahui, di dalam perkumpulan sosial di Desa Rintis, linking memainkan

peran utama dalam perkembangan modal sosial. Hal ini dipahami karena pada

perkumpulan sosial yang ada perannya lebih banyak didominasi oleh tokoh, yang

tak lain ialah ketua dari perkumpulan sosial tersebut. Mereka berupaya untuk

mengoptimalisasi linking, karena pada sisi lain negara hadir dengan

menyediakan sumber daya yang berpotensi memberikan modal ekonomi

sekaligus modal simbolik. Di sisi lain, para anggota perkumpulan sosial pun

menjadi anggota dan terlibat dalam perkumpulan sosial dalam memperoleh

keuntungan yang sama. Kondisi ini menyebabkan perkumpulan sosial yang ada

tidak begitu baik dalam sisi bonding dan bridging.

Bab lima merupakan konseptualisasi temuan yang merupakan jawaban

eksplisit dari pertanyaan penelitian. Analisa dalam bab ini dikaitkan dengan

konsep modal sosialyang terdiri dari bonding, bridging, dan linking. Kemudian,

juga akan dijelaskan kontribusi teoritik maupun praktis yang disumbangkan oleh

penelitian ini.

Page 48: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

37

BAB IIPergeseran Orientasi Ekonomi dari Pasar Ke Negara

A. PengantarMenurut Szreter (2002) sejarah menjadi elemen penting dalam

pembentukan modal sosial. Sejarah di sini dimaknai sebagai dinamika kuasa,

perubahan ideologi negara, yang secara langsung berdampak terhadap dinamika

masyarakat. Dengan memahami sejarah tersebut, maka akan lebih mudah

memahami pola yang berkembang pada modal sosial.

Rintis, sebagai sebuah desa di ujung negeri dan dalam wilayah

kepulauan, tentunya memiliki konteks yang berbeda dengan desa-desa di Jawa,

atau daerah lain yang dekat dengan akses negara. Olehkarenanya, dalam bab

ini akan dibahas berbagai konteks yang melatari masyarakat desa rintis, baik dari

segi fisik, kesejaharahan, ekonomi, politik, dan juga budaya. Dengan membahas

konteks-konteks tersebut, diharapkan akan didapatkan gambaran menganai

faktor-faktor melatari tindakan sosial masyarakat rintis dalam menjalakan

perkumpulan sosial di masa kini.

Diketahui bahwa masyarakat di desa Rintis merupakan keturunan para

pendatang asal Rangkasbitung yang datang ke Anambas untuk bekerja sebagai

buruh perkebunan karet. Selama puluhan tahun mereka tinggal diperkebunan

dengan minimnya akses pelayanan publik negara. Pada sisi lain, terlihat sekali

bagaimana ketergantungan mereka terhadap pasar dalam artian sesungguhnya

(market place) cukup dominan. Namun kini dengan adanya perkebangan politik

administratif dengan adanya pemekaran Kabupaten semenjak tahun 2008 telah

banyak mengubah kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Kini yang terjadi

sebaliknya, masyarakat lebih terhubung dengan baik dengan negara (state)

ketimbang pasar (market).

Bab ini akan mendiskusikan bagaimana perkembangan masyarakat Desa

Rintis dalam rentang waktu. Akan diketahui bahwa dinamika politik dan ekonomi

baik pada tingkat lokal, nasional bahkan internasional memiliki dampak langsung

terhadap kehdiupan sosial ekonomi masyarakat. Beberapa hal yang akan

dijelaskan secara rinci ialah terkait kondisi geografis desa, hubungan antar etnik,

kehidupan ekonomi, serta kaitanya dengan politik administratif. Dengan

demikian, diharapkan akan terlihat bagaimana sejarah memiliki peran penting

37

Page 49: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

38

dalam perubahan struktur sosial, khususnya dalam hal ini di dalam masyarakat

Desa Rintis.

B. Masyarakat Perbatasan di Laut Cina SelatanDesa Rintis berada di Pulau Siantan, salah satu pulau besar di bagian

ujung Laut Cina Selatan, dengan luas lebih dari 600 hektar. Desa ini berada

dibagian tengah dari pulau, yang konturnya berbukit-bukit. Sebagian besar

mereka ialah buruh perkebunan karet dan keturunannya yang telah dibuka pada

akhir awal abad ke 20. Beberapa orang yang tinggal di sana, berasal dari

berbagai etnis. Namun, yang terdeteksi ialah orang Banten, Jawa, dan Bangka.

Berpuluh-puluh tahun mereka bekerja sebagai buruh karet, dan telah memiliki

ikatan yang kuat dengan tanah di Pulau Siantan itu.

Dengan demikian, sebagai sebuah desa Rintis merupakan wilayah yang

cukup plural jika dilihat dari keragaman etnisnya. Walaupun sudah puluhan tahun

tinggal di daerah Melayu, mereka tetap mengidentifikasi diri sebagai orang dari

etnis asal mereka. Kuatnya identifikasi mereka terhadap kebudayaan wilayah

asal terutama terlihat dari orang Banten. Sampai saat ini mereka masih

menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa keseharian. Selain itu, beberapa

kegiatan ritual keagamaan juga masih mirip dengan kebiasaan orang Banten.

Kini Desa Rintis terdiri dari dua dusun, yaitu dusun bawah dan dusun

atas. Dalam konteks kekinian, dusun bawah semakin banyak dihuni oleh

pendatang yang memiliki keberagaman profesi, etnis dan juga agama. Selain itu,

ada dua kantor dinas dan kantor kecamatan yang lokasinya berada di dusun ini.

Kondisi ini berbeda dengan di dusun atas yang sebagian besar masih penduduk

lama belum begitu banyak pendatang. Di dusun atas, terdapat komunitas

pendatang musiman yang mencari penghidupan dengan mencari batu dan pasir

yang sebagian besar berasal dari Pulau Kalimantan. Selain itu, sudah dibangun

SMP, SMA, dan juga pesantren di desa ini, sehingga dalam waktu dekat aktifitas

penduduk di desa ini akan semakin ramai. Dengan demikian, Desa Rintis kini

menjadi lebih plural dari segi etnis dan pekerjaan.

Desa Rintis masuk kedalam wilayah adminsitratif Kabupten Kepulauan

Anambas yang merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari kabupaten

Natuna pada tahun 2008. Menurut hasil sensus BPS pada tahun 2010 jumlah

penduduk Anambas tercatat sebanyak 37.411 Jiwa. Kabupaten ini terdiri dari

pulau-pulau sedang dan kecil. Di antara pulau-pulau tersebut antara lain, Pulau

Page 50: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

39

Siantan, Pulau Matak, Pulau Jumaja, Pulau Mujur, Pulau Bawah dan masih

banyak lagi pulau-pulau kecil lainya. Kepulauan ini secara geografis berada di

Laut Cina Selatan yang jika diambil garis lurus dari Barat ke Timur sudah

melewati Singapura dan sebagian daratan Malaysia di bawahnya (lihat gambar

1). Dengan demikian, letak kepulauan Anambas tidak seberapa jauh dari daratan

Indocina ini pernah melengkapi cerita para tahanan pencuri ikan dan pengungsi

atau pelarian asal Vietnam, Myanmar, Thailand, dan juga Kamboja.

Gambar 1Peta Kab. Kepulauan Anambas

sumber:http://go-sipp.blogspot.com/2013/02/pulau-anambas-pulau-terindah-se-asia.html

Bersarkan studi Prayogo dkk. (2010) telah dijelaskan kondisi geografis

Anambas secara terinci. Mengenai jumlah pulau misalnya, Anambas tercatat

sebanyak 238 buah, dan hanya 26 pulau yang berpenghuni, sisanya masih

belum dihuni. Kemudian dari rasio luas laut dan daratan diketahui dari total luas

keseluruhan yang mencapai 46.664,14 Km2, luas dataran hanya berkisar 1,36

persen atau seluas 634,37 Km2. Dengan demikian diketahui bahwa sebagian

besar wilayah kabupaten ini ialah lautan, terutama bagian dari Laut Cina Selatan.

Kondisi geologis Anambas, berdasarkan peta dari pusat studi Koenawan

(2003) sebagian besar disusun oleh batuan granit. Batuan tersebut membentuk

pegunungan ditengah pulau, sehingga hampir semua pulau memiliki kontur

berbukit-bukit. Tanahnya pun memiliki tingkat keasaman yang tinggi, sehingga

sulit untuk ditanami tumbuhan pertanian, dan sangat cocok untuk tanaman keras,

Page 51: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

40

terutama karet. Sebagaian besar penduduk kini memilih untuk bermukim di

pesisir pantai, sedangkan bagian tengah pulau didominasi oleh hutan lebat.

Iklim di Anambas pun cukup berbeda dari kebanyakan wilayah Indonesia.

Letaknya yang berada di dekat Laut Cina Selatan, membuatnya mendapatkan

pengaruh angin dari berbagai wilayah. Dalam musim-musim tertentu, angin

berhembus cukup kuat dan berpengaruh terhadap gelombang laut. Koenawan

(2007) berdasarkan data dari BMG Tarempa menjelaskan bahwa angin

maksimum terjadi pada musim Timur (Juli sampai Agustus) dan musim Barat

(Desember sampai Februari). Pada musim Timur dan Barat, perairan di wilayah

anambas bergelombang cukup tinggi, sehingga,keterhubungan dengan daerah

lain pun terhabat akibat tidak mampunya kapal melalui gelombang tersebut.

Walaupun begitu, wilayah ini memiliki posisi yang strategis dalam jalur

perdagangan internasional.

Kepulauan Anambas sejak lama dikenal sebagai jalur perdagangan

internasional yang menghubungkan Laut Cina Selatan dengan Samudra

Indonesia.1Begitu ramai dan pentingnya jalur ini, maka pemerintah Belanda pun

membangun sebuah mercusuar pada abad ke-18 di kepulauan ini untuk menjaga

arus lalu lintas kapal-kapal dagang dari berbagai negara. Selain itu, sejak lama di

Anambas juga dibangun tata pemerintahan olah Pemerintah Hindia-Belanda

dengan membentuk kewedanaan di pulau Siantan. Keramaian lalu lintas

perdagangan internasional itu mengundang beberapa kelompok masyarakat

untuk menjadi ‘lanun’ atau bajak laut untuk mendapatkan keuntungan instan

dengan merompak kapal-kapal dagang tersebut.

Bahkan secara jelas, beberapa tokoh masyarakat Anambas yang

tergabung dalam Lembaga Adat Melayu (LAM) Kecamatan Pal Matak telah

menuliskan dalam sebuah buku singkat mengenai asal usul mereka memastikan

bahwa para lanun tersebutlah yang menjadi leluhur mereka. Kisah dalam buku

singkat tersebut pun sesuai dengan karya sastra yang dibuat oleh Ahmad (1949)

1 Dalam perdebatan para sejarawan menganai catatan I’ Tsing yang dibuat pada abadke 5 tentang negeri-negri yang pernah disinggahinya dalam perjalanannya menujukerajaan Sriwijaya, Anambas dinominasikan sebagai salah satu negeri yang sudahpernah disinggahinya. (Lebih jelas lihat Mulyana; 2006, dan Wolters; 2012). Bahkansampai saat ini wilayah Anambas baik dratan maupun laut masih banyak ditemukannelayan dari negara tetangga yang mencari ikan secara ilegal. Hal ini dikerenakanwilayah Anambas sangat kaya sumber ikannya, lebih lanjut dapat dilihat dalam studiKholison (2006).

Page 52: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

41

yang berjudul Perompak Lanun.2 Berdasarkan cerita pada buku tersebut pun

diketahui bahwa masyarakat Anambas terdiri dari berbagai suku bangsa, yaitu

Kamboja yang dikisahkan sebagai kelompok lanun, lalu Melayu Brunai, yang

dikisahkan sebagai tawanan para lanun, kemudian suku Melayu Jambi.

Orang Kamboja yang diidentifikasi sebagai lalun di Anambas sangat

mungkin menjadi orang pertama yang tinggal di wilayah kepulauan ini. Dalam

buku yang diterbitkan oleh LAM misalnya telah diketahui bahwa bahasa Melayu

di Anambas kuat dipengaruhi oleh bahasa Kamboja. Selain itu, nama Anambas

juga bukan nama yang muncul belakangan. Nama itu sudah dikenal pada masa

pemerintahan kolonial, dan Anambas kuat kaitanya dengan orang Annam yang

merupakan salah satu etnis yang pernah membangun kerajaan di Kamboja.

Pada tahap berikutnya, Tarempa sebagai pusat perdagangan dan kini

pemerintahan kabupaten Anambas menjadi pemukiman yang metropolis karena

dibangun atas dasar keberagaman suku bangsa, dan mau menerima pendatang

dari etnis manapun dengan tangan terbuka. Dalam wawancara salah satu tokoh

menjelaskan mengenai hal ini:

“Kalau orang Terempa (Ibu Kota kab. Kep Anambas) ini semua diterima denganbaik. Tapi dengan satu syarat mari kita bangun bersama daerah kita. kalau kita disini itu ada budaya datu, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Ya termasukdengan orang Bantan itu. kalau di pulau lain sulit orang lain masuk. di Jemajasusah orang lain masuk, di Ranai juga sulit di sini saja lah orang bisa diterimadengan baik.” (wawancara dengan Afandi Yacoub tanggal 31 Maret 2013).

Ketika Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan liberalisasi ekonomi,

beberapa perusahaan perkebunan didirikan. Karet dan kopra menjadi komoditas

utama dalam perdagangan internasional. Seperti di daerah lain di wilayah Hindia

Belanda, Anambas pun menjadi sasaran penanaman karet dan kopra oleh

beberapa pengusaha. Dalam konteks inilah arus pendatang berikutnya. Pada

masa ini, berdasarkan penuturan beberapa orang warga dikatahui

pengusahanya berasal dari etnis Cina yang memiliki konteksi langsung dengan

pasar di Singapura.

Kebutuhan akan tenaga kerja di Anambas direspon oleh orang-orang di

wilayah lain di wilayah Hindia Belanda. Para pendatang yang baru datang itu

berasal dari etnis Sunda-Rangkas, Jawa, Minangkabau, Riau-Kampar, dan juga

2 Kisah mengenai Bajak laut di wilayah Anambas bukan hanya menjadi cerita rakyatmasyarakat. Lapian (2011) dalam bukunya menjelaskan bahwa memang daerah tersebutmemang terkenal sebagai daerah yang dihuni oleh para bajak laut, bahkan sampai abadke XIX wilayah Anambas masih cukup dikenal dan ditakuti karena aktifitas bajak lautnya.

Page 53: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

42

Melayu-Bangka. Menurut penuturan beberapa warga, mereka datang ke pulau

Siantan sejak 1920-an, arus pendatang terus meningkat yang terbesar pada

tahun 1950-an.3 Kedatangan mereka pada tahun 1920-an dibuktikan dengan

adanya seorang kelahiran Tarempa pada tahun 1935 dan dapat berbahasa Jawa

dengan fasih. Ia mengatakan bahwa orang tuanya datang pada tahun 1920-an

dan berasal dari Banyumas. Alasan mereka datang dari jauh adalah karena

bekerja di kepulauan Anambas digaji dengan uang Dolar Singapura yang secara

nominal lebih besar dibanding mata uang yang berlaku di Indonesia. Apalagi

menurut penuturan beberapa warga, para perantau yang telah beberapa tahun

tinggal di Anambas, pulang kampung dengan membawa banyak emas batangan.

Tentunya, hal ini mengiurkan semakin banyak warga lain untuk ikut merantau

berburu dolar ke Anambas.

Letak Anambas yang berada di ujung Indonesia tak menyurutkan mental

para perantau. Belum adanya fasilitas transportasi yang memadai tentunya

memaksa mereka datang dengan menggunakan kapal laut. Itu pun masih harus

melalui beberapa kali transit, karena dulu yang ada hanyalah kapal perdagangan

yang tujuannya hanya ke pelabuhan-pelabuhan besar seperti Singapura dan

juga Tanjung Pinang. Dengan demikian perjalanan menuju Anambas pun harus

dilanjutkan dengan menggunakan kapal-kapal kecil atau yang dikenal dengan

orang lokal ‘pompong’. Cerita lebih heroik dimiliki oleh generasi awal perantau

yang kabarnya hanya menggunakan kapal layar untuk menuju Anambas.

Sehingga mereka harus membaca arah angin dan juga derasnya gelombang

Laut Jawa dan juga laut Cina Selatan.

Dalam studi Prayogo dkk (2010), dijelaskan bahwa penduduk Anambas

dibangun dari tiga kelompok etnis, yang pertama ialah suku laut, yaitu

sekelompok masyarakat yang pusat kegiatannya berada di laut. Mereka

diidentifikasi sebagai orang yang paling asli dari masyarakat Anambas. Sampai

sekarang mereka belum beragama dan tidak terakses oleh sarana pelayanan

publik, seperti sekolah. Namun, beberapa orang dari kelompok sosial ini sudah

ada yang mulai bermukim dan membangun rumah di pesisir pantai Tarempa.

3 Bukti bahwa kedatangan mereka sudah sejak lama juga terekam dalam surat grantyang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda tertanggal 19 September 1931 untuk orangBanten yang menggarap tanah perkebunan di Pulau Siantan. Surat itu berisi pemberianwewenang Pemerintah Kolonial terhadap masyarakat untuk menggarap perkebunankaret lengkap dengan peta lokasi tanah garapannya. Pada saat ini, surat tersebutdigunakan para ahli waris untuk mengklaim kepemilikan tanah mereka. Surat ini dapatdilihat pada bagian lampiran.

Page 54: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

43

Kelompok kedua ialah orang Tiong Hua dari kelompok suku Hokien, namun

sebagian besar mereka sudah tidak bisa berbahasa ibu lagi. Sebagian dari

mereka masih bertahan dengan ajaran Konghucu, dan sebagian lain sudah

memeluk agama Islam atau Kristen. Di Ibu Kota Kab Kep Anambas, terdapat

Klenteng Gunung Siantan yang berdiri megah menghadap ke laut dan menjadi

salah satu simbol kota Tarempa. Kebanyakan orang Tiong Hua beraktifitas

sebagai pedagang di pasar terutama menjual sembako, perlengkapan rumah

tangga, bangunan, dan kedai kopi serta ada juga yang menguasai beberapa

bidang lahan perkebunan. Terakhir ialah dari gabungan kelompok etnik Bugis,

Riau, dan Minang yang meleburkan diri yang disebut orang Melayu. Orang

melayu sangat identik dengan Islam, dan populasi mereka cukup besar dan

tersebar dalam banyak bidang pekerjaan, seperti berdagang, nelayan, petani,

dan juga pegawai negeri.

Keragaman etnis dapat terlihat jelas di Tarempa yang kini menjadi

Ibukota Kabupaten Kep Anambas. Di kelurahan ini terdapat beberapa pasar

yang yang menjadi pusat perdagangan di wilayah Kab Kep Anambas. Selain itu

juga, terdapat berbagai pusat pelayanan publik serta kantor pemerintahan yang

berdiri di Tarempa sebelum pemekaran kabupaten seperti; kantor imigrasi, kantor

urusan agama, kantor polisi, markas dan asrama TNI AL, kantor PLN, kantor

Telkom, kantor BMG, kantor pos, serta pelabuhan sipil. Kini dengan pemekaran

kabupaten, semakin banyak kantor-kantor yang berada di kelurahan ini. Jumlah

pendatang pun dapat dipastikan semakin banyak. Sehingga Tarempa, sejak dulu

sampai sekarang masih menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan yang

menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dari berbagai latar belakang etnis.

Tarempa juga merupakan titik masuknya pendatang. Hal ini dipahami

karena keberadaan pelabuhan sipil di Tarempa. Kapal-kapal yang singgah di

Tarempa ialah kapal PT Pelni seperti KM Bukit Raya dan KM Binaiya yang

menghubungkan Tarempa dengan pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. Selain itu

ada juga beberapa kapal perintis yang menghubungkan Tarempa dengan

Tanjung Pinang, Natuna, dan juga wilayah di Kalimantan Barat. Selanjutnya,

untuk transportasi antar pulau di Anambas, tersedia kapal-kapal cepat (speed

boat) dan juga kapal motor kayu besar maupun kecil (pompong). Kapal-kapal

tersebut tidak memiliki rute yang jelas, karena dimiliki oleh pribadi. Biasanya, jika

ingin menuju suatu tempat para mereka harus menyewanya, baik secara

perorangan maupun kolektif. Jalur udara kini pula ditempuh dari bandara di

Page 55: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

44

Kecamatan Pal Matak. Bandara di kecamatan tersebut, dimiliki oleh perusahaan

Conoco-Philips sehingga sebagian besar penerbangan diperuntukan bagi

kepentingan perusahaan. Penerbangan sipil hanya ada satu rute yaitu

penerbangan yang menghubungkan antara Anambas dengan Bandara Hang

Nadim di Batam.

Tabel 1Sebaran Pekerjaan Masyarakat Anambas

Pekerjaan Paylaman Ladan Tebang Mubur Tarem-pa

TarempaBarat

Nyamuk

Nelayan 44,7 % 37,7 % 39,0% 70,3% 20% 70,0% 60,9%Petani 31,6% 21,2 % 28,4% 20,6% 30,5% 08,7% 20,7%

Sumber: Bapeda, 2007 (dalam Akmaruzzaman: 2009)

Data pada tabel 1 merupakan gambaran mengenai sebaran pekerjaan

masyarakat Anambas di dua kecamatan, yaitu kecamatan Pal Matak dan

Tarempa. Data ini menggambarkan kondisi pekerjaan masyarakat Anambas

yang didominasi oleh nelayan dan petani. Tahun 2007 merupakan masa

Anambas belum memekarkan diri menjadi kabupaten. Dalam koteks ini terlihat

bahwa sebagian besar masyarakat bekerja pada sektor pertanian dan kelautan.

Dalam data tersebut, Desa Rintis masih tergabung di dalam kelurahan

Tarempa. Diketahui, di Tarempa pada tahun 2007 jumlah petani lebih banyak

dari pada nelayan, kondisi ini berbeda dengan tempat-tempat lain yang di

dominasi oleh nelayan. Walaupun begitu, jumlah nelayan dan petani jika

digabung hanya 50,5%, sisanya bergerak pada sektor lain terutama pada

perdagangan dan perkantoran. Hal ini dipahami karena memang Tarempa sejak

lama menjadi pusat perdagangan dan perkantoran negara.

Tabel 2Pekerjaan Masyarakat Desa Rintis

JENIS PEKERJAAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

Petani 287 Orang 19 Orang 306 orang

Peternak 65 Orang 0 Orang 65 orang

Nelayan 15 Orang 0 Orang 15 orang

pegawai honorer 16 Orang 26 Orang 42orang

Pegawai negeri sipil 9 Orang 9 Orang 18 orang

TNI 6 Orang 0 Orang 6 orang

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 1 Orang 1 Orang 2 orang

Wiraswasta 27 Orang 5 Orang 32 orang

pegawai swasta 7 Orang 0 Orang 7 orang

bidang informal lain 17 Orang 2 Orang 19 orang

Jumlah total penduduk 450 Orang 62 Orang 512 orangSumber: Profil Desa 2012

Page 56: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

45

Semenjak pemekaran Kabupaten Kep. Anambas, Rintis pun mengalami

perubahan dalam hal sebaran pekerjaan masyarakat. Dalam waktu singkat,

Rintis kini menjadi wilayah yang sangat plural dalam sisi profesi masyarakat (lihat

dalam tabel 2). Walaupun sebagain besar masyarakat masih berprofesi dalam

bidang agraris, namun perkembangan peralihan profesi sangatlah cepat. Data

mengenai jumlah petani dalam tabel 2 yang berjumlah 306 orang sebenarnya

belum dapat dipastikan sepenuhnya. Hal ini disebabkan adanya sekelompok

petani yang kini lebih memilih menjadi buruh bangunan dan profesi lainnya.4

Namun, karena adanya kepemilikan lahan dan sesekali mereka merawatnya,

maka mereka lebih memilih untuk tetap disebut sebagai petani.

Dengan demikian diketahui bahwa masyarakat Anambas, khususnya

Tarempa cukup plural baik dari segi etnis maupun agama. Dalam kondisi

kekinian, dengan adanya pemerintahan lokal baru, semakin banyak pendatang

dari berbagai daerah di Indonesia untuk mencari peruntungan ekonomi semakin

membuat Anambas menjadi lebih plural. Perkebangan mutahir, beberapa

kelompok etnis bahkan telah membentuk paguyuban-paguyuban keadaerahan,

seperti paguyuban Pasundan, Jawa, Minang, Pesisir Selatan, Tiong Hua,

Sumatra Utara dan juga tentunya Melayu.

Dalam sisi sebaran mata pencaharian pun Anambas kini semakin

beragam. Dari yang awalnya di dominasi oleh nelayan dan petani, kini masyakat

lebih banyak tersebar dalam bidang lain. Di Rintis sendiri yang merupakan

wilayah pegunungan yang awalnya dapat dipastikan hampir semuanya

berprofesi sebagai petani, dalam tabel 2 kini terlihat semakin beragam. Kondisi

ini tentunya berpengaruh terhadap dinamika kehidupan masyarakat Rintis,

karena perubahan mata pencarian akan berdampak terhadap perubahan relasi

sosial yang ada.

C. Rintis Dalam Pusaran Ekonomi KaretTelah dijelaskan di muka bagaimana kedatangan orang dari tempat lain

untuk mencari keuntungan di Anambas, terutama selama kurun liberalisasi

ekonomi dan juga pasca kemerdekaan. Karet menjadi salah satu komoditas

unggulan Indonesia, sejak akhir abad ke 19 sampai pertengahan abad 20.

Bahkan di saat ekonomi masyarakat lain di Indonesia sedang mengalami

kesulitan, bagi para buruh perkebunan karet di Kepulauan Riau (Kepri) malah

4 Wawancara dengan Sekretaris Desa Bapak Rian Wiriatmoko 1 April 2013.

Page 57: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

46

mengalami kemakmuran. Diketahui bahwa dalam masa transisi pemerintahan,

dari Hindia Belanda ke Indonesia daerah Kepri masih menggunakan mata uang

dolar.5 Dari sebuah surat kabar terbitan Serikat Buruh Perkebunan Republik

Indonesia (SARBUPRI) tertanggal 6 Juli 1951, buruh perkebunan karet di sana

mendapatkan gaji rata-rata perhari berkisar $ 4,37 belum lagi ditambah dengan

tunjangan kesehatan dan sosial. Hal inilah yang menjadi faktor utama begitu

banyak orang dari Rangkasbitung dan daerah lain datang ke Terempa.

Sampai kini, warga di Desa Rintis sebagian besar ialah orang Banten,

khususnya yang berasal dari daerah Rangkasbitung yang merupakan keturunan

dari para buruh perkebunan karet di sana. Walaupun sejarah awal kedatangan

orang Banten ke Anambas masih menjadi misteri, terutama mengenai kapan dan

motif kedatangannya, namun beberapa masyarakat menegaskan bahwa motif

ekonomi menjadi hal yang utama. Kemudian juga, kedatangan mereka

dipastikan sejak masa Pemerintah Kolonial Belanda, hal ini terlihat dari berbagai

dokumen yang ada yang sudah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, masyarakat

Rintis menyebut karet dengan istilah ‘pajak’ bukan ‘getah’ seperti yang umum

bagi masyarakat Malayu. Hal ini ditengarai sebagai memori masa lalu yang

mengaitkan bahwa di masa kolonial pajak dibayarkan dari hasil bumi termasuk

karet.

Fenomena ini agak aneh jika meilihat para perantau dari Banten sampai

datang wilayah tersebut. Kartodirdjo (1984) menjelaskan bahwa sebagian besar

tidak ada yang merantau jauh hanya sekitar Jakarta dan Lampung, kemudian

itupun hanya temporer selama menunggu musim panen. Apalagi diketahui

bahwa kondisi para petani di daerah Banten pada masa itu sedang mengalami

kesulitan ekonomi yang cukup berat bahkan sempat terjadi pemberontakan

petani pada tahun 1888 (Kartodirdjo :1984) dan juga tahun 1926 (Williams:

2003). Hal ini terutama akibat dari semakin minimnya lahan pertanian akibat

banyaknya perkebunan yang dibuka, lalu adanya pajak yang tinggi bagi para

petani. Apalagi pada masa depresi ekonomi 1930-an, gelombang pemecatan

5 Tidak jelas sejak kapan wilayah Kepri menggunakan dolar. Namun salah satu sebabutamanya ialah terpusatnya perdagangan hasil bumi ke wilayah Malaya (Singapura danMalaysia) yang pada waktu itu banyak berdiri perusahaan-perusahaan asing. Kemudianjuga semua kebutuhan sehari-hari juga didapatkan dari wilayah tersebut. Baru padatahun 1963 pemerintah lewat Kepres RI No. 230 tahun 1963 memberlakukan mata uangRupiah Kepulauan Riau atau yang dikenal dengan uang KR. Mengenai kondisi Kepripada masa dolar dapat dilihat pada studi Sutijatiningsih dan Winoto (1999) serta dalamharian Djaja No. 108 15 Februari Tahun 1964 hal 6.

Page 58: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

47

buruh dari perusahan cukup tinggi (Ingelson: 2004). Dengan demikian, diketahui

bahwa kondisi ekonomi bagi para petani di Jawa mengalami masa-masa yang

sangat sulit.

Dalam kondisi sulit tersebut, dunia usaha khususnya perkebunan karet di

sisi lain mengalami peningkatan ekspor. Begitu banyak perusahaan asing, baik

yang dikelola oleh perusahaan maupun perorangan yang yang membuka

perkebunan karet di Sumatra dan Kalimantan. Pada momen inilah, perusahaan

membutuhkan buruh perkebunan untuk menyadap dan merawat pohonnya.

Kemudian, diketahui aktifitas laokeh (agen pencari buruh perkebunan) yang

menjadi utusan perusahaan untuk mencari buruh di Jawa cukup tinggi pada awal

abad 20 (Razif:1988). Kemungkinan besar, generasi awal para buruh karet asal

Rangkas terekrut oleh para laokeh. Hal ini dikuatkan dengan penggunaan

palabuhan Banten sebagai terminal keberangkatan mereka untuk menuju

Sumatra, khususnya Sumatra Timur.

Tabel 3Daftar Produksi dan Ekspor Karet Indonesia

Tahun Produksi Ekspor

perusahaan perorangan perusahaan Perorangan

1938 175.086 147.209 156.158 146.596

1951 226.383 601.342 205.172 549.970

1952 229.387 463.322 297.534 457.215

1953 309.185 396.580 293.136 381.431

1954 287.551 463.442 237.975 471.639

1955 266.173 479.643 237.308 464.876

Sumber: Ir ALW Syeffardt B.P.S (dalam warta PPN Djanuari/Pebruari 1958/Tahun VIII,hal 37).

Dari data pada tabel 3 di atas, diketahui bahwa produksi karet dalam

kurun waktu 1938-1955 terus mengalami peningkatan. Peningkatan produksi

karet di Indonesia, terkait erat dengan berkembangnya industri otomotif di

Amerika Serikat dan Eropa Barat.6 Secara simultan, kondisi ini semakin

membutuhkan buruh perkebunan karet dalam jumlah yang tidak sedikit. Bahkan

dalam sumber yang sama diketahui, begitu banyak pegawai Perusahaan

6 Amerika serikat, Kanada, Inggris, Jerman Barat, dan Perancis merupakan negaratujuan penjualan karet alam yang terus meningkat permintaannya dari sampai tahun1955. Karet terutama digunakan untuk keperluan otomotif terutama ban, baik ban luarmaupun ban dalam. Selain itu karet juga menjadi bahan pembuatan sepatu. Penjelasanlebih lanjut dapat dilihat dalam Warta PPN Djanuari/Februari 1958 Tahun VIII.

Page 59: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

48

Perkebunan Nusantara (PPN) yang dikirim ke Amerika Serikat dan Eropa Barat

untuk meningkatkan hasil karet serta mempelajari mekanisme pengolahannya.

Menurut Imelda (1994) meningkatnya produksi dan ekpor karet di

Indonesia pada tahun 1950-1953 sebagai salah satu efek dari perang saudara di

semenanjung Korea dan juga perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur.

Selain itu juga, diketahui secara nasional, Indonesia ingin memperbaiki devisa

negara yang hancur akibat invasi Jepang di era perang kemerdekaan. Dalam

upaya itu, pemerintah pusat melakukan nasionalisasi beberapa perkebunan karet

yang dimiliki oleh pengusaha asing.7 Hal ini tak lain ialah upaya pemerintah

mendapatkan keuntungan ekonomi dari hasil penjualan karet.

Dalam Konteks ini perbukitan Tarempa semakin banyak didatangi para

buruh perkebunan dari berbagai macam etnis, terutama Banten, Jawa, dan

Melayu-Bangka, serta beberapa etnis yang lain namun dalam jumlah yang lebih

sedikit. Walaupun sesungguhnya sudah ada banyak orang yang tinggal di

Terempa, namun mereka tidak mau bekerja sebagai buruh perkebunan. Bagi

orang Melayu dan orang Tiong Hua memilih untuk tetap tinggal di pesisir pantai,

dan aktifitas mereka di wilayah perbukitan sangat terbatas.8 Interaksi antara para

buruh perkebunan dan juga para penduduk yang ada di Tarempa saat itu pun

tidak banyak, biasanya hanya seminggu sekali yaitu saat mereka membawa hasil

karet sekaligus membeli kabutuhan pokok.

Dalam kondisi seperti itu, beberapa pemuda asal Rangkasbitung datang

pada tahun 1955 dalam sebuah kapal dagang. Gelombang kedatangan tersebut

ialah yang terakhir dari para buruh perkebunan karet. Salah satu orang yang ikut

dalam gelombang kedatangan terakhir itu ialah Bapak Suryani (75 tahun). Ia

mengaku datang saat masih berusia 18 tahun dengan menggunakan kapal

7 Pemerintah membentuk Badan Pusat Koordinasi Sementara yang dilandaskan padaPerpu 19/1960 yang bertugas untuk mengurusi berbagai perusahaan asing yangdinasionalisasi. Kondisi ini dipengaruhi oleh Pemerintah RI yang memiliki konsepkemandirian ekonomi dan kesejahteraan bersama yang dikenal dengan jargon ‘ekonomiterpimpin’. Sebagai kelanjutan itu, dengan UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960mengamanahkan untuk memberikan lahan pertanian kepada petani minimal 2 hektar.Lahan-lahan yang dibagikan merupakan aset perusahaan asing yang telahdinasionalisasi. (lihat dalam warta PPN Nopember/Desember 1960 dan Mubyarto (1994:97-101))8 Orang melayu menyebut perbukitan di pulan Siantan (Tarempa) dengan hutan tua,yang dimaksudkan sebagai lokasi yang tidak pernah dijamah oleh manusia. Kemudian,mereka mengenal para buruh perkebunan karet sebagai orang gunung, karena bagimereka hidup di atas gunung merupakan hal yang sangat tidak wajar. Hal ini sesuaidengan penjelasan mengenai “enclave” di dalam masyarakat perkebunan sebagaimanayang dijelaskan oleh Kartodirdjo dan Suryo (1991).

Page 60: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

49

dagang beserta ratusan orang lainnya. Mengenai motif kedatangannya ia

menjelaskan:

“Bapak ke sini tahun 55 itu naik kapal dagang, ratusan orang berangkat. kalaubapak ke sini itu taunya dari bapak saudara dia yang beri tahu. di sini memangkebanyakan orang rangkas, tapi beda kampung, beda kecamatan juga. waktusaya datang ke sini sudah banyak orang, dan itu kebanyakan juga dari Rangkas.tujuannya ya cari pajak (karet), waktu itu kan tanah ini milik toke Teng Sang,kalau di sini dulu, ya kita betoke dengan mereka. orang setelah dapat hasil yabalik lagi ke kampung, kami yang ada di sini itu yang tidak pulang kampung, tapiya karena takdir tuhan, kami masih di sini sampai sekarang”. (wawancaradengan Bapak Suryani tanggal 8 April 2013).

Betoke, ialah istilah masyarakat dalam berelasi dengan pemilik modal

yang kebanyakan merupakan orang Tiong Hua. Hubungan kerja antara buruh

dengan pemilik modal terjadi setiap minggu yang biasanya diadakan pada hari

pasar. Pada masa itu, hari pasar dilaksanakan pada hari Jumat, hal ini

merupakan upaya untuk menghormati para buruh yang ingin melaksanakan solat

Jumat di masjid Tarempa. Karena, jarak tempuh yang dilalui dari rumah-rumah

mereka untuk sampai ke Tarempa berkisar 2-5 jam perjalanan. Lamanya

perjalanan, disebabkan oleh karet yang dibawa oleh para buruh mencapai 70 kg.

Selain itu, tidak adanya akses jalan yang memadai, membuat mereka harus

menempuh perjalanan dengan berjalan kaki dengan medan yang berbukit-bukit.

Sebagai buruh perkebunan mereka tinggal dalam rumah yang sangat

terbatas.9 Selain itu, mereka pun tinggal dalam wilayah yang terpencar-pencar.

Jarak antar rumah terdekat biasanya berkisar 2-5 km. Hal ini dipahami karena

mereka tinggal dekat dengan kebun karet yang harus mereka kelola. Sehingga

aktifitas mereka pun terbatas hanya di rumah dan kebun, interaksi antar buruh

pun tidaklah intensif, kebanyakan mereka hanya saling jumpa di jalan atau saat

menjual hasil karet ke Tarempa. Masyarakat hidup sangat indivualistik, karena

mereka tidak menganggap tanah tersebut sebagai tempat menetap. Tarempa

hanya menjadi tempat mencari uang sementara yang hasilnya akan dibawa

pulang ke kampung halaman.

9 Malah pada tahun-tahun sebelumnya sempat ratusan orang itu hanya tinggal di tigarumah; gudang atas, gudang tengah, dan gudang bawah. Rumah tersebut selainberfungsi sebagai tempat tinggal juga merupakan gudang penyimpanan karet sebelumdibawa ke Tarempa. Sampai sekarang, nama gudang tengah masih dipakai untukmenyebut salah satu pemukiman di Desa Rintis. Hal ini sesuai dengan penjelasanKartodirdjo dan Suryo (1991) bahwa buruh perkebunan tinggal jauh dari desa, merekamengalami segregasi sosial dengan warga lokal. Hal ini dipahmi karena kepentinganpekerjaan mengharuskan mereka tinggal di areal perkebunan.

Page 61: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

50

Menurut Sutijatiningsih dan Winoto (1999) perkebunan karet di Kepulauan

Riau termasuk Anambas digerakan oleh perorangan atau keluarga. Hal ini juga

dikuatkan dengan ketiadaan perusahaan baik lokal maupun asing yang tercatat

dalam sejarah mendirikan perusahaannya. Biarpun begitu, perkebunan karet

menjadi penggerak utama ekonomi di Kepulan Riau pada saat itu. Namun dalam

mekanisme pemberian upah sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan bekerja

pada perusahaan.

Mekanisme pengupahan selain gaji harian sebagaimana dokumen pada

warta SARPUBRI ,yang telah dijelaskan sebelumnya, ternyata tidak terjadi di

Tarempa. Pengupahan di Tarempa menggunakan mekanisme perawah.

Perawah ialah bagi hasil antara buruh dengan pemilik lahan, yang mana hasil

yang mereka peroleh dibagi dua untuk buruh dan pemilik lahan. Dengan

demikian, banyak atau sedikitnya hasil karet yang mereka peroleh akan

berdampak langsung tarhadap pendapatan mereka. Banyak masyarakat yang

menjelaskan bahwa jika mereka bekerja satu hari, pendapatan yang diperoleh

dapat digunakan untuk hidup satu minggu. Sehingga untuk kebutuhan satu bulan

dapat mereka penuhi dengan bekerja empat hari saja. Oleh karenanya, tingkat

upah yang mereka miliki pun beragam. Bagi para buruh yang giat mereka akan

dapat memiliki banyak uang dan begitupun sebaliknya.

Momentum inilah saat keemasan bagi para buruh perkebunan karet di

Rintis. Upah yang besar dengan gaji dolar membuat banyak buruh menjadi

makmur. Karena mereka tidak ingin menetap di Tarempa, kebanyakan buruh

menyimpan uang mereka dengan membeli emas. Emas-emas tersebut mereka

bawa saat pulang kampung, yang mana pada saat itu kondisi para petani masih

dalam situasi yang sulit. Kondisi inilah yang menjadi faktor pemicu utama

banyaknya warga Rangkasbitung ingin mengadu nasib di Anambas.

