BAB III PERISTIWA-PERISTIWA POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN PERISTIWA-PERISTIWA POLITIK INDONESIA PASCA PENGAKUAN KEDAULATAN Karena didesak Dewan Keamanan PBB, Belanda bersedia mengadakan perundingan Renvile dengan Indonesia dan dilanjutkan dengan perundingan KMB di Den Haag Belanda 1949 berhasil mengakhiri pertikaian Indonesia-Belanda dengan pengakuan kedaulatan kepada Indonesia. Pada 2 November 1949 di Den Haag terbentuklah negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 16 negara bagian dan sebagai presidennya adalah Soekarno dan Moh. Hatta diangkat sebagai Perdama Menteri. Proses Kembalinya Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan Secara resmi Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949 dengan bentuk negara RIS. Ternyata sebagian besar rakyat Indonesiatidak menyukai bentuk negara RIS dan menghendaki Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). a. Terbentuknya Negara Federasi RIS 14 Desember 1949 wakil-wakil pemerintah RI dan negara- negara bagian melakukan pertemuan musyawarah federal di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Pertemuan tersebut berhasil menyetujui Undang-undang Dasar RIS. Berdasarkan UUD RIS negara federasi RIS terdiri atas tujuh negara bagian (RI, NIT, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra Timur-NST, Negara Sumatra Selatan), sembilan satuan kenegaraan (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara, Bangka, Biliton-Belitung, Riau Kepulauan, Jawa Tengah) dan tiga daerah swapraja (Waringin, Sabang, Padang). Selengkapnya negara-negara tersebut adalah sebagai berikut: - Republik Indonesia RI berdiri 17 Agustus 1945, sebagai presiden dan wakil presidennya adalah Soekarno dan Moh. Hatta. Pusat pemerintahan semula di Jakarta, tapi karena ada kekacauan yang ditimbulkan oleh Sekutu dan NICA, maka dipindah ke Yogyakarta. Dalam perjanjian Linggarjati secara de facto RI hanya terdiri dari Sumatra, Jawa dan Madura, bahkan semakin mengecil setelah perjanjian Renvile. Bahkan
23
Embed
Peristiwa-peristiwa Politik Dan Ekonomi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
PERISTIWA-PERISTIWA POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA PASCA
PENGAKUAN KEDAULATAN
PERISTIWA-PERISTIWA POLITIK INDONESIA PASCA PENGAKUAN
KEDAULATAN
Karena didesak Dewan Keamanan PBB, Belanda bersedia mengadakan
perundingan Renvile dengan Indonesia dan dilanjutkan dengan perundingan KMB di Den
Haag Belanda 1949 berhasil mengakhiri pertikaian Indonesia-Belanda dengan pengakuan
kedaulatan kepada Indonesia. Pada 2 November 1949 di Den Haag terbentuklah negara
Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 16 negara bagian dan sebagai presidennya
adalah Soekarno dan Moh. Hatta diangkat sebagai Perdama Menteri.
Proses Kembalinya Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan
Secara resmi Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949 dengan
bentuk negara RIS. Ternyata sebagian besar rakyat Indonesiatidak menyukai bentuk negara
RIS dan menghendaki Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
a. Terbentuknya Negara Federasi RIS
14 Desember 1949 wakil-wakil pemerintah RI dan negara-negara
bagian melakukan pertemuan musyawarah federal di Jalan Pegangsaan Timur 56
Jakarta. Pertemuan tersebut berhasil menyetujui Undang-undang Dasar RIS.