Telah dijelaskan sebelumnya, gelombang terakhir buruh perkebunan

datang pada tahun 1955. Hal ini bukan tanpa alasan, alasan utama ialah karena

berangsur-angsur harga karet di pasar internasional menurun.10 Hal ini

disebabkan produksi otomotif khususnya ban sudah sangat tinggi, sedangkan

permintaan cendrung menurun. kemudian juga, mulai digagas karet sintetis

(buatan) yang menjadi komoditas saingan dari karet alam yang diproduksi di

10 Ada banyak faktor yang mempengaruhi terunnya harga karet, selain dipengaruhi olehkondisi keamanan dan politik global juga ada bebebera perilaku pengusaha hulu dan hiliryang berspekulasi untuk kepentingan pribadi. Lebih jelas dapat dilihat pada Warta PPNedisi Nopember/Desember Tahun 1960 hal 28-30.

Page 62: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

51

Indonesia. Selain itu, pengaruh politik global juga berpengaruh secara

singnifikan.

Peristiwa yang dikenang baik oleh masyarakat ialah saat konfrontasi

Indonesia dengan Malaysia. Menurut mereka, Pemerintah Orde Lama tidak lagi

memberi izin bagi pengusaha-pengusaha asing khususnya Malaysia dan

Singapura untuk berbisnis di wilayah Indonesia. Kepulauan Anambas yang pada

konteks itu telah dihidupkan oleh pengusaha-pengusaha asal Singapura

terpaksa dihentikan. Wan Teng San, yang merupakan pemodal besar untuk

perkebunan karet di Tarempa memilih untuk tinggal di Singapura dan

menghentikan bisnisnya itu.

Dampak lainya ialah penggantian mata uang dari dolar digantikan dengan

mata uang KR (Kepulauan Riau). Ekonomi surut, tidak ada gairah untuk

menghidupkan gerak warga yang biasanya disokong oleh modal dari Singapura.

Bahkan menurut pengakuan warga, peralihan dari dolar Singapura menjadi mata

uang KR merupakan masa yang paling sulit. Warga Anambas yang biasanya

hidup cukup mewah dengan uang dolar dan juga barang-barang dari Singapura,

kini harus menderita karena kekurangan uang dan juga hilangnya kebutuhan

hidup sehari-hari.

Dalam situasi sulit seperti ini, sebagian besar buruh karet ini memilih

untuk pulang kampung, baik di Jawa, Bangka, maupun ke Rangkasbitung. Bagi

sebagian yang lain, pulang kampung menjadi hal yang mahal karena uang

mereka tidak mencukupi. Sehinga mereka tidak ada pilihan lain selain bertahan.

Hari-hari yang sulit mereka jalani dengan makanan seadanya. Bahkan krisis

pangan sempat melanda dalam waktu yang cukup lama.11 Untuk memenuhi

kebutuhan pangan, beras bulgur12 menjadi makanan yang akrab bagi mereka

karena ketiadaan uang dan juga stok bahan pokok.

11Secara nasional pada tahun awal dekade 1960-an, Indonesia mengalami krisis pangankhususnya beras. Hal ini disebabkan oleh rendahnya produksi beras nasional. Kondisi iniberdampak terhadap peningkatan harga beras yang sangat tinggi. Dalam upayamengatasi permasalahan itu, Pemerintah Orde Lama memberlakukan impor beras besar-besaran dan juga upaya pemanfaatan jagung sebagai bahan pokok (lihat Mears danMoeljono, dalam Booth dan McCalwey, 1986).12Butiran bulgur berukuran sama dengan beras. Namun bentuknya pendek danmembulat. Salah satu sisi butiran bulgur agak rata serta beralur memanjang. Kulit bijiyang berwarna merah kecokelatan, masih melekat pada butiran bulgur, hingga ketikadisantap terasa kasar di mulut. Memasak bulgur harus terlebih dahulu direndam air,hingga menjadi lunak dan mengembang. Kemudian bahan pangan ini bisa dimasakdengan ditanak (dikukus) atau diliwet seperti halnya beras. Baik sendirian (hanya bulgur),atau sebagai campuran beras, campuran jagung, maupun singkong (sumber:http://foragri.blogsome.com/bulgur-yang-kaya-nutrisi/)

Page 63: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

52

Bagi mereka yang memilih bertahan mereka hidup dalam keterbatasan.

Walaupun harga karet kini sudah tidak lagi menjanjikan mereka tetap lakoni

untuk bertahan hidup. Dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan keluarga,

hampir semua buruh karet kini juga menanam sayur-mayur dan palawija. Selain

untuk konsumsi pribadi, sebagian besar hasil pertanian mereka dijual di pasar

Tarempa. Pada tahun-tahun berikutnya, para buruh karet kini lebih dikenal

sebagai petani sayur mayur.

Sempat PPN menguasai areal tanah tersebut dengan untuk dijadikan

perkebunan baru. Namun, singkat cerita PPN pun akhirnya tidak lagi beroperasi

diwilayah tersebut. Hal ini, membuat beberapa orang mulai mempertanyakan

status tanah yang mereka telah huni puluhan tahun tersebut.Lewat salah

seorang tokoh masyarakat yang juga merupakan pengelola PNN, tanah tersebut

dibagikan kepada para masyarakat. Mekanisme tersebut dilakukan dengan cara

merata.Satu keluarga diberikan 2 hektar kebun karetuntuk dikelola. Kemudian,

bagi warga yang dapat mengelola lebih, maka tanah pun akan diberikan sesuai

dengan kesepakatan. Namun, jika kelebihan lahan tersebut tidak dioptimalkan,

maka tokoh tersebutberhak mengambil tanah tersebut untuk diberikan kepada

warga lain yang mampu mengelolanya. Hasil dari pengelolaan karet tersebut

disetorkan kepada pengusaha baru yang memberkikan suntikan modal. Atas

dasar perjanjian itulah, kini setiap perantau dari ketiga etnis yang ada yang

sudah beranak-pinak akhirnya mendapatkan kepemilikan atas tanah yang

mereka tempati.13

Tidak adanya komoditas utama yang bernilai tinggi membawa mereka

kepada situasi yang dilematis. Sehingga banyak generasi kedua dari para rantau

yang memutuskan untuk meninggalkan pulau Siantan untu kembali ke asal

mereka atau mengadu nasib di wilayah lain yang lebih menjanjikan seperti;

Jakarta, Tanjung Pinang, dan juga Batam. Dalam upaya mendapatkan modal

untuk hijrah, mereka banyak menjual kayu-kayu (termasuk rumah mereka) dan

juga binatang ternak. Tanah-tanah mereka tinggalkan begitu saja, dengan

asumsi tahah mereka tidak akan laku.

13Sampai saat ini masih banyak permasalahan muncul terkait tanah, hal ini diakibatkanketidakjelasan sandaran hukum atas kepemilikan tanah tersebut. Bahkan ada beberapaoknum yang membuka lahan baru di wilayah yang belum dikelola untuk dimiliki secarapribadi. Selain itu, ada juga surat grant yang diterbitkan oleh pemerintah kolonial yangmasih dapat dijadikan sebagai surat tanah (lihat lampiran 1). Namun, selama ini belumada kasus sengeta lahan antar masyarakat.

Page 64: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

53

Gelombang eksodus kedua dari para penghuni lahan perkebunan karet

terjadi pada pertengahan 1980-an. Adanya perkebunan karet baru di Tanjung

Pinang yang dikelola oleh perusahaan membutuhkan tenaga kerja. Hampir dari

setengah masyarakat Rintis pergi ke Tanjung Pinang dan menempati daerah

baru di sana yang bernama kampung Cikole. Walaupun masih tetap berprofesi

sebagai buruh perkebunan karet, kini mereka mendapatkan gaji harian, bukan

menjual langsung ke pasar sebagaimana yang biasa mereka lakukan. Hal ini

dianggap lebih menguntungkan, karena harga karet yang cenderung rendah dan

tak tentu membuat mereka memilih sebagai buruh upahan ditempat yang baru.

D. Segregasi Etnisitas ditengah PluratitasKondisi keberagaman di Anambas bukanlah merupakan hal yang baru.

Sejak perdagangan internasional abad ke 5, Anambas diduga sudah menjadi

lokasi berkumpulnya berbagai etnis, bahkan berbagai bangsa. Hal ini dipahami

karena perdagangan dari dan ke China harus melalui perairan Anambas. Namun

karena kondisi geografisnya yang berada ditengah-tengah laut Cina Selatan,

lokasi ini konon dijadikan tempat bermukimnya para lanun untuk merompak kapal

dagang yang ramai hilir mudik di sekitar wilayah Anambas.

Kesenian rakyat di wilayah kepulauan Anambas pun mencerminkan

keragaman yang luar biasa. Di pulau Jemaja, yang berada di bagian barat

terdapat kesenian drama yang bernama bendu.14 Bendu merupakan pertunjukan

drama yang memiliki alur cerita yang cukup panjang bahkan bisa mencapai dua

minggu lamanya. Pertunjukan ini menggunakan atribut yang mirip dengan etnis

Tiong Hua. Selama pertunjukan berlangsung, ada beberapa pemain yang tidak

sadarkan diri karena kemasukan oleh makhluk halus. Memang daya tarik bendu

ialah bagaiman para pemain yang kerasukan dapat memainkan peran yang

cukup aneh. Pertunjukan ini sampai tahun 1980-an cukup popular dan sering

dipertunjukan di Tarempa.

Mistisme, menjadi keangkeran lain dari Anambas yang tak kalah

menakutkan dari cerita lanun. Suku laut, yang dianggap sebagai orang asli

Anambas dan tinggal di laut, sampai sekarang diakui masih memiliki ilmu tenung.

Tenung ialah semacam ilmu santet yang mampu membuat orang lain celaka

meskipun dari jarak yang jauh dengan bantuan makhluk halus. Salah satu warga

desa Rintis yang sudah berusia lanjut mengaku pernah kena tenung dari orang

14 Wawancara dengan Eddy Jaafar tanggal 1 April 2013.

Page 65: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

54

Suku Laut pada tahun 2011 sampai 2012. Ia mengalami sakit pada seluruh

anggota badannya, dan hampir selam satu bulan harus tidur di ayunan kain

untuk mengurangi rasa sakitnya itu.

Dengan demikian, mistisme tidak hanya dianggap sebagai cerita masa

lampau namun eksistensinya masih ada sampai sekarang. Cerita lain tentang

mistisme yang cukup populer dari di kalangan masyarakat Anambas ialah

hilangnya ibu Bupati Anambas dalam sebuah kecelakaan laut pada tahun 2010.15

Kejadian naas itu terjadi dalam sebuah kapal angkatan laut yang berisi

rombongan anggota PKK kabupaten yang ingin mengunjungi Pulau Jemaja.

Seketika kapal tersebut terbakar dan menelan banyak korban jiwa, bahkan dua

angkatan laut ikut meninggal dunia dalam kejadian ini. Semua korban jiwa dapat

ditemukan namun Ibu Bupati sampai saat ini jenazahnya belum bisa ditemukan.

Hal ini memunculkan spekulasi di masyarakat bahwa beliau diajak oleh makhluk

halus untuk tinggal di dunia bawah laut.

Para kuli perkebunan karet di wilayah perbukitan Pulau Siantan pun tidak

tenggelam dalam cerita itu. Eksistensi mereka sebagai komunitas yang disegani

bahkan menakutkan mendapat tempat juga dalam ingatan masyarakat Anambas.

Bahkan, selain dianggap memiliki kekuatan mistis dan magis, khususnya orang

Banten juga dianggap memiliki kesaktian yang luar biasa dalam hal silat. Masih

kuat dalam ingatan orang Melayu dan Tiong Hua yang tinggal di Tarempa,

bahwa mereka mengenakan pakaian hitam-hitam, celana pendek, sarung yang

diletakan melingkar di bahu dan golok di pinggang. Sehingga mereka dikenal

dengan sebutan Orang Bantan.

Di Rintis, Islam memang menjadi agama formal. Setiap Jumat selain

mereka menyetorkan hasil perkebunan ke Tarempa juga dimanfaatkan oleh

sebagain masyarakat untuk melaksanakan sholat Jumat. Kini pun di Rintis telah

berdiri dua masjid yang dapat digunakan untuk sholat Jumat. Walaupun begitu,

Islam yang mereka peluk ialah Islam yang terintegrasi dengan nilai tradisi dan

budaya. Beberapa ritual keislaman yang populer pada saat itu dan masih ada

sampai saat ini ialah puji-pujian kepada Nabi Muhammad yang disebut dengan

marhaban16. Pengajian untuk membaca kitab suci Al-Quran pada saat itu pun

cukup terbatas. Bagi para anak-anak yang ingin mengaji harus mengunjungi

15 Kronologi mengenai kejadiaan ini dapat dilihat dihttp://www.haluankepri.com/anambas/145-istri-bupati-anambas-belum-ditemukan-4-kri-cari-korban.html diakes pada 15 April 2013.16 penjelasan lebih lanjut akan dipaparkan pada bab IV.

Page 66: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

55

kediaman sang guru yang rumahnya cukup jauh. Orang yang dianggap paham

agama tidak banyak, bahkan Pak Mahrudin sebagai tokoh agama di Desa Rintis

mengaku perlu belajar mengaji di Tarempa untuk meningkatkan keilmuannya.

Masyarakat Rintis sampai saat ini masih lekat dengan mistisme.

Almarhum Pak Sukmai yang juga orang tua kepala desa saat ini, merupakan

tokoh yang menjadi panutan. Hal ini dikarenakan ia dianggap sebagai orang

yang memiliki keistimewaan spritual. Selain memiliki ilmu pencak silat yang

mumpuni, ia juga sering didatangi masyarakat untuk meminta petuah.Selain itu,

ia pun dapat mengobati orang yang sakit dengan cara tradisional tentunya.

Hingga kini praktik pengobatan dengan cara urut (pijat) bahkan sampai dengan

praktik yang menggunakan media gaib masih dapat dijumpai di Desa Rintis.

Pada masa awal kemerdekaan, Orang Bantan memiliki reputasi yang

sangat buruk. Hal ini disebabkan oleh peristiwa “Bom Jepang” sekitar tahun

1940-an, yaitu peristiwa pengeboman pesawat Jepang ke Pulau Siantan. dalam

persitiwa itu, banyak sekali korban jiwa dari penduduk Tarempa dan juga

perbukitan di Rintis. Selain itu, peristiwa ini juga menyebabkan hancurnya

ekonomi masyarakat. Ekonomi terhenti, stok makanan menipis dan semua

masyarakat hidup dalam kehidupan yang sangat sulit untuk bertahan hidup.

Dalam kondisi ini dikenalah sebuah peristiwa yang disebut “orang Bantan

mengamuk”. Mengamuk di sini, bukan karena kemarahan atas kelompok etnis

yang lain, namun karena kekurangan bahan makanan dan sulitnya kondisi hidup

mereka memilih merampok warga lainnya. Menjelaskan hal ini bapak Darjo

mengatakan:

“mereka (orang Bantan) itukan tidak mempan dimakan senjata, lalu salah seditiksaja asal bacok. ya kita kalau ada masalah dengan mereka harus hati-hati.mereka itukan kemana-mana bawa golok besar yang pakai sarung itu. merekajuga pernah ngamuk. ya karena untuk cari makan sulit, mereka merompak kerumah-rumah warga. kalau ada lembu, lembu orang diaku milik dia, kalaumelawan ya dibunuh, korbannya banyak. kita juga orang jawa pernah diajak tapitidak ikut, kita walau makan daun ubi tidak apa-apa dari pada ambil hak orang.Setelah kejadian itu, ada tujuh orang yang ditembak oleh Belanda karena seringmerampok seperti itu”. (wawancara dengan Bapak Darjo tanggal 2 April 2013).

Cerita ini secara umum diketahui oleh masyarakat Tarempa dan

sekitarnya. Mereka mendengar cerita ini dari para orang tua yang mengalami

peristiwa tersebut. Persitiwa orang Bantan ngamuk ini bukan hanya terjadi dalam

waktu yang singkat, tetapi dalam waktu yang lumayan lama dan wilayah yang

luap pula. Salah satu pejabat di Dinas Pariwisata yang tinggal di pulau di sektiar

Page 67: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

56

Tarempa bahkan menjelaskan jika musim panen tiba mereka selalu berjaga-jaga

untuk mewaspadai datangnya orang Bantan yang hendak meramok hasil panen

mereka.17 Namun, dari sekian banyak orang Banten yang diwawancarai tidak

ada yang menceritakan cerita ini, bahkan hanya mengaggap sebagai isu saja.

Hal ini dipahami karena memang, persitiwa ini merupakan aib bagi mereka, dan

sebisa mungkin ingin menghilangkan citra orang Banten yang buruk tersebut.

Dengan demikian, dalam hal keangkeran orang Bantan pun memiliki reputasi

yang kuat, mereka ternyata cukup disegani dan ditakuti oleh para penghuni

pulau-pulau angker di Anambas.

Gambar. 2“Tim Voetbal Vereeniging”Juara Tahun 1924 di Tarempa

Sumber: (Pandji Poestaka, Tahun II, No. 21, 22 Mei 1924 hal 400).

Seiring waktu berjalan, reputasi itu pun tetap melekat namun kini melalui

peristiwa yang lain. Sepak bola merupakan salah satu olah raga sekaligus

hiburan bagi masyarakat Anambas yang tinggal tersebar di pulau-pulau. Bahkan

diketahui dari sebuah foto tahun 1924 (gambar 2) di Tarempa sudah terdapat

lapangan sepak bola dan juga pertandingan sepak bola sudah menjadi tontonan

yang sangat populer. Pertandingan yang digelarpun cukup prestisus, bahakan

pada tahun itu mereka sudah menggunakan perlengkapan sepakbola yang

17 Wawancara dengan Pak Marzuki tanggal 5 April 2013.

Page 68: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

57

lengkap. Sampai saat ini pertandingan sepak bola masih sering dilaksanakan di

berbagai tempat di Anambas, khususnya Tarempa.

Benteng, merupakan nama tim sepak bola kebanggaan asal desa Rintis

yang eksis sekitar tahun 1970-an. Nama dari tim ini identik dengan nama Banten

sebagai identitas kultural mereka. Mereka sering mengangkat trofi dalam

kejuaraan sepak bola di Tarempa. Namun selain karena prestasinya dalam

pertandingan, tim ini juga dikenal dengan pendukungnya yang fanatik. Dalam

setiap pertandingan, diceritakan aparat selalu berjaga di pinggir lapangan jika tim

ini bertanding. Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban, karena

sering kali pertandingan berlangsung.

Kebanggaan sebagai tim sepak bola juara, diinternalisasi oleh

masyarakat Rintis dengan membuat lapangan sepak bola di wilayah

perkampungan mereka. Lapangan sepak bola ini selalu digunakan setiap hari

minggu pagi. Walau hanya merupakan pertandingan biasa, namun masyarakat

secara semarak menonton pertandingan tersebut secara serius. Aktifitas Minggu

pagi yang selalu dibuat pertandingan sepak bola, menjadi ajang latihan sekaligus

rekrutmen anggota baru. Sehingga tradisi juara dapat bertahan cukup lama.

Dalam kehidupan sosial, orang Bantan sangat kompak. Identitas

kebantenan menjadi pemersatu mereka secara kultural. Sampai saat ini,

beberapa ritual yang berasal dari Banten masih dapat ditemu dalam setiap

kesempatan. Misalnya, pembacaan marhabaan18, yang merupakan bagian dari

teks klasik karangan Syeh Barzanji masih sering dipakai dalam setiap kenduri.

Kemudian juga pertunjukan silat juga masih dilakukan dalam prosesi pernikahan

jika salah satu pengantin ialah bagian dari orang Bantan. Bahkan sempat juga

ada perguruan silat yang dibentuk di Desa Rintis pada tahun 1980-an dan kini

sedang coba digalakan kembali lewat Paguyuban Pasundan. Paguyuban

Pasundan ialah salah satu perkumpulan yang dibentuk tahun 2011 di Desa Rintis

yang mencoba menghidupkan kembali semangat kesundaan bagi orang-orang

18 Teks marhaban berisi mengenai pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. Dalampembacaan marhabaan menurut kepercayaan masyarakat Rintis dan muslim padaumumnya di Indonesia ialah menyambut kedatangan ruh Nabi Muhammad. Sehinggadalam pembacaan ini semua peserta berdiri untuk menghormati hadirnya NabiMuhammad ditengah-tengah mereka. Menurut Bruinessen (1999) ekspresi membacakanpujian kepada Allah dan Nabi Muhammad dengan gerakan-gerakan tertentu yangkadang dibarengi dengan pengalaman aksetis ialah ciri khas tarekat yang berkembang diBanten sejak lama yang diidentifikasi terpengaruh oleh tarekat Qadiriah. Teks yangdikenal dengan “Al-Barzanji” ini ialah buku maulid yang paling dikenal di wilayahIndonesia dengan judul asli yaitu “Al-‘Iqd Al-Jawahir”.

Page 69: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

58

sunda di Desa Rintis dan di Kabupaten Anambas pada umumnya. Penjelasan

lebih lanjut mengenai Paguyuban Pasundan akan dibahas dalam bab IV.

Selain itu yang utama ialah penggunaan bahasa Sunda-Rangkas yang

masih digunakan sebagai bahasa pengantar mereka dalam kehidupan sosial,

baik oleh generasi muda maupun tua. Hal ini membuktikan bahwa interaksi

mereka dengan kelompok orang Melayu Tarempa sangat terbatas, karena

bahasa tersebut tidak begitu popular dikalangan mereka. Interaksi antar orang

Bantan dengan orang Tarempa hanya terbatas pada hubungan karet. Pada saat

itu mereka harus membawa karet ke Tarempa untuk dijual dan mendapatkan

hasil perwahan dari toke mereka. Selain itu kesempatan di Tarempa juga mereka

habiskan untuk membeli kebutuhan rumah tangga. Aktifitas mereka biasanya

hanya pada hari pasaran yang terjadi setiap minggu sekali, kemudian

berkembang menjadi seminggu dua kali.

Relasi antara Orang Tiong Hua dan Orang Bantan pada masa awal

kedatangan mereka memang ialah hubungan antara buruh dan majikan. Namun,

setelah mereka mendapatkan hak atas tanah hubungan mereka menjadi antara

penjual dan pembeli. Relasi antara buruh dan majikan tetap ada sampai

sekarang bagi mereka yang mengelola tanah orang Tiong Hua tetapi relasi ini

sudah tidak begitu dominan lagi. Meskipun begitu, mengenai harga jual dan

harga beli mereka tidak memiliki kekuasaan untuk melakukan negosiasi.

Dalam aktifitas mereka di Tarempa, ada kedai kopi khusus yang menjadi

lokasi berkumpulnya mereka. Kedai kopi merupakan ruang publik yang khas ada

di komunitas Melayu yang menjual minuman dan makanan kecil. Di Tarempa,

Kedai kopi dimiliki oleh pengusaha orang Tiong Hua. Kedai kopi bagi orang

Melayu tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mereka, selain untuk menyantap

minuman dan hidangan yang penting ialah untuk saling bertukar informasi. Kedai

kopi deilengkapi dengan meja dan kursi yang nyaman untuk berdiam dalam

waktu yang lama. Menariknya, selama berpuluh-puluh tahun kedai kopi ini

menjadi lokasi berkumpulnya orang dengan etnis yang sama. Mislanya, orang

Bantan sampai sekarang masih berkumpul di kedai kopi yang khusus yang

terletak di bagian belakang pasar Inpres Tarempa. Orang Tiangau, dan orang

dari kepulauan di sekitar Tarempa pun memiliki tempat berkumpul di kedai kopi

yang berbeda-beda. Kelekatan antara kelompok yang berkumpul di warung kopi

erat kaitannya dengan komoditas yang biasa mereka jual. Orang Bantan

misalnya, karena menjual karet dan sayuran, tentunya memilih Kedai kopi yang

Page 70: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

59

dekat dengan warung yang membeli komoditas mereka. Kedai kopi yang menjadi

tempat berkumpulnya Orang Bantan ialah milik Orang Tiong Hua yang bernama

Ieu. Ieu meneruskan usaha kedai kopi dari orang tuanya, dan tidak diketahui

secara pasti sejak kapan usaha tersebut pertama kali dibuka.

Kelekatan dengan kedai kopi pun terjadi dalam berbagai kesempatan jika

orang Bantan ke Tarempa. Jika ada pawai budaya, pertandingan sepak bola,

dan lain-lain tempat berkumpul mereka tetap di kedai kopi yang sama. Sehingga

walaupun Tarempa menjadi lokasi bertemunya banyak warga dari berbagai etnis

yang ada, mereka tetap memiliki sekat kultural yang menyebabkan interaksi

antar mereka tidak begitu berjalan lancar. Hal inilah yang menyebabkan kultur

Banten tetap melekat dengan warga Rintis sampai saat ini.

Dalam sebuah pendataan oleh desa, sebagian besar warga masih

mengidentifikasi dirinya sebagai Orang Sunda (Banten). Padahal diketahui

sebagian besar mereka kelahiran Tarempa dan tidak pernah terkait langsung

dengan kampung halaman mereka di Rangkasbitung. Menjadi Orang Sunda

ialah pilihan yang dianggap tepat karena kelekatan kultural mereka sangat dekat,

walaupun diantara mereka juga ada yang merupakan orang berasal dari

keluarga campuran misalnya Banten dengan Jawa atau Banten dengan Melayu-

Bangka. Di bawah ini merupakan tabel 4 yang menggambarkan komposisi

penduduk berdasarkan etnis.

Tabel 4Penduduk Desa Rintis Berdasarkan Etnis

Etnis Laki-laki perempuan Total

Melayu 97 95 192

Minang 32 16 48

Jawa 63 49 112

Bugis 6 2 8

Dayak/Banjar 7 7

Sunda 249 261 510

Total 877 jiwa

Sumber : Profil Desa Rintis 2012

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penguhi Desa Rintis di perbukitan

Pulau Siantan bukan hanya orang Banten, namun juga ada beberapa etnis lain

yang telah mendiami lokasi tersebut dalam waktu yang cukup lama yaitu orang

Jawa dan Orang Melayu Bangka. Namun berdasarkan data dari tabel 4,

diketahui jumlah Orang Sunda-Banten berkisar 58 persen dari keseluruhan

Page 71: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

60

penduduk, disusul oleh orang Melayu-Bangka, dan Jawa. Belum lagi jika

dibantingkan tahun-tahun sebelumnya, sebelum beberapa warga memilih untuk

eksodus ke kampung halaman ataupun yang pindah ke Kampung Cikole di

Tanjung Pinang, tentunya jumah mereka lebih besar dibandingkan kondisi

sekarang.

Dominasi Orang Banten bukan hanya jumlah mereka yang lebih besar,

namun juga beberapa peran mereka dalam sistem perkebunan dulu. Diketahui

bahwa orang yang berjasa dalam membagikan tanah kepada para buruh karet

ialah orang Bantan. Dengan demikian dominasi mereka menjadi cukupnyata,

baik dari segi kultural dan politik. Dalam aspek kultural misalnya, sebagian besar

orang Jawa dan Melayu Bangka mereka dapat berbahasa Sunda dengan fasih

malah eksistenis bahasa lokal mereka mulai tergerus dengan bahasa Melayu-

Tarempa dan juga bahasa Sunda. Pada aspek politik, sebagian besar ketua RT,

RW dan Desa merupakan orang Banten. Dalam pemilihan kepala desa misalnya

yang baru saja dilakukan pada akhir tahun 2012, bapak Sutisna yang merupakan

keturunan langsung dari mandor karet yang cukup berpengaruh, menang mutlak

dalam pemilihan tersebut.

Konfigurasi ekonomi dan besaran jumlah penduduk pada masa itu membuat

dominasi kultural Orang Banten terhadap eksistensi kultural lainnya. Sehingga

wajar dalam berbagai aspek, dominasi mereka tetap terlihat nyata walaupun

kondisi politik adminsitratif sudah berubah. Namun kondisi terakhir, ikatan

etnisitas mereka mulai meluntur akibat massifnya stuktur negara masuk ke dalam

Desa Rintis. Stuktur sosial masyarakat di Desa Rintis yang masih senderhana

dihadapkan pada stuktur negara yang rumit dan kompleks

E. Perubahan Orientasi Masyarakat dari Pasar ke NegaraBabak baru dimulai ketika era reformasi.Setralisasi kekuasaan pada era

orde baru kini berganti dengan desentralisasi. Hilangnya kekuatan pusat

direspon dengan cepat oleh para elit-elit di daerah untuk berkuasa di wlilayah

sendiri. Kondisi ini memicu semakin banyak pemekaran di tingkat Provinsi dan

kabupaten/kota. Hal ini dipahami karena regulasi yang ada menghendaki adanya

perimbangan anggaran antara pusat dan daerah. Lambat laun perubahan pola

kekuasaan juga berdampak langsung kepada masyarakat, termasuk masyarakat

Rintis yang berada di perbatasan negeri.

Page 72: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

61

Kepulauan Anambas dalam situasi ini mengalami pergantian sruktur

pemerintahan daerah. Kepulauan Anambas yang awalnya tergabung dalam

Provinsi Riau, tercatat sejak tahun 2001 beralih menjadi bagian dari Provinsi

Kepulauan Riau. Kepulauan Riau (Kepri) merupakan provinsi baru yang

kelahirannya berbarengan dengan Papua Barat, Bangka-Belitung, Gorontalo,

dan kemudian disusul oleh Banten. Dalam lingkup propinsi Kepri, dibentuklah

suatu kabupaten baru yaitu yaitu Natuna yang di dalamnya termasuk kepulauan

Anambas. Natuna sebagai kabupaten baru dikenal cukup kaya raya, hal ini

disebabkan banyaknya blok-blok di wilayah ini yang memiliki kandungan minyak

bumi yang cukup melimpah. Bahkan, perusahaan Conoco-Philps ternyata sudah

mengeksplorasi minyak di blok ini sejak tahun 1970-an saat UU PMA disahkan

oleh Orde Baru. Perlu diketahui, ternyata blok yang kaya minyak itu terdapat di

kepulauan Anambas, tepatnya di pulau Pal Matak. Bahkan kini sudah terdapat

konsorsium perusaahaan minyak yang terdiri dari Conoco-philips, Premier Oil,

Star Energy, dan Pan Pasific Oil.

Kabupaten Natuna yang beribukota di Ranai, mendadak bebenah dengan

cepat. Pembagian hasil antara pusat dan daerah yang telah dikoreksi semenjak

reformasi menyebabkan kabupaten ini memiliki pendapatan daerah yang cukup

tinggi. Kabupaten Natuna untuk APBD tahun 2006 tercatat sebesar 1,7 trilyun,

angka yang cukup besar untuk sebuah kabupaten di Indonesia.19 Namun, sangat

disayangkan ternyata APBD yang besar itu tidak dikelola dengan baik, malah

menjadi ladang bagi koruptor lokal. Hal ini tercermin dengan dua mantan bupati

Natuna secara pasti didepan hukum telah terbukti melakukan tindak pidana

korupsi saat masih menjabat.20

Merespon kasus-kasus korupsi tersebut dan juga ketidakadilan

pembagian APBD untuk kepulauan sekitar pengoran minyak lepas pantai

menginisiasi untuk memperjuangkan pemekaran. Tentunya ide pemekaran

tersebut tidak sera merta hadir, namun direncanakan oleh beberapa elit warga

yang menamakan dirinya badan persiapan pemekaran kabupaten kepulauan

Anambas (BP2KK Anambas). Salah satu pemrakarsa pemekaran kabupaten

Anambas menjelaskan latarbelakang usulan pemekaran dengan pernyataan

dibawah ini:

19http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=1429&l=dari-rp-17-triliun-apbd-natuna-2006-anambas-hanya-dapat-rp-1-milliar di akses pada 1 Juni 201220http://news.detik.com/read/2010/02/15/195458/1300166/10/bupati-dan-mantan-bupati-natuna-dituntut-5-dan-4-tahun-penjara di akses pada 1 Juni 2012.

Page 73: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

62

“Pemekaran ini kami tuntut karena selama ini pembagian pembangunan tidakpernah merata. Pemerintahan Kabupaten Natuna saat ini sarat dengan KKN,serta korupsi, dan dari Rp 1,7 triliun APBD 2006 lalu, hanya Rp 1 miliar lebihpembangunan yang sampai ke Anambas selebihnya di daerah kabupaten indukdan dikorupsi semua." 21

Perjuangan memekarkan Kab Kep Anambas dari Kabupaten Natuna pun

berhasil pada tahun 2008 dengan dasar hukum UU No. 30 tahun 2008 tentang

pembentukan kabupaten kepulauan Anambas di Kepulauan Riau.Kabupaten

Kepulauan Anambas terdiri dari banyak pulau dengan tiga pulau utama, yaitu

Pulau Siantan, Pulau Matak, dan Pulau Letung dengan jumlah penduduk 37.411.

Awalanya wilayah kabupaten kepulauan Anambas hanya berjumlah dua

kecamatan yaitu Siantan dan Jemaja, kini pasca pemekaran sesuai dengan UU

pembentukan berjumlah tujuh kecamatan yaitu kecamatan, Pal Matak, Siantan,

Siantan Timur,Siantan Selatan, Siantan Tengah, Jemaja, dan Jemaja Timur.

Dalam proses perjuangan pembentukan kabupaten baru, terdapat dua

warga desa Rintis yang terlibat dalam proses itu, yaitu Pak Suparjo dan Pak

Amsyir. Menurut Pak Amsir, mereka berdua terlibat dalam diskusi panjang di

Tanjung Pinang untuk meloloskan terbentuknya kabupaten Kepulauan Anambas.

Walaupun mereka pada saat itu hanya petani dan berpendidikan rendah.

Keterlibatan mereka membuktikan bahwa mereka juga mengakui dan diakui

sebagai bagian dari masyarakat Anambas, biarpun memiliki latar belakang etnis

dan historis yang berbeda.

Bagi kabupaten baru dengan jumlah penduduk yang relatif sangat sedikit,

permasalahan baru muncul. Dalam masa transisi untuk membentuk sebuah

pemerintahan daerah yang mapan, membutuhkan rekrutmen atas pos-pos

pemerintahan yang kosong. Pos-pos yang kosong tidak hanya terjadi pada

tingkat kabupaten saja, namun juga berimbas pada tingkat kecamatan dan desa.

Kesejahteraan aparatur pemerintah daerah pun semakin tinggi, karena dengan

APBD 1,2 trilyun kabupaten ini mampu memberikan inisentif yang cukup besar

bagi para perangkat mereka termasuk kepala desa dan juga bagi ketua RT-RW.

Menurut salah seorang warga Desa Rintis, besaran honor RT, RW, dan aparatur

desa jumlahnya secara berurut sebesar 600 ribu, 800 ribu, dan1,2 juta

perbulannya. Selain itu, dana pengelolaan desa setiap tahunnya juga dalam

kisaran sangat tinggi yaitu sebesar 2 miliar pertahunnya.

21http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=1429&l=dari-rp-17-triliun-apbd-natuna-2006-anambas-hanya-dapat-rp-1-milliar diakses pada 1 Juni 2012.

Page 74: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

63

Gambar 3.Kota Tarempa Dilhat dari Perbukitan Rintis

Sumber: Dokumentasi pribadi

Dengan adanya APBD yang besar, pembangunan fisik dan pelayanan

publik mulai digalakan di kabupaten kaya ini. Proyek pembangunan jalan,

jembatan, sekolah, rumah sakit, dan juga perkantoran dinas kabupaten mulai

dibangun. Dalam waktu dekat, sudah dirancang mega proyek seperti, bandara

sipil baru dan jembatan yang menghubungkan antar pulau. Dengan situasi

seperti ini, masyarakat Rintis yang ada di perbukitan Pulau Siantan mendapatkan

keuntungan yang sangat berarti. Jalan yang biasa menghubungkan mereka

dengan Tarempa, diubah dari jalan setapak menjadi jalan beraspal. Akibat

minimnya lahan datar di wilayah Pulau Siantan yang menjadi lokasi ibukota

kabupaten, akhirnya pembangunan fasilitas publik pun diarahkan ke perbukitan,

yang tak lain ialah wilayah Desa Rintis.

Selain mulai dibangunnya infrastruktur, dalam hal pelayanan publik pun

menjadi prioritas Pemkab Anambas. Selain menggratiskan sekolah dari SD

sampai SMA. Pemkab juga memberikan tunjangan transportasi bagi para

siswanya, baik berupa uang atau penyediaan kapal motor. Bagi para siswa yang

ingin melanjutkan kuliahnya, Pemkab pun menyediakan banyak beasiswa,

bahkan sampai keluar negeri. Menurut pengakuan beberapa warga, ada

beberapa mahasiswa yang saat ini menempuh pendidikan tinggi di Malaysia dan

Jerman atas beasiswa dari Pemkab. Kemudian, masalah kesehatan juga tidak

ketinggalan, rumah sakit didirikan di tiga tempat, pembiayaan kesehatan pun

digratiskan. Dalam beberapa kasus kesehatan yang tidak bisa ditangani oleh

Page 75: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

64

rumah sakit kabupaten, Pemkab pun memfasilitasi untuk dirujuk ke rumah sakit

di Batam atau Jakarta tanpa biaya sedikit pun.

Peningkatan layanan publik terutama pendidikan dan kesehatan dirasa

oleh sebagian masyarakat cukup memberikan manfaat yang besar. Namun, tidak

hanya sampai di situ Pemkab dengan atribut satuan kerja perangkat daerah

(SKPD) pun memiliki banyak program untuk masyarakat. Sehingga bantuan

langsung untuk masyarakat pun semakin beragam, mulai dari bedah rumah dari

dinas sosial, bantuan pertanian oleh dinas pertanian dan kehutanan, bantuan

keahlian dan peningkatan ekonomi dari disperindag, dan masih banyak lagi yang

lainnya.

Selain massifnya bantuan dari Pemkab kepada masyarakat. Kini pun

bantuan dari corporate social responabilty (CSR) dari konsorsium perusahaan

minyak yang beroperasi wilayah laut Anambas juga semakin fokus memberikan

bantuan kepada masyarakat Anambas. Hal ini dipahami karena sebelumnya

mereka yang berelasi dengan Pemkab Natuna memiliki wilayah kerja yang luas,

kini Pemkab Anambas dibentuk begitu banyak program bantuan yang diberikan

terutama oleh masyarakat di wilayah Kecamatan Pal Matak dan Siantan. Salah

satu kemudahan yang didapatkan ialah setiap mayarakat yang hendak pergi ke

Jakarta dapat menumpang pesawat yang disewa perusahaan setiap harinya.

Dengan surat pengantar dari kecamatan mereka dapat naik pesawat secara

gratis untuk menuju Jakarta.

Kartu tanda penduduk (KTP) menjadi sesuatu yang sangat berharga

semenjak pemekaran kabupaten. Karena KTP menjadi sarat mutlak untuk

mendapatkan berbagai fasilitas pelayanan publik yang ada. Hal ini memicu,

beberapa warga untuk membawa serta keluarga mereka yang ada di wilayah lain

untuk datang. Selain karena pelayanan publik yang memadai, kesempatan kerja

pun masih sangat terbuka luas. Begitu pula para buruh perkebunan di Rintis

yang telah melakukan eksodus ke kampung halaman, Jakarta atau pun di

Kampung Cikole Tanjung Pinang. Mereka barangsur-angsur berdatangan

kembali ke Tarempa untuk menjalani hidup baru yang tidak pernah mereka

bayangkan sebelumnya.

Munculnya pemerintahan lokal baru berdampak dengan terbukanya

pekerjaan baru yaitu menjadi pegawai pemerintah, baik yang berstatus PNS

ataupun honorer. Dalam konteks ini, sebagian besar warga Anambas kini

berorientasi untuk menjadi pegawai pemerintah. Hal ini dipahami karena dengan

Page 76: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

65

APDB yang besar, pegawai pemerintah mendapatkan tunjangan kesejahteraan

yang juga tinggi. Oleh karenanya, di dalam masyarakat terlihat kesejahteraan

para pegawai pemerintah lebih tinggi dibandingkan dengan yang bekerja pada

sektor lain. Mengenai hal ini bapak Amsyir yang bekerja di bidang pertanian

mengatakan “kalau sekarang ini ya yang makmurkan cuma pegawai (pemda),

kalau yang lain itu sulit, tapi saya yakin kalau bertani betul itu bisa banyak

mendapatkan hasil”.

Munculnya pemerintahan lokal baru secara signifikan mengubah kondisi

sosio-ekonomi masyarakat desa Rintis. Dalam kontkes ini warga Rintis yang

relatif memiliki kelahlian dan pendidikan formal yang rendah pun dapat membuat

ruang-ruang ekonomi baru, baik di sektor formal maupun non formal. Sektor

formal adalah proses terserapnya warga dengan pendidikan menengah ke

menjadi pekerja di Pemda dan lembaga-lembaga formal lainnya yang terkait.

Ruang ini cukup menjanjikan, karena selain mendapatkan gaji pokok, mereka

juga mendapat tunjangan kesejahteraan yang tinggi. Pada sisi yang lain, di

sektor informal cenderung diisi oleh warga desa yang berpendidikan rendah.

Bidang-bidang yang digeluti antara lain, pertanian dan perkebunan, pertukangan,

mengambil batu dan pasir, dan memproduksi makanan, serta membuka warung

kelontong. Sehingga, ada ketimpangan yang nyata antara pekerja formal dengan

pekerja informal.

Ketimpangan ekonomi itu cukup terasa, karena tingkat invlasi di Anambas

sangat tinggi. Berdasarkan penghitungan dari dinas perindustrian, biaya hidup

layak pada tahun 2013 di Anambas mencapai 3 juta rupiah.22 Semenjak

pemekaran kabupaten, berangsur-angsur harga kebutuhan pokok melambung

tinggi, selain itu biaya transportasi dan perumahan juga ikut naik. Kondisi ini

dipengaruhi oleh tingginya permintaan masyarakat atas berbagai kebutuhan.

Apalagi kini pendatang semakin banyak berdatangan, baik mereka yang ingin

mencari pekerjaan di sektor formal maupun informal. Tentunya persaingan antar

masyarakat terkait ruang ekonomi tersebut semakin ketat.

Dengan kondisi Anambas yang berlimpah uang. Sebagian masyarakat

lokal meresponnya dengan mendirikan beberapa perkumpulan sosial.

Perkumpulan sosial tersebut memiliki motif pendirian yang berbeda-beda. Tujuan

yang dominan ialah agar mereka dapat dilibatkan dalam berbagai proyek

22 menurut perhitungan dari dinas perindustrian dan perdagangan yang dimuat dalamAnambas Pos edisi April tahun 2013.

Page 77: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

66

pemerintah, ataupun sekedar mendapatkan bantuan. Hal ini dimaklumi, karena

memang anggaran untuk bantuan sosial yang ditujukan bagi perkumpulan sosial

di Kab Kep Anambas bernilai cukup besar.

Di sisi lain, muncul pula gerakan masyarakat yang lebih cair seperti

demonstrasi. Demonstrasi kini menjadi cara baru bagi masyarakat untuk

mengekpresikan ketidakpuasanya terhadap kinerja Pemerintah Kabupaten Kep

Anambas. Masyarakat di Desa Rintis pun pernah menyelenggarakan

demonstrasi terkait dengan pembangunan jalan yang dikerjakan tidak sesuai

harapan. Alhasil, dengan adanya demonstrasi tersebut pembangunan jalan

dihentikan. Dalam waktu-waktu berikutnya, masyarakat menjadi lebih kritis

terhadap berbagai kebijakan pemerintah terutama dengan pembangunan fisik.

F. PenutupSejarah panjang mengenai keberadaan masyarakat Rintis di Tarempa

akan terus berlanjut. Puluhan tahun bergelut dengan situasi ekonomi politik

nasional dan global yang tak menentu telah menguji mereka menjadi manusia-

manusia yang adaptif. Adaptasi itu pun memunculkan berbagai inovasi dalam

upaya memenuhi kebutuhan ekonomi, sehingga mereka mampu bertahan di

tanah rantau hingga kini.

Kemunculan Kab Kep Anambas pada tahun 2008, menghantarkan

mereka pada situasi yang tak pernah terbayangkan. Negara hadir memberikan

fasilitas infastruktur dan pelayanan publik yang lebih dari cukup. Hal ini pun

menyebabkan mereka semakin terlepas dari ekonomi agraris. Menjadi petani kini

semakin tidak diminati dengan hadirnya berbagai peluang kerja lain baik di ranah

formal maupun informal. Secara sosial, masyarakat Desa Rintis pun kini mulai

terbuka, interaksi yang semakin intens dengan Tarempa membuat konstuksi

sosial yang ngatif yang melekat pada mereka sebagai Orang Bantan berangsur-

angsur hilang. Dengan demikian, mereka pun memiliki hubungan baru dengan

Tarempa. Bukan lagi sebagai penyuplai komoditas pertanian, namun menjadi

peyuplai tenaga kerja formal mapun informal. Selain itu, kini Rintis pun

diproyeksikan menjadi lokasi pemukiman baru, karena Tarempa sudah tidak

mampu menampung para pendatang yang terus-menerus datang.

Masyarakat Rintis sudah melepaskan diri dari ketergantungannya yang

tinggi kepada pasar (market). Mereka kini mencoba peruntungan baru dengan

sedikit modal dan keahlian yang mereka miliki. Sehingga, komoditas kini tidak

Page 78: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

67

lagi penting, mereka berlomba mencari peluang baru dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan. Pada waktu yang sama, dengan besarnya anggaran belanja,

negara (state) hadir dengan memberikan begitu banyak pembangunan dan

penyediaan kebutuhan publik yang cukup memadai. Pada titik inilah, orientasi

masyarakat berangsur-angsur mulai menuju pada negara. Salah satu upaya

nyata masyarakat ialah dengan menjadi pegawai pemerintah. Hal ini dipahami

karena menjadi pegawai pemerintah dapat menghasilkan uang tanpa harus

melalui cara-cara lama yang melelahkan seperti bertani.

Pada bab selanjutnya, akan lebih banyak dijelaskan mengenai

bagaimana hadirnya negara memberikan dampak sosial bagi masyarakat.

Terutama mengenai keharusan terbentuknya perkumpulan-perkumpulan sosial

baru di Desa Rintis. Akan dijelaskan lebih lanjut, bagaimana keberadaan

perkumpulan sosial lebih dimaknai sebagai upaya peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Hal ini dipahami karena memang negara hadir begitu cepat dalam

kondisi ekonomi masyarakat yang masih bergantung cukup kuat dengan pasar.

Page 79: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

68

BAB IIIPartisipasi Semu Perkumpulan Sosial di Desa Rintis

A. PengantarDalam bab sebelumnya dijelaskan bagaimana masyarakat di desa Rintis

secara historis berubah dari orientasi dari pasar ke negara. Hal ini dipahami

karena Pemkab Anambas selain menawarkan pelayanan publik ternyata ia juga

memiliki sumber daya ekonomi yang nilainya sangat besar. Salah satu pengaruh

yang terlihat nyata ialah bagaimana profesi sebagai pegawai negeri ataupun

honorer di berbegai SKPD kabupaten Anambas menyerap banyak tenaga kerja

lokal. Selain itu, Pemkab juga banyak memberikan bantuan dalam upaya

menyejahterakan masyarakat.

Bab ini akan mendiskusikan bagaimana relasi pemerintahan lokal baru

dengan perkumpulan sosial yang ada di Desa Rintis. Putnam (1994)

menjelaskan ada relasi antara masyarakat dengan permerintahan lokal;

masyarakat yang memiliki perkumpulan sukarela akan mendorong pemerintah

lokal lebih responsif. Begitu juga sebaliknya, pemerintah lokal yang responsif

akan merangsang masyarakat lebih semarak dalam membuat perkumpulan-

perkumpulan sosial. Fenomena yang terjadi di Desa Rintis menggambarkan

Pemkab Anambas dengan kelengkapan struktural terutama regulasi dan

anggaran memicu bermunculanya perkumpulan sosial. Pemerintahan lokal baru

mendorong munculnya perkumpulan sosial baru yang berorientasi pada dana

negara dan penguatan perkumpulan sosial yang diinisiasi oleh masyarakat.

Pemkab Anambas melalui kemampuan strukturnya, memiliki kebijakan

yang mengikuti kebijakan pemerintah pusat dan kebijakan sendiri dalam

mengatur daerahnya. Dengan regulasi yang ada, kemunculan perkumpulan

sosial di Desa Rintis dipengaruhi oleh dua hal; keharusan perkumpulan sosial

dalam stuktur desa kemudian juga melalui bantuan pemerintah yang memang

harus diberikan secara berkelompok. Oleh karenanya, dapat dilihat dalam

konteks ini, kebijakan Pemkab mempengaruhi terbentuknya perkumpulan sosial,

atau disebut pola atas ke bawah (top down). Di sisi lain, tidak dipungkiri ada juga

beberapa perkumpulan sosial yang memang dibentuk atas inisiatif masyarakat.

Perkumpulan yang diinisiasi olah masyarakat ini memiliki strategi dalam upaya

mendapatkan sumber daya ekonomi maupun politik dari negara. Hal ini dipahami

68

Page 80: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

69

karena dekatnya pusat pemerintahan kabupaten dari desa mereka. Sehingga

arus infromasi begitu lancar mereka dapatkan.

Terlebih dahulu bab ini akan mendeskripsikan bagaimana masyarakat

Desa Rintis melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan ditengah

perubahan tatanan sosio-ekonomi yang baru. Banyaknya lapangan kerja yang

tersedia semenjak pemekaran kabupaten, menyebabkan sebagian besar

masyarakat Desa Rintis mulai beralih profesi dari petani ke pekerjaan lain di

ranah formal maupun informal. Hal ini dipahami sebagai upaya peningkatan

kesejahteraan yang lebih menjanjikan dibandingkan hanya mengandalkan

pemasukan dari kebun saja. Kemudian dalam kondisi itu, muculah berbagai

perkumpulan sosial baik yang dibuat atas dasar stuktural maupun dibentuk

secara mandiri oleh masyarakat. Pola top-down begitu kuat dalam setiap

perkumpulan sosial. Kondisi ini dikarenakan besarnya anggaran yang ada pada

Pemkab. Sehingga, eksistensi perkumpulan sosial hanya merupakan

kepanjangtanganan dari negara.

B. Inovasi Masyarakat dalam Tatanan Sosio-Ekonomi BaruMengenai kondisi kemasyarakatan, pembauran masyarakat dalam suatu

pemukiman yang padu, bermula dari pembutan jalan batu pada tahun 2002.

Setiap keluarga awalnya hidup tersebar satu sama lain karena mengandalkan

kehidupan dari kebun-kebun mereka. Ajang berkumpul selain saat pasaran di

Tarempa, biasanya saat malam jumat karena ada latihan silat Banten dan juga

bermain sepak bola. Namun, setelah jalan itu dibangun, maka sebagian besar

warga memilih untuk membangun rumah di pinggir-pinggir jalan karena adanya

kebutuhan untuk bermasyarakat. Selanjutnya, semenjak jalan diperlebar pada

tahun 2008 masyarakat semakin massif untuk tinggal menyisir pinggir badan

jalan. Kini, Desa Rintis semakin plural, karena bukan saja dihuni oleh para

ketrurunan buruh perkebunan karet, tetapi juga semakin banyak warga dari

berbagai etnis yang bekerja formaldan informal di Tarempa memilih tinggal di

desa ini.

Semenjak pembesaran jalan, dari jalan setapak menjadi jalan batu,

banyak warga yang tinggal terpencar-pencar memilih untuk hidup

bermasyarakat. Kehidupan ketetaggaan tersebut, membuat masyarakat Rintis

membentuk kampung-kampung. Kampung Batu Tambun dan Gudang Tengah di

dominasi oleh rantau dan keturunannya asal Rangkas Bitung. Kemudian di

Page 81: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

70

kampung Rintis Hulu kondisinya lebih bervariasi jika dibandingkan dengan

kampung sebelumnya, karena selain warga asal Rangkas Bitung, ada juga yang

berasal dari Bangka, dan juga Jawa. Namun kini mereka secara struktural

terpisah menjadi dua dusun, dusun atas terdiri dari kampung Gudang Tengah

dan Rintis Hulu serta dusun bawah yang terdiri dari kampung Batu Tambun.

Gudang Tengah merupakan kampung yang berada di tengah, sebelah

utaranya adalah kampung Batu Tambun yang berbatasan dengan kelurahan

Tarempa langsung, sedangkan di sebelah selatannya adalah kampung Rintis

Hulu. Di Gudang Tengah terdapat banyak fasilitas umum, seperti PKBM Kurnia

yang pembangunannya dibantu oleh salah satu perusahaan minyak yang

beroperasi di Anambas, Sekolah Dasar 004 rintis, gedung PNPM, SMP satu

atap, SMA, dan juga Pesantren dan juga rencananya akan dibangun Kantor

Desa yang di kampung ini. Selain itu sudah selesai dibangun SMP dan SMA

Negeri, bahkan ada juga wacana akan dibangun sebuah pondok pesantren.

Dengan demikian, sebagain besar fasilitas pemerintahan dan juga pendidikan

berada di kampung ini, hanya bangunan Posyandu yang berada di Dusun

Bawah. Namun, kini di Dusun Bawah telah berdiri kantor dinas PU, kantor dinas

perhubungan dan juga kantor kecamatan.

Walaupun demikian, sampai saat ini listrik dan sinyal telpon genggam

belum masuk. Pada awal tahun 2013 baru, sebagian warga di dusun bawah

yang menikmati dua hal tersebut. Hal ini dikarenakan adanya kantor dinas yang

ada di wilayah tersebut, sedangkan untuk wilayah lainnya masih belum

terjangkau. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka

menggunakan mesin disel pribadi yang berbahan bakar solar. Mesin dinyalakan

menjelang magrib sampai sekitar pukul 22.00 WIB. Sebagian warga telah

memiliki televisi, sehingga aktifitas mereka pun pada waktu tersebut banyak

dihabiskan untuk menonton terutama kaum ibu dan anak-anak. Selepas itu

mereka menggunakan lampu minyak sampai pagi menjelang.

Sebelumnya dalam bab II telah dijelaskan bagaimana perekonomian desa

Rintis mengalami perubahan dari masa ke masa. Kini, setelah adanya

pemekaran kabupaten kepulauan Anambas perekonomian di desa Rintis

mengalami babak baru. Relasi dengan Tarempa yang semakin lancar dan

terbuka membuat perubahan terjadi dalam ranah mata pencaharian dan juga

besaran pendapatan. Hal ini dipahami karena adanya keterbukaan akses

infrastruktur jalan yang telah dibangun dengan status jalan kabupaten. Kemudian

Page 82: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

71

ditambah lagi dengan murahnya sepeda motor yang dapat mempercepat gerak

masyarakat rintis dalam berekonomi. Selain itu, selain perihal peningkatan akses

masyarakat terhadap Tarempa secara fisik, besarnya APBD Kabupaten

Kepulauan Anambas yang mencapai 1,2trilyun juga menjadi faktor kunci

berubahanya perekonomian masyarakat Desa Rintis.

Pertanian yang awalnya menjadi mata pencarian utama warga desa rintis

semenjak Pemekaran Kabuputen Natuna kini pun mulai bergeser. Kini ragam

jenis pekerjaan masyarakat semakin tersedistribusi ke ranah formal dan informal

ke Tarempa, namun bukan hanya pada ranah pasar (market place). Dahulu

memang, ketergantungan masyarakat Desa Rintis ke Tarempa terkait dengan

penyediaan sayur-mayur serta hasil pertanian lainya hanya terbatas pada pasar.

Namun, kini dengan dibutuhkannya tenaga formal untuk mengisi pos-pos

pegawai negeri ataupun honorer, baik struktural maupun fungsional. di Pemda

menjadi arus utama yang sangat diminati. Hal ini disebabkan besarnya gaji dan

juga tunjangan yang diberikan Pemda bagi para pegawai negeri sipil ataupun

yang honorer. Walaupun begitu, karena secara umum masyarakat desa rintis

masih rendahnya tingkat pendidikannya maka mereka kalah bersaing dalam pos-

pos strategis yang dominan diisi oleh para pendatang dari luar kepulauan

Anambas. Sehingga kebanyakan masyarakat Desa Rintis yang terserap di

Pemda sebagian besar berada pada golongan rendah.

Di sisi lain, sebagian besar masyarakat Desa Rintis tidak tinggi tingkat

pendidikannya, bahkan sangat banyak yang tidak lulus SD. Kelompok ini pun

merespon perubahan sosial-ekonomi di Anambas dengan cepat. Terutama pada

kelompok laki-laki dewasa, mereka banyak yang beralih menjadi pekerja ‘tukang’

bangunan. Hal ini dipahami akibat keterbukaan akses transportasi tadi, sehingga

banyak warga Tarempa memilih untuk tinggal di Desa Rintis karena cukup mahal

dan padatnya kondisi di kota pelabuhan itu. Walaupun sebagian besar para

tukang tersebut tidak lulus SD, namun mereka secara memuaskan dapat

membangun banyak rumah di Rintis. Bahkan, pasca pembuatan jalan Kabupaten

hampir setiap hari kelompok tukang bangunan ini selalu mendapatkan order

untuk membangun rumah, baik dengan bahan kayu maupun tembok.

Pada konteks lain, ibu-ibu pun bergeliat untuk menambah penghasilan

keluarga. Bagi ibu-ibu yang sudah cukup berumur mereka sadar akan besarnya

peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dengan demikian, mereka

pun membuat beberapa usaha seperti; menjahit dan membuat kue dan

Page 83: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

72

makanan. Menjahit, merupkan hasil dari pelatihan yang diberikan oleh dinas

tenaga kerja kab Anambas yang diselenggarakan di PKBM Kurnia. Walaupun

penyelenggarannya sempat diwarnai konflik antar warga, namun hasil yang

didapatkan cukup memuaskan bagi sekitar 5 (lima) orang ibu-ibu yang kini

banyak mendapat order dari para tetangganya. Order yang paling sering diterima

adalah pembuatan baju kurung melayu yang merupakan pakaian wajib para

wanita di kepulauan Anambas.

Di sisi lain, usaha makanan pun cukup menggiurkan. Beberapa ibu-ibu

membuat kue-kue untuk dijual di kedai (warung) yang kini banyak berdiri. Kue-

kue yang dibuat antara lain; kue bakar, bolu, pastel dan juga kue isi ikan. Kue-

kue tersebut ketika sampai di kedai dijual dengan harga seribu rupiah. Selain

kue, para ibu juga ada beberapa yang membuat tempe. Tempe dikemas kecil-

kecil dan dijual dengan harga dua ribu rupiah. Semuanya itu masih merupakan

bisnis keluarga, sehingga produksinya pun masih berskala kecil dan

pemasaranya pun masih berkutat pada ketetanggaan. Walaupun begitu, bisnis

rumah tangga ini dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Bagi sebagian yang lain, mencari karet di hutan masih menjadi kerja yang

menjanjikan. Jika hari cukup cerah, mereka dapat mengumpulkan sekitar 20 kilo

getah karet. Dengan kerja dari pagi sampai tengah hari mereka dapat

menjualnya dengan harga 120 ribu rupiah. Selain karet, komoditas lain yang

menjadi andalan Anambas lainya yang masih bernilai ekonomis adalah cengkeh.

Cengkeh yang mengahasilkan hanya bila musim panen, masih dapat membantu

ekonomi masyarakat setahun sekali karena tingginya harga. Sayangnya, karet

dan cengkeh yang jumlah pohonnya masih cukup banyak kini sudah tidak

dirawat lagi oleh masyarakat. Olehkarenanya dari tahun ke tahun hasil jumlah

kedua komoditas tersebut terus menurun. Selanjutnya, banyak juga masyarakat

yang menambang batu dan pasir. Terutama di Batu Tambun, batu yang tersedia

cukup banyak dan berukuran sangat besar jika dihancurkan dibuat kecil-kecil

(seukuran batu cor) dapat dijual 300 ribu rupiah perkubiknya. Begitu pun pasir,

dapat dijual dengan harga 325 ribu rupiah per kubiknya.

Kondisi Anambas yang kebanjiran uang pun menjadi daya tarik bukan

hanya bagi para orang-orang yang menginginkan pekerjaan formal. Banyak ada

juga beberapa orang yang eksodus dari Ranai (ibukota kab Natuna) yang kini

sudah tidak lagi menjanjikan. Sebagian besar mereka adalah para transmigran

yang bekerja untuk menggarap lahan para pemilik tanah. Merekalah yang kini

Page 84: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

73

menjadi pemasok sayur-mayur dan hasil pertanian lainya seperi ubi, dan buah-

buahan bagi Rintis dan Tarempa. Selain tiga transmigran asal Ranai, ada juga

satu warga desa rintis yang bertahan dipertanian secara penuh. Selain itu, ada

juga guru yang memiliki kebun yang produktif walau dikerjakan disela-sela waktu

luang. Bahkan kini ia dibantu oleh seorang buruh tani untuk mengurusi kebun

sayurnya itu.

Pekerjaan dibidang pertanian sesungguhnya sangat menjanjikan, karena

harga-harga bahan makanan di pasar Tarempa cukup mahal. Sebagian besar,

sayur-mayur dihargai dengan harga tinggi. Satu ikat sayuran seperti, sawi,

kancang panjang, dan lain-lain dihargai berkisar empat ribu sampai delapan ribu

rupiah, tergantung dengan musimnya. Pantaslah, ada transmigran yang baru

beberapa bulan fokus di pertanian dapat meraup untung lebih dari 20 juta rupiah

saat panen sayur-sayuran. Namun, akibat lebih cepat dan mudahnya bekerja

pada sektor lain maka pertanian pun kini ditinggalkan padahal lahan yang

tersedia masih sangat luas.

Kemudahan dalam mendapatkan uang di Anambas khususnya di

Tarempa yang berdapak ke wilayah sekitarnya termasuk Desa Rintis, ternyata

sebanding dengan pengeluaran yang juga cukup tinggi. Biaya operasional

keluarga untuk makan sehari-hari saja minimal sebesar 50 ribu rupiah. Belum

lagi karena belum adanya listrik dari PLN ditambah untuk membeli biaya solar

diesel yang setiap harinya harus dinyalakan untuk penerangan dan kebutuhan

lainnya. Dengan demikian, paling sedikit keluarga di desa Rintis pengeluarannya

perhari berkisar 60 ribu rupiah. Itu pun jika tidak ditambah dengan keperluan

lainnya.

Untungnya dengan dana APBD yang tinggi, biaya pendidikan dan

kesehatan secara keseluruhanya ditanggung pemerintah daerah. Bukan hanya

itu, kini dalam bidang pendidikan formal juga diberikan biaya transportasi bagi

yang tinggalnya jauh. Belum lagi biaya kesehatan untuk operasi dan penyakit

dalam lainnya pun akan ditanggung oleh pemerintah. Dengan demikian,

masyarakat Anambas termasuk warga desa Rintis pun tidak perlu lagi

menyiapkan dana tambahan untuk pendidikan dan kesehatan.

Dalam relasi dengan Tarempa yang cukup intens, maka harga tanah pun

semakin cepat melonjak. Semakin padatnya Tarempa dan juga mahalnya biaya

kontrak dan jual rumah menyebabkan gelombang pembelian tanah pun

meningkat secara masif. Apalagi, nantinya sudah dapat dipastikan Desa Rintis

Page 85: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

74

akan ramai sebagai tempat pemukiman warga. Setidak-tidaknya ada dua

keuntungan Rintis sebagai tempat pemukiman, pertama wilayah rintis secara

kontur tanah cukup datar dan tidak berbatu seperti sebagian besar tempat lain di

pulau Siantan. Kedua, wilayah Desa Rintis tidak seberapa jauh dari Tarempa dan

telah dihubungkan dengan jalan besar, walaupun kini sebagian masih rusak

karena pembangunan yang tidak selesai.

Dalam kondisi yang seperti itulah banyak warga lokal Desa Rintis yang

menjual tanahnya kepada warga Tarempa ataupun dari luar Anambas. Menjual

tanah menjadi alternatif yang menggiurkan bagi sebagian besar penduduk lokal.

Bagaimana tidak, dahulu tanah yang tidak laku di jual kini dapat dijual dengan

harga yang sangat tinggi. Saat ini harga satu kapling tanah (sekitar 150 m2)

dapat dijual dengan harga 15-20 juta rupiah, bahkan untuk yang berada dipinggir

jalan dapat mencapai 25 juta rupiah lebih. Padahal jika mengacu pada NJOP

harga tanah di Rintis hanya sebesar enam ribu rupiah. Hal ini menunjukan

kondisi permintaan atas tanah yang tinggi semenjak hadirnya pemerintahan lokal

baru. Tentunya, bagi masyarakat lokal yang mulai menginginkan kebutuhan-

kebutuhan sekunder dan tersier akibat juga interaksi dengan Tarempa dapat

menjual tanah mereka demi memenuhi hasrat itu.

Kemudian geliat ekonomi di Rintis juga dapat terlihat dari perubahan

bentuk rumah. Kondisi perumahan di Rintis pun kini mulai berubah (lihat gambar

4). Sebagian besar warga mambangun rumah dengan model-model terbaru yang

berbahan tembok dan konstruksi baja ringan. Padahal pada tahun tahun

sebelumnya, rumah mereka sebagian bersar terbuat dari papan-papan kayu.

Selain itu juga mengenai kepemilikan sepeda motor, yang awalnya hanya

segelintir warga yang memiliki, namun kini dengan mudahnya kridit hampir setiap

rumah memiliki sepeda motor, bahkan banyak yang memiliki sepeda motor lebih

dari satu. Fenomena ini menggambarkan bagaimana relasi dengan Tarempa

yang semakin baik membuat warga Rintis memiliki standar hidup baru.

C. Gerak Pemekaran Wilayah dan Keharusan Perkumpulan SosialDesa Rintis merupakan pemekaran dari Kelurahan Tarempa semenjak

Kepualauan Anambas mekar menjadi Kabupaten. Semenjak menjalani proses

desa persiapan selama dua tahun, pada akhir tahun 2012 desa ini baru secara

resmi terbetuk. Dalam upaya menjalankan pemerintahan desa, pemilihan kepala

desa pun sudah dilaksanakan. Desa rintis awalnya hanyalah satu RW dari

Page 86: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

75

kelurahan Tarempa. Dengan penduduk kurang lebih 900 jiwa, kini Desa Rintis

memiliki dua dusun, empat RW dan delapan RT. Pemekaran desa, di Kabupetan

Anambas merupakan sesuatu yang sangat banyak terjadi. Hal ini merupakan

imbas dari pemekaran kecamatan, yang awalnya hanya dua kini menjadi tujuh

kecamatan.

Walaupun Peraturan daerah mengenai rencana tata ruang dan wilayah

belum ditetapkan oleh Pemkab dan DPRD. Tetapi, dari pembangunan begitu

banyak fasilitas umum dan perkantoran yang dibangun di Desa Rintis

mengisaratkan bahwa desa Rintis akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan

dari ibu kota kabupaten Tarempa. Hal ini dipahami karena Desa Rintis memiliki

lahan yang memadai dibandingkan kota Tarempa yang sudah padat dan tidak

adanya lahan yang memadai. Selain itu, jarak Desa Rintis diukur dari kantor desa

sampai ke pusat Kota hanya berkisar 4 Km.

Dengan demikian, ada hal yang tidak biasa terkait dengan administrasi

Desa Rintis. Dekatnya lokasi dengan pusat pemerintahan, bahkan sudah ada

perkantoran di sana namun pemerintahan wilayah ini berbentuk desa bukan

kelurahan. Wilayah ini pun merupakan pemekaran dari kelurahan Tarempa

sehingga tidak tepat jika pemerintahan yang ada berbentuk desa. Mengenai hal

ini, Pak Dian sebagai Sekretaris Desa menjelaskan:

“(desa ini) pembentukannya pun aneh, kita ini kan pemekaran dari kelurahantarempa, harusnya berbantuk kelurahan, aturannya kan seperti itu. nga adapemekaran kelurahan jadi desa. karena itu amanah orang-orang tua dulu,supaya bisa mengelola desa kita sendiri, kalau lurahkan bukan orang kita.akhirnya caranya ya bukan pemekaran dari kelurahan tapi kita buat desa baru,supaya bisa statusnya desa”. (wawancara dengan Dian Wiraitmoko tanggal 1April 2013)

Berdasarkan informasi itu, diketahui bahwa beberapa tokoh masyarakat

memiliki keinginan yang besar untuk membangun pemerintahan yang mandiri.

Bahkan menurut penuturan salah satu tokoh desa, upaya tersebut dilakukan

dengan negosiasi yang sangat panjang dengan para pejabat di Tarempa. Dalam

konteks ini pun dapat dilihat bagaimana para elit lokal Desa Rintis tidak ingin

terkooptasi terlalu jauh dengan stuktur pemerintahan yang ada. Kondisi ini

dipengaruhi latar historis panjang yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya,

mereka hampir tidak pernah tersentuh oleh kehadiran negara. Selain itu juga,

interaksi mereka dengan masyarakat lain sangat minim, dan terbiasa dalam

situasi sosial yang mereka kembangkan sendiri.

Page 87: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

76

Di Anambas, setiap desa miliki anggaran untuk pembangunan desa

sebesar dua miliar setiap tahunnya. Anggaran ini sangat besar jika melihat

jumlah penduduk yang ada. Namun berdasarkan mekanisme yang ada

penggunaan anggaran ini harus dilakukan dengan menggunakan mekanisme

musyawarah desa, atau yang dikenal dengan Musrenbangdes (musyawarah

perencanaan pembangunan desa) atau yang juga dikenal dengan Musrenbang

saja. Pada momen inilah, setiap warga, khususnya para tokoh-tokoh desa

dipandu oleh pegawai kecamatan merumuskan kebutuhan-kebutuhan yang ada

di Desa Rintis. Mekanisme ini cukuplah merepotkan dan memakan waktu yang

sangat lama, karena proses ini terus berlangsung sampai tingkat kabupaten

bahkan sampai tingkat nasional.

Musrenbang yang dilaksanakan secara nasional dengan semangat

demokratiasi ternyata belum bisa memperbaiki stuktur birokrasi yang ada.

Beberapa tokoh masyarakat pun menganggap mekanisme ini hanya formalitas

semata. Kemudian juga, sebagian besar usulan selama kurang lebih dua tahun

ini ternyata lebih banyak diarahkan untuk pembangunan fisik, dan pelaksana dari

pembangunan tersebut dilaksanakan oleh dinas Pekerjaan Umum Kab Kep

Anambas. Desa hanya diberikan hal pengelolaan mandiri untuk infrastruktur

sebesar 250 juta rupiah. Mengenai hal ini Bapak Umar mengatakan “kalau lewat

aspirasi yang lebih banyak itu sehubungan dengan fisik, seperti listrik, jalan ya

seperti itu lah. ya kita juga kesal, lain yang diminta lain yang timbul”.23

Masifnya stuktur negara masuk ke Rintis memberikan perubahan standar

otoritas. Misalnya pada saat Rintis masih berbentuk perkebunan yang lebat dan

belum terkonteksi baik dengan Tarempa. Otoritas yang diakui ialah kejawaraan

dan juga kemampuan magis. Kejawaraan dipakai untuk kemampuan tokoh untuk

mengelola perkebunan dan menjadi perantara antara buruh perkebunan karet

dengan pengusaha. Kemampuan magis juga diperlukan untuk menjadi ajang

masyarakat bertanya mengenai kondisi umum masyarakat juga tempat berobat

untuk bagi masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan. Sehingga,

pemimpin pada konteks itu harus memiliki kelengkapan pengaruh yang plural

dan kompleks. Tipe ini yang dalam perspektif Weberian disebut tipe otoritas

tradisional.

Semenjak adanya kabupaten kepulauan Anambas, dan khususnya pada

pembentukan Desa Rintis. Orientasi otoritas bergerak menuju otoritas rasional,

23 Wawacara dengan Bapak Umar tanggal 6 April 2013

Page 88: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

77

yang menjadi sandaran utamanya ialah tingkat pendidikan. Sehingga, untuk

mengisi pos-pos yang ada, mereka harus mencari orang yang memiliki tingkat

pendidikan tertentu. Misalnya untuk menjadi kepala desa memiliki syarat minimal

berpendidikan setara dengan SMA, padahal masyarakat Rintis sebagian besar

masih berpendidikan SD, bahkan tidak lulus SD. Hal ini dipahami karena

pendirian sekolah dasar di Rintis masih merupakan hal baru, dan untuk

melanjutkan pada jenjang yang lebihtinggi mereka harus mengeluarkan

pengorbanan yang tidak sedikit. Berdasarkan profil desa, tercatat pada tahun

2012 masih ada sekitar 247 jiwa atau 29 % warga usia 18-56 tahun yang tidak

bersekolah dan tidak lulus SD. Sebagai solusi mengentaskan buta huruf dan

peningkatan pendidikan banyak masyarakat yang melanjutkan ke program kejar

paket yang diselenggarakan oleh PKBM(Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)

yang ada di desa.

PKBM berjasa bagi para warga untuk mendapatkan tingkat pendidikan

yang dibutuhkan, walaupun hanya berupa ijazah kesetaraan paket A, B, atau

C.Peningkatan tingkat pendidikan oleh sebagian masyarakat semakin membuat

percaya diri mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik dan juga

pemerintahan. Tercatat, salah satu anggota DPRD kabupaten kepulauan

Anambas yang kini menjadi wakil ketua juga merupakan lulusan dari paket C.

Selain itu, banyak juga warga yang akhirnya terserap di dalam pemerintahan

Pemda kabupaten Anambas baik yang sudah bersatus PNS maupun yang baru

berstatus PTT (Pegawai Tidak Tetap). Selain itu, pos-pos RT dan RW khusus di

Desa Rintis sebagain besar juga merupakan lulusan dari program kejar paket

tersebut, karena untuk menjabat sebagai ketua RT, RW, dan dusun juga memiliki

syarat pedidikan minimal setingkat SD.

Tabel 5Perkembangan Perkumpulan Sosial Di Desa Rintis

Jenis Perkumpulan Sosial Sebelum Pembentukan

Desa

Setelah Pembentukan

Desa

Pemerintahan RW dan RT Desa, Dusun, RW, RT,BPD, Patai Politik

Sosial Arisan dan pengajian ibu,Kelompok sepak bola

PKK, Dasawisma,Karang Taruna

Berdasarkan Titik Kumpul Masjid, Kedai,Sumber: Diolah dari data penelitian

Adaptasi dari lingkungan baru, dari kehidupan yang terbiasa terpisah dan

kini mulai bertetangga secara masif mulai terbentuk. Sejak mereka mulai

Page 89: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

78

membentuk perkampungan-perkampungan yang dipicu oleh pembukaan jalan,

yang menghubungkan mereka ke Tarempa, kegiatan sosial dan perkumpulan

sosial mulai dibentuk. Pada tabel 5 digambarkan mengenai perkembangan

perkemupulan sosial yang ada di Desa Rintis. Sebelum terbentuknya Pemkab

Natuna, Rintis hanyalah terdiri dari satu RW dan dua RT. Pada perkembangan

selanjutnya, Rintis menjadi dua RW dan empat RT, dan kini pun berkembang

menjadi satu desa, dua dusun, empat RW dan delapan RT. Dengan

perkembangan ini, ibu-ibu yang memulai kegiatan bersama dengan membentuk

kelompok pengajian wirid yang biasanya dibarengi dengan arisan. Kegiatan ini

merupakan kegiatan yang sudah umum dilaksanakan di Tarempa, sehingga

sebagai bagian dari Kelurahan Tarempa, mereka membentuk kegiatan yang

serupa. Apalagi, dalam kegiatan tersebut juga ada yang diselenggarakan pada

tingkat kelurahan dan kecamatan. Mau tidak mau, sebagai bagian dari

pemerintahan kelurahan mereka pun terintegrasi didalamnya dan adanya

keharusan membentuk kegiatan tersebut. Luasnya lokasi Rintis, dan sejak awal

antara dusun atas dan dusun bawah memiliki perbedaan RT, maka kegiatan ini

pun dibentuk dalam dua tempat.

BPD (badan permusyawaratan desa) juga dibentuk sebagai kelengkapan

pemerintahan ditingkat Desa. BPD merupakan perwakilan warga yang memiliki

peran parlemen di desa. Merujuk pada PP No. 72 tahun 2005 Keberadaan BPD

merupakan upaya memformalkan demokrasi ditingkat desa. Di Rintis dipilih lima

anggota BPD yang merupakan utusan dari warga. Namun, dalam konteks

implementasi berbagai kegiatan, peran BPD tidak begitu terlihat. Hal ini dipahami

karena memang peran BPD secara formal hanya sebagai mitra kepala desa.

Selain itu juga, kepala desa-lah yang lebih popular untu menjadi tumpuan bagi

masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya ataupun dalam upaya

mendapatkan pelayanan publik.

Di Desa Rintis pun kini terbentuk kepengurusan partai politik. Salah satu

warga Desa Rintis menjabat sebagai ketua PAC Kecamatan Siantan Partai

Demokrat. Hal ini menarik karena, sebagai pemimpin di kecamatan ia telah

melewati berbagai warga kelurahan dalam persaingan tersebut. Apalagi, Pak

Parjo sebagai ketua tingkat kecamatan tidak memiliki ijazah pendidikan formal

yang memadai. Diketahui Pak Parjo merupakan salah satu anggota BP2KK yang

terlibat aktif dalam perjuangan pemekaran kabupaten. Kini walau banyak atribut

partai terpampang di sekitar rumahnya, namun aktifitas kepartaian pun tidak

Page 90: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

79

terlihat. Malah sebagian warga cukup sinis dengan terbentuknya partai politik di

desa mereka. Selain itu, kepengurusan partai pun tidak jelas dan hanya asal

mencantumkan nama. Kondisi ini dipahami karena, di tingkat nasional akan

dilakukan pemilihan umum, sehingga kelengkapan administrasi partai sampai di

kecamatan diperlukan sebagai persaratan peserta pemilu.

Kini dengan dibentuknya desa, kegiatan ibu-ibu tersebut pun dikonversi

menjadi organisasi yang lebih mapan, yaitu PKK (Pembinaan kesejahteraan

keluarga). PKK merupakan organisasi yang diinisiasi oleh pemerintah Orde Baru

yang sudah mengakar- rumput. Namun, dalam konteks desentrantralisasi

keberadaanya tidak begitu terdengar lagi terutama di wilayah perkotaan. Dalam

upaya meningkatkan peran dari PKK dan lembaga kemasyarakatan yang lain

Pemerintah Pusat lewat Permendagri No. 5 tahun 2007 mencoba memicu

aktifitas lembaga-lembaga ini, termasuk juga di dalamnya RT, RW dan juga

karang taruna. Dengan demikian, sebagai desa baru, Rintis pun membentuk tim

penggerak PKK (TP PKK) di tingkat desa. Pada saat ini, TP PKK tingkat desa

diketuai oleh istri dari kepala desa terpilih.

PKK di desa Rintis termasuk yang aktif bahkan sebelum secara definitif

menjadi desa yang sah. Hal ini dipengaruhi oleh bermukimnya salah satu

pengurus PKK tingkat Kabupaten, yaitu Ibu Isye. Ia sampai kini masih aktif di

PKK kabupetan dan menjabat sebagai wakil ketua I. Ibu Isye semenjak

dibangunnya jalan di desa Rintis, ia berinisiatif untuk membeli lahan dan

membangun rumah di sana. Selain karena ia ingin mengembangkan PAUD

(Pendidikan Anak Usia Dini) yang kini disatukan menjadi PKBM, ia mencoba

mencari suasana baru di hari tuanya. Ia pun keram mengadakai berbagai

kegiatan, seperti pelatihan dan juga kegiatan pemberdayaan lainnya. Mengenai

eksistensi PAUD di Desa Rintis akan dibahas pada penjelasan berikutnya.

Kemudian, selain PKK juga dibentuk Karang Taruna. Organisasi ini

diharapkan dapat menghimpun aktifitas kepemudaan seperti olah raga dan

kesenian yang sejak lama sudah eksis di Rintis. Aktifitas kelompok pemuda di

Rintis sudah ada sejak masih berbentuk RW. Pemuda berhimpun dalam kegiatan

kepemudaan di tingkat RT. Salah satu kegiatan yang cukup populer untuk

mereka ialah sepak bola, yang sudah memiliki tradisi juara sejak puluhan tahun

yang lalu. Namun sebagaimana juga terjadi pada PKK, selama ini aktifitas masih

bertempu pada lokalitas pemukiman mereka yaitu di dusun atas dan dusun

bawah. Karang Taruna tingkat desa belum bisa menjembatani kegiatan antar

Page 91: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

80

kedua dusun ini. Kondisi terkini, kecendrungannya ketua karang taruna tidak

memiliki upaya nyata untuk membuat sinergi antar dua kelompok pemuda dusun

tersebut, dan mereka pun lebih nyaman untuk membuat aktifitas ditingkat dusun.

Krisis kegiatan kepemudaan pun terjadi karena kini sebagian besar remaja dan

pemuda bersekolah, sehingga aktifitas mereka lebih banyak diarahkan untuk

dunia pendidikan. Bahkan dengan fasilitas beasiswa penuh dari pemkab, kini

mulai banyak juga pada kalangan pemuda yang melanjutkan pendidikannya

sampai tingkat perguruan tinggi di berbagai kota, seperti Tanjung Pinang, Batam,

Jakarta, bahkan juga di Yogyakarta.

Kemudian yang tidak kalah penting ialah munculnya tempat-tempat

berkumpul baru. Masjid yang biasanya hanya digunakan untuk Solat Jumat dan

kegiatan perayaan hari besar Islam kini mulai digunakan dalam solat fardu.