Berdasarkan UUD RIS negara federasi RIS terdiri atas tujuh negara bagian (RI,
NIT, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra
Timur-NST, Negara Sumatra Selatan), sembilan satuan kenegaraan (Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara, Bangka,
Biliton-Belitung, Riau Kepulauan, Jawa Tengah) dan tiga daerah swapraja
(Waringin, Sabang, Padang). Selengkapnya negara-negara tersebut adalah sebagai
berikut:
- Republik Indonesia
RI berdiri 17 Agustus 1945, sebagai presiden dan wakil presidennya adalah
Soekarno dan Moh. Hatta. Pusat pemerintahan semula di Jakarta, tapi karena
ada kekacauan yang ditimbulkan oleh Sekutu dan NICA, maka dipindah
ke Yogyakarta. Dalam perjanjian Linggarjati secara de facto RI hanya terdiri
dari Sumatra, Jawa dan Madura, bahkan semakin mengecil setelah perjanjian
Renvile. Bahkan setelah KMB RI hanya merupakan salah satu negara bagian
dari RIS yang kepemimpinannya dijabat oleh Mr. Asaat (mantan ketua KNIP).
- Negara Pasundan
Diproklamasikan oleh Soeria Kartalegawa (Ketua Partai Rakyat Pasundan)
pada 4 Mei 1947 di Bandung, namun baru resmi terbentuk pada 5 Maret 1948
dengan wali negaranya RAA. Wiranatakusumah.
- Negara Indonesia Timur (NIT)
NIT merupakan negara pertama yang dibentuk Van Mook dalam konferensi
Denpasar pada 18-24 Desember 1946, wilayah NIT meliputi Bali, Nusa
Tenggara, Sulawesi dan Maluku dengan presidennya adalah Cokorde Gde
Raka Sukawati.
- Negara Madura
Dibentuk 23 Januari 1948 atas prakarsa Van Der Plas (tokoh Belanda yang
pandai bahasa Madura dan ahli agama islam) sebagai wali negaranya adalah
RAA. Cakraningrat.
- Negara Sumatra Timur
Berdiri berdasarkan surat keputusan Van Mook pada 24 Maret 1948,
wilayahnya meliputi Medan, Asahan Selatan, Labuhan Batu dan sekitarnya
dengan wali negaranya adalah Dr. Tengku Mansyur.
- Negara Sumatra Selatan (NSS)
Oleh Van Mook disetujui pada 30 Agustus 1948 dengan negaranya adalah
Abdul Malik. Wilayah NSS meliputiPalembang dan sekitarnya
- Negara Jawa Timur
Melalui konferensi di Bondowoso (16 November 1948) Van Der Plas
mendirikan Negara Jawa Timur, tapi secara resmi berdiri 26 November 1948
dengan wilayah meliputi Surabaya, Malang, daerah sebelah timur sampai
Banyuwangi dengan wali negaranya adalah RTP. Achmad Kusumonegoro.
- Daerah Istimewa Kalimantan Barat (Borneo)
Berdiri pada 12 Mei 1947 dan disetujui oleh Van Mook, dengan kepala
daerahnya adalah Sultan Hamid Algadrie II.
- Federasi Kalimantan Timur
Berdiri sejak Februari 1948, Tenggarong termasuk didalamnya.
- Daerah Otonom Dayak Besar
Dibentuk pada Desember 1946 dan baru memiliki konstitusi sejak Desember
1948, wilayahnya adalah daerah Kalimantan Tengah sekarang.
- Daerah Otonom Banjar
Terlahir sejak Januari 1948 dan meliputi Kalimantan Selatan sekarang.
- Dewan Federal Borneo Tenggara (DFBT)
Disetujui oleh Van Mook pada 9 Mei 1947, wilayahnya meliputi Pulau Laut
dan Kalimantan Tenggara, Pegatan, Cantung Sampanahan.
- Daerah Otonom Bangka, Biliton (Belitung) dan Riau Kepulauan
Diciptakan oleh Van Mook pada bulan Januari 1947 dan pada bulan Juni 1948
ketiganya bergabung menjadi federasi.
- Daerah Otonom Jawa Tengah
Dibentuk pada bulan Maret 1949 sesudah agresi militer Belanda II. Wilayah
Jawa Tengah meliputi sebagian Banyumas, Pekalongan dan Semarang.
b. Munculnya Gerakan Separatis
Sebagian masyarakat tidak mendukung terbentuknya RIS (kelompok unitaris) dan
sebagian lagi mendukung terbentuknya negara federal (kelompok federalis).