Selain itu, aktifitas pengajian yang berbentuk TPA (Taman Pendidikan Al Quran)

bagi anak-anak pun mulai dibuat. TPA juga dibuat di surau-surau bahkan kini

juga dibuat beberapa rumah. Di masjid dan surau TPA dilalasanakan setiap dua

minggu sekali. Kegiatan ini pun mendapat perhatian dari Pemkab, dengan

memberikan insentif setiap bulannya kepada para pengajar dan pengelola. selain

aktifitas itu, Pemkab juga memberikan kucuran anggaran bagi pembangunan

masjid. Kini, masjid pun memiliki struktur organisasi yang mapan. Pemkab juga

mengucurkan anggaran untuk terbentuknya Babul Akherat, yaitu perkumpulan

warga untuk mengurusi jenazah bagi warga yang meninggal. Pengurusan

tersebut mulai dari pengalian liang lahat, mengurusi jenazah, hingga kesiapan

dalam pengadaan tahlil di rumah duka. Selain itu, Pemkab juga memberikan

santunan sebesar 3,5 juta bagi keluarga yang ditinggalkan.

Selain itu, fenomena yang relatif baru ialah kedai. Berbeda dengan kedai

kopi di Tarempa yang secara spesifik menjual minumuan dan makanan saja, di

Rintis kedai juga menjual berbagai kebutuhan, baik sembako, kebutuhan mandi,

jajan anak, maupun minyak tanah dan bensin. Jumlah kedai di Rintis pun kini

bertambah, hal ini disebabkan oleh upaya masyarakat untuk meningkatkan

pendapatan keluarga. Terutama kedai yang berada di pinggir jalan besar, ia

menjadi tempat berkumpulnya warga, khususnya kaum pria baik yang sudah

berkeluarga maupun generasi muda di malam hari. Mereka yang berkumpul

bukan hanya yang lokasi rumahnya dekat, ada juga yang lokasi rumahnya jauh.

Dengan menggunakan sepeda motor jarak yang jauh dapat mereka tempuh

untuk berkumpul dengan kawan sejawat. Dengan demikian, kedai pun

Page 92: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

81

menyediakan lahan yang agak luas lengkap dengan tempat duduk dan mejanya.

Kedai jenis ini pun menyediakan makanan dan minuman, sehingga para

pengunjung dapat berlama-lama sambil berbincang bahkan bermain batu

domino. Kedai menjadi sarana strategis untuk membicarakan berbagai

permasalahan dan juga tempat bertukar informasi baik yang hanya gossip

maupun berkaitan dengan politk lokal di Tarempa.

Di Kampung Rintis Hulu misalnya, kedai di sana selalu ramai di malam

hari. Secara spesifik, mereka pergi ke sana untuk bermain domino. Dalam satu

kedai tersebut, bisa terdapat tiga sampai lima kelompok yang bermain. Aktifitas

mereka di sana tak tentu batas waktunya, bahkan kadang sampai larut malam.

Kondisi kedai di sini lebih ramai, karena di sana merupakan tempat

berkumpulnya para pekerja pencari batu dan pasir yang berasal dari Kalimantan.

Di sisi lain, di kampung gudang tengah ada satu kedai kopi, namun tak selalu

ramai. Kedai ini dimiliki oleh adik kepala desa, sehingga tempat ini kadang

dijadikan lokasi pertemuan para aparatur desa. Karena memang, jika jam kantor

selesai dan di malam hari Pak Kades kerap minum kopi dan berbincang bincang

dengan keluarganya di kedai tersebut.

Berbeda dengan kedai kopi di Tarempa yang ramainya di pagi sampai

sore. Kedai di Desa Rintis justru ramai di saat sore hingga malam hari. Hal ini

dipahami karena sebagian besar mayarakat bekerja pada saat pagi hingga sore

menjelang. Dalam konteks ini, kedai memiliki fungsi sosial sebagai ajang hiburan

selepas mereka bekerja. Berbincang-bincang kecil yang diiringi canda tawa,

walaupun terkadang ada pembicaraan yang serius. Kini pun kedai di Rintis

memiliki fungsi sosial yang sama dengan kedai kopi di Tarempa, selain sebagai

penyedia makanan dan minuman, kedai juga berfungsi untuk menguatkan

solidaritas. Dengan demikian, dapat dipahami jika setiap kedai dapat

menggambarkan ikatan sosial tertentu.

Dibandingkan masjid dan surau, kedai menjadi lokasi berkumpul yang

sangat strategis. Namun jika didientifikasi, kedai menjadi ruang publik yang yang

memiliki sekat sosial tertentu. Misalnya pada kedai di Kampung Gudang Tengah,

kedai ini termasuk ekslusif karena kades kerap ‘nongkrong’ di sana, sehari-hari

pun yang berkumpul disana selain anggota keluarga kades, ialah mereka yang

memiliki pekerjaan di Tarempa, sehingga berbagai informasi dapat mereka

pertukarkan di kedai tersebut. Berbeda dengan sebelumnya, pada Kedai di

Kampung Rintis Hulu kebanyakan mereka ialah pekerja lepas seperti tukang batu

Page 93: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

82

dan buruh bangunan, suasana yang dibangun pun cukup cair. Tujuan mereka

berkumpul disana dengan tujuan untuk melepas lelah sekaligus rekreasi sambil

bermain domino.

Dikotomi kedai ini sesungguhnya menjelaskan situasi sosial yang ada.

Dengan munculnya pemerintahan lokal baru ditambah dengan adanya

pemekaran desa Rintis, maka muncul pula elit-elit baru ditingkat desa. Walapun

perlu diketahui bahwa tidak semua yang dianggap menjadi elit kerap berkumpul

di kedai tersebut. Ada pula kelompok warga yang memang tidak terkait dengan

kedai tersebut dan memilih untuk fokus pada pekerjaan dan kehidupan

ekonominya sendiri. Namun, kondisi ini menggambarkan fargmentasi diantara

masyarakat.

Elit-elit baru ini dapat diidentifikasi dari dua hal, pertama ia memiliki

tingkat pendidikan di atas rata-rata minimal lulus Paket A atau setaraf SD, kedua

mereka terkoneksi baik dengan Tarempa baik bekerja di berbagai SKPD yang

ada maupun memiliki akses terhadap pejabat di Tarempa. Kemudian juga jika

diperhatikan dari segi etnis, mereka ialah kelompok orang Banten yang memiliki

historis panjang sebagai penguasa di Desa Rintis. Kampung Gudang Tengah,

walaupun tanpa adanya keberadaan kedai merupakan tempat berkumpulnya

keluarga Pak Kades. Sejak lama kampung inidihuni oleh keluarga yang miliki

status sosial tinggi di wilayah Rintis. Almarhum Pak Sukmai, orang tua Pak

Kades yang merupakan orang kuat di Rintis pada masa perkebunan karet juga

tinggal di kampung ini. Dengan demikian, otoritas yang ada kini tidak berganti,

walaupun sesungguhnya otoritas kultural lebih dimiliki oleh kakak dari Kades,

yaitu Pak Hanapi. Namun karena ia tidak memiliki ijazah yang menandai

kesertaannya dalam pendidikan, maka otoritas tersebut diambil oleh sang adik

yang memiliki ijazah setingkat SMA.

Di sisi lain, di Kampung Rintis Hulu yang lebih heterogen dengan adanya

etnis melayu Bangka serta adanya pendatang yang mencari penghidupan di

ranah informal, mereka tidak terkoneksi dengan baik dengan Tarempa. Selain itu,

mereka pun tidak mementingkan ijazah, karena memang profesi mereka tidak

menuntut hal tersebut. Kemudian di Kampung Batu Tambun, atau dusun bawah

masyarakatnya pun lebih beragam, dari segi etnis banyak pula orang Jawa yang

ada di sana sejak jaman perkebunan. Kini pun, dengan adanya pembangunan

infrastuktur, dari pekerjaan pun semakin beragam karena banyak orang Tarempa

yang memilih tinggal di sana.

Page 94: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

83

Elitnya keluarga yang tinggal di Kampung Gudang Tengah sudah mulai

terlihat dari masa awal abad 21. Keluarga ini dikenal memiliki sapi yang sangat

banyak. Keberadaan sapi pun saat ditelusuri dimiliki karena adanya bantuan dari

pemerintah. Karena, di Tarempa tidak ada pasar hewan. Bahkan, saat jalan

setapak mulai dibuka, Pak Kades dan Kakaknya Pak Hanapi sudah memiliki

sepeda motor besar yang dapat digunakan untuk melalui jalan berbatu tersebut.

Mereka pun menggunakan motor tersebut untuk dijadikan usaha ojek bagi warga

yang ingin ke Tarempa atau sebaliknya. Oprasional ojek ini pun dikendarai oleh

orang lain yang memiliki keahlian mengendarai motor tersebut, setiap meinggu

mereka menyetorkan sejumlah uang bagi Pak Kades dan kakaknya itu.

Gambar 4Kampung Gudang Tengah

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Elitnya keluarga “Kampung Gudang Tengah” ini semakin terbukti dengan

menang telaknya Pak Sutisna dalam pemilihan kepala desa yang

diselenggarakan pada akhir tahun 2012.Padahal menurut beberapa tokoh

masyarakat kompetensi calon yang lain lebih baik. Namun, karena ikatan

persaudaraan dan otoritas lama yang melekat pada keluarganya, ia dapat

menjadi kades dengan dukungan penuh dari masyarakat. Kemudian juga,

fasilitas umum yang ada pun banyak dibangun di sini, padahal jika dilihat dari

populasi, lebih banyak masyarakat yang tinggal di Kampung Batu Tambun

maupun di Kampung Rintis Hulu. Kondisi ini membuktikan, bahwa otoritas elit

Page 95: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

84

masih ada di tangan keluarga Gudang Tengah walaupun legitimasi atas otoritas

tersebut sudah berubah.

D. Bantuan Negara dan Munculnya Perkumpulan SosialTelah dijelaskan sebelumnya mengenai besarnya anggaran yang dimiliki

oleh Pemkab Anambas. Kondisi ini memicu lahirnya berbagai perkumpulan sosial

di Tarempa. Walaupun dalam tujuan normatif mereka menginginkan terlibat aktif

dalam memberdayakan masyarakat, namun dapat jika melihat kondisi yang ada

tujuan mereka ialah untuk dapat mengelola anggaran APBD tersebut untuk

kegiatan perkumpulan sosialnya, atau hanya untuk mencari keuntungan pribadi.

Mengenai banyak bermunculannya perkumpulan sosial yang berbentuk ormas

maupun LSM, tokoh masyarakat Melayu di Tarempa bapak Afandi Yakub

mengatakan:

” Awalnya bagus, tapi karena ditularkan penyakit orang politik tentunya nantiakan menimbulkan masalah. Ya mereka terkontaminasi yang diutamakan itukepentingan pribadi pemimpinya, untuk kepentingan pribadi saja terutama sekalikepentingan politik. kalau dulu tidak. ya, sekarang ini kegaduhan politik sudahmenularkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah. selamaini kan mereka, organisasi-organisasi itu berbagi anggaran dengan Pemda.biasanya ya pakai dana sosial, atau dana pengadaan jasa”. (wawancara denganAfandi Yakub tanggal 31 Maret 2013)

Penjelasan Pak Afandi Yakub di atas bukan tanpa alasan. Diketahui

berdasarkan data yang ada dari Kesbangpol Kab Kep Anambas, begitu banyak

LSM dan Ormas yang memiliki nama terkait dengan SKPD yang ada di

Anambas. Pemberian dana bantuan sosial ini berdasarkan Permendagri no 32

tahun 2012 secara jelas menyatakan bahwa objek atau sasaran dari bantuan

sosial diantaranya ialah masyarakat dan organisasi kemasyarakatan. Kemudian

juga, mekanisme pemberian dana bantuan sosial ini langsung melalui SKPD

yang ditinjau oleh tim anggaran pembelanjaan daerah (TAPD) yang termasuk

didalamnya ialah anggota DPRD setempat. Mekanisme ini berbeda dengan jalur

musrenbang, karena bantuan sosial bisa dikucurkan berdasarkan permohonan

dari masyarakat atau ormas yang kemudian dibincangkan di dalam rapat

pembahasan APBD. Dalam situasi ini lobi menjadi penting, dan sangat

memungkinkan terjadi ‘kongkalingkong’ diantara pemohon, SKPD dan juga

TAPD. Apalagi jumlah total keseluruhan anggaran bantuan sosial Pemkab

Page 96: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

85

Anambas sangat besar, untuk tahun 2009 saja mencapai Rp50.932.989.500.24

Dalam pemberitaan beberapa media online, diketahui bahwa sebagain anggaran

yang dikeluarkan melalui mekanisme bantuan sosial telah diaudit BPK dan ada

sejumlah uang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Pemkab.

Tabel 6 di bawah ini menggambarkan bagaimana begitu banyak

perkumpulan sosial terbentuk semenjak berdirinya kabupaten Kep. Anambas.

Dari data yang sama diketahui semua perkumpulan sosial tersebut dibentuk

pada kisaran tahun 2008-2012. Dengan demikan, dapatlah disimpulkan bahwa

perkumpulan sosial tersebut memang terbentuk karena adanya peluang untuk

mendapatkan bantuan dari Pemkab. Data ini pun menyesuaikan dengan

Permendagri no 33 tahun 2012 yang menjelaskan bahwa organisasi

kemasyarakatan paling rendah berkedudukan di tingkat kabupaten. Sebelumnya,

diketahui cukup banyak perkumpulan sosial yang berpotensi mendapat anggaran

bansos yang berdiri di tingkat desa atau kecamatan. Selain itu, data ini juga tidak

memuat perkumpulan sosial yang sudah memiliki izin di tingkat provinsi atau

pusat, karena izin mereka sudah ada pada pemerintahan di jenjang yang lebih

tinggi.

Tabel 6Jumlah Perkumpulan Sosial di Tingkat Kecamatan

Kecamatan LSM ORMAS Pemuda Yayasan Profesi JumlahSiantan 14 8 10 1 3 36Siantan Timur 1 - - - - 1Siantan Selatan 5 1 - - - 6Siantan Tengah - 1 - - - 1Pal Matak 1 - 1 - 3 5Jemaja 5 1 1 - - 7Jemaja Timur 1 - 1 - 1 3Jumlah 27 11 13 1 7 59

Sumber: BAKESBANGPOL Kab Kep Anambas, 2013

Pendaftaran perkumpulan sosial melalui bakesbangpol menjadi penting,

karena dengan terdaftar di lembaga ini, perkumpulan sosial tersebut berhak

untuk mengajukan permohonan bantuan sosial kepada SKPD terkait. Mengenai

relasi antara bantuan sosial dan bermunculannya perkumpulan sosial, bapak

Arman selaku pejabat di Bakesbangpol Anambas mengatakan:

“ya memang kalau ormas dibanyak tempat itukan menjamur ya kalau di sini yatidak, ya total yang terdaftar itu Cuma 33 ormas dan LSM, itu pun yang aktif

24http://batamtoday.com/berita4414-Dana-Bansos-Juga-Diselewengkan-(Bag-II).htmldiakses pada 15 April 2013.

Page 97: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

86

Cuma 17, lebih banyak yang tidak aktif. memang di sini tidak ada pos khususanggaran untuk ormas, kalau pun ada ya paling ada dana hibah, itupun dipilihormas mana yang memang banyak membantu masyarakat, dan kegiatanyapositif, seperti misalnya membersihkan pantai, ya bisa kerja sama, misalnyaGebrak (salah satu LSM) itu bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup. yamemang untuk masalah pendanaan harus sesuai SKPD-nya, yang biasanyakerap kerja sama itu ya lingkungan hidup, pariwisata dan perikanan dankelautan. ya sekarang ini karena sudah tidak bisa lagi bernaung di dinas yangada, mereka jadi malas bergerak, karena mereka mengandalkan untuk beranungdi situ” (wawancara dengan Bapak Arman tanggal 9 April 2013).

Kekacauan pemberian bantuan sosial ini mulai berangsur-angsur

diperbaiki oleh Pemkab Anambas. Pada tahun 2012 telah dilakukan kesepakatan

antara SKPD dan juga TAPD untuk menanggulangi kebocoran APBD. Salah satu

poin pentingnya ialah, dalam APBD tahun 2013 setiap organisasi

kemasyarakatan di Anambas maksimal hanya mendapatkan bantuan sosial

sebesar 50 juta saja. Hal ini dipahami karena ketidakjelasan sandaran dalam

pengeluaran anggaran bagi perkumpulan sosial yang ada. Tercatat ada salah

satu perkumpulan sosial yang mendapatkan anggaran sebesar 400 juta,

tentunya hal ini menjadi sumber kecurigaan dan kecemburuan sosial pada

perkumpulan sosial lainnya. Sehingga, kesepakatan Pemda dan DPRD untuk

membatasi bantuan sosial bagi perkumpulan sosial ialah dalam upaya meredam

gejolak diantara perkumpulan sosial yang ada.

Paguyuban Pasundan merupakan salah satu Ormas yang terdaftar di

Bakesbangpol. Perkumpulan sosial pada tingkat kabupaten ini didirikan dan

berpusat di Desa Rintis. Revitalisasi dilakukan oleh masyarakat Rintis terkait

penyesuaian Ormas dan LSM yang harus didirikan pada tingkat kabupaten.

Sehingga pada tahun 2012 dibentuklah kepengurusan baru yang juga melibatkan

Orang Sunda dari luar desa Rintis. Kini Paguyuban Pasundan sudah memiliki

kelengkapan adminstrasi dan terdaftar di Bakesbangpol Kab Kep Anambas.

Kemudian juga, di tingkat desa, selain muncul perkumpulan sosial yang

terkait dengan pemekaran desa juga terdapat beberapa perkumpulan sosial yang

terbentuk karena bantuan negara. Bantuan negara yang ditujukan langsung ke

masyarakat adalah upaya meningkatkan kesejahtaraan. Bantuan-bantuan yang

ada cukup banyak dan beragam. Sumber bantuan-bantuan juga bukan hanya

dari Pemkab, namun juga dari instansi lainnya. Mengenai bantuan-bantuan yang

ada di desa rintis dapat dilihat pada tabel 7 di bawah. Tabel itu belum

menggambarkan beberapa bantuan yang akan masuk dari berbagai pihak yang

ada, baik dari negara maupun pihak lainnya.

Page 98: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

87

Salah satu program nasional yang diselenggarakan di desa Rintis ialah

PNPM Mandiri (program nasional pemberdayaan masyarakat-mandiri). Program

ini mulai diluncurkan sejak tahun 2007 dengan merujuk pada keputusan Menko

Kesra No. 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007. Program ini walaupun merupakan

program nasional, namun setiap kucuran dana yang masuk ke desa merupakan

usulan langsung dari masyarakat. Pada saat masih tergabung dengan Kelurahan

Tarempa, ada sebagian orang yang tergabung di dalam kepungurusan PNPM.

Beberapa fasilitas umum atas dana dari program tersebut sudah dibangun,

seperti tempat pertemuan, posyandu, dan WC umum. Dengan adanya

pemekaran desa, dalam waktu dekat juga akan dibentuk PNPM di desa ini untuk

menyalurkan bantuan yang ada.

Tabel 7Daftar Bantuan yang ada di Desa Rintis

Jenis Bantuan Pemberi Bantuan Mekanisme PenyalurKUBE Pemerintah Pusat Kelompok DesaPNPM Pemerintah Pusat Kelompok DesaRaskin Pemerintah Pusat Indivdu DesaBedah Rumah Pemerintah Provinsi Individu DesaBeasiswa Pendidikan Pemerintah KKA Individu Sekolah/ langsung

ke pelajarSantunan Kematian Pemerintah KKA Individu DesaBantuan mesin jahitdan pelatihan

Pemerintah KKA Kelompok PKBM

Perlengkapan tani Pemerintah KKAPerusahaan minyak

KelompokKelompok

Semua PoktanSemua Poktan

Pelatihan petani Perusahaan Minyak Kelompok Semua PoktanBantuan modal Perusahaan Minyak

Pemerintah ProvinsiKelompokKelompok

Koperasi taniWanita Tani

Bibit Sapi Pemerintah KKA Kelompok Semua PoktanPelatihan Pengelola Perusahan minyak Kelompok PKBMLori KOARMABAR Kelompok Poktan Sepakat

JayaBangunan Perusahaan minyak

Pemerintah KKA

Kelompok

Kelompok

PKBM;Poktan TunasMuda I & IIYayasan KhoriuUmmah

Pelatihanpemanfaatan pelastik

NGO Asing Kelompok PKBM

Sumber: Diolah dari data penelitian

Selain itu juga ada program nasional lain yang diluncurkan oleh

kementrian sosial yaitu kelompok usaha bersama (KUBE). KUBE merupakan

bantuan langsung pemerintah pusat yang menghimpun rumah tangga miskin

yang terdiri dari 10 orang untuk membuka usaha secara berkelompok. Menurut

Page 99: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

88

Sekretaris Desa, keanggotaan dari KUBE didasarkan pada data rumah tidak

layak huni. Sehingga memang pengelompokan ini tidak didasarkan pada

anggota masyarakat yang sudah memiliki usaha, namun terdiri dari sekelompok

masyarakat yang hidup di bawah standar dari masyarakat Rintis. Ada beberapa

program ini telah masuk ke Rintis baik sebelum menjadi desa, maupun sudah.

Ada dua program yang sedang berjalan, pertama ialah usaha pembuatan tempe

diselengarakan oleh keluarga Pak Abdurahman serta usaha bengkel motor yang

diketuai oleh Bapak Cakrajaya. Selain itu, juga ada yang digunakan untuk

pertanian dan juga pembuatan makanan-makanan ringan.

Kelompok tani merupakan salah satu perkumpulan sosial mapan yang

memiliki historis panjang di Rintis. Rintis memiliki dua kelompok tani yang sudah

terbentuk sejak tahun 2001, sedangkan 95 % dari 86 dari kelompok tani yang

ada di Kabupaten Kep Anambas didirikan semenjak pemekaran, yaitu sejak

tahun 2008-2013.25 Kelompok tani itu ialah Tunas Muda I dan Tunas Muda II,

dan pada tahun 2010 di dusun bawah didirikan kelompok tani Sepakat Jaya,

kemudian disusul dengan Tani Wanita yang juga merupakan bagian dari

kelompok tani Sepakat Jaya. Bahkan kelompok tani Sepakat Jaya kini sudah

memiliki koperasi tani yang mencoba mewadahi hasil pertanian warga dan

menyediakan kebutuhan petani. Keberadaan kelompok tani di Rintis, sudah

sejak lama ada bahkan semenjak tahun 1990-an. Hal ini dipahami karena

sebagian besar penduduk di Rintis ialah pekerja kebun karet sekaligus petani

palawija. Kepengurusan pun telah silih berganti, namun kini dengan situasi sosio-

ekonomi baru kegiatan kelompok tani tidak begitu bergeliat.

Pertanian di Rintis selain mendapat pertanian dari pemerintah daerah

sebelum dibentuknya Kab. Kep Anambas juga sudah mendapatkan perhatian

dari beberapa perusahaan minyak yang ada. Sejak tahun 2010, dengan kondisi

jalan yang masih sulit dilalui, Conoco-Philips sebagai salah satu perusahaan

minyak yang beroperasi di Anambas mendirikan saung meeting bagi para petani

di Rintis. Bantuan tersebut juga dibarengi dengan bantuan penggiling padi dan

modal usaha. Karena sempat di Rintis dibangun banyak lokasi persawahan,

tujuan perusahaan tersebut ialah untuk menampung hasil pertanian dari warga

untuk kebutuhan beras bagi para karyawan di perusahaannya.

25 Data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Kep Anambas tahun 2013 (lihatlampiran).

Page 100: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

89

Sebelum itu pun juga ada bantuan bibit karet unggulan bagi warga serta

masih ada beberapa bantuan yang ditujukan bagi para petani di Rintis. Namun,

bagi para warga, sebagian besar sudah tidak lagi bersemangat dengan

pertanian. Selain karena adanya ruang ekonomi baru, masalah ketidak-

kompakan diantara sesama anggota kelompok tani tersebut. Mengenai hal ini

Bapak Amsir, yang pernah menjabat sebagai ketua kelompok tani mengatakan:

“ya kalau menurut saya kendala utama itu masalah sapi, sapi kemana-mana dantidak dikandangkan itu kerap memakan pertanian masyarakat. lalu yang kedua,banyak bantuan pertanian yang parsial, artinya tidak menyeluruh. saya pernahsaran untuk transmigrasi lokal untuk pertanian ini bisa maju, tapi tidak ada yangmau dukung. ya akhirnya petani di sini cari kerja lain. padahal sebetulnya, kalaubetul-betul di pertanian itu bisa berhasil, kalau sekarang inikan banyak petanihanya asal-asal, ya tentunya tidak menjamin penghidupan mereka. ya karenakelompok kurang komitmen, padahal sudah dibina oleh perusahaan. sebelumpremier dulu sudah ada bantuan dari Conoco tapi ya malah tidak ada bekasnya.terus juga yang banyak yang ikut pelatihan, tapi tidak diperaktekan, ya kembalilagi juga ke model lama”. (wawancara dengan Bapak Amsar tanggal 5 April2013)

Gambar 5Sapi yang Dilepas dan Lahan Pertanian yang Dipagar

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sapi menjadi salah satu kendala bagi para petani. Karena sapi tidak

dikandangkan oleh pemiliknya, ia hanya dibiarkan mencari makan diberbagai

tempat. Sehingga, kerap kali sapi tersebut sampai di lokasi perkebunan warga

dan memakan pertanian warga. Bagi para petani, dalam upaya untuk

melangsungkan kehidupannya mau tidak mau harus membuat pagar di

sepanjang lahan pertaniannya. Pagar dibuat cukup rapat agar sapi tidak dapat

masuk. Namun tetap saja, ada beberapa sapi yang berhasil menerobos pagar

dan menyantap tumbuh-tumbuhan yang ada.

Page 101: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

90

Kondisi ini sempat memunculkan ketegangan diantara warga. Bahkan

beberapa petani sudah melancarkan protes keras bagi para pemilik sapi. Namun

sampai saat ini belum ada upaya penyelesaian yang solutif. Sempat juga para

petani mengusulkan dibuatnya peraturan desa untuk menertibkan para pemilik

sapi agar mau mengandangkan ternaknya. Pada usulan tersebut juga para

pemilik sapi harus membayar ganti rugi atas setiap tanaman yang dirusak.

Sampai saat ini usulan tersebut belum disahkan di tingkat desa. Para petani pun

menyadari, kebijakan tersebut rasanya mustahil akan dapat terwujud karena

kepala desa dan keluarganya merupakan pemilik sapi terbanyak di Desa Rintis.

Pada akhirnya, sebagian petani malah mengalah dengan tidak mau menanam

lagi dan memilih pekerjaan lain.

Saat ini pun bantuan dari Pemkab setiap tahunnya selalu datang ke

kelompok tani, termasuk yang ada di Desa Rintis. Bantuan tersebut berupa

pupuk, bibit dan obat-obatan untuk tanaman. Selain itu, kelompok tani juga

dapat mengajukan proposal permohonan bantuan kepada SKPD terkait, yang

kemudian proposal tersebut akan dikaji dan diproses dalam musrenbang di

tingkat kecamatan. Dengan demikian, permintaan bantuan harus menunggu

proses pembahasan tersebut sehingga membutuhkan waktu yang cukup

panjang. Sehingga beberapa kelompok tani dalam hal ini juga mencari alternatif

bantuan yang lain. Seperti dilihat pada tabel 5, kelompok tani mendapatkan

bantuan juga dari Pemprov, perusahaan minyak dan juga angkatan laut.

Walaupun demikian, ada perkumpulan formal yang merupakan inisiatif

anggota masyarakat dan dibantu oleh negara untuk menjadi lebih mapan, yaitu

PKBM Kurnia. Bermula dari pendirian panti siswa yang diinisiasi oleh Ibu Isye di

Terempa bagi anak-anak sekolah yang rumahnya tersebar jauh pada tahun awal

tahun 2001. Ibu Isye diminta untuk ikut pelatihan oleh Departemen agama

Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2004 di Batam untuk sosialisasi PAUD

(Pendidikan Anak Usia Dini). Kemudian dibuatlah PAUD di Tarempa 2005 dalam

naungan Yayasan Al Muhajirin dengan izin dari dinas pendidikan kecamatan

Tarempa yang dikelola secara mandiri. Walaupun sebagian besar masyarakat

dan juga beberapa tokoh masyarakat belum menerima keberadaan PAUD, Bu

Isye malah mendirikan PAUD yang kedua di Desa Rintis pada tahun 2006.

Yayasan Al Muhajirin kemudian diubah menjadi PKBM Kurnia pada tahun

2009, karena adanya peraturan dari Departemen Pendidikan Nasional bahwa

seluruh penyelenggaraan pendidikan nonformal dan informal harus berada di

Page 102: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

91

bawah naungan PKBM. Kini dengan kegigihan Ibu Isye, telah terbentuk banyak

lembaga pendidikan non formal dan informal. Selain PAUD Al Muhajirin di

Tarempa dan di Rintis, kemudian juga di buat PAUD di Antang. Bahkan lebih dari

itu, dibuat juga PAUD di Pulau Matak, dua kelompok bermain di Nyamuk, dan

dua kelompok bermain di Pulau Jumaja, dan masih banyak lagi program kejar

Paket, A, B, dan C kemudian kursus-kursus. Banyaknya program-program

pendidikan non formal dan informal yang diselenggarakan oleh PKBM Kurnia,

membuat nama Ibu Isye dikenal baik oleh sebagian besar pendidik dan guru di

Kabupaten Kepulauan Anambas. Apalagi PKBM Kurnia merupakan PKBM yang

didirikan pertama kali di Kabupaten Kepulauan Anambas, bahkan saat Anambas

masih berstatus kecamatan.

Gambar 6Gedung PKBM Kurnia

Sumber: Dokumentasi Anang

PKBM Kurnia diketuai oleh Ibu Isye sendiri, kemudian Bapak Abas Gani

sebagai Sekretaris, dan Zurial (anak bungsu Bu Isye) sebagai bendaharanya.

Dalam akte pendirian PKBM dengan akte notaris 10 tanggal 18 Desember 2007

dengan pembuat Muhamad Nazar, SH tercatat dalam sturktur organisiainya juga

menyertakan pejabat dinas pendidikan kab anambas, dan juga pejabat

kecamatan sebagai pelindung, penasihat dan juga pengawad. Namun dari hasil

pengamatan, diketahui bahwa perjalanan PKBM dominan dikelola oleh Bu Isye

sendiri. Bu Isye dengan bakat dan modal sosialnya yang tinggi, mengelola

keuangan, administrasi, personalia, dan juga humas secara sendirian,

Page 103: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

92

sedangkan, sekretaris dan bendahara hampir tidak pernah terlibat aktif dalam

berbagai program yang dijalankan.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa kegiatan pendidikan non

formal dan informal yang diselenggarakan oleh PKBM Kurnia bukan saja PAUD,

namun juga ada beberapa kegiatan lain seperti kejar paket A, B,dan C,

pendidikan keaksaraan, tempat penitipan anak, kursus dan pelatihan, serta akan

juga dibangun taman bacaan masyarakat. Dalam kegiatan kejar paket PKBM

Kurnia adalah satu-satunya PKBM yang bekerja sama dengan dinas pendidikan

Kab Kep Anambas untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut, bahkan saat

masih tergabung dalam Kab Kep Natuna PKBM Kurnia juga telah aktif dengan

berbagai kegiatanya. Dengan demikian, unit kerja PKBM Kurnia tersebar

dibanyak kecamatan di Kabupaten Kep Anambas. Hal ini dapat dilihat dari

banyaknya dokumen surat keputusan yang dikeluarkan oleh PKBM Kurnia yang

menunjuk beberapa orang guru untuk menjadi tentor dalam kegitan tersebut.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, PKBM Kurnia memiliki banyak

cabang yang tersebar di kabupaten kepulauan Anambas. Dalam hal ini, PKBM

Kurnia yang terletak di desa Rintis-lah yang akan menjadi lembaga yang dibantu

untuk dapat mandiri. PKBM Kurnia Rintis memiliki gedung yang permanen dan

memenuhi standar gedung pertemuan serta pendidikan dan pelatihan (lihat

gambar 6). Namun, sangat disayangkan dengan gedung yang cukup lengkap

untuk menunjang berbagai kegiatan PKBM tetapi belum dioptimalkan

penggunaannya. Hal ini dipahami disebabkan oleh minimnya partisipasi

masyarakat dalam kegiatan PKBM.

Sebelum gedung PKBM Kurnia Rintis dibuat, sudah ada beberapa

kegiatan yang diselenggarakan seperti PAUD, pelatihan menjahit, dan paket A.

Namun kini, semenjak gedung PKBM Kurnia berdiri, hanya PAUD yang menggisi

gedung tersebut secara rutin. Hal ini dipahami karena memang kegiatan menjahit

dan paket A tidak selalu diselanggarakan dalam waktu yang panjang dan rutin.

Kegiatan menjahit sewaktu-waktu dapat saja diselenggarakan di PKBM Kurnia,

apalagi beberapa mesin jahit, mesin obras, dan beberapa mesin pendukung

lainnya sudah terdapat di dalam gedung. Mesin-mesin tersebut merupakan

pemberian dari dinas perdagangan dan perindustrian Kab Kep Anambas.

Selain bantuan yang berasal dari SKPD Kab Kep Anambas, PKBM Kurnia

juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Seperti bangunan PKBM Kurnia

yang berukuran cukup besar merupakan bantuan dari salah satu perusahaan

Page 104: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

93

minyak yang ada di Anambas. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 2008

dan menghabiskan dana ratusan juta. Selain itu, bahkan ada NGO asing yang

juga bekerja sama dengan PKBM Kurnia untuk mengadakan pelatihan di Desa

Rintis. Kemudian juga, dalam waktu-waktu mendatang akan ada beberapa

pelatihan yang diselenggarakan di sana baik oleh Pemkab, Pemprov, NGO

asing, perusahaan minyak serta tentunya juga dari inisiatif PKBM sendiri.

Kemudian, Yayasan Khoiru Ummah yang merupakan perkumpulan sosial

yang bergerak pada bidang pendidikan keislaman mendapatkan bantuan dari

Pemkab Kep Anambas berupa bangunan yang diperuntukan bagi pesantren.

Sejak dibangun pada tahun 2012, kini pesantren tersebut sudah melakukan

kegiatan belajar mengajar walaupun dibangunan sementara. Pada tahun

pertama penerimaan siswa baru, sudah ada 12 orang santri yang diterima. Pada

tahun-tahun mendatang pesantren akan dibangun di lokasi yang lain dengan

sarana pra sarana yang lebih memadai.

Yayasan Khoiru Ummah diketuai oleh bapak Sasmirudin, ia merupakan

pendatang baru di Tarempa. Bekerjasama dengan salah satu pejabat di kanwil

Kemenag Anambas, akhirnya pesantren itu didirikan di Desa Rintis. Hal ini

dipahami karena, bangunan itu kini berada di tanah salah satu pejabat di kanwil

Kemenag tersebut. Kini sedang dilakukan pembebasan lahan untuk bangunan

permanen di lokasi baru.

Peletakan Batu Pertama pembangunan pesantren dilakukan oleh Wakil

Bupati Kab Kep Anambas. Dengan demikian, jelas sekali komitmen Pemkab

untuk membantu proses pembangunan pesantren tersebut. Apalagi,

pembangunan ini cukup diharapkan oleh masyarakat dalam upaya mencetak

para mubalig dan ahli agama dari masyarakat lokal Anambas. Dalam upaya

meningkatkan mutu santri, didatangkan juga para pengajar yang didatangkan

dari daerah lain yang memang memiliki kualifikasi yang memadai.

Pembangunan pesantren di Desa Rintis ini sempat mengalami

ketidakjelasan. Karena terlihat ketidaksungguhan yayasan dengan membangun

bangunan pesantren yang hanya sementara. Kondisi ini disebabkan keengganan

pemilik lahan untuk mewakafkan tanahnya. Padahal, pemilik tanah merupakan

inisiator dari pembangunan pesantren itu sendiri. Hal inilah yang memicu

kecurigaan masyarakat, bahwa pembangunan pesantren hanyalah upaya

yayasan untuk menyedot anggaran dari Pemda. Sehingga, dalam beberapa

Page 105: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

94

kesempatan gotong royong, masyarakat Desa Rintis tidak antusias untuk

mengikuti kegiata tersebut.

Beberapa perkumpulan sosial yang ada di Desa Rintis membuat kondisi

sosio-ekonomi masyarakat juga berubah. Kuatnya relasi antara perkumpulan

sosial dengan negara, terutama yang disebabkan olehbegitu banyaknya

bantuan, merangsang masyarakat untuk masuk dan terlibat di dalam

perkumpulan sosial. Bantuan-bantuan tersebut selama ini terkait dengan sumber

daya ekonomi. Oleh karenanya, keterlibatan mereka di dalam perkumpulan

sosial merupakan strategi dalam upaya mendapatkan sumber daya itu. Tak

jarang situasi ini malah membuat relasi antar masyarakat menjadi merenggang,

terutama jika bantuan yang ada tidak diperoleh secara merata oleh perkumpulan

yang ada, mapun diinternal perkumpulan sosial itu sendiri.

Salah satu dampak yang sangat terasa ialah semakin tegangnya

hubungan antara dua dusun; dusun bawah dan dusun atas. Selama ini warga di

dusun bawah merasa bahwa pembangunan infrastruktur serta berbagai bantuan

yang ada hanya diperuntukan bagi warga di dusun atas. Menurut Pak Umar

sebagai ketua kelompok tani Sepakat Jaya yang berada di dusun bawah

menyatakan bahwa berbagai bantuan yang masuk di dusun atas sejak lama

tidak ada yang berbekas, padahal bantuan pertanian ke dusun atas sudah

sangat banyak. Sehingga ia pun merasa perlu untuk membuat kelompok tani

baru pada tahun 2010 untuk mewadahi para petani yang ada di dusun bawah.

Kini ia beranggapan bahwa kelompok tani yang diketuainya kini dikelola lebih

baik, bahkan ia kini juga membangun koperasi tani yang bisa meminjamkan

modal bagi para petani.

Pada sisi lain, para petani di dusun atas menyayangkan geliat kelompok

tani di dusun bawah yang kurang berkoordinasi dengan dusun atas. Perseteruan

itu semakin terbuka saat bantuan modal dan peralatan pertanian yang diberikan

oleh salah satu perusahaan minyak dikelola oleh kelompok tani Sepakat Jaya.

Namun, sebagai petani yang memiliki kelompok tani sendiri petani di dusun atas

enggan untuk terlibat kegiatan di sana dan meminta untuk bantuan modal untuk

koperasi dan juga peralatan pertanian dibagi merata pada semua kelompok.

Namun pada kenyataanya, bantuan tersebut hanya dikelola oleh kelompok tani

Sepakat Jaya dengan alasan keterbatasan dana yang ada.

Perseteruan ini pun menjalar juga pada ibu-ibu. Saat hendak diadakan

pemberian bantuan mesin jahit dan pelatihan menjahit yang diselenggarakan

Page 106: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

95

oleh PKBM Kurnia. Para ibu di dusun bawah menolak terlibat dalam proses itu,

dan memilih tidak ikut serta. Sehingga peserta pelatihan hanya ibu-ibu yang

berasal dari dusun atas. Padahal, panitia dari PKBM sudah melakukan promosi

yang gencar pada semua ibu-ibu di dusun bawah. Namun hasilnya tetap nihil.

Kondisi ini mulai diperhatikan serius oleh perangkat desa Rintis. sehingga

setiap bantuan yang ada kini semakin memperhatikan komposisi yang lebih

merata di dua dusun tersebut. Misalnya dalam bantuan rumah bedah yang

diselengarakan pada tahun 2012, komposisi di dua dusun tersebut diupayakan

agar merata, sehingga tidak memunculkan kecemburan sosial. Kini dalam setiap

kesempatan Pak Kades Sutisna selalu menjaga kerukunan warga dengan

meminimalisir kecemburuan sosial. Misalnya saja dalam setiap kegiatan yang

ada, Pak Kades menyarankan agar semua RT/RW dan juga tokoh masyarakat

dari semua dusun diundang walaupun hanya dalam kegiatan yang bersekala

kecil.

Mengenai hal ini, pengurus BPD Desa Rintis yaitu Pak Winarno yang

merupakan warga pendatang asal Jawa Tengah, mengatakan bahwa kondisi

demikian sesungguhnya tidak begitu berdampak luas bagi masyarakat.

Menurutnya, hal ini terjadi karena adanya kecemburuan sebagian warga Dusun

Bawah yang menurutnya selalu tidak mendapatkan perhatian dari Kades Rintis

ketika menjabat sebagai Pajabat sementara. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa

Pak Kades hanya memperhatikan warga di dusun atas. Salah satu contoh yang

membuat banyak warga Batu Tambun kecewa adalah pembagian sembako yang

seharusnya dibagi rata untuk warga yang tidak mampu di Desa Rintis, namun

Pak Kades hanya membaginya bagi keluarga-keluarga dekatnya saja.

Menyoroti hal ini dapat dilihat dari perubahan orientasi masyarakat dari

pasar ke negara. Dalam kehidupan masyarakat sebelum adanya pemerintahan

kab kep Anambas, kesejahteraan masyarakat akan terwujud jika mereka giat

dalam bekerja. Namun dalam kondisi kekinian, kelekatan negara menjadi elemen

penting dalam mencari kesejahteraan. Besarnya APBD yang berdampak pada

besarnya bantuan yang diberikan pada masyarakat, membuat masyarakat

berlomba mendapatkan akses itu. Hal ini diperparah dengan pemberian uang

saku yang cukup besar oleh pemkab dalam setiap kegiatan pelatihan ataupun

yang lainnya. “Memang kita berikan uang transport untuk peserta pelatihan, itu

kan mamang harus” ungkap Pak Johanes sebagai Kabid Perindustrian Pemda

Kab Kep Anambas.

Page 107: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

96

Kondisi ini membuat masyarakat mengaggap negara sebagai orientasi

baru untuk memperoleh kesejahteraan. Sehingga dalam kegiatan yang

diselenggarakan baik oleh pemda maupun perkumpulan sosial yang ada

orientasi masyarakat ialah uang saku, atau uang pengganti transportasi. Oleh

karenanya, membangun keswadayaan masyarakat dalam konteks ini menjadi

sangat sulit. Dalam satu kesempatan Pak Kades mengatakan bahwa dalam

upayanya mengajak warga kerja bakti untuk membangun fasilitas publik

misalnya, banyak warga yang menolak dengan alasan sudah ada anggaran

untuk hal tersebut sudah ada di desa dan tinggal memanggil tukang bangunan

untuk membuatnya.26

E. PenutupHadirnya negara berperan besar terhadap eksistensi perkumpulan sosial

di Desa Rintis. Dengan kemampuan anggaran serta kemauan negara untuk

mendorong terbentuknya perkumpulan sosial maka perkumpulan sosial di Desa

Rintis pun bermunculan. Dalam diskusi di atas, terbentuknya perkumpulan sosial

terjadi karena dua hal. Pertama, karena adanya pemerkaran di tingkat

Kabupaten yang mengharuskan juga pemekaran pada tingkat kecamatan, desa,

sampai ke RT. Kedua, karena adanya bantuan negara yang harus disalurkan

melalui perkumpulan sosial. Selain itu, juga ada perkumpulan sosial yang

memang didirikan atas inisiatif pribadi atau kelompok, namun pada kenyataanya

tujuan perkumpulan sosial ini tak lain berupaya untuk mendapatkan bantuan dari

negara.

Masifnya penetrasi negara kedalam kehidupan sosial ekonomi masyakat,

membuat fungsi negara kini berubah. Negara menjadi harapan utama atas

kesejahteraan yang sebelumnya hanya tertambat pada pasar. Hal ini dipahami

karena, Kab Kep Anambas begitu banyak memberikan bantuan. Perkumpulan

sosial pun kini berubah fungsinya, yang awalnya menjadi wadah untuk

menampung aspirasi masyarakat, kini menjadi penyalur dari berbagai bantuan

yang ada. Dalam situasi seperti ini diketahui bahwa partisipasi masyarakat dalam

perkumpulan sosial merupakan hal yang semu atau tidak dalam kondisi ideal.

Tokoh utama yang mengisi pemerintahan desa tak lain ialah tokoh lama

yang masih tertambat dengan nilai tradisional. Dalam konteks ini nilai tradisional

terlihat pada etnisitas kesundaan serta keterkaitan keturunan dengan keluarga

26 Wawancara dengan Pak Sutisna Kades Rintis tanggal 3 April 2013.

Page 108: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

97

mandor di masa perkebunan karet. Di sisi lain, muncul juga para tokoh-tokoh

baru yang memiliki syarat pendidikan minimal ataupun yang memang memiliki

pengalaman serta kecakapan dalam bersosialisasi. Dengan demikian, maka

muncullah elit-elit baru di desa Rintis, yang selama ini tidak memiliki ikatan

dengan otortitas tradisional sebelumnya. Pada konteks inilah, para elit-elit baru

pun bersaing untuk mendapatkan akses seluas-luasnya ke negara. Di sisi lain,

para anggota perkumpulan juga memanfaatkan perkumpulan sosial dalam upaya

memperoleh keuntungan pribadi semata. Kondisi inilah yang menyebabkan

kekacauan sosial pada masyarakat Rintis.

Dalam bab selanjutnya, akan dibahas lebih jauh mengenai eksistensi

perkumpulan sosial dilihat dari modal sosialnya. Lebih lanjut, akan diuraikan

bagaimana peran yang cukup dominan pada beberapa perkumpulan sosial di

Desa Rintis. Mereka ialah yang secara pribadi memiliki modal simbolik yang lebih

dibandingkan dengan anggota masyarakat lainnya. Dalam kondisi seperti ini,

modal sosial dioptimalisasi oleh para pemimpin perkumpulan sosial pada elemen

linking, sedangkan bonding dan bridging tidak mendapatkan perhatian yang

serius.

Page 109: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

98

BAB IVOptimalisasi Linking: Dinamika Modal Sosial

dalam Perkumpulan Sosial

A. PengantarBab sebelumnya menjelaskan kehadiran negara telah banyak mengubah

kehidupan masyarakat Rintis. Salah satunya ialah dengan semakin banyaknya

perkumpulan sosial yang ada. Eksistensi perkumpulan sosial di Desa Rintis pun

beragam, ada yang aktif, ada yang pasif, dan ada pula yang diantara keduanya.

Olehkarenanya, dalam bab ini akan dibahas bagaimana performa perkumpulan

sosial di Rintis. Diskusi dalam bab ini akan menjelaskan eksistensi perkumpulan

sosial dalam kaitannya dengan teori modal sosial, terutama dengan

menggunakan analisas jaringan.

Szreter (2002) menjelaskan bagaimana jaringan berpengaruh terhadap

performa pada suatu perkumpulan sosial. Jaringan ini dibedakan menjadi tiga

level, yaitu level bonding, bridging, dan linking. Menurut, Szerter, bonding

ditandai dengan adanya hubungan sosial yang dekat dan relatif stabil di dalam

sebuah kelompok karena keanggotaannya didasarkan pada kesamaan ciri-ciri

sosial yang dapat terwujud seperti; etnis, wilayah bahasa, kedekatan tempat

tinggal atau agama. Sebaliknya, bridging merupakan hubungan sosial yang

terbuka berdasarkan keanggotaan yang heterogen, dan linking menunjukkan

relasi yang menghubungkan antara kelompok sosial dan kebijakan negara.

Jejaring perkumpulan sosial yang baik ditandai dengan keseimbangan antara

ketiga dimensi tersebut.

Bab ini akan mendeskripsikan bagaimana dinamika bonding, bridging,

dan linking di dalam perkumpulan sosial di Desa Rintis.Diketahui, di dalam

perkumpulan sosial di Desa Rintis, linking memainkan peran utama dalam

perkembangan modal sosial. Hal ini dipahami karena pada perkumpulan sosial

yang ada perannya lebih banyak didominasi oleh tokoh, yang tak lain ialah ketua

dari perkumpulan sosial tersebut. Mereka berupaya untuk mengoptimalisasi

linking, karena pada sisi lain negara hadir dengan menyediakan sumber daya

yang berpotensi memberikan modal ekonomi sekaligus modal simbolik. Di sisi

lain, para anggota perkumpulan sosial pun menjadi anggota dan terlibat dalam

perkumpulan sosial dalam memperoleh keuntungan yang sama. Kondisi ini

98

Page 110: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

99

menyebabkan perkumpulan sosial yang ada tidak begitu baik dalam sisi bonding

dan bridging.

B. Kontestasi diantara Elit BaruSemakin banyaknya perkumpulan sosial di Desa Rintis, tentunya juga

memunculkan tokoh-tokoh baru. Ketokohan mereka terutama terbentuk karena

menjabat dalam suatu perkumpulan sosial. Naiknya mereka menjadi pemimpin

dalam suatu perkumpulan sosial pun kini bukan didasarkan atas karisma,

ataupun kedekatan dengan masyarakat. Namun, sebagaimana yang telah

dijelaskan sebelumnya legitimasi itu ialah ijazah pendidikan formal, walaupun

hanya kesetaraan, serta kedekatanya dengan Tarempa.

Kedekatan dengan Tarempa dinilai terutama melalui jalur politik. Banyak

juga sekelompok warga desa Rintis yang memanfaatkan momen Pilkada untuk

mendapatkan keuntungan pribadi. Dengan berbekal pengalaman pemilihan

langsung sebelumnya, mereka banyak memanfaatkan para calon legislatif baik di

tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional serta calon bupati untuk

menyumbangkan beberapa uang kampanyenya untuk memobiilisasi masa serta

untuk membangun fasilitas publik seperti surau dan rumah sehat. Namun, nyata-

nyata suara dari desa Rintis tidak bulat mendukung pada calon yang telah

dijanjikannya itu. Hal ini menyebabkan Desa Rintis sudah diberikan lebel yang

buruk bagi para politisi. Mereka sadar telah dipermainkan oleh para warga

dengan habisnya dana kampanye namun suara yang diharapkan tidak

memenuhi capaian. “Ya jadinya desa kami beginilah, banyak pembangunan yang

tersendat. Desa (pembentukannya) saja tidak ada kejelasan. Ini karena banyak

anggota dewan yang kesal dengan masyarakat di sini” ujar Nus salah satu tokoh

pemuda desa Rintis.

Kini pun, Pak Parjo yang menjabat sebagai ketua PAC (Pengurus Anak

Cabang) salah satu partai, karena keterlibatannya di dalam BP2KKA. Selain

sebagai ketua partai tingat kecamatan, ia juga merupakan ketua kelompok tani

Tunas Muda I, serta menjadi ketua masjid di Desa Rintis. Relasi dalam dunia

kepartaian yang sangat transaksional sudah terbaca oleh warga Rintis. Oleh

karenanya, sebagai orang lokal ia pun sangat hati-hati beraktifitas di ranah politik

praktis di desa. Selama ini ia hanya memasang atribut partai di banyak tempat

dan membantu kegiatan sepak bola ala kadarnya. Kegiatan-kegiatan sosial

dalam bentuk pemberian santunan ataupun bantuan kepada komunitas belum

Page 111: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

100

banyak dilaksanakan. Ia lebih banyak beraktifitas dalam organisasinya yang lain,

seperti kelompok tani, masjid, dan juga sebagai pengajar TPA (Taman

Pendidikan Al-Quran). Kemungkinan, dengan segala pertimbangan yang

rasional, ia akan banyak berperan di partai politik menjelang pemilu yang akan

diselenggarakan tahun depan.

Selain melalui jalur politik praktis, relasi dengan Tarempa juga dapat

dibangun dengan perkumpulan sosial yang ada. Hal ini dipahami karena,

Pemkab dengan berbagai SKPD-nya menerima setiap ajuan proposal yang

diajukan oleh warga melalui perkumpulan sosial itu. Selain itu, walaupun tidak

mengajukan beberapa perkumpulan sosial juga mendapatkan bantuan rutin dari

Pemkab. Dalam konteks ini, pemimpin masyarakat pada level RT, RW, dusun

pun mendapat kritikan yang sangat tajam. Terutama terkait kinerja mereka yang

tidak optimal. Sebagian ketua RT/RW ataupun kadus, kini disibukan dengan

urusannya semata, karena mereka sebagian besar merupakan pekerja informal.

Jika tidak mendapatkan keuntungan, seperti mengurusi jual-beli tanah dan

sebagainya mereka tidak ingin terlibat jauh dalam situasi itu.

Mengenai kondisi perpolitikan yang tidak sehat ini, para tetua dari Desa

Rintis pun sudah ‘gerah’ dengan kondisi yang ada. Namun apa daya, perubahan

zaman tidak lagi mampu dibendung, apalagi kebanyakan para tetua tersebut

banyak yang mengakui kelemahan karena tidak bersekolah. Mereka

mengeluhkan dengan situasi yang semakin berkembang kini ternyata para ketua

RT/RW yang mendapatkan gaji dari Pemda tersebut tidak banyak

mendatangakan perubahan yang signifikan terhadap kesejahtaraan masyarakat,

padahal letak kantor Bupati hanya sekitar 4 Km dari pemukiman Desa Rintis.

Pada saat, pimpinan RT/RW yang banyak tidak bersekolah dan tidak

mendapatkan bantuan honor dari Pemda terkait, dengan merasa

bertanggungjawab atas tugas para tetua Desa Rintis merasa perjuangan mereka

lebih baik dari pada para pimpinan RT/RW dan Desa sekarang ini. Pak Arta yang

telah menjadi salah satu ketua RT di Desa Rintis mengatakan:

“Dulu saja waktu masih Pemda di Ranai, kita berusaha keras untuk mendapatkanbantuan PNPM. Itu tidak sekali dua kali langsung dapat. Dan akhirnya kita dapatbantuan bangunan pertemuan PNPM dan juga WC umum di Hulu (Rintis Hulu).Sekarang ini mana ada RT- RW yang bisa mendapatkan program, padahalPemda sekarang di sini.” (wawancara dengan Bapak Arta tanggal 8 April 2013)

Dalam suatu kesempatan, Ibu Isye dalam kegiatan PKBM sedang

melakukan kegiatan pelatihan menjahit atas bantuan dari dinas perindustrian dan

Page 112: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

101

perdagangan kab kep Anambas. Karena gedung PKBM pada waktu itu belum

selesai dibangun, ia pun menggunakan gedung PNPM yang pada waktu itu juga

menjadi kantor desa, karena kantor desa belum dibuat. Karena, alasan tidak

melapor atau izin ke pada RT-RW terkait, maka para elit-elit baru ini pun

memaksa untuk membubarkan kegiatan, ataupun mengusir mereka dari gedung

tersebut. Seketika, kegiatan pun dipindahkan ke kediaman pribadi Ibu Isye.

Peristiwa tersebut menjadi suatu penanda baru, bagaimana para ketua RT/RW

pada saat itu merasa memiliki kekuatan formal. Padahal sebagian besar RT/RW

pada waktu itu merupakan lulusan yang diselenggarakan oleh PKBM Kurnia.

Kondisi ini bisa dipahami karena, adanya kecemburuan warga atas bantuan yang

ada. Mereka menganggap bahwa atas bantuan tersebut minimal mereka

dilibatkan ataupun mendapatkan bagian atas itu. Alasan tersebut dirasa sangat

logis, karena jika hanya ingin melakukan tes kekuatan (exercise of power)

tentunya mereka tidak akan sampai melakukan itu, karena sebagian besar

peserta merupakan tetangga bahkan saudaranya sendiri.

Dalam kegiatan PKK yang lain juga, selalu ada batas antara anggota

yang bermukim di dusun atas dan juga dusun bawah. Hal ini dipahami karena

dalam banyak kegiatan mereka memiliki arena yang berbeda. Sampai dengan

adanya pemekaran desa, sinergi dalam PKK Desa Rintis belum bisa terlihat.

Saat dilangsungkan rapat pembentukan PKK desa sempat terjadi pro-kontra

diantara mereka. Pembentukan PPK desa yang diselenggarakan di rumah

kepala desa dianggap tidak tidak mewakili semua kelompok. Padahal dalam

pembentukan tersebut semua peserta rapat sudah menyetujui setiap keputusan

yang ada.

Pembentukan PKK desa didasari karena adanya surat dari PKK

Kabupetan Kep Anambas pada pertengahan tahun 2012. Sejak surat itu diterima

oleh istri dari kepala desa, maka dibuatlah rapat pembentukan dengan

menggundang semua ibu-ibu dari berbagai elemen. Dalam proses rapat yang

dibantu oleh Ibu Isye, terbentuklah struktur kepengurusan yang sudah disetujui

oleh semua peserta rapat. Setelah terbentuk, maka mereka siap untuk ditinjau

oleh pengurus PKK tingkat kabupaten. Beberapa hari kemudian maka

dilangsungkanlah acara untuk menyambut tim peninjau tersebut yang

diselenggarakan di gedung PKBM Kurnia. Dalam acara tersebut, Ibu Yani yang

merupakan salah satu pejabat pada salah satu SKPD di Tarempa pada acara

tersebut melancarkan protes. Protes itu ditujukan ke Ibu Isye yang

Page 113: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

102

dianggapnyamendominasi dalam pembentukan kepengurusan tersebut. Hal ini

terjadi karena ia tidak hadir dalam pembentukan yang dilaksanakan beberapa

hari sebelumnya. Dengan adanya peristiwa tersebut struktur kepengurusan pun

diubah, walaupun sesungguhnya tidak ada perubahan yang berarti.

Hubungan antar kelompok tani pun ternyata juga penuh diwarnai

persaingan antar elit-elit yang ada. Awalnya kelompok tani di desa Rintis cukup

banyak anggotanya, karena sebagian besar warga berprofesi sebagai petani.

Namun, masalah muncul ketika ada pergantian ketua, yang dianggap bukanlah

orang yang fokus terhadap pertanian. Selanjutnya, karena adanya program

bantuan untuk bidang pertanian dari Premier Oil maka diutuslah pendamping

beserta bantuan modal dan pupuk. Sayangnya, menurut sebagian besar warga

pendamping tani yang diutus oleh Premier Oil malah berkomplot dengan ketua

kelompok petani yang baru dengan menjual bibit tersebut tidak jauh dengan

harga pasaran. Peristiwa tersebut semakin diperjelas dengan dana bantuan

modal yang sedianya diberikan kepada petani, malah secara sepihak dijadikan

modal oleh ketua kelompok tani untuk pembuatan koperasi petani di Desa Rintis.

Kecewa atas sikap itu, akhirnya sebagian besar kelompok tani pun memutuskan

untuk keluar dari pertanian dengan kata lain tidak mengakui keberadaan

koperasi pertanian tersebut.

Namun setelah dikonformasi, ketua kelompok tani dari Batu Tambun

mengatakan sebaliknya. Pak Umar mengatakan bahwa telah banyak program

pemberdayaan yang diselenggarakan di Gudang tengah sejak lama namun tidak

pernah nyata hasilnya. Olehkarenya, ia pesimis akan kemajuan gudang tengah

walau akan banyak program pemberdayaan yang akan diselenggarakan di sana.

Dia melanjutkan pembuatan koperasi yang diinisiasi langsung olehnya,

sebetulnya ingin bertujuan untuk memajukan kesejahteraan bersama.

Menurutnya, sebagai buktinya keseriusan koperasi diperuntukan kepentingan

bersama ialah ada peserta juga yang diundang dari kecamatan lain juga hadir,

sedangkan dari gudang tengah yang dekat tidak mau hadir. Selanjutnya, Pak

Umar mengatakan:

“dari hasil studi banding kemarin, akhirnya kami membentuk koperasi Tani danaawalnya itu didanai oleh premier Oil. Alhamdulillah sekarang kita ini sudah punyapengolahan kompos dapat mesinnya tahun 2012 sampai sekarang ini . ya kalaukoperasi ini menampung hasil pertanian dari anggota lalu kita pasarkan. lalumodalnya karena masih sedikit ada juga kita gulirkan untuk simpan pinjam, tapimaksimal warga bisa memenjam hanya 1,5 juta. aktifitasnya yang utama ya dua,penyedian pembibitan dan simpan pinjam untuk kebutuhan rumah tangga. walau

Page 114: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

103

sebenarnya itu bertantangan dengan aturan koperasi tani, tapi ya kan tujuankoperasi itu untuk menyejahterakan anggotanya ya kita tidak ikut aturan sayarasa tidak apa. ya kalau hubungan dengan kelompok tani di rintis sebenarnyatidak ada masalah, tapi karena mereka prinsipnya tidak mau kerja sama karenagengsi. padahal kalau dapat bantuan apa saja saya bagi. karena untuk dapatbantuan itukan perlu skill, kalau tidak diurus, kita harus bawel tanyakan terus,bahkan kalau perlu jika tidak dapat kita protes. sempat juga ada bantuan 50 jutadari premier oil untuk koperasi tani, mereka minta juga tapi karena mereka tidakbisa membentuk ya akhirnya ditarik, ke kopreasi kita. tapi tidak semuanyabebentuk uang ada juga bantuan berbentuk barang”. (wawancara tanggal 6 April2013)

Selanjutnya, kasus yang memicu konflik tersebut makin membesar

adalah adanya pembukaan pelatihan pertanian oleh Premier Oil yang

diselenggarakan di gedung PKMB Kurnia. Ketua kelompok tani yang merupakan

warga kampung Batu Tambun dianggap kurang kordinasi dengan para petani

dan juga masyarakat di kampung gudang tengah. Pelaksanaan pelatihan yang

kabarnya mendapat dana teknis dari Perusahaan ternyata tidak dibayarkan oleh

para pekerja teknis yang semuanya adalah warga gudang tengah. Parahnya,

setelah selesai pembukaan, gedung PKBM dibiarkan kotor dan perlengkapan

banyak yang tidak dikembalikan ke tempatnya bahkan rusak.

Gambar 7Papan Nama Koperasi Pertanian

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Kondisi polaritas antara dusun atas dan dusun bawah pun semakin

menguat setelah pelatihan menetaskan telur yang difasilitasi oleh Premier Oil

diselenggarakan di rumah Pak Umar sebagai ketua kelompok taninya yang

Page 115: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

104

tinggal di Batu Tambun. Warga yang tinggal di Gudang Tengah pun meresa

enggan untuk berpartisipasi, mereka mengeluhkan kenapa ada tempat umum

seperti PKMB, tetapi penyelenggaraan penetasan telur malah diselenggarakan di

rumah pribadi. Konflik pun sampai pada klimaksnya ketika, ada fasliator asal

Joglo Tani (Yogyakarta) yang disponsori oleh Premier Oil, yang seharusnya

memberikan penyuluhan dan pendampingan kepada kelompok tani Desa Rintis,

kini harus membagi jatah kepada ke dua kelompok tani yang berasal dari dua

kampung tersebut.

Dalam ketegangan ini, sesungguhnya para anggota kelompok tani tidak

begitu mengetahui permasalahan yang ada. Buktinya, ketegangan itu pun tidak

sampai berlaut-larut, karena memang kepentingan mereka ialah untuk

mendapatkan bantuan dari negara melalui perkumpulan sosial yang ada.

Perseteruan ini terutama terjadi karena adanya persaingan dalam mendapatkan

bantuan oleh para elit yang menjadi ketua kelompok tani.

C. Optimalisasi Linking: Profil Tiga Orang Ketua Perkumpulan SosialDesa Rintis kini menjadi arena bagi para elit baru dalam

mengekspresikan aktivitasnya, terutama melalui perkumpulan sosial. Jika

diidentifikasi, terdapat tiga elit baru yang muncul di Desa Rintis. Ketiga elit baru

ini bukan merupakan bagian dari keluarga Gudang Tengah yang kini berada

pada puncak kekuasaan di Desa Rintis. Mereka berasal dari latar belakang yang

berbeda namun memiliki orientasi yang sama dalam menggerakan perkumpulan

sosial yang mereka kelola di Desa Rintis.

Tabel 8Peran Aktor dalam Perkumpulan Sosial

Aktor Pekumpulan sos Jabatan lain Sumber BantuanIbu Isye (60tahun)

PKBM Kurnia Ketua HIMPAUDIAnambas;Wakil ketua II PKKAnambas

Disperindag kab, IstriBupati, Premier OilDisdikbud provinsi, NGOAsing

Pak Umar(61 tahun)

Poktan SepakatJaya;Koperasi SepakatJaya;Perempuan tani

Bendahara KTNA Distan kab, distan prov,KOARMABAR AL, PremierOil

Pak Parjo(48 tahun)

Poktan TunasMuda I;Masjid Desa

Ketua PAC PartaiDemokrat Kec Siantan;Anggota BP2KKA

Distan kab, PartaiDemokrat, Premier Oil

Sumber: Diolah dari data penelitian

Page 116: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

105

Kemudian,ketiga aktor ini juga memiliki kesamaan pada tingkat usia,

merekasudah berusia paruh baya. Hal ini dipahami karena, sebagian generasi

muda baik yang bekerja pada ruang informal maupun formal, masih berorientasi

untuk mengejar peningkatan kesejahteraan keluarga. Selain karena kekosongan

generasi muda yang berinisiatif untuk menggerakan perkumpulan sosial, mereka

juga memiliki kelebihan pada sisi pengalaman, baik lokal maupun nasional. Tabel

8 di atas ini menjelaskan profil masing-masing aktor baik perannya ditingkat

Desa Rintis maupun di Kabupaten Kepulauan Anambas.

Tokoh pertama ialah Ibu Isye, nenek berusia 60 tahun ini memiliki darah

Sunda, namun sejak kecil sudah tinggal di Tarempa. Sebelumnya aktifitas

utamanya ialah berdagang pakain di salah pasar di Tarempa. Selain sebagai

pedagang yang sukses, ia juga memiliki panti asuhan yang dibuat bersebelahan

dengan toko pakaiannya. Panti Asuhan ini ditujukan bagi para pelajar yang

bersekolah pada tingkat SMP sampai SMA. Hal ini dipahami karena pada masa

itu, SMP dan SMA masih sangat jarang ada, sehingga mereka membutuhkan

tempat untuk tinggal untuk bersekolah. Lokasi rumah mereka dari sekolah cukup

jauh, bahkan sebagian besar membutuhkan transportasi laut untuk menuju

sekolah. Panti Asuhan itu akhirnya dilegalkan dengan nama Yayasan Al

Muhajirin, yang juga menjadi cikal bakal dari PKBM Kurnia. Pada tahun 2005, ia

membuka PAUD yang pertama di Tarempa, dan kemudian dilanjutkan untuk

membuka PAUD kedua di Desa Rintis.

Keaktifannya di dalam dunia sosial kemasyarakatan, membuatnya cukup

dikenal di Tarempa. Sehingga dalam banyak kegiatan ia dapat berjumpa dengan

orang-orang yang memiliki posisi strategis baik di pemerintahan maupun di

perusahaan. Sejak awal terbentuknya Kab. Kep Anambas, beliau sudah

digandeng Ibu Bupati untuk membentuk PKK yang sampai kini ia masih duduk

sebagai Ketua II di institusi itu. Bahkan, dalam aktifitasnya di PKK ia pernah

mengalami kecelakaan laut yang parah, yang berujung pada meninggalnya

beberapa rombongan dan hilangnya istri Bupati sampai saat ini.27 Ia merupakan

salah satu korban selamat, walaupun ia mengalami banyak luka bakar yang

masih berbekas sampai saat ini.

Kecelakaan yang dialami oleh Ibu Isye itu tidak membuatnya berhenti

dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Baru-baru ini pada tahun 2013, ia terpilih

untuk menjadi ketua umum HIMPAUDI (himpunan pendidik anak usia dini

27 lebih jelas dapat dilihat pada halaman 54.

Page 117: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

106

seluruh Indonesia) untuk di tingkat Kab Kep Anambas. Hal ini dipahami karena

reputasi Ibu Isye yang dikenal cukup serius mengurusi PAUD, ia pun dikenal

sebagai pelopor PAUD di kabuaten baru itu. Sehingga dalam pemilihan ketua

yang di dilaksanakan pada bulan April 2013 itu, ia terpilih secara aklamasi dan

mendapatkan dukungan penuh dari peserta musyawarah daerah.

Reputasinya dibidang sosial ternyata tidak sejalan dengan kondisi

keluarganya. Di Rintis, ia kini tinggal tidak bersama keluarganya agar dapat

menghindari suaminya kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Rintis

bukan hanya menjadi sarana aktualisasinya dalam berkatifitas sosial, namun

juga bagian dari upayanya untuk menenangkan diri. Latar belakang etnis Sunda

yang masih melekat pada dirinya menyebabkan ia diterima dengan baik di Rintis,

dan ia merupakan salah satu pendatang yang pertama di Desa Rintis. Di

kediamannya, Ibu Isye juga tinggal bersama orang-orang yang kurang

beruntung karena tidak memiliki rumah yang layak. Namun, kini dengan adanya

bantuan bedah rumah dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, mereka masing-

masing sudah tinggal di rumah barunya itu.

Gambar 8Aktifitas Pelatihan PKBM Kurnia bersama BF

Sumber: Dokumentasi Carol

Selain karena kelengkapan legalitas dari perkumpulan sosialnya,

reputasinya yang cukup kuat dalam mengurusi perkumpulan sosial

menyebebakan banyak instansi yang ingin bekerjasama degan PKBM Kurnia.

Sebagaimana yang sudah dilaskan sebelumnya, ia mendapat banyak bantuan

dari SKPD di Kab Anambas, Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, dan juga

Page 118: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

107

perusahaan minyak. Bahkan dalam suatu kesempatan, PKBM Kurnia telah

menjalin kerjasama dengan salah satu NGO Internasional yaitu Biosphere

Foundation (BF). NGO ini bekerja sama untuk melakukan pelatihan pemanfaatan

sampah pelastik untuk dijadikan bahan-bahan bernilai guna bahkan bernilai jual

(lihat gambar 9). Dalam waktu dekat, PKBM Kurnia juga akan mendapatkan

bantuan bangunan TK dari dinas pendidikan Provinsi Kepri. Selain itu, ia juga

sudah menyiapkan rumah di dekat kediamannya untuk pelatihan membuat batik

cual, batik khas anambas. Program ini merupakan program ibu bupati Anambas

yang memilih ibu Isye sebagai pengelolanya.

Mendapatkan bantuan dari berbagai instansi bukan berarti semakin

membuat ia sejahtera. Dalam banyak kegiatan, ia kerap kali menggeluarkan

kocek pribadinya. Hal ini tidak banyak diketahui oleh banyak orang, karena

sebagian besar orang menganggap bahwa dari begitu banyak bantuan sarana

dan prasarana serta program pelatihan ia pun mendapatkan keuntungan

ekonomis atas itu. Mengenai hal ini ia berkomentar“ya iya, emak kan dulu

dagang, lumayan sukeslah. waktu itu ada uang 500 juta lebih, emak depositoin di

Bank. sekarang kalau anak-anak tanya itu uang ke mana aja kok abis. mak

bilang aka dikasih-kasih ke orang”.28 Dengan demikian, diketahui bahwa kegiatan

sosial sesungguhnya malah membuat dirinya rugi secara ekonomi. Namun,

dengan kondisi anak-anaknya yang kini sudah mendapatkan berbagai posisi

strategis di Tarempa, ia tidak perlu lagi berfikir banyak untuk kebutuhan

ekonominya. Menurutnya, aktifitas sosialnya itu tidak boleh berhenti walaupun ia

sudah tua dan kini memiliki kekurangan akibat kecelakaan, karena itu merupakan

kewajiban dan juga panggilan jiwa.

Tokoh kedua ialah Pak Umar. Kakek berusia 61 tahun ini kelahiran

Tarempa dari orang tua yang merupakan buruh pekebunan asal Rangkas Bitung,

Banten. Namun, karena istrinya berasal dari etnis Jawa, maka kebantenanya pun

tidak begitu nampak. Di masa mudanya, ia terlibat aktif untuk membangun surau

di wilayah Rintis yang kini berada di wilayah dusun bawah. Ia tidak banyak

bercerita mengenai kehidupan pribadinya. Walaupun begitu, ia menyadari bahwa

sudah cukup lama ia berhenti mengurusi masyarakat dan baru kali ini ia mulai

banyak aktif di dalam kegiatan sosial. Ia menjelaskan bahwa dirinya kerap

ditawari untuk terlibat untuk menjadi ketua RT, RW dan juga di tingkat dusun,

namun ia menolak tawaran itu. Kini selain aktif mengurusi kelompok tani, ia juga

28 Wawancara dengan Ibu Isye tanggal 6 April 2013

Page 119: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

108

dipercaya untuk menjadi pengurus Babul Akhirat, yaitu lembaga yang mengurusi

anggota masyarakat yang meninggal dunia yang kini juga dbantu dengan adanya

bantuan dari pemerintah daerah, baik santunan maupun perlengkapan

upacaranya.

Sebagai warga Rintis, ia pun bekerja sebagaimana pada umumnya yaitu

sebagai pencari karet. Keluarganya pun seperti keluarga lainnya di desa Rintis.

Sebagaimana Ibu Isye, ternyata Pak Umar pun sempat memiliki masalah di

internal keluarganya. Istrinya pergi meninggalkannya beserta anak-anaknya. Tak

ingin terlalu larut dengan masalah itu, ia pun menikah lagi. Dengan istrinya yang

baru ini, ia mulai merancang bisnis keluarga, yang sampai saat ini jiwa bisnis

masih sangat terlihat pada dirinya.

Kesibukan Pak Umar sebelum aktif sebagai ketua kelompok tani ialah

mengurus bisnis keluarga. Di rumahnya, ia memiliki warung makanan yang

menyuplai kebutuhan makan bagi warga Tarempa. Dengan usaha itu, ia menjadi

salah satu pengusaha yang sukses karena minimnya pesaing di masa itu.

Namun kini dengan berkembangnya ruang ekonomi informal, pebisnis makanan

semakin banyak dan beragam. Lokasi rumahnya yang lumanyan jauh, membuat

kedainya tidak lagi diminati oleh banyak pelanggannnya. Kini ia tidak lagi

membuka bisnis makanan secara terbuka, namun masih kerap menerima

pesanan dari berbagai pihak jika ada yang membutuhkan. Sampai sekarang istri

beliau pun masih mengurusi bisnis sebagai penjahit yang menerima order

pembuatan pakaian dari masyarakat.

Di rumahnya, Pak Umar memilihara sapi dalam jumlah yang cukup

banyak. Namun berbeda dengan pola pemeliharaan yang biasa dilakoni warga di

Desa Rintis. Halaman rumahnya yang sangat luas dijadikan sebagai arena sapi

untuk mencari makan, sehingga sapi-sapinya tidak dibiarkan berkeliaran jauh.

Setiap dijumpai di rumahnya, ia selalu mengurusi hewan ternaknya itu.

Sepertinya, mengurusi sapi menjadi aktifitas utamanya, selain mengurusi

perkumpulan perkumpulan sosial yang dikelolanya.

Semenjak tidak lagi menggeluti dunia bisnis, pada tahun 2010 ia

mendirikan kelompok tani Sepakat Jaya. Hal ini dirasa sangat aneh oleh

sebagian warga, karena memang ia tidak memiliki latar belakang sebagai petani.

Namun, kelompok tani ini ia garap serius kelembagaanya, bahkan ia kini juga

mendirikan koperasi petani dan juga kelompok wanita tani pada tahun 2013.

Setiap kegiatannya di dalam kelompok tani menurutnya terinspirasi dari

Page 120: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

109

perjalannaya ke berbagai tempat di Indonesia. Misalnya, untuk pembentukan

koperasi tani, ia terinspirasi dari studi banding ke Yogyakarta yang pada waktu

itu dibiayai oleh dinas Pertanian Kab Kep Anambas.

Keseriusan Pak Umar dalam menggarap kelompok tani lebih tinggi

dibandingkan dengan ketua kelompok yang lain. Mesin kompos yang pada

kelompok tani lain sudah rusak, dengan pengelolaanya sampai saat ini masih

mesin itu dapat digunakan dengan baik. Hal ini dikerenakan setiap fasilitas yang

didapatkan dari berbagai instansi dioprasionalkan di rumahnya. Rumahnya

merupakan sentral dari kegiatan-kegiatan kelompok tani yang ada. Rapat,

pertemuan kelompok, selalu diadakan di rumahnya. Selain itu, sekretariat

koperasi juga ada di rumah beliau itu.

Ia pun sangat bersyukur, dengan terbentuknya kabupaten ia dapat

melakukan perjalanan ke banyak tempat. “Padahal dulu mimpi saja tidak pernah

saya bisa naik pesawat, tapi alhamdulillah sekarang ini lumayan sudah beberapa

kali, kemungkinan besok acara pekan nasional KTNA di Surabaya saya

ikut”29ujarnya mengenai aktifitas barunya itu. Kecakapanya berbicara

membuatnya dipercaya untuk duduk sebagai pengurus KTNA (Kelompok Tani

dan Nelayan Andalan) yang juga memiliki kepengurusan sampai tingkat pusat.

Hal ini dipahami karena tidak semua orang di Desa Rintis memiliki kemampuan

berbicara di forum terbuka.

Pak Umar kini sedang mengalami ketidakpercayaan yang tinggi atas

kinerja dari Pemkab Kep Anambas, terutama oleh dinas yang berkaitan

dengannya. Hal ini menyebabkan ia mulai berganti orientasi untuk menggerakan

perkumpulan sosialnya. Belakangan ia mendapat bantuan dari dinas pertanian

provinsi kepri berupa dana bergulir untuk kelompok wanita tani. Bantuan inilah

yang menjadi dasar dari pembentukan kelompok wanita tani sepakat jaya.

Kemudian ia juga pernah mendapatkan bantuan dari Premier Oil dan juga

Koarmabar Angkatan Laut. Walaupun begitu, kelompok taninya masih mendapat

bantuan rutin dari dinas pertanian kab kep Anambas berupa perlengkapan

pertanian.

Tokoh ketiga ialah Pak Parjo. Pria berusia 48 tahun ini menggeluti dunia

pertanian sejak muda. Meskipun ia sempat bekerja sebagai buruh bangunan, ia

tetap memilih sebagai petani. Menurutnya, dengan bekerja sebagai petani ia bisa

bebas dan merdeka. Dalam artian, ia tidak berkerja atas tekanan dari atasan.

29 Wawancara dengan Bapak Umar tanggal 6 April 2013.

Page 121: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

110

Selain itu, ia pun sangat menyadari bahwa penghasilan sebagai petani di

Anambas tidak kalah dengan pekerjaan lain, jika ditekuni dengan serius.

Ia memiliki dua anak, yang kecil masih bersekolah dan yang besar sudah

bekerja sebagai guru. Selain sebagai petani, ia dan istri setiap dua hari dalam

seminggu ia mengajar mengaji di sebuah surau di Kampung Rintis Hulu. Sebagai

ketua masjid desa, setiap solat magrib dan isya ia selalu tunaikan di masjid yang

tidak begitu jauh dari rumahnya yang juga berada di Kampung Gudang Tengah.

Sebagai seorang petani, Pak Parjo yang merupakan warga asli Rintis keturunan

Rangkas tidak begitu banyak bergaul dengan warga kecuali pada waktu solat di

masjid.

Pak Parjo termasuk salah satu orang yang memiliki kecakapan dalam

berbicara, walaupun sesungguhnya ia pun tidak bersekolah formal. Potensi ini

didapatkanya dari aktifitasnya dulu yang kerap mengikuti kejuaraan pembacaan

ayat suci Al-Quran di tingkat kecamatan. Karena sesungguhnya tidak banyak,

warga Rintis yang memiliki keahlian dalam berbicara, ia pun terlibat aktif mewakili

masyarakat Rintis di BP2KKA untuk memperjuangkan pemekaran kabupaten.

Walaupun sudah memiliki posisi sebagai ketua tani, ia kerap

mencalonkan diri dalam berbagai kesempatan. Saat Rintis belum berbentuk desa

ia pernah mencalonkan RT, RW, dan belum lama ia mencalonkan diri sebagai

kepala dusun. Namun, dalam dari momen itu dia belum dipercaya warga untuk

duduk sebagai ketua di tingkat perkumpulan ketetanggan. Kini semenjak tahun

2013, ia menjabat sebagai ketua PAC Partai Demokrat di kecamatan Siantan.

Mengenai keterlibatanya ini ia mengatakan “saya ikut partai ini karena saya tau

yang saya mau dukung ini orang bagus, dia dulu yang memperjuangkan

Anambas ini”. Namun mengenai kesertaanya dalam partai tidak banyak yang

merspon positif, malah cenderung sebaliknya.

Kegagalannya dalam banyak momen politik, menurut warga karena ia

sudah paham betul karakter Pak Parjo dalam perkumpulan sosial. Ia bahkan

mendapatkan julukan “Mansur” yang artinya makan seorangan, atau dimakan

sendiri. Atau dengan kata lain, ia sudah memiliki jejak rekam yang buruk dimata

masyarakat, sehingga ia tidak diberikan kesempatan untuk menjadi pemimpin

masyarakat. Dipilihnya Pak Parjo sebagai ketua masjid pun dikarenakan

sebagian besar warga Rintis tidak bisa menjadi imam dalam sholat berjamaah di

Masjid.

Page 122: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

111

Jika dua tokoh sebelumnya fokus pada bidangnya masing-masing. Tokoh

terakhir ini memang cendrung tak memiliki fokus di dalam perkumpulan sosial

yang dikelolanya. Fenomena ini menarik dicermati karena memang Pak Parjo

merupakan tokoh yang bisa dibilang oportunistik. Ia selalu menggambil

kesempatan yang ada, dalam upaya meningkatkan perannya di dalam

masyarakat. Labelisasi negatif dari masyarakat cendrung kuat ke Pak Parjo,

walaupun juga pada dua tokoh yang sebelumnya juga ada. Hal ini disebabkan

tidak adanya keseriusan dalam mengelola perkumpulan. Misalnya, dalam

kelompok tani Tunas Muda I yang dikelolanya, mesin kompos yang didapatkan

dari perusahaan minyak tidak dikelola dengan baik, malah cendrung dibiarkan

rusak.