Kelompok unitaris banyak terdapat di negara Pasundan dan negara Jawa Timur,
mereka menghendaki negara yang sesuai dengan UUD 1945 dan cita-cita
proklamasi 17 Agustus 1945. Kelompok federalis mulai melemah setelah
beberapa tokohnya berkhianat terhadap RIS yaitu Sultan Hamid II yang
bersekongkol dengan Raymond Westerling membantai rakyat di Sulawesi Selatan,
membunuh tentara republik di Bandung dan merencanakan pembunuhan terhadap
sejumlah petinggi RIS di Jakarta. Kelompok ini menamakan diri Angkatan Perang
Ratu Adil (APRA) yang ingin tetap mempertahankan negara Pasundan.
Di Sulawesi Selatan kapten Andi Azis menyerang markas TNI di Makasar dan
sejak 5 April 1950 Andi Azis menyatakan mempertahankan NIT. Di Maluku
Selatan muncul gerakan separatis RMS di bawah pimpinan Dr. Soumokil pada 25
April 1950.
c. Perjuangan Kembali ke Negara Kesatuan
RI, BFO dan Belanda menyepakati terbentuknya RIS, negara RIS yang berbentuk
federasi ini pada hakikatnya tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi. Belanda
mendirikan RIS dengan maksud untuk mempermudah memecah belah
bangsaIndonesia. Belanda tetap berkeinginan bahwa pada suatu saat mereka akan
datang lagi untuk menguasai Indonesia. RakyatIndonesia menyadari bahwa RIS
adalah bentukan Belanda dan bukan keinginan rakyat negara-negara bagian
(apalagi tidak memiliki tujuan yang jelas, tidak memiliki ideologi yang kuat, tidak
memiliki tentara, kekuasaan dll). Pada awal Februari 1950 rakyat Jawa Barat,
Jawa Timur dan negara-negara bagian lainnya menuntut pembubaran negara-
negara bagian. Menanggapi situasi politik tersebut pada 8 Maret 1950 pemerintah
RIS mengeluarkan UU darurat No.11 tahun 1950 tentang tata cara perubahan
susunan kenegaraan RIS. Hingga pada 5 April 1950 terdapat tiga negara bagian
yaitu RI, NST dan NIT, negara yang lainnya bergabung dengan RI di Yogyakarta.
19 Mei 1950 dilangsungkan perundingan antara pemerintah RIS (Moh. Hatta-
wakil dari NST dan NIT) dengan pemerintah RI yang diwakili oleh Abdul Halim.
Perundingan tersebut menghasilkan persetujuan: RIS dan RI sepakat membentuk
negara kesatuan berdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945 dan RI dan RI akan
membentuk panitia bersama yang bertugas menyusun undang-undang dasar
negara kesatuan. Untuk menyusun konstitusi negara kesatuan yang baru maka
dibentuklah panitia gabungan RIS dan RI dengan ketua bersama, menteri
kehakiman Prof. Dr. Mr. Soepomo dan wakil perdana menteri RI Abdul Halim.
Pada 14 Agustus 1950 parlemen RI dan senat RIS mengesahkan UUD NKRI
(UUD Sementara 1950). NKRI resmi berlaku sejak 17 Agustus 1950, secara
otomatis RIS bubar.
Persoalan Hubungan Pusat dan Daerah Pasca Pembentukan NKRI
Persoalan pertentangan antara pemerintah pusat dengan daerah, baik yang berupa
pertentangan ideologi antar partai maupun antar kepentingan, pergolakan sosial-politik ini
terjadi pada kurun waktu 1950-1965. Ditengah-tengah memburuknya keadaan pemerintahan
akibat pemberontakan di daerah, presiden Soekarno melontarkan suatu gagasan “Konsepsi
Presiden” pada 21 Februari 1957 di Istana Merdeka yang bertujuan untuk memperbaiki
kondisi dan kinerja pemerintahan. Isi Konsepsi Presiden tersebut adalah:
- Sistem demokrasi parlementer model barat tidak sesuai dengan
kepribadian Indonesia dan harus diganti dengan sistem demokrasi terpimpin.