Walaupun begitu, ia tetap memaksimalisasi relasinya dengan Tarempa.

Misalnya dikalangan birokrasi dinas Pertanian, Pak Parjo lebih dikenal

akomodatif dibandingkan Pak Umar yang kerap melancarkan protes ke sana.

Apalagi, jika ditinjau dari segi hasil pertanian, kelompok tani yang dipimpin oleh

Pak Parjo lebih produktif. Hal ini dikarenakan ketersediaan lahan yang masih

luas dan juga masih ada beberapa orang yang memang fokus untuk bertani.

Besarnya hasil produksi pertanian ini menjadi alat perekat ia dengan Pemkab,

walaupun sesungguhnya tidak ada peranan yang signifikan dari kelompok tani.

Kini dengan menjabat sebagai petinggi di salah satu partai, dalam banyak

kesempatan ia selalu menjadi tujuan warga meminta dana untuk kegiatan sosial.

Misalnya dalam sebuah kejuaraan sepak bola yang membutuhkan ongkos

transportasi ia pun menyumbangkan dananya untuk kegiatan tersebut. Mengenai

hal ini Pak Saipur yang mengelola kegatan sepak bola mengatakan “ya waktu

kompetisi kemarin pialanya kita serahkan ke Pak Parjo, karena dia yang

membantu pendanaan tim kita”. Selain itu juga, dalam kegiatan hari jadi

Paguyuban Pasundan yang dilaksanakan di Desa Rintis, ia pun ambil bagian

untuk mendukung secara finansial. Aktifitas ini penting dalam upaya meyakinkan

calon pemilih untuk memilih partainya di dalam Pemilu tahun depan.

Kegiatannya di partai politik sementara ini ditujukan untuk meloloskan

kandidatnya untuk duduk di DPRD dalam pemilu 2014. Ia tidak memiliki tujuan

untuk menjadi anggota dewan, karena memang kualifikasinya tidak memadai

terutama mengenai syarat pendidikan. Sehingga fokus utamanya ialah

pemenangan kandidatnya. Ia meyakini akan mendapatkan keuntungan dalam

banyak hal. Aktifitas Pak Parjo dalam politik di Anambas termasuk yang paling

Page 123: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

112

dini, karena di partai-partai lain aktifitas pemenangan kandidat belum terasa. Ia

sudah memajang foto kandidat di rumahnya, lalu sudah membagikan kalender

yang bergambar orang tersebut ke semua warga di Rintis.

Dari penjelasan tiga tokoh di atas dan juga penjelasan tentang performa

perkumpulan sosial yang ada di Desa Rintis maka diketahui bahwa pemimpin

perkumpulan memiliki peran penting untuk berkorespondensi dengan berbagai

institusi. Peran ini tidak dapat dimainkan oleh semua orang, karena

membutuhkan banyak kecakapan, terutama kecakapan bicara dan lobi. Selain

itu, elemen yang lain yang juga utama ialah kepercayaan (trust).

Semakin performa pemimpin dan perkumpulan sosialnya menunjukan

keseriusan dan komitmen yang kuat, maka akan semakin banyak instansi yang

ingin bekerja sama. Dalam kajian modal sosial, diketahui bahwa pemimpin

berperan besar dalam pembentukan linking. Linking berpengaruh besar dalam

eksistensi organisasi. Dalam kasus ini, kuatnya linking berdampak pada

peningkatan sumber daya perkumpulan sosial. Sumber daya tersebut secara

spesifik juga akan berdampak pada kesejahtraan anggotanya.

Sehingga wajar perkumpulan sosial dengan linking yang kuat akan

mendapat respon yang juga baik dari para anggota. Perkumpulan sosial, memiliki

fungsi sebagai kepanjang-tanganan dari negara untuk menyalurkan kebutuhan

publik. Walaupun begitu, pada semua tahap, baik negara, pemimpin, dan juga

anggota memiliki potensi penyimpangan yang sama. Sehingga, relasi yang

cendrung kuat ialah antara negara dengan pemimpin perkumpulan sosial. Hal ini

dipahami, karena pemimpin dan negara memiliki komitmen tersendiri yang tidak

diketahui oleh para anggota. Atau minimal, pemimpin perkumpulan sudah

mengetahui secara persis adanya penyimpangan ditingkat negara.

Kelekatan yang begitu kuat ini tentunya dipengaruhi oleh besarnya

anggaran dari Pemkab Kep Anambas. Sehingga anggaran untuk berbagai

program langsung ke masyarakat pun cukup banyak. Adanya regulasi bahwa

pemberian bantuan harus melalui perkumpulan sosial, tentunya menjadi dasar

atas hubungan itu. Pemimpin perkumpulan yang memiliki otoritas penuh atas

perkumpulan sosial dengan dapat berkomunikasi dan membuat komitmen

langsung dengan negara. Fenomena inilah yang menyebabkan peran pemimpin

dalam perkumpulan sosial diharapkan sekaligus dibenci. Diharapkan karena dia

sebagai penyalur bantuan dari negara, dibenci karena mereka mengetahui

Page 124: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

113

bahwa pemimpin tersebut telah mendapatkan keuntungan dari relasinya dengan

negara.

Dari penjelasan di atas diketahui bahwa perkumpulan sosial memiliki

relasi bukan hanya dengan negara, namun juga dengan elemen pasar dan juga

masyarakat sipil. Namun tidak seperti Pemkab dan Pemprov, elemen no

pemerintah memiliki perbedaan mekanisme pemberian bantuan. Misalnya

Premier Oil lewat divisi CSR-nya,mereka menerapkan mekanisme pengerjaan

program yang lebih profesional dan akuntabel. Salah satu elemen yang paling

penting ialah adanya pemantauan langsung secara berkala dari setiap bantuan

yang diberikan. Mengenai hal ini, Abu Hanifah sebagai kepala bidang CSR

Premier Oil mengatakan “kami memang ingin menerapkan bantuan yang

memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, dan dalam pelaksanannya

melalui mekanisme swadaya masyarakat”.

Dalam pemberian bantuan pada kelompok tani misalnya, Premier Oil

memberikan tim penyuluh yang tinggal langsung bersama para petani selama

satu tahun. Mereka datang secara bergantian untuk memberikan peningkatan

pemahaman dan keahlian para petani untuk menjadi petani organik. Dengan

hadirnya penyuluh ditengah-tengah mereka diharapkan petani dapat membuat

pupuk dan obat-obatan secara mandiri dan tidak bergantung pada produk-produk

yang ada dipasaran yang harganya cukup mahal. Namun dari hasil pengamatan,

kinierja dari para penyuluh ini tidak banyak membuahkan hasil. Karena memang

negara menyuplai semua kebutuhan petani dengan produk-produk pabrikan.

Sehingga mereka lebih memilih itu, ketimbang harus membuat pupuk dan obat-

obatan yang memakan waktu dan tenaga.

Kemudian, dalam pembangunan gedung PKBM Kurnia di desa Rintis juga

menekankan prinsip keswadayaan masyarakat. Dalam pembangunan tersebut

dibentuklah panitia pembangunan yang terdiri dari berbagai elemen.

Pembangunan tersebut pun memakan waktu yang cukup lama karena

pengerjaannya dilaksanakan oleh masyarakat sendiri. Mengenai permasalahan

pendanaan pun ternyata tidak sedikit pengeluaran yang tidak bisa

dipertanggungjawabkan. Sehingga untuk menggenapkan pembangunan, Ibu Isye

perlu mengeluarkan koceknya sendiri dalam jumlah yang cukup besar. Dengan

segala keterlambatan akhirnya bangunan itu pun kini berdiri cukup megah.

Sehingga, dalam relasi dengan perusahaan kerap kali pemimpin malah

mengeluarkan pengeluaran sendiri, karena memang setiap pengeluaran harus

Page 125: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

114

dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya dalam setiap pelatihan yang

diselenggarakan oleh perusahaan, banyak warga yang mengharapkan uang

saku. Padahal perusahaan tidak menyediakan itu, sehingga pemimpin harus

pandai menyiasati kondisi ini. Bagi sebagai orang, mereka tetap menjalankan

pelatihan walaupun pesertanya tidak banyak. Namun, bagi Ibu Isye, ia merasa

perlu untuk mengeluarkan koceknya sendiri.

Semakin surutnya keuangan Ibu Isye, dalam pelatihan yang diadakan

oleh Biosphere Foundation pada bulan Maret 2013 ini, beliau tidak mengundang

banyak orang. Ia hanya memanfaatkan para orang dekatnya, terutama para

pangajar PAUD untuk mengikuti pelatihan tersebut. Hal ini dipahami karena

menurutnya, jika mengundang banyak orang ia harus menyiapkan uang saku

dan konsumsi dari koceknya sendiri, padahal anggaran tersebut tidak ada dalam

kesepakatan perjanjian antara Ibu Isye dengan pihak BF.

Gambar 9Produk Hasil Pelatihan dengan BF

Sumber: Dokumentasi Carol

Peserta pelatihan pemanfaatan limbah dan Ibu Isye sendiri pun

sesungguhnya tidak begitu berharap dengan hasil pelatihan tersebut. Karena

walaupun produk tersebut bernilai ekonomis, namun mereka tidak berminat

sedikit pun untuk menekuni usaha tersebut. Hal ini dipahami karena mereka

sudah memiliki pekerjaan yang mapan, apalagi usaha tersebut belum jelas

pemasarannya. Walaupun, sesungguhnya ada komitmen dari BF untuk

memasarkan produk tersebut ke mancanegara, sebagaimana yang sudah

Page 126: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

115

dilaksanakan di Bali. Carol, perwakilan dari BF yang menggarap pelatihan

tersebut sudah memahami karakteristik warga Rintis. Mengenai hal tersebut ia

mengatakan:

“saya sedikit optimis program ini akan berlangsung. tapi tetap optimis.pemerintah di sini punya banyak uang, tapi tidak memiliki tanggungjawab yangbaik untuk mendidik warganya. kita menginginkan relasi jangka panjang selamamereka meminta. kami tidak akan mendorong mereka untuk melanjutkanprogram, kalau mereka tidak mau. kita tidak menawarkan mereka uang, tapi kamiingin bekerjasama untuk bekerja, aksi dan kekuatan itu muncul dari hati. kitatidak bisa memaksa mereka”. (wawancara Carolin tanggal 26 Maret 2013)

Dengan demikian, sesungguhnya dengan cukup banyaknya peluang

meningkatkan kesejahteraan yang diupayakan dengan berbagai pelatihan tidak

dilahat dengan serius. Para anggota perkumpulan khususnya dan masyarakat

Rintis pada umumnya. Mereka sudah tidak berminat untuk melakukan pola

produksi yang lain, mereka hanya menginginkan bantuan yang nyata. Hal ini

dimaklumi karena pekerjaan mereka selama ini pun sudah memiliki tingkat

pendapatan yang tinggi.

D. Keanggotaan yang InstumentalKesertaaan masyarakat dalam perkumpulan sosial yang ada di Desa

Rintis sesungguhnya tidak menggambarkan kebersamaan. Kebersamaan yang

dimaksud ialah kepedulian dan kepemilikan suatu perkumpulan sosial. Kondisi

yang ada kini, pengelolaan perkumpulan yang hanya digawangi oleh ketuanya

semata. Hal ini dipahami karena memang sebagian besar perkumpulan sosial

hanya diinisiasi oleh satu orang dan aset yang ada pun masih belum jelas

kepemilikannya. Misalnya, mesin kompos yang dimiliki oleh kelompok Tani

Sepakat Jaya berada di kediaman bapak Umar. Selama ini pengoprasian

dijalankan sendiri oleh Pak Umar dan tidak nampak ada kesertaan dari anggota

yang lain. Begitu juga PKBM Kurnia, walaupun bangunan itu dibangun oleh

perusahaan minyak dan diperuntukan bagi masyarakat umum, sebagian

masyarakat yang lain termasuk pengelola PKBM merasa segan untuk

menggunakan fasilitas yang ada di dalamnya. Mengomentari hal ini, ketua PKBM

Kurnia Bapak Abdul Hadi mengatakan:

“Sebenarnya, organisasi-organisasi itu tinggal memperbaiki managemen yangbaik juga meningkatkan SDM-nya. kondisinya, berjalan memang berjalan tapitidak menggunakan managemen yang baik. masih mengandalkan individual,sitem tidak berjalan. ya seperti karang taruna itukan Cuma ketuanya saja yang

Page 127: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

116

ada, tidak berjalan dengan baik. Ya paling yang berjalan baik itu PKK karenamungkin sifat ibu-ibu yang mudah mengikuti program dan juga mereka cukupaktif. ya teh Isye juga sebenarnya belum menerapkan menajemen yang baik.Cuma dia saja yang sibuk, sekretaris dan bendahara sepertinya tidak dilibatkandalam banyak hal. lagian juga, kan PKBM itu istilahnya milik dia, karena kanbangunan itu berdiri diatas tanah milik dia”. (wawancara dengan Abdul Hadutanggal 2 April 2013).

Penjelasan di atas menggambarkan kondisi perkumpulan sosial di desa

Rintis. Kondisi tersebut dipahami karena memang hadirnya perkumpulan bukan

merupakan kebutuhan kolektif masyarakat. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa

PKK memiliki kenggotaan yang cenderung lebih aktif dibandingkan organisasi

yang lainnya. Salah satu penyebabnya ialah diselenggarakanya kegiatan arisan

oleh PKK pada tingkat desa. Dalam situasi ekonomi yang pas-pasan, para ibu-

ibu membutuhkan arisan untuk berjaga-jaga jika ada kebutuhan di masa datang

ataupun hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi barang-barang tersier

semata.Dengan demikian, PKK menyediakan kegiatan yang dibutuhkan oleh

sebagian besar masyarakat.

Dalam upaya menjaga stabilitas pengajar PAUD di PKBM Kurnia. Ibu Isye

mendaftarkan para pengajar tersebut untuk menjadi bagian dari pegawai

pemerintah. Kelima pengajar PAUD Kurnia Desa Rintis yang awalnya hanya

merupakan Ibu rumah tangga dan memiliki latar belakang pendidikan yang tidak

memadai. Kini mereka berstatus sebagai GTT (Guru Tidak Tetap), mereka

mendapatkan bantuan honor dari Pemda Kabupaten Anambas. Besar bantuan

honor dari Pemda sebesar 1, 4 juta rupiah untuk yang berpendidikan SMA-

sederajat dan 1,2 juta untuk yang berpendidikan SMP-sederajat. Selain itu,

mendapat insentif tambahan dari dinas pendidikan Provinsi Kepulauan Riau

sebesar 570 ribu per enam bulan. Dengan demikian, profesi sebagai pengajar di

PAUD sudah cukup untuk membantu penghasilan rumah tangga mereka.

Kemudian juga, dengan terdaftarnya mereka sebagai GTT, mereka dituntut untuk

profesional dan fokus pada pekerjaanya sebagai guru PAUD. Dengan fasilitas

tersebut, mereka pun dapat memenuhi kebutuhan keluarganya, dengan jam

kerja yang tidak terlalu lama. Serta tentunya, mau tidak mau mereka harus

memiliki kepedulian yang tinggi sebagai anggota dari struktur kepengurusan

PKBM Kurnia.

Dengan disertakannya mereka sebagai GTT di Kab Kep Anambas, dua

orang guru yang sudah terdaftar memilih untuk bekerja pada SKPD yang lain.

Hal ini pun menyebabkan adanya pergantian pengajar PAUD, dan kini

Page 128: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

117

penggantinya pun sudah didaftarkan sebagai GTT. Hal ini menggambarkan

kesertaan mereka sebagai guru PAUD tidak didasarkan pada inisiatif pribadi dan

panggilan jiwa, namun karena memang ada kesempatan untuk meningkatkan

kesejahteraan keluarga. Hal ini juga terungkap dari guru PAUD pengganti yang

mengatakan “ya kita diajak sama ibu Unsimah (kepala sekolah), kebetulan kita

juga tidak ada kerja ya akhirnya kita gabung”.30

Kesertaan mereka dalam kegiatan pelatihan pun cukup banyak, baik di

tingkat lokal, nasional bahkan baru-baru ini beberapa pengajar ikut dalam studi

banding ke Singapura dan Malaysia. Berbagai kegiatan tersebut memang sangat

disukai oleh bu Isye, dalam upaya meningkatkan pemahaman para guru.

Bahkan, pernah juga ia mengundang dosen PAUD asal UNJ untuk melatih para

guru di PKBM-nya atas inisiatifnya sendiri. Namun sayang, berbagai pelatihan

yang ada serta fasilitas yang memadai itu belum gunakan secara optimal. PAUD

masih diselenggarakan sebagai penuntas tanggungjawab saja. Hal ini dipahami

karena memang tekanan dari orang tua pun rendah, selain Ibu Isye tidak ada lagi

pihak yang mempertanyakan kinerja mereka.

Tabel 9Jumlah Anggota PKBM Kurnia31

No Unsur Ketenagaan Jumlah dan tingkat pendidikan (orang) KetSMP SMA D3 S1 Jumlah

A Tenaga Pendidik1 TPA 3 4 72 PAUD 35 1 363 TK 2 24 Pendidikan sebaya 5 55 P. keaksaraan 1 14 2 10 276 Paket A 31 34 5 707 Paket B dan C 1 21 61 839 Kursus dan Pelatihan 2 210 Taman bacaan masy11 Pendidikan perempuan 2 2B Tenaga Kependidikan1 Pengurus/pengelola 3 Taman

bacaan2 Tenaga

Kebersihan/dapur1 KB

TarempaSumber: Diolah dari data PKBM Kurnia 2012

Sudah dijelaskan sebelumnya, bagaimana peran Ibu Isye yang begitu

dominan di dalam PKBM Kurnia. Hal ini dipahami karena memang selama ini Ibu

30 Wawancara dengan Ibu Muinah tanggal 4 April 2013.31 nama-nama dalam tabel terdapat di dalam lampiran.

Page 129: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

118

Isye-lah yang secara aktif membentuk berbagai lembaga pendidikan, khususnya

PAUD di Anambas. Dari tabel 9 diketahui begitu banyaknya kesertaan

masyarakat dalam perkumpulan sosial tersebut. Wilayah kerja dari PKBM Kurnia

pun tidak terbatas di Desa Rintis atau Kecamatan Siantan saja namun

menjangkau hampir semua wilayah di Anambas.Sejak resmi berdiri pada tahun

2005 dengan nama awal Yayasan Al Muhajirin, Ibu Isye secara aktif

menyelenggarakan pendidikan informal ini. Dalam upayanya itu ia bekerja sama

dengan banyak pihak.Kerjasama tersebut ada yang bersifat temporer dan juga

permanen.

Data dari tabel 9, tidak serta merta menggambarkan kondisi PKBM Kurnia

kini. Misalnya, bagi para tenaga pendidik untuk program keaksaraan dan kejar

paket, Ibu Isye bekerja sama dengan para guru SD, SMP, dan SMA yang ada di

wilayah Anambas. Mereka terikat kontrak dengan PKBM Kurnia untuk

melaksanakan program-program tersebut. Namun, Setelah program tersebut

berakhir tidak ada ikatan lagi antara mereka dengan Ibu Isye. Kerjasama akan

mungkin dilaksanakan jika memang program tersebut dibuat kembali. Berbeda

dengan eksistenis para pengajar PAUD, sebagaimana para pengajar PAUD di

Desa Rintis, mereka semua pun terdaftar sebagai GTT dan berhak mendapatkan

insentif dari Pemerintah Kab. Kep Anambas.

Kini sebagian besar kegiatan keaksaraan dan kejar paket sudah tidak lagi

banyak diselenggarakan karena memang sasaran mereka sebagian besar sudah

melalui jenjang tersebut. Di sisi lain, para pengajar PAUD yang ada di banyak

tempat kini diminta oleh Ibu Isye untuk memekarkan diri, sehingga mereka dapat

mengurus PAUD secara mandiri. Hal ini menyebabkan dalam musyawarah

HIMPAUDI yang pertama pada bulan April 2013 Ibu Isye terpilih sebagai ketua

secara aklamasi, karena memang setiap pengelola PAUD di Anambas sudah

mengetahui dedikasi Ibu Isye sebelumnya.

Premier Oil perusahaan minyak yang mendanai berdirinya gedung PKBM

di Desa Rintis melakukan upaya agar PKBM Kurnia juga dimiliki oleh masyarakat

bukan oleh pribadi Ibu Isye semata. Upaya itu dilakukan dengan membentuk

kepengurusan PKBM, yang kini diketuai oleh Abdul Hadi dan juga beberapa

orang lain yang memiliki latar belakang pendidikan memadai. Setelah

pembentukan kepengurusan PKBM, lalu diinisiasi pembuatan panggung rakyat di

bagian tengah dari gedung. Sampai saat ini bangunan tersebut terbengkalai,

diduga masalah keuangan menjadi alasan utama, yaitu adanya penyelewengan

Page 130: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

119

anggaran oleh salah satu oknum pengurus. Mengenai hal ini Ibu Isye

berkomentar:

” Primer kan maunya kita buat kelompok supaya kerjanya bisa bagus, tapi yabukan malah meringankan beban kite malah kite yang sakit. ya waktupembanguan PKBM itu an 100 juta lebih emak nambah, padahal sudah adapanitia bangunannya, uangnya hilang nga tau kemana, ia dulu emak masihdagang masih punya uang, sampai dulu dipanggil konsultan untuk mengauditmasalah itu karena uangnya tidak jelas.kalau sekarang ini emak bingung maubagaimana, makannya mak diam saja. padahal apa susahnya mereka itu bilangemak ada masalah bageni-begini kan sedap, nah ini ngobrol nga, kerjaan ngajalan kan emak pusing. padahal panitia pembanguannya ini istrinya kepalasekolah di sini. ya emak dia aja sekarang ini, sudah nga disuka orang karenadianggap cerewet. mereka itu semua nga ada yang bertanggungjawab, padahalsudah dimasukan ke pengurusan PKBM. kalau perusahaan itu nga mau tau, yamacam emak ini yang susah, Abdul Hadi sampai sekarang ini belum laporan keemak, kaya nga ada masalah aja”. (wawancara dengan Ibu Isye tanggal 7 April2013)

Pernah juga di dalam PKK Desa Rintis pada tahun 2012 digagas kegiatan

kelompok untuk meningkatkan pendapatan anggota. Kegiatan ini juga diinisiasi

oleh Ibu Isye karena akan dilangsungkannya kunjungan oleh Ibu Bupati untuk

meninjau PKK dan PKBM di Desa Rintis. Dalam kegiatan ini, Ibu Isye dibantu

oleh lima pengajar PAUD yang dengan pemberian bantuan insentif, mereka

seperti terikat dalam banyak kegiatan yang dilakukan oleh Bu Isye. Menjelang

kunjungan itu, maka PKK dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama ialah kelompok

jahit yang sebelumnya sudah mendapatkan pelatihan dari dinas perdagangan

dan perindustrian. Kelompok yang kedua, ialah kelompok yang memiliki keahlian

dibidang masak-memasak, terutama untuk makanan ringan. Sedangkan

kelompok ketiga ialah kelompok petani yang lahanya disediakan oleh Ibu Isye di

dekat rumahnya. Ketiga kelompok ini diproyeksikan untuk menambah

pendapatan keluarga juga dalam upaya untuk meningkatkan uang kas PKK

Desa. Namun perlu diketahui bahwa peserta dari PPK Desa Rintis ini sebagian

besar merupakan warga yang bertempat tinggal di Gudang Tengah dan juga

Rintis Hulu.

Setelah berjalan beberapa lama, ternyata program-program ini tidak lagi

berjalan. Malah untuk lahan pertanian yang ada pada gambar 10, kini sudah

dibangun oleh Ibu Isye untuk keperluan yang lain. Begitu pula dengan nasib

kelompok yang lain. Menurut penjelasan Ibu Isye mengenai hal ini ialah anggota

PKK tidak memiliki inisiatif untuk memutarkan uang dari hasil pertanian yang ada.

Lebih jelas ia mengatakan:

Page 131: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

120

“waktu itu emak kan sering ada kegiatan PKK kabupaten turun ke desa, nah kitamau buat taman toga di sini, kita buat pagar aja upah ke Parjo itu 1,8 juta, benihabis mereka nga juga mau beli, masa emak terus yang beli, kalau mereka jual ituhasil kebun emak nga dapat apa-apa. ya sudah lah mendingan nga usah”(wawancara dengan Ibu Isye tanggal 6 April 2013).

Berdasarkan pada pernyataan itu, diketahui adanya miskomunikasi

antara anggota PKK dengan Ibu Isye. Para anggota menganggap bahwa setiap

biaya produksi sudah ditanggung oleh Ibu Isye sebagai pejabat PKK Kabupaten.

Kondisi ini dipahami karena setiap ada bantuan dari negara tidak ada yang

mengharuskan mereka untuk menyisihkan uang tersebut. Bantuan negara baik

yang langsung maupun melalui perkumpulan sosial pada intinya ialah untuk

menyejahterakan mereka, tanpa harus mengeluarkan pengorbanan sedikit pun.

Apalagi mereka sudah mengetahui secara jelas bahwa program tersebut

merupakan bagian dari kunjungan Ibu Bupati Anambas. Perbedaan cara

pandang inilah yang membuat Ibu Isye sulit untuk melajutkan berbagai kegiatan

yang ada.

Gambar 10Kelompok PKK Bidang Pertanian

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa mekanisme organisasi tidak

berjalan. Hal ini dipahami karena tidak ada komunikasi yang baik antara anggota

dengan Ibu Isye. Dalam konteks ini, sesungguhnya Ibu Isye sudah mengetahui

bahwa dirinya secara personal tidak disukai oleh para anggotanya. Di sisi lain,

para anggota juga merasa enggan untuk menyampaikan keluh kesah dalam

menjalani program yang ada. Dengan demikian, diketahui bahwa ada masalah

Page 132: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

121

yang pelik terkait komunikasi antar para pengurus di PKBM Kurnia dan juga PKK

Desa Rintis.

Pada kelompok tani pun demikian, sebagian anggota memang hanya

mengetahui bahwa negara selalu memberikan bantuan melalui perkumpulan

sosial tersebut. Bahkan, untuk membeli perlengkapan pertanian saja mereka

mengandalkan dari pemerintah kabupaten. Bapak Atmojo sebagai Kepala UPTT

pertanian kecamatan Siantan mengatakan:

“Sebenarnya petani di sini kurang kemandirian, ya kan bisa kelihatan kalaudiberikan bantuan harusnya mereka itu semangat untuk meningkatkan hasil,karena itu kan untuk ekonomi mereka sendiri. kalau di sini bantuan habis merekatidak bisa menindaklanjuti, mereka itu maunya bibit itu disuplai terus dari pemda.kemain saja itu ada 250 kilo bibit untuk anambas ini, padahal satu bibit saja ngasampai 5 gram, coba itu berapa banyak, tapi ya hasilnya sedikit saja”.(wawancara dengan Bapak Atmojo tanggal 11 April 2013)

Tabel 10Anggota Kelompok Tani di Desa Rintis

NAMAPETANI

PENGELOLA

NAMAKELOMPOK

LUAS LAHANPERTANIAN/

KEBUN

NAMA PETA LOKASI

SarjonoMuksinArba’inMarkaniHermantoSuparjoEep TaryanaSistoyoAsrori

Sepakat JayaSepakat JayaSepakat JayaSepakat JayaSepakat JayaTunas MudaTunas MudaTunas MudaTunas Muda

5000 m22500 m22500 m25000 m210.000 m25000 m210.000 m25000 m27500 m2

Batu Tambun/ Kebun SayurGunung Rintis/Kebun SayurBatu Tambun /Kebun SayurGunung Salak/Kebun SayurGunung Meranti/ Kebun SayurTanah Luwuk/ Kebun SayurGunung Salak/Kebun SayurGudang Tengah/Kebun SayurTanah Luwuk/ Kebun Sayur

Total 52.500 m2Sumber: Diolah dari Data Joglo Tani tahun 2012

Kini, jumlah anggota di setiap kelompok tani yang ada di Desa Rintis

semakin berkurang. Menurut data yang disusun oleh CS3D (Center for Social

Studies and Sustainable Development) dan Paramitra Foundation tahun 2010,

jumlah anggota kelompok tani yang dipimpin oleh Pak Parjo berjumlah 17 orang.

Di sisi lain, kelompok Tunas Muda II yang dipimpin oleh Pak Sapril berjumlah 21

orang. Pada tahun yang sama, kelompok ini mendapatkan penyuluhan dari

Paramitra Foundation untuk penerapan pertanian organik yang didanai oleh

Premier Oil. Setelah itu dukungan pun dilanjutkan dengan memberikan mesin

pencacah untuk bahan kompos dan bantuan benih seperti yang telah

Page 133: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

122

disampaikan oleh Bapak Atmojo sebelumnya. Kini jumlahnya hanya tinggal 4

orang termasuk Bapak Suparjo sebagaimana yang terlihat di dalam Tabel 10.

Data yang disajikan di dalam tabel 10 menggambarkan kondisi petani di

Desa Rintis kini. Sepakat Jaya ialah kelompok tani yang dipimpin oleh Pak Umar

dan Tunas Muda ialah kelompok tani yang dipimpin oleh Bapak Parjo. Kelompok

tani Tunas Muda II yang dipimpin oleh Pak Sapril kini sudah bubar, dan tidak lagi

ada aktifitas kelompok. Ditengah bantuan dari perusahaan dan negara yang

cukup banyak ternyata jumlah petani di Desa Rintis kini semakin berkurang.

Bahkan di dalam kelompok tani Tunas muda, selain Pak Parjo tiga orang yang

lain bukan merupakan penduduk asli Rintis, mereka ialah para pendatang.

Mengenai kondisi kelompok tani ini, Abdul Hadi sebagai pegawai di Dinas

Pertanian Anambas mengatakan sebagai berikut:

Ada kekecewaan kepada pengurus, ada juga yang bilang pelayanan yang kurangbaik dari pengurus, atau juga saling tidak suka antara anggota dan jugapengurusnya atau sebaliknya. dulu di sini pertanian pernah booming, hampirsemua menjadi anggota kelompok tani, ada yang background petani maupunbukan petani tapi berhenti karena ada pekerjaan lain. tapi selain itu ya alasanutama petani pada bubar ya karena ketidak jujuran pengurus juga, akhirnyawarga kecewa dan sudah tidak ada lagi yang bertani. (wawancara dengan AbdulHadi tanggal 2 April 2013)

Ketidakjujuran pengurus kelompok tani yang dimaksudkan oleh Abdul

Hadi ialah mekanisme pemberian bantuan yang tidak transparan. Dalam

kelompok tani, hampir tidak ada mekanisme organisasi yang berjalan.

Kumpulnya para anggota kelompok tani pun biasa terkait dengan pembagian

bantuan saja. Dari sinilah muncul adanya kecurigaan dari para anggota terhadap

ketua kelompoknya.“Ya pelatihanya kan selama ini hanya terkait teknik budidaya,

tidak ada pelatihan managemen organisasi”ungkap Abdul Hadi.

Diketahui pula bahwa Pak Umar bukanlah seorang petani, karena dalam

tabel 10 ia tidak memiliki lahan pertanian yang produktif. Selama ini pak Umar

juga tidak terlibat dalam berbagai pelatihan yang ada. Ia hanya memimpin secara

struktur dan tidak pernah dalam kegiatan pertanian. Mengenai hal ini Pak Nur

orang yang pernah menjadi penyuluh pertanian mengatakan “selama ini memang

Pak Umar tidak pernah terlibat dalam pelatihan, ia jadi ketua kelompok tani ya

karena bisa ngomong aja. Selama saya di sana baru sekali ada rapat, itu pun

membicarakan tentang koperasi petani, bukan kelompok tani”. Pernyataan

tersebut selaras dengan penjelasan sebelumnya, bahwa kepemimpinan dalam

Page 134: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

123

kelompok tani bukan karena kepedulianya terhadap para petani namun hanya

karena upayanya mengambil peluang yang ada di pemerintah lokal baru.

Semakin jelas bahwa kehadiran bantuan-bantuan negara memang

menjadi dilema di masyarakat Rintis. Perubahan orientasi dari pasar ke negara

yang begitu cepat menyebabkan kegiatan sosial di dalam perkumpulan sosial

pun dimaknai sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan pribadi. Pada

organisasi lain, juga tidak terlihat keswadayaan yang tinggi. Perkumpulan sosial

hanya ramai apabila ada kegiatan dari negara, sangat jarang sekali ada kegiatan

yang memang merupakan inisiatif dari masyarakat.

Kondisi ini mirip dengan yang dijelaskan oleh Wiradi dan Bremen (2004)

yang menerangkan bahwa orientasi pegawai negeri terhadap proyek merupakan

sumber pendapatan lain dari PNS. Kondisi itu pun dibaca jelas oleh masyarakat

Rintis, sehingga mereka tidak mau hanya menjadi penonton atas proyek terebut,

mereka mau memaksimalkan keuntungan dalam kegiatan terebut. Masalahnya,

kini stigma pengambil keuntungan atas proyek bukan hanya PNS semata, namun

juga para pengurus perkumpulan sosial yang berelasi dengan negara. Sehingga,

dalam setiap bantuan yang ada sudah tidak ada lagi pandangan untuk

memperbaiki kondisi masyarakat dalam waktu yang akan datang, masyarakat

hanya berpandangan apa yang mereka bisa dapatkan di dalam proyek tersebut

Selain itu, setiap program yang masuk ke setiap perkumpulan sosial

sesungguhnya bukan merupakan keputusan kelompok. Ibu Isye, Pak Umar dan

Pak Parjo memainkan peran yang penting dalam setiap program yang masuk.

Walaupun ada rapat-rapat yang dibuat namun, para anggota tidak memiliki

kekuatan untuk menyampaikan masukan dan saran terkait program-program

tersebut. Mereka hanya menjadi objek dari setiap program tersebut, dan jika itu

menguntungkan secara personal bagi para anggota mereka kan terlibat dalam

kegiatan perkumpulan sosial itu. Jika tidak, mereka tidak akan mau terlibat dalam

program-program yang ada sebagaimana yang terjadi pada kelompok Tani

Tunas Muda II.

Eksistensi perkumpulan sosial di Desa Rintis tergantung dari upaya yang

dilakukan oleh para pemimpinya. Pak Parjo misalnya, dengan habisnya para

anggota di kelompok tani yang dimilikinya ia menyiasati dengan merekrut

anggota baru yang merupakan para pendatang. Dengan demikian, kelompok

taninya masih dapat eksis. Di sisi lain, Pak Umar dengan membentuk tani wanita

yang memang ia mendapatkan bantuan dari Pemprov untukpenganggarannya.

Page 135: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

124

Kemudian, Ibu Isye yang meng-GTT-kan para pengajar PAUD sehingga terikat

oleh PKBM-nya.

Kondisi demikian berbeda dengan tim sepak bola Rintis yang pada saat

ini eksistensinya masih dipertahankan. Pak Saepur yang dulu merupakan

mantan anggota dari tim sepak bola Rintis dari generasi yang berbeda, dalam

setiap turnamen yang ada masih menjadi pendamping bagi para pemuda-

pemuda yang tergabung dalam tim tersebut. Padahal, sudah ada Karang Taruna

yang mewadahi setiap kegiatan pemuda namun dalam setiap kegiatan peran

perkumpulan sosial itu tidak terlihat sama sekali. Menanggapi hal ini, Pak Saepur

pun berkomentar “saya sudah belasan tahun mengurusi olah raga, ya memang

ngga ada yang mau lagi. karena kan harus meninggalkan kerja”. Walaupun

demikian, ia mengakui masih ada beberapa warga yang mau menyumbang ala

kadarnya untuk biaya transport jika melakukan pertandingan ke pulau lain.

Kerja menjadi kata kunci atas kondisi kekinian di Rintis, karena dengan

kerja lah mereka dapat memperoleh hasil, terutama bagi mereka yang bekerja

pada ranah informal. Dengan kondisi ini dapat dipahami bahwa sebagian besar

yang terlibat dalam perkumpulan sosial ialah mereka yang bekerja pada ranah

informal. Hitung-hitungan mereka dalam terlibat dalam perkumpulan sosial

tersebut tak lain ialah dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga. Belum

lagi mereka semakin terprovokasi secara tidak langsung dengan meningkatnya

kesejahteraan para pegawai negeri dan honorer yang ada di lingkungan mereka.

Jika dikaji dengan pendekatan jaringan Szreter (2002), maka bonding

dalam setiap perkumpulan tidak didasarkan pada ikatan sosial apapun. Apalagi

rekutmen di dalam kepengurusan perkumpulan sosial yang ada pun mulai

terbuka. Berbagai perkumpulan sosial yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki

bonding yang cenderung terbuka, namun ikatan diantara anggota cukup lemah

karena memang tujuan utama mereka ialah untuk mendapatkan kesejahteraan

pribadi. Kondisi demikian, membuat setiap perkumpulan sosial yang ada cukup

rapuh, karena tidak adanya pengikat lain selain tujuan-tujuan ekonomis.

Selain itu, peran para pemimpin perkumpulan sosial cukup besar dalam

pembentukan bonding. Dengan berbagai upaya, mereka lakukan agar ada

sebagian masyarakat yang tetap mau terlibat dalam perkumpulan sosial tersebut.

Walaupun kini jumlah anggota mereka sangat terbatas, namun dengan program

dari negara dan lain-lain yang akan datang, mereka akan tetap memiliki anggota.

Page 136: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

125

Hal ini dipahami, karena beberapa bantuan yang diberikan melalui perkumpulan

sosial memiliki nilai ekonomis bagi mereka.

E. Revitalisasi Semangat EtnisitasCepatnya perubahan sosial yang terjadi di Desa Rintis semenjak

munculnya pemerintahan baru, menyebabkan hubungan sosial antar masyarakat

menjadi merenggang. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, kondisi ini terutama

disebabkan oleh adanya bantuan dari negara yang pemberiannya melalui

perkumpulan sosial yang ada. Oleh karenanya, beberapa anggota masyarakat

mempunyai konsern untuk merangkul kembali keguyuban masyarakat.

Upaya menjalin kembali keguyuban masyarakat secara massif dilakukan

melalui bidang kebudayaan lokal. Tentunya, gerakan kebudayaan yang diusung

bukan kebudayaan Melayu, namun kebudayaan etnis mayoritas di Rintis yaitu

Banten. Gerakan ini pun pada direspon cukup baik oleh masyarakat, terutama

oleh golongan tua yang juga merasakan kebutuhan keguyuban yang semakin

mendesak.

Hal ini dipicu oleh beberapa anggota masyarakat yang kerap melakukan

perjalanan ke Banten untuk bersilaturahmi dengan keluarga yang ada di sana.

Pulang kampung, memang bukan frase yang tepat karena sebagian besar

mereka tidak dilahirkan di tanah Rintis bukan Rangkas Bitung. Namun pada

kenyataanya, beberapa dari merka ada yang melakukan kunjungan ke Banten

secara rutin. Pak Mahrudin salah satunya, ia mengaku kerap pulang kampung

untuk mengetahui kondisi keluarganya di sana. Ia pun sebagai salah satu tokoh

agama di Desa Rintis melakukan kegiatan itu dalam upaya mempelajari agama

dan budaya Banten. Mengenai hal ini ia mengatakan “ya saya kalau ke sana

sering liat-liat, kalau ada yang perlu kita contoh ya kita contoh di sini. ya

sekarang ini kan sudah banyak kemajuan, gerakan kita harus dikembalikan lagi

supaya sesuai dengan adat kita kan”32.

Selain Pak Mahrudin, Pak Buhario yang juga merupakan adik

kandungnya lebih sering melakukan kunjungan ke Banten. Hal ini disebabkan

istrinya merupakan warga Rangkas Bitung asli. Dalam konteks ini, ia benar-benar

pulang kampung karena keluarga istrinya ada di sana. Setiap tahun, terutama

pada saat libur hari raya Idul Fitri, ia dan keluarga selalu mengunjungi

keluarganya di Rangkas Bitung. Selain mereka berdua, tidak banyak memang

32 Wawancara dengan Bapak Mahrudin tanggal 9 April 2013.

Page 137: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

126

warga yang menjadikan Rangkas Bitung sebagai tanah leluhur. Namun, dengan

adanya aktifitas ini semakin menguatkan ikatan mereka dengan kebudayaan

Banten.

Relasi antara kunjungan ke Banten dengan upaya mengembalikan

kebudayaan pun terbukti. Pak Mahrudin, orang yang memiliki hubungan kuat

dengan tanah Banten ialah salah satu tokoh, atau bisa juga disebut sebagai

tokoh utama, yang memelopori gerakan ini dengan membantuk Kelompok

Marhaban. Perkumpulan sosial ini terdiri dari para bapak-bapak di Desa Rintis,

terutama dari golongan muda. Marhaban merupakan pembacaan teks klasik

Islam yang populer di berbagai wilayah Indonesia.33 Namun, setiap daerah

memiliki penadaan yang berbeda-beda dalam pembacaannya. Pembacaan teks

marhaban, biasa dilakukan dalam berbagai acara, terutama saat pemberian

nama anak sekaligus upacara potong rambut.