- Untuk melaksanakan demokrasi terpimpin perlu dibentuk kabinet gotong royong yang
beranggotakan wakil-wakil semua partai dan organisasi berdasarkan perimbangan
kekuatan yang ada dalam masyarakat.
- Dibentuk dewan nasional yang terdiri dari wakil-wakil golongan fungsional dalam
masyarakat, dewan ini bertugas memberi nasehat kepada kabinet.
Pertentangan antara pusat dan daerah tersebut mengakibatkan munculnya berbagai
pembrontakan antara lain:
a. Peristiwa PRRI di Sumatra
Muncul setelah ada reuni mantan divisi banteng di Padangpada 20-25 November
1956. pertemuan ini melahirkan kesepakatan bahwa otonomi daerah yang seluas-
luasnya untuk menggali potensi daerah dan kekayaan daerah guna memenuhi
pembangunan dan disepakati pembentukan Dewan Banteng yang diketuai oleh
Achmad Husein (komandan Resimen IV dan Teritorium I di Padang).
Sejak 9 Desember 1956 Kasad mengeluarkan pengumuman yang melarang
perwira-perwira angatan darat melakukan kegiatan politik. Larangan tersebut
tidak diindahkan bahkan Achmad Husein mengambil alih kekuasaan gubernur
Ruslan Muljohardjo pada 20 Desember 1956. Selain dewan Banteng, muncul pula
dewan-dewan lain di daerah lain seperti:
- Dewan Gajah di Sumatera Utara (Kolonel Maludin Simbolon)
- Dewan Garuda di Sumatera Selatan (Letkol Barlian)
- Dewan Manguni di Sulawesi Utara (Letkol Ventje Sumual)
Pemerintah pusat berusaha menyelesaikan perselisihan pusat-daerah melalui cara
musyawarah. Pada bulan Maret 1957 diadakan konferensi Panglima Tentara dan
Teritorium seluruhIndonesia untuk menyelesaikan masalah pusat-daerah.
Kemudian diselenggarakan Munas (musyawarah nasional) pada bulan September
1957 dan Munap (musyawarah nasional pembangunan) pada bulan November
1957 yang bertujuan mempersiapkan usaha pembangunan di daerah-daerah secara
integral.
9 Januari 1958 diselenggarakan pertemuan yang membicarakan pembentukan
pemerintahan baru di Sungai Dareh, Sumtera Barat, pertemuan ini dihadiri oleh
pimpinan dewan-dewan dan tokoh-tokoh sipil seperti Syarif Usman, Burhanudin
Harahap dan Syafruddin Prawiranegara. Keesokan harinya Letkol Achmad Husein
mengeluarkan ultimatun kepada pemerintah pusat agar kabinet Djuanda
menyerahkan mandat kepada presiden dalam waktu 5 x 24 jam dan presiden
diminta untuk kembali kepada kedudukan sebagai presiden yang konstitusional.
Ultimatum ini ditolak oleh pemerintah bahkan Letkol Achmad Husein di pecat
dari Angkatan Darat. Achmad Husein kemudian mengumumkan berdirinya
pemerintah revolusioner republik Indonesia (PRRI) di Padang pada 15 Februari
1958 dengan perdama menterinya Syarifudin Prawiranegara.
Untuk menumpas gerakan separatis PRRI pemerintah melakukan operasi militer
antara lain:
- Operasi Tegas (Letkol Kaharudin Nasution) untuk mengamankan Riau
- Operasi 17 Agustus (Kol Ahmad Yani) untuk mengamankan Sumatera Barat
- Operasi Saptamarga (Brigjen Djatikukumo) untuk mengamankan Sumatera Utara
- Operasi Sadar (Letkol Ibnu Sutowo) untuk mengamankan Sumatera Selatan
Dalam waktu singkat operasi gabungan ini dapat menumpas PRRI, Achmad
Husein beserta pasukannya menyerahkan diri pada 29 Mei 1961.
a. Peristiwa Permesta di Sulawesi
Di Makasar panglima tentara dan teritorium III Letkol Ventje Sumual
memproklamasikan berdirinya Piagam Perjuangan Semesta (Permesta) pada 2
Maret 1957 yang meliputi wilayah Sulawesi, Kep. Nusa Tenggara dan Maluku.