Kini dengan dipimpin oleh Pak Mahrudin, kelompok marhaban selalu

melakukan latihan rutin yang diselenggarakan dari rumah ke rumah. Latihan ini

dilaksanakan dua kali setiap bulannya, yaitu pada jumat malam ke dua dan

keempat. Anggota dalam perkumpulan sosial ini pun tidak terbatas pada orang

Banten saja, namun juga ada beberapa etnis lain yang juga terlibat aktif. Hal ini

dipahami karena, pembacaan marhaban lekat juga dengan ritual keislaman,

terutama dikalangan muslim-tradisi.

Marhaban yang pada masa lalu biasanya dilakukan secara bersama

dalam ritual-ritual keagamaan kini juga memiliki fungsi kesenian. Kini

perkumpulan sosial ini pun dibentuk struktur kepengurusannya. Pak Mahrudin

merupakan ketua perkumpulan ini dengan jumlah anggota aktif berkisar 27

orang. Jika tampil dalam acara ritual keagamaan maupun menjadi pengisi acara

dalam sebuah kegiatan setiap anggota menggunakan seragam batik yang sama.

Perkumpulan sosial ini pun menjadi identitas baru masyarakat Rintis. Bahkan

dalam kegiatan-kegiatan formal pemerintah daerah kab kep Anambas, kini

kelompok marhaban kerap diundang untuk tampil sebagai pengisi acara.

Marhabaan kini mengalami perluasan fungsi. Karena sejak awal dibentuk

oleh Pak Mahrudin, kegiatan marhaban merupakan upaya untuk menyatukan

masyarakat Rintis yang kini kerap dilanda konflik sosial. Mengenai hal ini, Pak

Mahrudin mengatakan:

33 lihat catatan kaki no 17

Page 138: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

127

“ya kalau itu memang khas dari Banten, ya sekarang karena anak-anak mudabanyak yang tidak tidak tau dan hampir punah orang-orang tua juga sudah padameninggal dan pindah makannya kita buat lagi. lalu juga kita sebagai orang tua,marhaban ini sebagai cara untuk menyatukan supaya antar dua dusun ini tidakada pro kontra, ya sekarang ini sering ada pro kontra, walau tidak sampaiberkelahi ya, tetap akur-akur saja. ya alhamdulillah sekarang dengan adanyadesa ini semakin jadi satu, olahraganya pemudanya, pro kontra itu ya ngasampai bentrok begitu, ya biasalah masalah anak muda. kalau kelahi itu malahtidak pernah. ya ada karang taruna, sekarang juga sudah disatukan supayamenguatkan, kegiatan wirid, PKK, sekarang juga sepak bola sudah jadi satu.semua sudah disatukan untuk memperkuat desa.”(wawancara dengan BapakMahrudin tanggal 9 April 2013).

Dari penjelasan di atasdiketahui memang marhabaan merupakan salah

satu pelopor perekat antar masyarakat sejak Rintis masih berbentuk Desa

Persiapan. Apalagi dalam konteks itu, pemilihan kepala desa juga sempat

memanaskan suhu politik di Desa Rintis. Lalu berbagai rentetan di dalam

kegiatan kelompok tani dan PKK yang terpolariasasi menjadi dua bagian

berdasarkan dua dusun yang ada di Desa Rintis. Kondisi tersebut tentunya

mengganggu hubungan diantara sesama masyarakat. Dengan adanya kelompok

marhaban ini diharapkan dapat menjadi pemicu dari upaya rekonsiliasi antar

kelompok masyarakat yang bersitegang.

Selain itu, pembentukan perkumpulan sosial ini juga bertujuan untuk

menjaga nilai-nilai tradisi yang hampir punah. Karena diketahui, sebelum adanya

pembentukan kelompok marhaban, sudah tidak banyak warga yang menghafal

teks ini. Beruntung, kini tradisi ini masih dapat lestari dengan dibentuknya

perkumpulan sosial. Namun, ada beberapa tradisi yang punah seperti “membaca

syech”. Membaca Syech merupakan kegiatan ritual yang juga khas Banten, yang

menceritakan sejarah Syech Abdul Qodir Jailani, tokoh spiritual yang sangat

populer di kalangan muslim-tradisi di Indonesia.34 Selain itu juga, bagi kelompok

masyarakat etnis Melayu-Bangka, silat Bangka yang dulu sempat ramai diikuti

oleh masyarakat kini pun punah karena orang-orang yang memahaminya sudah

meninggal dunia.

Atas tujuan itu pulalah maka kini Paguyuban Pasundan dibentuk kembali.

Paguyuban Pasundan merupakan perkumpulan sosial tingkat kabupaten yang

sebagian besar anggotanya ialah warga Desa Rintis. Perkumpulan sosial ini

dibentuk pada tahun 2012 dengan melibatkan semua warga Rintis. Mengenai

pembentukan perkumpulan sosial ini, Pak Buhario menjelaskan sebagai berikut:

34 sesuai dengan pendapat Bruinessen (1999) bahwa wilayah Banten yang cukupberkembang ialah tarekat Qadiriah, atau Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah yangmemang begitu menghormati Syeh Abdul Qadir Jailani.

Page 139: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

128

”Waktu itu sebenarnya waktu terbentuk kabupaten baru tahun 2008, saya adalima orang waktu itu dapat mandat dari provinsi untuk membentuk paguyubanpasundan di Anambas. ya termasuk waktu itu Ibu Isye juga jadi bendaharanya,tapi karena kesibukan masing-masing akhirnya vakum. ya supaya dihidupkankebambail, tahun 2012 kemarin kita buat musyawarah luar biasa di PAUD siniacaranya, ya dibuat kepengurusan baru supaya lebih aktif, sekarang ketuanyaPak Iing, sekretaris abdul hadi dan bendaharanya pak Sucipno. Pak Iing orangbaru, dia sekarang sebagai wakil lurah Tarempa, dia orang Bogor tapi karena diapaham banyak tentang kebudayan sunda ya akhirnya kita pilih dia. ya pokonyakita buat organisasi ini bagus lah, kita persyaratan sudah lengkap, administrasilengkap, bahkan punya sekretariat tetap. di sini banyak memang organisasipaguyuban ada sumatra utara, peseisir selatan, jawa juga ada, tapi kita lebih baiklah”. (wawancara dengan Bapak Buhario tanggal 10 April 2013)

Diketahui bahwa sebetulnya perkumpulan ini sudah ada sejak lama,

namun karena dinilai tidak optimal maka dibentuklah kembali perkumpulan sosial

itu. Sesungguhnya upaya menghidupkan kembali Paguyuban Pasundan

dipengaruhi oleh surat undangan dari Bakesbangpol Kab Kep Anambas yang

ingin mengundang Paguyuban Pasundan untuk sosialisasi peraturan baru

tentang Ormas dan LSM. Sebagaimana dijelaskan dalam bab sebelumnya

bahwa Ormas dan LSM harus berkedudukan di kabupaten, maka dibentuklah

kepengurusan Paguyuban Pasundan dengan melibatkan Orang Sunda yang ada

di desa dan kecamatan lain yang masih dalam lingkup kabupaten kep Anambas.

Dalam rapat pembentukan kepengurusan yang diselenggarakan di

gedung PKBM Kurnia Rintis itu pun sempat terjadi ketegangan. Hal ini

dikarenakan adanya perbedaan persepsi mengenai perbedaan kebudayaan

Sunda dengan Banten. Sebagian masyarakat Rintis, terutama dari golongan tua

sempat menolak keberadaan Paguyuban Pasundan yang dinilai lebih mewakili

wilayah Periyangan yang berpusat di Bandung, sedangkan mereka menilai akar

budaya mereka lebih dekat ke Kerajaan Banten di Serang. Namun

sesungguhnya perdebatan tersebut bukan menjadi pokok dari permasalahan

yang ada. Permasalahan yang sesungguhnya yaitu mengenai posisi ketua yang

menjadi perebutan karena dianggap strategis. “Memang juga di internal itu masih

ada sedikit perdebatan untuk siapa yang memimpin, tapi ya akhirnya bisa saya

selesaikan” terang Pak Umar menegaskan permasalahan yang ada.

Terpilihlah Pak Iing Sumindar sebagai ketua dari Paguyuban Pasundan

dalam rapat tersebut. Ia merupakan Orang Bogor yang kini menjabat sebagai

Wakil Lurah di Kelurahan Tarempa. Dipilihnya Pak Iing dikarenakan kapasitasnya

yang memiliki kecakapan kepemimpinan formal kemudian ia pun memiliki posisi

strategis di dalam birokrasi Kab Kep Anambas. Selain itu, ia juga dianggap

Page 140: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

129

memiliki pengetahuan kesundaan yang mumpuni. Hal inilah yang meyakinkan

peserta rapat yang hadir pada saat itu.

Dalam kepengurusan inti dalam Paguyuban Pasundan pun dipilih orang-

orang yang memiliki pendidikan tinggi dan posisi strategis di Tarempa. Terpilih

sebagai sekretaris ialah Abdul Hadi, tokoh muda Rintis yang kini bekerja di Dinas

Pertanian Kab Kep Anambas. Kemudian, sebagai bendaharanya ialah Pak

Sucipno warga Rintis yang merupakan PNS di salah satu SKPD di Kab Kep

Anambas. Kapolsek Tarempa pun tergabung dalam kepengurusan di

perkumpulan sosial ini. Dengan demikian, kepengurusan ini mencoba

menghadirkan wajah baru dari Rintis.

Rintis yang lama yang dikenal karena kejawaraannya, kini mencoba

menghadirkan kesan baru sebagai kelompok masyarakat yang cerdas dan

ramah. Bahkan Paguyuban Pasundan menjadi salah satu perkumpulan sosial

yang memiliki kelengkapan administrasi dibandingkan dengan paguyuban

kedaerahan yang lain. Bahkan, perkumpulan sosial ini juga memiliki sekretariat

yang representatif yang terletak diperbatasan Rintis dengan Tarempa.

Sekretariat ini tergabung dengan sebuah kedai yang dimiliki oleh salah satu

anggota yang beretnis Cina. Karena ia memiliki istri Orang Cianjur, ia pun kini

menjadi muslim dan menguasi Bahasa Sunda dengan fasilh. Pengusaha ini juga

berkorban banyak dalam setiap kegiatan yang dibuat oleh Paguyuban Pasundan.

Keberadaan Paguyuban Pasundan di Desa Rintis meningkatkan kembali

semangat masyarakat untuk kembali mengentalkan identitas budaya mereka.

Selain itu, tentunya kondisi ini memberikan penyegaran bagi masyarakat untuk

melupakan ketegangan yang ada diantara mereka semua. Dalam memperingati

hari jadi Paguyuban Pasundan yang pertama dibuatlah acara besar di Desa

Rintis. Tampil dalam kegiatan tersebut pertunjukan debus35 yang pemainnya

didatangkan dari Batam dan sebagian ada yang warga asli Banten. Mengenai ini

Pak Umar mengatakan :“ya waktu kemarin itu kekompakan kita sangat terlihat, bahkan bisa dilihat waktuitu banyak yang mencucurkan air mata. ya karena semangat kita timbul lagimengenang masa-masa lalu, lalu juga kita dihargai dan diakui oleh warga di sini,bahkan sampai wakil bupati juga datang di acara ini. di situ juga kita jelaskanbahwa kita tetap punya komitmen untuk membangun Anambas”. (wawancaradengan Pak Umar tanggal 6 April 2013).

35 Debus merupakan kesenian pertunjukan khas Banten yang para pemainnyamemamerkan kekebalan tubuh terhadap senjata tajam dan bara api. Menurut Bruinessen(1999) debus merupakan campuran eklektik dari magi Islam dan pra-Islam (dari tradisiorang Badui). Bacan-bacaan saktinya (jampi/jangjawokan) terdiri dari basa Arabdisamping itu juga terdapat bahasa Sunda dan Jawa.

Page 141: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

130

Kegiatan hari jadi Paguyuban Pasundan yang ke satu tersebut

diselenggarakan di Desa Rintis. Hal ini tentunya menjadi suatu kebanggan

tersendiri bagi masyarakat Rintis. Karena dalam kegiatan tersebut ditampilkan

pertunjukan debus yang menjadi representasi masyarakat Rintis. Apalagi dalam

kegiatan tersebut hadir juga perwakilan pemerintah yaitu Wakil Bupati Kab Kep

Anambas. Apalagi belum ada paguyuban kedaerahan yang lain yang mampu

menunjukan eksistensinya di wilayah kabupaten Kep Anambas. Malah, warga

melayu sendiri pun belum mampu mengorganisir membuat kegiatan sebesar itu.

Selain perujukan kesenian debus yang didatangkan dari luar, perwakilan

Rintis juga menampilkan kebudayaan Banten yang mereka miliki. Marhaban

tentunya mendapatkan tempat dalam kegiatan tersebut. Kemudian juga,

beberapa warga menunjukan kebolehannya dalam silat sinar Banten dan juga

silat TTKDH. Semakin semaraklah kegiatan tersebut. Kegiatan ini pun disaksikan

oleh kelompok masyarakat lain yang diundang atau hanya ingin melihat

pertunjukan-pertunjukan yang ditampilkan dalam kegiatan tersebut.

Kegiatan ini meminbulkan kesan yang sangat dalam bagi masyarakat

Rintis baik golongan muda maupun tua. Kini mereka memiliki komitmen yang

tinggi untuk menghidupkan kembali budaya Sunda, khususnya Sunda-Banten.

Hampir semua yang diwawancarai memiliki semangat yang sama untuk menggali

khazanah budaya dan memandang Paguyuban Pasundan sebagai representasi

dari mereka. Bahkan kini para pengurus perkumpulan sosial ini sudah

menyiapkan beberapa agenda terkait dengan upaya membangkitkan kembali

budaya Sunda-Banten dikalangan masyarakat Rintis. Mengenai hal tersebut, Pak

Buhario yang menjadi salah satu pengurus Paguyuban Pasundan mengatakan:

“ya sebenarnya kemarin kita buat hari jadi itu supaya genarasi muda bisamengenal budayanya, ya alhamdulilah mereka mulai semangat juga. Bantuanuntuk silat pun juga sudah ada, nanti tinggal kita jadwalkan saja latihannya.waktu Bu Atut (Gub Banten) datang ke Tanjung Pinang dia memberikan bantuanjuga untuk kita, itu ada kendang dan pakaian silat. ya kita di sini kan hampirpunah silat itu, ya seperti silat Bangka itu, sudah punah di sini, karena kan yangbisa sudah meninggal. Kalau silat di sini ada dua, sinar Banten dan TTKDH. yakita kedepan ada atau tidak ada bantuan akan tetap jalan, rencana kita juga maubuat kampung sunda di sini, kita masih cari tanah sekitar 2 hektar. di sana nantikita buat rumah, kebun, yang sama seperti budaya sunda, ya selain pelestarianbudaya juga bisa sebagai alternatif tempat wisata kan. di situ juga supayagenerasi muda bisa belajar mengenai budayanya. di sana nanti tidak bolehkendaraan masuk, semua harus jalan kaki, itukan budaya kita”. (wawancaradengan Pak Buhario tanggal 10 April 2013).

Page 142: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

131

Paguyuban pasundan akan fokus pada bidang kesinian dan kebudayaan

Sunda. Mereka sangat optimis terhadap masa depan Paguyuban Pasundan,

apalagi kegiatan marhaban kini sudah memiliki nilai jual pada tingkat kabupaten.

Kedepan, mereka akan mengusahakan dibuatnya kembali perguruan silat

Banten yang kini tinggal segelintir saja yang masih menguasai. Sebagaimana

marhabaan, silat juga masih sering dipertunjukan dalam acara perkawinan bagi

mereka yang masih memiliki darah Banten. Gambar 11 ialah foto yang diambil

dalam salah satu acara pernikahan warga Rintis yang dilaksanakan pada bulan

April 2013. Dalam gambar tersebut terlihat begitu antusiasnya warga Rintis untuk

menyaksikan pertunjukan silat Banten.

Gambar 11Pertunjukan Silat Banten

Sumber: Dokumentasi Rian Wiriatmoko

Dengan demikian diketahui bahwa kehadiran Paguyuban Pasundan

berdampak signifikan terhadap ikatan antar masyarakat yang selama ini

mengalami keretakan. Keberadaan perkumpulan sosial ini memberikan soliditas

baru ditengah kekacauan sosial yang melanda akibat perebutan sumber daya

yang diberikan oleh negara. Walaupun ketegangan itu masih ada, namun kini

para anggota Paguyuban Pasundan sudah memiliki pemahaman yang sama

untuk merancang masa depan Desa Rintis. Kondisi ini tentunya akan berdampak

pada pengurangan ketegangan diantara masyarakat, dan berpotensi kuat untuk

kembali menguatkan ikatan etnis sebagai pemersatu masyarakat di Desa Rintis.

Page 143: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

132

Berbeda dengan studi Achwan (2012) yang menjelaskan bagaimana

ikatan etnisitas berdampak besar terhadap pembentukan masyarakat yang kuat

(strong society). Dalam kasus Paguyuban Pasundan, belum terlihat semangat

etnisitas diarahkan untuk penguatan ekonomi masyarakat. Hal ini dipahami

karena perbedaan konteks yang ada, Paguyuban Pasundan lebih mewakili

golongan elit desa yang hanya diorientasikan untuk romantisme masa lalu.

Ditengah upaya pembangunan ekonomi keluarga yang cukup tinggi, masyarakat

pada level bawah tidak terlibat lebih jauh di dalam organisasi ini, sehingga para

aktor yang ada hanyalah mereka yang sudah memiliki kesejahteraan keluarga

yang mapan. Kemungkinan, jika organisasi ini diarahkan pada pemberdayaan

ekonomi akan terlihat dampak yang signifikan dalam pembentukan masyarakat

yang kuat.

F. PenutupWalaupun secara ekonomi sudah mulai berangsur berubah, namun

secara kultural masyarakat Rintis belum banyak berubah. Dalam kondisi semakin

banyaknya bermunculan perkumpulan sosial sosial ternyata tidak diupayakan

untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Hal ini disebabkan adanya

keterputusan jaringan di dalam masyarakat untuk menjangkau negara. Tidak

semua anggota masyarakat mendapatkan hak yang sama untuk mendapatkan

fasilitas terutama terkait dengan bantuan. Ketimpangan sosial ini menyebabkan

adanya ketidakpercayaan diantara masyarakat secara umum dengan

pemimpinnya.

Ikatan (bonding) dalam setiap perkumpulan sosial yang menjadi

kepanjangtanganan negara selalu saja tidak disertai dengan kepatuhan terhadap

aturan organisasi. Para anggota hanya mengaggap perkumpulan sosial hanyalah

merupakan instumen untuk mendapatkan bantuan dari negara. Fenomena

tersebut tereflrksikan pada setiap perkumpulan sosial kegiatan-kegiatan yang

hanya dilaksanakan pada saat ada bantuan yang datang.

Hal ini dipahami karena walaupun masyarakat Rintis heterogen secara

etnisitas, namun pada sisi ekonomi mereka homogen. Hadirnya negara dengan

berbagai peluang ekonomi yang ada, pada akhirnya menyebabkan ketimpangan

sosial. Dalam konteks ini, masyarakat tidak lagi memikirkan kepentingan

bersama. Namun berfokus untuk mengejar ketertinggalan mereka secara

ekonomi dari anggota masyarakat yang lain.

Page 144: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

133

Pada sisi lain, pemimpin perkumpulan sosial berlomba untuk berelasi

(linking) dengan negara. Dengan demikian, inovasi dalam perkumpulan sosial

pun sangat terbatas. Perkumpulan sosial hanya berfungsi sebagai penyalur

bantuan bagi para anggotanya. Diketahui, hanya PKBM Kurnia yang mencoba

membuat perkumpulan sosial yang mau menginisiasi kegiatan dalam upaya

untuk memperbaiki kinerjanya. Namun sayangnya, performa dari perkumpulan

sosial hanya menggambarkan kemauan dari pemimpinnya. Para pemimpin

dalam perkumpulan sosial tidak mau ataupun kesulitan untuk memberikan

pemahaman bagi para anggotanya untuk menjalankan roda organisasi dengan

baik.

Pada saat yang sama, para elit baru yang termanifestasi dalam

perkumpulan sosial cenderung bersaing untuk berelasi dengan negara. Hal ini

memunculkan permasalahan baru, yaitu konflik diantara elit baru tersebut. Oleh

karenanya hubungan (bridging) antar satu perkumpulan dengan yang lainya tidak

berjalan lancar. Walaupun mereka terkait dalam satu bidang yang sama, namun

upaya kerjasama tidak dilakukan.

Walaupun Paguyuban Pasundan kembali menyegarkan solidaritas lewat

revitalisasi semangat etnisitas. Namun pada kenyataanya, gerakan ini hanya

diminati oleh mereka yang sudah mapan secara ekonomi. Para anggota yang

terlibat, ialah mereka yang memiliki pekerjaan layak, sehingga tidak lagi berfikir

untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Kondisi ini pun terlihat dari kesertaan kaum

tua yang dominan, terutama Ibu Isye dan Pak Umar. Mereka pun terlibat aktif

dalam perkumpulan sosial karena sudah tidak lagi bergiat untuk mengejar

kesejaheraan material.

Page 145: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

134

BAB VMenggantung ke Atas: Ironi Perkumpulan Sosial Rintis

A. PengantarSeluruh penjelasan di atas menggambarkan bagaimana eksitensi

perkumpulan sosial pedesaan dalam relasinya dengan negara, khususnya

pemerintah lokal. Ditengah upaya demokratisasi, pemerintah baik dalam tingkat

nasional maupun lokal berupaya untuk menciptakan masyarakat yang aktif, yang

termanifestasi dalam berbagai perkumpulan sosial. Desa Rintis memperlihatkan

bagaimana peran aktif pemerintah lokal, mampu memicu bermunculannya

perkumpulan sosial di tingkat desa. Hal ini dipahami karena pemerintah lokal

memiliki kekuatan struktural lewat regulasi yang dimilikinya untuk mempengaruhi

masyarakat. Selain itu, pemerintah lokal juga menyediakan modal ekonomi

sekaligus modal kultural yang disertakan didalam proses relasional antara

negara dengan perkumpulan sosial. Kondisi ini menyebabkan, adanya inisiatif

dari beberapa anggota masyarakat untuk membentuk serta terlibat dalam

aktifitas perkumpulan sosial.

Ditinjau dari konsep modal sosial, perkumpulan sosial di Desa Rintis

memiliki modal sosial yang tidak seimbang antara bonding, bridging, dan linking.

Perkumpulan sosial kuat pada sisi linking dan lemah pada sisi bonding dan

bridging. Oleh karenanya, perkumpulan sosial di Desa Rintis eksitensinya hanya

menggantung ke atas (negara). Di katakan menggantung karena adanya upaya

aktif dari para pemimpin perkumpulan sosial yang ada untuk mengakaitkan diri

dengan negara. Kondisi ini merupakan umpan balik dari pola top-down yang

dikembangkan sebelumnya oleh negara.

Pada sisi lain, ikatan (bonding) dalam setiap perkumpulan sosial yang

menjadi kepanjangtanganan negara selalu saja tidak disertai dengan kepatuhan

terhadap aturan organisasi. Para anggota hanya mengaggap perkumpulan sosial

hanyalah merupakan instumen untuk mendapatkan bantuan dari negara. Hal ini

terefleksikan pada setiap perkumpulan sosial kegiatan-kegiatan yang hanya

dilaksanakan pada saat ada bantuan yang datang. Hal ini dipahami karena

walaupun masyarakat Rintis heterogen secara etnisitas, namun pada sisi

ekonomi mereka homogen. Hadirnya negara dengan berbagai peluang ekonomi

yang ada, pada akhirnya menyebabkan ketimpangan sosial. Dalam konteks ini,

masyarakat tidak lagi memikirkan kepentingan bersama. Namun berfokus untuk

134

Page 146: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

135

mengejar ketertinggalan mereka secara ekonomi dari anggota masyarakat yang

lain.

Bonding yang hanya bersifat instumental ini, sesungguhnya memiliki

potensi konflik yang tinggi pada masyarakat Desa Rintis. Hal ini pun terbukti

dengan kondisi Rintis kini yang kerap terjadi gesekan sosial baik diinternal

perkumpulan sosial maupun antar perkumpulan sosial di Rintis. Kondisi ini dipicu

oleh orientasi ekonomis yang tinggi pada setiap kesertaan di dalam

perkumpulasn sosial. Pada saat yang sama, para elit baru yang termanifestasi

dalam perkumpulan sosial cenderung bersaing untuk berelasi dengan negara.

Hal ini memunculkan permasalahan baru, yaitu konflik diantara elit baru tersebut.

Kondisi ini menyebabkan hubungan (bridging) antar satu perkumpulan dengan

yang lainya tidak begitu baik. Walaupun mereka terkait dalam satu bidang yang

sama, namun upaya kerjasama tidak dilakukan.

Kondisi ini dipengaruhi oleh dua hal, yaitu tidak kapabelnya pemerintahan

lokal serta perkumpulan sosial yang hanya mencerminkan kepentingan

pemimpinnya. Pertama, ialah pemerintahan lokal yang tidak kapabel. Kab. Kep

Anambas sebagai pemerintahan lokal baru yang memiliki anggaran yang besar,

namun tidak dibarengi dengan konsep pembangunan masyararakat yang jelas.

Kondisi ini menyebabkan berbagai bantuan langsung ke masyarakat tidak

dikelola dengan baik. Selain itu, pemberian bantuan tersebut tidak melalui

mekanisme dialogis dengan masyarakat, sehingga bantuan yang ada kerap tidak

mewakili kepentingan sebagian besar masyarakat.

Kehadiran negara dengan sumber daya ekonomi yang besar ini, secara

cepat menggeser peran pasar dari kehidupan sosioekonomi masyarakat.

Masifnya penetrasi negara kedalam kehidupan sosial ekonomi masyakat,

membuat fungsi negara kini berubah. Negara menjadi harapan utama atas

kesejahteraan yang sebelumnya hanya tertambat pada pasar. Hal ini dipahami

karena, Kab Kep Anambas begitu banyak memberikan bantuan. Perkumpulan

sosial pun kini berubah fungsinya, yang awalnya menjadi wadah untuk

menampung aspirasi masyarakat, kini menjadi penyalur dari berbagai bantuan

yang ada.

Kedua, ialah kenyataan bahwa perkumpulan sosial hanya

merepresentasikan kepentingan pemimpinnya. Dengan modal simbolik yang

dimilikinya, mereka pun memiliki kemudahan dalam berelasi dengan

pemerintahan lokal baru. Hubungan antara pemerintahan lokal baru dengan

Page 147: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

136

pemimpin perkumpulan sosial bersifat saling menguntungkan (mutualisme). Hal

ini dipahami karena pemerintahan lokal dalam mewujudkan program kerjanya

membutuhkan masyarakat atau perkumpulan sosial sebagai objek sekaligus

pelaksana. Di sisi lain, para pemimpin membutuhkan relasi yang kuat dengan

pemerintahan lokal, dalam hal ini sebagai penyalur program, untuk

memantapkan modal simboliknya. Kuatnya linking berdampak dengan adanya

berbagai bantuan yang diberikan untuk perkumpulan sosial yang ada di Desa

Rintis.

Kondisi ini disebabkan oleh sebaran modal simbolik yang tidak merata

yang dimiliki oleh anggota masyarakat Desa Rintis. Sebagai masyarakat

pinggiran, karena memiliki latar pekerjaan dan etnis yang berbeda dengan

masyarakat Anambas pada umumnya. Ditambah lagi dengan minimnya

infrastruktur negara sebelum pemekaran memicu disparitas modal simbolik yang

timpang. Diketahui, para pemimpin di dalam perkumpulan sosial memiliki relasi

yang kuat dengan Tarempa. Relasi tersebut kemudian dimanifestasikan dalam

aktifitas perkumpulan sosial, sehingga pelibatan pengurus dan anggota lain

sangat minim.

B. Menggantung ke Atas: Ironi Perkumpulan Sosial RintisHadirnya pemerintahan lokal baru menyebabkan masifnya penetrasi

pembangunan sekaligus demokratisasi prosedural ke Desa Rintis. Tentunya

kondisi ini memicu perubahan sosial dikalangan masyarakat. Dari penjelasan

sebelumnya, diketahui pemerintahan lokal baru memberikan pengaruh yang luas

terhadap masyarakat terutama pada bidang ekonomi. Masyarakat mulai berubah

orientasi dengan semakin mengurangi ketergantungannya terhadap pasar

(market). Masyarakat desa Rintis yang awalnya berprofesi sebagai petani karet

dan palawija kini berangsur-angsur meninggalkan pekerjaan tersebut. Hal ini

dikarenakan semakin terbukanya peluang-peluang ekonomi baru baik di ranah

formal maupun informal

Pada sisi lain, kehadiran stuktur negara membawa implikasi yang tak

pernah mereka bayangkan sebelumnya. Negara kini memberikan mereka

berbagai fasilitas umum dan pelayanan publik yang lebih memadai. Bahkan, bagi

beberapa masyarakat, negara juga memberikan jaminan ekonomis dengan

memberikan berbagai program bantuan langsung kepada masyarakat. Dalam

kondisi demikian, masyarakat menjadi bertumpu pada negara dalam upaya untuk

Page 148: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

137

meningkatkan kesejahteraan. Salah satu bentuk nyatanya ialah dengan masuk

sebagai pegawai negeri sipil ataupun honorer. Karena dengan menjadi pegawai

pemerintah, mereka akan mendapatkan gaji berbeda dengan pola kerja lama

mereka yang memerlukan usaha keras untuk mendapatkan uang. Bagi mereka

yang tidak terserap di ranah formal, mereka terus mengejar berbagai peluang

yang ada.

Demokrasi prosedural terlihat dari stuktur desa yang ada. Berdasarkan

undang-undang yang ada, pemerintah pusat ingin mengejawantahkan demokrasi

pada level yang paling bawah. Adanya BPD sebagai lembaga perwakilan

masyarakat di tingkat desa serta penggunaan mekanisme musrenbang sebagai

upaya pengambilan keptusan ialah bukti nyata diterapkannya demokrasi.

Kemudian, pemerintah pusat juga menghendaki masyarakat yang aktif dalam

berpartisipasi dalam pembangunan. Prinsip demokrasi inilah yang kemudian

memicu munculnya berbagai regulasi yang menekankan terbentuknya

perkumpulan sosial ditingkat desa.

Hadirnya pemerintahan lokal baru menjadi faktor utama semakin banyak

berdirinya perkumpulan sosial di Anambas, termasuk di Desa Rintis. Hal ini

dikarenakan, Kab. Kep Anambas memiliki begitu banyak program kerja yang

didukung oleh penganggaran yang memadai. Relasi antara pemerintah lokal dan

perkumpulan sosial di Desa Rintis selama ini yang terjadi ialah pola top-down.

Pola top-down yang ada bukan karena pemerintahan yang otoriter sebagaimana

terjadi pada orde baru (lihat Winarno: 2008, White: 2005). Pola ini terjadi karena,

pemerintahan lokal memberikan begitu banyak sumber daya, terutama sekali

ialah anggaran.

Dalam kaitanya dengan negara, ada dua jenis perkumpulan sosial jenis

perkumpulan sosial. Pertama ialah perkumpulan formal, ialah perkumpulan yang

memiliki kelengkapan struktur pengurus dan juga berpeluang untuk

mendapatkan bantuan negara. Berdasarkan pembahasan sebelumnya,

perkumpulan sosial jenis ini ialah yang terkait dengan pemekaran desa maupun

yang memang mendapatkan bantuan.

Tabel 10Kekuatan Jaringan Dalam Perkumpulan Sosial

Perkumpulan sosial Bonding Bridging LinkingFormal instumental instumental KuatNon formal kuat lemah lemahSumber: Diolah dari data penelitian

Page 149: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

138

Ikatan (bonding) dalam setiap perkumpulan sosial yang menjadi

kepanjangtanganan negara selalu saja tidak disertai dengan kepatuhan terhadap

aturan organisasi. Para anggota hanya mengaggap perkumpulan sosial hanyalah

merupakan instumen untuk mendapatkan bantuan dari negara. Hal ini

terefleksikan pada setiap perkumpulan sosial kegiatan-kegiatan yang hanya

dilaksanakan pada saat ada bantuan yang datang. Hal ini dipahami karena

walaupun masyarakat Rintis heterogen secara etnisitas, namun pada sisi

ekonomi mereka homogen. Hadirnya negara dengan berbagai peluang ekonomi

yang ada, pada akhirnya menyebabkan ketimpangan sosial. Dalam konteks ini,

masyarakat tidak lagi memikirkan kepentingan bersama. Namun berfokus untuk

mengejar ketertinggalan mereka secara ekonomi dari anggota masyarakat yang

lain.

Bonding yang hanya bersifat instumental ini, sesungguhnya memiliki

potensi konflik yang tinggi pada masyarakat Desa Rintis. Hal ini pun terbukti

dengan kondisi Rintis kini yang kerap terjadi gesekan sosial baik diinternal

perkumpulan sosial maupun antar perkumpulan sosial di Rintis. Kondisi ini dipicu

oleh orientasi ekonomis yang tinggi pada setiap kesertaan di dalam

perkumpulasn sosial. Pada saat yang sama, para elit baru yang termanifestasi

dalam perkumpulan sosial cenderung bersaing untuk berelasi dengan negara.

Hal ini memunculkan permasalahan baru, yaitu konflik diantara elit baru tersebut.

Kondisi ini menyebabkan hubungan (bridging) antar satu perkumpulan dengan

yang lainya tidak begitu baik. Walaupun mereka terkait dalam satu bidang yang

sama, namun upaya kerjasama tidak dilakukan.

Kondisi ini terjadi karena perkumpulan sosial yang ada tidak dijalankan

berdasarkan mekanisme organisasi yang baik. Setiap keputusan organisasi

merupakan cerminan dari para pemimpin. Para pengurus dan anggota yang

terlibat dalam perkumpulan tidak memiliki kemauan dan kekuatan untuk

menyuarakan aspirasinya. Kondisi ini selaras dengan konsep Tjondronegoro

(2008) yang menjelaskan adanya perkumpulan sosial pedesaan yang mewakili

kota yang hanya merepresentasikan kehidupan kelas menengah atas.

Walaupun Paguyuban Pasundan kembali menyegarkan solidaritas lewat

revitalisasi semangat etnisitas. Namun pada kenyataanya, gerakan ini hanya

diminati oleh mereka yang sudah mapan secara ekonomi. Para anggota yang

terlibat, ialah mereka yang memiliki pekerjaan layak. Sehingga tidak lagi berfikir

untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Kondisi ini pun terlihat dari kesertaan kaum

Page 150: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

139

tua yang dominan, terutama Ibu Isye dan Pak Umar. Mereka pun terlibat aktif

dalam perkumpulan sosial karena sudah tidak lagi bergiat untuk mengejar

kesejaheraan material.

Pada sisi lain, pemimpin perkumpulan sosial berlomba untuk berelasi

(linking) dengan negara. Dengan modal simbolik yang dimilikinya, mereka pun

memiliki kemudahan dalam berelasi dengan pemerintahan lokal baru. Hubungan

antara pemerintahan lokal baru dengan pemimpin perkumpulan sosial bersifat

saling menguntungkan (mutualisme). Hal ini dipahami karena pemerintahan lokal

dalam mewujudkan program kerjanya membutuhkan masyarakat atau

perkumpulan sosial sebagai objek sekaligus pelaksana. Di sisi lain, para

pemimpin membutuhkan relasi yang kuat dengan pemerintahan lokal, dalam hal

ini sebagai penyalur program, untuk memantapkan modal simboliknya. Kuatnya

linking berdampak dengan adanya berbagai bantuan yang diberikan untuk

perkumpulan sosial yang ada di Desa Rintis.

Dengan demikian, inovasi dalam perkumpulan sosial pun sangat terbatas.

Perkumpulan sosial hanya berfungsi sebagai penyalur bantuan bagi para

anggotanya. Diketahui, hanya PKBM Kurnia yang mencoba membuat

perkumpulan sosial yang mau menginisiasi kegiatan dalam upaya untuk

memperbaiki kinerjanya. Namun sayangnya, performa dari perkumpulan sosial

hanya menggambarkan kemauan dari pemimpinnya. Para pemimpin dalam

perkumpulan sosial tidak mau ataupun kesulitan (dalam kasus Ibu Isye) untuk

memberikan pemahaman bagi para anggotanya untuk menjalankan roda

organisasi dengan baik.

Para pemimpin dalam perkumpulan sosial berhasil mengoptimalisasi

linking. Namun, dominannya linking dalam modal sosial perkumpulan

menyebabkan lemahnya bridging dan bonding. Pemimpin perkumpulan sosial

menjelma menjadi satu-satunya representasi dari organisasi dalam upaya

memantapkan modal simboliknya. Pada konteks itu, perkumpulan sosial tidak

mementingkan kelangsungan tujuan bersama bagi para anggota dan pengurus

lainnya, mereka hanya dijadikan alat dalam upaya tersebut.

Pengalaman yang panjang terhadap dinamika perkumpulan sosial,

terutama di dalam kelompok tani. Menyebabkan masyarakat di Desa Rintis

terutama yang tergabung di dalam perkumpulan sosial pada akhirnya terlibat

dalam hal-hal yang menguntungkan dirinya saja. Sehingga eksistensi

perkumpulan sosial akan terlihat sekali saat, para pemimpin mereka mampu

Page 151: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

140

menghadirkan bantuan program yang diperlukan oleh para anggotanya.

Sayangnya, yang lebih banyak digemari ialah bantuan langsung yang berbentuk

materil. Bantuan-bantuan yang berbentuk pelatihan dan alat-alat produksi

ternyata tidak dimanfaatkan dengan baik, padahal jika dioptimalkan semua itu

dampat memberikan manfaat yang cukup besar bagi penghidupan mereka.

Oleh karenanya, perkumpulan sosial di Desa Rintis eksitensinya hanya

menggantung ke atas (negara). Di katakan menggantung karena adanya upaya

aktif dari para pemimpin perkumpulan sosial yang ada untuk mengakaitkan diri

dengan negara. Kondisi ini merupakan umpan balik dari pola top-down yang

dikembangkan sebelumnya oleh negara.Selain itu, bahkan para pemimpin

perkumpulan sosial tidak hanya berupaya mencari relasi ke negara, namun juga

ke elemen lain yang diketahui memiliki sumber daya (lihat dalam tabel 8). Akibat

orientasi yang terlalu besar pada linking (menggantung), nilai keswadayaan dan

kebersamaan di dalam perkumpulan sosial semakin tergerus. Hal ini dipahami

karena bonding dan bridging diabaikan oleh sebagian besar para pemimpin

perkumpulan sosial.

Pada sisi lain, ada anggota masyarakat yang membuat perkumpulan

sosial secara tidak formal. Perkumpulan sosial ini biasanya terkait dengan

pekerjaan mereka. Seperti kelompok tukang bangunan, lalu kelompok pencari

batu dan pasir. Walaupun hanya terdiri dari sedikit orang, mereka memiliki ikatan

(bonding) yang kuat karena adanya kesamaan nasib dan tentunya karena

adanya persamaan pekerjaan.

Dalam konteks ini mereka ialah para masyarakat yang tidak memiliki

ikatan kuat dengan warga di desa Rintis. Karena sebagian besar mereka ialah

pendatang dan hanya tinggal sementara di Desa Rintis. Dengan demikian,

hubungan (bridging) mereka dengan anggota masyarakat lainnya sangat

terbatas. Hubungan mereka yang utama ialah dengan para pengumpul dan

penjamin mereka yang biasanya merupakan warga asli Rintis. Kemudian juga

akses (linking) mereka ke negara pun sangat lemah. Hal ini dipahami karena

mereka tidak punya kepentingan yang nyata dengan negara.

C. Kontribusi Teoritis: Peran Aktor dalam Dinamika Modal SosialPenjelasan mengenai perkumpulan sosial di Desa Rintis dalam tulisan ini

dipandu oleh konsep modal sosial.Melalui konsep ini, perkumpulan sosial tidak

hanya dilihat dalam aktifitas organisasinya semata, namun juga dilihat pada sisi

Page 152: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

141

hubungan internal dan juga eksternalnya. Perkumpulan sosial dalam studi ini

dimaknai sebagai entitas yang dinamis dalam menentukan gerak

keorganisasisanya. Hal ini penting karena kini demokratisasi sedang gencar

dipenetrasikanoleh negara hingga tingkat desa. Diketahui di Desa Rintis,

demokratisasi mulai menyeruak terutama dalam sisi pemberian peran lebih bagi

masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan juga terlibat dalam pembangunan

yang sedang dilaksanakan.