DJ. Somba (komando daerah militer Sulawesi Utara dan tengah) mengeluarkan
pernyataan bahwa sejak 17 Februari 1958 Sulawesi Utara dan Tenggara
memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI.
Pemerintah segera bersikap tegas untuk menumpas Permesta dengan melancarkan
operasi gabungan yaitu Operasi Merdeka (dipimpin Letkol Rukmito
Hendraningrat). Operasi ini terdiri dari beberapa bagian antara lain:
- Operasi Saptamarga I (Letkol Soemarsono) untuk mengamankan Sulawesi Utara
bagian tengah
- Operasi Saptamarga II (Letkol Agus Prasmono) untuk mengamankan Sulawesi
Utara bagian selatan
- Operasi Saptamarga III (Letkol Magenda) untuk mengamankan Kepulauan
sebelah utara Manado
- Operasi Saptamarga IV (Letkol Rukmito Hendraningrat) untuk mengamankan
Sulawesi Utara
- Operasi Mena I (Letkol Pieters) untuk mengamankan Jailolo
- Operasi Mena II (Letkol KKO Hunholz) untuk merebut lapangan udara Morotai
di sebelah utara Halmahera
Operasi militer APRI di Indonesia bagian timur merupakan operasi yang terberat
karena kondisi geografis yang sangat menguntungkan permesta dan pemberontak
memiliki persenjataan yang modern berupa pesawat pembon B-26 dan pemburu
Mustang yang diduga merupakan bantuan Amerika Serikat, hal ini terbukti
dengan ditembak pesawat yang dipiloti Allan Pope (orang Amerika Serikat).
a. Peristiwa APRA di Bandung
Adanya tuntutan dari mantan anggota tentara KNIL yang dibubarkan untuk tetap
menjadi angkatan peran negara bagian dan keengganan TNI bergabung dengan
KNIL merupakan salah satu penyebab munculnya pemberontakan APRA. Di
Bandung bekas anggota KNIL yang tidak mau bergabung dengan APRIS
membentuk organisasi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh
Raymond Westerling. APRA menuntut kepada pemerintah RIS agar organisasinya
diakui sebagai tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya negara Pasundan.
Tuntutan APRA tidak dihiraukan oleh pemerintah, maka pada 23 Januari 1950
APRA melancarkan serangan terhadapa kota Bandung. Mereka membunuh
anggota TNI yang dijumpai dan berhasil menduduki markas staf Divisi Siliwangi
setelah membunuh 15 orang regu jaga diantaranya adalah Letkol Lembong.
Penyerbuan APRA tidak diduga sebelumnya sehingga gerombolan in berhasil
menguasai kota Bandung. Apalagi pada waktu yang bersamaan kesatuan divisi
siliwangi baru beberapa saat memasuki kota Bandung setelah melakukan Long
March dari Yogyakarta. Demikian juga panglima divisi siliwangi kolonel Sadikin
yang sedang mengadakan peninjauan ke Subang bersama Gubernur Jawa Barat
Sewaka.
Untuk menanggulangi APRA, pemerintah RIS segera mengirimkan kesatuan-
kesatuan polisi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang ketika itu di
berada Jakarta untuk ke Bandung. R Westeling berhasil meloloskan diri dari
pasukan TNI dan melanjutkan makarnya di Jakarta untuk menangkap semua
menteri RIS dan pejabat penting lainnya. Berkat kesigapan TNI gerakan
Westerling dapat digagalkan.
b. Peristiwa Andi Azis di Makasar
Pada 5 April 1950 terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh bekas tentara KNIL
dipimpin oleh Andi Azis. Alasan pemberontakan yang dilakukan Andi Azis
adalah tidak mau menerima kehadiran 900 pasukan APRIS yang berasal dari TNI
pimpinan Letkol Mokoginta dan ingin mempertahankan Negara Indonesia Timur
(NIT). Dalam pemberontakannya Andi Azis menuntut agar tentara bekas KNIL
diberi kekuasaan untuk bertanggung jawab atas keamanan di wilayah NIT.
Ultimatum dari pemerintah pusat agar Andi Azis bertanggung jawab atas
perbuatannya tidak diindahkan sehingga dalam waktu 4 x 24 jam pemerintah
mengirim pasukan di bawah pimpinan Alex Kawilarang untuk menumpas
pemberontakan Andi Azis. Hasilnya pada 15 April 1950 Andi Azis menyerahkan
diri.
c. Peristiwa RMS di Maluku
Didirikan oleh Dr. Soumokil (bekas Jaksa Agung NIT) pada 25 April 1950,
gerakan ini tidak menginginkan Indonesia kembali ke negara kesatuan dan tidak
menyetujui penggabungan KNIL ke dalam APRIS. Bekerjasama dengan Andi
Azis di Makasar tentara KNIL melakukan intimidasi dan teror terhadap rakyat
diAmbon. Pemerintah RIS berupaya menyelesaikan persoalan RMS dengan cara
damai yang dipimpin oleh Dr. J. Leimena, akan tetapi usaha ini tidak berhasil
sehingga dikirimlah pasukan yang dipimpin oleh Alex Kawilarang untuk
meredam pemberontakan RMS pada 14 Juli 1950. Pada saat berupaya menguasai
Ambon, pasukan APRIS dibagi menjadi 3 kelompok dengan pimpinan Mayor
Achmad Wiranatakusumah, Letkol Slamet Riyadi dan Mayor Suryo Subandrio
yang mendarat di Ambon pada 28 September 1950. Pertempuran terjadi dengan
RMS yang bertahan di Benteng Nieuw Victoria dan berhasil menangkap Dr.
Soumokil pada 12 Desember 1963 dan dijatuhi hukuman mati.
Pergantian Antar Kabinet yang Cepat dalam Sistem Kabinet Parlementer
Sejak RIS bubar, Indonesia berbentuk NKRI dengan berpedoman UUDS 1950 dan menganut
demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi liberal berlaku sistem kabinet parlementer dengan
ciri-ciri:
- Kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat
- Kabinet dipimpin perdana menteri yang bertanggung jawab pada parlemen
- Susunan anggota dan program kabinet didasarkan dengan suara terbanyak dalam
parlemen
- Masa jabatan kabinet tidak ditentukan dengan pasti
- Kabinet dapat dijatuhkan pada setiap waktu oleh parlemen dan pemerintah juga dapat
membubarkan parlemen
Pada masa demokrasi liberal telah terjadi pergantian kabinet sebanyak 7 kali. Tiap-tiap
kabinet tidak dapat berumur panjang rata-rata hanya berumur 1 tahun, padahal idealnya
pergantian 7 kali kabinet minimal akan menghabiskan waktu selama 35 tahun, jadi tidak
mengherankan apabila program-program setiap kabinet tidak sempat dilaksanakan.
Berikut kabinet yang pernah berkuasa diIndonesia pada masa demokrasi liberal:
a. Kabinet Natsir (6 Oktober 1950 - 21 Maret 1951)
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi dan
dilantik presiden pada 6 September 1950 dengan perdana menterinya Muhammad
Natsir. Kabinet ini memiliki formasi yang kuat karena didukung para tokoh yang
mempunyai keahlian dibidangnya seperti: Sultan Hamengkubuwono IX, Mr.
Asaat, Ir. Djuanda dan Dr. Soemitro Djojohadikusumo.