Dengan menggunakan analisa modal sosial yang dikemukakan Putnam

(1994) dan Szreter (2002, 2005), tulisan ini menganalisa berbagai perkumpulan

sosial yang ada di Desa Rintis. Melalui analisa tersebut, perkumpulan sosial

dilihat pada pembentukan jaringan internal dan juga eksternalnya, terutama

dalam kaitannya dengan negara. Hasilnya, diskusi mengarah pada dominannya

aktor dalam perkumpulan sosial dalam pembentukan bonding, bridging, dan

linking. Sayangnya, sebagaimana kritik Gotto, etc. (2001), baik analisa Putnam

mapun Szreter belum bisa secara rinci dan jelas menggambarkan peran aktor

dalam dinamika jaringan modal sosial. Putnam maupun Szreter hanya melihat

relasi resiprokal antara perkumpulan sosial dan juga negara.

Di sisi lain, Block dan Evans (2005) sudah memberikan penjelasan

mengenai pentingnya melihat kapabilitas dari perkumpulan sosial maupun

negara. Dengan demikian, celah tersebut dapat terisi dengan melihat bahwa

kapabilitas perkumpulan sosial yang lemah menyebabkan kesempatan aktor

(dalam hal ini pemimpin perkumpulan sosial) dapat mendominasi setiap

keputusan organisasi. Studi Gotto, etc., (2011) dan Achwan (2012) telah

menjelaskanbahwa pemimpin (leader) dalam perkumpulan sosial dapat

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap modal sosial sekaligus

kapabilitas organisasi. Namun, studi ini menunjukan hal yang bereda, pemimpin

perkumpulan sosial di Desa Rintis hanya berfungsi sebagai penguhubung utama

antara anggota perkumpulan sosial dengan negara. Relasi tersebut

menyebabkan hubungan yang terjalin antara pemimpin dengan anggota hanya

bersifat instumental. Dengan kata lain, pemimpin di dalam kasus ini tidak mampu

meningkatkan kapabilitas organisasi.

Uraian sebelumnya telah menunjukan bagaimana performa Ibu Isye, Pak

Umar, dan Pak Parjo sebagai pemimpin perkumpulan sosial. Dalam situasi

demokrasi prosedural, perluasan akses terhadap negara dimanfaatkan oleh

mereka karena memiliki modal simbolik yang lebih dibandingan yang lain. Bagi

Page 153: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

142

masyarakat Desa Rintis, modal simbolik yang utama ialah kemampuan berbicara

di depan umum yang didukung oleh pemahaman yang baik atas peran dan

fungsi negara. Olehkarenanya, dengan modal simbolik itu mereka pun dapat

memainkan peran juga signifikan bukan hanya pada tingkat desa, namun juga

pada tingkat kabupaten.

Meminjam istilah Bourdieu, habitus sebagai salah satu elemen yang

menentukan modal simbolik para pemimpin perkumpulan sosial ini terakumulasi

dengan baik. Hal ini ditandai dengan usia mereka yang relatif pada usia tua,

serta adanya koneksi yang baik dengan Tarempa. Oleh karenanya, saat

Tarempa berubah secara ekonomi dan politik, mereka dapat mengambil peluang-

peluang yang ada dalam hal ini terutama ialah linking dengan pemerintahan lokal

baru.

Dengan demikian, fakta ini memberikan masukan bagi konsepsi modal

sosial yang diterangkan oleh Szreter (2002). Bukan hanya kekuasaan, politik,

dan sejarah yang berpengaruh terhadap kondisi modal sosial, namun juga peran

pemimpin dalam sebuah perkumpulan sosial. Hal ini dipahami, karena praktik

demokrasi yang ada hanya bersifat prosedural (lihat bab III). Di dalam

masyarakat pedesaan Rintis tulisan ini menjelasakan bahwarelasi patron klien

masih sangat berpengaruh.

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Scott (1976, 1985, dan 1993)

wilayah pedesaan Asia Tenggara bahkan juga di perkotaan (lihat Dwianto, 2001)

relasi patron klien masih begitu kuatnya. Relasi patron klien yang ada di Desa

Rintis pun sesuai dengan penjelasan Scott. Relasi ini dinamis, karena klien

memiliki ambang batas nilai “ekonomi moral paternalistik”. Oleh karenanya, di

dalam dinamika perkumpulan sosial para anggota cenderung bersikap

oportunistik dalam upaya menemukan patron baru yang kini termanifestasi dalam

perkumpulan sosial.

Awalnya Masyarakat Desa Rintis terkoneksi dalam sistem patron klien

yang terkait dengan perkebunan karet. Masyarakat begitu tergantung dengan

mandor, yang selain memiliki kekuatan mistis, sejatinya ia merupakan

representasi dari kekuatan ekonomi. Mandor memiliki kekuasaan yang absolut

terkait dengan kepemilikan lahan serta penghidupan masyarakat yang

bergantung kepada pengusaha karet (market). Dalam konteks ini, mandor

berperan sebagai kepanjangtanganan pengusaha dalam mengelola dan

mengontrol masyarakat Desa Rintis yang dulunya berlaku sebagai buruh

Page 154: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

143

perkebunan. Kini seiring dengan penetrasi negara terhadap Desa Rintis,

masyarakat berlomba mendapatkan akses. Hal ini dipahami karena legitimasi

lama sudah tidak berlaku lagi, berganti dengan legitimasi baru.

Legitimasi baru yang berupa pendidikan formal dan kedekatan dengan

negara (linking), ternyata tidak sulit didapatkan. Hal ini dipahami karena negara

hadir begitu masifnya. Kondisi ini menyebabkan masyarakat Desa Rintis

sesungguhnya berada pada tingkat legitimasi yang tidak terpaut terlalu jauh lagi.

Kemudian, sebagai konsekuensinya, semakin banyak anggota masyarakat yang

berkontestasi untuk menjadi patron baru. Menjadi pemimpin dalam sebuah

perkumpulan sosial ialah salah satu cara yang paling efektif.

Di sisi lain, masyarakat Desa Rintis kini mengalami heterogenisasi pada

sisi mata pencaharian pada khususnya dan ekonomi pada umumnya. Dengan

demikian, eksistensi elit baru tidak lagi efektif karena mereka tidak menjamin

kelangsungan sebagian besar kebutuhan ekonomi mereka. Masyarakat

mengandalkan kerja baik di ranah formal maupun informal yang kini memiliki

peluang yang menjanjikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Bagi mereka

yang belum mapan, perkumpulan sosial merupakan sarana untuk mendapatkan

bantuan dari negara untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi. Dengan cara

pandang ini, fenomena keanggotaan yang instumental terlihat semakin jelas.

Fakta ini menunjukan bahwa agen/aktor baik pemimpin maupun anggota

dari perkumpulan sosial memiliki gerak yang dinamis. Selain karena pengaruh

perubahan struktur sosial yang terjadi di Desa Rintis, tentunya mereka sebagai

agen/aktor memiliki begitu banyak pilihan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Sikap oportunistik atau lebih tepatnya menyandarkan diri pada pilihan rasional

menjadi hal yang tidak terhindarkan. Dalam himpitan struktural itu, mereka

memiliki daya inovatif dalam upaya meningkatkan modal ekonomi maupun modal

simbolik.

Perkumpulan sosial di Desa Rintis ialah perwujudan dari upaya aktif

masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya yang ditopang oleh

kontestasi elit baru dalam berelasi dengan negara. Oleh karenanya, performa

yang ada dari setiap perkumpulan sosial tidak menunjukan kapabilitas yang

mumpuni. Hal ini dipahami karena norma (norm) yang dalam perspektif modal

sosial Putnam merupakan generalisasi dari kepercayaan (trust) antar anggota

tidak tercipta dengan baik. Tepat rasanya jika mengatakan bahwa perkumpulan

sosial hanyalah formalisasi representasi dari para pemimpinnya.

Page 155: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

144

Pendekatan yang dilakukan oleh Szreter (2002, 2005) sesungguhnya

merespon perdebatan akademik mengenai konsep modal sosial. Szreter

mencoba membahas modal sosial dari tingkat mikro hingga makro. Dalam

pendekatan ini, aktor/agen selesai dibahas pada tingkat mikro. Padahal,

Bourdiue (dalam Fuch 2003), Lin (2001a. 2001b), dan juga Putnam (2000, dalam

Szreter, 2002) sudah memberikan landasan bahwa keterlibatan aktor/agen di

dalam perkumpulan sosial ialah untuk memperoleh ‘profit’, ‘impact’ atau ‘gain’

baik yang ekonomis, sosial, maupun kultural. Oleh karenanya, dinamika

agen/aktor sudah selayaknya mendapatkan tempat dalam analisa modal sosial

sekalipun dalam tingkat analisa makro.

Kontribusi teoritik dalam diskusi ini, sebagaimana sudah disinggung oleh

Gotto, etc., (2011) dan Achwan (2012) bahwa pemimpin memainkan peran

penting dalam modal sosial, baik pada tingkat mikro maupun makro, yang

dikembangkan oleh Szreter. Ibu Isye, Pak Umar, dan Pak Parjo merupakan

gambaran bagaimana pemimpin yang memiliki modal simbolik yang besar

mampu me-linking dengan negara. Di sisi lain, ia juga memiliki kemampuan

untuk merekrut anggota baru di dalam perkumpulan sosialnya masing-masing

dengan kemampuanya itu. Walaupun dalam kasus ini, para pemimpin tersebut

belum mampu untuk memperkuat bonding dan bridging serta kapabilitas

organisasi. Dengan demikian, studi ini mengisi celah tersebut dengan

menjelaskan latar kontekstual bagaimana pemimpin di dalam perkumpulan sosial

memiliki peranan penting di dalam dinamika modal sosial, khususnya yang

dikembangkan oleh Szreter (2002, 2005).

D. Kontribusi Praktis: Menuju Pemerintah Lokal yang BerkapabilitasOtonomi daerah, sebagai sebuah konsep politik yang relatif baru di

Indonesia memiliki implikasi yang begitu luas bagi kehidupan masyarakat. Hal ini

ditandai dengan semakin leluasanya pemerintahan di tingkat kabupaten untuk

mengelola sumber daya yang ada di deaerahnya. Proporsi yang luas itu,

idealnya semakin mendekatkan negara kepada masyarakat, terutama dalam

upaya perluasan pelayanan publik. Kondisi ini seharusnya semakin masif, karena

di tingkat pusat pemerintah pun memberikan regulasi yang menekankan pada

peran aktif dari masyarakat sampai tingkat desa.

Page 156: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

145

Pengalaman pemberlakuan otonomi di Porto Alegre, sebuah wilayah

otonom di Brazil, merupakan salah satu yang dianggap sebagai contoh sukses.

Bruce (2004) menjelaskan bagaimana pemerintah lokal di sana memberlakukan

mekanisme anggaran yang diserahkan kepada masyarakat. Dalam konteks ini

diketahui pemerintah lokal mendorong partisipasi masyarakat dalam

pembangunan daerah berdasarkan keinginan masyarakat itu sendiri. Pemerintah

daerah memainkan peran sebagai fasilitator yang baik agar masyarakat mampu

mengidentifikasi masalah dan solusi yang akan ditempuh. Dengan demikian,

pembangunan di daerah diarahkan seutuhnya untuk kepentingan masyarakat,

bukan hanya pada tingkat prosedural namun juga substansinya.

Mekanisme itu sesungguhnya juga sudah diwadahi di Indonesia. Pada

tingkat desa, sebagaimana juga Desa Rintis, musrenbang dijadikan dasar untuk

menetapkan bidang-bidang pembangunan masyarakat sekaligus anggarannya.

Namun, mekanisme itu belum dilaksanakan seutuhnya. Pelaksanaan

mursenbang hanya merupakan prosedur wajib yang tidak menekankan pada

prinsip partisipasi masyarakat. Hasil musrenbang tingkat desa peru terus dikawal

sampai pada pembahasan RAPBD, pada tingkat ini yang lebih diutamakan ialah

mekanisme politik bukan lagi kepentingan masyarakat.

Dengan demikian, dalam praktik otonomi daerah, sumber daya daerah

belum banyak dinikmati oleh masyarakat pada lapis bawah. Sejauh ini, hanya

segelitir orang saja yang menikmatinya. Dalam kasus Desa Rintis, perkumpulan

sosial hanya menjadi kepanjangtanganan dari pemerintah daerah. Perkumpulan

sosial hanya dijadikan wadah penampung atas program yang tidak pernah

mereka ketahui. Meskipun pada akhirnya program tersebut sampai kepada

masyarakat, namun dalam kerap kali kebutuhan masyarakat dengan program

yang diberikan jauh berbeda. Oleh karenanya, program-program yang masuk

hanya dijadikan proyek oleh sebagian pejabat daerah, dari tingkat kabupaten

sampai desa, sebagaimana dalam penjelasan Breman dan Wiradi (2004).

Kondisi ini dipengaruhi dengan mekanisme anggaran pemerintah, baik

pusat maupun daerah. Sejauh ini, ukuran kinerja pemerintahan kini hanya dilihat

dari penyerapan anggarannya. Hal ini tentunya memicu penggunaan anggaran

yang tidak tepat sasaran. Dengan pengawasan penggunaan anggaran yang

kurang ketat, membuka celah bagi oknum pemerintah untuk

menyelewengkannya. Misalnya di Desa Rintis, dengan anggaran pendidikan

20%, sudah selayaknya dinas pendidikan Kab. Kep Anambas memberikan

Page 157: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

146

sokongan program kepada PKBM Kurnia, namun dalam praktiknya dukungan itu

sangat lemah. PKBM Kurnia lebih banyak mendapatkan bantuan dari instansi

lain.

Kabupaten Kepulauan Anambas perlu banyak bebenah agar kemampuan

otonomi yang dimilikinya dapat difokuskan untuk kepentingan masyarakat. Sejak

pemekarannya pada tahun 2008, kehadiran pemerintah lokal telah membawa

perubahan sosioekonomi pada masyarakat Desa Rintis dan tentunya semua

desa yang ada di Anambas. Dalam tulisan ini, hadirnya pemerintahan lokal baru

mengubah orientasi masyarakat dari pasar (market) ke negara (state). Hal ini

dipahami karena kehadiran negara bukan hanya memberikan keluasan

pelayanan publik, namun juga sumber daya lain yang bernilai ekonomi.Kondisi

inilah yang menyebabkan di Desa Rintis bermunculannya elit-elit baru yang

disertai dengan kompetisi antar mereka dalam mendapatkan akses negara.

Dalam tulisan ini, hadirnya negara juga memicu bermunculannya

perkumpulan sosial baik disebabkan oleh regulasinya maupun disebabkan oleh

upaya mendapatkan sumber daya tersebut. Dalam kondisi tersebut, eksistensi

perkumpulan sosial di Desa Rintis hanya menggantung ke atas dalam artian

bahwa keberadaan mereka tidak didasarkan pada prinsip civil society. Ada

ketidakseimbangan jaringan modal sosial yang dikembangkan di dalam

perkumpulan sosial, yaitu optimalisasi linking, dan pengabaian bonding dan

bridging. Diketahui bahwakondisi ini menyebabkan disharmoni diantara elit

maupun masyarakat pada umumnya, dan jika dibiarkan berlanjut maka akan

berpotensi menciptakan masyarakat predator (lihat tabel 2).

Perubahan kapabilitas pemerintah lokal, tentunya akan berdampak

langsung pada performa perkumpulan sosial. Hal ini dipahami karena pemerintah

lokal memiliki dampak yang signifikan terhadap eksistensi perkumpulan sosial di

Desa Rintis, terutama melalui regulasi serta bantuan-bantuan yang diberikan

(lihat tabel 7). Kapabilitas pemerintahan lokal itu harus terwujud dalam tiga hal,

pertama ialah mengenai upaya perluasan informasi publik. Hal ini sangat penting

dalam upaya memberikan kesamaan hak warga negara untuk mendapatkan

pelayanan publik. Sebagai daerah perbatasan dan kepulauan, kemudian juga

masih minimnya tingkat pendidikan masyarakat menjadi tantangan yang cukup

besar. Selama ini, akses terhadap negara dijadikan sebagai salah satu modal

simbolik oleh elit masyarakat, khususnya dalam hal ini ialah para pemimpin di

dalam perkumpulan sosial. Jika informasi publik terutama yang terkait dengan

Page 158: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

147

pembangunan masyarakat semakin terbuka maka para pemimpin perkumpulan

sosial akan mengubah orientasi kapitalisasi modal simboliknya pada hal lain,

terutama pada hal-hal yang lebih positif seperti prestasi perkumpulan sosialnya.

Melalui prinsip ini pula, aktor-aktor baru akan muncul dalam upaya

pembangunan masyarakat. Mereka akan terlibat dalam pembuatan keputusan

pemerintah daerah, dengan sendirinyakondisi ini akan memaksa kekuatan-

kekuatan lama untuk merespon tuntutan-tuntutan yang lebih representatif.

Selama ini partisipasi masyarakat hanyalah merupakan bungkus prosedural

untuk merespon tuntutan sekelompok kecil pelobi yang memiliki kekuatan yang

besar, atau sekadar memenuhi tuntutan para konstituen yang dianggap

menentukan dalam politik daerah, misalnya seperti Pilkada.

Kemudian, dengan munculnya aktor-aktor baru juga dapat mengurangi

penyimpangan yang dilakukan oleh oknum pemerintah lokal. Diketahui, di

Anambas dengan anggaran yang begitu besar belum dioptimalkan dengan baik

dalam upaya pembangunan masyarakat. Hal ini disebabkan karena ada indikasi

kuat ada beberapa oknum pejabat di tingkat Pemerintah Kab. Kep Anambas

yang masih mengunggunakan anggaran tersebut untuk kepentingan pribadinya

atau kelompoknya (lihat dalam penjelasan tabel 6). Hal ini sangat mungkin terjadi

karena besarnya anggaran yang ditujukan untuk pembangunan masyarakat baik

lewat anggaran pemerintah pusat, provinsi maupun kabupeten/kota. Jika

dilaksanakan dengan konsisten, maka perluasan informasi publik akan

mengurangi relasi lama yang sudah terbentuk. Dengan demikian, maka

kesempatan perkumpulan sosial yang memang benar-benar mewadai

kepentingan masyarakat akan lebih banyak bermunculan.

Salah satu contoh perluasan informasi publik berdampak pada perbaikan

performa perkumpulan sosial dapat terlihat pada paguyuban pasundan. Dalam

perkumpulan sosial ini, begitu banyak anggota yang yang memiliki akses

terhadap negara, bahkan tiga orang pucuk pimpinannya ialah pegawai

pemerintah. Selain itu, banyak pula anggotanya yang merupakan pegawai

pemerintah. Sebelum adanya perombakan kepengurusan, perkumpulan sosial ini

tidak memiliki aktifitas yang nyata. Kini mereka menjadi salah satu harapan

penguatan solidaritas lewat kegiatan-kegiatan revitalisasi semangat etnisitas.

Pada kasus ini memang perluasan informasi publik bukan disebabkan oleh

program pemerintah, kebetulan saja pada rapat kepengurusan dipilihlah

pengurus yang memiliki akses terhadap pemerintahan lokal. Kedepan,

Page 159: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

148

pemerintah lokal harus menyiapkan strategi agar informasi publik bisa diakses

semakin banyak oleh masyarakat dari berbagai tingkat ekonomi dan sosial.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah lokal ialah

membangun kelas menengah di pedesaan. Dalam konteks ini, kelas menengah

bukan hanya ditinjau dari tingkat ekonominya semata, yang lebih penting ialah

sandaran kepada tingkat kesadaran sosial dan politik. Dalam kasus Desa Rintis,

Abdul Hadi merupakan salah satu contoh kelas menengah karena memiliki

kesadaran yang tinggi dalam pembangunan masyarakat. Salah satu elemen

yang mendorong terbentuknya kelas menengah ialah tingkat pendidikan yang

tinggi. Semakin banyaknya kelas menengah pedesaan, secara simultan akan

mendorong terciptanya masyarakat yang kuat, lewat partisipasi yang substansial.

Oleh karenanya, pemerintahan lokal harus mendorong agar generasi muda

pedesaan melanjutkan studinya sampai tingkat perguruan tinggi.

Kedua, dengan besarnya anggaran pemerintah Kabupaten Kepulauan

Anambas perlu dibarengi dengan pemberian bantuan dengan proporsi yang

jelas. Diketahui, bahwa bantuan menjadi salah satu faktor terbentuknya

perkumpulan sosial (lihat tabel 6 dan 7). Melanjutkan penjelasan sebelumnya

mengenai perluasan informasi publik, pemberian bantuan dengan proporsi yang

jelas menjadi keperluan yang mendesak. Pada penjelasan di bab III, kondisi tidak

jelasnya proporsi bantuan yang ada menyebabkan ketegangan diantara

perkumpulan sosial. Pemerintah lokal telah merespon ini dengan memberikan

batas maksimal bantuan pada setiap perkumpulan sosial pada tahun anggaran

2013. Namun, kebijakan ini kurang tepat karena tidak semua perkumpulan sosial

memiliki kebutuhan alokasi dana yang sama. Pemerintah lokal harus mampu

mengidentifikasi perkumpulan sosial yang ada.

Dalam konteks ini pemerintah kabupaten sudah melakukan upaya yang

terukur dalam memperbaiki kondisi perkumpulan sosial di Anambas. Seperti

misalnya, penertiban perkumpulan sosial yang berbentuk Ormas dan LSM.

Dengan demikian, peluang ‘permainan’ anggaran antara oknum pemerintah

kabupaten dengan perkumpulan sosial semakin sulit. Oleh karenanya, kini

semakin terlihat perkumpulan sosial yang memang memiliki komitmen terhadap

kemajuan anggota serta masyarakat pada umumnya. Identifikasi perkumpulan

sosial sangat penting, karena perkumpulan sosial yang kapabel dapat menjadi

mitra pemerintah dalam berbagai program pemberdayaan masyarakat.

Sayangnya, selama ini di Desa Rintis, pemerintah lokal tidak begitu terasa

Page 160: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

149

kehadirannya dalam program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan

oleh perkumpulan sosial. Diketahui, divisi CSR Premier Oil yang memiliki konsep

pemberdayaan masyarakat yang lebih jelas di Desa Rintis, karena memang

mereka menerapkan mekanisme keswadayaan dalam setiap program yang

dijalankan. Ada baiknya jika pemerintah lokal mau membuka diri untuk bekerja

sama dengan pihak konsorsium perusahaan yang masing-masing memiliki divisi

CSR dalam upaya untuk membina perkumpulan sosial di Anambas dengan

mekanisme yang lebih terukur dan tepat sasaran.

Pemerintah lokal juga memiliki tanggungjawab untuk menyadarkan

perkumpulan sosial untuk lebih mandiri dan tidak bergantung pada negara saja.

Selama ini kelekatan negara dengan perkumpulan sosial terjalin dalam pola top-

down saja. Dalam konteks itu, perkumpulan sosial tidak diberikan ruang untuk

mengembangkan diri terutama dalam inovasi kegiatan. Perkumpulan sosial

hanya menjadi kepanjangtanganan dari program kerja pemerintah semata. Oleh

karenanya, setiap program kerja, bantuan, dan kerja sama yang dilakukan oleh

pemerintah lokal dengan perkumpulan sosial harus menekankan pada sisi

kemandirian masyarakat. Pemberian uang saku yang terlalu besar dalam setiap

pelatihan atau program lainnya merupakan salah satu contoh negatif kebijakan

pemerintah lokal terhadap perkumpulan sosial dan masyarakat pada umumnya.

Sudah semestinya pemerintah lokal memberikan bantuan yang lebih berdampak

bagi kebutuhan masyarakat luas, dan jika harus memberikan bantuan langsung

diharapkan tidak lagi memberikan dalam bentuk uang tunai.

Ketiga, pemerintah lokal perlu mengusahakan perningkatan kapasitas

kelembagaan dari setiap perkumpulan sosial yang ada. Salah satu upaya yang

stategis ialah menciptakan suasana yang lebih kondusif diantara pemimpin atau

pengurus perkumpulan sosial yang ada yaitu dengan memberikan ruang

interaksi sosial dalam upaya membangun visi bersama. Kemudian, pemerintah

lokal dapat memberikan masukan mengenai pengelolaan perkumpulan sosial

yang sesuai dengan harapan dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini semakin

mudah karena setiap perkumpulan sosial di tingkat desa telah memiliki

perwakilan pada tingkat kabupaten. Seperti misalnya, PKBM Kurnia tentunya

berafiliasi dengan HIMPAUDI Kab. Kep. Anambas, kemudian kelompok tani dan

nelayan terwadahi dalam KTNA Kab. Kep. Anambas.

Dari penjelasan sebelumnya, hanya PKBM Kurnia yang mendapatkan

kesempatan pelatihan peningkatan kapasitas kelembagaan yang disponsori oleh

Page 161: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

150

divisi CSR Premier Oil. Pelatihan tersebut berdampak dengan terbentuknya

kepengurusan PKBM Kurnia dengan Abdul Hadi sebagai ketuanya. Walaupun

kinerja kepengurusan belum berjalan dengan baik, tetapi dari segi pengelolaan

dan kapasitas perkumpulan sosial mulai ada perbaikan sedikit demi sedikit.

Sesungguhnya, mekanisme inilah yang dibutuhkan setiap pekumpulan sosial,

karena kepengurusan yang ada merupakan representasi dari kepentingan

bersama setiap anggotanya, bukan hanya representasi dari orang per orang.

Dengan demikian, pemimpin sebelumnya yaitu Ibu Isye menjadi berkurang

peranannya di dalam organisasi. Perkumpulan sosial akan berubah dari

formalisasi mekanisme patron klien menuju organisasi yang lebih mapan.

Demikianlah rekomendasi praktis atas permasalahan relasional antara

pemerintah lokal dengan perkumpulan sosial di Anambas. Merujuk pada

penjelasan Putnam (2004) bahwa pemerintahan yang responsif akan

merangsang terciptanya masyarakat yang aktif. Rekomendasi ini ialah dalam

upaya mewujudkan pemerintahan lokal yang responsif, atau yang dalam bahasa

Evans dan Block (2005) ialah pemerintahan lokal yang memiliki kapabilitas

mampuni. Hal ini menandai bahwa kelekatan atau kedekatan antara dua institusi

tersebut saja tidak cukup, masih diperlukan upaya peningkatan kapabilitas dari

masing-masing. Pemerintahan lokal harus memiliki tanggungjawab sekaligus

kemampuan dalam upaya tersebut, karena terciptanya perkumpulan sosial yang

kapabel merupakan salah satu pilar dalam kehidupan demokrasi. Dengan

demikian, jika dilaksanakan dengan serius maka masyarakat kita akan beralih

dari demokrasi prosedural menuju demokrasi substansial.

Page 162: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

151

DAFTAR PUSTAKABuku dan JurnalAchwan, Rochman (2011). Contesting Business Networks in Liberalising

Economy and Polity: Evidence from Regional textile Business in Indonesia.Asian Social Science (7) 1, pp 60-70.

Achwan, Rochman (2012). The Fountain of Love Credit Union: A VibrantMicrofinance Institution in A Hostile Inter-Ethnic Society. Asian CaseResearch Journal (10) 1, pp 93-114.

Ahmad. 1949. Perompak Lanun (Mata Keris Pembuka Rahasia). Balai Pustaka:Djkarta.

Agustino, Leo. 2011. Sisi Gelap Otonomi Daerah: Sisi Gelap Desentralisasi diIndonesia Berbanding Era Sentralisasi. Bandung: Widya Padjajaran.

Alexander, C Jeffrey. 2006. The Civil Sphere. New York: Oxford UniversityPerss.

Antlov, Hans. 2003. Kiprah Madani dalam Pembaruan Pemerintah Daerah diIndonesia. (dalam Anlov, Hans dkk. 2005. Bila Warga Ikut Menata Negara:Wacana Negeri-negeri Jiran Thailand, Indonesia, Filipina. Manila: Institutefor Popular Democrary.

Aspinal, Edward and Greg Fealy (ed.). 2003. Local Power and Politic inIndonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Baker, Gideon. 2002. Civil Society and Democratic Theory: Alterative Voices.London and New York: Routledge.

Block, Fred and Peter Evans. 2005. The State and Economy. (dalam Smelseer,Neli J and Richard Swedberg. 2003. The Handbook of EconomicSociology. New York: Princeton University Perss.)

Boidreau, Vincent. 2001. Grass Roots and Cadre in the Protest Movement.Quezon City: Ateneo de Manila University Press.

Breman, Jan dan Gunawan Wiradi. 2004. Masa Cerah dan Masa Suram diPedesaan Jawa: Studi Kasus Dinamika Sosio-Ekonomi di Dua DesaMenjelang Akhir Abad ke- 20. Jakarta: LP3ES.

Bruce, Iain (Ed.). 2004. The Porto Alegre Alternative: Direct Democracy in Action.London: Ann Abror and IIRE.

Bruinessen, Martin Van. 1999. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Brymen, Alan and Robert G. Burgess. 2002. Analyzing Qualitative Data.NewYork and London: Routledge.

Bunte, Marco and Andreas Ufen. 2009. Democratization in Post-SuhartoIndonesia. New York: Routlegde.

Calhoun, Craig, Joseph Gertheis, James Moody, Steven Pfaff, and IndermohanVirk (Ed). 2012. Calssical Sociological Theory. West Sussex: WilleyBlackwell.

Cresswell, John W. 2003.Research Design: Qualitative, Quantitative, and MixedMethods Approaches. California: Sage Publication, Inc.

Fuchs, Christian. 2003. Some Implication of Pierre Bourdiue’s Work for a Theoryof Social Self-Organization (dalam European Journal of Social Theory6(4)). London: Sage Publication.

Gorral, Sonnopa D. 2012. Socio-Economic Impact of Urbanization on RuralCommunity. Global Economy Research. (Vol. I, Isuu: II hal 40-46).

Gotto, George S, Etc. 2011. Accessing Social Capital: Implications for Personswith Dissabilities. The National Gateway to Self-Determination(www.aucd.org/ngsd).

151

Page 163: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

152

Hadiz, Vedi R. 2010. Localising Power in Post-Autoritarian Indonesia: A South-East Asia Perspective.California: Stanford University Perss.

Harker, Richard, Cheelen Mahar, Chris Wikes.2009.(Habitus X Modal) + Ranah=Praktik. Bandung: Jalasutra.

Ingelson, John. 2004. Tangan dan Kaki Terikat: Dinamika Buruh, Sarekat Kerja,dan Perkotaan Masa Kolonial. Depok: Komunitas Bambu.

Kartodirdjo, Sartono dan Djoko Suryo. 1991. Sejarah Perkebunan Indonesia:Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Kartodirdjo, Sartono. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta:Pustaka Jaya.

Long, Hualou, dkk. 2005. Socio-economic development and land-use change:Analysis of rural housing land transition in the Transect of the YangtseRiver, China. dalam www.elsevier.com/locate/landusepol diakses pada 2April 2012.

Lapian, Adrian B. 2011. Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut: Sejarah KawasanLaut Sulawesi Abad XIX. Depok: Komunitas Bambu.

Lin, Nan. 2001. Social Capital: A Theory of Social Structure and Action. NewYork: Cambrigde University Press.

Lin, Nan, Karen Cook, and Ronald S Burt. 2001. Social Capital: Theory andResearch. New York: Aldine De Gruyter.

Martinussen, John. 1999. Society, State, and Market: A Guide to CompletingTheories of Development. London and Newyork: Zed Book Ltd.

Mears, Leon A., dan Sidik Moeljono. Kebijaksanaan Pangan. (Dalam Booth,Anne dan Peter McCalwey. 1986. Ekonomi Orde Baru. Jakarta: LP3ES.

Mubyarto.1994. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Jakarta:Peneribit Sinar Harapan.

Muljana, Slamet. 2006. Sriwijaya. Yogyakarta: LKiS.Radhakrisna, Rama. 1997. Rural Socio-Ekonomic Change in India: Implication

for Agricultural Extension. Spring.Radyati, Maria R. Nindita. 2008. Thrid Sector Organization Governance in

Indonesia: Relulation, Initiatives and Model. (dalam Hasan, Samiul andjenny Onyx (ed.). 2008. Comparative Third Sector Governance in Asia.Springer).

Ritzer, George. 2011. Sociological Theory. California: Sage Publication.Ritzer, George. 2005. The Encliclopedia of Social Theory(First Edition).

California: Sage Publication.Ritzer, George. 2005. The Encliclopedia of Social Theory(Second Edition).

California: Sage Publication.Rivera, Temario C. 1994. Landlords and Capitalist: Class, Family, and The State

in Philippine Manufacturing. Quezon City: The University of ThePhilippines Press.

Saegert, Susan, J. Philip Thompson, Mark R Warren (ed). 2001. Social Capitaland Poor Communities. New York: Russell Sage Foundation.

Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo (Ed). 2005. Sosiologi Pedesaan: KumpulanBacaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Scott, James C. 1976. Moral Ekonomi Petani; Pergolakan dan Subsistensi diAsia Tenggara. Jakarta : LP3ES.

Scott, James C. 1985. Weapons of The Weak: Everyday Forms of The PeasantResistance. New Heaven: Yale University Perss

Scott, James C. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Jakarta: Yayasan OborIndonesia.

Solekhan, Moch. 2012. Penyelenggaran Pemerintahan Desa. Malang: Setara.

Page 164: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

153

Soetomo. 2012. Keswadayaan Masyarakat: Manifestasi Kapasitas Masyarakatuntuk Berkembang secara Mandiri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Simanjuntak, Bungaran Antonius (ed.). 2012. Otonomi Daerah,Etnonasionalisme, dan Masa Depan Indonesia: Berapa Persen LagiTanah dan Air Milik Rakyat? Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Sutijatiningsih, Sri dan Gatot Winoto. 1999. Kepulauan Riau Pada Masa Dollar.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Szreter, Simon. 2002. The State of Social Capital: Bringing Back in Power,Politics and History. (dalam Theory and Society, Vol 31. no. 5 (oct,.2005)). Spirnger.

Szreter, Simon. 2005. Health and Wealth: Studies in History and Policies. NewYork: University of Rochester Press.

Tjondronegoro, Sediono M.P. 1984. Social Organization and PlannedDevelopment in Rural Java; A Study of the Organizational Phenomenon inKecamatan Cibadak, West Java, and Kecamatan Kendal Central Java.Singapore: Oxford University Press.

Tjondronegoro, Sediono M.P (disunting oleh Adiwibowo dkk.). 2008. RanahKajian Sosiologi Pedesaan. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia IPB.

Tocqeuville, Alexis de (disunting oleh Stone dan Mennel). 2005. TentangRevolusi, Demokrasi, dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

White, Ben. 2003. Nucleus and Plasma: Contract Farmingand The Exercise ofPower in Upland West Java. (dalam Li, Tania (ed.). 2003. TransformingThe Indonesian Uplands. Harwood Academic Publishers).

Widjajanto, Andi dkk. 2007. Transnasionalisasi Masyarakat Sipil. Yogyakarta:LKIS.

Williams, Michael C. 2003. Arit dan Bulan Sabit: Pemberontakan Komunis 1926di Banten. Yogyakarta: Syarikat.

Wollstein, Stefanie Edler and Beate Kohler-Koch. 2008. It’s About Participation,stupid Is it? Civil-Society Concepts in Comparative Perspective. (dalamJobert, Bruno and Beate Kohler-Koch. 2008. Changing Images of CivilSociety: From protest to governance. London and New York: Routledge.

Wolters, O.W. 2011. Kemaharajaan Maritim Sriwijaya dan Perniagaan DuniaAbad III- Abad VII. Depok: Komunitas Bambu.

Yosihara, Naoki and Raphaella Dewantari Dwiyanto (Ed.). 2003. Grass Rootsand The Neighborhood Associations: On Japan’s Chonaikai andIndonesian’s RT/RW. Jakarta: Grasindo.

Skripsi/Thesis/DisertasiAkmaruzzaman. 2009. Strategi Mensinergikan program Pengembangan

Masyarakat Dengan Program Pembangunan Daerah: Kasus ProgramCommunity Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natunadan Kabupaten Anambas. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. (Tesis).

Dwianto, Raphaella D. 2001. Present Forms and Potential of NeighborhoodAssociation: Case Studies on Indonesia and Japan. Tohoku University(Disertasi).

Guntoro, Gigih. 2009. Pengaruh Modal Sosial Masyarakat Terhadap DayaDukung Sosial Lingkungan Permukiman Kumuh dan Padat di KampungRawa. Depok: FISIP UI (Tesis).

Kholison, Yanin. 2006. Perlawanan Nelayan Lokal Terhadap PelanggaranNelayan Asing Thailand. Depok: Departemen Antropologi FISIP UI. (Tesis).

Page 165: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

154

Koenawan, Chandra Joei. 2007. Kajian Pemanfaatan Ruang Pesisir dan LautKepulauan Anambas Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Bogor:Sekolah Pascasarjana IPB. (Tesis).

Prayitno, Ujianto Singgih. 2004. Modal Sosial dan Ketahanan Ekonomi KeluargaMiskin: Studi Sosiologi pada Komunitas Bantaran Ciliwung. Depok:Sosiologi FISIP UI. (Disertasi).

Razif. 1988. Tahap-Tahap Perekrutan dan Pengusahaan Kuli Kontrak Jawa diPerkebunan Karet Sumatra Timur 1904-1920. Depok: Jurusan SejarahFIB UI. (Skripsi)

Silitonga, Imelda. 1994. Boom Ekspor Karet (1953-1955). Depok: JurusanSejarah FIB UI. (Skripsi)

Suryana, Asep. 2007. Suburbanisasi dan Kontestasi Ruang Sosial di Citayam.Depok: FISIP UI (Tesis).

DokumenData Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani Kabupaten Kepulauan

Anambas Tahun 2013. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. KepAnambas.

Data LSM, ORMAS, dan Organisasi Kepemudaan Tahun 2013. Badan KesatuanBangsa, Politik dan Penanggulangan Bencana Daerah Kab. Kep.Anambas.

Hasil Sensus 2010, BPS Kab Kep Anambas.Keputusan Menkokesra No. 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 Mengenai

Pedoman Umum PNPM-Mandiri.Laporan Assesment Program Pertanian Ramah Lingkungan Desa Rintis

Kecamatan Siantan, Desa Langir Kecamatan Pal Matak KabupatenKepulauan Anambas. 2010. CS3D dan Paramitra Foundation For PremierOil.

Laporan Assesment Program PKBM Kurnia Desa Rintis tahun 2012. Lab SosioUNJ dan Premier Oil.

Laporan Program Pertanian Organik Desa Rintis tahun 2012. Joglo Tani danPremier Oil.

Permendagri No. 5 Tahun 2007 tentang Lembaga Kemasyarakatan.Permendagri No. 33 tahun 2012 Pedoman Pendaftaran Oganisasi

Kemasyarakatan Di LingkunganKementrian Dalam Negeri danPemerintah Darah.

PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa.Prayogo, Dodi dkk. 2010. Laporan Evaluasi Program Community Development

2008-2009 Kabupaten Anambas Kepulauan Riau. Depok: Lab Sosio UIdan Premier Oil (tidak dipublikasikan).

Penilaian Lembaga (Nilem) tahun 2012, PKBM Kurnia.Profil Desa Rintis tahun 2012, Desa Rintis, Kecamatan Siantan, Kab Kep

Anambas.UU No. 5 tahun 1979tentang Desa.UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.UU No. 30 tahun 2008 tentang Pembentukan Kab. Kep Anambas di Provinsi

Kep. Riau.Sejarah Tarempa, disusun oleh LAM (Lembaga Adat Melayu) Kecamatan Pal

Matak.

Page 166: Perkumpulan Sosial Merespon Pemerintahan Lokal Baru: Studi Perkumpulan Sosial di Desa Rintis Kab. Kep Anambas

Universitas Indonesia

155

Surat KabarAnambas Pos edisi April tahun 2013.Harian Djaja No. 108 15 Februari Tahun 1964.Pandji Poestaka tahun II, No. 21, 22 Mei 1924.Warta PPN Djanuari/Februari 1958.Warta PPN Nopember/Desember 1960.Warta SARBUPRI 6 Juli Tahun 1951.Warta SARBUPRI 30 Agustus 1951.

Internethttp://batamtoday.com/berita4414-Dana-Bansos-Juga-Diselewengkan-(Bag-

II).htmlhttp://www.haluankepri.com/anambas/145-istri-bupati-anambas-belum-

ditemukan-4-kri-cari-korban.html.http://go-sipp.blogspot.com/2013/02/pulau-anambas-pulau-terindah-se-asia.html(gambar peta)http://foragri.blogsome.com/bulgur-yang-kaya-nutrisi/http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=1429&l=dari-rp-17-triliun-apbd-natuna-

2006-anambas-hanya-dapat-rp-1-milliarhttp://news.detik.com/read/2010/02/15/195458/1300166/10/bupati-dan-mantan-

bupati-natuna-dituntut-5-dan-4-tahun-penjara