Program kabinet Natsir antara lain:
- Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
- Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan
- Menyempurnakan organisasi angkatan perang
- Mengembangkan dan memperkuat kekuatan ekonomi rakyat
- Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat
Kabinet Natsir merintis perundingan bilateral masalah Irian Barat dengan
Belanda. Namun perundingan ini menemui jalan buntu sehingga dimanfaatkan
partai oposisi PNI dengan mengajukan mosi (kepercayaan) tidak percaya, selain
masalah Irian Barat mosi tidak percaya juga muncul terhadap persoalan
pembentukan DPRD yang dianggap menguntungkan Masyumi. Mosi ini diajukan
PNI pada 22 Januari 1951 dan dimenangkan oleh PNI, sehingga kabinet Natsir
menyerahkan mandatnya kepada presiden pada 21 Maret 1951
a. Kabinet Sukiman-Suwiryo (21 April 1951 - 23 Februari 1952) – 10 bulan
Pada 27 April 1951 dibentuklah kabinet baru yang merupakan koalisi partai PNI
dan Masyumi dengan dipimpin oleh Dr. Sukiman Wirjosandjojo (Masyumi) dan
Suwiryo (PNI).
Program kabinet Sukiman-Suwiryo antara lain:
- Menjalankan tindakan tegas sebagai negara hukum guna menjamin negara
hukum guna menjamin keamanan dan ketentraman
- Mengusahakan kemakmuran rakyat secepat-cepatnya
- Mempercepat persiapan pemilihan umum
- Menjalankan politik luar negeri bebas aktif dan secepat-cepatnya memasukkan
Irian Barat ke dalam wilayah RI
Kabinet Sukiman-Suwiryo tidak berusia lama karena mendapat tentangan dari
partai koalisinya dan sejak 23 Februari 1952 kabinet ini demisioner. Penyebab
jatuhnya kabinet ini adalah karena ditandatanganinya bantuan ekonomi, teknik
dan persenjataan dari Amerika Serikat atas dasar Mutual Security Act (MSA),
ditafsirkan Indonesia telah memasuki blok barat dan bertentangan politik luar
negeri bebas aktif.
a. Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 3 Juni 1953) – 14 bulan
Muncul gagasan untuk membentuk zaken kabinet (kabinet yang didukung menteri
yang memiliki keahlian dibidangnya) dengan menunjuk Wilopo (PNI) sebagai
perdana menterinya.
Program Kabinet Wilopo antara lain:
- Melaksanakan Pemilu secepatnya
- Memajukan taraf hidup rakyat dan keamanan dalam negeri
- Memperjuangkan pengembalian Irian Barat dan melaksanakan politik luar negeri
bebas aktif menuju perdamaian dunia
Semasa kabinet ini berkuasa timbul separatisme dan terjadinya peristiwa Tanjung
Morawa (Sumatera Utara) yang ditunggangi PKI, sehingga parlemen bereaksi
keras dan mengajukan mosi tidak percaya.
a. Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953 - 24 Juli 1955) – 2 tahun
Dengan dukungan dari PNI dan NU, Mr. Ali Sastroamidjojo ditunjuk menjadi
perdana menteri.
Program kabinet Ali Sastroamidjojo I antara lain:
- Keamanan, pemilu, kemakmuran, keuangan, organisasi negara, perburuhan, dan
perundang-undangan
- Pengembalian Irian Barat
- Politik luar negeri bebas aktif
Pada masa ini muncul gerakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh dan Sulawesi Selatan
serta beberapa gerakan perlawanan di daerah. Kabinet Ali Sastroamidjojo I
berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA). Penyebab jatuhnya
kabinet Ali Sastroamidjojo I adalah mosi tidak percaya menyangkut pergantian
pimpinan di AD, kabinet Ali Sastroamidjojo I dianggap tidak mampu
menyelesaikan pertentangan pendapat antara pemerintah dengan TNI-AD.
e. Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956) – 7 bulan
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi dengan Masyumi sebagai partai inti.
Program kabinet Burhanudin Harahap antara lain:
- Mengembalikan kewibawaan pemerintah dengan memupuk kepercayaan